SlideShare a Scribd company logo
1 of 119
Download to read offline
Laporan Praktikum 1 Dasar Genetika Ternak
PENGAMATAN SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF
TELUR AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus)
Oleh:
NAMA : LA ODE SYAWAL SULAEMAN
NIM : L1A1 15 166
KELAS : A
KELOMPOK : III
ASISTEN PEMBIMBING : UCI MALINDA
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telur ayam kampung merupakan salah satu bahan makanan yang
dihasilkan dari ternak ayam kampung, berbentuk bulat sampai lonjong dengan
berat yang relatif lebih kecil dari telur ayam negeri yaitu sekitar 36-37 gram
setiap butirnya dengan warna kulitnya putih. Meskipun telur ayam kampung
berukuran lebih kecil, warna kulitnya lebih putih dan harganya lebih mahal
dari telur ayam negeri. Didalam telur ayam kampung terdapat kandungan telur
yang terdiri dari 13% protein, 12% lemak, serta vitamin dan mineral. Nilai
tertinggi telur telur terdapat pada bagian kuning telur mengandung asam amino
esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium.
Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur
mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat.
Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar
yang menentukan baik kualitas eksternal maupun internal. Kualitas eksternal
difokuskan pada kebersihan kulit, tektur, bentuk dan warna telur. Kualitas internal
mengacu pada putih telur (albumen), kebersihan dan viskositas, ukuran kantung
udara, bentuk kuning telur, dan kekuatann kuning telur, penurunan kualitas
interior dapat diketahui dengan penimbangan bobot telur, peneropongan ruang
udara (air cell), untuk diperiksa kondisi kuning telur (yolk), putih telur (albumen),
kekentalan putih telur, warna putih telur, posisi kuning telur, haung unit, dan ada
tidaknya noda bintik darah.
Telur merupakan hasil sekresi organ reproduksi ternak unggas dengan
tektur fisik yang khas tersusun dari kulit, kantung udara, dan isi. Isi telur yang
terdiri dari putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk). Telur merupakan mata
rantai yang esensial dalam siklus reproduksi kehidupan hewan. Namun demikian,
informasi mengenai karakteristik ayam kampung belum banyak dilaporkan, baik
karakter fenotipe maupun genotipenya, termasuk potensi produktivitas.
Berdasarkan uraian latar belakang ditas, maka perlu dilakukan praktikum
pengenai Pengamatan Sifat kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif
Telur Ayam Kampung yaitu:
1. Untuk mengetahui Sifat Kualitatif Telur Ayam Kampung (warna, bentuk, dan
tekstur telur ayam kampung)
2. Untuk mengetahui Kuantitatif Telur Ayam Kampung (berat, lebar, dan indeks
telur ayam kampung)
1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat yang dapat diperoleh dalam praktikum Pengamatan Sifat
Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung yaitu
1. Dapat mengetahui Sifat Kualitatif Telur Ayam Kampung (warna, bentuk, dan
tekstur telur ayam kampung)
2. Dapat mengetahui Kuantitatif Telur Ayam Kampung (berat, lebar, dan indeks
telur ayam kampung)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telur Ayam Kampung
Ayam kampung (Gallus domesticus) berasal dari ayam hutan merah
(Gallus gallus) yang telah berhasil dijinakkan dan merupakan salah satu ayam
yang mampu bereproduksi dengan pemberian pakan yang bernutrisi rendah.
Ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras). Dari proses
evolusi dan domestikasi, maka terciptalah ayam kampung yang telah beradaptasi
dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca
dibandingkan dengan ayam ras. Ayam kampung dengan warna bulu, ukuran tubuh
dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman
genetiknya. Disamping itu ukuran badan ayam kampung kecil, mirip dengan
badan ayam ras petelur tipe ringan. Ayam kampung merupakan salah satu sumber
protein yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Pemeliharaan
ayam kampung sebagian besar bersifat tradisional dan ayam kampung sendiri
produksinya masih rendah dibandingkan dengan dengan ayam ras. Akan tetapi
persaratan hidupnya lebih mudah, pakan yang dibutuhkan sangat mudah untuk
didipat, daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi dan produknya disukai
masyarakat. (Hartono. dkk, 2014).
Ayam Tolaki adalah salah satu jenis ayam lokal Indonesia yang
merupakan plasma nutfah asli Sulawesi Tenggara. Sebagaimana ayam buras
lainya, keragaman fenotipe dan genetik ayam tolaki masih sangat tinggi. Hal
tersebut tercermin dari pola warna bulu, bentuk jengger, warna cakar, bobot
badan, serta bobot telur yang masih beragam. Karakter yang dapat dijadikaan
sebagai petunjuk yang mencirikan ayam tolaki adalah sifat liar dan kanibalnya
yang masih tinggi. Ditinjau dari aspek pemanfaatannya ayam tolaki dikenal
memiliki banyak manfaat yakni selain sebagai sumber daging dan telur, ayam
sabung, dan sebagai salah satu sarat dalam upacara adat “Mosehe” pada
masyarakat suku Tolaki. (Nafiu, dkk, 2009).
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-
zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup. Protein telur mempunyai
mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap,
sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang
lain. Tetapi disamping adanya hal-hal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat
yang mudah rusak. (Koswara, 2009)
Telur tersusun atas komposisi kimia diantaranya adalah sebagian besar
air, bahan padatan terdiri atas bahan organik, yaitu protein, lipida, dan kabohidrat,
sedangkan bahan anorganik tersusun atas mineral (abu). Bagian terbesar dari isi
telur adalah air (75% dari berat telur), selanjutnya diikuti oleh bahan organik,
yang etrdiri dari protein, lipida, masing-masing terdapat sekitar 12%, dan
kabohidrat sekitar 1%, bahan anorganik sekitar 1% dari berat telur (Nurwantoro
dan Sri, 2009)
Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2 - 0,4 mm yang berkapur dan
berpori-pori. Kulit telur ayam berwarna putih-kuning sampai coklat. Bagian sebelah
dalam kulit telur ditutupi oleh dua lapisan yang menempel satu dengan yang lain,
tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang tumpul membentuk kantung
udara. Kantung udara mempunyai diamater sekitar 5 mm. (Koswara, 2009).
2.2 Sifat Kualitatif Telur Ayam Kampung
2.2.1 Warna Telur Ayam Kampung
Kriteria telur ayam buras yang umum adalah warna kerabang putih
kekuningan atau coklat terang, adapula yang berwarna coklat tua dan coklat
muda, perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik dari masing-masing
ayam, pemberi warna coklat pada kerabang adalah cophorphyrin.
Cophorphyrin ini terdapat juga terdapat pada kerabang putih, tetapi pada saat
telur ditelurkan pigmen tersebut segera rusak karena terkena cahaya sinar
matahari. (Nurwantoro dan Sri, 2009).
Menurut (Nafiu, dkk, 2012) terdapat empat warna kerabang telur
ayam Tolaki, yaitu putih terang, putih buram, coklat dan coklat muda. Warna
kerabang yang paling dominan adalah coklat yakni sebesar 42,16%,
kemudian putih terang 26,49%, coklat muda 17,16% dan putih buram
14,18%. Hal ini menunjukan bahwa warna kerabang telur ayam tolaki masih
cukup beragam. Perbedaan warna kerabang ini diduga disebabkan oleh
perbedaan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Pada pemeliharaan
intensif kebutuhan nutrisi cenderung tercukupi, sehingga proses pembentukan
telur termasuk pembentukan warna kerabang dapat terekspresi sesuai potensi
genetiknya. Sedangkan menurut (Nafiu, dkk, 2009) menyatakan bahwa
warna kerabang telur ayam Tolaki pada pemeliharaan ekstensif didominasi
warna coklat muda (43,00%) kemudian coklat (39%), putih terang (12,00%)
dan putih buram (6,00%).
2.2.2 Bentuk Telur Ayam Kampung
Berdasarkan bentuknya telur dibedakan menjadi 5 macam, yaitu
Biconical, adalah telur yang kedua ujungnya runcing seperti kerucut, Conical
adalah telur yang salah satu ujungnya runcing seperti kerucut, Elliptical,
adalah telur yang mempunyai bentuk menyerupai elips, Oval, adalah bentuk
telur menyerupai oval, dan merupakan bentuk telur yang paling baik,
Spheherical, bentuk telur yang hampir bulat. Faktor yang mempengaruhi
bentuk telur antara lain genetika dan umur induk. Induk yang baru mulai
bertelur bentuk telur yang dihasilkan cenderung runcing, memanjang,
sedangkan induk yang semakin tua menghasilkan telur yang semakin bulat.
(Nurwantoro dan Sri, 2009).
(Wardiny, 2008) menyatakan bahwa bentuk telur yang bulat oval,
telur yang mempunyai indeks bentuk telur 75%, mempunyai daya tetas yang
baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan terlalu lonjong
mempunyai daya tetas yang rendah. Bentuk telur juga dipengaruhi oleh umur
induk, dimana induk yang berumur muda cenderung menghasilkan telur yang
kecil dan berbentuk lonjong, sedangkan ayam yang berumur tua cenderung
menghasilkan telur yang berbentuk bulat.
2.2.3 Tekstur Telur Ayam Kampung
Tekstur telur ayam kampung dapat dilihat permukaan kerabang telur.
kerabang telur dengan permukaan agak berbintik-bintik. Kerabang telur
merupakan pembungkus telur yang paling tebal, bersifat keras. Pada kerabang
terdapat pori-pori yang berfungsi untuk pertukaran gas. Lapisan kutikula,
yang merupakan pembungkus telur paling luar. Tekstur telur yaitu permukaan
telur dapat berupa halus dan kasar (Suprijatna, dkk, 2005).
Berdasarkan bentuk dan tektur kerabang dibagi menjadi 3, yaitu:
Normal, yaitu kerabang telur memiliki bentuk normal, termaksuk tektur dan
kekuatan kerabang. Pada kerabang tidak ada bagian yang kasar, sehingga
tidak berpengaruh pada bentuk dan tekturdan kekuatan kerabang, Sedikit
Normal, yaitu pada kerabang telur ada bagian yang bentuknya tidak
beraturan. Pada kerabang ada bagian yang sedikit kasar, tetapi tidak terdapat
bercak-bercak, dan Abnormal, yaitu bentuk tidak normal, tektur kasar,
terdapat bercak-bercak. (Nurwantoro dan Sri, 2009).
Tekstur kerabang telur ayam tolaki umumnya bertekstur halus
(80,60%), dan sisanya kasar (11,57%) dan agak kasar (7,84%). Kategori halus
pada tekstur kerabang telur ayam Tolaki dengan persentase yang tinggi pada
penelitian ini, memberi arti bahwa secara ekterior telur ayam Tolaki cukup
berkualitas, karena tekstur yang halus berkaitaan dengan kebersihan telur itu
sendiri. Kualitas eksterior telur meliputi bentuk, bobot dan kebersihan
kerabang telur. (Nafiu, dkk, 2012).
2.3 Sifat Kuantitatif Telur Ayam Kampung
2.3.1 Berat Telur Ayam Kampung
Bentuk telur ayam ras lebih besar dari pada ayam kampung. Berat
telur ayam sesuai dengan ayamnya. Telur tidak boleh terlalu berat ataupun
terlalu kecil. Berat telur tidak boleh kurang dari 42 gram dan tidak boleh lebih
dari 70-80 gram. Bobot telur tidak terlepas dari pengaruh bobot kuning telur.
Persentase kuning telur sekitar 30-32% dari bobot telur. Ovarium merupakan
tempat pembentukan kuning telur. Bobot telur akan rendah bila pembentukan
kuning telur kurang sempurna. Selain itu, rendahnya penyerapan nutrisi
menghambat perkembangan ovarium sehingga bobot telur menjadi kurang
optimal (Tugiyanti, 2012).
Berat telur sangat berpengaruh terhadap daya tetas dari ayam
kampung, dimana telur yang sangat ringan dan sangat berat sulit untuk
menetas, sebab telur yang terlalu ringan memiliki komposisi yang kurang,
sehingga emrio akan kekurangan nutrien dan emrio tidak dapat berkembang.
Sebaliknya telur yang terlalu berat memiliki pori-pori yang besar, sehingga
penguapan akan lebih cepat terjadi yang menyebabkan emrio akan mati
sebelum telur ditetaskan. (Edi dan Suliswanto, 2013).
Bobot dan indeks telur merupakan parameter penting dalam produksi
telur tetas dan usaha penetasan telur ayam. Karakteristik telur tersebut
berhubungan dengan daya tetas dan bobot tetas dalam semua spesies unggas.
Rata-rata bobot telur ayam tolaki 37,72 - 45,4 gram. Faktor yang
mempengaruhi ukuran telur adalah bangsa, umur ayam, clutch, jumlah telur
yang dihasilkan dalam setahun, umur dewasa kelamin, masa pengeraman,
suhu, tipe kandang, pakan, air minum, dan penyakit. (Nafiu, dkk, 2012).
2.3.2 Indeks Telur Ayam Kampung
Indeks telur adalah perbandingan lebar telur dengan panjang telur.
Bentuk telur dipengaruhi oleh lebar tidaknya diameter isthmus. Apabila
diameter isthmus lebar maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung bulat,
dan apabila diameter isthmus sempit, maka telur yang dihasilkan cenderung
lonjong. Indeks bentuk telur antara 73,13 – 80,17% menunjukkan hasil daya
tetas yang tinggi. (Nafiu. dkk, 2012).
Indeks telur yang baik adalah berkisar 71,77 - 82,22. warna bulu
tidak berpengaruh terhadap indeks suatu telur, tetapi indek telur dipengaruhi
oleh lebar dan panjang suatu telur. Kualitas telur bagian luar yang meliputi
berat jenis, berat telur, dan indeks telur tidak dipengaruhi oleh perbedaan
warna bulu dari ayam kampung, kualitas bagian dalam yang meliputi tebal
kulit telur, berat kulit telur, rongga udara, berat putih telur, berat kuning telur,
indeks kuning telur, indeks putih telur haung unit, dan warna kuning telur
tidak dipengaruhi oleh warna bulu dari ayam kampung. (Hartono, dkk, 2014).
Wardiny (2008) menyatakan bahwa bentuk telur yang bulat oval,
telur yang mempunyai indeks bentuk telur 75%, mempunyai daya tetas yang
baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan terlalu lonjong
mempunyai daya tetas yang rendah. Faktor yang mempengaruhi bentuk telur
antara lain umur telur, induk yang baru mulai bertelur bentuk telur yang
dihasilkan cenderung runcing, memanjang, sedangkan induk yang semakin
tua menghasilkan telur yang semakin kearah bulat.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat
Praktikum Dasar Genetika Ternak tentang “Pengamatan Sifat Kualitatif dan
Kuantitatif Telur Ayam Kampung” Dilaksanakan pada hari Sabtu 12 November
2016 dan bertempat di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif dan
Kuantitatif Telur Ayam Kampung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Kegunaan
No Alat Kegunaan
1
2
Jangka sorong Untuk mengukur panjang dan diameter telur
Timbangan digital Untuk menimbang telur
3 Alat tulis Untuk mencatat hasil pengamatan
4 Kamera Untuk dokumentasi
Bahan yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif dan
Kuantitatif Telur Ayam Kampung dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan Kegunaan
No Bahan Kegunaan
1 Telur Ayam Kampung Sebagai bahan pengamatan
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang digunakan pada praktikum Pengamatan Sifat
Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung adalah:
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Memberikan kode pada telur ayam kampung
3. Mengamati sifat kuantitatif telur ayam kampung (bobot, panjan, dan lebar
telur)
4. Mengamati sifat kualitatif telur ayam kampong (warna, bentuk, dan tekstur
telur)
5. Menulis data pengamatan pada laporan sementara
3.4 Variabel Praktikum
3.4.1 Sifat Kualitatif
Gambar 1. Warna telur ayam kampung Gambar 2. Bentuk telur ayam kampung
Gambar 3. Tektur telur ayam kampung
3.4.2 Sifat kuantitatif
Gambar 4. Bobot telur ayam kampung Gambar 5. Panjang telur ayam kampung
Gambar 6. Labar telur ayam kampung
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil pengamatan praktikum pengamatan Kualitatif dan Kuantitatif Telur
Ayam Kampung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat kualitatif pada telur ayam kampung
No Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
1 Warna
- Putih 13 43,33
- Krem 10 33,33
- Coklat 5 16,67
- Krem Bintik-bintik 2 6,67
2 Bentuk
- Bulat 4 13,33
- Lonjong 19 63,33
- Agak Bulat 4 13,33
- Agak Lonjong 3 10,00
3 Tekstur
- Halus 19 63,33
- Kasar 3 10,00
- Agak Halus 3 10,00
- Agak Kasar 5 16,67
Hasil pengamatan praktikum pengamatan Kualitatif dan Kuantitatif Telur
Ayam Kampung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat kuantitatif pada telur ayam kampung
No Karakteristik Rataan
1 Bobot Telur 42,90 gram
2 Panjang Telur 5,23 cm
3 Lebar Telur 3,92 cm
4 Indeks Telur 74,95 %
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif Dan
Kuantitatif Telur Ayam Kampung, diperoleh warna telur ayam kampung dominan
memiliki warna putih berjumlah 13 butir dengan persentase 43,33%, berwarna
krem berjumlah 10 butir dengan persentase 33,33%, berwarna coklat berjumlah 5
butir dengan persentase 16,67%, dan yang berwarna krem bintik-bintik sebanyak
2 butir dengan persentase 6.67%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat (Nafiu,
dkk, 2012) terdapat empat warna kerabang telur ayam Tolaki, yaitu putih terang,
putih buram, coklat dan coklat muda. Warna kerabang yang paling dominan
adalah coklat yakni sebesar 42,16%, kemudian putih terang 26,49%, coklat muda
17,16% dan putih buram 14,18%. Hal ini menunjukan bahwa warna kerabang
telur ayam tolaki masih cukup beragam. Perbedaan warna kerabang ini diduga
disebabkan oleh perbedaan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Pada
pemeliharaan intensif kebutuhan nutrisi cenderung tercukupi, sehingga proses
pembentukan telur termasuk pembentukan warna kerabang dapat terekspresi
sesuai potensi genetiknya.
Untuk tekstur telur ayam kampung yang diamati, tektur Telur Ayam
Kampung dominan memiliki tektur halus berjumlah 19 butir dengan persentase
63,33%, kasar berjumlah 3 butir dengan persentase 10,00%, agak kasar berjumlah
5 butir dengan persentase 16,67%, dan agak halus berjumlah 3 butir dengan
persentase 10,00%. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nafiu, dkk, 2012) yang
menyatakan bahwa, Tekstur kerabang telur ayam tolaki umumnya bertekstur halus
(80,60%), dan sisanya kasar (11,57%) dan agak kasar (7,84%).
Bentuk telur ayam kampung dominan berbentuk lonjong berjumlah 19
butir dengan persentase 63,33%, berbentuk bulat berjumlah 4 butir dengan
persentase 13,33%, berbentuk agak lonjong berjumlah 3 butir dengan persentase
10,00%, dan yang berbentuk agak bulat berjumlah 4 butir dengan persentase
13,33%. Hal ini sesuai dengan pendapat (Wardiny, 2008) menyatakan bahwa
bentuk telur yang bulat oval, telur yang mempunyai indeks bentuk telur 75%,
mempunyai daya tetas yang baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan
terlalu lonjong mempunyai daya tetas yang rendah. Faktor yang mempengaruhi
bentuk telur antara lain umur telur, induk yang baru mulai bertelur bentuk telur
yang dihasilkan cenderung runcing, memanjang, sedangkan induk yang semakin
tua menghasilkan telur yang semakin kearah bulat.
Rata-rata berat telur ayam kampung adalah 42,90 gram. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Wardiny, 2008), yang menyatakan bahwa berat telur ayam
kampung yang baik untuk ditetaskan adalah sekitar 43,27 gram. Berat telur
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, genetik, umur induk. Pengamatan Telur
Ayam Kampung dari segi panjangnya dan diameter telur dengan rata-rata 5,23
cm. Sedangkan diameter telur ayam kampung rata-rata 3,92 cm. Menurut
(Suprijatna 2005), bahwa panjang Telur Ayam Kampung yang idealnya adalah
kurang lebih 5 cm, sedangkan lebar telur ayam kampung adalah 4 cm.
Untuk indeks telur ayam kampung, diperoleh rata-rata 74,95%. Hal ini
sesuai dengan pendapat (Hartono, dkk, 2014) yang menyatakan bahwa Indeks
telur yang baik berkisar 71,77 - 82.22%, sedangkan menurut (Nafiu, dkk, 2012)
yang menyatakan indeks telur berkisar antara 73,18 – 80,17%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum Pengamatan Kualitatif Dan
Kuantitatif Telur Ayam Kampung dapat disimpulkan bahwa:
1. Warna telur ayam kampung dominan memiliki warna putih berjumlah 13 butir
dengan persentase 43,33%, berwarna krem berjumlah 10 butir dengan
persentase 33,33%, berwarna coklat berjumlah 5 butir dengan persentase
16,67%, dan yang berwarna krem bintik-bintik sebanyak 2 butir dengan
persentase 6,67%. Tektur Telur Ayam Kampung dominan memiliki tektur
halus berjumlah 19 butir dengan persentase 63,33%, agak kasar berjumlah 5
butir dengan persentase 16,67%, dan agak halus berjumlah 3 butir dengan
persentase 10,00%. Dan bentuk telur ayam kampung dominan berbentuk
lonjong berjumlah 19 butir dengan persentase 63,33%, berbentuk bulat
berjumlah 4 butir dengan persentase 13,33%, berbentuk agak lonjong
berjumlah 3 butir dengan persentase 10,00%.
2. Berat rata-rata telur ayam kampung adalah 42,90 gram, panjang telur rata-rata
5,23 cm. Sedangkan diameter telur ayam kampung rata-rata 3,92 cm. Untuk
indeks telur ayam kampung, diperoleh rata-rata 74,95%.
5.2 Saran
Saran yang dapat saya ajukan dalam praktikum ini adalah sebaiknya segala
kelengkapan praktikum baik itu alat maupun bahan yang digunakan sebaiknya
diadakan atau disediakan lebih awal agar pelaksanaan praktikum berjalan sesuai
wakatu yang telah di tentukan dan disepakati.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Edi dan Suliswanto, 2013. Pengaruh Berat Telur Terhadap Daya Tetas Telur
Ayam Kampung. Jurnal Ternak, Vol.04, No.02. ISSN 2086 – 520.
Hartono, Dkk, 2014. Kualitas Telur Lima Jenis Ayam Kampung Yang Memiliki
Warna Bulu Berbeda. Universitas Udayana. Denpasar.
Hermawan, 2012. Pengaruh Bobot Dan Indeks Telur Terhadap Jenis Kelamin
Ayam Kampung. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur. eBookPangan. Com.
Nafiu, dkk, 2009. Pelestarian dan Pengembangan Ayam Tolaki sebagai Plasma
Nutfah Asli Sulawesi Tenggara. Lembaga Penelitian Universitas
Haluoleo, Kendari.
Nafiu, dkk, 2012. Produksi Dan Karakteristik Telur Ayam Tolaki Pada
Pemeliharaan Intensif. Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas
Haluoleo, Kendari.
Nurwantoro dan Sri. 2009. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Suprijatna, E. U. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wardiny. 2008. Evaluasi Hubungan Antara Indeks Bentuk Telur Dengan
Persentase DOC Yang Menetas Pada Ayam Kampung Galur Arab.
Universitas Terbuka.
Tugiyanti E, dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur Yang
Mendapat Ransum degan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi
Menggunakan Isolat Prosedur Antihistamin. Fakultas Peternakan.
Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto
32 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
DAYA TETAS DAN LAMA MENETAS TELUR AYAM TOLAKI PADA
MESIN TETAS DENGAN SUMBER PANAS YANG BERBEDA
La Ode Nafiu1*
, Muh. Rusdin1
, dan Achmad Selamet Aku1
1)
Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo, Kampus Hijau Bumi Tridharma
Anduonohu Kendari 93232 Telp. 0401- 3190791 Fax 0401- 3190791
*e-mail ; ldnafiu@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tetas dan lama menetas telur ayam tolaki pada
mesin tetas dengan sumber panas yang berbeda. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan di kandang
