SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Download to read offline
47 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
EFIKASI BEBERAPA FORMULASI METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP LARVA
ORYCTES RHINOCEROS L. (COLEOPTERA: SCARABAEIDAE) DI INSEKTARIUM
Erwin Murdani Manurung1*
, Maryani Cyccu Tobing2
, Lahmuddin Lubis2
dan
Hari Priwiratama3
1
Alumnus Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan 20155
2
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan 20155
3)
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat
*
Corresponding author : E-mail: erwin.manurung@ymail.com
ABSTRACT
Efficacy some formulations of metarhizium anisopliae for larvae Oryctes rhinoceros L.
(Coleoptera: Scarabaeidae) in insectarium. One of insect pest controls which has more developed
is used entomopathogenic fungi Metarhizium anisopliae. It is important to do research to increase
quality of M. anisopliae product. This research was intends to study the right formulation of M.
anisopliae to control larvae of Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). This research used
completely randomized design with 33 treatments and three replications, which are: control; 20,
30, 40 and 50 g formulation in corn powder/ kg media of O. rhinoceros; 20, 30, 40 and 50 g
formulation in rice powder/ kg media of O. rhinoceros; 20, 30, 40 and 50 g formulation in cut up of
corn/ kg media of O. rhinoceros; 20, 30, 40 and 50 g formulation in soil/ kg media of O.
rhinoceros; 25, 50, 75 and 100 ml formulation in corn oil/ kg media of O. rhinoceros; 25, 50, 75
and 100 ml formulation in coconut oil/ kg media of O. rhinoceros; 25, 50, 75 and 100 ml
formulation in sun flower oil/ kg media of O. rhinoceros; 25, 50, 75 and 100 ml formulation in
aquadest/ kg media of O. rhinoceros. The results showed that significant difference just on
treatment with control, whereas each of treatment non significant. Highest mortality (100%) in 30 g
formulation in corn powder/ kg media of O. rhinoceros and the lowest (0%) in control. Fastest
infection (6,4 days after application) on 30 g formulation in corn powder/ kg media of O.
rhinoceros and sowlest on control. Fastest mortality (1,83 days after infection) on 20 g formulation
in rice powder/ kg media of O. rhinoceros and slowlest on control. Highest population of M.
anisopliae spores (19,5 x 106
/ ml) on 30 g formulation in corn powder/ kg media O. rhinoceros and
lowest (1, 94 x 106
/ ml) on control.
Keywords : formulation, Metarhizium anisopliae, Oryctes rhinoceros.
48 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
ABSTRAK
Efikasi beberapa formulasi metarhizium anisopliae terhadap larva Oryctes rhinoceros L.
(Coleoptera: Scarabaeidae) di insektarium. Salah satu pengendalian serangga yang banyak
dikembangkan saat ini adalah pengendalian hayati dengan menggunakan jamur entomopatogenik
M. anisopliae. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki kualitas produk M.
anisopliae. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi M. anisopliae yang tepat dalam
pengendalian larva O. rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). Penelitian menggunakan rancangan
acak lengkap dengan 33 perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali, yaitu kontrol; 20, 30, 40 dan 50
g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros; 20, 30, 40 dan 50 g formulasi di tepung
beras/ kg media O. rhinoceros; 20, 30, 40 dan 50 g formulasi di jagung cacah/ kg media O.
rhinoceros; 20, 30, 40 dan 50 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros; 25, 50, 75 dan 100 ml
formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros; 25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di minyak
kelapa/ kg media O. rhinoceros; 25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg
media O. rhinoceros; 25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros. Hasil
penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata hanya terdapat antara perlakuan dengan kontrol,
sedangkan antara setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Mortalitas tertinggi
(100%) terdapat pada perlakuan 30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros dan yang
terendah (0%) pada perlakuan kontrol. Waktu infeksi awal tercepat (6,4 hari setelah aplikasi)
terdapat pada perlakuan 30 g formulasi di tepung jagung/ kg madia O. rhinoceros dan paling lama
pada kontrol. Waktu kematian tercepat (1,83 hari setelah infeksi) terdapat pada perlakuan 20 g
formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros dan paling lama pada kontrol. Populasi spora M.
anisopliae di akhir penelitian tertinggi (19,5 x 106
/ ml) terdapat pada 30 g formulasi di tepung
jagung/ kg media O. rhinoceros dan terendah (1,94 x 106
/ml) pada kontrol.
Kata kunci: formulasi, Metarhizium anisopliae, Oryctes rhinoceros.
PENDAHULUAN
Salah satu kendala dalam budidaya tanaman kelapa sawit adalah serangan hama yang dapat
menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga berdampak pada penurunan tingkat produksi kelapa
sawit. Hama dapat menyerang kelapa sawit sejak tahap pra-pembibitan hingga tahap menghasilkan
(Klinik Sawit, 2012).
Kumbang tanduk Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan hama utama
yang menyerang tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya di areal peremajaan kelapa sawit.
Serangga ini menggerek pucuk kelapa sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan
rusaknya titik tumbuh sehingga mematikan tanaman (Susanto, 2005). Pada areal peremajaan kelapa
49 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
sawit, serangan kumbang tanduk dapat mengakibatkan tertundanya masa produksi kelapa sawit
sampai satu tahun dan tanaman yang mati dapat mencapai 25% (Winarto, 2005).
Pengurangan penggunaan pestisida di areal pertanian menuntut tersedianya cara
pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan, diantaranya dengan memanfaatkan musuh
alami, seperti cendawan entomopatogen, serangga predator, dan parasitoid (Trizelia et al., 2011).
Salah satu pengendalian yang dikembangkan saat ini adalah pengendalian hayati dengan
menggunakan jamur entomopatogenik M. anisopliae. M. anisopliae memiliki aktifitas larvisidal
karena menghasilkan cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dan desmethyldestruxin B. Destruxin
telah dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek destruxin berpengaruh pada
organella sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan membran nukleus), menyebabkan
paralisa sel dan kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malphigi, hemocyt dan jaringan otot
(Widiyanti dan Muyadihardja, 2004).
Dewasa ini telah terjadi peningkatan preferensi penggunaan agen hayati dalam pengelolaan
hama tanaman. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya produk pestisida mikroba yang ada di
pasaran. Namun, ditengah banyaknya produk serupa di pasaran, sangat penting untuk melakukan
evaluasi terhadap efektivitas formulasi yang saat ini digunakan. Oleh karena itu, penelitian untuk
membandingkan dan memperbaiki formulasi yang digunakan perlu dilakukan untuk memperbaiki
kualitas produk M. anisopliae.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei-Juli 2012 di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat,
Pematang Siantar (± 369 m di atas permukaan laut).
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 33 perlakuan masing-masing
dengan tiga ulangan, yaitu F0 (tanpa aplikasi M. anisopliae/kontrol); F1, F2, F3, F4 (20, 30, 40 dan
50 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
50 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros); F5, F6, F7, F8 (20, 30, 40 dan 50 g
formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros); F9, F10, F11, F12 (20, 30, 40 dan 50 g
formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros); F13, F14, F15, F16 (20, 30, 40 dan 50 g
formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros); F17, F18, F19, F20 (25, 50, 75 dan 100 ml formulasi
di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros); F21, F22, F23, F24 (25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di
minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros); F25, F26, F27, F28 (25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di
minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros); F29, F30, F31, F32 (25, 50, 75 dan 100 ml
formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros).
Penyediaan larva O. rhinoceros
Larva yang diuji adalah larva instar terakhir sebanyak 792 ekor. Larva O. rhinoceros yang
diperoleh dari lapangan disortasi agar ukuran tubuhnya sama.
Eksplorasi dan isolasi M. anisopliae
Larva O. rhinoceros terinfeksi M. anisopliae yang telah disiapkan dipotong pada bagian
kepala sampai tungkai depan, daging larva diambil dengan jarum ent, dicelupkan ke dalam alkohol
70% selama 30 detik lalu dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali, kemudian diletakkan pada
kerta tisu steril hingga kering. Setelah mengering, daging larva diinokulasi ke media PDA dan
diinkubasi selama 2-5 hari.
Pemurnian isolat M. anisopliae
Miselium M. anisopliae yang telah tumbuh dari hasil isolasi diambil dengan menggunakan
jarum ent dan dipindahkan pada media PDA baru dan diinkubasi selama 5-10 hari hingga diperoleh
biakan murni M. anisopliae.
51 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Perbanyakan spora M. anisopliae
Media yang digunakan pada perbanyakan spora yaitu jagung cacah. Media dimasukkan ke
dalam kantung plastik tahan panas dan disterilisasi pada suhu 1210
C (1 atm) selama 1 jam. Setelah
dingin, 25 ml suspensi spora dimasukkan ke dalam media dan diinkubasikan hingga seluruh media
terkoloni oleh jamur dan sporulasi terjadi.
Pembuatan formulasi M. anisopliae
a. Formulasi padat
Formulasi padat dibuat dengan mencampurkan spora hasil perbanyakan dengan bahan
tambahan (tepung jagung, tepung beras, jagung cacah dan tanah). Perbandingan biakan yang telah
bersporulasi pada media perbanyakan dan bahan tambahan yaitu 1:3.
b. Formulasi cair
Sebanyak 100 ml bahan tambahan (minyak jagung, minyak kelapa, minyak bunga matahari
dan aquades) yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam biakan pada media perbanyakan spora
yang telah bersporulasi. Kemudian dilakukan penyaringan dengan saringan 800 mesh untuk
memisahkan spora dengan bahan lainnya. Kerapatan spora kemudian dihitung dengan
hemositometer. Pengenceran bertingkat dilakukan untuk mendapatkan kerapatan spora sekitar 108
spora/ml.
Penyediaan media hidup larva O. rhinoceros
Media hidup larva O. rhinoceros berupa serasah kelapa sawit disterilisasi pada suhu 1210
C
selama 1 jam untuk memastikan tidak ada M. anisopliae atau jamur antagonis lain yang hidup pada
media pengujian.
