SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV.
ATLANTIK DAN GRANOLA UNTUKMENDAPATKAN CALON KULTIVAR
KENTANG UNGGUL
Awang Maharijayal , Muhammad Mahmud2, Agus Purwitol
StalPengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
2Peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
ABSTRACT
Development of potato in Indonesia facing many problems, such as supply sufficient ofhigh quality seed,
climatic condition, pests, and diseases. Several bacterial pathogens can cause diseases of potato. Ralstonia
solanacearum and Erwinia carotovora pv. carotovora are two of the world's most important diseases of
potato, especially in the tropics. One of the ways to solve the problems is breeding new potato cultivars
having superior traits such as high yield, low water content, good tuber shape, tolerance to bacterial
disesases. Theoritically, these traits are found in potato cv. Atlantic and cv. Granola, the most adopted
cultivars in Indonesia. Both cv. Atlantic and cv. Granola are tetraploid (2n=4X=48). Due to large
variations for a lot of characteristics of crosses between the tetraploid parentals, in vitro selection
, techniques are performed to speed up the selection process. The experiments were aimed to obtain
~ putative potato cultivars from crossing between cv. Atlantic (2n=4x=48) and cv. Granola (2n=4X=48).
The conventional crossing technique was performed to generate botanical seeds (berries) from those
cultivars. After that, in vitro selection technique was performed. Firstly, 24 clones from a single seed
clonal progeny including cv. Atlantic and cv. Granola were evaluated for their vigors, then 12 selected
clones from the vigor test were evaluated for their in vitro tuber production and tolerances to two bacterial
diseases, namely bacterial wilt caused by Ralstonia solanacearum and soft rot caused by Erwinia
carotovora pv. carotovora. All of the experiments were arranged in a Completely Randomized Design
with a single factor. Results ofthe experiments showed that there are high diversities ofphenotypes ofthe
progenies. Some of the progenies showed better vigor, microtuber initiation, production of micro tuber,
and resistant to both R solanacearum and E. carotovora pv. carotovora than cv. Atlantic and cv. Granola.
The lack of significant correlation between resistant to bacterial diseases and agronomic traits in the
experiments suggested that it is possible to select clones which good resistances to the bacterial diseases,
high yields, and superior tuber characteristics.
Keywords : In vitro selection, potato, vigor, microtuber, R. solancearum, E. carotovora pv.
carotovora
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kendala utama dalam pengembangan kentang di Indonesia diantaranya penyediaan bibit
bennutu dalam jumlah yang cukup dan tepat kultivar, iklim yang kurang mendukung, serta
gangguan hama dan penyakit. Secara umum sifat dari kultivar yang diharapkan menjadi kultivar
unggul Indonesia yang multiguna diantaranya adalah memiliki umur panen yang pendek, berdaya
hasil tinggi, kandungan bahan kering tinggi, bentuk umbi yang baik, serta tahan terhadap
penyakit utama kentang (Wattimena, 2000). Penyakit yang berbahaya dan dapat menimbulkan
kerugian cukup besar pada tanaman kentang adalah penyakit busuk lunak (soft rot) dan kaki
hitam (black leg) yang disebabkan oleh Erwinia carotovora pv. carotovora, serta layu bakteri
(bacterial wilt) yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum. Untuk mengatasi
pennasalahan tersebut, usaha perakitan kultivar perlu dilakukan dengan tetua yang memiliki
sifat-sifat tersebut.
Kultivar kentang yang dikenal memiliki tingkat produksi yang baik adalah Atlantik.
Kultivar Atlantik memiliki kualitas umbi yang baik serta kandungan bahan kering yang tinggi.
Namun kultivar Atlantik memiliki kelemahan, yaitu rentan terhadap virus PVY, penyakit hawar
daun dan penyakit layu bakteri, serta umur panen yang dalam. Sumber sifat ketahanan dapat
diperoleh dari beberapa species liar dan kerabat dekat. Namun introgresi gen ketahanan
menggunakan kultivar liar sulit dilakukan dengan metode persilangan konvensional karena
adanya ketidakserasian seksual (sexual incompatibility), khususnya perbedaan tingkat ploidi atau
perbedaan endosperm balance number (French et al., 1998). Oleh sebab itu, pada
perkembangannya, perakitan kultivar baru kentang yang tahan penyakit dilakukan melalui
hibridisasi somatik, fusi protoplas (Fock et al., 2000; 2001) atau pemanfaatan teknik-teknik
rekayasa genetika. Namun teknik persilangan konvensional lebih diterima oleh sebagian
masyarakat dan pemerintah terutama untuk pelepasan varietas.
Agar dapat dilakukan persilangan konvensial, sumber sifat ketahanan diharapkan dapat
diperoleh dari kultivar kentang tetraploid. Kultivar Granola (2n=4x=48) dikenal memiliki sifat
268 Makalah Oral
agak tahan hawar daun dan penyakit layu bakteri. Selain itu kultivar Granola memiliki
keunggulan lain sepertiumur panen pende14 hasil tinggi, bentuk umbi yang baik dan tahan
penyakit virus PYX dan PVY. Persilangan antara kultivar Atlantik dan Granola berpotensi untuk
dikembangkan dalam program pemuliaan. Secara teoritis persilangan antara tetraploid akan
menghasilkan keragaman genetik yang tinggi untuk banyak karakter (Uijtewall, Huigen dan
Hermsen, 1987) sehingga diperlukan populasi yang lebih besar jika dibandingkan persilangan
diploid. Sebagai akibatnya kegiatan seleksi awal (screening) penting untuk dilakukan.
P~manfaatan karakter-karakter seleksi pada kultur in vitro memiliki peluanguntuk
mempercepat kegiatan seleksi dan mengurangi kebutuhan tenaga dan dana. Pengujian dan seleksi
in vitro memiliki kelebihan yaitu waktu relatif lebih singkat, biaya relatif lebih murah, tidak
memerlukan laban yang luas, tidak menimbulkan maSalah pada lingkungan dan dapat dilakukan
pada klon yang banyak dalam waktu yang singkat. Beberapa pengujian di lapang dan in vitro
memiliki korelasi yang nyata. Pengujian yang telah dilakukan diantaranya pada ketahanan
terhadap penyakit (Samanhudi, 2001) dan pengumbian (Gopal dan Minocha, 1998). Dengan
demikian kombinasi dari persilangan konvensional dan seleksi in vitro diharapkan mampu
menjadi altematiftahapan awal yang baik dalam usaha mendapatkan kultivar unggul kentang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui vigor klon-klon kentang hasil persilangan cv.
Atlantik dan cv. Granola secara in vitro, mengetahui umur pengumbian dan produksi umbi mikro
klon-klon kentang hasil persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola secara in vitro, mengetahui
tingkat ketahanan klon-klon kentang hasil persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola terhadap
busuk lunak (E. carotovora) dan layu bakteri (R. solanacearum) secara in vitro, dan mendapatkan
calon klon-klon kentang unggul hasil seleksi in vitro untuk pengujian di lapangan.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian· ,dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan
dari bulan Mei 2006 sampai dengan bulan Maret 2007.
Alat dan Bahan
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berupa klon-klon hasil persilangan
konvensional kultivar Atlantik dan Granola (cv. Atlantik X cv. Granola), kentang kultivar BF15
sebagai kontrol peka penyakit, dan S. stenotomum sebagai kontrol tahan. Bahan lain yang
digunakan media kultur jaringan Murashige and Skoog (MS), air kelapa, kalsium pentatonat,
cycoel, BAP, media bakteri (SPA), serta inokulum E. carotovora dan R. solanacearum. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow cabinet, otoklaf, oven, shaker,
neraca analitik, botol kultur dan alat-alat diseksi di laboratorium kultur jaringan.
Metode Penelitian
Percobaan 1. Uji In Vitro Vigor Tanaman
Pengujian dilakukan dengan menanam klon kentang hasil silangan dalam medium
Murashige dan Skoog (MS) tanpa ZPT + 5 mgll kalsium pentatonat. Eksplan yang dipakai adalah
tunas samping. Rancangan lingkungan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1
faktor yaitu klon sebanyak 26 yang diulang sebanyak 20 kali sebingga terdapat 520 boto!. Satu
satuan percobaan terdiri dari satu botol yang berisi dua eksplan. Vigor tanaman diamati dari
beberapa peubah vegetatif, yaitu tinggi tanaman, jumlah'daun, dan akar. Pengamatan dilakukan
sampai minggu ke-5.
Percobaan 2. Uji In Vitro Produksi Umbi
Klon-klon yang digunakan pada percobaan ini merupakan klon-klon yang memiliki vigor
yang baik sesuai hasil percobaan 1. Setelah kultur kentang berumur 8 minggu, medium
pengumbian cair ditambahkan ke dalam medium kultur. Media cair yang digunakan adalah MS +
10 mgIL alar + 150 mlIL air kelapa + 5 mgll BAP + 90 gil sukrosa. Kultur diinkubasi pada ruang
gelap (tanpa penyinaran) pada suhu 19-21°C. Rancangan lingkungan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu klon. Satu satuan percobaan terdiri dari satu botol
yang berisi dua eksplan. Setiap ulangan terdiri dari 20 botol dengan dua eksplan. Pengamatan
dilakukan pada peubah saat munculnya umbi, keserempakan umbi, jumlah umbi, ukuran umbi,
bentuk umbi, dan persentase bobot kering 'umbi. Selain peubah saat munculnya umbi,
pengamatan dilakukan pada minggu ke 12 setelah penyiraman media pengumbian.
Percobaan 3. Uji In Vitro Ketahanan Terhadap Penyakit Bakteri
Inokulasi dengan bakteri dilakukan pada tananlan in vitro yang berumur 8 minggu dalam
kultur. Inokulasi dilakuan dengan metode gunting pucuk, yaitu gunting dicelupkan kedalam
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif
Bogor, 1-2 Agustus 2007
269
suspensi bakteri kemudian digunting pada pucuk tanaman kentang (Samanhudi, 2001).
Rancangan lingkungan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu
klon. Satu satuan percobaan terdiri dari satu botol yang berisi dua eksplan. Setiap ulangan terdiri
dari 20 botol dengan dua eksplan. Pengamatan dilakukan terhadap periode inkubasi, kejadian
penyakit dan tingkat ketahanan tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Vji In Vitro Vigor Tanaman
Vigor tanaman dalam kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang digunakan, kondisi