pembibitan Fakultas Peternakan UHO. Ayam tolaki yang digunakan terdiri atas 5 ekor jantan dan 15
ekor betina umur sekitar 20 bulan. Perkawinan ayam dilakukan dengan cara IB. Parameter yang
diamati adalah: fertilitas, daya hidup embrio, daya tetas, bobot tetas dan lama menetas. Hasil penelitian
menujukkan: (1) rataan fertilitas telur ayam tolaki pada mesin tetas PL adalah 58,57% dan mesin tetas
PLM adalah 46,88%, namun kedua mesin tetas secara statistik tidak berbeda nyata, (2) rataan DHE
pada mesin tetas PL adalah 96,67% dan mesin tetas PLM adalah 89,58%, (3) rataan daya tetas pada
mesin tetas PL adalah 45,61% dan mesin tetas PLM adalah 64,81%, (4) rataan bobot tetas, pada mesin
tetas PL adalah 26,47 g, sedangkan mesin tetas PLM 26,96 g, dan (5) lama menetas telur pada mesin
tetas PL adalah 21.05 hari dan PLM adalah 21,09 hari. Secara statistik, penggunaan mesin tetas dengan
sumber panas berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.Mesin tetas
dengan sumber panas berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap fertilitas, DHE, daya tetas, bobot tetas
dan lama menetas telur ayam tolaki. Untuk meningkatkan daya tetas direkomendasikan menggunakan
mesin tetas dengan sumber panas kombinasi listrik dan lampu minyak.
Kata Kunci : Fertilitas, DHE, Fertilitas Lama Menetas, Mesin Tetas dan Ayam Tolaki.
ABSTRACT
This study aims to determine the hatchability and long of hatching of tolaki chicken eggs in
incubator with different heat sources. Research carried outfor 5month sin breeding cage Faculty of
Animalscience Halu Oleo University. Chicken Tolaki used consisted of 5 males and 15 females aged
approximately 20 months. Mating chicken is done by IB. Parameters measured were: fertility,
embryoviability, hatchability, hatching weight and long hatch.The results showed: (1) the average
fertility Tolaki chicken egg sin PL incubatoris 58.57% and PLM incubatoris 46.88%, but both the
incubator statistically was not significantly different, (2) the average of DHE in PL incubator is
96.67% and PLM incubator is 89.58%, (3) the average hatchability in PL incubator is45.61% and PLM
incubatoris 64.81%, (4) the average weight of hatching in PL incubatoris 26.47g, while the PLM
incubator is 26.96 g, and(5) long the eggs hatch in PL incubator is 21,05 days and PLM is21,09 days.
Statistically, the use incubator with different heat source had no significant effecton all parameters
were observed. Incubator with different heat source does not significantly on fertility, DHE,
hatchability, hatching weight and length of hatching of Tolaki chicken eggs, Improving the hatchability
is recommended to use incubator with a combination electric and oil lamps heat sources.
Key Words: Fertility, Embryoviability, Hatchability and Length of Hatching, and Tolaki Chicken.
33 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
PENDAHULUAN
Ayam Tolaki adalah salah satu jenis
ayam lokal Indonesia dan merupakan
plasma nutfah asli Sulawesi Tenggara yang
tersebar di beberapa wilayah di Kabupaten
Konawe, Konawe Selatan dan Kabupaten
Kolaka. Selain sebagai penghasil daging,
ayam Tolaki dikenal memiliki potensi
sebagai penghasil telur, baik telur
konsumsi maupun untuk ditetaskan, karena
produksi telurnya cukup tinggi. Ukuran
dan bobot telurnya relatif kecil daripada
ayam kampung (Nafiu dkk.,2009). Peternak
ayam tolaki di daerah ini sangat terbatas,
dan umumnya berada di wilayah yang
masih bersentuhan langsung dengan
kawasan hutan. Keterbatas peternak ayam
tolaki juga disebabkan oleh penggunaannya
lebih banyak berkaitan dengan tujuan-
tujuan tertentu, misalnya sebagai ayam
sabungan yang menggunakan taji, upacara
adat, penyelesaian perselisihan
keluarga/adat, atau pengobatan (Nafiu dan
Rusdin, 2007). Selain itu sistem
pemeliharaan ayam tolaki masih dilakukan
secara ekstensif tradisonal, termasuk
penetasan telur masih mengandalkan indu,
sehingga produktivitasnya rendah.
Sehubungan dengan hal tersebut maka
perlu upaya peningkatan produksi dan
produktivitas, antara lain melalui program
penetasan. Penetasan telur unggas dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan
alami dan penetasan buatan. Penetasan
alami yaitu menetaskan telur dengan
menggunakan induknya atau jenis unggas
lain dan penetasan buatan yaitu dengan
menggunakan mesin tetas. Penetasan
alami kurang efektif dalam menetaskan
telur karena satu induk hanya bisa
mengerami sekitar 10 butir telur,
sedangkan penetasan buatan mampu
menetaskan jumlah telur dalam jumlah
ratusan bahkan ribuan butir, tergantung
kapasitas tampung mesin tetas
(Kartasudjana, 2001). Penerapan teknologi
penetasan telur pada usaha peternakan
ayam lokal, termasuk ayam tolaki
diharapkan dapat meningkatkan populasi
ayam dalam waktu yang relatif cepat dan
menjamin kontinuitas ketersediaan bibit.
Hal ini disebabkan karena mesin tetas
berfungsi sebagai penggati induk dalam
penetasan telur untuk menghasilkan anak-
anak ayam. Keunggulan penerapan
teknologi mesin tetas adalah
menghilangkan periode mengeram pada
induk, sehingga induk lebih produktif dan
mampu menghasilkan telur lebih banyak
selama hidupnya. Selain itu anak ayam
dapat diproduksi dalam jumlah yang
banyak pada waktu yang bersamaan dan
kapasitas penetasan dapat diperbanyak
sesuai dengan jumlah telur tetas yang siap
ditetaskan.
Pada prinsipnya penetasan telur
dengan mesin tetas adalah menyediakan
lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan embrio (calon anak), yakni
yakni meniru sifat-sifat alamiah induk
ayam atau itik yang mengerami telur, yaitu
menyesuaikan suhu. kelembaban dan
membalik telur yang dierami (Subiharta
dan Yuwana, 2012).
Mesin tetas yang umum digunakan
peternak dengan skala usaha kecil di
daerah pedesaan adalah mesin tetas
sederhana dengan kapasitas terbatas.
Sumber panas yang digunakan dari listrik
atau lampu minyak. Namun demikian,
dalam penerapannya mesin tetas dengan
sumber panas listrik sangat tergantung dari
PLN, sehingga ketika listrik padam, maka
proses penetasan akan terganggu bahkan
dapat menyebabkan kegagalan. Oleh
karena itu, mesin tetas sederhana dengan
sumber panas listrik perlu dimodifikasi
menjadi mesin tetas kombinasi dengan
sumber panas listrik dan lampu minyak
34 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
sehingga meskipun listrik padam suhu
dalam mesin tetas tetap stabil dan
perkembangan embrio dalam telur tidak
terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui daya tetas dan lama menetas
telur ayam tolaki pada mesin tetas dengan
sumber panas yang berbeda.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 5
bulan, bertempat di Kandang Pembibitan
Laboratorium Lapangan Fakultas Pertanian
Universitas Halu Oleo Kendari.
Materi Penelitian
a. Mesin Tetas
Mesin tetas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah (1) mesin tetas
sederhana dengan sumber panas listrik
dan, (2) mesin tetas dengan sumber
panas kombinasi listrik dan lampu
minyak. Kapasitas mesin tetas masing-
masing 150 butir yang dibuat Kandang
Pembibitan Laboratorium Lapangan
Fakultas Pertanian Universitas Halu
Oleo.Telur Telur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah telur ayam Tolaki
sebanyak 180 butir yang dikumpulkan
dari 26 ekor induk ayam tolaki yang
dipelihara secara intensif di di Kandang
Pembibitan Laboratorium Lapangan
Fakultas Pertanian Universitas Halu
Oleo Kendari. Umur induk sekitar 20
bulan. Sebelum telur ditetaskan terlebih
dahulu ditimbang bobotnya dan diukur
diameter panjang dan lebarnya untuk
mengetahui indeks bentuk telurnya.
b. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk
membuat mesin tetas sederhana sumber
panas lisatrik maupun kombinasi listrik
lampu minyak tanah yaitu, mistar,
meteran, parang, pisau-cuter, sekap
kayu dan gergaji. Peralatan yang
digunakan sebagai perlengakapan dari
kedua jenis mesin tetas yang digunakan
adalah thermometer dan bak air/talang.
Alat timbang untuk mengetahui bobot
tetas anak ayam menggunakan
timbangan O-Haus dengan kapasitas
2000 g dengan ketelitian 0,1 g.
Prosedur Penelitian
a. Tahap persiapan penetasan meliputi: (a)
stabilisasi suhu mesin tetas, (b)
penyucihamaan mesin tetas 1 minggu
sebelum penetasan, (c) perkawinan
dilakukan dengan cara IB yang diawali
dari penampungan semen dari 5 eor
ayam jantan digunakan dalam
penelitian, (d) pengumpulan telur, (e)
pembersihan telur, (f) pemasukan telur
ayng sudah dibersihkan ke dalam mesin
tetas dan diletakan berdasarkan
perlakuan, pada masing-masing ulangan
dibatasi dengan sekat.
b. Tahap penetasan dan pengumpulan data:
pengumpulan dan pencatatan data
dilakukan pada saat sebelum telur mulai
di masukan di dalam mesin, saat
peneropongan dan saat telur menetas.
Pengoperasian lampu minyak pada
mesin tetas kombinsi dilakukan dengan
cara mematikan listrik dan digantikan
dengan lampu minyak sebanyak tiga kali
seminggu, sehingga selama tiga minggu
lampu minyak dioperasikan sembilan kali.
Setiap kali dioperasikan lampu minyak
dinyalakan selama 3 jam.
35 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
(A) (B)
Keterangan:
1=Lampu; 2= Thermo-meter; 3= Rak telur; 4= Bak
air; 5= Termostat
Keterangan:
1=lampu; 2=Thermometer; 3=Rak telur;
4=Bak air; 5=Thermostat; 6= Pipa penyalur
panas; 7=Saklar thermostat; 8=Jarum;
9=Tangkai penekan saklar; 10.Lampu minyak
Gambar 1. Mesin Tetas dengan Sumber Panas yang Berbeda : (A) Mesin tetas sumber listrik
(B) Mesin tetas sumber listrik dan minyak tanah
Rancangan Penelitian
Secara umum penelitian dilaksanakan
2 tahap, yaitu tahap persiapan penetasan
dan pengumpulan data.
Telur tetas dibagi dalam dua
perlakuan, yaitu mesin tetas dengan sumber
panas listrik (PL) dan mesin tetas dengan
sumber pemanas kombinasi antara listrik
dan lampu minyak (PLM). Setiap
perlakuan diulang enam kali, sehingga
terdapat 12 unit percobaan. Setiap ulangan
menggunakan 15 butir telur, sehingga telur
tetas digunakan seluruhnya berjumlah 180
butir.
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati dalam
penelitian ini yaitu :
a. Fertilitas adalah persentase telur-telur
yang bertunas dari sejumlah telur yang
dieramkan, tanpa memperhatikan
apakah telur-telur tersebut menetas atau
tidak. Fertilitas diamati pada umur
penetasan 7 hari yang dihitung dengan
rumus :
Fertilitas dihitung dengan menggunakan
rumus menurut North and Bell (1990)
sebagai berikut:
Jumlah telur fertil
Fertilitas = x 100%
Jumlah telur ditetaskan
b. Daya hidup embrio (DHE) adalah
persentase telur-telur yang fertil dari
umur 7 hari penetasan sampai pada
umur 14 hari penetasan, dihitung dengan
rumus:
Σ telur fertil yg hidup
Fertilitas = x 100%
Σ telur fertil
c. Daya tetas adalah persentase telur-telur
yang menetas dari jumlah telur yang
fertil yang dihitung dengan rumus
(Djannah, 1998):
Σ telur menetas
Daya tetas = x 100%
Σ telur fertil
d. Umur menetas adalah umur telur mulai
hari pertama penetasan sampai telur
menetas. Persentase telur yang
menetas pada hari ke – 20, 21, dan 22
hari dihitung dengan rumus :
Umur menetas hari ke-=
Σtelur menetas hari ke-
Σ telur menetas
x 100 %
36 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
Bobot tetas (g) adalah bobot badan anak
ayam setelah menetas yang ditimbang
setelah kering bulunya
Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis
menggunakan uji t-student (Steel dan
Torrie, 1995). Persamaan matematika uji t-
student sebagai berikut:
X1 - X2
t =
Sgab √1/n + 1/n
Keterangan :
X1 = Rataan nilai pengamatan pada
mesin tetas listrik
X2 = Rataan nilai pengamatan pada
mesin tetas kombinasi
Sgab = Standar deviasi (S) gabungan
pada mesin tetas listrik dan
mesin tetas kombinasi
S =
∑ (∑ )
Pengolahan data penelitian menggunakan
program Minitab Release V. 15 dengan
kaidah pengambilan keputusan dari hasil
analisis yakni: jika P-value<0.05, berarti
peubah pada mesin tetas listrik berbeda
nyata dengan mesin tetas kombinasi. Jika
P-value>0.05, berarti peubah pada kedua
mesin tetas tersebut tidak berbeda nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis data fertilitas, daya
hidup embrio, daya tetas, lama menetas dan
bobot tetas telur ayam tolaki pada mesin
tetas sumber pada yang berbeda dapat
dilihat pada Tabel 1.
a. Fertilitas
Persentase fertilitas telur ayam tolaki
pada mesin tetas sumber panas listrik (PL)
dan mesin tetas kombinasi listrik dan
lampu minyak (PLM) sebagaimana terlihat
pada Tabel 1 menunjukkan bahwa secara
umum rata-rata fertilitas telur ayam tolaki
adalah 52,72%. Fertilitas telur ayam tolaki
yang dicapai pada penelitian ini lebih
rendah dibandingkan dengan tertilitas ayam
kampung yang dilaporkan Djafar (2001)
yakni sebesar 65,18%, fertilitas ayam kedu
pebibit di Kabupaten Temanggung yaitu
74,24% (Suryani dkk., 2012), fertilitas itik
pada lama penyimpanan telur 1 hari, yaitu
91,67%, lama penyimpanan 4 hari 83,33%
dan lama penyimpanan 7 hari yaitu 72,29%
(Meliyati dkk., 2012),) fertilitas ayam
petelur yang diinseminasi dengan semen
pejantan ayam kampung dengan
mengencerkan NaCl fisiologis 0,9 persen
ditambah kuning telur ¼ bagian diperoleh
hasil sebesar 70,83% (Sujionohadi dkk.,
2007).
Table 1. Fertilitas, Daya Hidup Embrio (DHE), Daya Tetas, Lama Menetas dan bobot Tetas
Ayam Tolaki pada Mesin Tetas Sumber Panas yang Berbeda
No Parameter Mesin Tetas
Sumber Panas
Listik (PL)
Mesin Tetas sumber
Panas Kombinasi
(PLM)
Rataan
1 Fertilitas (%) 58,57 46,88 52,72
2 DHE (%) 96,67 89,58 93,13
3 Daya Tetas (%) 45,61 64,81 55,21
4 Lama Menetas (%) 21.05 21,09 21,07
5 Bobot Tetas (g) 26,47 26,96 26,71
37 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
Selain itu rendahnya fertilitas telur yang
dicapai pada penelitian ini mungkin
disebabkan oleh mesin tetas sederhana
yang digunakan, sebagaimana
dikemukakan oleh Suyatno (2005) bahwa
kelemahan mesin tetas konvensional antara
lain: (1) pemutaran dengan tangan masih
kurang halus dan menimbulkan getaran
yang dapat mengakibatkan kematian
embrio ayam; (2) pemutaran telur tidak
merata; (3) frekuensi pemutaran telur
sangat terbatas, yaitu hanya tiga kali sehari
(pagi, siang, dan sore); (4) suhu dan
kelembaban kurang merata; serta (5) panas
dalam mesin kurang stabil. Jumlah telur
yang terkumpul selama penelitian juga
terbatas, sehingga tidak memungkinkan
adanya seleksi telur tetas, khususnya
seleksi terhadap bentuk telur. Lestari dkk.
(2013) menyatakan bahwa keberhasilan
penetasan salah satunya ditentukan oleh
kualitas telur. Telur tetas yang baik adalah
telur yang berbentuk oval yang memiliki
perbandingan garis tengah bagian yang
lebar dan garis tengah bagian yang panjang
3:4 atau memiliki indeks bentuk telur 75
persen (Murtidjo, 1993). Menurut
Yuwanta (2004) telur tetas yang normal
memiliki indeks bentuk telur 70-75 persen.
Bibit ayam tolaki jantan dan betina yang
digunakan pada penelitian berumur sekitar
20 bulan. Rasyaf (1993) dalam Listiyowati
dan Rospitasari (2004) menyatakan bahwa
pengambilan telur tetas sebulan setelah
dewasa kelamin (umur 9 bulan) dicapai
fertilitas sebesar 85 sampai 95%.
Rata-rata fertilitas telur ayam tolaki
yang ditetaskan pada mesin tetas sumber
panas listrik mencapai 58,57%, sedangkan
pada mesin tetas kombinasi hanya
mencapai 46,88%. Namun demikian, hasil
uji-t menunjukkan bahwa fertilitas telur
ayam tolaki pada kedua jenis mesin tetas
tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05).
Dalam penelitian ini perkawinan
dilakukan melalui IB sebanyak dua kali
seminggu. Kemungkinan telur-telur yang
tidak fertil adalah telur yang diproduksi
pada hari terakhir sebelum IB berikutnya,
karena motilitas dan daya hidup sperma
dalam saluran reproduksi betina semakin
menurun. Hal ini sesuai pendapat Sutiyono
dan Ondho (1991) bahwa setelah
perkawinan, fertilitas telur berangsur
menurun.Putra (2009) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mepengaruhi fertilitas
adalah motilitas sperma, ransum, hormon,
lama penyinaran, umur ayam, produksi
telur, musim, perbandingan jumlah jantan
dan betina, serta lamanya jantan berada
dalam kandang.
b. Daya hidup embrio (DHE)
DHE diketahui melalui
peneropongan telur (candling) pada hari
ke-14 umur penetasan, saat telur dibalik
pada sore hari. Telur yang masih hidup
pada 14 hari umur penetasan ditandai
dengan bertambahnya jumlah dan ukuran
akar-akar serabut pada telur, sedangkan
telur yang mati ditandai adanya bintik dan
benang darah merah yang mengelilingi
telur. Persentase daya hidup embrio pada
kedua jenis mesin tetas dapat dilihat pada
Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 terlihat
bahwa rata-rata DHE ayam tolaki pada
penelitian ini adalah sebesar 93,13 persen.
DHE yang diperoleh pada penelitian ini
lebih tinggi daripada DHE ayam kampung
hasil penelitian Solihati dkk. (2006), yakni
sebesar 43,24% pada penyimpanan semen
selama 1 jam, sedangkan pada
penyimpanan semen 24 jam turun menjadi
21,68% dan pada penyimpanan 48 jam
tinggal 10,32%. Suryani dkk. (2012)
melaporkan bahwa Rataan mortalitas
embrio ayam kedu pebibit adalah 40,02%,
atau dengan kata lain DHE hanya sebesar
59,98%.
38 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
Semen ayam yang digunakan dalam
penelitian ini langsung digunakan untuk
IB, sehingga diperoleh DHE yang tinggi.
Menurut Susilawati dan Hernawati (1992)
bahwa semakin lama semen disimpan
menyebabkan periode fertil semakin
singkat, karena penyimpanan yang lebih
lama akan semakin meningkatkan jumlah
spermatozoa yang mati dan semakin
banyak jumlah spermatozoa mati maka
jumlah kematian spermatozoa hidup
selama proses penyimpanan semakin
meningkat, karena sperma yang mati akan
menjadi racun bagi sperma yang masih
hidup. Lama penyimpanan juga akan
menyebabkan kerusakan membran plasma
spermatozoa sehingga akan menurunkan
motilitas dan pada akhirnya periode fertil
juga lebih singkat.
Tingginya DHE kemungkinan juga
besar disebabkan penanganan telur tetas
selama proses penetasan dilakukan secara
hati-hati dan penanganan telur pada saat
pembalikan tidak terlalu lama, sehingga
suhu dalam mesin tetas tetap stabil.Hal ini
sesuai dengan pendapat Tullet (1990)
bahwa keberhasilan penetasan tergantung
dari suhu, kelembaban, frekuensi
pemutaran telur, ventilasi dan kebersihan
telur. Demikian pula halnya dengan
Iswanto (2005) yang menyatakan bahwa
kondisi suhu dalam mesin tetas yang tidak
merata, kemungkinan dapat menimbulkan
kematian pada calon DOC. Lebih lajut
dijelaskan bahwa pembalikan telur dalam
mesin tetas sebaiknya dilakukan tiga kali
sehari yakni pada pagi, siang, sore hari.
Saat membalik telur, lakukan secara
perlahan, usahakan tidak sampai tersentak
supaya telur tidak retak atau pecah dan
isinya tidak terguncang.
Berdasarkan uji t-student diketahui
bahwa mesin tetas sederhana yang
menggunakan sumber panas berbeda dalam
penelitian ini tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap DHE. DHE pada mesin
tetas sumber panas listrik adalah 96,67%,
sedangkan pada mesin tetas kombinasi
sebesar 89,58%. Kematian embrio selama
penelitian dapat terjadi karena kualitas telur
yang ditetaskan dapat pula disebabkan oleh
mesin tetas yang digunakan. Menurut
Tullett dan Burton (1987) bahwa
penghambatan pertumbuhan embrio terjadi
karena berhubungan dengan hal-hal
berikut: (1) pengurangan pertukaran gas,
kegagalan chorioallantois menjadi garis
permukaan yang lengkap pada membran
kerabang dalam; (2) pengurangan
perluasan daerah vaceculosa, pembatasan
pengambilan nutrien oleh embrio, dan (3)
kegagalan embrio dalam menggunakan sisa
albumen. Lebih lanjut Suprijatna dkk.
(2005) menambahkan bahwa apabila induk
mengalami defisiensi mineral maka
berdampak pada fertilitas dari telur yang
ditetaskan, hal ini juga berpengaruh pada
perkembangan embrio.
Daya Tetas
Daya tetas ditentukan berdasarkan
jumlah telur tetas yang menetas dari
sejumlah telur-telur tetas yang tertunas atau
fertil (Djannah, 1998). Visualisasi anak
ayam yang menetas pada mesin tetas
dengan sumber panas yang berbeda dapat
dilihat pada Gambar 2. Sementara itu daya
tetas telur ayam tolaki pada mesin tetas
sumber panas yang berbeda dapat dilihat
pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 terlihat
bahwa ratan daya tetas telur ayam tolaki
adalah 55,21%. Hasil penelitian ini lebih
rendah dibandingkan dengan hasil
39 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
Gambar 2. Anak ayam yang menetas melalui mesin tetas dengan sumber panas yang bebeda.
penelitian Djafar (2001) yang mendapatkan
daya tetas ayam kampung sebesar 75,26%.
Demikian pula Irianty dkk. (2005)
melaporkan bahwa dengan penambahan
vitamin E sebanyak 20 mg/kg pakan pada
ayam kampung menghasilkan daya tetas
sebesar 73,31% dan 30 mg/kg pakan
menghasilkan daya tetas 74,11%. Zakarian
(2010) melaporkan bahwa rataan daya tetas
telur telur ayam kampung adalah71,67%,
bahkan jauh lebih rendah dari daya tetas
telur itik mallard yang mencapai 84,18% -
89,10% (Romjali et.al., 2006).
Rataan daya tetas telur itik khaki
campbell pada lama akan semakin
meningkatkan jumlah spermatozoa yang
mati dan semakin banyak jumlah
spermatozoa mati maka jumlah kematian
spermatozoa hidup selama proses
penyimpanan semakin meningkat, karena
sperma yang mati akan menjadi racun bagi
sperma yang masih hidup. Lama
penyimpanan juga akan menyebabkan
kerusakan membran plasma spermatozoa
sehingga akan menurunkan motilitas dan
pada akhirnya periode fertil juga lebih
singkat.
Tingginya DHE kemungkinan juga
besar disebabkan penanganan telur tetas
selama proses penetasan dilakukan secara
hati-hati dan penanganan telur pada saat
pembalikan tidak terlalu lama, sehingga
suhu dalam mesin tetas tetap stabil.Hal ini
sesuai dengan pendapat Tullet (1990)
bahwa keberhasilan penetasan tergantung
dari suhu, kelembaban, frekuensi pemutaran
telur, ventilasi dan kebersihan telur.
Demikian pula halnya dengan Iswanto
(2005) yang menyatakan bahwa kondisi
suhu dalam mesin tetas yang tidak merata,
kemungkinan dapat menimbulkan kematian
pada calon DOC. Lebih lajut dijelaskan
bahwa pembalikan telur dalam mesin tetas
sebaiknya dilakukan tiga kali sehari yakni
pada pagi, siang, sore hari. Saat membalik
telur, lakukan secara perlahan, usahakan
tidak sampai tersentak supaya telur tidak
retak atau pecah dan isinya tidak
terguncang.
Berdasarkan uji t-student diketahui
bahwa mesin tetas sederhana yang
menggunakan sumber panas berbeda dalam
penelitian ini tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap DHE. DHE pada mesin
tetas sumber panas listrik adalah 96,67%,
sedangkan pada mesin tetas kombinasi
sebesar 89,58%. Kematian embrio selama
penelitian dapat terjadi karena kualitas telur
yang ditetaskan dapat pula disebabkan oleh
mesin tetas yang digunakan. Menurut
Tullett dan Burton (1987) bahwa
penghambatan pertumbuhan embrio terjadi