52 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Aplikasi formulasi M. anisopliae
Media hidup larva O. rhinoceros yang telah disterilisasi dicampurkan dengan formulasi uji
sesuai konsentrasi pada masing-masing perlakuan. Kemudian dimasukkan larva O. rhinoceros
sebanyak 8 ekor/ perlakuan.
53 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN
Waktu infeksi awal
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata hanya terdapat antara
semua perlakuan dengan kontrol, sementara antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata (Tabel 1). Hal ini disebabkan isolat awal jamur M. anisopliae yang digunakan sama, sehingga
hanya terdapat perbedaan kecil dalam proses infeksi jamur tersebut. Sebelum diaplikasikan,
formulasi hanya diinkubasikan selama 3 hari, sehingga nutrisi dari bahan tambahan formulasi
belum dimanfaatkan secara maksimal oleh jamur M. anisoplae. Heriyanto dan Suharno (2008)
menyatakan bahwa sporulasi M. anisopliae dipengaruhi kandungan nutrisi dari media tumbuh yang
digunakan.
Waktu infeksi awal tercepat (6,4 hari setelah aplikasi) terdapat pada perlakuan F2 (30 g
formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) dan terendah pada F0 (kontrol). Pada waktu
semua perlakuan telah menyebabkan kematian larva 100% (16 hari setelah aplikasi) belum ada
larva pada kontrol yang terinfeksi oleh jamur M. anisopliae. Hal ini karena tepung jagung
mengandung protein yang tinggi. Hasil penelitian Richana et al., (2010) diperoleh komposisi kimia
tepung jagung adalah 11,57% air, 0,41% abu, 1,42% lemak, 5,07% protein, 73,38% pati dan 0,37%
gula reduksi. Kandungan protein yang tinggi ini sangat dibutuhkan oleh jamur entomopatogen
dalam perkembangannya.
Wikardi (2000 dalam Ahmad, 2008) melaporkan bahwa konidia M. anisopliae akan
berkecambah pada kutikula inang ketika menginfeksi serangga, terjadi penetrasi dengan
menggunakan enzim peptidase dan kitinase, lalu dengan bantuan tekanan mekanis enzim tersebut
menghancurkan kutikula dengan cara lisis.
54 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Tabel 1. Waktu terjadinya infeksi awal (Hari Setelah Aplikasi)
Perlakuan
Waktu infeksi
awal (HSA)
F0 (tanpa aplikasi M. anisopliae/Kontrol) 0,00b
F1 (20 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,08a
F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 6,42a
F3 (40 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 6,63a
F4 (50 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 7,08a
F5 (20 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 6,46a
F6 (30 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 7,04a
F7 (40 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 6,88a
F8 (50 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 7,21a
F9 (20 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 6,96a
F10 (30 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,08a
F11 (40 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,08a
F12 (50 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,58a
F13 (20 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 7,13a
F14 (30 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 6,92a
F15 (40 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 7,46a
F16 (50 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 7,17a
F17 (25 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 7,13a
F18 (50 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,17a
F19 (75 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 6,75a
F20 (100 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,00a
F21 (25 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 9,54a
F22 (50 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 7,58a
F23 (75 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 7,79a
F24 (100 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 7,04a
F25 (25 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 9,08a
F26 (50 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 7,67a
F27 (75 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 8,00a
F28 (100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 7,54a
F29 (25 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 7,79a
F30 (50 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 8,00a
F31 (75 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 7,75a
F32 (100 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 7,38a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan
pada taraf 5%
55 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Wahab (2004) menyatakan bahwa enzim ialah protein yang berfungsi sebagai biokatalisis
pada reaksi-reaksi metabolism. Supriyanti (2009) juga menyatakan bahwa proses kimia dalam
tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai
biokatalisis. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan tercukupinya
kebutuhan M. anisopliae akan protein dari tepung jagung, menyebabkan proses sintesis enzim yang
dibutuhkan oleh M. anisopliae berjalan dengan baik, sehingga kinerja enzim dalam penetrasi
kutikula larva juga baik dan pada akhirnya waktu terjadinya infeksi awal lebih cepat.
Waktu kematian Larva O. rhinoceros L.
Hasil analisa statistika menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata hanya terdapat antara
perlakuan dengan kontrol, sedangkan antar perlakuan tidak ditemukan perbedaan yang nyata (Tabel
2). Hal ini disebabkan oleh ketahanan larva O. rhinoceros terhadap M. anisopliae yang tidak sama.
Meskipun virulensi M. anisopliae meningkat namun ketahanan larva O. rhinoceros juga meningkat,
maka tidak akan diperoleh perbedaan waktu kematian yang besar.
Waktu kematian larva O. rhinoceros setelah terjadinya infeksi oleh jamur M. anisopliae
disajikan dalam Tabel 2. Waktu kematian tercepat (1,83 hari setelah infeksi awal) terdapat pada
perlakuan F5 (20 g formulasi di tepung beras/kg media O. rhinoceros) dan yang paling lambat (2,08
hari setelah infeksi awal) adalah F6 (30 g formulasi di tepung jagung/kg media O. rhinoceros), F15
(40 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros), F29 (25 ml formulasi di akuades/ kg media O.
rhinoceros) dan F31 (75 ml formulasi di akuades/ kg media O. rhinoceros). Selain mengandung
protein, tepung beras juga mengandung karbohidrat yang tinggi. Karbohidrat sangat dibutuhkan
oleh jamur M. anisopliae untuk pertumbuhan dan pembentukan spora.
56 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Tabel 2. Waktu Kematian Larva O. rhinoceros (Hari Setelah Infeksi)
Perlakuan
Waktu kematian
(HSI)
F0 (tanpa aplikasi M. anisopliae/Kontrol) 0,00b
F1 (20 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F3 (40 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F4 (50 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F5 (20 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 1,83a
F6 (30 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 2,08a
F7 (40 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F8 (50 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F9 (20 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F10 (30 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 1,96a
F11 (40 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 1,96a
F12 (50 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 2,04a
F13 (20 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F14 (30 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F15 (40 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 2,08a
F16 (50 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F17 (25 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F18 (50 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,08a
F19 (75 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F20 (100 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F21 (25 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F22 (50 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 2,04a
F23 (75 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 2,04a
F24 (100 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 1,92a
F25 (25 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F26 (50 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F27 (75 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F28 (100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F29 (25 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 2,08a
F30 (50 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 2,00a
F31 (75 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 2,08a
F32 (100 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 1,88a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan
pada taraf 5%
57 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Sesuai dengan laporan Herlinda et al. (2008) bahwa protein dan karbohidrat sangat dibutuhkan
jamur untuk pertumbuhan vegetatif dan pembentukan spora. Spora yang terbentuk berkecambah
lebih cepat dan memiliki virulensi tinggi. Hal ini menyebabkan daya bunuh jamur semakin tinggi.
Mortalitas larva O. rhinoceros
Peningkatan dosis perlakuan pada beberapa formulasi tidak menunjukkan peningkatan
mortalitas larva. Hal ini disebabkan umur larva yang tidak dapat dipastikan sama. Larva yang
digunakan tidak berasal dari perbanyakan di laboratorium, melainkan hanya melalui pemilihan larva
dengan ukuran tubuh yang hampir sama dari lapangan. Meskipun dosis perlakuan ditingkatkan
namun ternyata umur larva pada perlakuan tersebut semakin tua, kepekaan larva terhadap jamur M.
anisopliae juga semakin rendah. Hal ini menyebabkan mortalitas larva juga tidak meningkat.
Prayogo et al.(2005) melaporkan bahwa keefektifan cendawan M. anisopliae, disamping
dipengaruhi oleh media tumbuh, tingkat virulensi, dan frekuensi aplikasi, juga sangat ditentukan
oleh instar serangga tersebut.
Persentase mortalitas larva tertinggi (100%) terdapat pada perlakuan F2 (30 g formulasi di
tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) dan terendah (0%) pada perlakuan F1 (kontrol). Hal ini
karena tepung jagung mengandung protein yang lebih tinggi daripada formulasi lainnya.
Tercukupinya kebutuhan M. anisopliae akan protein, maka keefektifannya juga semakin meningkat.
Hasil penelitian Heriyanto dan Suharno (2008) diperoleh bahwa cendawan entomopatogen
memerlukan media dengan kandungan gula dan protein yang tinggi.
Data mortalitas larva O. rhinoceros dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut ini.
58 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Tabel 3. Mortalitas Larva O. rhinoceros (%)
Perlakuan
Mortalitas Larva O. rhinoceros (%)
7 HSA 8 HSA 9 HSA 10 HSA
F0 0,00 0,00 0,00b 0,00b
F1 8,33 25,00 45,83a 70,83a
F2 20,83 50,00 91,83a 100,00a
F3 16.67 62,50 75,00a 87,50a
F4 12,50 45,83 66,67a 87,50a
F5 37,50 58,33 83,33a 95,83a
F6 16,67 50,00 70,83a 75,00a
F7 12,50 33,33 66,67a 75,00a
F8 8,33 37,50 62,50a 79,16a
