SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1196
INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI
MENGGUNAKAN POLEN YANG DIIRADIASI DENGAN SINAR GAMMA
Induction of Haploid Dianthus sp. Trough Pseudofertilization with Gamma Ray
Irradiated Pollen
Kartikaningrum, S1
., A. Purwito2
, G. A. Wattimena2
, B. Marwoto1
dan D. Sukma2
1
Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung, Jl. Raya Pacet, Ciherang, Cianjur 43253,
Telp. /Fax. (+62263514138, Email : suskandari@yahoo.com
2
Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dermaga, Bogor
ABSTRACT
Haploid plants of Dianthus sp. were obtained by pseudofertilization
using irradiated pollen. Gamma ray of 100 gray were used for inactivating pollen.
Crossing were made using 131 female as pod parents. After pollination 59%
fruits were harvested, 41% were dropped and only 51 ovaries were cultured on
the medium. Ovaries were explanted 1 – 2 weeks after pollination and cultured on
solid MS medium containing 400 mg L-1
glutamine + 103,77 mg L-1
prolin and
growth regulator including 1-Naphthaleneacetic acid (NAA) and 6-
Benzylaminopurine (BAP). The first ploidy seedling observation was made by
number of chloroplast in each side of guard cells of stomata leaves. Four haploid
plants were obtained from this screening, but based on chromosome counting
only three haploid plants revealed.
Key words: Dianthus sp., pseudofertilization, gamma ray, haploid plants
PENDAHULUAN
Sejak A. D. Bergener menemukan tanaman haploid pada Datura starmonium
pada tahun 1921, pemulia tanaman mulai bekerja ekstensif untuk mendapatkan
tanaman haploid baik secara in vivo maupun in vitro. Penemuan embrio dan tanaman
haploid yang dihasilkan melalui kultur antera Datura oleh Guha dan Maheswari pada
tahun 1966 membawa ke kemajuan perkembangan teknologi haploid. Teknologi ini
kemudian diterapkan pada beberapa spesies tanaman lain, namun frekuensi
keberhasilannya masih rendah. Secara alami haploid muncul sebagai hasil dari
partenogenesis. Teknik in vivo untuk menginduksi haploid diantaranya adalah:
androgenesis, gynogenesis, eliminasi kromosom melalui persilangan kerabat jauh,
semigami, perlakuan kimia, temperature shock, dan efek iradiasi.
Pada tanaman anyelir penelitian androgenesis dengan menggunakan antera
pernah dilakukan oleh Fu et al. (2008), namun hasilnya tidak memuaskan. Metode
tersebut dikembangkan oleh Kartikaningrum et al. (2011) dengan metode kultur antera
sebar (shed microspore), juga tidak menunjukkan respon yang baik. Pendekatan
metode lain untuk mendapatkan tanaman haploid perlu dicoba. Salah satu metode
yang dilakukan adalah pseudofertilisasi.
Pseudofertilisasi dengan memanfaatkan serbuk sari yang diradiasi diikuti
dengan penyelamatan embrio telah banyak diterapkan pada beberapa tanaman buah-
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1197
buahan yaitu plum (Peixe et al. 2000), kiwi (Chalak and Legave, 1997, Musian et al.
1998), melon (Katoh et al. 1993), jeruk (Bermejo et al. 2011). Pada tanaman hias telah
dilakukan pada Primula (Carraro et al. 1990), bunga matahari (Todorova et al. 2004),
mawar (Meynet et al. 1994), anyelir (Dianthus caryophillus) (Sato et al. 2000) dan
tanaman lain pada kapas (Aslam, 2000; Savaskan, 2002). Pada tanaman buah-buahan
banyak menghasilkan buah tanpa biji yang disebabkan oleh embrio yang mengalami
degenerasi (Sugiyama et al. 2002). Pada tanaman apel tanaman haploid berhasil
diregenerasi setelah di silang dengan polen yang diiradiasi sinar gamma pada level
dosis 200 – 500 Gy diikuti dengan penyelamatan embrio pada umur 2-3 bulan setelah
polinasi dengan media MS (Zhang et al. 1991). Sementara pada tanaman mawar dosis
500 Gy merupakan dosis yang minimum untuk menginduksi parthenogenesis (Meynet
et al. 1994). Pada tanaman melon dosis yang diperlukan adalah 300 Gy sinar Gamma.
Produksi tanaman haploid pada anyelir (Dianthus caryophyllus) melalui
pseudofertilisasi pernah di lakukan oleh Sato et al. (2000) menggunakan sinar X
dengan dosis 100 dan 200 kRad, namun frekuensi kejadiannya masih sangat kecil.
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan tanaman haploid melalui pseudofertilisasi
dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma diikuti dengan penyelamatan
embrio muda secara in vitro.
BAHAN DAN METODE
Bahan Tanaman
Bahan tanaman menggunakan spesies Dianthus caryophyllus (cv “Laura”, cv
“Pradoravit”, cv “Rondesvous” dan cv “Alifia”) dan Dianthus chinensis (pink/V11,
ungu/V13, telstar/V15) koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias. Dianthus caryophyllus
ditanam di bawah rumah plastik, sedang Dianthus chinensis ditanam di pot ukuran 17
cm di Kebun Percobaan tanaman hias Cipanas, pada ketinggian tempat 1100 m dpl.
Serbuk sari diambil dari tanaman Dianthus chinensis warna ungu (V13) dan kombinasi
merah ungu (V14) yang telah berumur 4 bulan dari bahan stek pucuk.
Koleksi Serbuk Sari, Iradiasi Dan Penyerbukan
Serbuk sari diambil dari tanaman pada fase T8 (11 hari setelah inisiasi bunga)
(Kartikaningrum, 2011. Unpublish), dikumpulkan dalam Petridish dan diiradiasi
menggunakan sinar gamma pada alat Gamma chamber 4000 A (CAIRT-BATAN,
Indonesia) dengan laju dosis 1 kRad/48 detik pada tanggal 6 April 2011. Dosis yang
digunakan adalah dosis tunggal 100 Gy (LD100). Setelah diradiasi serbuk sari diambil
sampelnya untuk diperiksa dengan menumbuhkannya pada larutan sukrosa 15% pada
suhu inkubasi 25 o
C, selama 24 jam. Pemeriksaan lain dengan pewarnaan aceto-
orcein, kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk memastikan bahwa serbuk sari
tidak aktif.
Satu hari sebelum dilakukan persilangan, bunga betina diemaskulasi kemudian
ditutup dengan kertas untuk menghindari penyerbukan dari serbuk sari yang tidak
diinginkan. Penyerbukan dilakukan dengan menempelkan serbuk sari yang telah
diradiasi pada kepala putik dan ditutup kembali dengan kantong kertas. Sebagai
kontrol penyerbukan juga dilakukan dengan serbuk sari tanpa iradiasi.
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1198
Penyelamatan Embrio
Buah dipetik pada umur satu sampai dua minggu setelah penyerbukan. Untuk
kontrol buah dipanen umur satu dan dua minggu setelah penyerbukan. Buah
dibersihkan dengan akuades, kemudian diikuti dengan perendaman pada alkohol 70%
selama 1 menit dan dilewatkan di atas api sekilas. Buah yang telah steril dibelah dan
embrio muda ditanam pada media. Dua media tumbuh dengan media dasar MS dan
penambahan 400 mg L-1
glutamine + 103,77 mg L-1
prolin, serta komposisi sukrosa dan
zat pengatur tumbuh yang berbeda-beda adalah M8 = MS + 0,35 mg L-1
NAA + 1 mg L-
1
BAP + 60 g L-1
sukrosa (Sato et al. 2000), dan M10 = MS + 1 mg L-1
2.4D + 1 mg L-1
BAP + 20 g L-1
sukrosa (Mosquera et al. 1999). Kultur embrio muda diinkubasi dalam
ruang dengan suhu 25 o
C dengan penyinaran 16 jam tiap hari dengan intensitas
cahaya 1000 – 1700 lux. Embrio yang tumbuh menjadi tanaman kemudian disubkultur
pada media MS0.
Evaluasi Ploidi
Evaluasi tingkat ploidi awal pada tanaman di lakukan dengan memeriksa jumlah
kloroplas dalam sel penjaga stomata pada daun yang telah membuka sempurna.
Lapisan daun bagian bawah diambil dan ditempatkan pada gelas preparat, ditambah
beberapa tetes aquades, dan ditutup dengan gelas penutup, kemudian diperiksa di
bawah mikroskop pada perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40.
Selain itu juga dilakukan penghitungan jumlah kromosom di Puslitbang Biologi
LIPI dan Balithi menggunakan potongan meristem. Potongan tersebut direndam dalam
larutan 0,002 M 8-Hydroxyquinolin selama 3-5 jam pada suhu 4 o
C, kemudian dibilas
dengan akuades, dan difiksasi dalam 45% asam asetat selama 10 menit. Potongan
pucuk (meristem) dimasukkan pada campuran larutan1 N HCl dan 45% asam asetat
dengan perbandingan 1:3 pada air dengan suhu 60 o
C selama 1-5 menit, dan diwarnai
dengan aceto-orcein 2%, dilakukan squashing kemudian dihitung jumlah
kromosomnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma
Efek iradiasi pada perkecambahan serbuk sari terlihat bahwa pada dosis
iradiasi 100 Gy perkecambahan polen setelah 24 jam ditumbuhkan pada larutan
sukrosa 15% terhambat (Gambar 1C) dibandingkan dengan serbuk sari yang tidak di
iradiasi yang mampu berkecambah sempurna (Gambar 1A). Selain itu pada dosis 100
Gy kemampuan menyerap pewarna aceto-orcein berkurang (Gambar 1D)
dibandingkan dengan kontrol yang mampu menyerap pewarna aceto-orcein secara
intensif (Gambar 1B). Hasil ini menunjukkan bahwa serbuk sari non aktif.