karena berhubungan dengan hal-hal berikut:
(1) pengurangan pertukaran gas, kegagalan
chorioallantois menjadi garis permukaan
yang lengkap pada membran kerabang
dalam;
40 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
(2) pengurangan perluasan daerah
vaceculosa, pembatasan pengambilan
nutrien oleh embrio, dan (3) kegagalan
embrio dalam menggunakan sisa albumen.
Lebih lanjut Suprijatna dkk. (2005)
menambahkan bahwa apabila induk
mengalami defisiensi mineral maka
berdampak pada fertilitas dari telur yang
ditetaskan, hal ini juga berpengaruh pada
perkembangan embrio.
Daya Tetas
Daya tetas ditentukan berdasarkan
jumlah telur tetas yang menetas dari
sejumlah telur-telur tetas yang tertunas atau
fertil (Djannah, 1998). Visualisasi anak
ayam yang menetas pada mesin tetas
dengan sumber panas yang berbeda dapat
dilihat pada Gambar 2. Sementara itu daya
tetas telur ayam tolaki pada mesin tetas
sumber panas yang berbeda dapat dilihat
pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 terlihat
bahwa ratan daya tetas telur ayam tolaki
adalah 55,21%. Hasil penelitian ini lebih
rendah dibandingkan dengan hasil
penelitian Djafar (2001) yang mendapatkan
daya tetas ayam kampung sebesar 75,26%.
Demikian pula Irianty dkk. (2005)
melaporkan bahwa dengan penambahan
vitamin E sebanyak 20 mg/kg pakan pada
ayam kampung menghasilkan daya tetas
sebesar 73,31% dan 30 mg/kg pakan
menghasilkan daya tetas 74,11%. Zakarian
(2010) melaporkan bahwa rataan daya tetas
telur telur ayam kampung adalah71,67%,
bahkan jauh lebih rendah dari daya tetas
telur itik mallard yang mencapai 84,18% -
89,10% (Romjali et.al., 2006).
Rataan daya tetas telur itik khaki
campbell pada Bobot tetas telur ayam
tolaki yang ditetaskan pada mesin tetas
dengan sumber panas yang berebeda
disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data
pada Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata bobot
tetas ayam tolaki adalah 26,71 g. Bobot
tetas pada hasil penelitian ini lebih rendah
dibandingkan dengan hasil penelitian
Irianty dkk. (2005) bahwa dengan
penambahan vitamin E sebanyak 20 mg/kg
pakan pada ayam kampung akan
menghasilkan bobot tetas sebesar 28,24 g
dan 30 mg/kg pakan akan menghasilkan
bobot tetas 29,36 g.
Rendahnya bobot tetas telur ayam
tolaki pada penelitian ini diduga
disebabkan ayam tolaki memiliki ukur telur
dan postur tubuh yang kecil dan ramping
bila dibandingkan dengan ayam kampung.
Hal ini sesuai dengan Nafiu dkk. (2009)
yang melaporkan bahwa selain postur
tubuh yang kecil dan ramping, ayam tolaki
memiliki telur yang relatif kecil dengan
rata-rata bobot 35.55 g atau berkisar 27.00–
41.55 g, lebih ringan dibanding ayam
kampung yang mencapai 35 – 45 g
(Mansjoer, 2003). Nataamijaya et al.
(1989), melaporkan bahwa berat tetas anak
ayam buras yang sumber telurnya yang
berasal dari induk yang relatif sama adalah
sebesar 32,03 g, sedangkan Mugiyono et
al. (1989) melaporkan bahwa berat tetas
ayam buras yang sumber telur yang berasal
dari induk yang relatif sama sebesar 31,17
g, dan Zakarian (2010) melaporkan bobot
tetas ayam kampung adalah 31,82 g.
Rata-rata bobot tetas ayam tolaki
pada mesin tetas sumber panas listrik
sebesar 26,47 g, sedangkan pada mesin
tetas sumber panas kombinasi adalah 26,96
g. Berdasarkan hasil uji t-student diketahui
bahwa bobot tetas telur ayam tolaki pada
mesin tetas dengan sumber panas listrik
tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan mesin
tetas sumber panas kombinasi.
Penempatan telur pada kedua mesin
tetas dilakukan secara acak, sehingga bobot
tetas pada mesin tetas listrik dan mesin
tetas kombinasi tidak jauh berbeda.
Disamping itu, bobot tetas dipengaruhi
oleh bobot telur. Wiharto (1988)
41 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
menyatakan bahwa penetasan dengan
bobot telur seragam akan memberikan hasil
yang baik karena anak-anak unggas yang
menetas nantinya juga memiliki bobot yang
seragam. Telur harus seragam bentuk,
warna dan bobotnya. Selanjutnya menurut
Rasyaf (1989) dalam Ilmi (2005) bahwa
ada hubungan yang positif antara bobot
telur dengan bobot awal anak ayam yang
menetas pada umur sehari. Djannah (1998)
dalam Ilmi (2005) bahwa bobot dan
besarnya telur merupakan suatu karakter
performans yang mewaris dari tetua ke
anak ayam, karakter itu berbeda setiap
bangsa, varietas dan strain ayam.
c. Lama Menetas
Telur ayam kampung umumnya akan
menetas setelah dierami selama 21 hari.
Rata-rata lama menetas telur ayam tolaki
pada mesin tetas dengan sumber panas
yang berbeda disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Rataan Lama Menetas Ayam
Tolaki
Gambar 3 menunjukkan bahwa rata-
rata lama menetas telur ayam tolaki adalah
21,07 hari. Hasil penelitian ini sesuai
dengan Nuryati dkk. (2000) bahwa pada
umur dua puluh hari kantung kuning telur
sudah masuk seluruh ke dalam rongga
perut, embrio hampir menempati seluruh
rongga di dalam telur kecuali kantung
udara, pada umur 21 hari ayam sudah
membuka kerabangnya walaupun belum
seluruhnya dan memerlukan waktu 12
sampai 18 jam untuk keluar dari kerabang.
Lama menetas telur ayam tolaki yang
ditetaskan pada mesin tetas sumber panas
listrik adalah 21.05 hari dan sumber panas
kombinasi listrik dan lampu minyak adalah
21,09 hari. Berdasarkan hasil uji t diketahui
bahwa umur menetas telur pada kedua jenis
mesin tetas tersebut tidak berbeda nyata
(P>0.05). Hal ini dikarenakan umur dan
bobot telur yang digunakan dianggap
seragam. Umur telur berkisar 1-7 hari
sedangkan bobot telur 38.71–43.02 g. Hal
ini sesuai dengan pendapat Wiharto (1988)
bahwa keseragaman bobot telur akan
berpengaruh terhadap lama pengeraman
dan masa penetasan. Dalam penelitian ini
telur ayam tolaki menetas pada umur
penetasan 20, 21 dan 22 hari. Persentase
telur yang menetas pada umur penetasan
20, 21 dan 22 hari dari seluruh telur yang
menetas pada mesin tetas PL dan mesin
tetas PLM disajikan pada Tabel 3
Tabel 3. Persentase telur yang menetas pada umur berbeda dari seluruh telur yang menetas
Mesin
tetas
Umur menetas (hari)
Total
20 21 22
Jumlah
menetas
(%) Jumlah
menetas
(%) Jumlah
menetas
(%)
PL - - 26 89,66 3 10,34 100
PML 1 4,17 20 83,33 3 12,5 100
Total 1 4,17 46 172,99 6 22,84 200
Rerata 1 4,17 23 86,50 3 11,42 100
21.05
21.09
21.00
21.10
PL PLM
Rataan Lama Menetas
42 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
Tingginya telur yang menetas pada
umur penetasan 21 hari pada kedua jenis
mesin tetas pada penelitian ini, karena suhu
dan kelembaban inkubator stabil dan
embrio dapat berkembang dengan normal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Jasa (2006)
bahwa suhu embrio harus sesuai dengan
kondisi pada proses penetasan alami
menggunakan induk. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa agar embrio dapat
berkembang dengan baik maka suhu di
dalam ruang penetasan diatur dengan
kisaran suhu 95 - 104o
F sehingga
menjamin embrio mendapatkan suhu yang
ideal untuk perkembangan yang normal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Fertilitas, daya hidup embrio, daya
tetas, umur menetas dan bobot tetas telur
ayam tolaki yang ditetaskan pada mesin
tetas dengan sumber panas listrik (PL)
tidak berbeda nyata (P>0,05), dengan yang
ditetaskan pada mesin tetas sumber panas
kombinasi listrik dan lampu minyak
(PLM). Namun demikian secara kuantititas
rataan daya tetas pada mesin PLM
(64,81%) cenderung lebih tinggi
dibandingkan mesin tetas PL (45,61%).
Berdasarkan hasil penelitian
disarankan kepada peternak terutama di
daerah pedesaan untuk menggunakan
mesin tetas dengan sumber panas
kombinasi listrik dan lampu minyak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tim penulis menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada Dekan dan Kepala
Laboratorium Lapangan Fakultas
Peternakan UHO yang memberikan izin
untuk menggunakan seluruh fasilitas yang
diperlukan dalam peneltian ini. Kami juga
ucapkan terima kasih kepada Rusli
Badaruddin, S.Pt., M.Si. dan Hazizi, S.Pt.
yang turut membantu dalam pelaksanaan
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Christensen, L. V., 1991. Diluents, dilution
and strorage of poultry semen for six
hour. Proceeding First Internasional
Symposium on the Artificial
Insemination of Poultry Science
Asdsociation, Inc. USA.
Djannah, D., 1998. Beternak Ayam.
Yasaguna. Surabaya.
Ilmi, I., 2005. Pengaruh bentuk dan umur
telur terhadap daya tetas dan
proporsi jenis kelamin ayam arab.
Universitas Haluoleo. Kendari.
Iriyanti, N., Zuprizal, T. Yuwanta, dan S.
Keman. 2005. Penggunaan vitamin E
dalan pakan terhadap fertilitas, daya
tetas, dan bobot tetas telur ayam
kampung. Fakultas peternakan
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Iswanto, H., 2005. Ayam Kampung
Pedaging. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Jasa, L., 2006. Pemanfaatan
Mikrokontroler Atmega 163 Pada
Prototipe Mesin Penetasan Telur
Ayam. Jurnal Teknologi Elektro Vol
5 (1):30-36.
Kartasudjana, R., 2001. Penetasan Telur.
Proyek Pengembangan Sistem dan
Standar Pengelolaan Smkdirektorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Lestari, E., Ismoyowati, dan Sukardi.
2013. Korelasi antara bobot telur
dengan bobot tetas dan perbedaan
susut bobot pada telur entok
(Cairrina moschata) dan itik (Anas
plathyrhinchos). Jurnal Ilmiah
Peternakan 1(1):163-169.
Listiyowati, E., dan Rospitasari, K., 2004.
Unggas tata laksana budidaya
43 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
secara komersial. Penebar swadaya.
Jakarta.
Mansjoer, S. 2003. Potensi ayam buras di
Indonesia. Makala semiloka
pengkajian pengembangan produksi
bibit ayam Buras dan Itik. Cisrua
Bogor. Tanggal 11 – 12 Desember
2003.
Meliyati, N., K., Nova dan D. Septinova.
2012. Pengaruh umur telur tetas itik
mojosari dengan penetasan
kombinasi terhadap fertilitas dan
daya tetas. Skripsi. Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
Mugiyono, S., Sukardi dan E. Tugiyanti,
1989. Perbandingan pemeliharan
ayam buras secara tradisional dan
semi intensif. Proc. Seminar Nasional
tentang Unggas Lokal. Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang. Hal. 65–67.
Murtidjo, B., 1993. Mengelola Itik.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Nafiu, L.O. dan M. Rusdin. 2007. Studi
potensi dan keragaman ayam lokal di
Sulawesi Tenggara. Laporan
Penelitian. Lembaga Penelitian
unhalu. Unpublished. Kendari.
Nafiu, L. O., T. Saili, M. Rusdin, A.S. Aku
dan Y. Taufik. 2009. Pelestarian dan
Pengembangan Ayam Tolaki sebagai
Plasma Nutfah Asli Sulawesi
Tenggara. Lembaga Penelitian
Universitas Haluoleo. Kendari.
Nataamijaya, A.G., H. Resnawati, T.
Antawijaya, I. Barchia dan D.
Zainuddin, 1989. Produktivitas ayam
buras di dataran tinggi dan dataran
rendah. Balitnak, Ciawi-Bogor
Ningtyas, M.S., Ismoyowati dan I. H.
Sulistyawan. 2013. Pengaruh
temperatur terhadap daya tetas dan
hasil tetas telur itik
(Anasplathyrinchos. Jurnal Ilmiah
Peternakan 1(1):347-352.
North, M. O. dan D. D. Bell., 1990.
Commercial Chicken Manual. 4th
Ed. Avi Publishing Company Inc.
West Port, California.
Nurhayati, T., Sutarto, dan Karim,
M.,2000. Sukses Menetaskan Telur.
Penebar Swadaya. Cianjur.
Putra. Z., 2009. Fertilitas dan daya
tetas.PSK Unggas Kelas Dua Untuk
Siswa/I SPP-SPMAN Saree Provinsi
Aceh. Banda Aceh.
Rasyaf, M., 1989. Pengelolaan Penetasan.
Penerbit Swadaya. Jakarta.
Riyanto dan Anthonius, 2001. Sukses
Menetaskan Telur Ayam. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Romjali, E., A.L. Lambio, E. S. Luis, N.P.
Roxas and A.A. Barion. 2006.
fertility and hatchability of eggs on
mallard ducks (Anas platyrhynchos
L.) of different plumage pattern
under different feeding regimes. Pros.
Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner: 674-679.
Solihati, N., Idi, R., Setiawan, R., Asmara,
I.Y., Bayu, I., Sujana. 2006.
Pengaruh lama penyimpanan
semen cair ayam buras pada suhu 5
o
C terhadap periode fertile dan
fertilitas sperma. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran.
Bandung.
Steel RGD, dan Torrie JH. 1995. Prinsip
dan Prosedur Statistika. Suatu
Pendekatan Biometrik. Ed ke-2.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Subiharta dan Yuwana, D.M., 2012.
Pengaruh penggunaan bahan tempat
air dan letak telur di dalam mesin
tetas yang perpemanas listrik pada
penetasan itik tegal. Seminar
44 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014
Nasional Kedaulatan Pangan dan
Energi 1-7.
Sujionohadi, K dan Setiawan A., 2007.
Ayam Kampung Petelur. Penebar
Swadaya (edisi revisi). Jakarta.
Susilawati, S. dan T. Hermawati. 1992.
Penggunann Pengencer Larutan
Buah untuk Menyimpan Semen
Domba. Media Kedokteran
Hewan.Vol.3. No.3.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U.,
Kartasudjana, R., 2005. Ilmu Dasar
Ternak Unggas. Penebar swadaya.
Jakarta.
Suryani, N., N. Suthama dan H. I.
Wahyuni. 2012. Fertilitas telur dan
mortalitas embrio ayam kedu pebibit
yang diberi ransum dengan
peningkatan nutrien dan tambahan
Sacharomyces cerevisiae. Animal
Agricultural Journal, Vol. 1. (1): 389
– 404.
Sutiyono dan Ondho, Y. S., 1991. Fertilitas
spermatozoa pada alat kelamin
betina. Media 16 (4) : 9-11.
Suyatno. 2005. Otomatisasi mesin tet as
untuk meingka tkan produksi DOC
(Day Old Chick) ayam lurik dan
efisiensi usaha. Junal DEDIKASI
Volume 3: 17-25.
Tullett, S. G., 1990. Science dan the art of
incubation. Pult. Sci. 69 : 1-15
Tullett, S. G. dan F.G. Burton, 1987. Effect
of two gas mixtures on growth of the
domestic fowl embryo from days 14
through 17 of incubation. J. Exp.
Zool. Suppl. 1 : 347-350.
Widyaningrum, A.E., E. Sudjarwo dan
Achmanu. 2012. Pengaruhjenis
bahan dan frekuensi penyemprotan
terhadap daya tetas, bobot tetas, dan
dead embryo telur itik khaki
campbell. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Brawijaya,
Malang
Wiharto, 1988. Petunjuk Pembuatan
Mesin Penetas. Penerbit Lembaga
Penerbitan Universitas Brawijaya.
Malang.
Yuwanta, T., 2004. Dasar Ternak Unggas.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Zakaria, M.A.S., 2010. Pengaruh lama
penyimpanan telur ayam buras
terhadap fertilitas, daya tetas telur
dan berat tetas. Jurnal Agrisistem Vol.
6 (2): 97-102
eeee----JournalJournalJournalJournal
Peternakan TropikaPeternakan TropikaPeternakan TropikaPeternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com
email: jurnaltropika@unud.ac.id
eeee----journaljournaljournaljournal
FAPET UNUDFAPET UNUDFAPET UNUDFAPET UNUD
UniversitasUniversitasUniversitasUniversitas
UdayanaUdayanaUdayanaUdayana
153
KUALITAS TELUR LIMA JENIS AYAM KAMPUNG YANG
MEMILIKI WARNA BULU BERBEDA
Hartono T. A., Puger, A. W., Nuriyasa, I. M
Program studi peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana
Denpasar, Bali
Hp.081805075276, e-mail : Hartono_atm@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas telur lima jenis ayam
kampung yang memiliki warna bulu berbeda umur 24 minggu telah dilaksanakan di
Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Sesetan, Denpasar.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap dengan lima jenis perlakuan yaitu perlakuan A (biying), perlakuan B (selem),
perlakuan C (putih siungan), perlakuan D (putih kedas) dan perlakuan E (brumbun).
Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan, setiap ulangan menggunakan 1 ekor
ayam. Variabel yang diamati adalah berat jenis, berat telur, tebal kulit telur, berat kulit
telur, berat selaput telur, berat putih telur, berat kuning telur, indeks telur, indeks putih
telur, indeks kuning telur, haugh unit, dan warna kuning telur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas telur pada variabel yang diamati secara statistik berbeda tidak
nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas telur
bagian luar (berat jenis, berat telur, indeks telur) dan kualitas telur bagian dalam (tebal
kulit telur, berat kulit telur, berat selaput telur, berat putih telur, berat kuning telur, indeks
putih telur, indeks kuning telur, haugh unit, dan warna kuning telur ) tidak dipengaruhi
oleh warna bulu ayam kampung.
Kata kunci : Ayam kampung, lima warna bulu, kualitas telur
THE EGGS QUALITY OF FIVE DIFFERENT PLUMAGE COLOURS
OF KAMPUNG CHICKEN
ABSTRACT
This researh was conducted to identificate the egg quality of 24 week-old kampung
chickens with five different plumage colors at Station of Animal Science, University of
Udayana, Sesetan, Denpasar. Five treatments were used in a Completely Randomized
Design (CRD) as of: biying (red feathers) kampung chicken as treatment A, selem (black
feathers) kampung chicken as treatment B, putih siungan (white feathers and yellow shank)
kampung chicken as treatment C, putih kedas (bright white feathers) kampung chicken as
treatment D, and brumbun (mix black, red and white feathers) kampung chicken as
treatment E. Each treatment consisted of three replicates, each replication using 1 chickens.
The variables observed were weight density, weight egg, egg shell thickness, egg shell
weight, white weight of the egg membrane, weight egg white, egg yolk weight, egg index,
egg white index, egg yolk index, haugh units and yolk color. The results showed that the
quality of the eggs on the observed variables were not significantly different in statistic
Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 154
(P>0.05). It can be concluded that external egg quality as of: weight density, weight egg,
egg index and internal egg quality as of: egg shell thickness, egg shell weight, white
weight of the egg membrane, weight egg white, egg yolk weight, egg white index, egg
yolk index, haugh units and yolk color were not affected by colour plumage of kampung
chicken.
Keywords : Kampung chicken, five plumage colour, egg quality
PENDAHULUAN
Ayam kampung (Gallus domesticus) berasal dari ayam hutan merah (Gallus gallus)
yang telah berhasil dijinakkan dan merupakan salah satu ayam yang mampu bereproduksi
dengan pemberian pakan yang bernutrisi rendah. Ayam kampung juga dikenal dengan
sebutan ayam buras (bukan ras). Dari proses evolusi dan domestikasi, maka terciptalah
ayam kampung yang telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan
terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991). Ayam
kampung dengan warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama
merupakan cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu ukuran badan ayam
kampung kecil, mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1998). Populasi
ayam buras di Bali saat ini tercatat sekitar 4,6 juta ekor sedangkan produksi telur ayam
kampung tahun 2009 adalah 282.692 ton (Disnak Bali, 2010).
Kebutuhan telur ayam kampung di Bali sangat tinggi, baik untuk dikonsumsi
maupun digunakan untuk jamu. Telur ayam kampung mempunyai kelebihan dibandingkan
telur ayam yang lain. Selain sumber kalori dan protein hewani yang cukup baik (mudah
diserap usus dalam jumlah yang banyak) dapat dipakai sebagai campuran minuman jamu
yang diyakini dapat memberikan kesegaran pada tubuh (Setiawan, 2008). Selain itu telur
merupakan fase awal untuk perkembangbiakan ayam, melalui produksi telur yang tinggi
maka kebutuhan telur dan kebutuhan ayam untuk sarana Upakara akan dapat terpenuhi.
Ayam Kampung yang banyak dikenal masyarakat di Bali serta sering digunakan
untuk sarana Upakara ada 5 macam warna yaitu ayam merah (biying) yang mempunyai
ciri-ciri warna bulu merah, ayam hitam (selem) yaitu warna bulu hitam, ayam putih
siungan dengan ciri yaitu bulu putih dengan paruh dan kaki kuning, ayam putih kedas yaitu
bulu putih dengan paruh dan kaki putih dan ayam brumbun yaitu bulu campuran terdiri
dari hitam, putih dan merah.
Telur merupakan salah satu produk peternakan yang mudah rusak. Kerusakan pada
telur ayam kampung dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologis sehingga terjadi
Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 155
perubahan selama masa penyimpanan. Oleh karena itu dalam pemilihan telur ayam
kampung perlu memperhatikan kualitasnya. Secara keseluruhan kualitas sebutir telur ayam
kampung tergantung pada kualitas telur ayam kampung bagian dalam (isi telur) dan
kualitas telur ayam kampung bagian luar (kulit telur) (Sudaryani, 2000). Oleh karena itu
pengetahuan tentang kualitas telur dan faktor yang mempengaruhinya akan menjadi sangat
penting baik ditinjau dari segi konsumen maupun produsen telur demi keberlangsungan
usahanya.
Telur ayam kampung mempunyai kemiripan dengan telur ayam Arab dan
merupakan salah satu jenis telur ayam lokal yang banyak beredar di pasar. Telur ayam
Arab mempunyai bentuk dan warna kerabang serta kualitas isi yang mempunyai kemiripan
dengan telur ayam kampung (Susmiyanto et al., 2010 dalam Sodak 2011). Menurut
Yumna et al. (2013) menyatakan bahwa ayam Gold (merah) kualitas telurnya cenderung
lebih baik dibandingkan yang berwarna Silver (putih). Sedangkan ayam arab bewarna Gold
adalah salah satu ayam yang mempunyai kemiripan dengan ayam warna merah (biying)
pada ayam kampung.
Berdasarkan uraian diatas bahwa informasi yang berkaitan dengan warna bulu
terhadap kualitas telur ayam kampung sangat sedikit didapatkan. Maka penelitian ini
merujuk pada ayam arab yang mirip dengan ayam kampung. Sehingga dengan adanya
perbedaan warna bulu ayam selem, biying, putih siungan, putih kedas, dan brumbun maka
perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas telur ayam
kampung dari lima macam warna bulu.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas
Udayana, Sesetan, Denpasar. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan. Penelitian ini
menggunakan ayam kampung betina berumur 24 minggu, yang terdiri dari 5 macam warna
bulu yaitu merah (biying), hitam (selem), bulu putih dengan paruh dan kaki kuning (putih
siungan), bulu putih dengan paruh dan kaki putih (putih kedas), dan campuran bulu hitam,
putih dan merah (brumbun). Jumlah ayam yang digunakan setiap perlakuan 3 ekor
sehingga secara keseluruhan adalah 15 ekor. Kandang yamg digunakan sistem enriched
cage (Pavlik et al., 2007, Sarica et al., 2008). Kandang dilengkapi dengan tempat pakan
dan air minum, tempat bertengger dan tempat bertelur serta lantai dari tanah untuk tempat
ayam dapat mengais. Ukuran kandang individu 100 cm panjang x 75 cm lebar dan dengan
Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 156
tinggi 80 cm. Ransum yang diberikan dalam penelitian ini adalah ransum lengkap yang
terdiri dari jagung kuning, tepung ikan, dedak padi, bungkil kedelai, polar, premix dan
garam. Ransum mengandung protein kasar (CP) 17 %, energi termetabolis (ME) 2750 kkal
dan serat kasar 3-7 % (Scott et al., 1982). Air minum diberikan secara ad libitum yang