F9 25,00 41,66 62,50a 83,33a
F10 4,17 37,50 79,10a 87,50a
F11 20,83 58,33 62,50a 79,83a
F12 16,67 50,00 50,00a 75,00a
F13 4,17 37,50 50,00a 95,83a
F14 8,33 37,50 66,67a 91,66a
F15 12,50 45,83 66,67a 75,00a
F16 4,17 33,33 58,33a 87,50a
F17 8,33 37,50 62,50a 87,50a
F18 4,17 25,00 41,67a 58,33a
F19 12,50 54,16 79,10a 87,50a
F20 4,17 12,50 33,33a 62,50a
F21 0,00 12,50 12,50a 45,83a
F22 8,33 33,33 62,30a 75,00a
F23 4,17 33,33 37,50a 70,83a
F24 4,17 45,83 66,67a 87,50a
F25 4,17 16,67 26,17a 33,33a
F26 4,17 16,67 50,00a 70,83a
F27 0,00 16,67 37,50a 66,67a
F28 4,17 33,33 58,33a 75,00a
F29 8,33 37,50 54,16a 62,50a
F30 12,50 29,17 45,83a 62,50a
F31 12,50 33,33 58,33a 66,67a
F32 12,50 37,50 37,50a 87,50a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan
pada taraf 5%
59 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Batta (2002) melaporkan bahwa berdasarkan beberapa penemuan, hampir keseluruhan
formulasi M. anisopliae yang dipasarkan adalah berbentuk Wetable Powder (WP).
Inyang et al. (2000) menyatakan bahwa bahan pembawa berupa minyak dapat mempercepat proses
masuknya konidia jamur ke jaringan inang. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan formulasi cair
dengan bahan tambahan minyak memiliki potensi yang besar untuk dikomersialkan. Jika dilihat dari
hasil penelitian ini, formulasi cair yang paling potensial digunakan adalah formulasi minyak jagung
dan minyak kelapa.
Populasi jamur M. anisopliae diakhir penelitian
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa populasi spora M. anisopliae di akhir penelitian
berbeda sangat nyata pada perlakuan F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros).
Populasi spora tertinggi (19,45 x 106
/ml) terdapat pada perlakuan F2 (30 g formulasi di tepung
jagung/ kg media O. rhinoceros) dan terendah (1,94 x 106
/ml) pada perlakuan F0 (kontrol). Hal ini
disebabkan tepung jagung dapat menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh M. anisopliae untuk
pembentukan konidia, sehingga mempercepat pembentukan koloni, seperti dinyatakan
Prayogo et al. (2005) bahwa media yang dipakai untuk menumbuhkan cendawan entomopatogen
sangat menentukan laju pembentukan koloni dan jumlah konidia selama pertumbuhan.
Populasi spora M. anisopliae pada perlakuan F22 (50 ml formulasi di minyak kelapa/ kg
media O. rhinoceros) dan F28 (100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media
O. rhinoceros) juga lebih tinggi dari pada beberapa formulasi padat seperti F1 (20 g formulasi di
tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) dan F7 (40 g formulasi di tepung beras/ kg media
O. rhinoceros). Hal ini karena minyak tersebut mampu melindungi cendawan dari pengaruh sinar
matahari yang akan merusak konidia. Hasil penelitian Prayogo (2009) diperoleh bahwa minyak
yang ditambahkan pada suspensi cendawan akan membentuk biofilm yang melapisi konidia
60 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
cendawan. Biofilm akan berfungsi melindungi konidia dari pengaruh negatif sinar matahari. Data
populasi jamur M. anisopliae pada akhir penelitian dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Gejala Visual pada Larva O. rhinoceros
Pada awal infeksi M. anisopliae pada larva O. rhinoceros (5-8 hari setelah aplikasi) terdapat
noda-noda hitam pada kutikula larva, hari kedua, tubuh larva mulai kaku, hari ketiga larva mati
yang disertai dengan mulai mengerasnya tubuh larva, hari keempat miselium M. anisopliae
berwarna putih mulai muncul dari pinggiran tubuh larva, hari kelima miselium M. anisopliae
berwarna putih mulai menyelimuti keseluruhan tubuh larva, hari keenam miselium mulai berubah
warna menjadi hijau kebiru-biruan dimulai dari tepi tubuh larva dan hari ketujuh seluruh miselium
sudah hijau kebiru-biruan.
Moslim et al. (2007) melaporkan bahwa larva yang terinfeksi M. anisopliae dicirikan ketika
ada perubahan warna menjadi kecoklatan atau hitam pada kutikula serangga. Infeksi selanjutnya
terjadi ketika serangga yang mati menjadi lebih keras dan akhirnya ditutupi oleh hifa dari jamur
yang kemudian berubah menjadi hijau sesuai dengan spora yang menjadi dewasa. Terjadinya
pengerasan pada tubuh larva O. rhinoceros disebabkan karena seluruh jaringan dan cairan tubuh
larva telah habis dimanfaatkan oleh jamur M . anisopliae.
61 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Tabel 4. Populasi Jamur M. anisopliae diakhir penelitian (x 106
/ ml)
Perlakuan Rataan
F0 (tanpa aplikasi M. anisopliae/kontrol) 1,94l
F1 (20 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 6,19i
F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 19,45a
F3 (40 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,05e
F4 (50 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 7,76e
F5 (20 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 11,75c
F6 (30 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 6,51g
F7 (40 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 6,43g
F8 (50 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 7,49e
F9 (20 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,64e
F10 (30 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,71e
F11 (40 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 6,62g
F12 (50 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 6,69g
F13 (20 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 12,87b
F14 (30 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 9,68d
F15 (40 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 6,63g
F16 (50 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 7,77e
F17 (25 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,06e
F18 (50 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 3,78k
F19 (75 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,43e
F20 (100 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 5,07j
F21 (25 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 3,58kl
F22 (50 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 7,35f
F23 (75 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 6,60g
F24 (100 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 8,28e
F25 (25 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 3,14kl
F26 (50 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 6,25h
F27 (75 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 5,88i
F28 (100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 7,15g
F29 (25 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 5,47i
F30 (50 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 5,56i
F31 (75 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 5,92i
F32 (100 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 8,49e
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan
pada taraf 5%
62 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
KESIMPULAN
- Waktu infeksi awal tercepat (6,4 hari setelah aplikasi) pada perlakuan 30 g formulasi di tepung
jagung/kg media O. rhinoceros sedangkan yang paling lama adalah pada perlakuan kontrol,
dimana tidak ada larva yang terinfeksi.
- Waktu kematian tercepat (1,83 hari setelah infeksi) pada perlakuan 20 g formulasi di tepung
beras/ kg media O. rhinoceros dan yang paling lama adalah pada perlakuan kontrol.
- Persentase mortalitas larva O. rhinoceros tertinggi (100%) pada perlakuan 30 g formulasi di
tepung jagung dan yang terendah (0%) adalah pada perlakuan kontrol.
- Populasi spora M. anisopliae tertinggi (19,5 x 106
/ml) terdapat pada perlakuan 30 g formulasi di
tepung jagung/kg media O. rhinoceros dan yang terendah (1,94 x 106
/ml) pada kontrol.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pimpinan dan Staf Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Unit Usaha Marihat, khususnya Kelompok Peneliti Proteksi Tanaman yang telah
memberikan tempat dan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. J., 2008. Pemanfaatan Cendawan Untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kesehatan
Ternak. J. Litbang Pertanian 27: 84-92.
Batta, Y. A. 2002. Production and Testing of Novel Formulation of The Entomopathogenic Fungus
Metarhizium anisopliae (Metschinkoff) Sorokin (Deutromycotina: Hyphomycetes). Crop
Protection 22 (2003): 415-422.
Heriyanto dan Suharno. 2008. Studi Patogenitas Metarhizium anisopliae (Meth.) Sor Hasil
Perbanyakan Medium Cair Alami Terhadap Larva Oryctes rhinoceros. J. Ilmu-ilmu
Pertanian 4 (1): 47-54.
63 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012
Herlinda, S., Hartono, dan C. Irsan. 2008. Efikasi Bioinsektisida Formulasi Cair Berbahan Aktif
Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. Dan Metarhixium Sp. Pada Wereng Punggung Putih
(Sogatella furcifera Horv.). Seminar Nasional dan Kongres PATPI, Palembang, 14-16 Otober
2008.
Inyang, E. N., H. A. McCaartney, B. Oyejola, L. Ibrahim, B. J. Pye, S.A. Archer dan T. M. Butt.
2000. Effect of Formulation, Application and Rain on the Persistance of the Entomogenous
Fungus Metarhizium anisopliae on Oilseed Rape. Mycol. Res. 104 (6): 653-661.
Klinik Sawit. 2012. Hama Kelapa Sawit.http://www.kliniksawit.com. Diunduh 10 September 2012.
Moslim, R., N. Kamaruddin, Ang, B. Na, S. R. A. Ali dan M. B. Wahid. 2007. Aplication of Powder
Formulation of M. anisolpliae to Control O. rhinoceros in Rotting Oil Palm Residues Under
Leguminous Cover Crop. J. Oil Palm Res. 19 (1): 319-331.
Prayogo, Y., W. Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium
anisopliae Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura Pada Kedelai. J. Litbang
Pertanian 24 (1):19-26.
Prayogo, Y. 2009. Penambahan Minyak Nabati untuk Meningkatkan Efikasi Cendawan
Entomopatogen Lecanicillium lecanii dalam Mengendalikan Telur Kepik Coklat (Riptortus
linearis) (Hemiptera: Alylididae) pada Kedelai. Suara Perlin. Tan. 1 (2): 28-40.
Richana N., A. Budianto, dan I. Mulyawati. 2010. Pembuatan Tepung Jagung Termodifikasi dan
Pemanfaatannya untuk Roti. Balai Besar Litbang Pasca Panen. Dalam Prosiding Pekan
Serealia Nasional, Makassar, 26-30 Maret 2010: 446-454.
Supriyanti, F. M. T. 2009. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Susanto. 2005. Pengurangan Populasi Larva Oryctes rhinoceros pada Sistem Lubang Tanam Besar.
J. Penelitian Kelapa Sawit 14 (1): 2-3.
Trizelia, M. Syahrawati, dan A. Mardiah. 2011. Patogenitas Beberapa Isolat Cendawan
Entomopatogen Metarhizium Spp. Terhadap Telur Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera:
Noctuidae). J. Entomol. Indon. 8 (1): 45-54.
Wahab, H. M. 2004. Pengantar Biokimia. Bayumedia, Malang.
Widiyanti, N. L. P. M., dan S. Muyadihardja. 2004. Uji Toksisitas Jamur Metarhizium anisopliae
terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Media Litbang Kesehatan 14 (3): 25-30.
Winarto, L. 2005. Pengendalian Hama Kumbang Kelapa Secara Terpadu.
http://www.agroindonesia.com. Diunduh 14 Maret 2012.