laboratorium, cahaya, suhu, media, dan ZPT. Pada percobaan ini semua faktor tersebut relatif
sama, sehingga perbedaan yang terjadi disebabkan oleh perbedaan genotipe. Berdasarkan hal
tersebut, persilangan antara Atlantik dan Granola memberikan turunan dengan genotipe yang
beragam sesuai dengan pemyataan Uijtewall (1987) yang menyatakan bahwa persilangan antara
tetraploid akan menghasilkan keragaman genetik yang tinggi untuk banyak karakter.
Munculnya keragaman sebagai syarat utama seleksi pada program pemuliaan tanaman
berikutnya telah didapatkan dari penelitian ini. Vigor klon kentang in vitro menurut Gopal dan
Minocha (1998) memiliki korelasi yang positif dan nyata dengan vigor tanaman di lapangan,
termasuk pada dua musim yang berbeda. Klon yang memiliki vigor yang baik berdasarkan
pengujian ini diharapkan memiliki vigor yang baik di lapangan sehingga dapat dilakukan seleksi
secara in vitrodengan memilih klon-klon yang memiliki vigor yang baik.
Analisis korelasi yang dilakukan terhadap ketiga peubah yang diamati menunjukkan
adanya korelasi positif yang sangat nyata. Dari hasil analisis tersebut jika suatu peubah memiliki
nilai yang tinggi maka akan diikuti dengan nilai peubah lain yang juga tinggi. Hasil ini
memberikan kemudahan dalam menyeleksi klon-klon yang dianggap memiliki vigor yang baik
berdasarka:n ketiga peubah yang diamati. Berdasarkan hasil pengujian vigor secara in vitro
diseleksi sebanyak 12 klon (50%) yang dianggap memiliki pertumbuhan yang baik yaitu Atnola
1, Atnola 2, Atnola 3, Atnola 4, Atnola 5, Atnola 8, Atnola 9, Atnola 10, Atnola 12, Atnola 22,
Atnola 24, dan Atnola 26. Klon-klon yang terseleksi tersebut selanjutnya digunakan sebagai
bahan yang digunakan pada pengujian produksi umbi milcro dan pengujian ketahanan terhadap R.
solanacearum dan E. carotovora
Vji In Vitro Produksi Vmbi
Waktu inisiasi dan keserampakan
Dari hasil percobaan ini kultivar Granola memiliki waktu inisiasi umbi yang lebih singkat
dibandingkan dengan kultivar Atlantik (data tidak ditampillcan). Hal ini sesuai dengan informasi
sebelumnya bahwa kultivar Granola memiliki umur yang -genjah dan kultivar Atlantik berumur
sedang atau agak genjah (Jossten, 1991). Dengan demikian klon-klon yang memiliki waktu
inisiasi lebih pendek dari kultivar Granola yaitu Atnola 1 dan Atnola 24 diharapkan memiliki
umur panen yang lebih pendek. Demikian juga dengan beberapa klon yang tidak berbeda nyata
dengan Granola yaitu Atnola 22, Atnola 24 dan Atnola 26 diharapkan termasuk klon yang
memiliki umur genjah atau sama dengan Granola. Sebaliknya klon-klon yang memiliki waktu
inisiasi yang lebih lama dibandingkankultivar Atlantik yaitu Atnola 8 dan Atnola 5 diduga akan
memiliki umur panen yang lebih dalam.
Kultivar Atlantik dan kultivar Granola dikenal sebagai kultivar komersial yang memiliki
umbi yang seragam dan serempak. Data dari hasil pengujian ini menunjukkan hal yang sama
yaitu selisih waktu pembentukan umbi mikro saat mencapai 100 % dengan saat inisiasi umbi
relatif lebih singkat sehingga dapat dikatakan memiliki tingkat pengumbian yang serempak' Klon
Atnola 5 dan Atnola 2 diharapkan menjadi klon dengan pengumbian yang serempak mengingat
dari hasil pengujian kedua klon tersebut tampak lebih serempak dibandingkan kultivar Atlantik
dan Granola.
Jumlah Umbi
Klon-klon yang diujikan pada percobaan ini menghasilkan jumlah umbi berbeda nyata
setelah melalui pengujian statistik. Rata-rata jumlah umbi yang dihasilkan setiap tanaman
bervariasi dari 1 hingga 2.5 umbi. Jumlah umbi terbanyak didapatkan dari klon Atnola 26
sebanyak 2.5 umbi dan jumlah umbi paling sedikit dimiliki klon Atnola 5 dan Atnola 24. Hasil
rata-rata jumlah umbi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari hasil pengujian, terdapat klon-klon hasil persilangan yang menghasilkan umbi
pertanaman lebih banyak dari yang dihasilkan oleh kultivar Atlantik dan Granola yaitu klon
270 Makalah Oral
..
-..
Atnola 1, Atnola 2, Atnola 3, Atnola 9, Atnola 10, Atnola 16, Atnola 22 dan Atnola 26. Klon-
klon tersebut diduga memiliki jumlah umbi yang lebih banyak daripada jumlah umbi yang
dihasilkan kultivar Atlantik maupun Granola Hal ini didasarkan pada penelitian Alsadon et al.
(1988) dan Lentini (1988) yang disempurnakan oleh Naik et al. (1998) yang menyatakan bahwa
jumlah umbi mikro merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan bobot umbi dalam
menentukan produksi di lapangan dan lebih merekomendasikanjumlah umbi mikro dibandingkan
bobot umbi untuk menduga tingkat produksi klon.
Tabel 1. Diameter, Panjang, Bobot Umbi dan Bobot Kering Umbi Mikro Klon-Klon Hasil
Persilangan ev. Atlantik dan Granola
Jumlah Produksi
Klon
Diameter Panjang umbil Bobotlumbi umbil Bobot
(em) (em) tanaman (gram) tanaman kering (%)
{gram}
Atlantik 0,68 de 0,98 b 1.13 e 0.323 e 0.3650 19.67 b
Granola 0,65 de 0,72 ede 1.27 de 0.183 e 0.2324 12.33 k
Atnola 1 0,90 b 0,98 b 2.50 a 0.213 d 0.5325 13.62 fg
Atnola2 0,58 ef 0,60 ef 1.30 de 0.063 hi 0.0819 20.17 a
Atnola3 0,64 de 0,72 ede 2.20 ab 0.084 g 0.1848 13.78 f
Atnola4 0,50 fg 0,61 ef 1.27 de 0.073 gh 0.0927 11.75 I
Atnola 5 0,91 b 1,00 b 1.00 e 0.430 a 0.4300 13.37 h
Atnola 8 0,40 gh 0,56 f 1.13 e 0.084 g 0.0949 12.80 J
Atnola 9 0,74 cd 0,78 cd 1.80 be 0.217 d 0.3906 13.71 f
Atnola 10 0,39 k 0,77 cd 1.67 cd 0.060 1 0.1002 18.18 d
Atnola 12 1,15 a 1,15 a 2.30 a 0.403 b 0.9269 18.93 e
Atnola22 0,31 k 0,67 def 1.73 bed 0.040 0.0692 13.11 1
Atnola24 0,74 cd 0,83 e 1.00 e 0.176 e 0.1760 13.48 gh
Atnola26 0,84 be 1,00 b 2.53 a 0.120 f 0.3036 14.18 e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti hurufyang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada DMRT taraf
5%.
Bobot Umbi, Produksi Umbiper Tanaman dan BobotKering Umbi
Bobot umbi, produksi umbi per tanaman, dan bobot kering umbi setiap klon yang
dihasilkan dari pengujian ini disampaikan pada Tabel 1. Bobot umbi rata-rata berkisar dari 0.040
gram hingga 0.403 gram. Dari pengujian ini didapatkan bobot umbi rata-rata kultivar Atlantik
sebesar 0.323 gram dan kultivar Granola 0.183 gram. Klon Atnola 5 dan Atnola 12 menghasilkan
bobot rata-rata umbi yang lebih tinggi dibandingkan kultivar Atlantik. Klon Atnola 5, Atnola 12,
Atnola 1, Atnola 9 menghasilkan bobot rata-rata umbi yang lebih tinggi dibandingkan kultivar
Granola. Klon Atnola 24 menghasilkan bobot rata-rata umbi yang tidak berbeda nyata seeara
statistik dengan kultivar Granola.
Perkiraan tingkat produksi umbiltanaman dihasilkan dari nilai bobot umbi rata-rata
dikalikan dengan jumlah rata-rata umbi pertanaman. Dari hasH pengujian ini didapatkan produksi
Atlantik lebih tinggi dibandingkan Granola. HasH tersebut tampaknya sesuai data dari European
Cultivated Potato Database (2006), tingkat produksi kultivar Granola adalah menengah hingga
tinggi dan tingkat produksi Atlantik adalah tinggi hingga sangat tinggi. Pengujian pengumbian in
vitro menurut Gopal dan Minoeha (1998) memiliki korelasi yang nyata dengan produksi umbi di
lapangan, sehingga diharapkan klon yang memiliki produksi yang tinggi dalam pengujian ini
memiliki produksi yang tinggi di lapangan.
Bobot kering umbi berkaitan erat dengan pemanfaatan umbi kentang. Umbi kentang
dengan kandungan bobot kering yang tinggi atau kadar air yang rendah lebih disukai sebagai
bahan baku industri. Kultivar Atlantik memiliki kandungan bahan kering yang tinggi, sedangkan
kultivar Granola memiliki kadar air yang tinggi dan kandungan bahan kering yang rendah
sehingga tidak eoeok untuk kentang olahan (Jossten, 1991).
Berdasarkan hasil pengujian kandungan bahan kering umbi mini, umbi kultivar Granola
memiliki bobot kering yang lebih rendah dari kultivar Atlantik (Tabel 1). Hal tersebut sesuai
dengan pemyataan Jonssten (1991) di atas. Klon-klon hasil persilangan kultivar Atlantik dan
kultivar Granola memiliki bobot kering yang berbeda-beda. Perbedaan bobot kering umbi mini
ini menurut Kawakami et al. (2003) berkorelasi nyata dengan hasil bobot kering umbi yang
ditanam seeara konvensional di lapangan. Dengan demikian pengembangan dan pemanfaatan
setiap klon akan berbeda.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah KompetitiJ
Bogor, 1-2 Agustus 2007
271
Diameter dan Panjang Umbi
Berdasarkan analisis sidik ragam diameter dan panjang umbi mikro berbeda nyata
menurut klon. Panjang umbi mikro berkisar dari 0.67-1.15 cm, sementara diameter umbi berkisar
dari 0.31-1.15 cm. Beberapa umbi mikro memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan umbi
mikro cv Granola dan cv Atlantik yaitu klon Atnola 1, Atnola 5, Atnola 9, Atnola 12, dan Atnola
26.
Uji In Vitro Ketahanan terhadap Penyakit Bakteri
Periode Inkubasi
Gejala layu bakteri dan busuk lunak dalam pengujian in vitro ini berbeda. Gejala penyakit
layu bakteri adalah kelayuan, tanaman kerdil, serta daun yang menguning (Kelman, 1953; Martin
dan French, 1996). Gejala busuk lunak dalam pengujian in vitro diawali dengan adanya bagian
tanaman yang membusuk berwarna hitam, kemudian diikuti dengan berubahnya warna tanaman
menjadi pucat atau pudar dan berikutnya tanaman menjadi lemah. Menurut CIP dan Balitsa
(1999) jaringan yang terinfeksi E. carotovora menjadi basah, berwarna krem kehitam-hitaman
dan lunak, sehingga mudah dibedakan denganjaringan yang sehat.
Periode inkubasi klon-klon hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola berkisar antara
4.5 hingga 8.06 hari untuk R. solanacearum, dan 4.5 hingga 10.6 hari untuk E. carotovora.
Dibandingkan dengan klon rentan (BF15) dan klon tahan (Solanum stenotonum) ada beberapa
klon hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola yang periode inkubasinya lebih cepat dari
pembanding rentan, dan ada satu klon yang periode inkubasinya lebih lama dari pembanding
tahan. Dengan menggunakan tetua yang secara alami tidak memiliki sifat ketahanan yang tinggi
agak sulit diperoleh turunan yang memiliki sifat ketahanan yang tinggi.
Tabel 2. Periode Inkubasi, Kejadian Penyakit dan Tingkat Ketahanan Klon-Klon Ketang Basil
Persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola terhadap Penyakit Layu Bakteri dan Busuk
Lunak
Periode Kejadian
Tingkat
Periode
Kejadian Tingkat
inkubasi penyakit
ketahanan
inkubasi
penyakit ketahanan
Klon layu layu
layu
busuk
busuk busuk
bakteri bakteri lunak
(hari} {%)
bakteri
(hari)
lunak (%) lunak
Atnola 1 5,60 93,33 R 4,67 88,89 R
Atnola2 5,80 89,47 R 7,73 68,89 AR
Atnola 3 7,67 63,63 AR 8,73 50,50 AR
Atnola4 5,07 98,00 R 4,67 60,53 AR
Atnola5 7,27 85,71 R 10,60 37,65 AT
Atnola 8 5,47 85,29 R 8,47 50,00 AT
Atnola 9 4,40 100,00 R 4,87 100,00 R
Atnola 10 8,06 75,00 AR 7,47 42,86 AT
Atnola 12 4,13 100,00 R 5,60 66,67 AR
Atnola22 4,33 100,00 R 6,27 48,28 AT
Atnola24 4,40 100,00 R 4,53 100,00 R
Atnola26 4,40 100,00 R 5,00 86,00 R
Atlantik 4,20 100,00 R 5,33 100,00 R
Granola 6,80 66,67 AR 8,60 36,36 AT
BF15 (pembanding
R R
rentan) 4,50 100,00 5,00 100,00
S. stenotonum
T T
(pembanding tahan} 8,50 19,65 10,16 23,00
Keterangan :
• R = Rentan (kejadian penyakit > 75%), AR = Agak Rentan (50%< kejadian penyakit.:::: 75%), T =Tahan
(kejadian penyakit.:::: 25%), AT =Agak Tahan (25% <kejadian penyakit< 50%)
Dari hasil pengujian ini didapatkan klon-klon dengan periode inkubasi yang mendekati
pembanding tahan terhadap R. solanacearum yaitu Atnola 10, Atnola 3 dan Atnola 5, sedangkan
untuk ketahanan terhadap E. carotovora, didapatkan hasil bahwa klon Atnola 5 memiliki periode
inkubasi yang lebih lama dibandingkan pembanding tahan dan kedua tetua. Atnola 3 memiliki
periode inkubasi yang mendekati pembanding tahan dan lebih lama dibandingkan dengan periode
inkubasi kultivar Granola. Klon Atnola 26, Atnola 9, Atnola 24, Atnola 22 dan Atnola 12
272 Makalah Oral
-'
..
""
'.
memiliki periode inkubasi R. solanacearum yang lebih cepat dibandingkan dengan pembanding
rentan, sementara klon Atnola 26, Atnola 9, Atnola 1, Atnola 4, dan Atnola 24 memiliki periode
inkubasi E. carotovora yang lebih eepat dibandingkan dengan pembanding rentan dan tetua.
Kejadian Penyakit
Kejadian penyakit berdasarkan analisis korelasi dengan periode inkubasi memiliki
korelasi yang sangat nyata dan negatif (data tidak ditunjukkan). Semakin keeil nilai periode
inkubasi atau semakin singkat periode inkubasi maka semakin besar kejadian penyakit. Hal ini
berlaku untuk penyakit layu bakteri dan busuk lunak.
Seeara umum tingkat kejadian penyakit busuk lunak lebih keeil dibandingkan layu bakteri
(Tabel 2.). Hal ini dapat disebabkan karena tetua yang digunakan yaitu kultivar Granola
berdasarkan pengujian in vitro tergolong dalarn kategori agak tahan sehingga peluang untuk
mendapatkan turunan yang agak tahan lebih besar. Berdasarkan pengarnatan, tidak terdapat klon-
klon hasil persilangan dengan tingkat ketahanan yang lebih baik dari pembanding tahan untuk
penyakit layu bakteri maupun untuk busuk lunak.
Tingkat Ketahanan
Dari 12 klon hasH silangan kultivar Atlantik dan Granola, 10 klon rentan terhadap layu
bakteri dan 2 klon agak rentan terhadap layu bakteri yaitu Atnola 3 dan Atnola 10. Untuk tingkat
ketahanan terhadap busuk lunak, 4 klon bersifat rentan, 4 klon agak rentan dan 4 klon agak tahan.
Empat klon yang agak tahan tersebut adalah Atnola 5, Atnola 8, Atnola 10, dan Atnola 22. Klon-
klon tersebut diharapkan dapat menjadi kanditat klon-klon dengan sifat ketahanan yang lebih
baik atau sarna dengan Granola. Menurut Sarnanhudi (2001) teknik pengujian ketahanan penyakit
seeara in vitro berkorelasi sangat nyata dengan pengujian di lapangan, sehingga klon-klon yang
memiliki tingkat ketahanan yang baik pada pengujian ini diharapkan akan memiliki tingkat
ketahanan penyakit di lapangan yang baik pula.
Tabel 3. Matrik Karakter Klon-Klon Kentang HasH PersHangan ev. Atlantik dan ev. Granola
Berdasarkan Pengujian in.vitro
Klon V IV K JU BB BK D P
PI KP PI KP
R. solanacearum E. carotovora
Atnola 1 * * * * * *
Atnola2 * * *
Atnola3 * * * * *
Atnola4 * *
Atnola 5 * * * * * * * *
Atnola 8 * * *
Atnola 9 * * * *
Atnola 10 * * * * *
Atnola 12 * * * * * *
Atnola22 * * *
Atnola24 * * *
Atnola26 * * * * *
Keterangan: *=lebih baik atau tidak berbeda nyata dengan tetua yang memiliki sifat yang baik,V =vigor, IU =
inisiasi umbi, K =keserempakan, JU =jumlah umbi, BB =bobot umbiltanaman, BK =bobot kering, D =diameter, P
=produksi, PI =periode inkubasi, KP = kejadian penyakit
Korelasi antar karalder
Analisis korelasi antara periode inkubasi, kejadian penyakit, dan ketahanan penyakit
dengan karakter vigor dan pengumbian yang diarnati dalarn pengujian in vitro ini tidak
berkorelasi nyata (data tidak ditampilkan). HasH ini mendukung hasil penelitian Lebeeka dan
Guzowska (2004). Berdasarkan hasil tersebut terdapat harapan untuk dapat merakit klon kentang
tahan terhadap layu bakteri dan busuk lunak dengan kombinasi karakter unggullain yaitu vigor,
umur pendek, produksi tinggi, dan kandungan bahan kering yang tinggi. Dalam pengujian pada
penelitian ini, belum didapatkan klon yang memiliki seluruh sifat yang diinginkan tersebut,
narnun terdapat beberapa klon yang memiliki sifat yang lebih baik dari Granola dan Atlantik
(TabeI3.)
Menurut Wattimena (2000) agar dapat dibudidayakan oleh para petani, minimal kentang
Indonesia harus mempunyai sifat yang sarna atau lebih baik dari Granola. Klon Atnola 1, Atnola
12, Atnola 24, dan Atnola 26 memiliki vigor, pengumbian dan produksi yang baik namun tidak
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetiti!
Bogor, 1-2 Agustus 2007
273
memiliki ketahanan yang baik dibandingkan Granola. Klon-klon tersebut akan sesuai jika
dibudidayakan pada lingkungan tumbuh yang optimum yaitu dicirikan dengan minimnya
gangguan penyakit R. Solanacearum dan E. carotova. Klon Atnola 3 dan Atnola 8 memiliki
vigor yang baik dan tingkat ketahanan terhadap penyakit bakteri yang lebih tinggi dibandingkan
Granola namun memiliki tingkat produksi yang kurang baik. Klon Atnola 5 dan Atnola 10
memiliki vigor, pengumbian, produksi yang baik dan tingkat ketahanan penyakit yang baik
dibandingkan Granola. Klon-klon tersebut kemungkinan dapat diharapkan menjadi klon-klon
unggul kentang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola secara konvensional dapat menghasilkan klon yang
memiliki vigor yang baik dan lebih baik dibandingkan tetua.
2. Persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola secara konvensional dapat menghasilkan klon yang
memiliki pengumbian dan produksi yang baik dan lebih baik dibandingkan tetua yaitu Atnola
1, Atnola 5, Atnola 10, Atnola 12, Atnola 24, Atnola 26.
3. Persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola secara konvensional dapat menghasilkan empat klon
yang memiliki tingkat ketahanan terhadap penyakit layu bakteri dan busuk lunak yang lebih
baik dibandingkan tetua yaitu Atnola 3, Atnola 5, Atnola 8, dan Atnola 10.
4. Klon Atnola 5 dan Atnola 10 memiliki vigor, pengumbian, produksi dan tingkat ketahanan
penyakit yang baik sebagai calon kultivar kentang unggul.
Saran
1. Perlu dilakukan pengujian penampilan di lapangan terhadap beberapa klon terpilih untuk
memperkuat hasil penelitian ini
2. Perlu dilakukan pengembangan metode seleksi in vitro untuk karakter-karakter yang lain dan
pemanfaatan metode tersebut untuk penyakit kentang yang lain.
DAFTARPUSTAKA
Alsadon, A. A., K. W. Knutson, and J. C. Wilkinson. 1988. Relationshop between microtuber
and minituber production and yield characteristics of six potato cultivars. Am. Potato J.
65:468
CIP dan Balitsa. 1999. Penyakit, Hama dan Nematoda Utama Tanaman Kentang. International
Potato Center dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 124 p.
Fock, I., C. Collonier, J. Luisetti, A. Purwito, V. Souvannavong, F. Vedel, A. Servaes, A.
Ambroise, H. Kodja, G. Ducreux, and D. Sihachakr. 2001. Use of Solanum stenotomum
for introduction of resistance to bacterial wilt in somatic hybrids ofpotato. Plant Physiol.
Biochem. 39: 899-908.
______. 2000. Resistance to bacterial wilt in somatic hybrids between Solanum
tuberosum and Solanum phureja. Plant Sci. 160: 165-176.
French, E. R., R. Anguiz, and P. Aley. 1998. The usefulness of potato resistance to Ralstonia
solanacearum, for integrated control ofBacterial Wilt, p. 381-385. In: Prior Ph., C. Allen,
and J. Elphinstone (Eds.). Bacterial Wilt Disease, Molecular and Ecological Aspects,
Springer-Verlag, Berlin..
Gopal, J. and J. L. Minocha. 1998. Effectiveness of in vitro selection for agronomic characters in
potato. Euphytica 103:67-74.
Jossten, A. 1991. Genteurs Lyst Voor Aaudapped Vagger. CPRO-DLO. Wagenningen,
Netherland.
Kawakami, J., K. Iwama, T. Hasegawa, and Y. Jitsuyama. 2003. Growth and yield ofpotato plant
grown from microtubers in field. Amer. J. ofPotato Res. 80:371-378.
Kelman, A. 1953. The bacterial wilt caused by P. solanacearum. A literature review and
bibliography. North Carolina Agric. Expt. Sta. Tech. Bull. 99: 194.
Lebecka, R. and E. Z. Guzowska. 2004. Inheritance ofresistance to soft root (Erwinia carotovora
subs. atroseptica) in diploid potato families. American Journal of Potato Research
81:395-341.
Lentini, Z. 1988. In vitro screening for early tuberization ofpotatoes. Agricell. Rep. 11:11.
274 Makalah Oral
_.
.'
Martin~ C. and E. R. French. 1996. Bacterial Wilt of Potato. Bacterial Wilt. A Training Manual.
International Potato Center (CIP). Lima. Peru.
Naik~ P. S., D. Sarkar, and P. C. Gaur. 1998. Yield components of potato microtubers: in vitro
production and field perfonnance. Ann. AppI. BioI. 113: 91-99.
Samanhudi. 2001. Identifikasi Ketahanan Klon Kentang HasH Fusi Protoplas BF15 dengan
Solanum stetonum terhadap Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum). Tesis.
Program Pascasatjana IPB.
Uijtewaal, B. A., D. J. Huigen, and J. G. Hermsen. 1987. Production of potato monohaploids
(2n=x=12) through pollination. Theoretical and Applied Genetics 73:751-758.
Wattimena, G. A. 2000. Pengembangan propagul kentang bennutu dan kultivar kentang unggul
dalam mendukung peningkatan produksi kentang di Indonesia. Orasi llmiah Guru Besar
Tetap IImu Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah KompetitiJ
Bogor, 1-2 Agustus 2007
275

