8. Di dalam Alkitab (Injil) yang menjadi
Kitab suci ummat Kristiani telah banyak
disebutkan bahwa Yesus adalah Juru Selamat ,
tidak ada disebutkan bahwa Yesus mengajak
ummat manusia untuk melakukan kerusakan,
kekerasan dan peperangan, bahkan sebaliknya
yang ada disebut-sebut dalam narasi di Alkitab
(Injil) justru ajakan /seruan Yesus untuk
mewujudkan kedamaian di muka bumi ini.
Kata kunci yang digunakan untuk kedamaian
termaksud, di antaranya menggunakan kata
kebebasan, hak, hukum, memaafkan/
mengampuni, kejujuran, keadilan, dan
kebenaran
11. Gereja Katholik melalui Konsili Vatikan II
mengeluarkan dekrit Nostrae Aetate yang
secara khusus berbicara tentang relasi Katholik
dengan agama-agama lain, sehingga menjadi
perspektif baru dalam gereja-gereja Katholik.
Dalam dekrit Nostrae Aetate itu dinyatakan
bahwa gereja Katholik tidak menolak apapun,
yang dalam agama-agama itu serba benar dan
suci.
.
12. Hal ini menjadi dekrit penting dalam semangat
keagamaan Katholik yang inklusifistik, semangat sikap
keagamaan yang moderat. Dengan dekrit Nostrae Aetate
itu , gereja Katholik telah membuka babak baru sejarah
mengenai pengakuan yang disertai sikap hormat yang
tulus tentang realitas pluralisme religious dan sekaligus
membuka diri terhadap kebenaran yang terdapat dalam
agama-agama non Katholik/Kristen
13. Dalam Gereja Katholik istilah
“moderat” tidak biasa tetapi yang
digunakan adalah istilah “terbuka”
(inklusif) terhadap “fundamentalis”
dan “tradisionalis” (yang menolak
pembaruan dalam pengertian
Gereja Katholik).
15. Ajaran Hindu yang terkait dengan
moderasi beragama adalah susila , yaitu ajaran
tentang menjaga hubungan harmonis antara
sesama manusia yang menjadi salah satu dari
tiga penyebab kesejahteraan
Dalam tradisi Hindu, akar ruh moderasi
beragama atau jalan tengah itu dapat ditelusuri
hingga ribuan tahun kebelakang. Periode itu
terdiri dari gabungan empat yuga mulai dari
Satya Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga dan
Kali Yuga. Dalam setiap Yuga umat Hindu
mengadaptasikan ajaran-ajarannya sebagai
bentuk moderasi.
17. Di dalam agama Budha diajarkan bahwa spirit
agama adalah metta, sebuah ajaran yang berpegang
teguh pada cinta kasih tanpa pilih kasih yang berbasis
pada nilai-nilai kemanusiaan , toleransi, solidaritas,
kesetaraan dan tanpa kekerasan. Kehidupan para Budhis
berjalan di atas nilai-nilai kemanusiaanyang dijabarkan
pada kasih saying, toleran dan kesetaraan.
Budha Dharma merupakan jalan tengah yang
merupakan aspek penting dari spiritualiras umat Budha
yang menghindari dua kutub ekstrem : penyiksaan diri
(attakilamathanuyoga) dan pemanjaan
(kamalusukhalikanuyoga) . jalan tengah Budhadharma
merupakan cara untuk melenyapkan dukkha yang
bertumpu pada hawa nafsu dan egoisme , untuk
mencapai tujuan hidup akhir kebahagiaan sejati Nirvana
19. Moderasi beragama juga mengakar dalam tradisi
agama Khonghucu. Umat Konfutsu yang junzi (beriman
dan luhur budi) memandang kehidupan ini dalam
kacamata Yin-Yang sebuah filosofi, pemikian dan
spiritualitas bagi umat Kon FuTsu yang ingin hidup
dalam Dao – jalan suci (Sendana, 2018: 129-132). Yin
adalah sikap tengah , bukan sikap ekstrem. Sesuatu
yang kurang sama buruknya dengan sesuatu yang
berlebihan.
20. Sikap tengah ini bukanlah sikap yang tanpa
prinsip tetapi sikap tengah yang ajeg pada prinsip yang
berpijak pada cinta kasih, kemanusiaan (ren) dan
keadilan – kebenaran (yi) bukan yang lainnya. Dalam
berpihak pada prinsip tersebut, Junzi (manusia beriman
dan berbudi luhur) harus senantiasa bertindak susila (li)
dan bijaksana (zhi) sehingga menjadi manusia yang dapat
dipercaya (xin) dan berani (Yong
Sikap tengah di dalam ajaran Kon Fu Tsu yang melandasi
teologinya selanjutnya menyatakan bahwa hanya dengan sikap
tengah akan terwujud keharmonisan. Keharmonisan itulah cara
manusia menempuh Dao (jalan suci) di dunia. Dengan
demikian pada akhirnya kesejahteraan akan meliputi langit dan
bumi, segenap makhluk dan benda akan terpelihara. “Bila
dapat terselenggara Tengah dan Harmonis, maka
kesejahteraan akan meliputi langit dan bumi, segenap makhluk
dan benda akan terpelihara.” (Zong Yong, Bab Utama :5)
23. Kata “teokrasi” berasal dari bahasa Yunani “Theo” artinya Tuhan dan “Kratos”
artinya memerintah.
Teokrasi artinya pemerintahan oleh wakil Tuhan, selanjutnya Teokrasi dapat
dimaknai sebagai system pemerintahan yang menjunjung dan berpedoman pada prinsip
Ilahi .Teokrasi merupakan bentuk identitas yang lebih absolut dalam system Agama Negara,
yang pemimpin negara juga sekaligus pemimpin agama/spiritual
25. Sekuler , relasi agama dengan negara yang
ditandai dengan pemisahan, artinya agama dipisahkan
dari negara dan negara tidak didasarkan pada ajaran-
ajaran agama. Agama tidak dijadikan sebagai sesuatu
norma yang mengatur penyelenggaraan negara.
Sekulerisme memperoleh akar filsafatnya dari para
filosof Abad Renaisance (abad pertengahan) di Eropah,
prinsip utama sekulerisme didasarkan pada prinsip
pemisahan gereja (agama) dan negara
27. Substantive inklusifistik meyakini bahwa Al Qur’an
sebagai kitab suci berisikan pedoman moral dan aspek-aspek
etik untuk kehidupan manusia dan tidak ada satupun ayat yang
menekankan ummat Islam harus mendirikan negara Islam,
kemudian misi Nabi Muhammad bukanlah untuk membangun
kerajaan atau negara. Concern utama Nabi Muhammad adalah
menyebarkan Islam dan mempersatukan para pemeluk Islam (al-
wihda al-ijtimai) jika meminjam ungkapan pemikir Mesir Husain
Fawzi al- Najjar
28. Kutub legal eksklufistik meyakini bahwa Islam bukan hanya agama tetapi sebuah system
hukum yang lengkap , sebuah ideology universal dan system yang paling sempurna yang
mampu memecahkan seluruh permasalahan kehidupan umat manusia. Islam adalah
totalitas integrative dari “Tiga D” (Diin –agama, Daulah – negara, dan Dun-ya –dunia),
konsekwensinya, seperti dikemukakan oleh Nazih Ayubi, paradigm ini didisain untuk
mengaplikasikan semua aspek kehidupan ke dalam suatu bentuk pemerintahan atau negara.