More Related Content

What's hot

pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabatipestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabatiEla Afellay
 
Aktivitas antioksidan antosianin_beras_k
Aktivitas antioksidan antosianin_beras_kAktivitas antioksidan antosianin_beras_k
Aktivitas antioksidan antosianin_beras_kHellna Tehubijuluw
 
Ppt usulan penelitian
Ppt  usulan penelitianPpt  usulan penelitian
Ppt usulan penelitianred070714
 
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang baranganxie_yeuw_jack
 
Makalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO
Makalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITROMakalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO
Makalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITROSMPN 4 Kerinci
 
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...Sultan Herlino
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeniOperator Warnet Vast Raha
 
Pembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cairPembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cairTidar University
 
Petunjuk aplikasi biop2000z + pestisida alami
Petunjuk aplikasi biop2000z + pestisida alamiPetunjuk aplikasi biop2000z + pestisida alami
Petunjuk aplikasi biop2000z + pestisida alamiMuhammad Saifuddin
 
8 yusmani-minyak nabati
8 yusmani-minyak nabati8 yusmani-minyak nabati
8 yusmani-minyak nabatixie_yeuw_jack
 
Penanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miringPenanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miringTidar University
 
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME RiaAnggun
 
6. daun beluntas(beres)
6. daun beluntas(beres)6. daun beluntas(beres)
6. daun beluntas(beres)dharma281276
 
Mikrobial pigmen
Mikrobial pigmenMikrobial pigmen
Mikrobial pigmenZharoh Elba
 

What's hot (20)

Bubur pestisida
Bubur pestisidaBubur pestisida
Bubur pestisida
 
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabatipestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
pestisida dan teknik aplikasi pest. hayati dan pest. nabati
 
Aktivitas antioksidan antosianin_beras_k
Aktivitas antioksidan antosianin_beras_kAktivitas antioksidan antosianin_beras_k
Aktivitas antioksidan antosianin_beras_k
 
Ppt usulan penelitian
Ppt  usulan penelitianPpt  usulan penelitian
Ppt usulan penelitian
 
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
 
Makalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO
Makalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITROMakalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO
Makalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO
 
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
Pemanfaatan rizobakteri sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap p...
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
 
Pembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cairPembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cair
 
Petunjuk aplikasi biop2000z + pestisida alami
Petunjuk aplikasi biop2000z + pestisida alamiPetunjuk aplikasi biop2000z + pestisida alami
Petunjuk aplikasi biop2000z + pestisida alami
 
8 yusmani-minyak nabati
8 yusmani-minyak nabati8 yusmani-minyak nabati
8 yusmani-minyak nabati
 
Penanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miringPenanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miring
 
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
ZAT PEWARNA HASIL MIKROORGANISME
 
6. daun beluntas(beres)
6. daun beluntas(beres)6. daun beluntas(beres)
6. daun beluntas(beres)
 
3 eli korlina jeruk
3 eli korlina jeruk3 eli korlina jeruk
3 eli korlina jeruk
 
Slide 2 kapita hortikultuta
Slide 2 kapita hortikultutaSlide 2 kapita hortikultuta
Slide 2 kapita hortikultuta
 
Mikrobial pigmen
Mikrobial pigmenMikrobial pigmen
Mikrobial pigmen
 
trichoderma loh.
trichoderma loh.trichoderma loh.
trichoderma loh.
 
Trichoderma
TrichodermaTrichoderma
Trichoderma
 
Jurnal echino
Jurnal echinoJurnal echino
Jurnal echino
 

Similar to 47] Efikasi formulasi Metarhizium anisopliae terhadap larva Oryctes rhinoceros

Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxkaekae27
 
INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN PO...
INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN PO...INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN PO...
INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN PO...Repository Ipb
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeniOperator Warnet Vast Raha
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeniOperator Warnet Vast Raha
 
Jurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawanJurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawanAbd Wahid
 
Jurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraJurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraSurya Agus
 
5 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 20115 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 2011xie_yeuw_jack
 
Pertumbuhan dan perkembangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada med...
Pertumbuhan dan perkembangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada med...Pertumbuhan dan perkembangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada med...
Pertumbuhan dan perkembangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada med...MarcelinoNovianto
 
5 bedjo-spodoptera litura
5 bedjo-spodoptera litura5 bedjo-spodoptera litura
5 bedjo-spodoptera lituraxie_yeuw_jack
 
8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabati8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabatixie_yeuw_jack
 
63357-649-236825-2-10-20220406.pdf
63357-649-236825-2-10-20220406.pdf63357-649-236825-2-10-20220406.pdf
63357-649-236825-2-10-20220406.pdfbaltazar42
 
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2wahyuddin S.T
 
9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpa9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpaxie_yeuw_jack
 
Integrated pesticide management in agriculture and implementation strategy
Integrated pesticide management in agriculture and implementation strategyIntegrated pesticide management in agriculture and implementation strategy
Integrated pesticide management in agriculture and implementation strategySri T
 
Teknik Budidaya Jamur Tiram
Teknik Budidaya Jamur TiramTeknik Budidaya Jamur Tiram
Teknik Budidaya Jamur TiramNur Haida
 
Laporan teknologi benih aspek hpt
Laporan teknologi benih aspek hptLaporan teknologi benih aspek hpt
Laporan teknologi benih aspek hptfahmiganteng
 
Laporan praktikum ilmu hama penyakit
Laporan praktikum ilmu hama penyakitLaporan praktikum ilmu hama penyakit
Laporan praktikum ilmu hama penyakitfahmiganteng
 
5 ely korlina-pengendalian hayatii
5 ely korlina-pengendalian hayatii5 ely korlina-pengendalian hayatii
5 ely korlina-pengendalian hayatiixie_yeuw_jack
 

Similar to 47] Efikasi formulasi Metarhizium anisopliae terhadap larva Oryctes rhinoceros (20)

Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptxPengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
Pengendalian Hama Penyakit Padi Secara Organik.pptx
 
INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN PO...
INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN PO...INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN PO...
INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus sp. MELALUI PSEUDOFERTILISASI MENGGUNAKAN PO...
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
 
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
25. kajian-penggunaan-cairan-biji-mahoni-sitti-nuraeni
 
Jurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawanJurnal penelitian yusnawan
Jurnal penelitian yusnawan
 
Jurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraJurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT Hemiptera
 
5 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 20115 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 2011
 
Pertumbuhan dan perkembangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada med...
Pertumbuhan dan perkembangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada med...Pertumbuhan dan perkembangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada med...
Pertumbuhan dan perkembangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada med...
 
5 bedjo-spodoptera litura
5 bedjo-spodoptera litura5 bedjo-spodoptera litura
5 bedjo-spodoptera litura
 
8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabati8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabati
 
63357-649-236825-2-10-20220406.pdf
63357-649-236825-2-10-20220406.pdf63357-649-236825-2-10-20220406.pdf
63357-649-236825-2-10-20220406.pdf
 
Gel jambu biji
Gel jambu bijiGel jambu biji
Gel jambu biji
 
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2Pemanfaatan kulit batang gemor 2
Pemanfaatan kulit batang gemor 2
 
9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpa9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpa
 
Integrated pesticide management in agriculture and implementation strategy
Integrated pesticide management in agriculture and implementation strategyIntegrated pesticide management in agriculture and implementation strategy
Integrated pesticide management in agriculture and implementation strategy
 
Teknik Budidaya Jamur Tiram
Teknik Budidaya Jamur TiramTeknik Budidaya Jamur Tiram
Teknik Budidaya Jamur Tiram
 
Laporan teknologi benih aspek hpt
Laporan teknologi benih aspek hptLaporan teknologi benih aspek hpt
Laporan teknologi benih aspek hpt
 
Laporan praktikum ilmu hama penyakit
Laporan praktikum ilmu hama penyakitLaporan praktikum ilmu hama penyakit
Laporan praktikum ilmu hama penyakit
 
Laporan pesti 4
Laporan pesti 4Laporan pesti 4
Laporan pesti 4
 
5 ely korlina-pengendalian hayatii
5 ely korlina-pengendalian hayatii5 ely korlina-pengendalian hayatii
5 ely korlina-pengendalian hayatii
 

