Alih kode terjadi ketika penutur beralih antara bahasa atau ragam bahasa dalam satu bahasa, biasanya karena faktor pembicara, lawan bicara, perubahan situasi, atau topik. Campur kode terjadi ketika penutur menggunakan satu bahasa sebagai bahasa utama dengan unsur-unsur bahasa lain yang disisipkan. Alih kode melibatkan peralihan antar bahasa yang memiliki otonomi sendiri, sedangkan campur k
1. Alih kode dan campur kode
Alih kode adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubah situasi (Apple
dan chaer dan Agustina, 1995:141). Berbeda dengan Apple yang mengatakan alih
kode itu terjadi antarbahasa, melainkan juga terjadi antara ragam-ragam bahasa
dan gaya bahasa yang terdapat dalam satu bahasa. Dengan demikian, alih kode itu
merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa yang terjadi antarbahasa dan
antarragam satu bahasa.
Fakto-faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode antara lain :
a). siapa yamg bicara;
b). dengan bahasa apa;
c). kepada siapa;
d). kapan; dan
e). dengan tujuan apa.
Dalam berbagai kepustakaan linguistic, secara umum penyebab terjadinya alih kode
antara lain:
1. pembicara/penutur;
2. pendengar/lawan tutur;
3. perubahan situasi dengar hadirnya orang ke 3;
4. perubahan dari formal dan informal/sebaliknya; dan
5. perubahan topic pembicaraan.
Sebagai contoh, simaklah ilustrasi alih kode berikut : alih kode yang terjadi adalah
dari bahasa Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia.
Latar belakang : Kompleks perumahan Balimbiang Padang
Para Pembicara:Ibu-ibu rumah tangga. Ibu Las dan Ibu Leni orang Minangkabau, Ibu
Lin orang Sulawesi yang tidak bisa berbahasa Indonesia.
Topik : Listrik mati
Sebab alih kode: kehadiran Ibu Lin dalam peristiwa tutur
Peristiwa Tutur :
Ibu Las : Ibu Len jam bara cako malam lamup iduik, awaklah lalok sajak jam
sembilan ("Ibu Leni pukul berapa lampu mti tadi malam hidup, saya sudah tidur
sejak pukul sembilan”)
Ibu Leni : Samo awak tu, awaklah lalo pulo sajak sanjo, malah sajak pukua
salapan, awak sakik kapalo(“ sama kita itu, saya sudah tidur pula sejak sore, malah
semenjak pukul delapan karena saya sakit kepala. Bagaimana Ibu Lin tahu pukul
berapa lampu hidup tadi malam?). ( pertanyaan ditamnyakan pada bu Lin)
Ibu Lin : Tahu Bu, kira-kira pukul sepuluh lebih.
Dari contoh di atas, terlihat bahwa alih kode terjadi karena hadirnya orang ketiga.
Alih kode tersebut terjadi dari bahasa Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia. Ibu
Leni beralih kode ke dalam Bahasa Indonesia karena mitra tuturnya Ibu Lin (Orang
Sulawesi) tidak mengerti bahasa Minangkabau.
Suwito (1985) membagi alih kode menjadi dua, yaitu
1.alih kode intern
bila alih kode berupa alih varian yang terjadi antarbahasa sendiri.contoh :dari
bahasa
Jawa ngoko merubah ke krama.
2.alih kode eksternal
2. bila alih terjadi antara bahasa sendiri dengan bahsa asing. Contoh : dari bahasa
Indonesia beralih ke bahasa Inggris atau sebaliknya.
C. Campur Kode
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu
bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa
lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar
belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya
berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan
bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada
keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.
Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Campur kode ke dalam (innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya
2. Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari bahasa
asing.
Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
1. sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutur
2. kebahasaan(linguistik type)
latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan,
identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik
antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa wujud campur kode,
1. penyisipan kata,
2. menyisipan frasa,
3. penyisipan klausa,
4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan
5. penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).
D. Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazin terjadi
dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih. Namun
terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi dengan masing-
masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan
dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu sedangkan campur kode
adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan
otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut
hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah
kode. Unsur bahasa lain hanya disisipkan pada kode utama atau kode dasar. Sebagai
contoh penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur
bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa Indonesia kejawa-jawaan.
3. Thelander mebedakan alih kode dan campur kode dengan apabila dalam suatu
peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain
disebut sebagai alih kode. Tetapi apabila dalam suatu periswa tutur klausa atau
frasa yang digunakan terdiri atas kalusa atau frasa campuran (hybrid
cluases/hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi
mendukung fungsinya sendiri disebut sebagai campur kode.