berasal dari air PAM.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan Digital merk
ACIS berkapasitas 5000 g dengan kepekaan 1 g dan kapasitas 500 g dengan kepekaan 0,1
g, jangka sorong, tripod micrometer merk AMES dengan kepekaan 0.1 mm, Yolk colour
fan, micrometer merk AMES, meja kaca pemecah telur, spatula, candler, hydrometer,
cawan petri. Telur dikumpulkan setiap hari pada setiap ulangan. Telur yang dipakai sampel
adalah telur nomor dua dari fase bertelur yang sama. Peubah yang diamati berat jenis, berat
telur, tebal kulit telur, berat kulit telur, berat selaput telur, berat putih telur, berat kuning
telur, indeks telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, haugh unit, warna kuning telur.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima
perlakuan yaitu 5 macam warna bulu ayam kampung, dilakukan 3 kali ulangan dan setiap
ulangan terdiri dari 1 ekor ayam. Lima perlakuan tersebut antara lain : perlakuan A warna
bulu merah (biying), perlakuan B warna bulu hitam (selem), perlakuan C warna bulu putih
dengan paruh dan kaki kuning (putih siungan), perlakuan D warna bulu putih dengan paruh
dan kaki putih (putih kedas), perlakuan E warna bulu hitam, putih dan merah (brumbun).
Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakan sidik ragam. Apabila diantara
perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji
Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat jenis telur pada kelima perlakuan ayam kampung berbeda tidak nyata. Hal ini
disebabkan karena ayam yang digunakan genetiknya sama dan telur yang digunakan adalah
telur segar. Berat jenis tidak dipengaruhi oleh warna bulu, Menurut Hutt (1949),
menyatakan bahwa variasi warna bulu pada ayam adalah faktor genetik. Berat jenis
ditentukan oleh ketebalan kulit (kerabang) dan mutu dari cangkang (Butcher, 1991). Berat
jenis yang dihasilkan adalah 1073,33-1095,00 (Tabel 4). Didukung dengan pendapat
Abbas (1989) yang menyatakan bahwa berat jenis telur dipengaruhi oleh tebal kerabang,
dimana dengan semakin meningkatnya ketebalan kerabang telur maka berat jenis akan
meningkat pula, dan semakin besar telur semakin kecil nilai berat jensnya. Selain itu
Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 157
Koelkebeck (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi berat jenis adalah lama
penyimpanan telur, suhu, waktu bertelur dan kandungan kalsium pakan.
Tabel 4.4. Pengaruh lima macam warna bulu ayam kampung terhadap kualitas telur
Variabel
Perlakuan1)
SEM3)
A B C D E
Berat Jenis 1073,33a2)
1086,67a2)
1090,00a2)
1095,00a2)
1085,00a2)
34,43
Berat Telur (g) 40,67a2)
42,33a2)
38,00a2)
39,67a2)
39,33a2)
1,96
Tebal Kulit Telur (mm) 0,39a2)
0,41a2)
0,39a2)
0,41a2)
0,38a2)
0,0002
Berat Kulit Telur (g) 4,13a2)
4,37a2)
3,43a2)
4,40a2)
3,83a2)
0,11
Berat selaput Telur (g) 0,67a2)
0,63a2)
0,40a2)
0,63a2)
0,90a2)
0,02
Berat Putih Telur (g) 19,87a2)
21,03a2)
20,03a2)
21,80a2)
20,47a2)
1,69
Berat kuning Telur (g) 16,00a2)
16,30a2)
13,93a2)
12,83a2)
14,30a2)
1,10
Indeks Telur (%) 73,95a2)
71,71a2)
82,22a2)
77,90a2)
75,12a2)
7,30
Indeks Putih Telur 0,046a2)
0,046a2)
0,062a2)
0,078a2)
0,044a2)
0,00013
Indeks Kuning Telur 0,22a2)
0,23a2)
0,25a2)
0,26a2)
0,22a2)
0,00044
HU (Haugh Unit) 65,67a2)
65,00a2)
72,33a2)
78,00a2)
62,67a2)
33,33
Warna Kuning Telur (skor) 8,67a2)
8,67a2)
8,67a2)
8,00a2)
9,00a2)
0,60
Keterangan:
1). A : Warna Bulu Merah (Biying)
B : Warna Bulu Hitam (Selem)
C : Warna Bulu Putih, Paruh dan Kaki Kuning (Putih Siungan)
D : Warna Bulu Putih, Paruh dan Kaki putih (Putih Kedas)
E : Warna Bulu Hitam, Putih, Merah (Brumbun)
2). Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata
(P>0,05)
3). SEM: ”Standard Error of the Treatment Means”
Berat telur yang dihasilkan pada penelitian ini berbeda tidak nyata. Hal ini
disebabkan karena pada semua perlakuan menggunakan pakan dan genetik yang sama, ini
berarti warna bulu tidak berpengaruh terhadap berat telur. Penelitian Sarwono (1995)
menunjukkan berat telur berkisar antara 35-45 g/butir. Faktor yang mempengaruhi berat
telur diantaranya genetik ayam, dimana ayam kampung yang mempunyai kemampuan
genetik rendah hanya akan mampu menghasilkan berat telur optimal sesuai dengan
kemampuan genetiknya (Anggorodi, 1978).
Tebal kulit , berat kulit dan berat selaput telur dari kelima macam warna bulu ayam
kampung induk berbeda tidak nyata (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena genetik ayam
yang sama pada semua perlakuan. Tebal kulit telur berhubungan dengan berat kulit dan
berat selaput telur, kulit (kerabang) yang tebal akan berpengaruh terhadap berat kulit dan
Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 158
berat selaput kulit telur. Tebal kulit berhubungan saat proses pengangkutan, Clunies et al.
(1992) menyatakan bahwa kekuatan kulit (kerabang) merupakan faktor terpenting dalam
menentukan kualitas telur terutama hubungannya dengan pengangkutan telur dimana
kekuatan kulit (kerabang) dihubungkan dengan ketebalan kerabang. Tebal kulit telur pada
penelitian ini adalah adalah 0,38-0,41 mm. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
hasil penelitian Yulia (1997) yaitu 0,33 mm. Dengan demikian secara umum dilihat dari
kebutuhan kalsium untuk pembentukan kulit telur telah terpenuhi. Pendapat lain
sebagaimana dikatakan Berg et al. (1964) bahwa kandungan kalsium dan fosfor
mempengaruhi tebal kulit telur.
Berat putih dan berat kuning telur pada semua perlakuan berbeda tidak nyata. Hal
ini disebabkan telur dan pakan yang digunakan adalah sama, selain itu ayam yang
digunakan pada semua perlakuan genetik yang sama yaitu ayam kampung. Berat putih dan
berat kuning telur disebabkan oleh masa simpan telur, semakin lama telur disimpan maka
berat kuning dan putih telur akan berkurang karena terjadi penguapan air di dalam telur
dan oksigen akan masuk kedalam telur. Berat putih telur juga dipengaruhi oleh kepadatan
albumen, semakin padat albumen maka putih telur yang didapatkan semakin berat. Berat
telur dapat mempengaruhi berat kuning telur yang dihasilkan, karena kuning telur
merupakan komponen telur yang menyusun 30-40% telur keseluruhan (Li Chan et al.,
1995). Didukung oleh pendapat Triyuwanta (1998) menyatakan bahwa berat kuning telur
dipengaruhi oleh berat telur dimana ayam yang mempunyai berat telur berat akan
mempunyai kuning telur lebih berat
Hasil analisis ragam menunjukkan indeks telur dari kelima warna bulu berbeda
tidak nyata. Hal ini disebabkan karena genetik ayam yang sama, selain itu juga
dikarenakan umur peneluran ayam kampung kelima perlakuan sama. Indeks telur yang
diperoleh dari penelitian ini adalah berkisar antara 71,77%-82,22%. Indeks telur yang
didapatkan dari penelitian ini cukup baik, sesuai dengan Murtidjo (1992) yang mengatakan
bahwa indeks telur yang baik berkisar 70%-79%. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963)
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi indeks telur adalah umur
peneluran.
Indeks putih telur dari ayam kampung diantara semua perlakuan secara statistik
berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan karena warna bulu tidak berpengaruh terhadap
indeks putih telur. Faktor yang berpengaruh pada indeks putih telur adalah tinggi dan
diameter putih telur. Semakin lama telur disimpan maka kualitas putih telur akan semakin
Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 159
menurun (Neisheim, 1977). Menurut BSN (2008) menyatakan bahwa indeks putih telur
merupakan perbandingan antara tinggi putih telur dengan diameter rata-rata putih telur
kental. Indeks putih telur segar berkisar antara 0.050-0.174. Semakin tua umur telur maka
diameter putih telur akan semakin lebar sehingga indeks putih telur akan semakin kecil.
Perubahan putih telur disebabkan oleh pertukaran gas antara udara luar dengan isi telur
melalui pori-pori kerabang telur dan penguapan air akibat dari lama penyimpanan, suhu,
kelembaban dan porositas kerabang telur (Yuwanta, 2010).
Indeks kuning telur ayam kampung dari semua perlakuan berbeda tidak nyata. Hal
ini disebabkan karena genetik ayam kampung yang sama. Besar kecilnya telur yang
dihasilkan oleh unggas dipengaruhi oleh umur unggas itu sendiri, semakin tua umur
unggas maka ukuran telur akan semakin besar sehingga indeks kuning telur yang
dihasilkan juga semakin besar, karena indeks kuning telur merupakan perbandingan antara
tinggi dan diameter kuning telur (Amrullah, 2003). Indeks kuning telur yang diperoleh dari
penelitian ini adalah 0,22- 0,26. Rataan indeks kuning telur yang didapatkan pada
penelitian ini adalah cukup rendah. Menurut BSN (2008) menyatakan indeks kuning telur
segar berkisar antara 0,33-0,52.
Haugh unit kelima macam warna bulu ayam kampung berbeda tidak nyata. Hal ini
didukung oleh hasil yang diperoleh dari analisis indeks putih telur yang berbeda tidak
nyata, dimana nilai haugh unit dipengaruhi oleh tinggi putih telur. Stadelman dan Cotteril
(1977) menyatakan bahwa nilai haugh unit merupakan hubungan antara berat telur dengan
tinggi putih telur bagian padat yaitu semakin besar ukuran putih telur maka nilai haugh
unit semakin tinggi. Nilai haugh unit ayam kampung pada penelitian ini berkisar antara
62,67-78,00 (tabel 4). Dengan demikian telur-telur yang dihasilkan selama penelitian
tergolong kualitas AA. Menurut Neisheim (1977), kualitas telur berdasarkan nilai haugh
unit digolongkan menjadi tiga yaitu kualitas B dengan nilai 33 - 60, kualitas A dengan nilai
60-72, dan kualitas AA dengan nilai 72-100. Hal ini sesuai dengan pendapat Stadellman
(1995) yang menyatakan bahwa telur yang mempunyai nilai haugh unit diatas 72 dapat
digolongkan dalam kualitas AA.
Hasil analisis didapatkan bahwa warna kuning telur berbeda tidak nyata. Hal ini
disebabkan karena genetik ayam yang digunakan pada semua perlakuan adalah sama.
Tinggi rendahnya skor warna kuning telur dipengaruhi oleh pakan, semakin tinggi
kandungan protein, energi dan mineral pada ransum maka kualitas kuning telur semakin
baik. Rataan warna kuning telur pada penelitian ini sudah cukup baik yang berkisar antara
Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 160
8,00-9,00, sebagaimana dikatakan oleh Sudaryani (2003) bahwa warna kuning telur yang
baik berkisar 9-12. Didukung pendapat Kartasudjana dan Suprijatna, (2008) mengatakan
bahan pewarna kuning telur adalah xanthophill, suatu pigmen karoten dari ransum yang
dimakan oleh ayam.
SIMPULAN
Kualitas telur bagian luar yang meliputi berat jenis, berat telur, dan indeks telur
tidak dicerminkan oleh perbedaan warna bulu ayam kampung. Kualitas telur bagian dalam
yang meliputi tebal kulit telur, berat kulit telur, berat selaput telur, berat putih telur, berat
kuning telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, haugh unit, dan warna kuning telur
tidak dicerminkan oleh perbedaan warna bulu ayam kampung.
SARAN
Dari hasil penelitian ini disarankan perlu diadakan penelitian lebih lanjut pada
ayam kampung seleksi lebih lanjut pada F1 dan seterusnya apakah ada pengaruh warna
terhadap kualitas telur. Penelitian lebih lanjut agar menggunakan lebih banyak materi dan
dilakukan dengan menggunakan ulangan yang lebih banyak untuk mendapatkan data hasil
yang lebih valid.
UCAPAN TERIMA KASIH
Artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian tugas akhir/skripsi saya. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat bapak Prof. Ir. I. M. Mastika, M.Sc. Ph.D, MS
yang telah menyiapkan materi yang berasal dari dana hibah penelitian dari Universitas
Udayana. Apresiasi yang tinggi juga penulis tujukan kepada kedua orang tua, keluarga dan
teman–teman kelompok penelitian sdr. Tri Sudarmawan dan Suaemansyah yang telah
dengan tekun dan tidak mengenal lelah dalam pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi.
Anggorodi, R. 1978. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta.
Anonimus. 2008. Badan Standarisasi Nasional (BSN). SNI 3926:2008 Telur Ayam
Konsumsi. BSN, Jakarta.
Anonimus. 2010. Dinas Peternakan. Laporan Dinas Peternakan Provinsi Bali.
Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 161
Berg, L.R., G.E. Bearse and L.H. Meril. 1964. The calsium and phosphorus reguiremen of
white leghorn pullets from 8 – 21 weeks. J Poult. Sci. 43: 885 – 896.
Butcher, G.D. and Miles D. R. 1991. Egg Spesific Gravity-Designing A Monitoring
Program.Institute of Food and Agricultural Science. Florida. www.pjbs.org. (Diakses
tanggal 23 Februari 2006)
Clunies, M., Parks D. and Lessons S. 1992. Calcium and phosporus metabolism and
eggshell formation of hens fed different amounts of calcium. Poultry Science. 71 :
482-489.
Guntoro, S.,M.R. Yasa, and I. N. Suyasa. 2004. Produktivitas telur ayam Bali dan
keturunan hasil seleksi. Pros. Seminar Nasional. Optimalisasi Pemanfaatan Sumber
Daya Lokal Untuk Mendukung Pembangunan Pertanian. Pusat penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Bali.
Hutt, F.B. 1949. Genetics of Fowl. 1st Ed. Tata Mc. Graw - Hill Publishing Co. Ltd., New
York.
Kartasudjana, R dan Suprijatna, E. 2008. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Koelkebeck, W.K. 2003.What Is Egg Quality and Conserving It. Ilinin PoultryNet-
University of Illinois.www.poultrynet.com.Diakses tanggal 2 Februari 2006
Li Chan, E. C. D., W. D. Powrie, and S. Nakai. 1995. The Chemistry of eggs and egg
product. In:Egg Science and Technology W. J. Stadelman and D.J. Cotteril (ed). 4th
ed. The Haworth Press Inc, New York.
Neisheim, M.N., R.E. Austic and L.E. 1977. Poultry Production. 12th ed. Lea Febiger,
Philadelphia.
Pavlik, A.M., M. Pokludma, D. Zapletal and P. Jelinek. 2007. Effect of Housing System on
Biochemical Indicators of Blood Plasma in Laying Hens. Acta Vet. BR. 76: 339-347.
Rasyaf, M. 1998. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta
Romanoff, A. I. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg 2th. Jhon Willey and Sons. Inc,
New York.
Sarica, M., S. Boga and U.S. Yarnah. 2008. The Effect of Space Allowance on Egg Yield,
Egg Quality and Plumage Condition of Laying Hens in Battery Cages. Czech J.
Anim. Sci. 53(8): 346 – 353.
Sarwono. 1995. Pengolahan Pengawetan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono, B. 1991. Beternak Ayam Buras. Cetakan ke 3. Penebar Swadaya, Jakarta.
Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the chicken. 2nd Ed.
Published by M. L. Scott and associates, Ithaka, New York
Setiawan. 2008 .Khasiat Telur Ayam Kampung.2008. www.masenchipz.com. (Diakses
pada 10 mei 2014).
Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 162
Sodak, Juliana F. 2011. Karakteristik Fisik dan Kimia Telur Ayam Arab Pada dua
Peternakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Stadelman, W.J. and O.J. Cotteril. 1977. Egg Science and Technology. 2th ed Avi.
Publishing Co. Inc, Westport. Connecticut.
Stadelman, W.J. and O.J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th ed Avi.
Publishing Co. Inc: New York.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudaryani, T. 2000. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Triyuwanta. 1998. Pengaruh berat badan inisial dan model distribusi pakan terhadap
hirarkhis folikuler dan persistensi produksi ayam petelur. Bulentin Peternakan. 22
(1): 14 – 24.
Yulia. 1997. Pengaruh Pemberian Kombinasi Beberapa Level Protein dan Energi Pada
Ayam Buras yang Sedang Berproduksi Terhadap Kualitas Telur: Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Andalas, Padang.
Yumna, M. H. Achmanu dan Nurgiartiningsih. A. Kuantitas dan kualitas telur ayam arab
(gallus turcicus) Silver dan gold. http//:www.fapet.ub.ac.id (disitir dari internet
tanggal 20 Desember 2013)
Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
207
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128
PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK TELUR AYAM TOLAKI
PADA PEMELIHARAAN INTENSIF
Oleh: La Ode Nafiu1)
, Muh. Rusdin1)
, dan Achmad Selamet Aku1)
ABSTRACT
This research aimed to find out egg productivity and to identify egg characteristics of
Tolaki chicken that were reared intensively in order to obtain baseline data on the phenotype
characteristics of Tolaki chicken as local fauna germplasm of Southeast Sulawesi. The research
was conducted from August until November 2010 at poultry pen house of breeding unit at the
Faculty of Animal Husbandry Haluoleo University. There were 15 Tolaki hens used, which
were intensively reared in individual pen. Feeding was done twice a day, with feed materials
consisting of concentrate (15%), maize (60%), and rice bran (25%), while drinking water was
given ad libitum. Variables investigated consisted of: egg production (%), egg weight (g), egg
shape index (%), egg texture (%), and eggshell color (%). Research results showed that under
the intensive rearing system, production of egg for the whole three production periods of 42
days accounted to 60.63% hen house. The average egg weight produced was 41.56±3.84 g
(37,72 – 45,4 g) with the average egg shape index accounting to 76,65±3,52% (73,13 –
80,17%). Meanwhile, eggshell colors were varied, consisting of brown (42.16%), light brown
(17.16%), clear white (26.49%), and gloomy white (14.18%) with the texture of eggshell being
mostly smooth (80.60%) and the remaining was coarse (11,57%) and a little bit coarse (7,84%).
From the research results it can be concluded that (i) egg production of Tolaki chicken under
intensive rearing is fairly high and has potential to be farmed as egg laying hens, (2) egg weight
of Tolaki chicken can be increased through intensive rearing, but its variability is still fairly
high (variability coefficient = 9.24%), (3) shape index of Tolaki chicken eggs is less ideal to be
functioned as hatching eggs so that they still need further selection, and (4) the color of Tolaki
chicken eggshell is mostly brown but still has some variation.
Keywords: egg production, egg characteristics, Tolaki chicken.
PENDAHULUAN
Ayam lokal atau juga dikenal
sebagai ayam buras (bukan ras) memiliki
keunggulan tersendiri dibandingkan ayam
Ras. Keunggulan ayam lokal tesebut
diantaranya adalah daya tahan (ketegaran)
dan adaptasinya tinggi terhadap lingkungan,
memiliki rasa dan tekstur daging yang khas
dan digemari masyarakat, pemasarnnya
mudah serta harga jual per satuan bobot
badan lebih tinggi dibandingkan dengan
ayam Ras pedaging. Namun demikian
dalam pengembangan ayam lokal masih
diperhadapkan dengan beberapa seperti sulit
mendapatkan bibit unggul dan
produktivitasnya rendah.
Hasil identivikasi galur ayam lokal
seperti yang dilaporkan Natamidjaja (2000)
bahwa terdapat lebih kurang 31 galur ayam
asli Indonesia yang memiliki performans
yang berbeda. Ditinjau dari aspek pemuliaan
ternak, keragaman sifat ayam lokal
Indonesia tersebut merupakan modal dasar
dalam pembentukan galur ayam lokal asli
yang murni dan unggul. Sehubungan dengan
hal tersebut, Mansjoer, (2003) berpendapat
jika Indonesia ingin memiliki ayam lokal
asli yang murni dan unggul, maka program
identifikasi/karakterisasi dan seleksi harus
menjadi program utama di setiap daerah
yang memiliki ayam lokal yang berciri
khusus maupun yang belum jelas ciri-ciri
khususnya.
Ayam Tolaki adalah salah satu jenis
ayam lokal Indonesia yang merupakan
plasma nutfah asli Sulawesi Tenggara.
Sebagaimana ayam buras lainnya,
keragaman fenotipe dan genetik ayam
Tolaki masih sangat tinggi. Hal tersebut
1
)Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo, Kendari 207
208
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
tercermin dari pola warna bulu (tipe dan
corak bulu), bentuk jengger, warna cakar
(shank), bobot badan dan ukuran-ukuran
tubuh serta bobot telur yang masih beragam.
Karakter yang dapat dijadikan sebagai
petunjuk yang mencirikan ayam Tolaki
adalah sifat liar dan kanibalnya yang masih
tinggi (Nafiu et al., 2009).
Ditinjau dari aspek
pemanfaatannya, ayam Tolaki dikenal
memiliki banyak manfaat (multiguna) yakni
selain sebagai sumber daging dan telur, juga
dimanfaatkan sebagai ayam sabungan dan
merupakan salah satu syarat dalam upacara
adat “Mosehe” pada masyarakat suku
Tolaki di Sulawesi Tenggara. Namun
demikian, sistem pemeliharaan ayam Tolaki
umumnya masih tradisional (ekstensif).
Menyadari pentingnya peranan ayam
Tolaki tersebut, maka perlu ada upaya
pengembangan, perbaikan mutu genetik dan
pelestarian sifat-sifat penting yang dimiliki
ayam Tolaki. Namun demikian, informasi
mengenai karakteristik ayam Tolaki belum
banyak dilaporkan, baik karakter fenotipe
maupun genotipenya, termasuk potensi
produktivitas dan reproduktivitasnya. Oleh
karena itu, telah dilakukan penelitian yang
bertujuan menganalisis produktivitas telur
dan mengidentivikasi karakteristik telur
ayam Tolaki yang dipelihara secara intensif.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai dasar acuan dalam
rangka upaya pengembangan, perbaikan
mutu genetik dan pelestarian sifat-sifat
ekonomis penting ayam Tolaki di masa
yang akan datang.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di
kandang unggas unit pembibitan Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Haluoleo yang berlangsung pada bulan
Agustus sampai November 2010.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam
penelitian terdiri atas: (1) ayam Tolaki
betina sebanyak 15 ekor berumur sekitar 8-
12 bulan, (2) semua telur yang dihasilkan
ayam selama penelitian (3) pakan ayam
yang terdiri atas: konsentrat, jagung dan
dedak (4) kandang individu yang dilengkapi
dengan tempat pakan dan air minum, (5)
jangka sorong digital (6), dan (7) timbangan
O-Haus kapasitas 5000 g.
Sistem Pemeliharaan dan Koleksi Data
Sistem pemeliharaan ayam
penelitian dilakukan secara intensif,
menggunakan kandang individu (individual
cage) yang terbuat dari besi dengan ukuran
per kotak cage 36 x 46 cm. Pakan yang
digunakan adalah campuran konsentrat
(15%), jagung (60%) dan dedak (25%).
Pemberian pakan dilakkan dua kali sehari
yaitu pagi dan sore hari, sedangkan air
minum diberikan ad libitum. Untuk
mengantisipasi serangan penyakit, maka
dilakukan vaksinasi secara terjadwal dengan
menggunakan vaksin ND strain Lasota.
Sementara itu, koleksi data dilakukan setiap
hari selama 3 periode produksi telur (42
hari).
Peubah yang Diamati dan Cara
pengukurannya
Peubah yang diamati dan cara
pengukurannya sebagai berikut:
1. Jumlah produksi telur, dihitung
berdasarkan produksi telur hen house
(%) yaitu jumlah produksi telur selama
periode waktu tertentu (hari) dibagi
dengan jumlah hari dikali 100%,
2. Bobot telur, diukur dengan
menggunakan timbangan O-Haus
kapasitas maksimal 5000 g,
209
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128
KK =