More from Andrew Hidayat

Andrew hidayat prestasi membanggakan di bidang bedah syaraf
Andrew hidayat prestasi membanggakan di bidang bedah syarafAndrew hidayat prestasi membanggakan di bidang bedah syaraf
Andrew hidayat prestasi membanggakan di bidang bedah syarafAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat penyakit jantung & pembuluh darah
Andrew hidayat penyakit jantung & pembuluh darahAndrew hidayat penyakit jantung & pembuluh darah
Andrew hidayat penyakit jantung & pembuluh darahAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapan
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapanAndrew hidayat tetap sehat di usia mapan
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapanAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat bugar hingga senja menjelang
Andrew hidayat bugar hingga senja menjelangAndrew hidayat bugar hingga senja menjelang
Andrew hidayat bugar hingga senja menjelangAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat kesehatan perempuan di segala usia
Andrew hidayat kesehatan perempuan di segala usiaAndrew hidayat kesehatan perempuan di segala usia
Andrew hidayat kesehatan perempuan di segala usiaAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasienAndrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasienAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat imunisasi meningkatkan derajat kesehatan
Andrew hidayat imunisasi meningkatkan derajat kesehatanAndrew hidayat imunisasi meningkatkan derajat kesehatan
Andrew hidayat imunisasi meningkatkan derajat kesehatanAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat mencapai keserasian dalam penampilan
Andrew hidayat mencapai keserasian dalam penampilanAndrew hidayat mencapai keserasian dalam penampilan
Andrew hidayat mencapai keserasian dalam penampilanAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat tetap sehat di usia lanjut
Andrew hidayat tetap sehat di usia lanjutAndrew hidayat tetap sehat di usia lanjut
Andrew hidayat tetap sehat di usia lanjutAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat antisipasi pada gangguan tumbuh kembang anak
Andrew hidayat antisipasi pada gangguan tumbuh kembang anakAndrew hidayat antisipasi pada gangguan tumbuh kembang anak
Andrew hidayat antisipasi pada gangguan tumbuh kembang anakAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat bedah minimal invasif prosedur bersahabat pilihan pasien
Andrew hidayat bedah minimal invasif   prosedur bersahabat pilihan pasienAndrew hidayat bedah minimal invasif   prosedur bersahabat pilihan pasien
Andrew hidayat bedah minimal invasif prosedur bersahabat pilihan pasienAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat memahami fase kehidupan wanita
Andrew hidayat memahami fase kehidupan wanitaAndrew hidayat memahami fase kehidupan wanita
Andrew hidayat memahami fase kehidupan wanitaAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat cegah pjk dengan modifikasi gaya hidup
Andrew hidayat cegah pjk dengan modifikasi gaya hidupAndrew hidayat cegah pjk dengan modifikasi gaya hidup
Andrew hidayat cegah pjk dengan modifikasi gaya hidupAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat lebih sehat saat puasa
Andrew hidayat lebih sehat saat puasaAndrew hidayat lebih sehat saat puasa
Andrew hidayat lebih sehat saat puasaAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehat
Andrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehatAndrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehat
Andrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehatAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat batu empedu diagnosa cermat dengan penanganan yang cepat
Andrew hidayat batu empedu   diagnosa cermat dengan penanganan yang cepatAndrew hidayat batu empedu   diagnosa cermat dengan penanganan yang cepat
Andrew hidayat batu empedu diagnosa cermat dengan penanganan yang cepatAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat organ kesehatan wanita dan permasalahannya
Andrew hidayat organ kesehatan wanita dan permasalahannyaAndrew hidayat organ kesehatan wanita dan permasalahannya
Andrew hidayat organ kesehatan wanita dan permasalahannyaAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat penyakit ginjal kronik (pgk) masih bisa dicegah
Andrew hidayat penyakit ginjal kronik (pgk) masih bisa dicegahAndrew hidayat penyakit ginjal kronik (pgk) masih bisa dicegah
Andrew hidayat penyakit ginjal kronik (pgk) masih bisa dicegahAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat diabetes mellitus tetap bisa hidup dengan nyaman
Andrew hidayat diabetes mellitus tetap bisa hidup dengan nyamanAndrew hidayat diabetes mellitus tetap bisa hidup dengan nyaman
Andrew hidayat diabetes mellitus tetap bisa hidup dengan nyamanAndrew Hidayat
 
Andrew hidayat menjadi lansia sehat
Andrew hidayat menjadi lansia sehatAndrew hidayat menjadi lansia sehat
Andrew hidayat menjadi lansia sehatAndrew Hidayat
 

More from Andrew Hidayat (20)

Andrew hidayat prestasi membanggakan di bidang bedah syaraf
Andrew hidayat prestasi membanggakan di bidang bedah syarafAndrew hidayat prestasi membanggakan di bidang bedah syaraf
Andrew hidayat prestasi membanggakan di bidang bedah syaraf
 
Andrew hidayat penyakit jantung & pembuluh darah
Andrew hidayat penyakit jantung & pembuluh darahAndrew hidayat penyakit jantung & pembuluh darah
Andrew hidayat penyakit jantung & pembuluh darah
 
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapan
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapanAndrew hidayat tetap sehat di usia mapan
Andrew hidayat tetap sehat di usia mapan
 
Andrew hidayat bugar hingga senja menjelang
Andrew hidayat bugar hingga senja menjelangAndrew hidayat bugar hingga senja menjelang
Andrew hidayat bugar hingga senja menjelang
 
Andrew hidayat kesehatan perempuan di segala usia
Andrew hidayat kesehatan perempuan di segala usiaAndrew hidayat kesehatan perempuan di segala usia
Andrew hidayat kesehatan perempuan di segala usia
 
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasienAndrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
 
Andrew hidayat imunisasi meningkatkan derajat kesehatan
Andrew hidayat imunisasi meningkatkan derajat kesehatanAndrew hidayat imunisasi meningkatkan derajat kesehatan
Andrew hidayat imunisasi meningkatkan derajat kesehatan
 
Andrew hidayat mencapai keserasian dalam penampilan
Andrew hidayat mencapai keserasian dalam penampilanAndrew hidayat mencapai keserasian dalam penampilan
Andrew hidayat mencapai keserasian dalam penampilan
 
Andrew hidayat tetap sehat di usia lanjut
Andrew hidayat tetap sehat di usia lanjutAndrew hidayat tetap sehat di usia lanjut
Andrew hidayat tetap sehat di usia lanjut
 
Andrew hidayat antisipasi pada gangguan tumbuh kembang anak
Andrew hidayat antisipasi pada gangguan tumbuh kembang anakAndrew hidayat antisipasi pada gangguan tumbuh kembang anak
Andrew hidayat antisipasi pada gangguan tumbuh kembang anak
 
Andrew hidayat bedah minimal invasif prosedur bersahabat pilihan pasien
Andrew hidayat bedah minimal invasif   prosedur bersahabat pilihan pasienAndrew hidayat bedah minimal invasif   prosedur bersahabat pilihan pasien
Andrew hidayat bedah minimal invasif prosedur bersahabat pilihan pasien
 
Andrew hidayat memahami fase kehidupan wanita
Andrew hidayat memahami fase kehidupan wanitaAndrew hidayat memahami fase kehidupan wanita
Andrew hidayat memahami fase kehidupan wanita
 
Andrew hidayat cegah pjk dengan modifikasi gaya hidup
Andrew hidayat cegah pjk dengan modifikasi gaya hidupAndrew hidayat cegah pjk dengan modifikasi gaya hidup
Andrew hidayat cegah pjk dengan modifikasi gaya hidup
 
Andrew hidayat lebih sehat saat puasa
Andrew hidayat lebih sehat saat puasaAndrew hidayat lebih sehat saat puasa
Andrew hidayat lebih sehat saat puasa
 
Andrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehat
Andrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehatAndrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehat
Andrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehat
 
Andrew hidayat batu empedu diagnosa cermat dengan penanganan yang cepat
Andrew hidayat batu empedu   diagnosa cermat dengan penanganan yang cepatAndrew hidayat batu empedu   diagnosa cermat dengan penanganan yang cepat
Andrew hidayat batu empedu diagnosa cermat dengan penanganan yang cepat
 
Andrew hidayat organ kesehatan wanita dan permasalahannya
Andrew hidayat organ kesehatan wanita dan permasalahannyaAndrew hidayat organ kesehatan wanita dan permasalahannya
Andrew hidayat organ kesehatan wanita dan permasalahannya
 
Andrew hidayat penyakit ginjal kronik (pgk) masih bisa dicegah
Andrew hidayat penyakit ginjal kronik (pgk) masih bisa dicegahAndrew hidayat penyakit ginjal kronik (pgk) masih bisa dicegah
Andrew hidayat penyakit ginjal kronik (pgk) masih bisa dicegah
 
Andrew hidayat diabetes mellitus tetap bisa hidup dengan nyaman
Andrew hidayat diabetes mellitus tetap bisa hidup dengan nyamanAndrew hidayat diabetes mellitus tetap bisa hidup dengan nyaman
Andrew hidayat diabetes mellitus tetap bisa hidup dengan nyaman
 
Andrew hidayat menjadi lansia sehat
Andrew hidayat menjadi lansia sehatAndrew hidayat menjadi lansia sehat
Andrew hidayat menjadi lansia sehat
 

Recently uploaded

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptMuhammadNorman9
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxAmandaJesica
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAnthonyThony5
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfNetraHartana
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1RomaDoni5
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxMembangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxBudyHermawan3
 

Recently uploaded (9)

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxMembangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
 