More Related Content

What's hot

7 hardiningsih-jamur antagonis
7 hardiningsih-jamur antagonis7 hardiningsih-jamur antagonis
7 hardiningsih-jamur antagonisxie_yeuw_jack
 
Makalah (pro) pangan rekayasa genetika
Makalah (pro) pangan rekayasa genetikaMakalah (pro) pangan rekayasa genetika
Makalah (pro) pangan rekayasa genetikaRohmad_ Putra
 
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...Operator Warnet Vast Raha
 
PENGARUH MIKROBA ENDOFIT BERASAL DARI EKOSISTEM AIR HITAM TERHAOAP PERTUMBUHA...
PENGARUH MIKROBA ENDOFIT BERASAL DARI EKOSISTEM AIR HITAM TERHAOAP PERTUMBUHA...PENGARUH MIKROBA ENDOFIT BERASAL DARI EKOSISTEM AIR HITAM TERHAOAP PERTUMBUHA...
PENGARUH MIKROBA ENDOFIT BERASAL DARI EKOSISTEM AIR HITAM TERHAOAP PERTUMBUHA...Repository Ipb
 
9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpa9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpaxie_yeuw_jack
 
Bioteknologi transgenik
Bioteknologi transgenikBioteknologi transgenik
Bioteknologi transgenikJavier Zanetti
 
Koleksi Bakteri Kitinolitik UB Forest
Koleksi Bakteri Kitinolitik UB ForestKoleksi Bakteri Kitinolitik UB Forest
Koleksi Bakteri Kitinolitik UB ForestNavaKarina
 
Kultur jaringan &amp; rekayasa genetika
Kultur jaringan &amp; rekayasa genetikaKultur jaringan &amp; rekayasa genetika
Kultur jaringan &amp; rekayasa genetikaSindy Septiawan
 

What's hot (20)

7 hardiningsih-jamur antagonis
7 hardiningsih-jamur antagonis7 hardiningsih-jamur antagonis
7 hardiningsih-jamur antagonis
 
Duasembilan
DuasembilanDuasembilan
Duasembilan
 
Makalah (pro) pangan rekayasa genetika
Makalah (pro) pangan rekayasa genetikaMakalah (pro) pangan rekayasa genetika
Makalah (pro) pangan rekayasa genetika
 
Hewan Transgenik
Hewan Transgenik Hewan Transgenik
Hewan Transgenik
 
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
Uji ketahanan tanaman pisang yang diimunisasi dengan pseudomonas berflouresen...
 
Acara 1 fix tekben
Acara 1 fix tekbenAcara 1 fix tekben
Acara 1 fix tekben
 
Transgenik ppt
Transgenik pptTransgenik ppt
Transgenik ppt
 
Mpt 8-pemuliaan-crossed
Mpt 8-pemuliaan-crossedMpt 8-pemuliaan-crossed
Mpt 8-pemuliaan-crossed
 
Bioteknologi
Bioteknologi Bioteknologi
Bioteknologi
 
Trichoderma
TrichodermaTrichoderma
Trichoderma
 
15 contoh rekayasa genetika
15 contoh rekayasa genetika15 contoh rekayasa genetika
15 contoh rekayasa genetika
 
Jurnal agrobacterium
Jurnal agrobacteriumJurnal agrobacterium
Jurnal agrobacterium
 
PENGARUH MIKROBA ENDOFIT BERASAL DARI EKOSISTEM AIR HITAM TERHAOAP PERTUMBUHA...
PENGARUH MIKROBA ENDOFIT BERASAL DARI EKOSISTEM AIR HITAM TERHAOAP PERTUMBUHA...PENGARUH MIKROBA ENDOFIT BERASAL DARI EKOSISTEM AIR HITAM TERHAOAP PERTUMBUHA...
PENGARUH MIKROBA ENDOFIT BERASAL DARI EKOSISTEM AIR HITAM TERHAOAP PERTUMBUHA...
 
9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpa9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpa
 
Acara 6 fix tekben
Acara 6 fix tekbenAcara 6 fix tekben
Acara 6 fix tekben
 
Mpt4 metode pemuliaan(1)
Mpt4 metode pemuliaan(1)Mpt4 metode pemuliaan(1)
Mpt4 metode pemuliaan(1)
 
Mpt4 metode pemuliaan
Mpt4 metode pemuliaanMpt4 metode pemuliaan
Mpt4 metode pemuliaan
 
Bioteknologi transgenik
Bioteknologi transgenikBioteknologi transgenik
Bioteknologi transgenik
 
Koleksi Bakteri Kitinolitik UB Forest
Koleksi Bakteri Kitinolitik UB ForestKoleksi Bakteri Kitinolitik UB Forest
Koleksi Bakteri Kitinolitik UB Forest
 
Kultur jaringan &amp; rekayasa genetika
Kultur jaringan &amp; rekayasa genetikaKultur jaringan &amp; rekayasa genetika
Kultur jaringan &amp; rekayasa genetika
 

Similar to SELEKSI IN VITRO

Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniAplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniratnisarirkuka
 
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniAplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniratnisarirkuka
 
Tugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhanTugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhantochi run
 
Bab 7 Bioteknologi.pptx
Bab 7 Bioteknologi.pptxBab 7 Bioteknologi.pptx
Bab 7 Bioteknologi.pptxAsriNurfitrah2
 