s
x 100%
3. Indeks bentuk telur, dihitung
berdasarkan ukuran lebar telur (mm)
dibagi panjang telur (mm) dikali 100%.
Pengukuran panjang dan lebar telur
(mm) menggunakan jangka sorong
digital,
4. Tekstur dan warna kerabang telur,
diamati secara kualitatif.
Analisis Data
Produksi telur hen house (%)
dihitung nilai rata-ratanya berdasarkan
jumlah produksi telur selama 3 periode
produksi (42 hari), demikian pula data bobot
dan indeks telur dihitung menjadi nilai rata-
rata , simpangan baku (s) dan koefisien
keragaman (KK), dengan rumus berikut
(Steel dan Torrie 1995):
Keterangan :
Xi = ukuran ke i dari peubah X
n = jumlah sampel
Sementara itu, tekstur dan warna
kerabang telur dihitung nilai persentasenya
(%) dan dianalisis secara deskriptif
kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Telur
Produksi telur ayam Tolaki selama
tiga periode produsi (42 hari) disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Produksi telur ayam Tolaki selama tiga periode produksi (42 hari)
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi
telur ayam Tolaki selama tiga periode
produksi (42 hari) yakni sebanyak 382 butir
atau rata-rata 25,47 butir/ekor, dengan
produksi telur hen house mencapai 60,63%.
Keragaman produksi telur ayam Tolaki pada
penelitian ini cukup tinggi, dengan koefisien
sebesar 23,86%. Profil keragaman produksi
telur ayam Tolaki dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Profil keragaman produski telur
15 ekor induk ayam Tolaki
selama 3 periode penetasan.
Produktivitas telur ayam Tolaki
pada penelitian ini cukup tinggi jika
 