Penyelamatan Embrio
Buah hasil penyerbukan yang dapat dipanen adalah buah dengan umur 10, 13
dan 14 hari setelah penyerbukan, sedang pada tanaman kontrol dipanen pada umur 7
dan 14 hari. Dari sebanyak 131 persilangan yang telah dilakukan 77 ovari (59%) dapat
dipanen, 54 ovari (41%) buah gugur. Dari 77 ovari yang dipanen hanya 51 ovari dan 2
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1199
ovari kontrol diteruskan untuk di kultur. Hasil penyelamatan embrio ini 7 kultur berhasil
tumbuh, sementara dua persilangan kontrol tumbuh semua (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh iradiasi sinar gamma 100 Gy pada serbuk sari terhadap
keberhasilan pertumbuhan embrio
Umur
buah
(HSP)
Jumlah ovary
yang ditanam
Jumlah eksplan berhasil tumbuh Jumlah
total
V11 x V14 V15 x V14
D. caryophyllus x
V14
Kontrol
7 1 0 0 - 1 1
10 8 1 0 - - 1
13 19 2 1* - - 3
14 25 3 0 0 3 6
Keterangan: *) kontaminasi, HSP: hari setelah penyerbukan
Hasil penelitian Sato et al. (2000), perlakuan iradiasi sinar X 100 kRad pada
serbuk sari sebagai donor polen menghasilkan 300 ovari yang berhasil ditanam, tetapi
hanya 55 ovari yang berhasil tumbuh dan beregenerasi. Sementara dosis iradiasi sinar
X 200 kRad diperoleh 100 ovary, namun hanya 1 ovary saja yang tumbuh. Tanaman
yang dihasilkan dari biji hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi
merupakan hasil dari tidak lengkapnya transmisi genom jantan (Peixe et al. 2000).
Menurut Sestili dan Ficcadenti (1996), iradiasi pada tingkat yang rendah (sub lethal)
hanya merusak sebagian inti generatif saja, sehingga masih mampu menyerbuki sel
telur.
Menurut Pandey (1986) setelah aplikasi radiasi pada polen pada dosis yang
tinggi (lethal dosis), tidak terjadi fertilisasi normal dan genom paternal akan
tereliminasi, tetapi inti sel telur yang berada pada fase G1 kemungkinan distimulasi
untuk melanjutkan siklus sel. Embrio partenogenetik yang dihasilkan pada dasarnya
bersifat maternal. Jika donor serbuk sari bersifat sub lethal, inti dari serbuk sari rusak,
tetapi tidak dalam kapasitasnya secara fungsional dan fisik, sehingga fertilisasi normal
dapat terjadi. Generasi M1 (hasil persilangan dengan serbuk sari yang diradiasi) ini
menunjukkan variasi derajat kemiripan pada kedua tetua. Namun generasi M1 ini lebih
bersifat maternal dibandingkan dengan persilangannya yang murni, dan maternalisasi
meningkat sesuai dengan dosis yang semakin meningkat.
Dari hasil penelitian ini, embrio mulai tumbuh menjadi tunas pada minggu ke 4
setelah kultur. Makin lama umur buah dipanen, makin banyak jumlah ovary yang
ditanam (Tabel 1). Enam embrio langsung tumbuh menjadi tunas, sedang eksplan
hasil persilangan V11 x V14 (PF89) yang dipanen umur 10 hari terinduksi menjadi
kalus. Munculnya kalus ini kemungkinan disebabkan biji yang hanya mempunyai
endosperm saja, karena bersentuhan dengan media sehingga terinduksi menjadi
kalus. Pada tanaman apel setelah penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi
menghasilkan biji atau endosperm saja atau embrio dan endospernnya. Hal ini terjadi
karena hanya inti sperma tunggal saja yang ada dalam tabung sari yang mampu
membuahi sel telur atau berfusi dengan inti polar (Nicoll et al. 1987). Tetapi hasil yang
pasti harus dilihat tingkat ploidinya, hanya saja sampai saat ini kalus baru mengalami
regenerasi (Gambar 1 E-H).
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1200
Persentase tertinggi terbentuknya embrio menjadi tanaman adalah pada umur
embrio 14 hari HSP (24%). Hasil penelitian Sato et al. (2000) umur 3 minggu
merupakan umur maksimal ovari yang dapat dipanen, selebihnya buah akan gugur.
Berbeda dengan penelitian ini, pada persilangan normal 3 minggu setelah
penyerbukan buah telah masak ditandai dengan berubahnya warna biji dari putih
menjadi hitam. Sehingga panen biji dilakukan maksimal umur dua minggu untuk
menghindari kehilangan materi. Perbedaan ini disebabkan oleh penggunaan materi
induk betina yang digunakan. Pada penelitian Sato et al. (2000) menggunakan
Dianthus caryophyllus sebagai penerima serbuk sari,yang memiliki umur berbunga
yang lebih lama. Tanaman kontrol yang dipanen satu minggu stelah penyerbukan
hanya satu ovul yang mampu tumbuh. Hasil ini menunjukkan bahwa umur satu minggu
buah masih terlalu muda untuk berkembang menjadi tanaman (Gambar 1 I-K). Buah
umur satu minggu biji belum masak dan berwarna putih, lambat laun biji berubah
menjadi coklat seperti biji masak. Sejalan dengan pendapat Bohanec (2009) dan
Musial et al. (2005) proses pemasakan kantung embrio berlanjut selama kultur in vitro.
Dalam satu ovari pada umumnya Dianthus chinensis memiliki 80-100 ovul.
Pada persilangan yang normal biasanya didapatkan biji hanya berkisar antara 10 - 20
saja. Hal ini terjadi karena viabilitas polen D. chinensis sangat rendah (40 – 60%)
(Kartikaningrum et al. 2011). Perlakuan iradiasi pada serbuk sari untuk penyerbukan
menyebabkan pertumbuhan embrio menjadi terhambat. Hal ini ditunjukkan dari hasil
persilangannya yang hanya tumbuh 5 eksplan dari 30 ovari yang ditanam di media M8
dan 2 eksplan dari 23 ovari yang ditanam di media M10 (Tabel 2). Pada kontrol semua
eksplan berhasil tumbuh. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua media perkecambahan
semuanya dapat digunakan. Tetapi M8 memiliki persentase yang lebih tinggi dibanding
M10, karena jumlah sukrosanya yang lebih tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada
mawar (Meynet et al. 1994) bahwa embrio dapat berkecambah di semua media uji dan
tidak ada pengaruh penggunaan hormon yang berbeda-beda. Hasi penelitian Katoh et
al. 1993 penggunaan media E20A, MS dan N6 pada hasil penyelamatan embrio melon
juga tidak berbeda nyata.
Tabel 2. Pengaruh media terhadap jumlah ovari yang menghasilkan planlet
Media jumlah
ovary
yang
ditanam
V11xV14 V15xV14 V15xV13 V14xV13 D.
caryophyllus x
V14
Kontrol
(V11xV1
4)
M8 30 16 (4)* 1 (1)* 1 3 8 1(1)*
M10 23 17 (2)* 3 0 0 0 3(3)*
Keterangan : *) angka di dalam kurung adalah embrio yang berhasil tumbuh
M8 = MS + 0,35 mg L-1
NAA + 1 mg L-1
BAP + 60 g L-1
sukrosa (Sato et
al. 2000), M10 = MS + 1 mg L-1
2.4D + 1 mg L-1
BAP + 20 g L-1
sukrosa
(Mosquera et al. 1999).
Dari semua eksplan yang berhasil tumbuh pada media M8 dan M10 pada
umumnya hanya menghasilkan 1 – 2 biji yang mampu tumbuh dan sebagian besar
berasal dari persilangan V11 dengan V14 (Tabel 3).
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1201
Tabel 3. Jumlah embrio yang tumbuh setiap ovari
Kode
genotipe
Betina Donor
polen
Media Jumlah embrio tumbuh
PF003 V11 V14 M8 1
+
PF035 V11 V14 M8 2
PF042 V11 V14 M8 1
PF069 V11 V14 M8 2
PF074 V15 V14 M8 1*
PF079 V11 V14 M10 1
PF089 V11 V14 M10 1
Keterangan: *) terkontaminasi +) planlet mati
Evaluasi Tingkat Ploidi
Dianthus chinensis diploid mempunyai jumlah kromosom 30, dan haploidnya
adalah 15. Salah satu pendekatan awal untuk melihat tingkat ploidi tanaman adalah
dengan melihat jumlah kandungan kloroplas dalam sel penjaga stomata yang dapat
diamati pada daun hasil kultur in vitro. Yuan et al. (1980) menemukan bahwa terdapat
korelasi antara tingkat ploidi kromosom dan jumlah kloroplas dalam sel penjaga
stomata pada beberapa tanaman. Ditemukan pula bahwa jumlah kloroplas bervariasi
secara signifikan diantara ploidi stomata yang berbeda dalam varietas yang sama.
Akurasi penghitungan kloroplas untuk identifikasi ploidi tanaman yang berbeda lebih
dari 90% (Zhang 2005, Winarto et al 2010).
Hasil analisis jumlah kandungan kloropas pada sel penjaga stomata diperoleh 4
genotipe yang diduga haploid (Tabel 4 dan Gambar 1 L-P). Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Yuan et al. (1980) bahwa jumlah kloroplas bervariasi pada
genotipe yang sama dengan kisaran jumlah kloropas antara 9-24 pada genotype
haploid dan 19-36 pada genotipe diploid (kontrol).
Tabel 4. Rerata dan kisaran jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata enam
genotipe Dianthus cinensis
Genotipe
Jumlah stomata yang
diamati
Rata-rata jumlah kloroplas Kisaran
PF035-1 77 15,88 ± 2.47 12 - 24
PF042 144 14,42 ± 1,79 9 - 18
PF069-1 47 13,51 ± 2,45 9 - 18
PF079 21 15,57 ± 2,18 10 - 18
Kontrol 1 116 26,00 ± 3,08 19 - 36
Kontrol 2 34 25,00 ± 2,19 21 - 31
Hasil analisis jumlah kromosom sejalan dengan analisis jumlah kloroplas pada
sel penjaga stomata. Jumlah kromosom diploid adalah 30 sedang haploid adalah 15
(Gambar 1 Q-T). Genotype PF79 dijumpai dua macam jumlah kromosom yaitu 15 dan