47] Efikasi formulasi Metarhizium anisopliae terhadap larva Oryctes rhinoceros

  • 1. 47 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 EFIKASI BEBERAPA FORMULASI METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP LARVA ORYCTES RHINOCEROS L. (COLEOPTERA: SCARABAEIDAE) DI INSEKTARIUM Erwin Murdani Manurung1* , Maryani Cyccu Tobing2 , Lahmuddin Lubis2 dan Hari Priwiratama3 1 Alumnus Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan 20155 2 Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan 20155 3) Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat * Corresponding author : E-mail: erwin.manurung@ymail.com ABSTRACT Efficacy some formulations of metarhizium anisopliae for larvae Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) in insectarium. One of insect pest controls which has more developed is used entomopathogenic fungi Metarhizium anisopliae. It is important to do research to increase quality of M. anisopliae product. This research was intends to study the right formulation of M. anisopliae to control larvae of Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). This research used completely randomized design with 33 treatments and three replications, which are: control; 20, 30, 40 and 50 g formulation in corn powder/ kg media of O. rhinoceros; 20, 30, 40 and 50 g formulation in rice powder/ kg media of O. rhinoceros; 20, 30, 40 and 50 g formulation in cut up of corn/ kg media of O. rhinoceros; 20, 30, 40 and 50 g formulation in soil/ kg media of O. rhinoceros; 25, 50, 75 and 100 ml formulation in corn oil/ kg media of O. rhinoceros; 25, 50, 75 and 100 ml formulation in coconut oil/ kg media of O. rhinoceros; 25, 50, 75 and 100 ml formulation in sun flower oil/ kg media of O. rhinoceros; 25, 50, 75 and 100 ml formulation in aquadest/ kg media of O. rhinoceros. The results showed that significant difference just on treatment with control, whereas each of treatment non significant. Highest mortality (100%) in 30 g formulation in corn powder/ kg media of O. rhinoceros and the lowest (0%) in control. Fastest infection (6,4 days after application) on 30 g formulation in corn powder/ kg media of O. rhinoceros and sowlest on control. Fastest mortality (1,83 days after infection) on 20 g formulation in rice powder/ kg media of O. rhinoceros and slowlest on control. Highest population of M. anisopliae spores (19,5 x 106 / ml) on 30 g formulation in corn powder/ kg media O. rhinoceros and lowest (1, 94 x 106 / ml) on control. Keywords : formulation, Metarhizium anisopliae, Oryctes rhinoceros.
  • 2. 48 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 ABSTRAK Efikasi beberapa formulasi metarhizium anisopliae terhadap larva Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) di insektarium. Salah satu pengendalian serangga yang banyak dikembangkan saat ini adalah pengendalian hayati dengan menggunakan jamur entomopatogenik M. anisopliae. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki kualitas produk M. anisopliae. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi M. anisopliae yang tepat dalam pengendalian larva O. rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 33 perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali, yaitu kontrol; 20, 30, 40 dan 50 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros; 20, 30, 40 dan 50 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros; 20, 30, 40 dan 50 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros; 20, 30, 40 dan 50 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros; 25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros; 25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros; 25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros; 25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata hanya terdapat antara perlakuan dengan kontrol, sedangkan antara setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Mortalitas tertinggi (100%) terdapat pada perlakuan 30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros dan yang terendah (0%) pada perlakuan kontrol. Waktu infeksi awal tercepat (6,4 hari setelah aplikasi) terdapat pada perlakuan 30 g formulasi di tepung jagung/ kg madia O. rhinoceros dan paling lama pada kontrol. Waktu kematian tercepat (1,83 hari setelah infeksi) terdapat pada perlakuan 20 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros dan paling lama pada kontrol. Populasi spora M. anisopliae di akhir penelitian tertinggi (19,5 x 106 / ml) terdapat pada 30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros dan terendah (1,94 x 106 /ml) pada kontrol. Kata kunci: formulasi, Metarhizium anisopliae, Oryctes rhinoceros. PENDAHULUAN Salah satu kendala dalam budidaya tanaman kelapa sawit adalah serangan hama yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga berdampak pada penurunan tingkat produksi kelapa sawit. Hama dapat menyerang kelapa sawit sejak tahap pra-pembibitan hingga tahap menghasilkan (Klinik Sawit, 2012). Kumbang tanduk Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan hama utama yang menyerang tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya di areal peremajaan kelapa sawit. Serangga ini menggerek pucuk kelapa sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh sehingga mematikan tanaman (Susanto, 2005). Pada areal peremajaan kelapa
  • 3. 49 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 sawit, serangan kumbang tanduk dapat mengakibatkan tertundanya masa produksi kelapa sawit sampai satu tahun dan tanaman yang mati dapat mencapai 25% (Winarto, 2005). Pengurangan penggunaan pestisida di areal pertanian menuntut tersedianya cara pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan, diantaranya dengan memanfaatkan musuh alami, seperti cendawan entomopatogen, serangga predator, dan parasitoid (Trizelia et al., 2011). Salah satu pengendalian yang dikembangkan saat ini adalah pengendalian hayati dengan menggunakan jamur entomopatogenik M. anisopliae. M. anisopliae memiliki aktifitas larvisidal karena menghasilkan cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dan desmethyldestruxin B. Destruxin telah dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek destruxin berpengaruh pada organella sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan membran nukleus), menyebabkan paralisa sel dan kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malphigi, hemocyt dan jaringan otot (Widiyanti dan Muyadihardja, 2004). Dewasa ini telah terjadi peningkatan preferensi penggunaan agen hayati dalam pengelolaan hama tanaman. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya produk pestisida mikroba yang ada di pasaran. Namun, ditengah banyaknya produk serupa di pasaran, sangat penting untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas formulasi yang saat ini digunakan. Oleh karena itu, penelitian untuk membandingkan dan memperbaiki formulasi yang digunakan perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas produk M. anisopliae. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei-Juli 2012 di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat, Pematang Siantar (± 369 m di atas permukaan laut). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 33 perlakuan masing-masing dengan tiga ulangan, yaitu F0 (tanpa aplikasi M. anisopliae/kontrol); F1, F2, F3, F4 (20, 30, 40 dan
  • 4. 50 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 50 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros); F5, F6, F7, F8 (20, 30, 40 dan 50 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros); F9, F10, F11, F12 (20, 30, 40 dan 50 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros); F13, F14, F15, F16 (20, 30, 40 dan 50 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros); F17, F18, F19, F20 (25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros); F21, F22, F23, F24 (25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros); F25, F26, F27, F28 (25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros); F29, F30, F31, F32 (25, 50, 75 dan 100 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros). Penyediaan larva O. rhinoceros Larva yang diuji adalah larva instar terakhir sebanyak 792 ekor. Larva O. rhinoceros yang diperoleh dari lapangan disortasi agar ukuran tubuhnya sama. Eksplorasi dan isolasi M. anisopliae Larva O. rhinoceros terinfeksi M. anisopliae yang telah disiapkan dipotong pada bagian kepala sampai tungkai depan, daging larva diambil dengan jarum ent, dicelupkan ke dalam alkohol 70% selama 30 detik lalu dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali, kemudian diletakkan pada kerta tisu steril hingga kering. Setelah mengering, daging larva diinokulasi ke media PDA dan diinkubasi selama 2-5 hari. Pemurnian isolat M. anisopliae Miselium M. anisopliae yang telah tumbuh dari hasil isolasi diambil dengan menggunakan jarum ent dan dipindahkan pada media PDA baru dan diinkubasi selama 5-10 hari hingga diperoleh biakan murni M. anisopliae.
  • 5. 51 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Perbanyakan spora M. anisopliae Media yang digunakan pada perbanyakan spora yaitu jagung cacah. Media dimasukkan ke dalam kantung plastik tahan panas dan disterilisasi pada suhu 1210 C (1 atm) selama 1 jam. Setelah dingin, 25 ml suspensi spora dimasukkan ke dalam media dan diinkubasikan hingga seluruh media terkoloni oleh jamur dan sporulasi terjadi. Pembuatan formulasi M. anisopliae a. Formulasi padat Formulasi padat dibuat dengan mencampurkan spora hasil perbanyakan dengan bahan tambahan (tepung jagung, tepung beras, jagung cacah dan tanah). Perbandingan biakan yang telah bersporulasi pada media perbanyakan dan bahan tambahan yaitu 1:3. b. Formulasi cair Sebanyak 100 ml bahan tambahan (minyak jagung, minyak kelapa, minyak bunga matahari dan aquades) yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam biakan pada media perbanyakan spora yang telah bersporulasi. Kemudian dilakukan penyaringan dengan saringan 800 mesh untuk memisahkan spora dengan bahan lainnya. Kerapatan spora kemudian dihitung dengan hemositometer. Pengenceran bertingkat dilakukan untuk mendapatkan kerapatan spora sekitar 108 spora/ml. Penyediaan media hidup larva O. rhinoceros Media hidup larva O. rhinoceros berupa serasah kelapa sawit disterilisasi pada suhu 1210 C selama 1 jam untuk memastikan tidak ada M. anisopliae atau jamur antagonis lain yang hidup pada media pengujian.
  • 6. 52 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Aplikasi formulasi M. anisopliae Media hidup larva O. rhinoceros yang telah disterilisasi dicampurkan dengan formulasi uji sesuai konsentrasi pada masing-masing perlakuan. Kemudian dimasukkan larva O. rhinoceros sebanyak 8 ekor/ perlakuan.