1
1
2




n
XX
s
n
i
i
n
X
X
n
i
i
 1
(x)
(x)
210
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
dibandingkan dengan laporan Gunawan dan
Zainuddin (2003) bahwa rata-rata produksi
telur hen house pada ayam Buras hasil
seleksi (generasi ke-4) selama dua bulan (60
hari) yang dipemelihara secara intensif
hanya sebesar 47,30%. Hasil penelitian ini
memberi petunjuk bahwa ayam Tolaki
sangat berpotensi untuk dikembangkan
sebagai ayam petelur, baik telur konsumsi
maupun untuk produksi telur tetas.
Karakteristik Telur Ayam Tolaki
Karakteristik telur ayam Tolaki
yang diamati meliputi, bobot telur, indeks
bentuk telur, warna telur dan tekstur dengan
jumlah pengamatan sebanyak 268 butir.
1. Bobot dan Indeks Bentuk Telur
Bobot dan indeks telur merupakan
parameter penting dalam produksi telur tetas
dan usaha penetasan telur ayam.
Karakteristik telur tersebut berhubungan
dengan daya tetas dan bobot tetas dalam
semua spesies unggas.
Karakteristik bobot dan indeks
bentuk telur ayam Tolaki ditampilkan pada
Tabel 2. Pada tabel tersebut menunjukkan
bahwa rataan bobot telur ayam Tolaki
adalah 41,56 ± 3,84 g berkisar 37,72 – 45,4
g. Untuk kebutuhan telur tetas, maka bobot
telur ayam Tolaki ini belum ideal. Bobot
telur tetas yang baik untuk ayam buras
adalah 45-50 g (Kartika, 2010). Telur yang
telalu besar kantung udara relatif kecil
sehingga telur terlambat menetas. Demikian
pula telur yang telalu kecil kantung udara
relatif besar menyebabkan telur menetas
lebih awal (Suprijatna, et al., 2005). Oleh
karena itu, perlu perbaikan kualitas bibit
ayam Tolaki melalui seleksi bobot telur.
Seleksi bobot telur ini akan efektif karena
keragamannya masih cukup tinggi dengan
nilai koefisien keragaman sebesar 9,24%.
Namun demikian, bobot telur ayam
Tolaki dalam penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan bobot telur ayam
Tolaki yang dipelihara secara
alami/ekstensif yakni hanya mencapai 35,55
g berkisar 27,00 – 42.40 g (Nafiu et al.,
2009). Hal ini menunjukkan bahwa
perbaikan sistem pemeliharaan dari
ekstensif ke intensif dapat meningkatkan
bobot telur ayam Tolaki. Bobot telur ayam
Tolaki dalam penelitian ini juga lebih tinggi
daripada bobot telur ayam kampung yang
dipelihara secara intensif, sebagaimana
laporan Nataamijaya (2009) bahwa rata-rata
bobot telur ayam kampung yang dipelihara
secara intensif sebesar 35,55 ± 5,42 g,
berkisar 30,13 – 40,97 g. Namun demikian
bobot telur ayam Tolaki dalam penelitian ini
masih lebih rendah jika dibandingkan
dengan beberapa jenis ayam lokal yang lain
yang sudah mengalami perbaikan genetik
seperti ayam Pelung, Nunukan dan ayam
Bangkok masing-masing sebesar 45,9 ; 45-
55 ; 45 g (Mansjoer et al., 1990).
Tabel 2. Karakteristik bobot dan indeks bentuk telur ayam Tolaki
Peubah
Rataan
(n= 268)
Simpangan
Baku (S)
Ragam (S2
)
Koefisien
Keragaman (KK)
Bobot 41,56 3,84 14,74 9,24
Lebar 38,46 1,39 1,92 3,61
Panjang 50,24 2,08 4,33 4,14
Indeks 76,65 3,52 12,37 4,60
Adanya variasi bobot telur dari
beberapa galur ayam lokal di atas termasuk
ayam Tolaki disebabkan oleh banyak faktor.
Faktor terpenting yang mempengaruhi
ukuran telur adalah bangsa, umur ayam,
clutch, jumlah telur yang dihasilkan dalam
setahun, umur dewasa kelamin, masa
mengeram, suhu, tipe kandang, pakan, air
minum, penyakit dan fumigasi (Ensminger,
1992). Lebih lanjut Sarwono (2005)
berpendapat bahwa besar kecilnya telur
ditentukan oleh faktor genetis (keturunan),
pola pemeliharaan, usia induk, dan pejantan
yang digunakan.
211
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128
Indeks bentuk telur merupakan
salah satu parameter kualitas telur terutama
untuk telur tetas. Menurut Sudaryati (1996)
nilai indeks bentuk telur adalah
perbandingan antara lebar telur dengan
panjang telur dikalikan 100 %. Hasil
penelitian (Tabel 2) menunjukkan bahwa
rata-rata nilai indeks bentuk telur ayam
Tolaki yang dipelihara secara intensif yakni
sebesar 76,65% berkisar antara 73,13 –
80,17%. Indeks bentuk telur ini berbeda
dengan yang didapatkan pada memeliharaan
ayam Tolaki secara ekstensif yakni sebesar
74.72% dengan kisaran 65.80 – 81.92 %
(Nafiu et al., 2009), demikian pula berbeda
dengan indeks bentuk telur ayam Bangkok
(74,55%), dan ayam Merawang (78,09%)
(Suherlan, 2003). Namun demikian indeks
bentuk telur ayam Tolaki dalam penelitian
ini cenderung sama dengan indeks bentuk
telur ayam Kampung (76,01%) dan ayam
Pelung (76,72%) (Prilajuarti, 1990).
Penyebab terjadinya variasi indeks
bentuk telur belum dapat diterangkan secara
jelas, namun diduga sebagai akibat dari
perputaran telur di dalam alat reproduksi
betina karena ritme tekanan alat reproduksi
atau ditentukan oleh diameter lumen alat
reproduksi Yuwanta (2004). Sementara
Ensminger (1992) menjelaskan bahwa
penyebab bervariasinya bentuk telur antar
spesies atau dalam galur unggas pada
umumnya ditentukan oleh tekanan/desakan
oleh otot oviduk, volume dari albumen dan
ukuran isthmus, bangsa dan variasi flok,
hereditas, umur pertama bertelur, siklus
bertelur dan masa berhenti bertelur.
Indeks bentuk telur ayam Tolaki
pada penelitian ini belum ideal untuk
dijadikan sebagai telur tetas. Oleh karena
itu, dalam penetasan telur ayam Tolaki perlu
dilakukan seleksi yang ketat terhadap telur
yang dihasilkan oleh induk, baik yang
dipelihara secara ekstensif maupun intensif
sehingga dapat diperoleh telur tetas yang
berkualitas. Menurut Yuwanta (2004)
bahwa telur ideal memiliki nilai indeks
bentuk telur antara 70% - 75%. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa nilai indeks bentuk telur
pada ayam bervariasi antara 65% – 82%.
Semakin besar nilai indeks bentuk telur
maka bentuk telur akan semakin bulat,
demikian pula sebaliknya semakin kecil
nilai indeks bentuk telur maka bentuk telur
akan semakin lonjong.
Warna dan Tekstur Kerabang Telur
Penilaian kualitas telur diantaranya
berdasarkan warna dan tekstur kerabang
telur.
Warna dan tekstur kerabang telur ayam
Tolaki ayam Tolaki disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik warna dan tekstur kerabang telur
Warna Jumlah % Tekstur Jumlah %
Putih terang 71 26.49 Halus 216.00 80.60
Putih buram 38 14.18 Agak kasar 21.00 7.84
Coklat 113 42.16 Kasar 31.00 11.57
Coklat muda 46 17.16
Total 268 100.00 268 100.00
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel
3) didapatkan empat warna kerabang telur
ayam Tolaki, yaitu putih terang, putih
buram, coklat dan coklat muda. Warna
kerabang yang paling dominan adalah
coklat yakni sebesar 42,16%, kemudian
putih terang 26,49%, coklat muda 17,16%
dan putih buram 14,18% (Gambar 2). Hal
ini menunjukkan bahwa warna kerabang
telur ayam Tolaki masih cukup beragam.
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG
KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG

More Related Content

What's hot

Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 KarbohidratLaporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 KarbohidratFransiska Puteri
 
Uji Ketidakjenuhan Lemak
Uji Ketidakjenuhan LemakUji Ketidakjenuhan Lemak
Uji Ketidakjenuhan LemakErnalia Rosita
 
Laporan Biokimia Praktikum Protein: Uji Unsur-Unsur Protein, Uji Kelarutan Al...
Laporan Biokimia Praktikum Protein: Uji Unsur-Unsur Protein, Uji Kelarutan Al...Laporan Biokimia Praktikum Protein: Uji Unsur-Unsur Protein, Uji Kelarutan Al...
Laporan Biokimia Praktikum Protein: Uji Unsur-Unsur Protein, Uji Kelarutan Al...UNESA
 
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 Enzim
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 EnzimLaporan Biokimia ITP UNS SMT3 Enzim
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 EnzimFransiska Puteri
 
Laporan Praktikum Sosis
Laporan Praktikum SosisLaporan Praktikum Sosis
Laporan Praktikum SosisErnalia Rosita
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi MikrobaLaporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi MikrobaRukmana Suharta
 
Laporan uji ninhidrin
Laporan  uji ninhidrinLaporan  uji ninhidrin
Laporan uji ninhidrinAstri Maulida
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Pewarnaan MikroorganismeLaporan Mikrobiologi -  Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pewarnaan MikroorganismeRukmana Suharta
 
Protein (kimia hasil pertanian)
Protein (kimia hasil pertanian)Protein (kimia hasil pertanian)
Protein (kimia hasil pertanian)DaveWattimena
 
Laporan praktikum bioKIMIA
Laporan praktikum bioKIMIALaporan praktikum bioKIMIA
Laporan praktikum bioKIMIARaden Saputra
 
Proses Perubahan Pada Pati (Swelling)
Proses Perubahan Pada Pati (Swelling)Proses Perubahan Pada Pati (Swelling)
Proses Perubahan Pada Pati (Swelling)Brawijaya University
 
Makalah pengawetan ikan dengan metode penggaraman
Makalah pengawetan ikan dengan metode penggaramanMakalah pengawetan ikan dengan metode penggaraman
Makalah pengawetan ikan dengan metode penggaramanAbd Taj Khalwatiyah
 
Laporan praktikum uji asam amino
Laporan praktikum uji asam aminoLaporan praktikum uji asam amino
Laporan praktikum uji asam aminoPujiati Puu
 

What's hot (20)

Uji Kelarutan Lemak
Uji Kelarutan LemakUji Kelarutan Lemak
Uji Kelarutan Lemak
 
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 KarbohidratLaporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Karbohidrat
 
Uji Ketidakjenuhan Lemak
Uji Ketidakjenuhan LemakUji Ketidakjenuhan Lemak
Uji Ketidakjenuhan Lemak
 
Laporan Biokimia Praktikum Protein: Uji Unsur-Unsur Protein, Uji Kelarutan Al...
Laporan Biokimia Praktikum Protein: Uji Unsur-Unsur Protein, Uji Kelarutan Al...Laporan Biokimia Praktikum Protein: Uji Unsur-Unsur Protein, Uji Kelarutan Al...
Laporan Biokimia Praktikum Protein: Uji Unsur-Unsur Protein, Uji Kelarutan Al...
 
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 Enzim
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 EnzimLaporan Biokimia ITP UNS SMT3 Enzim
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 Enzim
 
Laporan Praktikum Sosis
Laporan Praktikum SosisLaporan Praktikum Sosis
Laporan Praktikum Sosis
 
Uji molisch
Uji molischUji molisch
Uji molisch
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi MikrobaLaporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi Mikroba
 
Laporan Praktikum Kadar Abu
Laporan Praktikum Kadar AbuLaporan Praktikum Kadar Abu
Laporan Praktikum Kadar Abu
 
Uji Moore
Uji MooreUji Moore
Uji Moore
 
Laporan uji ninhidrin
Laporan  uji ninhidrinLaporan  uji ninhidrin
Laporan uji ninhidrin
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Pewarnaan MikroorganismeLaporan Mikrobiologi -  Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
Laporan Mikrobiologi - Teknik Pewarnaan Mikroorganisme
 
Mikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansiaMikroba rumen ruminansia
Mikroba rumen ruminansia
 
Protein (kimia hasil pertanian)
Protein (kimia hasil pertanian)Protein (kimia hasil pertanian)
Protein (kimia hasil pertanian)
 
Laporan praktikum bioKIMIA
Laporan praktikum bioKIMIALaporan praktikum bioKIMIA
Laporan praktikum bioKIMIA
 
Proses Perubahan Pada Pati (Swelling)
Proses Perubahan Pada Pati (Swelling)Proses Perubahan Pada Pati (Swelling)
Proses Perubahan Pada Pati (Swelling)
 
Protein
ProteinProtein
Protein
 
Uji Ninhydrin
Uji NinhydrinUji Ninhydrin
Uji Ninhydrin
 
Makalah pengawetan ikan dengan metode penggaraman
Makalah pengawetan ikan dengan metode penggaramanMakalah pengawetan ikan dengan metode penggaraman
Makalah pengawetan ikan dengan metode penggaraman
 
Laporan praktikum uji asam amino
Laporan praktikum uji asam aminoLaporan praktikum uji asam amino
Laporan praktikum uji asam amino
 

Similar to KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG

Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulanKajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulanpratiwidm
 
laporan pengetahuan bahan pangan telur
laporan pengetahuan bahan pangan telurlaporan pengetahuan bahan pangan telur
laporan pengetahuan bahan pangan telurYuni Qurrota
 
AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1PPGhybrid3
 
AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1PPGhybrid3
 
laporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggaslaporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggasNurul Afriyanti
 
contoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broilercontoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broilerbiehanzie
 
Potensi pelestarian full
Potensi pelestarian fullPotensi pelestarian full
Potensi pelestarian fullEmi Suhaemi
 
07 teknologi telur
07 teknologi telur07 teknologi telur
07 teknologi telurmaner b1
 
07 teknologi telur
07 teknologi telur07 teknologi telur
07 teknologi telurmaner b1
 
IBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar TelurIBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar TelurTitis Sari
 
Budidayaayampetelur
BudidayaayampetelurBudidayaayampetelur
BudidayaayampetelurHalid Ahmed
 
666dwsdsdsdsds973992-Budidaya-Ayam-Sentul.ppt
666dwsdsdsdsds973992-Budidaya-Ayam-Sentul.ppt666dwsdsdsdsds973992-Budidaya-Ayam-Sentul.ppt
666dwsdsdsdsds973992-Budidaya-Ayam-Sentul.pptrianSone
 
jumlah telur pisces
jumlah telur piscesjumlah telur pisces
jumlah telur piscesMirda Rinii
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)fadlidera
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)fadlidera
 

Similar to KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG (20)

Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulanKajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
Kajian kepustakaan, pembahasan, kesimpulan
 
laporan pengetahuan bahan pangan telur
laporan pengetahuan bahan pangan telurlaporan pengetahuan bahan pangan telur
laporan pengetahuan bahan pangan telur
 
AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1
 
AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1AT Modul 4 kb 1
AT Modul 4 kb 1
 
laporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggaslaporan produksi ternak unggas
laporan produksi ternak unggas
 
contoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broilercontoh pendahuluan ayam broiler
contoh pendahuluan ayam broiler
 
Potensi pelestarian full
Potensi pelestarian fullPotensi pelestarian full
Potensi pelestarian full
 
07 teknologi telur
07 teknologi telur07 teknologi telur
07 teknologi telur
 
07 teknologi telur
07 teknologi telur07 teknologi telur
07 teknologi telur
 
IBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar TelurIBM1_Pengantar Telur
IBM1_Pengantar Telur
 
Budidayaayampetelur
BudidayaayampetelurBudidayaayampetelur
Budidayaayampetelur
 
Pengetahuan Bahan Pangan Telur
Pengetahuan Bahan Pangan TelurPengetahuan Bahan Pangan Telur
Pengetahuan Bahan Pangan Telur
 
666dwsdsdsdsds973992-Budidaya-Ayam-Sentul.ppt
666dwsdsdsdsds973992-Budidaya-Ayam-Sentul.ppt666dwsdsdsdsds973992-Budidaya-Ayam-Sentul.ppt
666dwsdsdsdsds973992-Budidaya-Ayam-Sentul.ppt
 
jumlah telur pisces
jumlah telur piscesjumlah telur pisces
jumlah telur pisces
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
 
BAB II.docx
BAB II.docxBAB II.docx
BAB II.docx
 
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
Pemijahan ikan lele dumbo secara intensif( buatan)
 
Modul 2 kb 4 finish b
Modul 2 kb 4 finish bModul 2 kb 4 finish b
Modul 2 kb 4 finish b
 
Telur
TelurTelur
Telur
 
Telur (Egg)
Telur (Egg)Telur (Egg)
Telur (Egg)
 

More from Laode Syawal Fapet

More from Laode Syawal Fapet (7)

Laporan praktikum ii sistem pertanian peternakan terpadu
Laporan praktikum ii sistem pertanian peternakan terpaduLaporan praktikum ii sistem pertanian peternakan terpadu
Laporan praktikum ii sistem pertanian peternakan terpadu
 
Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
 
Laporan pembibitan
Laporan pembibitanLaporan pembibitan
Laporan pembibitan
 
Laporan in vitro maturasi
Laporan in vitro maturasiLaporan in vitro maturasi
Laporan in vitro maturasi
 
Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik Makalah bangsa-bangsa ternak itik
Makalah bangsa-bangsa ternak itik
 
Laporan pengenalan alat
Laporan pengenalan alatLaporan pengenalan alat
Laporan pengenalan alat
 