30. Hasil ini sama dengan yang diperoleh Fu et al (2008), bahwa beberapa Dianthus
chinensis jaringan vegetatifnya mempunyai 2 macam jumlah kromosom. Hasil
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1202
penelitian Fu et al. (2008) dan Kartikaningrum et al. (2011) diketahui bahwa 2 macam
n dan 2n ditemukan pada sel mikrosporanya. Jaringan yang mengndung sel haploid
dan diploid pada dasarnya berasal dari sel haploid yang mengalami penggandaan
kromosom secara spontan pada sebagian jaringannya. Secara teori sel diploid dalam
tanaman haploid berasal dari kesalahan mitosis yang menghasilkan jalur sel dengan
laju pertumbuhan yang lebih cepat dibanding sel tetangganya yang haploid dan
mendominasi meristem (Winton dan Einspahr 1968).
Seperti pada umumnya tanaman haploid, pertumbuhan awal planlet Dianthus
chinensis haploid hasil pseudofertilisasi ini lebih lambat dibandingkan dengan planlet
diploid dan ukuran tanamannyapun lebih kecil pada media MS0 (Gambar 2).
Menurut Vassileva-Dryansovska (1966) embrio haploid dan endosperm diploid
atau haploid setelah polinasi dengan serbuk sari yang di radiasi terjadi melalui dua
jalan. Pertama adalah terkait dengan stimulasi inti dari induk betina untuk membelah
melalui piknosis kromatin jantan sedang kedua adalah terkait dengan fertilisasi dari sel
telur dengan rusaknya sel sperma, kromatin akan tereliminasi dalam sitoplasma.
Perlakuan iradiasi pada serbuk sari menyebabkan DNA kromosom rusak, sehingga
embrio yang dihasilkan dari serbuk sari yang diradiasi ini hanya mengandung
kromosom dari sel telur.
Gambar 1. (A-B) Perkecambahan serbuk sari dan penyerapan pewarna aceto-orcein
kontrol pada sukrosa 15%, (C-D) Perkecambahan dan penyerapan warna
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1203
aceto-orcein pada sebuk sari yang diradiasi pada dosis 100 Gy. (E-H)
Eksplan V11 x V14 (PF89) yang terinduksi menjadi kalus. (I-K)
pertumbuhan embrio kontrol: biji umur 1 minggu, 30 hari setelah kultur, 42
hari setelah kutlur. (L-P) Kloroplas dalam sel penjaga stomata Dianthus
chinensis : haploid :(L) PF035-1, (M) PF042, (N) PF069-1, (O) PF079, dan
diploid : (P) kontrol. (Q-S) Jumlah kromosom : (Q) PF35.1 (2n=x=15), (R)
PF79 (2n=x=15 dan 30), (S) PF42 (2n=2x=15) dan (T) Kontrol (2n=2x=30)
Gambar 2. Pertumbuhan planlet (A) PF35.1, (B) PF42, (C) PF69.1, (D) PF79 dan (E)
diploid/kontrol
KESIMPULAN
1. Analisis tingkat ploidi awal tanaman dapat dilakukan dengan melihat jumlah
kloroplas pada sel penjaga stomata.
2. Jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata mendekati jumlah kromosom.
3. Medium dengan kandungan sukrosa yang lebih tinggi jumlah embrio yang tumbuh
lebih tinggi
4. Penyerbukan menggunakan serbuk sari yang diradiasi 100 Gy dapat menginduksi
ginogenesis Dianthus sp. menghasilkan empat tanaman haploid berdasarkan
jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata,tetapi berdasarkan jumlah kromosom
pada sel meristem apikal diperoleh tiga tanaman haploid.
DAFTAR PUSTAKA
Aslam, M. 2000. Utilization of pollen irradiation technique for the improvement of G.
Hirsutum L. Pakistan Journal of Biological Science 3 (11): 1814-1816.
Bermejo, A. J. Pardo and A. Cano. 2011. Influence of gamma irradiation on seedless
citrus production: pollen germination and fruit quality. Food and Nutrition
Science 2: 169-180.
Bohanec, B. 2009. Doubled Haploid via Gynofenesis. In A. Touraev et al. (Eds).
Advances in Haploid production in Higher Plants. Springer Science + Business
Media B.V. pp 35-46.
Carraro, L. P. D. Gerola, G. Lombardo and F.M. Gerola. 1990. Pseudo-self-
compatibility in ultraviolet irradiated plants of Primula acaulis (’pin’ morph).
Journal of Cell science 95: 659-665.
Chalak, L. And J. M. Legave. 1997. Effect of pollination by irradiated pollen in Hayward
Kiwifruit and spontaneous doubling of induce parthenogenetic trihaploids.
Scientia Horticultura 68: 83-97.
Chat, J. S. Decroocq and R. J. Petit. 2003. A one-step organelle capture: gynogenetic
kiwifruit with paternal chloroplas. Proc R. Soc. Lond. B 270:183-789.
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1204
Fisher, M., Ziv, M., and Vainstien, A. 1993. An efficient method for adventitious shoot
regeneration from cultured carnation petals. Scientia Horticulturae. 53: 231-237.
Fu, X. P, S.H. Yang and M. Z. Bao. 2008. Factors affecting somatic embryogenesis in
anther culturesof Chinese pink (Dianthus chinensis L). In Vitro Cell.Dev.Biol.-
Plant (2008) 44:194–202.
Kartikaningrum, S. 2011. Teknologi Haploid anyelir: Studi biologi dan Pendahuluannya.
Laporan Teknik Khusus. Program Studi Pemuliaan dan Bioreknologi Tanaman.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 37 hal..
________________, A. Purwito, G. A. Wattimena, B. Marwoto dan D. Sukma. 2011.
Teknologi Haploid Anyelir: Studi tahap perkembangan mikrospora dan seleksi
tanaman donor anyelir. Jurnal Hortikultura, vol 21 (2): 101-112.
Katoh, N., M. Hagimori and S. Iwai. 1993. Production of haploid plants of melon by
pseudofertilization Ovule Culture. Plant Tissue Culture Letters 10 (1): 60-66.
Leshem, B. 1990. Somaclonal variation in carnation. In: Biotechnology in Agriculture
and Forestry. Vol. 11. Somaclonal Variation in Crop Improvement. (Ed.) Bajaj,
Y.P.S., pp 573-585, Berlin Heidelberg: Springer-Verlag.
Meynet, J., R. Barrade, A. duclos and R. Siadous. 1994. Dihaploid plants of roses
(Rosa x hybrid, cv “Sonia) obtained by parthenogenesis induced using
irradiated pollen and in vitro culture of immature seeds. Agronomie 2: 169-175.
Mosquera T., L.E. Rodríguez A. Parra, and M. Rodríguez. 1999. In vitro adventive
regeneration from Carnation (Dianthus caryophyllus) anther. International
Symposium on Cut Flowers in the Tropics. ISHS Acta Horticulturae 482.
Musial K. B. Bohanec, M. Jakse and L. Przywara. 2005. The development of onion
(Allium cepa L.) embryo sac in vitro and gynogenesis induction in relation to
flower size. In vitro Cell Dev Biol-Plant 41: 446-452.
Nicoll, M. F., G. P. Chapman, and D. J, James. 1987. Endosperm responses to
irradiated pollen in apples. Theor. Appl. Genet 74: 508-515
Pandey, K.K. 1986. Gene transfer through the use of sublethally irradiated pollen: the
theory of chromosome repair and possible implication of DNA repair enzymes.
Heredity 57: 37-46
Peixe, A. M.D. Campos, C.Cavaleiro, J. Barroso, dan M. S. Pais. (2000). Gamma-
irradiated pollen induce the formation of 2n endosperm and abnormal embryo
development in European plum (Prunus demestica L., cv “Rainha Claudia
Verde”). Scientia Horticultura 86: 267-278.
Plasmeijer, J. & C. Yanai. 2006. Cut Flowers and Ornamental Plants report. Market
News Service. Report No. M2. 46 p.
Savaskan, C. 2002. The effect of gamma irradiation on the pollen size of Gossipyium
hirsutum L. Turk J Bot 26 : 477-480
Sestili, S. and N. Ficcadenti. 1996. Irradiated pollen for haploid producton. In. Jain, S et
al. (Eds). In Vitro Haploid Production in Higher Plants. Vol. I. Kluwer Academic
Publishers. Dordrecht. pp. 263-274
Sugiyama, K. M. Morishita, dan E.. Nishino. 2002. Seedless watermelon produced via
soft X-irradiated pollen. HortScience 37:251-419.
Todorova, M., P. Ivanov, N. Nenova and J. Encheva. 2004. Effect of female genotype
on the efficiency of γ-inducedd parthenogenesis in sunflower (Helianthus
annuus L.). Helia 27 (41): 67-74.
Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011
Lembang, 23-24 November 2011
1205
Vassileva-Dryanovska, O. A. 1966. Development of embryo and endosperm produced
after irradiated of pollen in Tradescantia. Hereditas 55: 129-148
Winarto, B., N. A. Mattjik, J. A. Teixeira da Silva, A. Purwito and B. Marwoto. 2010.
Ploidy screening of anthurium (Anthurium andreanum Linden ex andre)
regenerants derived from anther culture. Scientia Horticulturae 127: 86-90
Winton, L.L and D. W. Einspahr 1968. The use of treated pollen fro aspen haploid
production. For. Sci 14: 406-407
Yuan, Su-xia, L. Y. Mei, F. Z. Yuan, Y. L. Mei, Z. Mu, Z. Y. Yong and S. P. Tian. 2009.
Study on the relationship between the ploidy level of microspore-derived plants
and the number of chloroplast in stomatal guard cells in Brassica oleracea.
Agricultural Science in- China 8 (8): 939-946.
Zhang J. L. 2005. The relationship between stoma and the ploidy in grape. Gansu
Science and Technology, 21: 103-104
Zhang Y. X., and Y. Lespinasse. 1991. Pollination with gamma-irradiated pollen and
development of fruits, seeds and parthenogenic plants in apple. Euphytica 54:
101-109