  • 7. 53 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu infeksi awal Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata hanya terdapat antara semua perlakuan dengan kontrol, sementara antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 1). Hal ini disebabkan isolat awal jamur M. anisopliae yang digunakan sama, sehingga hanya terdapat perbedaan kecil dalam proses infeksi jamur tersebut. Sebelum diaplikasikan, formulasi hanya diinkubasikan selama 3 hari, sehingga nutrisi dari bahan tambahan formulasi belum dimanfaatkan secara maksimal oleh jamur M. anisoplae. Heriyanto dan Suharno (2008) menyatakan bahwa sporulasi M. anisopliae dipengaruhi kandungan nutrisi dari media tumbuh yang digunakan. Waktu infeksi awal tercepat (6,4 hari setelah aplikasi) terdapat pada perlakuan F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) dan terendah pada F0 (kontrol). Pada waktu semua perlakuan telah menyebabkan kematian larva 100% (16 hari setelah aplikasi) belum ada larva pada kontrol yang terinfeksi oleh jamur M. anisopliae. Hal ini karena tepung jagung mengandung protein yang tinggi. Hasil penelitian Richana et al., (2010) diperoleh komposisi kimia tepung jagung adalah 11,57% air, 0,41% abu, 1,42% lemak, 5,07% protein, 73,38% pati dan 0,37% gula reduksi. Kandungan protein yang tinggi ini sangat dibutuhkan oleh jamur entomopatogen dalam perkembangannya. Wikardi (2000 dalam Ahmad, 2008) melaporkan bahwa konidia M. anisopliae akan berkecambah pada kutikula inang ketika menginfeksi serangga, terjadi penetrasi dengan menggunakan enzim peptidase dan kitinase, lalu dengan bantuan tekanan mekanis enzim tersebut menghancurkan kutikula dengan cara lisis.
  • 8. 54 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Tabel 1. Waktu terjadinya infeksi awal (Hari Setelah Aplikasi) Perlakuan Waktu infeksi awal (HSA) F0 (tanpa aplikasi M. anisopliae/Kontrol) 0,00b F1 (20 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,08a F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 6,42a F3 (40 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 6,63a F4 (50 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 7,08a F5 (20 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 6,46a F6 (30 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 7,04a F7 (40 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 6,88a F8 (50 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 7,21a F9 (20 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 6,96a F10 (30 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,08a F11 (40 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,08a F12 (50 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,58a F13 (20 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 7,13a F14 (30 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 6,92a F15 (40 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 7,46a F16 (50 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 7,17a F17 (25 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 7,13a F18 (50 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,17a F19 (75 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 6,75a F20 (100 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,00a F21 (25 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 9,54a F22 (50 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 7,58a F23 (75 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 7,79a F24 (100 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 7,04a F25 (25 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 9,08a F26 (50 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 7,67a F27 (75 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 8,00a F28 (100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 7,54a F29 (25 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 7,79a F30 (50 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 8,00a F31 (75 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 7,75a F32 (100 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 7,38a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5%
  • 9. 55 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Wahab (2004) menyatakan bahwa enzim ialah protein yang berfungsi sebagai biokatalisis pada reaksi-reaksi metabolism. Supriyanti (2009) juga menyatakan bahwa proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisis. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan tercukupinya kebutuhan M. anisopliae akan protein dari tepung jagung, menyebabkan proses sintesis enzim yang dibutuhkan oleh M. anisopliae berjalan dengan baik, sehingga kinerja enzim dalam penetrasi kutikula larva juga baik dan pada akhirnya waktu terjadinya infeksi awal lebih cepat. Waktu kematian Larva O. rhinoceros L. Hasil analisa statistika menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata hanya terdapat antara perlakuan dengan kontrol, sedangkan antar perlakuan tidak ditemukan perbedaan yang nyata (Tabel 2). Hal ini disebabkan oleh ketahanan larva O. rhinoceros terhadap M. anisopliae yang tidak sama. Meskipun virulensi M. anisopliae meningkat namun ketahanan larva O. rhinoceros juga meningkat, maka tidak akan diperoleh perbedaan waktu kematian yang besar. Waktu kematian larva O. rhinoceros setelah terjadinya infeksi oleh jamur M. anisopliae disajikan dalam Tabel 2. Waktu kematian tercepat (1,83 hari setelah infeksi awal) terdapat pada perlakuan F5 (20 g formulasi di tepung beras/kg media O. rhinoceros) dan yang paling lambat (2,08 hari setelah infeksi awal) adalah F6 (30 g formulasi di tepung jagung/kg media O. rhinoceros), F15 (40 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros), F29 (25 ml formulasi di akuades/ kg media O. rhinoceros) dan F31 (75 ml formulasi di akuades/ kg media O. rhinoceros). Selain mengandung protein, tepung beras juga mengandung karbohidrat yang tinggi. Karbohidrat sangat dibutuhkan oleh jamur M. anisopliae untuk pertumbuhan dan pembentukan spora.
  • 10. 56 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Tabel 2. Waktu Kematian Larva O. rhinoceros (Hari Setelah Infeksi) Perlakuan Waktu kematian (HSI) F0 (tanpa aplikasi M. anisopliae/Kontrol) 0,00b F1 (20 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F3 (40 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F4 (50 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F5 (20 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 1,83a F6 (30 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 2,08a F7 (40 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F8 (50 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F9 (20 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F10 (30 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 1,96a F11 (40 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 1,96a F12 (50 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 2,04a F13 (20 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F14 (30 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F15 (40 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 2,08a F16 (50 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F17 (25 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F18 (50 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,08a F19 (75 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F20 (100 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F21 (25 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F22 (50 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 2,04a F23 (75 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 2,04a F24 (100 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 1,92a F25 (25 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F26 (50 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F27 (75 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F28 (100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F29 (25 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 2,08a F30 (50 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 2,00a F31 (75 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 2,08a F32 (100 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 1,88a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5%
  • 11. 57 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Sesuai dengan laporan Herlinda et al. (2008) bahwa protein dan karbohidrat sangat dibutuhkan jamur untuk pertumbuhan vegetatif dan pembentukan spora. Spora yang terbentuk berkecambah lebih cepat dan memiliki virulensi tinggi. Hal ini menyebabkan daya bunuh jamur semakin tinggi. Mortalitas larva O. rhinoceros Peningkatan dosis perlakuan pada beberapa formulasi tidak menunjukkan peningkatan mortalitas larva. Hal ini disebabkan umur larva yang tidak dapat dipastikan sama. Larva yang digunakan tidak berasal dari perbanyakan di laboratorium, melainkan hanya melalui pemilihan larva dengan ukuran tubuh yang hampir sama dari lapangan. Meskipun dosis perlakuan ditingkatkan namun ternyata umur larva pada perlakuan tersebut semakin tua, kepekaan larva terhadap jamur M. anisopliae juga semakin rendah. Hal ini menyebabkan mortalitas larva juga tidak meningkat. Prayogo et al.(2005) melaporkan bahwa keefektifan cendawan M. anisopliae, disamping dipengaruhi oleh media tumbuh, tingkat virulensi, dan frekuensi aplikasi, juga sangat ditentukan oleh instar serangga tersebut. Persentase mortalitas larva tertinggi (100%) terdapat pada perlakuan F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) dan terendah (0%) pada perlakuan F1 (kontrol). Hal ini karena tepung jagung mengandung protein yang lebih tinggi daripada formulasi lainnya. Tercukupinya kebutuhan M. anisopliae akan protein, maka keefektifannya juga semakin meningkat. Hasil penelitian Heriyanto dan Suharno (2008) diperoleh bahwa cendawan entomopatogen memerlukan media dengan kandungan gula dan protein yang tinggi. Data mortalitas larva O. rhinoceros dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut ini.