Kultur jaringan-anggrek-makalh-ppm
Kultur jaringan-anggrek-makalh-ppmKultur jaringan-anggrek-makalh-ppm
Kultur jaringan-anggrek-makalh-ppmMuhammad Sabrin
 
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan TumbuhanKultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan TumbuhanDewi Ayu Maryati
 
6 suharsono-kepakaan galur kedelai
6 suharsono-kepakaan galur kedelai6 suharsono-kepakaan galur kedelai
6 suharsono-kepakaan galur kedelaixie_yeuw_jack
 
Laporan praktikum produksi benih
Laporan praktikum produksi benihLaporan praktikum produksi benih
Laporan praktikum produksi beniharzaka
 
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptxPresentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptxLENADIANSAPUTRI1
 
IPA Kelas 9 BAB 7
IPA Kelas 9 BAB 7 IPA Kelas 9 BAB 7
IPA Kelas 9 BAB 7 dianrobbian1
 
BIOTEKNOLOGI.ppt
BIOTEKNOLOGI.pptBIOTEKNOLOGI.ppt
BIOTEKNOLOGI.pptdesi178209
 
Bioteknologi bahan pembelajaran untuk SMP kelas 8
Bioteknologi bahan pembelajaran untuk SMP kelas 8Bioteknologi bahan pembelajaran untuk SMP kelas 8
Bioteknologi bahan pembelajaran untuk SMP kelas 824766hi
 
PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI CABAl F4 DAN EVALUASI ...
PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI CABAl F4 DAN EVALUASI ...PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI CABAl F4 DAN EVALUASI ...
PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI CABAl F4 DAN EVALUASI ...Repository Ipb
 
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPTIPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPTjefri70289
 
ILMU_PENGETAHUAN_ALAM_SMP_Kelas_9_BAB_7.
ILMU_PENGETAHUAN_ALAM_SMP_Kelas_9_BAB_7.ILMU_PENGETAHUAN_ALAM_SMP_Kelas_9_BAB_7.
ILMU_PENGETAHUAN_ALAM_SMP_Kelas_9_BAB_7.haikal3665
 
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPTIPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPTdekshe014
 

Similar to SELEKSI IN VITRO (20)

Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5
Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5
Makalah_22 Makalah laporan 4 rektan 2 kel5
 
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniAplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
 
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyaniAplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
Aplikasi ilmu genetika dalam kehidupan sehari dwi meliyani
 
Koch download
Koch downloadKoch download
Koch download
 
Tugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhanTugas kultur in vitro tumbuhan
Tugas kultur in vitro tumbuhan
 
Bab 7 Bioteknologi.pptx
Bab 7 Bioteknologi.pptxBab 7 Bioteknologi.pptx
Bab 7 Bioteknologi.pptx
 
Kultur jaringan-anggrek-makalh-ppm
Kultur jaringan-anggrek-makalh-ppmKultur jaringan-anggrek-makalh-ppm
Kultur jaringan-anggrek-makalh-ppm
 
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan TumbuhanKultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur Meristem dan Kultur Pucuk - Kultur Jaringan Tumbuhan
 
6 suharsono-kepakaan galur kedelai
6 suharsono-kepakaan galur kedelai6 suharsono-kepakaan galur kedelai
6 suharsono-kepakaan galur kedelai
 
Laporan praktikum produksi benih
Laporan praktikum produksi benihLaporan praktikum produksi benih
Laporan praktikum produksi benih
 
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptxPresentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
Presentation seminar HASIL LENA DIAN S - Copy.pptx
 
Makalah_26 Laporan praktikum 2 pemurnian benih kel3
Makalah_26 Laporan praktikum 2 pemurnian benih kel3Makalah_26 Laporan praktikum 2 pemurnian benih kel3
Makalah_26 Laporan praktikum 2 pemurnian benih kel3
 
IPA Kelas 9 BAB 7
IPA Kelas 9 BAB 7 IPA Kelas 9 BAB 7
IPA Kelas 9 BAB 7
 
BIOTEKNOLOGI.ppt
BIOTEKNOLOGI.pptBIOTEKNOLOGI.ppt
BIOTEKNOLOGI.ppt
 
Bioteknologi bahan pembelajaran untuk SMP kelas 8
Bioteknologi bahan pembelajaran untuk SMP kelas 8Bioteknologi bahan pembelajaran untuk SMP kelas 8
Bioteknologi bahan pembelajaran untuk SMP kelas 8
 
PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI CABAl F4 DAN EVALUASI ...
PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI CABAl F4 DAN EVALUASI ...PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI CABAl F4 DAN EVALUASI ...
PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI CABAl F4 DAN EVALUASI ...
 
IPA Kelas 9 BAB 7.pptx
IPA Kelas 9 BAB 7.pptxIPA Kelas 9 BAB 7.pptx
IPA Kelas 9 BAB 7.pptx
 
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPTIPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
 
ILMU_PENGETAHUAN_ALAM_SMP_Kelas_9_BAB_7.
ILMU_PENGETAHUAN_ALAM_SMP_Kelas_9_BAB_7.ILMU_PENGETAHUAN_ALAM_SMP_Kelas_9_BAB_7.
ILMU_PENGETAHUAN_ALAM_SMP_Kelas_9_BAB_7.
 
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPTIPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
IPA_Kelas_9_BAB_7.PPT
 

More from Repository Ipb

Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Repository Ipb
 
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Repository Ipb
 
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...Repository Ipb
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...Repository Ipb
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...Repository Ipb
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...Repository Ipb
 
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...Repository Ipb
 
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMTHERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMRepository Ipb
 
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKSTUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKRepository Ipb
 
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIATHERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIARepository Ipb
 
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...Repository Ipb
 
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...Repository Ipb
 
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...Repository Ipb
 
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFBRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFRepository Ipb
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...Repository Ipb
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...Repository Ipb
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...Repository Ipb
 
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Repository Ipb
 
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...Repository Ipb
 

More from Repository Ipb (20)

Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
 
Peta ipb
Peta ipbPeta ipb
Peta ipb
 
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
 
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
 
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
 
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
 
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUMTHERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
 
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIKSTUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
 
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIATHERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
 
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
 
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
 
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
 
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIFBRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
 
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
 
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
 
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
 
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
 

Recently uploaded

Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 

Recently uploaded (20)

Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 

SELEKSI IN VITRO

  • 1. SELEKSI IN VITRO KLON-KLON KENTANG BASIL PERSILANGAN CV. ATLANTIK DAN GRANOLA UNTUKMENDAPATKAN CALON KULTIVAR KENTANG UNGGUL Awang Maharijayal , Muhammad Mahmud2, Agus Purwitol StalPengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 2Peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRACT Development of potato in Indonesia facing many problems, such as supply sufficient ofhigh quality seed, climatic condition, pests, and diseases. Several bacterial pathogens can cause diseases of potato. Ralstonia solanacearum and Erwinia carotovora pv. carotovora are two of the world's most important diseases of potato, especially in the tropics. One of the ways to solve the problems is breeding new potato cultivars having superior traits such as high yield, low water content, good tuber shape, tolerance to bacterial disesases. Theoritically, these traits are found in potato cv. Atlantic and cv. Granola, the most adopted cultivars in Indonesia. Both cv. Atlantic and cv. Granola are tetraploid (2n=4X=48). Due to large variations for a lot of characteristics of crosses between the tetraploid parentals, in vitro selection , techniques are performed to speed up the selection process. The experiments were aimed to obtain ~ putative potato cultivars from crossing between cv. Atlantic (2n=4x=48) and cv. Granola (2n=4X=48). The conventional crossing technique was performed to generate botanical seeds (berries) from those cultivars. After that, in vitro selection technique was performed. Firstly, 24 clones from a single seed clonal progeny including cv. Atlantic and cv. Granola were evaluated for their vigors, then 12 selected clones from the vigor test were evaluated for their in vitro tuber production and tolerances to two bacterial diseases, namely bacterial wilt caused by Ralstonia solanacearum and soft rot caused by Erwinia carotovora pv. carotovora. All of the experiments were arranged in a Completely Randomized Design with a single factor. Results ofthe experiments showed that there are high diversities ofphenotypes ofthe progenies. Some of the progenies showed better vigor, microtuber initiation, production of micro tuber, and resistant to both R solanacearum and E. carotovora pv. carotovora than cv. Atlantic and cv. Granola. The lack of significant correlation between resistant to bacterial diseases and agronomic traits in the experiments suggested that it is possible to select clones which good resistances to the bacterial diseases, high yields, and superior tuber characteristics. Keywords : In vitro selection, potato, vigor, microtuber, R. solancearum, E. carotovora pv. carotovora PENDAHULUAN Latar Belakang Kendala utama dalam pengembangan kentang di Indonesia diantaranya penyediaan bibit bennutu dalam jumlah yang cukup dan tepat kultivar, iklim yang kurang mendukung, serta gangguan hama dan penyakit. Secara umum sifat dari kultivar yang diharapkan menjadi kultivar unggul Indonesia yang multiguna diantaranya adalah memiliki umur panen yang pendek, berdaya hasil tinggi, kandungan bahan kering tinggi, bentuk umbi yang baik, serta tahan terhadap penyakit utama kentang (Wattimena, 2000). Penyakit yang berbahaya dan dapat menimbulkan kerugian cukup besar pada tanaman kentang adalah penyakit busuk lunak (soft rot) dan kaki hitam (black leg) yang disebabkan oleh Erwinia carotovora pv. carotovora, serta layu bakteri (bacterial wilt) yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum. Untuk mengatasi pennasalahan tersebut, usaha perakitan kultivar perlu dilakukan dengan tetua yang memiliki sifat-sifat tersebut. Kultivar kentang yang dikenal memiliki tingkat produksi yang baik adalah Atlantik. Kultivar Atlantik memiliki kualitas umbi yang baik serta kandungan bahan kering yang tinggi. Namun kultivar Atlantik memiliki kelemahan, yaitu rentan terhadap virus PVY, penyakit hawar daun dan penyakit layu bakteri, serta umur panen yang dalam. Sumber sifat ketahanan dapat diperoleh dari beberapa species liar dan kerabat dekat. Namun introgresi gen ketahanan menggunakan kultivar liar sulit dilakukan dengan metode persilangan konvensional karena adanya ketidakserasian seksual (sexual incompatibility), khususnya perbedaan tingkat ploidi atau perbedaan endosperm balance number (French et al., 1998). Oleh sebab itu, pada perkembangannya, perakitan kultivar baru kentang yang tahan penyakit dilakukan melalui hibridisasi somatik, fusi protoplas (Fock et al., 2000; 2001) atau pemanfaatan teknik-teknik rekayasa genetika. Namun teknik persilangan konvensional lebih diterima oleh sebagian masyarakat dan pemerintah terutama untuk pelepasan varietas. Agar dapat dilakukan persilangan konvensial, sumber sifat ketahanan diharapkan dapat diperoleh dari kultivar kentang tetraploid. Kultivar Granola (2n=4x=48) dikenal memiliki sifat 268 Makalah Oral
  • 2. agak tahan hawar daun dan penyakit layu bakteri. Selain itu kultivar Granola memiliki keunggulan lain sepertiumur panen pende14 hasil tinggi, bentuk umbi yang baik dan tahan penyakit virus PYX dan PVY. Persilangan antara kultivar Atlantik dan Granola berpotensi untuk dikembangkan dalam program pemuliaan. Secara teoritis persilangan antara tetraploid akan menghasilkan keragaman genetik yang tinggi untuk banyak karakter (Uijtewall, Huigen dan Hermsen, 1987) sehingga diperlukan populasi yang lebih besar jika dibandingkan persilangan diploid. Sebagai akibatnya kegiatan seleksi awal (screening) penting untuk dilakukan. P~manfaatan karakter-karakter seleksi pada kultur in vitro memiliki peluanguntuk mempercepat kegiatan seleksi dan mengurangi kebutuhan tenaga dan dana. Pengujian dan seleksi in vitro memiliki kelebihan yaitu waktu relatif lebih singkat, biaya relatif lebih murah, tidak memerlukan laban yang luas, tidak menimbulkan maSalah pada lingkungan dan dapat dilakukan pada klon yang banyak dalam waktu yang singkat. Beberapa pengujian di lapang dan in vitro memiliki korelasi yang nyata. Pengujian yang telah dilakukan diantaranya pada ketahanan terhadap penyakit (Samanhudi, 2001) dan pengumbian (Gopal dan Minocha, 1998). Dengan demikian kombinasi dari persilangan konvensional dan seleksi in vitro diharapkan mampu menjadi altematiftahapan awal yang baik dalam usaha mendapatkan kultivar unggul kentang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui vigor klon-klon kentang hasil persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola secara in vitro, mengetahui umur pengumbian dan produksi umbi mikro klon-klon kentang hasil persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola secara in vitro, mengetahui tingkat ketahanan klon-klon kentang hasil persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola terhadap busuk lunak (E. carotovora) dan layu bakteri (R. solanacearum) secara in vitro, dan mendapatkan calon klon-klon kentang unggul hasil seleksi in vitro untuk pengujian di lapangan. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian· ,dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2006 sampai dengan bulan Maret 2007. Alat dan Bahan Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berupa klon-klon hasil persilangan konvensional kultivar Atlantik dan Granola (cv. Atlantik X cv. Granola), kentang kultivar BF15 sebagai kontrol peka penyakit, dan S. stenotomum sebagai kontrol tahan. Bahan lain yang digunakan media kultur jaringan Murashige and Skoog (MS), air kelapa, kalsium pentatonat, cycoel, BAP, media bakteri (SPA), serta inokulum E. carotovora dan R. solanacearum. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow cabinet, otoklaf, oven, shaker, neraca analitik, botol kultur dan alat-alat diseksi di laboratorium kultur jaringan. Metode Penelitian Percobaan 1. Uji In Vitro Vigor Tanaman Pengujian dilakukan dengan menanam klon kentang hasil silangan dalam medium Murashige dan Skoog (MS) tanpa ZPT + 5 mgll kalsium pentatonat. Eksplan yang dipakai adalah tunas samping. Rancangan lingkungan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu klon sebanyak 26 yang diulang sebanyak 20 kali sebingga terdapat 520 boto!. Satu satuan percobaan terdiri dari satu botol yang berisi dua eksplan. Vigor tanaman diamati dari beberapa peubah vegetatif, yaitu tinggi tanaman, jumlah'daun, dan akar. Pengamatan dilakukan sampai minggu ke-5. Percobaan 2. Uji In Vitro Produksi Umbi Klon-klon yang digunakan pada percobaan ini merupakan klon-klon yang memiliki vigor yang baik sesuai hasil percobaan 1. Setelah kultur kentang berumur 8 minggu, medium pengumbian cair ditambahkan ke dalam medium kultur. Media cair yang digunakan adalah MS + 10 mgIL alar + 150 mlIL air kelapa + 5 mgll BAP + 90 gil sukrosa. Kultur diinkubasi pada ruang gelap (tanpa penyinaran) pada suhu 19-21°C. Rancangan lingkungan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu klon. Satu satuan percobaan terdiri dari satu botol yang berisi dua eksplan. Setiap ulangan terdiri dari 20 botol dengan dua eksplan. Pengamatan dilakukan pada peubah saat munculnya umbi, keserempakan umbi, jumlah umbi, ukuran umbi, bentuk umbi, dan persentase bobot kering 'umbi. Selain peubah saat munculnya umbi, pengamatan dilakukan pada minggu ke 12 setelah penyiraman media pengumbian. Percobaan 3. Uji In Vitro Ketahanan Terhadap Penyakit Bakteri Inokulasi dengan bakteri dilakukan pada tananlan in vitro yang berumur 8 minggu dalam kultur. Inokulasi dilakuan dengan metode gunting pucuk, yaitu gunting dicelupkan kedalam Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007 269