More Related Content

What's hot

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...Feri Chandra
 
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSnovhitasari
 
Laporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benihLaporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benihTidar University
 
Cara mengitung kalibrasi alat semprot
Cara mengitung kalibrasi alat semprotCara mengitung kalibrasi alat semprot
Cara mengitung kalibrasi alat semprotDidin Orgcjr
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
 
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Arif nor fauzi
 
Kemunduran benih (materi analisis mutu benih)
Kemunduran benih (materi analisis mutu benih)Kemunduran benih (materi analisis mutu benih)
Kemunduran benih (materi analisis mutu benih)Issuchii Liescahyani
 
Pemuliaan tanaman biologi bunga &teknik persilangan buatan pada tanaman kela...
Pemuliaan tanaman  biologi bunga &teknik persilangan buatan pada tanaman kela...Pemuliaan tanaman  biologi bunga &teknik persilangan buatan pada tanaman kela...
Pemuliaan tanaman biologi bunga &teknik persilangan buatan pada tanaman kela...edhie noegroho
 
Laporan praktikum 9 strobilus gymnospermae (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 9 strobilus gymnospermae (morfologi tumbuhan)Laporan praktikum 9 strobilus gymnospermae (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 9 strobilus gymnospermae (morfologi tumbuhan)Maedy Ripani
 
Laporan praktikum botani tumbuhan tinggi 1 divisio pinophyta
Laporan praktikum botani tumbuhan tinggi 1 divisio pinophytaLaporan praktikum botani tumbuhan tinggi 1 divisio pinophyta
Laporan praktikum botani tumbuhan tinggi 1 divisio pinophytaMaedy Ripani
 
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...UNESA
 
5. sifat kuantitatif dan kualitatif
5. sifat kuantitatif dan kualitatif5. sifat kuantitatif dan kualitatif
5. sifat kuantitatif dan kualitatifEmi Suhaemi
 
Laporan pengaruh cahaya terhadap tanaman
Laporan pengaruh cahaya terhadap tanamanLaporan pengaruh cahaya terhadap tanaman
Laporan pengaruh cahaya terhadap tanamanFirlita Nurul Kharisma
 
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan TumbuhanKultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan TumbuhanDewi Ayu Maryati
 
Interaksi antar-gen
Interaksi antar-genInteraksi antar-gen
Interaksi antar-genJeneng Omega
 
Penetapan potensial air jaringan
Penetapan potensial air  jaringanPenetapan potensial air  jaringan
Penetapan potensial air jaringanEkal Kurniawan
 

What's hot (20)

Mikrosporogenesis
MikrosporogenesisMikrosporogenesis
Mikrosporogenesis
 
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
 
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MS
 
virus pada pepaya, jagung, kakao
virus pada pepaya, jagung, kakaovirus pada pepaya, jagung, kakao
virus pada pepaya, jagung, kakao
 
Laporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benihLaporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benih
 
Laporan akhir ilmu kayu
Laporan akhir ilmu kayuLaporan akhir ilmu kayu
Laporan akhir ilmu kayu
 
Cara mengitung kalibrasi alat semprot
Cara mengitung kalibrasi alat semprotCara mengitung kalibrasi alat semprot
Cara mengitung kalibrasi alat semprot
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
 
Kemunduran benih (materi analisis mutu benih)
Kemunduran benih (materi analisis mutu benih)Kemunduran benih (materi analisis mutu benih)
Kemunduran benih (materi analisis mutu benih)
 
Pemuliaan tanaman biologi bunga &teknik persilangan buatan pada tanaman kela...
Pemuliaan tanaman  biologi bunga &teknik persilangan buatan pada tanaman kela...Pemuliaan tanaman  biologi bunga &teknik persilangan buatan pada tanaman kela...
Pemuliaan tanaman biologi bunga &teknik persilangan buatan pada tanaman kela...
 
Laporan praktikum 9 strobilus gymnospermae (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 9 strobilus gymnospermae (morfologi tumbuhan)Laporan praktikum 9 strobilus gymnospermae (morfologi tumbuhan)
Laporan praktikum 9 strobilus gymnospermae (morfologi tumbuhan)
 
Laporan praktikum botani tumbuhan tinggi 1 divisio pinophyta
Laporan praktikum botani tumbuhan tinggi 1 divisio pinophytaLaporan praktikum botani tumbuhan tinggi 1 divisio pinophyta
Laporan praktikum botani tumbuhan tinggi 1 divisio pinophyta
 
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
 
5. sifat kuantitatif dan kualitatif
5. sifat kuantitatif dan kualitatif5. sifat kuantitatif dan kualitatif
5. sifat kuantitatif dan kualitatif
 
Kunci determinasi
Kunci determinasiKunci determinasi
Kunci determinasi
 
Laporan pengaruh cahaya terhadap tanaman
Laporan pengaruh cahaya terhadap tanamanLaporan pengaruh cahaya terhadap tanaman
Laporan pengaruh cahaya terhadap tanaman
 
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan TumbuhanKultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
 
Interaksi antar-gen
Interaksi antar-genInteraksi antar-gen
Interaksi antar-gen
 
Penetapan potensial air jaringan
Penetapan potensial air  jaringanPenetapan potensial air  jaringan
Penetapan potensial air jaringan
 

Viewers also liked

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...Repository Ipb
 
DISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN
DISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN LAUT CINA SELATANDISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN
DISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN LAUT CINA SELATANRepository Ipb
 
PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK JAHE TERHADAP PERKEMBANGAN DIAMETER DAN POSISI I...
PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK JAHE TERHADAP PERKEMBANGAN DIAMETER DAN POSISI I...PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK JAHE TERHADAP PERKEMBANGAN DIAMETER DAN POSISI I...
PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK JAHE TERHADAP PERKEMBANGAN DIAMETER DAN POSISI I...Repository Ipb
 
PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN P...
PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN P...PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN P...
PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN P...Repository Ipb
 
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...Repository Ipb
 
PERSPEKTKIFO NSEPTUAPLE NGELOLAAWNIL AYAH PESISITRE RPADSUE BAGAPII LARP EMBA...
PERSPEKTKIFO NSEPTUAPLE NGELOLAAWNIL AYAH PESISITRE RPADSUE BAGAPII LARP EMBA...PERSPEKTKIFO NSEPTUAPLE NGELOLAAWNIL AYAH PESISITRE RPADSUE BAGAPII LARP EMBA...
PERSPEKTKIFO NSEPTUAPLE NGELOLAAWNIL AYAH PESISITRE RPADSUE BAGAPII LARP EMBA...Repository Ipb
 
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...Repository Ipb
 
BIOCHEMICAL COMPOSITION AND MODES OF SUBSTRATE UPTAKE TO ALKANE-GROWN MARINE ...
BIOCHEMICAL COMPOSITION AND MODES OF SUBSTRATE UPTAKE TO ALKANE-GROWN MARINE ...BIOCHEMICAL COMPOSITION AND MODES OF SUBSTRATE UPTAKE TO ALKANE-GROWN MARINE ...
BIOCHEMICAL COMPOSITION AND MODES OF SUBSTRATE UPTAKE TO ALKANE-GROWN MARINE ...Repository Ipb
 
KARAKTERISTIK KIMIAWI DAN KESUBURAN PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU PADA MUSIM ...
KARAKTERISTIK KIMIAWI DAN KESUBURAN PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU PADA MUSIM ...KARAKTERISTIK KIMIAWI DAN KESUBURAN PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU PADA MUSIM ...
KARAKTERISTIK KIMIAWI DAN KESUBURAN PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU PADA MUSIM ...Repository Ipb
 
EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...
EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...
EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...Repository Ipb
 
IDENTIFIKASI KETAHANAN TANAMAN PISANG AMPYANG HASIL MUTASI INDUKSI TERHADAP P...
IDENTIFIKASI KETAHANAN TANAMAN PISANG AMPYANG HASIL MUTASI INDUKSI TERHADAP P...IDENTIFIKASI KETAHANAN TANAMAN PISANG AMPYANG HASIL MUTASI INDUKSI TERHADAP P...
IDENTIFIKASI KETAHANAN TANAMAN PISANG AMPYANG HASIL MUTASI INDUKSI TERHADAP P...Repository Ipb
 
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...Repository Ipb
 
PENGARUH DUA LEVEL CEKAMAN BESI DALAM LARUTAN HARA TERHADAP GEJALA KERACUNAN ...
PENGARUH DUA LEVEL CEKAMAN BESI DALAM LARUTAN HARA TERHADAP GEJALA KERACUNAN ...PENGARUH DUA LEVEL CEKAMAN BESI DALAM LARUTAN HARA TERHADAP GEJALA KERACUNAN ...
PENGARUH DUA LEVEL CEKAMAN BESI DALAM LARUTAN HARA TERHADAP GEJALA KERACUNAN ...Repository Ipb
 
Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substi...
Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substi...Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substi...
Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substi...Repository Ipb
 
AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA REAKTIF CIBACRON RED
AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA REAKTIF CIBACRON REDAMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA REAKTIF CIBACRON RED
AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA REAKTIF CIBACRON REDRepository Ipb
 
PENDAYAGUNAAN ROTIFERA YANG DIBERI PAKAN ALAMI BERBAGAI JENIS MIKROALGAE
PENDAYAGUNAAN ROTIFERA YANG DIBERI PAKAN ALAMI BERBAGAI JENIS MIKROALGAEPENDAYAGUNAAN ROTIFERA YANG DIBERI PAKAN ALAMI BERBAGAI JENIS MIKROALGAE
PENDAYAGUNAAN ROTIFERA YANG DIBERI PAKAN ALAMI BERBAGAI JENIS MIKROALGAERepository Ipb
 
PANCREATIC BETA CELLS EVALUATION AFTER TREATED BY Plwleria macrocarpa (Mahkot...
PANCREATIC BETA CELLS EVALUATION AFTER TREATED BY Plwleria macrocarpa (Mahkot...PANCREATIC BETA CELLS EVALUATION AFTER TREATED BY Plwleria macrocarpa (Mahkot...
PANCREATIC BETA CELLS EVALUATION AFTER TREATED BY Plwleria macrocarpa (Mahkot...Repository Ipb
 
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Repository Ipb
 

Viewers also liked (19)

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...
 
DISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN
DISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN LAUT CINA SELATANDISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN
DISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN
 
PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK JAHE TERHADAP PERKEMBANGAN DIAMETER DAN POSISI I...
PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK JAHE TERHADAP PERKEMBANGAN DIAMETER DAN POSISI I...PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK JAHE TERHADAP PERKEMBANGAN DIAMETER DAN POSISI I...
PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK JAHE TERHADAP PERKEMBANGAN DIAMETER DAN POSISI I...
 
PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN P...
PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN P...PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN P...
PENGARUH ALKALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN P...
 
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
PENGARlJH IRR-\DIASI SINAR GAMMA COBALT 60 TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMA...
 
PERSPEKTKIFO NSEPTUAPLE NGELOLAAWNIL AYAH PESISITRE RPADSUE BAGAPII LARP EMBA...
PERSPEKTKIFO NSEPTUAPLE NGELOLAAWNIL AYAH PESISITRE RPADSUE BAGAPII LARP EMBA...PERSPEKTKIFO NSEPTUAPLE NGELOLAAWNIL AYAH PESISITRE RPADSUE BAGAPII LARP EMBA...
PERSPEKTKIFO NSEPTUAPLE NGELOLAAWNIL AYAH PESISITRE RPADSUE BAGAPII LARP EMBA...
 
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI BEBAN PENCEMARAN ORGANIK DAN ANORGANIK DI PERAIRAN...
 
BIOCHEMICAL COMPOSITION AND MODES OF SUBSTRATE UPTAKE TO ALKANE-GROWN MARINE ...
BIOCHEMICAL COMPOSITION AND MODES OF SUBSTRATE UPTAKE TO ALKANE-GROWN MARINE ...BIOCHEMICAL COMPOSITION AND MODES OF SUBSTRATE UPTAKE TO ALKANE-GROWN MARINE ...
BIOCHEMICAL COMPOSITION AND MODES OF SUBSTRATE UPTAKE TO ALKANE-GROWN MARINE ...
 
KARAKTERISTIK KIMIAWI DAN KESUBURAN PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU PADA MUSIM ...
KARAKTERISTIK KIMIAWI DAN KESUBURAN PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU PADA MUSIM ...KARAKTERISTIK KIMIAWI DAN KESUBURAN PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU PADA MUSIM ...
KARAKTERISTIK KIMIAWI DAN KESUBURAN PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU PADA MUSIM ...
 
EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...
EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...
EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...
 
IDENTIFIKASI KETAHANAN TANAMAN PISANG AMPYANG HASIL MUTASI INDUKSI TERHADAP P...
IDENTIFIKASI KETAHANAN TANAMAN PISANG AMPYANG HASIL MUTASI INDUKSI TERHADAP P...IDENTIFIKASI KETAHANAN TANAMAN PISANG AMPYANG HASIL MUTASI INDUKSI TERHADAP P...
IDENTIFIKASI KETAHANAN TANAMAN PISANG AMPYANG HASIL MUTASI INDUKSI TERHADAP P...
 
PENDUGAAN PARAMETER
PENDUGAAN PARAMETERPENDUGAAN PARAMETER
PENDUGAAN PARAMETER
 
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK ME...
 
PENGARUH DUA LEVEL CEKAMAN BESI DALAM LARUTAN HARA TERHADAP GEJALA KERACUNAN ...
PENGARUH DUA LEVEL CEKAMAN BESI DALAM LARUTAN HARA TERHADAP GEJALA KERACUNAN ...PENGARUH DUA LEVEL CEKAMAN BESI DALAM LARUTAN HARA TERHADAP GEJALA KERACUNAN ...
PENGARUH DUA LEVEL CEKAMAN BESI DALAM LARUTAN HARA TERHADAP GEJALA KERACUNAN ...
 
Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substi...
Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substi...Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substi...
Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substi...
 
AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA REAKTIF CIBACRON RED
AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA REAKTIF CIBACRON REDAMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA REAKTIF CIBACRON RED
AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA REAKTIF CIBACRON RED
 
PENDAYAGUNAAN ROTIFERA YANG DIBERI PAKAN ALAMI BERBAGAI JENIS MIKROALGAE
PENDAYAGUNAAN ROTIFERA YANG DIBERI PAKAN ALAMI BERBAGAI JENIS MIKROALGAEPENDAYAGUNAAN ROTIFERA YANG DIBERI PAKAN ALAMI BERBAGAI JENIS MIKROALGAE
PENDAYAGUNAAN ROTIFERA YANG DIBERI PAKAN ALAMI BERBAGAI JENIS MIKROALGAE
 
PANCREATIC BETA CELLS EVALUATION AFTER TREATED BY Plwleria macrocarpa (Mahkot...
PANCREATIC BETA CELLS EVALUATION AFTER TREATED BY Plwleria macrocarpa (Mahkot...PANCREATIC BETA CELLS EVALUATION AFTER TREATED BY Plwleria macrocarpa (Mahkot...
PANCREATIC BETA CELLS EVALUATION AFTER TREATED BY Plwleria macrocarpa (Mahkot...
 
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
 

Similar to INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN POLEN YANG DIIRADIASI DENGAN SINAR GAMMA

Andrew hidayat 93880-id-none
 Andrew hidayat   93880-id-none Andrew hidayat   93880-id-none
Andrew hidayat 93880-id-noneAndrew Hidayat
 
2. aras-meilin (1)
2. aras-meilin (1)2. aras-meilin (1)
2. aras-meilin (1)Sandy As
 
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...Repository Ipb
 
Kultur Jaringan Anthurium
Kultur Jaringan AnthuriumKultur Jaringan Anthurium
Kultur Jaringan Anthuriumguestbeb2cdf
 
5 bedjo-spodoptera litura
5 bedjo-spodoptera litura5 bedjo-spodoptera litura
5 bedjo-spodoptera lituraxie_yeuw_jack
 
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigeraxie_yeuw_jack
 
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxkaekae27
 
SEMHAS FARHAN.pptx
SEMHAS FARHAN.pptxSEMHAS FARHAN.pptx
SEMHAS FARHAN.pptxArdikaAgeng
 
Jurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawanJurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawanAbd Wahid
 
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisLaporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisaulidya nurul habibah
 
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisLaporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisaulidya nurul habibah
 
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...Operator Warnet Vast Raha
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...Repository Ipb
 
SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV. ATLANTIK DAN GRANOLA...
SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV. ATLANTIK DAN GRANOLA...SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV. ATLANTIK DAN GRANOLA...
SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV. ATLANTIK DAN GRANOLA...Repository Ipb
 

Similar to INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN POLEN YANG DIIRADIASI DENGAN SINAR GAMMA (20)

Andrew hidayat 93880-id-none
 Andrew hidayat   93880-id-none Andrew hidayat   93880-id-none
Andrew hidayat 93880-id-none
 
2. aras-meilin (1)
2. aras-meilin (1)2. aras-meilin (1)
2. aras-meilin (1)
 
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
PERBANYAKAN IN VITRO dan INDUKSI AKUMULASI ALKALOID pada TANAMAN JERUJU (Hydr...
 
Kultur Jaringan Anthurium
Kultur Jaringan AnthuriumKultur Jaringan Anthurium
Kultur Jaringan Anthurium
 
5 bedjo-spodoptera litura
5 bedjo-spodoptera litura5 bedjo-spodoptera litura
5 bedjo-spodoptera litura
 
Jurnal agrobacterium
Jurnal agrobacteriumJurnal agrobacterium
Jurnal agrobacterium
 
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
 
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
 
SEMHAS FARHAN.pptx
SEMHAS FARHAN.pptxSEMHAS FARHAN.pptx
SEMHAS FARHAN.pptx
 
Ppt karantina
Ppt karantinaPpt karantina
Ppt karantina
 
Jurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawanJurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawan
 
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisLaporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
 
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropisLaporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
Laporan praktikum bioteknologi reproduksi hewan tropis
 
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Intern Sertum
Intern SertumIntern Sertum
Intern Sertum
 
SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV. ATLANTIK DAN GRANOLA...
SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV. ATLANTIK DAN GRANOLA...SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV. ATLANTIK DAN GRANOLA...
SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV. ATLANTIK DAN GRANOLA...
 
Jurnal kultur jaringan
Jurnal kultur jaringanJurnal kultur jaringan
Jurnal kultur jaringan
 
Pf
PfPf
Pf
 

More from Repository Ipb

Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Repository Ipb
 
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...Repository Ipb
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...Repository Ipb
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...Repository Ipb
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...Repository Ipb
 
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...Repository Ipb
 
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMTHERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMRepository Ipb
 
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKSTUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKRepository Ipb
 
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIATHERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIARepository Ipb
 
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...Repository Ipb
 
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...Repository Ipb
 
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...Repository Ipb
 
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFBRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFRepository Ipb
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...Repository Ipb
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...Repository Ipb
 
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Repository Ipb
 
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...Repository Ipb
 
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERIUDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERIRepository Ipb
 
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...Repository Ipb
 

More from Repository Ipb (20)

Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
 
Peta ipb
Peta ipbPeta ipb
Peta ipb
 
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
 
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
 
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMTHERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
 
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKSTUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
 
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIATHERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
 
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
 
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
 
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
 
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFBRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
 
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
 
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
 
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERIUDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
UDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL ZAT ANTI BAKTERI
 
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
EFEK ANTIOKSIDAN DAN PENGKELAT LOGAM TERHADAP AKTIVJTAS PROTEOLITIK ENZIM PAP...
 