  • 12. 58 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Tabel 3. Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) Perlakuan Mortalitas Larva O. rhinoceros (%) 7 HSA 8 HSA 9 HSA 10 HSA F0 0,00 0,00 0,00b 0,00b F1 8,33 25,00 45,83a 70,83a F2 20,83 50,00 91,83a 100,00a F3 16.67 62,50 75,00a 87,50a F4 12,50 45,83 66,67a 87,50a F5 37,50 58,33 83,33a 95,83a F6 16,67 50,00 70,83a 75,00a F7 12,50 33,33 66,67a 75,00a F8 8,33 37,50 62,50a 79,16a F9 25,00 41,66 62,50a 83,33a F10 4,17 37,50 79,10a 87,50a F11 20,83 58,33 62,50a 79,83a F12 16,67 50,00 50,00a 75,00a F13 4,17 37,50 50,00a 95,83a F14 8,33 37,50 66,67a 91,66a F15 12,50 45,83 66,67a 75,00a F16 4,17 33,33 58,33a 87,50a F17 8,33 37,50 62,50a 87,50a F18 4,17 25,00 41,67a 58,33a F19 12,50 54,16 79,10a 87,50a F20 4,17 12,50 33,33a 62,50a F21 0,00 12,50 12,50a 45,83a F22 8,33 33,33 62,30a 75,00a F23 4,17 33,33 37,50a 70,83a F24 4,17 45,83 66,67a 87,50a F25 4,17 16,67 26,17a 33,33a F26 4,17 16,67 50,00a 70,83a F27 0,00 16,67 37,50a 66,67a F28 4,17 33,33 58,33a 75,00a F29 8,33 37,50 54,16a 62,50a F30 12,50 29,17 45,83a 62,50a F31 12,50 33,33 58,33a 66,67a F32 12,50 37,50 37,50a 87,50a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5%
  • 13. 59 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Batta (2002) melaporkan bahwa berdasarkan beberapa penemuan, hampir keseluruhan formulasi M. anisopliae yang dipasarkan adalah berbentuk Wetable Powder (WP). Inyang et al. (2000) menyatakan bahwa bahan pembawa berupa minyak dapat mempercepat proses masuknya konidia jamur ke jaringan inang. Hal ini menunjukkan bahwa pembuatan formulasi cair dengan bahan tambahan minyak memiliki potensi yang besar untuk dikomersialkan. Jika dilihat dari hasil penelitian ini, formulasi cair yang paling potensial digunakan adalah formulasi minyak jagung dan minyak kelapa. Populasi jamur M. anisopliae diakhir penelitian Hasil pengamatan menunjukkan bahwa populasi spora M. anisopliae di akhir penelitian berbeda sangat nyata pada perlakuan F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros). Populasi spora tertinggi (19,45 x 106 /ml) terdapat pada perlakuan F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) dan terendah (1,94 x 106 /ml) pada perlakuan F0 (kontrol). Hal ini disebabkan tepung jagung dapat menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh M. anisopliae untuk pembentukan konidia, sehingga mempercepat pembentukan koloni, seperti dinyatakan Prayogo et al. (2005) bahwa media yang dipakai untuk menumbuhkan cendawan entomopatogen sangat menentukan laju pembentukan koloni dan jumlah konidia selama pertumbuhan. Populasi spora M. anisopliae pada perlakuan F22 (50 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) dan F28 (100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) juga lebih tinggi dari pada beberapa formulasi padat seperti F1 (20 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) dan F7 (40 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros). Hal ini karena minyak tersebut mampu melindungi cendawan dari pengaruh sinar matahari yang akan merusak konidia. Hasil penelitian Prayogo (2009) diperoleh bahwa minyak yang ditambahkan pada suspensi cendawan akan membentuk biofilm yang melapisi konidia
  • 14. 60 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 cendawan. Biofilm akan berfungsi melindungi konidia dari pengaruh negatif sinar matahari. Data populasi jamur M. anisopliae pada akhir penelitian dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini. Gejala Visual pada Larva O. rhinoceros Pada awal infeksi M. anisopliae pada larva O. rhinoceros (5-8 hari setelah aplikasi) terdapat noda-noda hitam pada kutikula larva, hari kedua, tubuh larva mulai kaku, hari ketiga larva mati yang disertai dengan mulai mengerasnya tubuh larva, hari keempat miselium M. anisopliae berwarna putih mulai muncul dari pinggiran tubuh larva, hari kelima miselium M. anisopliae berwarna putih mulai menyelimuti keseluruhan tubuh larva, hari keenam miselium mulai berubah warna menjadi hijau kebiru-biruan dimulai dari tepi tubuh larva dan hari ketujuh seluruh miselium sudah hijau kebiru-biruan. Moslim et al. (2007) melaporkan bahwa larva yang terinfeksi M. anisopliae dicirikan ketika ada perubahan warna menjadi kecoklatan atau hitam pada kutikula serangga. Infeksi selanjutnya terjadi ketika serangga yang mati menjadi lebih keras dan akhirnya ditutupi oleh hifa dari jamur yang kemudian berubah menjadi hijau sesuai dengan spora yang menjadi dewasa. Terjadinya pengerasan pada tubuh larva O. rhinoceros disebabkan karena seluruh jaringan dan cairan tubuh larva telah habis dimanfaatkan oleh jamur M . anisopliae.
  • 15. 61 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Tabel 4. Populasi Jamur M. anisopliae diakhir penelitian (x 106 / ml) Perlakuan Rataan F0 (tanpa aplikasi M. anisopliae/kontrol) 1,94l F1 (20 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 6,19i F2 (30 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 19,45a F3 (40 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,05e F4 (50 g formulasi di tepung jagung/ kg media O. rhinoceros) 7,76e F5 (20 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 11,75c F6 (30 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 6,51g F7 (40 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 6,43g F8 (50 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros) 7,49e F9 (20 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,64e F10 (30 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 7,71e F11 (40 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 6,62g F12 (50 g formulasi di jagung cacah/ kg media O. rhinoceros) 6,69g F13 (20 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 12,87b F14 (30 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 9,68d F15 (40 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 6,63g F16 (50 g formulasi di tanah/ kg media O. rhinoceros) 7,77e F17 (25 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,06e F18 (50 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 3,78k F19 (75 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 8,43e F20 (100 ml formulasi di minyak jagung/ kg media O. rhinoceros) 5,07j F21 (25 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 3,58kl F22 (50 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 7,35f F23 (75 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 6,60g F24 (100 ml formulasi di minyak kelapa/ kg media O. rhinoceros) 8,28e F25 (25 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 3,14kl F26 (50 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 6,25h F27 (75 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 5,88i F28 (100 ml formulasi di minyak bunga matahari/ kg media O. rhinoceros) 7,15g F29 (25 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 5,47i F30 (50 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 5,56i F31 (75 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 5,92i F32 (100 ml formulasi di aquades/ kg media O. rhinoceros) 8,49e Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5%
  • 16. 62 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 KESIMPULAN - Waktu infeksi awal tercepat (6,4 hari setelah aplikasi) pada perlakuan 30 g formulasi di tepung jagung/kg media O. rhinoceros sedangkan yang paling lama adalah pada perlakuan kontrol, dimana tidak ada larva yang terinfeksi. - Waktu kematian tercepat (1,83 hari setelah infeksi) pada perlakuan 20 g formulasi di tepung beras/ kg media O. rhinoceros dan yang paling lama adalah pada perlakuan kontrol. - Persentase mortalitas larva O. rhinoceros tertinggi (100%) pada perlakuan 30 g formulasi di tepung jagung dan yang terendah (0%) adalah pada perlakuan kontrol. - Populasi spora M. anisopliae tertinggi (19,5 x 106 /ml) terdapat pada perlakuan 30 g formulasi di tepung jagung/kg media O. rhinoceros dan yang terendah (1,94 x 106 /ml) pada kontrol. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pimpinan dan Staf Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Unit Usaha Marihat, khususnya Kelompok Peneliti Proteksi Tanaman yang telah memberikan tempat dan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, R. J., 2008. Pemanfaatan Cendawan Untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kesehatan Ternak. J. Litbang Pertanian 27: 84-92. Batta, Y. A. 2002. Production and Testing of Novel Formulation of The Entomopathogenic Fungus Metarhizium anisopliae (Metschinkoff) Sorokin (Deutromycotina: Hyphomycetes). Crop Protection 22 (2003): 415-422. Heriyanto dan Suharno. 2008. Studi Patogenitas Metarhizium anisopliae (Meth.) Sor Hasil Perbanyakan Medium Cair Alami Terhadap Larva Oryctes rhinoceros. J. Ilmu-ilmu Pertanian 4 (1): 47-54.
  • 17. 63 Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012 Herlinda, S., Hartono, dan C. Irsan. 2008. Efikasi Bioinsektisida Formulasi Cair Berbahan Aktif Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. Dan Metarhixium Sp. Pada Wereng Punggung Putih (Sogatella furcifera Horv.). Seminar Nasional dan Kongres PATPI, Palembang, 14-16 Otober 2008. Inyang, E. N., H. A. McCaartney, B. Oyejola, L. Ibrahim, B. J. Pye, S.A. Archer dan T. M. Butt. 2000. Effect of Formulation, Application and Rain on the Persistance of the Entomogenous Fungus Metarhizium anisopliae on Oilseed Rape. Mycol. Res. 104 (6): 653-661. Klinik Sawit. 2012. Hama Kelapa Sawit.http://www.kliniksawit.com. Diunduh 10 September 2012. Moslim, R., N. Kamaruddin, Ang, B. Na, S. R. A. Ali dan M. B. Wahid. 2007. Aplication of Powder Formulation of M. anisolpliae to Control O. rhinoceros in Rotting Oil Palm Residues Under Leguminous Cover Crop. J. Oil Palm Res. 19 (1): 319-331. Prayogo, Y., W. Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura Pada Kedelai. J. Litbang Pertanian 24 (1):19-26. Prayogo, Y. 2009. Penambahan Minyak Nabati untuk Meningkatkan Efikasi Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii dalam Mengendalikan Telur Kepik Coklat (Riptortus linearis) (Hemiptera: Alylididae) pada Kedelai. Suara Perlin. Tan. 1 (2): 28-40. Richana N., A. Budianto, dan I. Mulyawati. 2010. Pembuatan Tepung Jagung Termodifikasi dan Pemanfaatannya untuk Roti. Balai Besar Litbang Pasca Panen. Dalam Prosiding Pekan Serealia Nasional, Makassar, 26-30 Maret 2010: 446-454. Supriyanti, F. M. T. 2009. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Susanto. 2005. Pengurangan Populasi Larva Oryctes rhinoceros pada Sistem Lubang Tanam Besar. J. Penelitian Kelapa Sawit 14 (1): 2-3. Trizelia, M. Syahrawati, dan A. Mardiah. 2011. Patogenitas Beberapa Isolat Cendawan Entomopatogen Metarhizium Spp. Terhadap Telur Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae). J. Entomol. Indon. 8 (1): 45-54. Wahab, H. M. 2004. Pengantar Biokimia. Bayumedia, Malang. Widiyanti, N. L. P. M., dan S. Muyadihardja. 2004. Uji Toksisitas Jamur Metarhizium anisopliae terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Media Litbang Kesehatan 14 (3): 25-30. Winarto, L. 2005. Pengendalian Hama Kumbang Kelapa Secara Terpadu. http://www.agroindonesia.com. Diunduh 14 Maret 2012.