  • 3. suspensi bakteri kemudian digunting pada pucuk tanaman kentang (Samanhudi, 2001). Rancangan lingkungan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu klon. Satu satuan percobaan terdiri dari satu botol yang berisi dua eksplan. Setiap ulangan terdiri dari 20 botol dengan dua eksplan. Pengamatan dilakukan terhadap periode inkubasi, kejadian penyakit dan tingkat ketahanan tanaman. HASIL DAN PEMBAHASAN Vji In Vitro Vigor Tanaman Vigor tanaman dalam kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang digunakan, kondisi laboratorium, cahaya, suhu, media, dan ZPT. Pada percobaan ini semua faktor tersebut relatif sama, sehingga perbedaan yang terjadi disebabkan oleh perbedaan genotipe. Berdasarkan hal tersebut, persilangan antara Atlantik dan Granola memberikan turunan dengan genotipe yang beragam sesuai dengan pemyataan Uijtewall (1987) yang menyatakan bahwa persilangan antara tetraploid akan menghasilkan keragaman genetik yang tinggi untuk banyak karakter. Munculnya keragaman sebagai syarat utama seleksi pada program pemuliaan tanaman berikutnya telah didapatkan dari penelitian ini. Vigor klon kentang in vitro menurut Gopal dan Minocha (1998) memiliki korelasi yang positif dan nyata dengan vigor tanaman di lapangan, termasuk pada dua musim yang berbeda. Klon yang memiliki vigor yang baik berdasarkan pengujian ini diharapkan memiliki vigor yang baik di lapangan sehingga dapat dilakukan seleksi secara in vitrodengan memilih klon-klon yang memiliki vigor yang baik. Analisis korelasi yang dilakukan terhadap ketiga peubah yang diamati menunjukkan adanya korelasi positif yang sangat nyata. Dari hasil analisis tersebut jika suatu peubah memiliki nilai yang tinggi maka akan diikuti dengan nilai peubah lain yang juga tinggi. Hasil ini memberikan kemudahan dalam menyeleksi klon-klon yang dianggap memiliki vigor yang baik berdasarka:n ketiga peubah yang diamati. Berdasarkan hasil pengujian vigor secara in vitro diseleksi sebanyak 12 klon (50%) yang dianggap memiliki pertumbuhan yang baik yaitu Atnola 1, Atnola 2, Atnola 3, Atnola 4, Atnola 5, Atnola 8, Atnola 9, Atnola 10, Atnola 12, Atnola 22, Atnola 24, dan Atnola 26. Klon-klon yang terseleksi tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan yang digunakan pada pengujian produksi umbi milcro dan pengujian ketahanan terhadap R. solanacearum dan E. carotovora Vji In Vitro Produksi Vmbi Waktu inisiasi dan keserampakan Dari hasil percobaan ini kultivar Granola memiliki waktu inisiasi umbi yang lebih singkat dibandingkan dengan kultivar Atlantik (data tidak ditampillcan). Hal ini sesuai dengan informasi sebelumnya bahwa kultivar Granola memiliki umur yang -genjah dan kultivar Atlantik berumur sedang atau agak genjah (Jossten, 1991). Dengan demikian klon-klon yang memiliki waktu inisiasi lebih pendek dari kultivar Granola yaitu Atnola 1 dan Atnola 24 diharapkan memiliki umur panen yang lebih pendek. Demikian juga dengan beberapa klon yang tidak berbeda nyata dengan Granola yaitu Atnola 22, Atnola 24 dan Atnola 26 diharapkan termasuk klon yang memiliki umur genjah atau sama dengan Granola. Sebaliknya klon-klon yang memiliki waktu inisiasi yang lebih lama dibandingkankultivar Atlantik yaitu Atnola 8 dan Atnola 5 diduga akan memiliki umur panen yang lebih dalam. Kultivar Atlantik dan kultivar Granola dikenal sebagai kultivar komersial yang memiliki umbi yang seragam dan serempak. Data dari hasil pengujian ini menunjukkan hal yang sama yaitu selisih waktu pembentukan umbi mikro saat mencapai 100 % dengan saat inisiasi umbi relatif lebih singkat sehingga dapat dikatakan memiliki tingkat pengumbian yang serempak' Klon Atnola 5 dan Atnola 2 diharapkan menjadi klon dengan pengumbian yang serempak mengingat dari hasil pengujian kedua klon tersebut tampak lebih serempak dibandingkan kultivar Atlantik dan Granola. Jumlah Umbi Klon-klon yang diujikan pada percobaan ini menghasilkan jumlah umbi berbeda nyata setelah melalui pengujian statistik. Rata-rata jumlah umbi yang dihasilkan setiap tanaman bervariasi dari 1 hingga 2.5 umbi. Jumlah umbi terbanyak didapatkan dari klon Atnola 26 sebanyak 2.5 umbi dan jumlah umbi paling sedikit dimiliki klon Atnola 5 dan Atnola 24. Hasil rata-rata jumlah umbi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Dari hasil pengujian, terdapat klon-klon hasil persilangan yang menghasilkan umbi pertanaman lebih banyak dari yang dihasilkan oleh kultivar Atlantik dan Granola yaitu klon 270 Makalah Oral ..
  • 4. -.. Atnola 1, Atnola 2, Atnola 3, Atnola 9, Atnola 10, Atnola 16, Atnola 22 dan Atnola 26. Klon- klon tersebut diduga memiliki jumlah umbi yang lebih banyak daripada jumlah umbi yang dihasilkan kultivar Atlantik maupun Granola Hal ini didasarkan pada penelitian Alsadon et al. (1988) dan Lentini (1988) yang disempurnakan oleh Naik et al. (1998) yang menyatakan bahwa jumlah umbi mikro merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan bobot umbi dalam menentukan produksi di lapangan dan lebih merekomendasikanjumlah umbi mikro dibandingkan bobot umbi untuk menduga tingkat produksi klon. Tabel 1. Diameter, Panjang, Bobot Umbi dan Bobot Kering Umbi Mikro Klon-Klon Hasil Persilangan ev. Atlantik dan Granola Jumlah Produksi Klon Diameter Panjang umbil Bobotlumbi umbil Bobot (em) (em) tanaman (gram) tanaman kering (%) {gram} Atlantik 0,68 de 0,98 b 1.13 e 0.323 e 0.3650 19.67 b Granola 0,65 de 0,72 ede 1.27 de 0.183 e 0.2324 12.33 k Atnola 1 0,90 b 0,98 b 2.50 a 0.213 d 0.5325 13.62 fg Atnola2 0,58 ef 0,60 ef 1.30 de 0.063 hi 0.0819 20.17 a Atnola3 0,64 de 0,72 ede 2.20 ab 0.084 g 0.1848 13.78 f Atnola4 0,50 fg 0,61 ef 1.27 de 0.073 gh 0.0927 11.75 I Atnola 5 0,91 b 1,00 b 1.00 e 0.430 a 0.4300 13.37 h Atnola 8 0,40 gh 0,56 f 1.13 e 0.084 g 0.0949 12.80 J Atnola 9 0,74 cd 0,78 cd 1.80 be 0.217 d 0.3906 13.71 f Atnola 10 0,39 k 0,77 cd 1.67 cd 0.060 1 0.1002 18.18 d Atnola 12 1,15 a 1,15 a 2.30 a 0.403 b 0.9269 18.93 e Atnola22 0,31 k 0,67 def 1.73 bed 0.040 0.0692 13.11 1 Atnola24 0,74 cd 0,83 e 1.00 e 0.176 e 0.1760 13.48 gh Atnola26 0,84 be 1,00 b 2.53 a 0.120 f 0.3036 14.18 e Keterangan: Angka-angka yang diikuti hurufyang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada DMRT taraf 5%. Bobot Umbi, Produksi Umbiper Tanaman dan BobotKering Umbi Bobot umbi, produksi umbi per tanaman, dan bobot kering umbi setiap klon yang dihasilkan dari pengujian ini disampaikan pada Tabel 1. Bobot umbi rata-rata berkisar dari 0.040 gram hingga 0.403 gram. Dari pengujian ini didapatkan bobot umbi rata-rata kultivar Atlantik sebesar 0.323 gram dan kultivar Granola 0.183 gram. Klon Atnola 5 dan Atnola 12 menghasilkan bobot rata-rata umbi yang lebih tinggi dibandingkan kultivar Atlantik. Klon Atnola 5, Atnola 12, Atnola 1, Atnola 9 menghasilkan bobot rata-rata umbi yang lebih tinggi dibandingkan kultivar Granola. Klon Atnola 24 menghasilkan bobot rata-rata umbi yang tidak berbeda nyata seeara statistik dengan kultivar Granola. Perkiraan tingkat produksi umbiltanaman dihasilkan dari nilai bobot umbi rata-rata dikalikan dengan jumlah rata-rata umbi pertanaman. Dari hasH pengujian ini didapatkan produksi Atlantik lebih tinggi dibandingkan Granola. HasH tersebut tampaknya sesuai data dari European Cultivated Potato Database (2006), tingkat produksi kultivar Granola adalah menengah hingga tinggi dan tingkat produksi Atlantik adalah tinggi hingga sangat tinggi. Pengujian pengumbian in vitro menurut Gopal dan Minoeha (1998) memiliki korelasi yang nyata dengan produksi umbi di lapangan, sehingga diharapkan klon yang memiliki produksi yang tinggi dalam pengujian ini memiliki produksi yang tinggi di lapangan. Bobot kering umbi berkaitan erat dengan pemanfaatan umbi kentang. Umbi kentang dengan kandungan bobot kering yang tinggi atau kadar air yang rendah lebih disukai sebagai bahan baku industri. Kultivar Atlantik memiliki kandungan bahan kering yang tinggi, sedangkan kultivar Granola memiliki kadar air yang tinggi dan kandungan bahan kering yang rendah sehingga tidak eoeok untuk kentang olahan (Jossten, 1991). Berdasarkan hasil pengujian kandungan bahan kering umbi mini, umbi kultivar Granola memiliki bobot kering yang lebih rendah dari kultivar Atlantik (Tabel 1). Hal tersebut sesuai dengan pemyataan Jonssten (1991) di atas. Klon-klon hasil persilangan kultivar Atlantik dan kultivar Granola memiliki bobot kering yang berbeda-beda. Perbedaan bobot kering umbi mini ini menurut Kawakami et al. (2003) berkorelasi nyata dengan hasil bobot kering umbi yang ditanam seeara konvensional di lapangan. Dengan demikian pengembangan dan pemanfaatan setiap klon akan berbeda. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah KompetitiJ Bogor, 1-2 Agustus 2007 271
  • 5. Diameter dan Panjang Umbi Berdasarkan analisis sidik ragam diameter dan panjang umbi mikro berbeda nyata menurut klon. Panjang umbi mikro berkisar dari 0.67-1.15 cm, sementara diameter umbi berkisar dari 0.31-1.15 cm. Beberapa umbi mikro memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan umbi mikro cv Granola dan cv Atlantik yaitu klon Atnola 1, Atnola 5, Atnola 9, Atnola 12, dan Atnola 26. Uji In Vitro Ketahanan terhadap Penyakit Bakteri Periode Inkubasi Gejala layu bakteri dan busuk lunak dalam pengujian in vitro ini berbeda. Gejala penyakit layu bakteri adalah kelayuan, tanaman kerdil, serta daun yang menguning (Kelman, 1953; Martin dan French, 1996). Gejala busuk lunak dalam pengujian in vitro diawali dengan adanya bagian tanaman yang membusuk berwarna hitam, kemudian diikuti dengan berubahnya warna tanaman menjadi pucat atau pudar dan berikutnya tanaman menjadi lemah. Menurut CIP dan Balitsa (1999) jaringan yang terinfeksi E. carotovora menjadi basah, berwarna krem kehitam-hitaman dan lunak, sehingga mudah dibedakan denganjaringan yang sehat. Periode inkubasi klon-klon hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola berkisar antara 4.5 hingga 8.06 hari untuk R. solanacearum, dan 4.5 hingga 10.6 hari untuk E. carotovora. Dibandingkan dengan klon rentan (BF15) dan klon tahan (Solanum stenotonum) ada beberapa klon hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola yang periode inkubasinya lebih cepat dari pembanding rentan, dan ada satu klon yang periode inkubasinya lebih lama dari pembanding tahan. Dengan menggunakan tetua yang secara alami tidak memiliki sifat ketahanan yang tinggi agak sulit diperoleh turunan yang memiliki sifat ketahanan yang tinggi. Tabel 2. Periode Inkubasi, Kejadian Penyakit dan Tingkat Ketahanan Klon-Klon Ketang Basil Persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola terhadap Penyakit Layu Bakteri dan Busuk Lunak Periode Kejadian Tingkat Periode Kejadian Tingkat inkubasi penyakit ketahanan inkubasi penyakit ketahanan Klon layu layu layu busuk busuk busuk bakteri bakteri lunak (hari} {%) bakteri (hari) lunak (%) lunak Atnola 1 5,60 93,33 R 4,67 88,89 R Atnola2 5,80 89,47 R 7,73 68,89 AR Atnola 3 7,67 63,63 AR 8,73 50,50 AR Atnola4 5,07 98,00 R 4,67 60,53 AR Atnola5 7,27 85,71 R 10,60 37,65 AT Atnola 8 5,47 85,29 R 8,47 50,00 AT Atnola 9 4,40 100,00 R 4,87 100,00 R Atnola 10 8,06 75,00 AR 7,47 42,86 AT Atnola 12 4,13 100,00 R 5,60 66,67 AR Atnola22 4,33 100,00 R 6,27 48,28 AT Atnola24 4,40 100,00 R 4,53 100,00 R Atnola26 4,40 100,00 R 5,00 86,00 R Atlantik 4,20 100,00 R 5,33 100,00 R Granola 6,80 66,67 AR 8,60 36,36 AT BF15 (pembanding R R rentan) 4,50 100,00 5,00 100,00 S. stenotonum T T (pembanding tahan} 8,50 19,65 10,16 23,00 Keterangan : • R = Rentan (kejadian penyakit > 75%), AR = Agak Rentan (50%< kejadian penyakit.:::: 75%), T =Tahan (kejadian penyakit.:::: 25%), AT =Agak Tahan (25% <kejadian penyakit< 50%) Dari hasil pengujian ini didapatkan klon-klon dengan periode inkubasi yang mendekati pembanding tahan terhadap R. solanacearum yaitu Atnola 10, Atnola 3 dan Atnola 5, sedangkan untuk ketahanan terhadap E. carotovora, didapatkan hasil bahwa klon Atnola 5 memiliki periode inkubasi yang lebih lama dibandingkan pembanding tahan dan kedua tetua. Atnola 3 memiliki periode inkubasi yang mendekati pembanding tahan dan lebih lama dibandingkan dengan periode inkubasi kultivar Granola. Klon Atnola 26, Atnola 9, Atnola 24, Atnola 22 dan Atnola 12 272 Makalah Oral -'
  • 6. .. "" '. memiliki periode inkubasi R. solanacearum yang lebih cepat dibandingkan dengan pembanding rentan, sementara klon Atnola 26, Atnola 9, Atnola 1, Atnola 4, dan Atnola 24 memiliki periode inkubasi E. carotovora yang lebih eepat dibandingkan dengan pembanding rentan dan tetua. Kejadian Penyakit Kejadian penyakit berdasarkan analisis korelasi dengan periode inkubasi memiliki korelasi yang sangat nyata dan negatif (data tidak ditunjukkan). Semakin keeil nilai periode inkubasi atau semakin singkat periode inkubasi maka semakin besar kejadian penyakit. Hal ini berlaku untuk penyakit layu bakteri dan busuk lunak. Seeara umum tingkat kejadian penyakit busuk lunak lebih keeil dibandingkan layu bakteri (Tabel 2.). Hal ini dapat disebabkan karena tetua yang digunakan yaitu kultivar Granola berdasarkan pengujian in vitro tergolong dalarn kategori agak tahan sehingga peluang untuk mendapatkan turunan yang agak tahan lebih besar. Berdasarkan pengarnatan, tidak terdapat klon- klon hasil persilangan dengan tingkat ketahanan yang lebih baik dari pembanding tahan untuk penyakit layu bakteri maupun untuk busuk lunak. Tingkat Ketahanan Dari 12 klon hasH silangan kultivar Atlantik dan Granola, 10 klon rentan terhadap layu bakteri dan 2 klon agak rentan terhadap layu bakteri yaitu Atnola 3 dan Atnola 10. Untuk tingkat ketahanan terhadap busuk lunak, 4 klon bersifat rentan, 4 klon agak rentan dan 4 klon agak tahan. Empat klon yang agak tahan tersebut adalah Atnola 5, Atnola 8, Atnola 10, dan Atnola 22. Klon- klon tersebut diharapkan dapat menjadi kanditat klon-klon dengan sifat ketahanan yang lebih baik atau sarna dengan Granola. Menurut Sarnanhudi (2001) teknik pengujian ketahanan penyakit seeara in vitro berkorelasi sangat nyata dengan pengujian di lapangan, sehingga klon-klon yang memiliki tingkat ketahanan yang baik pada pengujian ini diharapkan akan memiliki tingkat ketahanan penyakit di lapangan yang baik pula. Tabel 3. Matrik Karakter Klon-Klon Kentang HasH PersHangan ev. Atlantik dan ev. Granola Berdasarkan Pengujian in.vitro Klon V IV K JU BB BK D P PI KP PI KP R. solanacearum E. carotovora Atnola 1 * * * * * * Atnola2 * * * Atnola3 * * * * * Atnola4 * * Atnola 5 * * * * * * * * Atnola 8 * * * Atnola 9 * * * * Atnola 10 * * * * * Atnola 12 * * * * * * Atnola22 * * * Atnola24 * * * Atnola26 * * * * * Keterangan: *=lebih baik atau tidak berbeda nyata dengan tetua yang memiliki sifat yang baik,V =vigor, IU = inisiasi umbi, K =keserempakan, JU =jumlah umbi, BB =bobot umbiltanaman, BK =bobot kering, D =diameter, P =produksi, PI =periode inkubasi, KP = kejadian penyakit Korelasi antar karalder Analisis korelasi antara periode inkubasi, kejadian penyakit, dan ketahanan penyakit dengan karakter vigor dan pengumbian yang diarnati dalarn pengujian in vitro ini tidak berkorelasi nyata (data tidak ditampilkan). HasH ini mendukung hasil penelitian Lebeeka dan Guzowska (2004). Berdasarkan hasil tersebut terdapat harapan untuk dapat merakit klon kentang tahan terhadap layu bakteri dan busuk lunak dengan kombinasi karakter unggullain yaitu vigor, umur pendek, produksi tinggi, dan kandungan bahan kering yang tinggi. Dalam pengujian pada penelitian ini, belum didapatkan klon yang memiliki seluruh sifat yang diinginkan tersebut, narnun terdapat beberapa klon yang memiliki sifat yang lebih baik dari Granola dan Atlantik (TabeI3.) Menurut Wattimena (2000) agar dapat dibudidayakan oleh para petani, minimal kentang Indonesia harus mempunyai sifat yang sarna atau lebih baik dari Granola. Klon Atnola 1, Atnola 12, Atnola 24, dan Atnola 26 memiliki vigor, pengumbian dan produksi yang baik namun tidak Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetiti! Bogor, 1-2 Agustus 2007 273
  • 7. memiliki ketahanan yang baik dibandingkan Granola. Klon-klon tersebut akan sesuai jika dibudidayakan pada lingkungan tumbuh yang optimum yaitu dicirikan dengan minimnya gangguan penyakit R. Solanacearum dan E. carotova. Klon Atnola 3 dan Atnola 8 memiliki vigor yang baik dan tingkat ketahanan terhadap penyakit bakteri yang lebih tinggi dibandingkan Granola namun memiliki tingkat produksi yang kurang baik. Klon Atnola 5 dan Atnola 10 memiliki vigor, pengumbian, produksi yang baik dan tingkat ketahanan penyakit yang baik dibandingkan Granola. Klon-klon tersebut kemungkinan dapat diharapkan menjadi klon-klon unggul kentang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola secara konvensional dapat menghasilkan klon yang memiliki vigor yang baik dan lebih baik dibandingkan tetua. 2. Persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola secara konvensional dapat menghasilkan klon yang memiliki pengumbian dan produksi yang baik dan lebih baik dibandingkan tetua yaitu Atnola 1, Atnola 5, Atnola 10, Atnola 12, Atnola 24, Atnola 26. 3. Persilangan cv. Atlantik dan cv. Granola secara konvensional dapat menghasilkan empat klon yang memiliki tingkat ketahanan terhadap penyakit layu bakteri dan busuk lunak yang lebih baik dibandingkan tetua yaitu Atnola 3, Atnola 5, Atnola 8, dan Atnola 10. 4. Klon Atnola 5 dan Atnola 10 memiliki vigor, pengumbian, produksi dan tingkat ketahanan penyakit yang baik sebagai calon kultivar kentang unggul. Saran 1. Perlu dilakukan pengujian penampilan di lapangan terhadap beberapa klon terpilih untuk memperkuat hasil penelitian ini 2. Perlu dilakukan pengembangan metode seleksi in vitro untuk karakter-karakter yang lain dan pemanfaatan metode tersebut untuk penyakit kentang yang lain. DAFTARPUSTAKA Alsadon, A. A., K. W. Knutson, and J. C. Wilkinson. 1988. Relationshop between microtuber and minituber production and yield characteristics of six potato cultivars. Am. Potato J. 65:468 CIP dan Balitsa. 1999. Penyakit, Hama dan Nematoda Utama Tanaman Kentang. International Potato Center dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 124 p. Fock, I., C. Collonier, J. Luisetti, A. Purwito, V. Souvannavong, F. Vedel, A. Servaes, A. Ambroise, H. Kodja, G. Ducreux, and D. Sihachakr. 2001. Use of Solanum stenotomum for introduction of resistance to bacterial wilt in somatic hybrids ofpotato. Plant Physiol. Biochem. 39: 899-908. ______. 2000. Resistance to bacterial wilt in somatic hybrids between Solanum tuberosum and Solanum phureja. Plant Sci. 160: 165-176. French, E. R., R. Anguiz, and P. Aley. 1998. The usefulness of potato resistance to Ralstonia solanacearum, for integrated control ofBacterial Wilt, p. 381-385. In: Prior Ph., C. Allen, and J. Elphinstone (Eds.). Bacterial Wilt Disease, Molecular and Ecological Aspects, Springer-Verlag, Berlin.. Gopal, J. and J. L. Minocha. 1998. Effectiveness of in vitro selection for agronomic characters in potato. Euphytica 103:67-74. Jossten, A. 1991. Genteurs Lyst Voor Aaudapped Vagger. CPRO-DLO. Wagenningen, Netherland. Kawakami, J., K. Iwama, T. Hasegawa, and Y. Jitsuyama. 2003. Growth and yield ofpotato plant grown from microtubers in field. Amer. J. ofPotato Res. 80:371-378. Kelman, A. 1953. The bacterial wilt caused by P. solanacearum. A literature review and bibliography. North Carolina Agric. Expt. Sta. Tech. Bull. 99: 194. Lebecka, R. and E. Z. Guzowska. 2004. Inheritance ofresistance to soft root (Erwinia carotovora subs. atroseptica) in diploid potato families. American Journal of Potato Research 81:395-341. Lentini, Z. 1988. In vitro screening for early tuberization ofpotatoes. Agricell. Rep. 11:11. 274 Makalah Oral _.
  • 8. .' Martin~ C. and E. R. French. 1996. Bacterial Wilt of Potato. Bacterial Wilt. A Training Manual. International Potato Center (CIP). Lima. Peru. Naik~ P. S., D. Sarkar, and P. C. Gaur. 1998. Yield components of potato microtubers: in vitro production and field perfonnance. Ann. AppI. BioI. 113: 91-99. Samanhudi. 2001. Identifikasi Ketahanan Klon Kentang HasH Fusi Protoplas BF15 dengan Solanum stetonum terhadap Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum). Tesis. Program Pascasatjana IPB. Uijtewaal, B. A., D. J. Huigen, and J. G. Hermsen. 1987. Production of potato monohaploids (2n=x=12) through pollination. Theoretical and Applied Genetics 73:751-758. Wattimena, G. A. 2000. Pengembangan propagul kentang bennutu dan kultivar kentang unggul dalam mendukung peningkatan produksi kentang di Indonesia. Orasi llmiah Guru Besar Tetap IImu Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah KompetitiJ Bogor, 1-2 Agustus 2007 275