Recently uploaded

Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfIndri117648
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 

INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN POLEN YANG DIIRADIASI DENGAN SINAR GAMMA

  • 1. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1196 INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN POLEN YANG DIIRADIASI DENGAN SINAR GAMMA Induction of Haploid Dianthus sp. Trough Pseudofertilization with Gamma Ray Irradiated Pollen Kartikaningrum, S1 ., A. Purwito2 , G. A. Wattimena2 , B. Marwoto1 dan D. Sukma2 1 Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung, Jl. Raya Pacet, Ciherang, Cianjur 43253, Telp. /Fax. (+62263514138, Email : suskandari@yahoo.com 2 Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dermaga, Bogor ABSTRACT Haploid plants of Dianthus sp. were obtained by pseudofertilization using irradiated pollen. Gamma ray of 100 gray were used for inactivating pollen. Crossing were made using 131 female as pod parents. After pollination 59% fruits were harvested, 41% were dropped and only 51 ovaries were cultured on the medium. Ovaries were explanted 1 – 2 weeks after pollination and cultured on solid MS medium containing 400 mg L-1 glutamine + 103,77 mg L-1 prolin and growth regulator including 1-Naphthaleneacetic acid (NAA) and 6- Benzylaminopurine (BAP). The first ploidy seedling observation was made by number of chloroplast in each side of guard cells of stomata leaves. Four haploid plants were obtained from this screening, but based on chromosome counting only three haploid plants revealed. Key words: Dianthus sp., pseudofertilization, gamma ray, haploid plants PENDAHULUAN Sejak A. D. Bergener menemukan tanaman haploid pada Datura starmonium pada tahun 1921, pemulia tanaman mulai bekerja ekstensif untuk mendapatkan tanaman haploid baik secara in vivo maupun in vitro. Penemuan embrio dan tanaman haploid yang dihasilkan melalui kultur antera Datura oleh Guha dan Maheswari pada tahun 1966 membawa ke kemajuan perkembangan teknologi haploid. Teknologi ini kemudian diterapkan pada beberapa spesies tanaman lain, namun frekuensi keberhasilannya masih rendah. Secara alami haploid muncul sebagai hasil dari partenogenesis. Teknik in vivo untuk menginduksi haploid diantaranya adalah: androgenesis, gynogenesis, eliminasi kromosom melalui persilangan kerabat jauh, semigami, perlakuan kimia, temperature shock, dan efek iradiasi. Pada tanaman anyelir penelitian androgenesis dengan menggunakan antera pernah dilakukan oleh Fu et al. (2008), namun hasilnya tidak memuaskan. Metode tersebut dikembangkan oleh Kartikaningrum et al. (2011) dengan metode kultur antera sebar (shed microspore), juga tidak menunjukkan respon yang baik. Pendekatan metode lain untuk mendapatkan tanaman haploid perlu dicoba. Salah satu metode yang dilakukan adalah pseudofertilisasi. Pseudofertilisasi dengan memanfaatkan serbuk sari yang diradiasi diikuti dengan penyelamatan embrio telah banyak diterapkan pada beberapa tanaman buah-
  • 2. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1197 buahan yaitu plum (Peixe et al. 2000), kiwi (Chalak and Legave, 1997, Musian et al. 1998), melon (Katoh et al. 1993), jeruk (Bermejo et al. 2011). Pada tanaman hias telah dilakukan pada Primula (Carraro et al. 1990), bunga matahari (Todorova et al. 2004), mawar (Meynet et al. 1994), anyelir (Dianthus caryophillus) (Sato et al. 2000) dan tanaman lain pada kapas (Aslam, 2000; Savaskan, 2002). Pada tanaman buah-buahan banyak menghasilkan buah tanpa biji yang disebabkan oleh embrio yang mengalami degenerasi (Sugiyama et al. 2002). Pada tanaman apel tanaman haploid berhasil diregenerasi setelah di silang dengan polen yang diiradiasi sinar gamma pada level dosis 200 – 500 Gy diikuti dengan penyelamatan embrio pada umur 2-3 bulan setelah polinasi dengan media MS (Zhang et al. 1991). Sementara pada tanaman mawar dosis 500 Gy merupakan dosis yang minimum untuk menginduksi parthenogenesis (Meynet et al. 1994). Pada tanaman melon dosis yang diperlukan adalah 300 Gy sinar Gamma. Produksi tanaman haploid pada anyelir (Dianthus caryophyllus) melalui pseudofertilisasi pernah di lakukan oleh Sato et al. (2000) menggunakan sinar X dengan dosis 100 dan 200 kRad, namun frekuensi kejadiannya masih sangat kecil. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan tanaman haploid melalui pseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma diikuti dengan penyelamatan embrio muda secara in vitro. BAHAN DAN METODE Bahan Tanaman Bahan tanaman menggunakan spesies Dianthus caryophyllus (cv “Laura”, cv “Pradoravit”, cv “Rondesvous” dan cv “Alifia”) dan Dianthus chinensis (pink/V11, ungu/V13, telstar/V15) koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias. Dianthus caryophyllus ditanam di bawah rumah plastik, sedang Dianthus chinensis ditanam di pot ukuran 17 cm di Kebun Percobaan tanaman hias Cipanas, pada ketinggian tempat 1100 m dpl. Serbuk sari diambil dari tanaman Dianthus chinensis warna ungu (V13) dan kombinasi merah ungu (V14) yang telah berumur 4 bulan dari bahan stek pucuk. Koleksi Serbuk Sari, Iradiasi Dan Penyerbukan Serbuk sari diambil dari tanaman pada fase T8 (11 hari setelah inisiasi bunga) (Kartikaningrum, 2011. Unpublish), dikumpulkan dalam Petridish dan diiradiasi menggunakan sinar gamma pada alat Gamma chamber 4000 A (CAIRT-BATAN, Indonesia) dengan laju dosis 1 kRad/48 detik pada tanggal 6 April 2011. Dosis yang digunakan adalah dosis tunggal 100 Gy (LD100). Setelah diradiasi serbuk sari diambil sampelnya untuk diperiksa dengan menumbuhkannya pada larutan sukrosa 15% pada suhu inkubasi 25 o C, selama 24 jam. Pemeriksaan lain dengan pewarnaan aceto- orcein, kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk memastikan bahwa serbuk sari tidak aktif. Satu hari sebelum dilakukan persilangan, bunga betina diemaskulasi kemudian ditutup dengan kertas untuk menghindari penyerbukan dari serbuk sari yang tidak diinginkan. Penyerbukan dilakukan dengan menempelkan serbuk sari yang telah diradiasi pada kepala putik dan ditutup kembali dengan kantong kertas. Sebagai kontrol penyerbukan juga dilakukan dengan serbuk sari tanpa iradiasi.
  • 3. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1198 Penyelamatan Embrio Buah dipetik pada umur satu sampai dua minggu setelah penyerbukan. Untuk kontrol buah dipanen umur satu dan dua minggu setelah penyerbukan. Buah dibersihkan dengan akuades, kemudian diikuti dengan perendaman pada alkohol 70% selama 1 menit dan dilewatkan di atas api sekilas. Buah yang telah steril dibelah dan embrio muda ditanam pada media. Dua media tumbuh dengan media dasar MS dan penambahan 400 mg L-1 glutamine + 103,77 mg L-1 prolin, serta komposisi sukrosa dan zat pengatur tumbuh yang berbeda-beda adalah M8 = MS + 0,35 mg L-1 NAA + 1 mg L- 1 BAP + 60 g L-1 sukrosa (Sato et al. 2000), dan M10 = MS + 1 mg L-1 2.4D + 1 mg L-1 BAP + 20 g L-1 sukrosa (Mosquera et al. 1999). Kultur embrio muda diinkubasi dalam ruang dengan suhu 25 o C dengan penyinaran 16 jam tiap hari dengan intensitas cahaya 1000 – 1700 lux. Embrio yang tumbuh menjadi tanaman kemudian disubkultur pada media MS0. Evaluasi Ploidi Evaluasi tingkat ploidi awal pada tanaman di lakukan dengan memeriksa jumlah kloroplas dalam sel penjaga stomata pada daun yang telah membuka sempurna. Lapisan daun bagian bawah diambil dan ditempatkan pada gelas preparat, ditambah beberapa tetes aquades, dan ditutup dengan gelas penutup, kemudian diperiksa di bawah mikroskop pada perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40. Selain itu juga dilakukan penghitungan jumlah kromosom di Puslitbang Biologi LIPI dan Balithi menggunakan potongan meristem. Potongan tersebut direndam dalam larutan 0,002 M 8-Hydroxyquinolin selama 3-5 jam pada suhu 4 o C, kemudian dibilas dengan akuades, dan difiksasi dalam 45% asam asetat selama 10 menit. Potongan pucuk (meristem) dimasukkan pada campuran larutan1 N HCl dan 45% asam asetat dengan perbandingan 1:3 pada air dengan suhu 60 o C selama 1-5 menit, dan diwarnai dengan aceto-orcein 2%, dilakukan squashing kemudian dihitung jumlah kromosomnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Efek iradiasi pada perkecambahan serbuk sari terlihat bahwa pada dosis iradiasi 100 Gy perkecambahan polen setelah 24 jam ditumbuhkan pada larutan sukrosa 15% terhambat (Gambar 1C) dibandingkan dengan serbuk sari yang tidak di iradiasi yang mampu berkecambah sempurna (Gambar 1A). Selain itu pada dosis 100 Gy kemampuan menyerap pewarna aceto-orcein berkurang (Gambar 1D) dibandingkan dengan kontrol yang mampu menyerap pewarna aceto-orcein secara intensif (Gambar 1B). Hasil ini menunjukkan bahwa serbuk sari non aktif. Penyelamatan Embrio Buah hasil penyerbukan yang dapat dipanen adalah buah dengan umur 10, 13 dan 14 hari setelah penyerbukan, sedang pada tanaman kontrol dipanen pada umur 7 dan 14 hari. Dari sebanyak 131 persilangan yang telah dilakukan 77 ovari (59%) dapat dipanen, 54 ovari (41%) buah gugur. Dari 77 ovari yang dipanen hanya 51 ovari dan 2
  • 4. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1199 ovari kontrol diteruskan untuk di kultur. Hasil penyelamatan embrio ini 7 kultur berhasil tumbuh, sementara dua persilangan kontrol tumbuh semua (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh iradiasi sinar gamma 100 Gy pada serbuk sari terhadap keberhasilan pertumbuhan embrio Umur buah (HSP) Jumlah ovary yang ditanam Jumlah eksplan berhasil tumbuh Jumlah total V11 x V14 V15 x V14 D. caryophyllus x V14 Kontrol 7 1 0 0 - 1 1 10 8 1 0 - - 1 13 19 2 1* - - 3 14 25 3 0 0 3 6 Keterangan: *) kontaminasi, HSP: hari setelah penyerbukan Hasil penelitian Sato et al. (2000), perlakuan iradiasi sinar X 100 kRad pada serbuk sari sebagai donor polen menghasilkan 300 ovari yang berhasil ditanam, tetapi hanya 55 ovari yang berhasil tumbuh dan beregenerasi. Sementara dosis iradiasi sinar X 200 kRad diperoleh 100 ovary, namun hanya 1 ovary saja yang tumbuh. Tanaman yang dihasilkan dari biji hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi merupakan hasil dari tidak lengkapnya transmisi genom jantan (Peixe et al. 2000). Menurut Sestili dan Ficcadenti (1996), iradiasi pada tingkat yang rendah (sub lethal) hanya merusak sebagian inti generatif saja, sehingga masih mampu menyerbuki sel telur. Menurut Pandey (1986) setelah aplikasi radiasi pada polen pada dosis yang tinggi (lethal dosis), tidak terjadi fertilisasi normal dan genom paternal akan tereliminasi, tetapi inti sel telur yang berada pada fase G1 kemungkinan distimulasi untuk melanjutkan siklus sel. Embrio partenogenetik yang dihasilkan pada dasarnya bersifat maternal. Jika donor serbuk sari bersifat sub lethal, inti dari serbuk sari rusak, tetapi tidak dalam kapasitasnya secara fungsional dan fisik, sehingga fertilisasi normal dapat terjadi. Generasi M1 (hasil persilangan dengan serbuk sari yang diradiasi) ini menunjukkan variasi derajat kemiripan pada kedua tetua. Namun generasi M1 ini lebih bersifat maternal dibandingkan dengan persilangannya yang murni, dan maternalisasi meningkat sesuai dengan dosis yang semakin meningkat. Dari hasil penelitian ini, embrio mulai tumbuh menjadi tunas pada minggu ke 4 setelah kultur. Makin lama umur buah dipanen, makin banyak jumlah ovary yang ditanam (Tabel 1). Enam embrio langsung tumbuh menjadi tunas, sedang eksplan hasil persilangan V11 x V14 (PF89) yang dipanen umur 10 hari terinduksi menjadi kalus. Munculnya kalus ini kemungkinan disebabkan biji yang hanya mempunyai endosperm saja, karena bersentuhan dengan media sehingga terinduksi menjadi kalus. Pada tanaman apel setelah penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi menghasilkan biji atau endosperm saja atau embrio dan endospernnya. Hal ini terjadi karena hanya inti sperma tunggal saja yang ada dalam tabung sari yang mampu membuahi sel telur atau berfusi dengan inti polar (Nicoll et al. 1987). Tetapi hasil yang pasti harus dilihat tingkat ploidinya, hanya saja sampai saat ini kalus baru mengalami regenerasi (Gambar 1 E-H).
  • 5. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1200 Persentase tertinggi terbentuknya embrio menjadi tanaman adalah pada umur embrio 14 hari HSP (24%). Hasil penelitian Sato et al. (2000) umur 3 minggu merupakan umur maksimal ovari yang dapat dipanen, selebihnya buah akan gugur. Berbeda dengan penelitian ini, pada persilangan normal 3 minggu setelah penyerbukan buah telah masak ditandai dengan berubahnya warna biji dari putih menjadi hitam. Sehingga panen biji dilakukan maksimal umur dua minggu untuk menghindari kehilangan materi. Perbedaan ini disebabkan oleh penggunaan materi induk betina yang digunakan. Pada penelitian Sato et al. (2000) menggunakan Dianthus caryophyllus sebagai penerima serbuk sari,yang memiliki umur berbunga yang lebih lama. Tanaman kontrol yang dipanen satu minggu stelah penyerbukan hanya satu ovul yang mampu tumbuh. Hasil ini menunjukkan bahwa umur satu minggu buah masih terlalu muda untuk berkembang menjadi tanaman (Gambar 1 I-K). Buah umur satu minggu biji belum masak dan berwarna putih, lambat laun biji berubah menjadi coklat seperti biji masak. Sejalan dengan pendapat Bohanec (2009) dan Musial et al. (2005) proses pemasakan kantung embrio berlanjut selama kultur in vitro. Dalam satu ovari pada umumnya Dianthus chinensis memiliki 80-100 ovul. Pada persilangan yang normal biasanya didapatkan biji hanya berkisar antara 10 - 20 saja. Hal ini terjadi karena viabilitas polen D. chinensis sangat rendah (40 – 60%) (Kartikaningrum et al. 2011). Perlakuan iradiasi pada serbuk sari untuk penyerbukan menyebabkan pertumbuhan embrio menjadi terhambat. Hal ini ditunjukkan dari hasil persilangannya yang hanya tumbuh 5 eksplan dari 30 ovari yang ditanam di media M8 dan 2 eksplan dari 23 ovari yang ditanam di media M10 (Tabel 2). Pada kontrol semua eksplan berhasil tumbuh. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua media perkecambahan semuanya dapat digunakan. Tetapi M8 memiliki persentase yang lebih tinggi dibanding M10, karena jumlah sukrosanya yang lebih tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada mawar (Meynet et al. 1994) bahwa embrio dapat berkecambah di semua media uji dan tidak ada pengaruh penggunaan hormon yang berbeda-beda. Hasi penelitian Katoh et al. 1993 penggunaan media E20A, MS dan N6 pada hasil penyelamatan embrio melon juga tidak berbeda nyata. Tabel 2. Pengaruh media terhadap jumlah ovari yang menghasilkan planlet Media jumlah ovary yang ditanam V11xV14 V15xV14 V15xV13 V14xV13 D. caryophyllus x V14 Kontrol (V11xV1 4) M8 30 16 (4)* 1 (1)* 1 3 8 1(1)* M10 23 17 (2)* 3 0 0 0 3(3)* Keterangan : *) angka di dalam kurung adalah embrio yang berhasil tumbuh M8 = MS + 0,35 mg L-1 NAA + 1 mg L-1 BAP + 60 g L-1 sukrosa (Sato et al. 2000), M10 = MS + 1 mg L-1 2.4D + 1 mg L-1 BAP + 20 g L-1 sukrosa (Mosquera et al. 1999). Dari semua eksplan yang berhasil tumbuh pada media M8 dan M10 pada umumnya hanya menghasilkan 1 – 2 biji yang mampu tumbuh dan sebagian besar berasal dari persilangan V11 dengan V14 (Tabel 3).
  • 6. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1201 Tabel 3. Jumlah embrio yang tumbuh setiap ovari Kode genotipe Betina Donor polen Media Jumlah embrio tumbuh PF003 V11 V14 M8 1 + PF035 V11 V14 M8 2 PF042 V11 V14 M8 1 PF069 V11 V14 M8 2 PF074 V15 V14 M8 1* PF079 V11 V14 M10 1 PF089 V11 V14 M10 1 Keterangan: *) terkontaminasi +) planlet mati Evaluasi Tingkat Ploidi Dianthus chinensis diploid mempunyai jumlah kromosom 30, dan haploidnya adalah 15. Salah satu pendekatan awal untuk melihat tingkat ploidi tanaman adalah dengan melihat jumlah kandungan kloroplas dalam sel penjaga stomata yang dapat diamati pada daun hasil kultur in vitro. Yuan et al. (1980) menemukan bahwa terdapat korelasi antara tingkat ploidi kromosom dan jumlah kloroplas dalam sel penjaga stomata pada beberapa tanaman. Ditemukan pula bahwa jumlah kloroplas bervariasi secara signifikan diantara ploidi stomata yang berbeda dalam varietas yang sama. Akurasi penghitungan kloroplas untuk identifikasi ploidi tanaman yang berbeda lebih dari 90% (Zhang 2005, Winarto et al 2010). Hasil analisis jumlah kandungan kloropas pada sel penjaga stomata diperoleh 4 genotipe yang diduga haploid (Tabel 4 dan Gambar 1 L-P). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yuan et al. (1980) bahwa jumlah kloroplas bervariasi pada genotipe yang sama dengan kisaran jumlah kloropas antara 9-24 pada genotype haploid dan 19-36 pada genotipe diploid (kontrol). Tabel 4. Rerata dan kisaran jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata enam genotipe Dianthus cinensis Genotipe Jumlah stomata yang diamati Rata-rata jumlah kloroplas Kisaran PF035-1 77 15,88 ± 2.47 12 - 24 PF042 144 14,42 ± 1,79 9 - 18 PF069-1 47 13,51 ± 2,45 9 - 18 PF079 21 15,57 ± 2,18 10 - 18 Kontrol 1 116 26,00 ± 3,08 19 - 36 Kontrol 2 34 25,00 ± 2,19 21 - 31 Hasil analisis jumlah kromosom sejalan dengan analisis jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata. Jumlah kromosom diploid adalah 30 sedang haploid adalah 15 (Gambar 1 Q-T). Genotype PF79 dijumpai dua macam jumlah kromosom yaitu 15 dan 30. Hasil ini sama dengan yang diperoleh Fu et al (2008), bahwa beberapa Dianthus chinensis jaringan vegetatifnya mempunyai 2 macam jumlah kromosom. Hasil
  • 7. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1202 penelitian Fu et al. (2008) dan Kartikaningrum et al. (2011) diketahui bahwa 2 macam n dan 2n ditemukan pada sel mikrosporanya. Jaringan yang mengndung sel haploid dan diploid pada dasarnya berasal dari sel haploid yang mengalami penggandaan kromosom secara spontan pada sebagian jaringannya. Secara teori sel diploid dalam tanaman haploid berasal dari kesalahan mitosis yang menghasilkan jalur sel dengan laju pertumbuhan yang lebih cepat dibanding sel tetangganya yang haploid dan mendominasi meristem (Winton dan Einspahr 1968). Seperti pada umumnya tanaman haploid, pertumbuhan awal planlet Dianthus chinensis haploid hasil pseudofertilisasi ini lebih lambat dibandingkan dengan planlet diploid dan ukuran tanamannyapun lebih kecil pada media MS0 (Gambar 2). Menurut Vassileva-Dryansovska (1966) embrio haploid dan endosperm diploid atau haploid setelah polinasi dengan serbuk sari yang di radiasi terjadi melalui dua jalan. Pertama adalah terkait dengan stimulasi inti dari induk betina untuk membelah melalui piknosis kromatin jantan sedang kedua adalah terkait dengan fertilisasi dari sel telur dengan rusaknya sel sperma, kromatin akan tereliminasi dalam sitoplasma. Perlakuan iradiasi pada serbuk sari menyebabkan DNA kromosom rusak, sehingga embrio yang dihasilkan dari serbuk sari yang diradiasi ini hanya mengandung kromosom dari sel telur. Gambar 1. (A-B) Perkecambahan serbuk sari dan penyerapan pewarna aceto-orcein kontrol pada sukrosa 15%, (C-D) Perkecambahan dan penyerapan warna
  • 8. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1203 aceto-orcein pada sebuk sari yang diradiasi pada dosis 100 Gy. (E-H) Eksplan V11 x V14 (PF89) yang terinduksi menjadi kalus. (I-K) pertumbuhan embrio kontrol: biji umur 1 minggu, 30 hari setelah kultur, 42 hari setelah kutlur. (L-P) Kloroplas dalam sel penjaga stomata Dianthus chinensis : haploid :(L) PF035-1, (M) PF042, (N) PF069-1, (O) PF079, dan diploid : (P) kontrol. (Q-S) Jumlah kromosom : (Q) PF35.1 (2n=x=15), (R) PF79 (2n=x=15 dan 30), (S) PF42 (2n=2x=15) dan (T) Kontrol (2n=2x=30) Gambar 2. Pertumbuhan planlet (A) PF35.1, (B) PF42, (C) PF69.1, (D) PF79 dan (E) diploid/kontrol KESIMPULAN 1. Analisis tingkat ploidi awal tanaman dapat dilakukan dengan melihat jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata. 2. Jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata mendekati jumlah kromosom. 3. Medium dengan kandungan sukrosa yang lebih tinggi jumlah embrio yang tumbuh lebih tinggi 4. Penyerbukan menggunakan serbuk sari yang diradiasi 100 Gy dapat menginduksi ginogenesis Dianthus sp. menghasilkan empat tanaman haploid berdasarkan jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata,tetapi berdasarkan jumlah kromosom pada sel meristem apikal diperoleh tiga tanaman haploid. DAFTAR PUSTAKA Aslam, M. 2000. Utilization of pollen irradiation technique for the improvement of G. Hirsutum L. Pakistan Journal of Biological Science 3 (11): 1814-1816. Bermejo, A. J. Pardo and A. Cano. 2011. Influence of gamma irradiation on seedless citrus production: pollen germination and fruit quality. Food and Nutrition Science 2: 169-180. Bohanec, B. 2009. Doubled Haploid via Gynofenesis. In A. Touraev et al. (Eds). Advances in Haploid production in Higher Plants. Springer Science + Business Media B.V. pp 35-46. Carraro, L. P. D. Gerola, G. Lombardo and F.M. Gerola. 1990. Pseudo-self- compatibility in ultraviolet irradiated plants of Primula acaulis (’pin’ morph). Journal of Cell science 95: 659-665. Chalak, L. And J. M. Legave. 1997. Effect of pollination by irradiated pollen in Hayward Kiwifruit and spontaneous doubling of induce parthenogenetic trihaploids. Scientia Horticultura 68: 83-97. Chat, J. S. Decroocq and R. J. Petit. 2003. A one-step organelle capture: gynogenetic kiwifruit with paternal chloroplas. Proc R. Soc. Lond. B 270:183-789.
  • 9. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1204 Fisher, M., Ziv, M., and Vainstien, A. 1993. An efficient method for adventitious shoot regeneration from cultured carnation petals. Scientia Horticulturae. 53: 231-237. Fu, X. P, S.H. Yang and M. Z. Bao. 2008. Factors affecting somatic embryogenesis in anther culturesof Chinese pink (Dianthus chinensis L). In Vitro Cell.Dev.Biol.- Plant (2008) 44:194–202. Kartikaningrum, S. 2011. Teknologi Haploid anyelir: Studi biologi dan Pendahuluannya. Laporan Teknik Khusus. Program Studi Pemuliaan dan Bioreknologi Tanaman. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 37 hal.. ________________, A. Purwito, G. A. Wattimena, B. Marwoto dan D. Sukma. 2011. Teknologi Haploid Anyelir: Studi tahap perkembangan mikrospora dan seleksi tanaman donor anyelir. Jurnal Hortikultura, vol 21 (2): 101-112. Katoh, N., M. Hagimori and S. Iwai. 1993. Production of haploid plants of melon by pseudofertilization Ovule Culture. Plant Tissue Culture Letters 10 (1): 60-66. Leshem, B. 1990. Somaclonal variation in carnation. In: Biotechnology in Agriculture and Forestry. Vol. 11. Somaclonal Variation in Crop Improvement. (Ed.) Bajaj, Y.P.S., pp 573-585, Berlin Heidelberg: Springer-Verlag. Meynet, J., R. Barrade, A. duclos and R. Siadous. 1994. Dihaploid plants of roses (Rosa x hybrid, cv “Sonia) obtained by parthenogenesis induced using irradiated pollen and in vitro culture of immature seeds. Agronomie 2: 169-175. Mosquera T., L.E. Rodríguez A. Parra, and M. Rodríguez. 1999. In vitro adventive regeneration from Carnation (Dianthus caryophyllus) anther. International Symposium on Cut Flowers in the Tropics. ISHS Acta Horticulturae 482. Musial K. B. Bohanec, M. Jakse and L. Przywara. 2005. The development of onion (Allium cepa L.) embryo sac in vitro and gynogenesis induction in relation to flower size. In vitro Cell Dev Biol-Plant 41: 446-452. Nicoll, M. F., G. P. Chapman, and D. J, James. 1987. Endosperm responses to irradiated pollen in apples. Theor. Appl. Genet 74: 508-515 Pandey, K.K. 1986. Gene transfer through the use of sublethally irradiated pollen: the theory of chromosome repair and possible implication of DNA repair enzymes. Heredity 57: 37-46 Peixe, A. M.D. Campos, C.Cavaleiro, J. Barroso, dan M. S. Pais. (2000). Gamma- irradiated pollen induce the formation of 2n endosperm and abnormal embryo development in European plum (Prunus demestica L., cv “Rainha Claudia Verde”). Scientia Horticultura 86: 267-278. Plasmeijer, J. & C. Yanai. 2006. Cut Flowers and Ornamental Plants report. Market News Service. Report No. M2. 46 p. Savaskan, C. 2002. The effect of gamma irradiation on the pollen size of Gossipyium hirsutum L. Turk J Bot 26 : 477-480 Sestili, S. and N. Ficcadenti. 1996. Irradiated pollen for haploid producton. In. Jain, S et al. (Eds). In Vitro Haploid Production in Higher Plants. Vol. I. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. pp. 263-274 Sugiyama, K. M. Morishita, dan E.. Nishino. 2002. Seedless watermelon produced via soft X-irradiated pollen. HortScience 37:251-419. Todorova, M., P. Ivanov, N. Nenova and J. Encheva. 2004. Effect of female genotype on the efficiency of γ-inducedd parthenogenesis in sunflower (Helianthus annuus L.). Helia 27 (41): 67-74.
  • 10. Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2011 Lembang, 23-24 November 2011 1205 Vassileva-Dryanovska, O. A. 1966. Development of embryo and endosperm produced after irradiated of pollen in Tradescantia. Hereditas 55: 129-148 Winarto, B., N. A. Mattjik, J. A. Teixeira da Silva, A. Purwito and B. Marwoto. 2010. Ploidy screening of anthurium (Anthurium andreanum Linden ex andre) regenerants derived from anther culture. Scientia Horticulturae 127: 86-90 Winton, L.L and D. W. Einspahr 1968. The use of treated pollen fro aspen haploid production. For. Sci 14: 406-407 Yuan, Su-xia, L. Y. Mei, F. Z. Yuan, Y. L. Mei, Z. Mu, Z. Y. Yong and S. P. Tian. 2009. Study on the relationship between the ploidy level of microspore-derived plants and the number of chloroplast in stomatal guard cells in Brassica oleracea. Agricultural Science in- China 8 (8): 939-946. Zhang J. L. 2005. The relationship between stoma and the ploidy in grape. Gansu Science and Technology, 21: 103-104 Zhang Y. X., and Y. Lespinasse. 1991. Pollination with gamma-irradiated pollen and development of fruits, seeds and parthenogenic plants in apple. Euphytica 54: 101-109