TOWEA PULAU TERLUPAKAN
TOWEA PULAU TERLUPAKANTOWEA PULAU TERLUPAKAN
TOWEA PULAU TERLUPAKAN
 

KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG

  • 1. Laporan Praktikum 1 Dasar Genetika Ternak PENGAMATAN SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF TELUR AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) Oleh: NAMA : LA ODE SYAWAL SULAEMAN NIM : L1A1 15 166 KELAS : A KELOMPOK : III ASISTEN PEMBIMBING : UCI MALINDA JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
  • 2. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur ayam kampung merupakan salah satu bahan makanan yang dihasilkan dari ternak ayam kampung, berbentuk bulat sampai lonjong dengan berat yang relatif lebih kecil dari telur ayam negeri yaitu sekitar 36-37 gram setiap butirnya dengan warna kulitnya putih. Meskipun telur ayam kampung berukuran lebih kecil, warna kulitnya lebih putih dan harganya lebih mahal dari telur ayam negeri. Didalam telur ayam kampung terdapat kandungan telur yang terdiri dari 13% protein, 12% lemak, serta vitamin dan mineral. Nilai tertinggi telur telur terdapat pada bagian kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar yang menentukan baik kualitas eksternal maupun internal. Kualitas eksternal difokuskan pada kebersihan kulit, tektur, bentuk dan warna telur. Kualitas internal mengacu pada putih telur (albumen), kebersihan dan viskositas, ukuran kantung udara, bentuk kuning telur, dan kekuatann kuning telur, penurunan kualitas interior dapat diketahui dengan penimbangan bobot telur, peneropongan ruang udara (air cell), untuk diperiksa kondisi kuning telur (yolk), putih telur (albumen), kekentalan putih telur, warna putih telur, posisi kuning telur, haung unit, dan ada tidaknya noda bintik darah.
  • 3. Telur merupakan hasil sekresi organ reproduksi ternak unggas dengan tektur fisik yang khas tersusun dari kulit, kantung udara, dan isi. Isi telur yang terdiri dari putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk). Telur merupakan mata rantai yang esensial dalam siklus reproduksi kehidupan hewan. Namun demikian, informasi mengenai karakteristik ayam kampung belum banyak dilaporkan, baik karakter fenotipe maupun genotipenya, termasuk potensi produktivitas. Berdasarkan uraian latar belakang ditas, maka perlu dilakukan praktikum pengenai Pengamatan Sifat kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung. 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung yaitu: 1. Untuk mengetahui Sifat Kualitatif Telur Ayam Kampung (warna, bentuk, dan tekstur telur ayam kampung) 2. Untuk mengetahui Kuantitatif Telur Ayam Kampung (berat, lebar, dan indeks telur ayam kampung) 1.3 Manfaat Praktikum Manfaat yang dapat diperoleh dalam praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung yaitu 1. Dapat mengetahui Sifat Kualitatif Telur Ayam Kampung (warna, bentuk, dan tekstur telur ayam kampung) 2. Dapat mengetahui Kuantitatif Telur Ayam Kampung (berat, lebar, dan indeks telur ayam kampung)
  • 4. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telur Ayam Kampung Ayam kampung (Gallus domesticus) berasal dari ayam hutan merah (Gallus gallus) yang telah berhasil dijinakkan dan merupakan salah satu ayam yang mampu bereproduksi dengan pemberian pakan yang bernutrisi rendah. Ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras). Dari proses evolusi dan domestikasi, maka terciptalah ayam kampung yang telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras. Ayam kampung dengan warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu ukuran badan ayam kampung kecil, mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan. Ayam kampung merupakan salah satu sumber protein yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Pemeliharaan ayam kampung sebagian besar bersifat tradisional dan ayam kampung sendiri produksinya masih rendah dibandingkan dengan dengan ayam ras. Akan tetapi persaratan hidupnya lebih mudah, pakan yang dibutuhkan sangat mudah untuk didipat, daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi dan produknya disukai masyarakat. (Hartono. dkk, 2014). Ayam Tolaki adalah salah satu jenis ayam lokal Indonesia yang merupakan plasma nutfah asli Sulawesi Tenggara. Sebagaimana ayam buras lainya, keragaman fenotipe dan genetik ayam tolaki masih sangat tinggi. Hal tersebut tercermin dari pola warna bulu, bentuk jengger, warna cakar, bobot badan, serta bobot telur yang masih beragam. Karakter yang dapat dijadikaan
  • 5. sebagai petunjuk yang mencirikan ayam tolaki adalah sifat liar dan kanibalnya yang masih tinggi. Ditinjau dari aspek pemanfaatannya ayam tolaki dikenal memiliki banyak manfaat yakni selain sebagai sumber daging dan telur, ayam sabung, dan sebagai salah satu sarat dalam upacara adat “Mosehe” pada masyarakat suku Tolaki. (Nafiu, dkk, 2009). Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat- zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup. Protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain. Tetapi disamping adanya hal-hal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah rusak. (Koswara, 2009) Telur tersusun atas komposisi kimia diantaranya adalah sebagian besar air, bahan padatan terdiri atas bahan organik, yaitu protein, lipida, dan kabohidrat, sedangkan bahan anorganik tersusun atas mineral (abu). Bagian terbesar dari isi telur adalah air (75% dari berat telur), selanjutnya diikuti oleh bahan organik, yang etrdiri dari protein, lipida, masing-masing terdapat sekitar 12%, dan kabohidrat sekitar 1%, bahan anorganik sekitar 1% dari berat telur (Nurwantoro dan Sri, 2009) Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2 - 0,4 mm yang berkapur dan berpori-pori. Kulit telur ayam berwarna putih-kuning sampai coklat. Bagian sebelah dalam kulit telur ditutupi oleh dua lapisan yang menempel satu dengan yang lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang tumpul membentuk kantung udara. Kantung udara mempunyai diamater sekitar 5 mm. (Koswara, 2009).
  • 6. 2.2 Sifat Kualitatif Telur Ayam Kampung 2.2.1 Warna Telur Ayam Kampung Kriteria telur ayam buras yang umum adalah warna kerabang putih kekuningan atau coklat terang, adapula yang berwarna coklat tua dan coklat muda, perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik dari masing-masing ayam, pemberi warna coklat pada kerabang adalah cophorphyrin. Cophorphyrin ini terdapat juga terdapat pada kerabang putih, tetapi pada saat telur ditelurkan pigmen tersebut segera rusak karena terkena cahaya sinar matahari. (Nurwantoro dan Sri, 2009). Menurut (Nafiu, dkk, 2012) terdapat empat warna kerabang telur ayam Tolaki, yaitu putih terang, putih buram, coklat dan coklat muda. Warna kerabang yang paling dominan adalah coklat yakni sebesar 42,16%, kemudian putih terang 26,49%, coklat muda 17,16% dan putih buram 14,18%. Hal ini menunjukan bahwa warna kerabang telur ayam tolaki masih cukup beragam. Perbedaan warna kerabang ini diduga disebabkan oleh perbedaan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Pada pemeliharaan intensif kebutuhan nutrisi cenderung tercukupi, sehingga proses pembentukan telur termasuk pembentukan warna kerabang dapat terekspresi sesuai potensi genetiknya. Sedangkan menurut (Nafiu, dkk, 2009) menyatakan bahwa warna kerabang telur ayam Tolaki pada pemeliharaan ekstensif didominasi warna coklat muda (43,00%) kemudian coklat (39%), putih terang (12,00%) dan putih buram (6,00%).
  • 7. 2.2.2 Bentuk Telur Ayam Kampung Berdasarkan bentuknya telur dibedakan menjadi 5 macam, yaitu Biconical, adalah telur yang kedua ujungnya runcing seperti kerucut, Conical adalah telur yang salah satu ujungnya runcing seperti kerucut, Elliptical, adalah telur yang mempunyai bentuk menyerupai elips, Oval, adalah bentuk telur menyerupai oval, dan merupakan bentuk telur yang paling baik, Spheherical, bentuk telur yang hampir bulat. Faktor yang mempengaruhi bentuk telur antara lain genetika dan umur induk. Induk yang baru mulai bertelur bentuk telur yang dihasilkan cenderung runcing, memanjang, sedangkan induk yang semakin tua menghasilkan telur yang semakin bulat. (Nurwantoro dan Sri, 2009). (Wardiny, 2008) menyatakan bahwa bentuk telur yang bulat oval, telur yang mempunyai indeks bentuk telur 75%, mempunyai daya tetas yang baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan terlalu lonjong mempunyai daya tetas yang rendah. Bentuk telur juga dipengaruhi oleh umur induk, dimana induk yang berumur muda cenderung menghasilkan telur yang kecil dan berbentuk lonjong, sedangkan ayam yang berumur tua cenderung menghasilkan telur yang berbentuk bulat. 2.2.3 Tekstur Telur Ayam Kampung Tekstur telur ayam kampung dapat dilihat permukaan kerabang telur. kerabang telur dengan permukaan agak berbintik-bintik. Kerabang telur merupakan pembungkus telur yang paling tebal, bersifat keras. Pada kerabang terdapat pori-pori yang berfungsi untuk pertukaran gas. Lapisan kutikula,
  • 8. yang merupakan pembungkus telur paling luar. Tekstur telur yaitu permukaan telur dapat berupa halus dan kasar (Suprijatna, dkk, 2005). Berdasarkan bentuk dan tektur kerabang dibagi menjadi 3, yaitu: Normal, yaitu kerabang telur memiliki bentuk normal, termaksuk tektur dan kekuatan kerabang. Pada kerabang tidak ada bagian yang kasar, sehingga tidak berpengaruh pada bentuk dan tekturdan kekuatan kerabang, Sedikit Normal, yaitu pada kerabang telur ada bagian yang bentuknya tidak beraturan. Pada kerabang ada bagian yang sedikit kasar, tetapi tidak terdapat bercak-bercak, dan Abnormal, yaitu bentuk tidak normal, tektur kasar, terdapat bercak-bercak. (Nurwantoro dan Sri, 2009). Tekstur kerabang telur ayam tolaki umumnya bertekstur halus (80,60%), dan sisanya kasar (11,57%) dan agak kasar (7,84%). Kategori halus pada tekstur kerabang telur ayam Tolaki dengan persentase yang tinggi pada penelitian ini, memberi arti bahwa secara ekterior telur ayam Tolaki cukup berkualitas, karena tekstur yang halus berkaitaan dengan kebersihan telur itu sendiri. Kualitas eksterior telur meliputi bentuk, bobot dan kebersihan kerabang telur. (Nafiu, dkk, 2012). 2.3 Sifat Kuantitatif Telur Ayam Kampung 2.3.1 Berat Telur Ayam Kampung Bentuk telur ayam ras lebih besar dari pada ayam kampung. Berat telur ayam sesuai dengan ayamnya. Telur tidak boleh terlalu berat ataupun terlalu kecil. Berat telur tidak boleh kurang dari 42 gram dan tidak boleh lebih dari 70-80 gram. Bobot telur tidak terlepas dari pengaruh bobot kuning telur.
  • 9. Persentase kuning telur sekitar 30-32% dari bobot telur. Ovarium merupakan tempat pembentukan kuning telur. Bobot telur akan rendah bila pembentukan kuning telur kurang sempurna. Selain itu, rendahnya penyerapan nutrisi menghambat perkembangan ovarium sehingga bobot telur menjadi kurang optimal (Tugiyanti, 2012). Berat telur sangat berpengaruh terhadap daya tetas dari ayam kampung, dimana telur yang sangat ringan dan sangat berat sulit untuk menetas, sebab telur yang terlalu ringan memiliki komposisi yang kurang, sehingga emrio akan kekurangan nutrien dan emrio tidak dapat berkembang. Sebaliknya telur yang terlalu berat memiliki pori-pori yang besar, sehingga penguapan akan lebih cepat terjadi yang menyebabkan emrio akan mati sebelum telur ditetaskan. (Edi dan Suliswanto, 2013). Bobot dan indeks telur merupakan parameter penting dalam produksi telur tetas dan usaha penetasan telur ayam. Karakteristik telur tersebut berhubungan dengan daya tetas dan bobot tetas dalam semua spesies unggas. Rata-rata bobot telur ayam tolaki 37,72 - 45,4 gram. Faktor yang mempengaruhi ukuran telur adalah bangsa, umur ayam, clutch, jumlah telur yang dihasilkan dalam setahun, umur dewasa kelamin, masa pengeraman, suhu, tipe kandang, pakan, air minum, dan penyakit. (Nafiu, dkk, 2012). 2.3.2 Indeks Telur Ayam Kampung Indeks telur adalah perbandingan lebar telur dengan panjang telur. Bentuk telur dipengaruhi oleh lebar tidaknya diameter isthmus. Apabila diameter isthmus lebar maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung bulat,
  • 10. dan apabila diameter isthmus sempit, maka telur yang dihasilkan cenderung lonjong. Indeks bentuk telur antara 73,13 – 80,17% menunjukkan hasil daya tetas yang tinggi. (Nafiu. dkk, 2012). Indeks telur yang baik adalah berkisar 71,77 - 82,22. warna bulu tidak berpengaruh terhadap indeks suatu telur, tetapi indek telur dipengaruhi oleh lebar dan panjang suatu telur. Kualitas telur bagian luar yang meliputi berat jenis, berat telur, dan indeks telur tidak dipengaruhi oleh perbedaan warna bulu dari ayam kampung, kualitas bagian dalam yang meliputi tebal kulit telur, berat kulit telur, rongga udara, berat putih telur, berat kuning telur, indeks kuning telur, indeks putih telur haung unit, dan warna kuning telur tidak dipengaruhi oleh warna bulu dari ayam kampung. (Hartono, dkk, 2014). Wardiny (2008) menyatakan bahwa bentuk telur yang bulat oval, telur yang mempunyai indeks bentuk telur 75%, mempunyai daya tetas yang baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan terlalu lonjong mempunyai daya tetas yang rendah. Faktor yang mempengaruhi bentuk telur antara lain umur telur, induk yang baru mulai bertelur bentuk telur yang dihasilkan cenderung runcing, memanjang, sedangkan induk yang semakin tua menghasilkan telur yang semakin kearah bulat.
  • 11. III. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu Dan Tempat Praktikum Dasar Genetika Ternak tentang “Pengamatan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung” Dilaksanakan pada hari Sabtu 12 November 2016 dan bertempat di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo, Kendari. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Kegunaan No Alat Kegunaan 1 2 Jangka sorong Untuk mengukur panjang dan diameter telur Timbangan digital Untuk menimbang telur 3 Alat tulis Untuk mencatat hasil pengamatan 4 Kamera Untuk dokumentasi Bahan yang digunakan dalam praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Bahan dan Kegunaan No Bahan Kegunaan 1 Telur Ayam Kampung Sebagai bahan pengamatan 3.3 Prosedur Kerja Adapun prosedur kerja yang digunakan pada praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung adalah: 1. Menyiapkan alat dan bahan
  • 12. 2. Memberikan kode pada telur ayam kampung 3. Mengamati sifat kuantitatif telur ayam kampung (bobot, panjan, dan lebar telur) 4. Mengamati sifat kualitatif telur ayam kampong (warna, bentuk, dan tekstur telur) 5. Menulis data pengamatan pada laporan sementara 3.4 Variabel Praktikum 3.4.1 Sifat Kualitatif Gambar 1. Warna telur ayam kampung Gambar 2. Bentuk telur ayam kampung Gambar 3. Tektur telur ayam kampung
  • 13. 3.4.2 Sifat kuantitatif Gambar 4. Bobot telur ayam kampung Gambar 5. Panjang telur ayam kampung Gambar 6. Labar telur ayam kampung
  • 14. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil pengamatan praktikum pengamatan Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat kualitatif pada telur ayam kampung No Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%) 1 Warna - Putih 13 43,33 - Krem 10 33,33 - Coklat 5 16,67 - Krem Bintik-bintik 2 6,67 2 Bentuk - Bulat 4 13,33 - Lonjong 19 63,33 - Agak Bulat 4 13,33 - Agak Lonjong 3 10,00 3 Tekstur - Halus 19 63,33 - Kasar 3 10,00 - Agak Halus 3 10,00 - Agak Kasar 5 16,67 Hasil pengamatan praktikum pengamatan Kualitatif dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sifat kuantitatif pada telur ayam kampung No Karakteristik Rataan 1 Bobot Telur 42,90 gram 2 Panjang Telur 5,23 cm 3 Lebar Telur 3,92 cm 4 Indeks Telur 74,95 %
  • 15. 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil praktikum Pengamatan Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung, diperoleh warna telur ayam kampung dominan memiliki warna putih berjumlah 13 butir dengan persentase 43,33%, berwarna krem berjumlah 10 butir dengan persentase 33,33%, berwarna coklat berjumlah 5 butir dengan persentase 16,67%, dan yang berwarna krem bintik-bintik sebanyak 2 butir dengan persentase 6.67%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat (Nafiu, dkk, 2012) terdapat empat warna kerabang telur ayam Tolaki, yaitu putih terang, putih buram, coklat dan coklat muda. Warna kerabang yang paling dominan adalah coklat yakni sebesar 42,16%, kemudian putih terang 26,49%, coklat muda 17,16% dan putih buram 14,18%. Hal ini menunjukan bahwa warna kerabang telur ayam tolaki masih cukup beragam. Perbedaan warna kerabang ini diduga disebabkan oleh perbedaan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Pada pemeliharaan intensif kebutuhan nutrisi cenderung tercukupi, sehingga proses pembentukan telur termasuk pembentukan warna kerabang dapat terekspresi sesuai potensi genetiknya. Untuk tekstur telur ayam kampung yang diamati, tektur Telur Ayam Kampung dominan memiliki tektur halus berjumlah 19 butir dengan persentase 63,33%, kasar berjumlah 3 butir dengan persentase 10,00%, agak kasar berjumlah 5 butir dengan persentase 16,67%, dan agak halus berjumlah 3 butir dengan persentase 10,00%. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nafiu, dkk, 2012) yang menyatakan bahwa, Tekstur kerabang telur ayam tolaki umumnya bertekstur halus (80,60%), dan sisanya kasar (11,57%) dan agak kasar (7,84%).
  • 16. Bentuk telur ayam kampung dominan berbentuk lonjong berjumlah 19 butir dengan persentase 63,33%, berbentuk bulat berjumlah 4 butir dengan persentase 13,33%, berbentuk agak lonjong berjumlah 3 butir dengan persentase 10,00%, dan yang berbentuk agak bulat berjumlah 4 butir dengan persentase 13,33%. Hal ini sesuai dengan pendapat (Wardiny, 2008) menyatakan bahwa bentuk telur yang bulat oval, telur yang mempunyai indeks bentuk telur 75%, mempunyai daya tetas yang baik, sedangkan bentuk telur yang terlalu bulat dan terlalu lonjong mempunyai daya tetas yang rendah. Faktor yang mempengaruhi bentuk telur antara lain umur telur, induk yang baru mulai bertelur bentuk telur yang dihasilkan cenderung runcing, memanjang, sedangkan induk yang semakin tua menghasilkan telur yang semakin kearah bulat. Rata-rata berat telur ayam kampung adalah 42,90 gram. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Wardiny, 2008), yang menyatakan bahwa berat telur ayam kampung yang baik untuk ditetaskan adalah sekitar 43,27 gram. Berat telur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, genetik, umur induk. Pengamatan Telur Ayam Kampung dari segi panjangnya dan diameter telur dengan rata-rata 5,23 cm. Sedangkan diameter telur ayam kampung rata-rata 3,92 cm. Menurut (Suprijatna 2005), bahwa panjang Telur Ayam Kampung yang idealnya adalah kurang lebih 5 cm, sedangkan lebar telur ayam kampung adalah 4 cm. Untuk indeks telur ayam kampung, diperoleh rata-rata 74,95%. Hal ini sesuai dengan pendapat (Hartono, dkk, 2014) yang menyatakan bahwa Indeks telur yang baik berkisar 71,77 - 82.22%, sedangkan menurut (Nafiu, dkk, 2012) yang menyatakan indeks telur berkisar antara 73,18 – 80,17%.
  • 17. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan praktikum Pengamatan Kualitatif Dan Kuantitatif Telur Ayam Kampung dapat disimpulkan bahwa: 1. Warna telur ayam kampung dominan memiliki warna putih berjumlah 13 butir dengan persentase 43,33%, berwarna krem berjumlah 10 butir dengan persentase 33,33%, berwarna coklat berjumlah 5 butir dengan persentase 16,67%, dan yang berwarna krem bintik-bintik sebanyak 2 butir dengan persentase 6,67%. Tektur Telur Ayam Kampung dominan memiliki tektur halus berjumlah 19 butir dengan persentase 63,33%, agak kasar berjumlah 5 butir dengan persentase 16,67%, dan agak halus berjumlah 3 butir dengan persentase 10,00%. Dan bentuk telur ayam kampung dominan berbentuk lonjong berjumlah 19 butir dengan persentase 63,33%, berbentuk bulat berjumlah 4 butir dengan persentase 13,33%, berbentuk agak lonjong berjumlah 3 butir dengan persentase 10,00%. 2. Berat rata-rata telur ayam kampung adalah 42,90 gram, panjang telur rata-rata 5,23 cm. Sedangkan diameter telur ayam kampung rata-rata 3,92 cm. Untuk indeks telur ayam kampung, diperoleh rata-rata 74,95%. 5.2 Saran Saran yang dapat saya ajukan dalam praktikum ini adalah sebaiknya segala kelengkapan praktikum baik itu alat maupun bahan yang digunakan sebaiknya diadakan atau disediakan lebih awal agar pelaksanaan praktikum berjalan sesuai wakatu yang telah di tentukan dan disepakati.
  • 18. VI. DAFTAR PUSTAKA Edi dan Suliswanto, 2013. Pengaruh Berat Telur Terhadap Daya Tetas Telur Ayam Kampung. Jurnal Ternak, Vol.04, No.02. ISSN 2086 – 520. Hartono, Dkk, 2014. Kualitas Telur Lima Jenis Ayam Kampung Yang Memiliki Warna Bulu Berbeda. Universitas Udayana. Denpasar. Hermawan, 2012. Pengaruh Bobot Dan Indeks Telur Terhadap Jenis Kelamin Ayam Kampung. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur. eBookPangan. Com. Nafiu, dkk, 2009. Pelestarian dan Pengembangan Ayam Tolaki sebagai Plasma Nutfah Asli Sulawesi Tenggara. Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo, Kendari. Nafiu, dkk, 2012. Produksi Dan Karakteristik Telur Ayam Tolaki Pada Pemeliharaan Intensif. Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo, Kendari. Nurwantoro dan Sri. 2009. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Universitas Diponegoro, Semarang. Suprijatna, E. U. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Wardiny. 2008. Evaluasi Hubungan Antara Indeks Bentuk Telur Dengan Persentase DOC Yang Menetas Pada Ayam Kampung Galur Arab. Universitas Terbuka. Tugiyanti E, dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur Yang Mendapat Ransum degan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi Menggunakan Isolat Prosedur Antihistamin. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto
  • 19. 32 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 DAYA TETAS DAN LAMA MENETAS TELUR AYAM TOLAKI PADA MESIN TETAS DENGAN SUMBER PANAS YANG BERBEDA La Ode Nafiu1* , Muh. Rusdin1 , dan Achmad Selamet Aku1 1) Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo, Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232 Telp. 0401- 3190791 Fax 0401- 3190791 *e-mail ; ldnafiu@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tetas dan lama menetas telur ayam tolaki pada mesin tetas dengan sumber panas yang berbeda. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan di kandang pembibitan Fakultas Peternakan UHO. Ayam tolaki yang digunakan terdiri atas 5 ekor jantan dan 15 ekor betina umur sekitar 20 bulan. Perkawinan ayam dilakukan dengan cara IB. Parameter yang diamati adalah: fertilitas, daya hidup embrio, daya tetas, bobot tetas dan lama menetas. Hasil penelitian menujukkan: (1) rataan fertilitas telur ayam tolaki pada mesin tetas PL adalah 58,57% dan mesin tetas PLM adalah 46,88%, namun kedua mesin tetas secara statistik tidak berbeda nyata, (2) rataan DHE pada mesin tetas PL adalah 96,67% dan mesin tetas PLM adalah 89,58%, (3) rataan daya tetas pada mesin tetas PL adalah 45,61% dan mesin tetas PLM adalah 64,81%, (4) rataan bobot tetas, pada mesin tetas PL adalah 26,47 g, sedangkan mesin tetas PLM 26,96 g, dan (5) lama menetas telur pada mesin tetas PL adalah 21.05 hari dan PLM adalah 21,09 hari. Secara statistik, penggunaan mesin tetas dengan sumber panas berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.Mesin tetas dengan sumber panas berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap fertilitas, DHE, daya tetas, bobot tetas dan lama menetas telur ayam tolaki. Untuk meningkatkan daya tetas direkomendasikan menggunakan mesin tetas dengan sumber panas kombinasi listrik dan lampu minyak. Kata Kunci : Fertilitas, DHE, Fertilitas Lama Menetas, Mesin Tetas dan Ayam Tolaki. ABSTRACT This study aims to determine the hatchability and long of hatching of tolaki chicken eggs in incubator with different heat sources. Research carried outfor 5month sin breeding cage Faculty of Animalscience Halu Oleo University. Chicken Tolaki used consisted of 5 males and 15 females aged approximately 20 months. Mating chicken is done by IB. Parameters measured were: fertility, embryoviability, hatchability, hatching weight and long hatch.The results showed: (1) the average fertility Tolaki chicken egg sin PL incubatoris 58.57% and PLM incubatoris 46.88%, but both the incubator statistically was not significantly different, (2) the average of DHE in PL incubator is 96.67% and PLM incubator is 89.58%, (3) the average hatchability in PL incubator is45.61% and PLM incubatoris 64.81%, (4) the average weight of hatching in PL incubatoris 26.47g, while the PLM incubator is 26.96 g, and(5) long the eggs hatch in PL incubator is 21,05 days and PLM is21,09 days. Statistically, the use incubator with different heat source had no significant effecton all parameters were observed. Incubator with different heat source does not significantly on fertility, DHE, hatchability, hatching weight and length of hatching of Tolaki chicken eggs, Improving the hatchability is recommended to use incubator with a combination electric and oil lamps heat sources. Key Words: Fertility, Embryoviability, Hatchability and Length of Hatching, and Tolaki Chicken.
  • 20. 33 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 PENDAHULUAN Ayam Tolaki adalah salah satu jenis ayam lokal Indonesia dan merupakan plasma nutfah asli Sulawesi Tenggara yang tersebar di beberapa wilayah di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan Kabupaten Kolaka. Selain sebagai penghasil daging, ayam Tolaki dikenal memiliki potensi sebagai penghasil telur, baik telur konsumsi maupun untuk ditetaskan, karena produksi telurnya cukup tinggi. Ukuran dan bobot telurnya relatif kecil daripada ayam kampung (Nafiu dkk.,2009). Peternak ayam tolaki di daerah ini sangat terbatas, dan umumnya berada di wilayah yang masih bersentuhan langsung dengan kawasan hutan. Keterbatas peternak ayam tolaki juga disebabkan oleh penggunaannya lebih banyak berkaitan dengan tujuan- tujuan tertentu, misalnya sebagai ayam sabungan yang menggunakan taji, upacara adat, penyelesaian perselisihan keluarga/adat, atau pengobatan (Nafiu dan Rusdin, 2007). Selain itu sistem pemeliharaan ayam tolaki masih dilakukan secara ekstensif tradisonal, termasuk penetasan telur masih mengandalkan indu, sehingga produktivitasnya rendah. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu upaya peningkatan produksi dan produktivitas, antara lain melalui program penetasan. Penetasan telur unggas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan alami dan penetasan buatan. Penetasan alami yaitu menetaskan telur dengan menggunakan induknya atau jenis unggas lain dan penetasan buatan yaitu dengan menggunakan mesin tetas. Penetasan alami kurang efektif dalam menetaskan telur karena satu induk hanya bisa mengerami sekitar 10 butir telur, sedangkan penetasan buatan mampu menetaskan jumlah telur dalam jumlah ratusan bahkan ribuan butir, tergantung kapasitas tampung mesin tetas (Kartasudjana, 2001). Penerapan teknologi penetasan telur pada usaha peternakan ayam lokal, termasuk ayam tolaki diharapkan dapat meningkatkan populasi ayam dalam waktu yang relatif cepat dan menjamin kontinuitas ketersediaan bibit. Hal ini disebabkan karena mesin tetas berfungsi sebagai penggati induk dalam penetasan telur untuk menghasilkan anak- anak ayam. Keunggulan penerapan teknologi mesin tetas adalah menghilangkan periode mengeram pada induk, sehingga induk lebih produktif dan mampu menghasilkan telur lebih banyak selama hidupnya. Selain itu anak ayam dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak pada waktu yang bersamaan dan kapasitas penetasan dapat diperbanyak sesuai dengan jumlah telur tetas yang siap ditetaskan. Pada prinsipnya penetasan telur dengan mesin tetas adalah menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan embrio (calon anak), yakni yakni meniru sifat-sifat alamiah induk ayam atau itik yang mengerami telur, yaitu menyesuaikan suhu. kelembaban dan membalik telur yang dierami (Subiharta dan Yuwana, 2012). Mesin tetas yang umum digunakan peternak dengan skala usaha kecil di daerah pedesaan adalah mesin tetas sederhana dengan kapasitas terbatas. Sumber panas yang digunakan dari listrik atau lampu minyak. Namun demikian, dalam penerapannya mesin tetas dengan sumber panas listrik sangat tergantung dari PLN, sehingga ketika listrik padam, maka proses penetasan akan terganggu bahkan dapat menyebabkan kegagalan. Oleh karena itu, mesin tetas sederhana dengan sumber panas listrik perlu dimodifikasi menjadi mesin tetas kombinasi dengan sumber panas listrik dan lampu minyak
  • 21. 34 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 sehingga meskipun listrik padam suhu dalam mesin tetas tetap stabil dan perkembangan embrio dalam telur tidak terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tetas dan lama menetas telur ayam tolaki pada mesin tetas dengan sumber panas yang berbeda. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, bertempat di Kandang Pembibitan Laboratorium Lapangan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari. Materi Penelitian a. Mesin Tetas Mesin tetas yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) mesin tetas sederhana dengan sumber panas listrik dan, (2) mesin tetas dengan sumber panas kombinasi listrik dan lampu minyak. Kapasitas mesin tetas masing- masing 150 butir yang dibuat Kandang Pembibitan Laboratorium Lapangan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.Telur Telur yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur ayam Tolaki sebanyak 180 butir yang dikumpulkan dari 26 ekor induk ayam tolaki yang dipelihara secara intensif di di Kandang Pembibitan Laboratorium Lapangan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari. Umur induk sekitar 20 bulan. Sebelum telur ditetaskan terlebih dahulu ditimbang bobotnya dan diukur diameter panjang dan lebarnya untuk mengetahui indeks bentuk telurnya. b. Peralatan Peralatan yang digunakan untuk membuat mesin tetas sederhana sumber panas lisatrik maupun kombinasi listrik lampu minyak tanah yaitu, mistar, meteran, parang, pisau-cuter, sekap kayu dan gergaji. Peralatan yang digunakan sebagai perlengakapan dari kedua jenis mesin tetas yang digunakan adalah thermometer dan bak air/talang. Alat timbang untuk mengetahui bobot tetas anak ayam menggunakan timbangan O-Haus dengan kapasitas 2000 g dengan ketelitian 0,1 g. Prosedur Penelitian a. Tahap persiapan penetasan meliputi: (a) stabilisasi suhu mesin tetas, (b) penyucihamaan mesin tetas 1 minggu sebelum penetasan, (c) perkawinan dilakukan dengan cara IB yang diawali dari penampungan semen dari 5 eor ayam jantan digunakan dalam penelitian, (d) pengumpulan telur, (e) pembersihan telur, (f) pemasukan telur ayng sudah dibersihkan ke dalam mesin tetas dan diletakan berdasarkan perlakuan, pada masing-masing ulangan dibatasi dengan sekat. b. Tahap penetasan dan pengumpulan data: pengumpulan dan pencatatan data dilakukan pada saat sebelum telur mulai di masukan di dalam mesin, saat peneropongan dan saat telur menetas. Pengoperasian lampu minyak pada mesin tetas kombinsi dilakukan dengan cara mematikan listrik dan digantikan dengan lampu minyak sebanyak tiga kali seminggu, sehingga selama tiga minggu lampu minyak dioperasikan sembilan kali. Setiap kali dioperasikan lampu minyak dinyalakan selama 3 jam.
  • 22. 35 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 (A) (B) Keterangan: 1=Lampu; 2= Thermo-meter; 3= Rak telur; 4= Bak air; 5= Termostat Keterangan: 1=lampu; 2=Thermometer; 3=Rak telur; 4=Bak air; 5=Thermostat; 6= Pipa penyalur panas; 7=Saklar thermostat; 8=Jarum; 9=Tangkai penekan saklar; 10.Lampu minyak Gambar 1. Mesin Tetas dengan Sumber Panas yang Berbeda : (A) Mesin tetas sumber listrik (B) Mesin tetas sumber listrik dan minyak tanah Rancangan Penelitian Secara umum penelitian dilaksanakan 2 tahap, yaitu tahap persiapan penetasan dan pengumpulan data. Telur tetas dibagi dalam dua perlakuan, yaitu mesin tetas dengan sumber panas listrik (PL) dan mesin tetas dengan sumber pemanas kombinasi antara listrik dan lampu minyak (PLM). Setiap perlakuan diulang enam kali, sehingga terdapat 12 unit percobaan. Setiap ulangan menggunakan 15 butir telur, sehingga telur tetas digunakan seluruhnya berjumlah 180 butir. Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu : a. Fertilitas adalah persentase telur-telur yang bertunas dari sejumlah telur yang dieramkan, tanpa memperhatikan apakah telur-telur tersebut menetas atau tidak. Fertilitas diamati pada umur penetasan 7 hari yang dihitung dengan rumus : Fertilitas dihitung dengan menggunakan rumus menurut North and Bell (1990) sebagai berikut: Jumlah telur fertil Fertilitas = x 100% Jumlah telur ditetaskan b. Daya hidup embrio (DHE) adalah persentase telur-telur yang fertil dari umur 7 hari penetasan sampai pada umur 14 hari penetasan, dihitung dengan rumus: Σ telur fertil yg hidup Fertilitas = x 100% Σ telur fertil c. Daya tetas adalah persentase telur-telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil yang dihitung dengan rumus (Djannah, 1998): Σ telur menetas Daya tetas = x 100% Σ telur fertil d. Umur menetas adalah umur telur mulai hari pertama penetasan sampai telur menetas. Persentase telur yang menetas pada hari ke – 20, 21, dan 22 hari dihitung dengan rumus : Umur menetas hari ke-= Σtelur menetas hari ke- Σ telur menetas x 100 %
  • 23. 36 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 Bobot tetas (g) adalah bobot badan anak ayam setelah menetas yang ditimbang setelah kering bulunya Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji t-student (Steel dan Torrie, 1995). Persamaan matematika uji t- student sebagai berikut: X1 - X2 t = Sgab √1/n + 1/n Keterangan : X1 = Rataan nilai pengamatan pada mesin tetas listrik X2 = Rataan nilai pengamatan pada mesin tetas kombinasi Sgab = Standar deviasi (S) gabungan pada mesin tetas listrik dan mesin tetas kombinasi S = ∑ (∑ ) Pengolahan data penelitian menggunakan program Minitab Release V. 15 dengan kaidah pengambilan keputusan dari hasil analisis yakni: jika P-value<0.05, berarti peubah pada mesin tetas listrik berbeda nyata dengan mesin tetas kombinasi. Jika P-value>0.05, berarti peubah pada kedua mesin tetas tersebut tidak berbeda nyata. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis data fertilitas, daya hidup embrio, daya tetas, lama menetas dan bobot tetas telur ayam tolaki pada mesin tetas sumber pada yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1. a. Fertilitas Persentase fertilitas telur ayam tolaki pada mesin tetas sumber panas listrik (PL) dan mesin tetas kombinasi listrik dan lampu minyak (PLM) sebagaimana terlihat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa secara umum rata-rata fertilitas telur ayam tolaki adalah 52,72%. Fertilitas telur ayam tolaki yang dicapai pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan tertilitas ayam kampung yang dilaporkan Djafar (2001) yakni sebesar 65,18%, fertilitas ayam kedu pebibit di Kabupaten Temanggung yaitu 74,24% (Suryani dkk., 2012), fertilitas itik pada lama penyimpanan telur 1 hari, yaitu 91,67%, lama penyimpanan 4 hari 83,33% dan lama penyimpanan 7 hari yaitu 72,29% (Meliyati dkk., 2012),) fertilitas ayam petelur yang diinseminasi dengan semen pejantan ayam kampung dengan mengencerkan NaCl fisiologis 0,9 persen ditambah kuning telur ¼ bagian diperoleh hasil sebesar 70,83% (Sujionohadi dkk., 2007). Table 1. Fertilitas, Daya Hidup Embrio (DHE), Daya Tetas, Lama Menetas dan bobot Tetas Ayam Tolaki pada Mesin Tetas Sumber Panas yang Berbeda No Parameter Mesin Tetas Sumber Panas Listik (PL) Mesin Tetas sumber Panas Kombinasi (PLM) Rataan 1 Fertilitas (%) 58,57 46,88 52,72 2 DHE (%) 96,67 89,58 93,13 3 Daya Tetas (%) 45,61 64,81 55,21 4 Lama Menetas (%) 21.05 21,09 21,07 5 Bobot Tetas (g) 26,47 26,96 26,71
  • 24. 37 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 Selain itu rendahnya fertilitas telur yang dicapai pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh mesin tetas sederhana yang digunakan, sebagaimana dikemukakan oleh Suyatno (2005) bahwa kelemahan mesin tetas konvensional antara lain: (1) pemutaran dengan tangan masih kurang halus dan menimbulkan getaran yang dapat mengakibatkan kematian embrio ayam; (2) pemutaran telur tidak merata; (3) frekuensi pemutaran telur sangat terbatas, yaitu hanya tiga kali sehari (pagi, siang, dan sore); (4) suhu dan kelembaban kurang merata; serta (5) panas dalam mesin kurang stabil. Jumlah telur yang terkumpul selama penelitian juga terbatas, sehingga tidak memungkinkan adanya seleksi telur tetas, khususnya seleksi terhadap bentuk telur. Lestari dkk. (2013) menyatakan bahwa keberhasilan penetasan salah satunya ditentukan oleh kualitas telur. Telur tetas yang baik adalah telur yang berbentuk oval yang memiliki perbandingan garis tengah bagian yang lebar dan garis tengah bagian yang panjang 3:4 atau memiliki indeks bentuk telur 75 persen (Murtidjo, 1993). Menurut Yuwanta (2004) telur tetas yang normal memiliki indeks bentuk telur 70-75 persen. Bibit ayam tolaki jantan dan betina yang digunakan pada penelitian berumur sekitar 20 bulan. Rasyaf (1993) dalam Listiyowati dan Rospitasari (2004) menyatakan bahwa pengambilan telur tetas sebulan setelah dewasa kelamin (umur 9 bulan) dicapai fertilitas sebesar 85 sampai 95%. Rata-rata fertilitas telur ayam tolaki yang ditetaskan pada mesin tetas sumber panas listrik mencapai 58,57%, sedangkan pada mesin tetas kombinasi hanya mencapai 46,88%. Namun demikian, hasil uji-t menunjukkan bahwa fertilitas telur ayam tolaki pada kedua jenis mesin tetas tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Dalam penelitian ini perkawinan dilakukan melalui IB sebanyak dua kali seminggu. Kemungkinan telur-telur yang tidak fertil adalah telur yang diproduksi pada hari terakhir sebelum IB berikutnya, karena motilitas dan daya hidup sperma dalam saluran reproduksi betina semakin menurun. Hal ini sesuai pendapat Sutiyono dan Ondho (1991) bahwa setelah perkawinan, fertilitas telur berangsur menurun.Putra (2009) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mepengaruhi fertilitas adalah motilitas sperma, ransum, hormon, lama penyinaran, umur ayam, produksi telur, musim, perbandingan jumlah jantan dan betina, serta lamanya jantan berada dalam kandang. b. Daya hidup embrio (DHE) DHE diketahui melalui peneropongan telur (candling) pada hari ke-14 umur penetasan, saat telur dibalik pada sore hari. Telur yang masih hidup pada 14 hari umur penetasan ditandai dengan bertambahnya jumlah dan ukuran akar-akar serabut pada telur, sedangkan telur yang mati ditandai adanya bintik dan benang darah merah yang mengelilingi telur. Persentase daya hidup embrio pada kedua jenis mesin tetas dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata DHE ayam tolaki pada penelitian ini adalah sebesar 93,13 persen. DHE yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi daripada DHE ayam kampung hasil penelitian Solihati dkk. (2006), yakni sebesar 43,24% pada penyimpanan semen selama 1 jam, sedangkan pada penyimpanan semen 24 jam turun menjadi 21,68% dan pada penyimpanan 48 jam tinggal 10,32%. Suryani dkk. (2012) melaporkan bahwa Rataan mortalitas embrio ayam kedu pebibit adalah 40,02%, atau dengan kata lain DHE hanya sebesar 59,98%.
  • 25. 38 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 Semen ayam yang digunakan dalam penelitian ini langsung digunakan untuk IB, sehingga diperoleh DHE yang tinggi. Menurut Susilawati dan Hernawati (1992) bahwa semakin lama semen disimpan menyebabkan periode fertil semakin singkat, karena penyimpanan yang lebih lama akan semakin meningkatkan jumlah spermatozoa yang mati dan semakin banyak jumlah spermatozoa mati maka jumlah kematian spermatozoa hidup selama proses penyimpanan semakin meningkat, karena sperma yang mati akan menjadi racun bagi sperma yang masih hidup. Lama penyimpanan juga akan menyebabkan kerusakan membran plasma spermatozoa sehingga akan menurunkan motilitas dan pada akhirnya periode fertil juga lebih singkat. Tingginya DHE kemungkinan juga besar disebabkan penanganan telur tetas selama proses penetasan dilakukan secara hati-hati dan penanganan telur pada saat pembalikan tidak terlalu lama, sehingga suhu dalam mesin tetas tetap stabil.Hal ini sesuai dengan pendapat Tullet (1990) bahwa keberhasilan penetasan tergantung dari suhu, kelembaban, frekuensi pemutaran telur, ventilasi dan kebersihan telur. Demikian pula halnya dengan Iswanto (2005) yang menyatakan bahwa kondisi suhu dalam mesin tetas yang tidak merata, kemungkinan dapat menimbulkan kematian pada calon DOC. Lebih lajut dijelaskan bahwa pembalikan telur dalam mesin tetas sebaiknya dilakukan tiga kali sehari yakni pada pagi, siang, sore hari. Saat membalik telur, lakukan secara perlahan, usahakan tidak sampai tersentak supaya telur tidak retak atau pecah dan isinya tidak terguncang. Berdasarkan uji t-student diketahui bahwa mesin tetas sederhana yang menggunakan sumber panas berbeda dalam penelitian ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap DHE. DHE pada mesin tetas sumber panas listrik adalah 96,67%, sedangkan pada mesin tetas kombinasi sebesar 89,58%. Kematian embrio selama penelitian dapat terjadi karena kualitas telur yang ditetaskan dapat pula disebabkan oleh mesin tetas yang digunakan. Menurut Tullett dan Burton (1987) bahwa penghambatan pertumbuhan embrio terjadi karena berhubungan dengan hal-hal berikut: (1) pengurangan pertukaran gas, kegagalan chorioallantois menjadi garis permukaan yang lengkap pada membran kerabang dalam; (2) pengurangan perluasan daerah vaceculosa, pembatasan pengambilan nutrien oleh embrio, dan (3) kegagalan embrio dalam menggunakan sisa albumen. Lebih lanjut Suprijatna dkk. (2005) menambahkan bahwa apabila induk mengalami defisiensi mineral maka berdampak pada fertilitas dari telur yang ditetaskan, hal ini juga berpengaruh pada perkembangan embrio. Daya Tetas Daya tetas ditentukan berdasarkan jumlah telur tetas yang menetas dari sejumlah telur-telur tetas yang tertunas atau fertil (Djannah, 1998). Visualisasi anak ayam yang menetas pada mesin tetas dengan sumber panas yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2. Sementara itu daya tetas telur ayam tolaki pada mesin tetas sumber panas yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa ratan daya tetas telur ayam tolaki adalah 55,21%. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil
  • 26. 39 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 Gambar 2. Anak ayam yang menetas melalui mesin tetas dengan sumber panas yang bebeda. penelitian Djafar (2001) yang mendapatkan daya tetas ayam kampung sebesar 75,26%. Demikian pula Irianty dkk. (2005) melaporkan bahwa dengan penambahan vitamin E sebanyak 20 mg/kg pakan pada ayam kampung menghasilkan daya tetas sebesar 73,31% dan 30 mg/kg pakan menghasilkan daya tetas 74,11%. Zakarian (2010) melaporkan bahwa rataan daya tetas telur telur ayam kampung adalah71,67%, bahkan jauh lebih rendah dari daya tetas telur itik mallard yang mencapai 84,18% - 89,10% (Romjali et.al., 2006). Rataan daya tetas telur itik khaki campbell pada lama akan semakin meningkatkan jumlah spermatozoa yang mati dan semakin banyak jumlah spermatozoa mati maka jumlah kematian spermatozoa hidup selama proses penyimpanan semakin meningkat, karena sperma yang mati akan menjadi racun bagi sperma yang masih hidup. Lama penyimpanan juga akan menyebabkan kerusakan membran plasma spermatozoa sehingga akan menurunkan motilitas dan pada akhirnya periode fertil juga lebih singkat. Tingginya DHE kemungkinan juga besar disebabkan penanganan telur tetas selama proses penetasan dilakukan secara hati-hati dan penanganan telur pada saat pembalikan tidak terlalu lama, sehingga suhu dalam mesin tetas tetap stabil.Hal ini sesuai dengan pendapat Tullet (1990) bahwa keberhasilan penetasan tergantung dari suhu, kelembaban, frekuensi pemutaran telur, ventilasi dan kebersihan telur. Demikian pula halnya dengan Iswanto (2005) yang menyatakan bahwa kondisi suhu dalam mesin tetas yang tidak merata, kemungkinan dapat menimbulkan kematian pada calon DOC. Lebih lajut dijelaskan bahwa pembalikan telur dalam mesin tetas sebaiknya dilakukan tiga kali sehari yakni pada pagi, siang, sore hari. Saat membalik telur, lakukan secara perlahan, usahakan tidak sampai tersentak supaya telur tidak retak atau pecah dan isinya tidak terguncang. Berdasarkan uji t-student diketahui bahwa mesin tetas sederhana yang menggunakan sumber panas berbeda dalam penelitian ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap DHE. DHE pada mesin tetas sumber panas listrik adalah 96,67%, sedangkan pada mesin tetas kombinasi sebesar 89,58%. Kematian embrio selama penelitian dapat terjadi karena kualitas telur yang ditetaskan dapat pula disebabkan oleh mesin tetas yang digunakan. Menurut Tullett dan Burton (1987) bahwa penghambatan pertumbuhan embrio terjadi karena berhubungan dengan hal-hal berikut: (1) pengurangan pertukaran gas, kegagalan chorioallantois menjadi garis permukaan yang lengkap pada membran kerabang dalam;
  • 27. 40 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 (2) pengurangan perluasan daerah vaceculosa, pembatasan pengambilan nutrien oleh embrio, dan (3) kegagalan embrio dalam menggunakan sisa albumen. Lebih lanjut Suprijatna dkk. (2005) menambahkan bahwa apabila induk mengalami defisiensi mineral maka berdampak pada fertilitas dari telur yang ditetaskan, hal ini juga berpengaruh pada perkembangan embrio. Daya Tetas Daya tetas ditentukan berdasarkan jumlah telur tetas yang menetas dari sejumlah telur-telur tetas yang tertunas atau fertil (Djannah, 1998). Visualisasi anak ayam yang menetas pada mesin tetas dengan sumber panas yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2. Sementara itu daya tetas telur ayam tolaki pada mesin tetas sumber panas yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa ratan daya tetas telur ayam tolaki adalah 55,21%. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Djafar (2001) yang mendapatkan daya tetas ayam kampung sebesar 75,26%. Demikian pula Irianty dkk. (2005) melaporkan bahwa dengan penambahan vitamin E sebanyak 20 mg/kg pakan pada ayam kampung menghasilkan daya tetas sebesar 73,31% dan 30 mg/kg pakan menghasilkan daya tetas 74,11%. Zakarian (2010) melaporkan bahwa rataan daya tetas telur telur ayam kampung adalah71,67%, bahkan jauh lebih rendah dari daya tetas telur itik mallard yang mencapai 84,18% - 89,10% (Romjali et.al., 2006). Rataan daya tetas telur itik khaki campbell pada Bobot tetas telur ayam tolaki yang ditetaskan pada mesin tetas dengan sumber panas yang berebeda disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata bobot tetas ayam tolaki adalah 26,71 g. Bobot tetas pada hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Irianty dkk. (2005) bahwa dengan penambahan vitamin E sebanyak 20 mg/kg pakan pada ayam kampung akan menghasilkan bobot tetas sebesar 28,24 g dan 30 mg/kg pakan akan menghasilkan bobot tetas 29,36 g. Rendahnya bobot tetas telur ayam tolaki pada penelitian ini diduga disebabkan ayam tolaki memiliki ukur telur dan postur tubuh yang kecil dan ramping bila dibandingkan dengan ayam kampung. Hal ini sesuai dengan Nafiu dkk. (2009) yang melaporkan bahwa selain postur tubuh yang kecil dan ramping, ayam tolaki memiliki telur yang relatif kecil dengan rata-rata bobot 35.55 g atau berkisar 27.00– 41.55 g, lebih ringan dibanding ayam kampung yang mencapai 35 – 45 g (Mansjoer, 2003). Nataamijaya et al. (1989), melaporkan bahwa berat tetas anak ayam buras yang sumber telurnya yang berasal dari induk yang relatif sama adalah sebesar 32,03 g, sedangkan Mugiyono et al. (1989) melaporkan bahwa berat tetas ayam buras yang sumber telur yang berasal dari induk yang relatif sama sebesar 31,17 g, dan Zakarian (2010) melaporkan bobot tetas ayam kampung adalah 31,82 g. Rata-rata bobot tetas ayam tolaki pada mesin tetas sumber panas listrik sebesar 26,47 g, sedangkan pada mesin tetas sumber panas kombinasi adalah 26,96 g. Berdasarkan hasil uji t-student diketahui bahwa bobot tetas telur ayam tolaki pada mesin tetas dengan sumber panas listrik tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan mesin tetas sumber panas kombinasi. Penempatan telur pada kedua mesin tetas dilakukan secara acak, sehingga bobot tetas pada mesin tetas listrik dan mesin tetas kombinasi tidak jauh berbeda. Disamping itu, bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur. Wiharto (1988)
  • 28. 41 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 menyatakan bahwa penetasan dengan bobot telur seragam akan memberikan hasil yang baik karena anak-anak unggas yang menetas nantinya juga memiliki bobot yang seragam. Telur harus seragam bentuk, warna dan bobotnya. Selanjutnya menurut Rasyaf (1989) dalam Ilmi (2005) bahwa ada hubungan yang positif antara bobot telur dengan bobot awal anak ayam yang menetas pada umur sehari. Djannah (1998) dalam Ilmi (2005) bahwa bobot dan besarnya telur merupakan suatu karakter performans yang mewaris dari tetua ke anak ayam, karakter itu berbeda setiap bangsa, varietas dan strain ayam. c. Lama Menetas Telur ayam kampung umumnya akan menetas setelah dierami selama 21 hari. Rata-rata lama menetas telur ayam tolaki pada mesin tetas dengan sumber panas yang berbeda disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Rataan Lama Menetas Ayam Tolaki Gambar 3 menunjukkan bahwa rata- rata lama menetas telur ayam tolaki adalah 21,07 hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan Nuryati dkk. (2000) bahwa pada umur dua puluh hari kantung kuning telur sudah masuk seluruh ke dalam rongga perut, embrio hampir menempati seluruh rongga di dalam telur kecuali kantung udara, pada umur 21 hari ayam sudah membuka kerabangnya walaupun belum seluruhnya dan memerlukan waktu 12 sampai 18 jam untuk keluar dari kerabang. Lama menetas telur ayam tolaki yang ditetaskan pada mesin tetas sumber panas listrik adalah 21.05 hari dan sumber panas kombinasi listrik dan lampu minyak adalah 21,09 hari. Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa umur menetas telur pada kedua jenis mesin tetas tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini dikarenakan umur dan bobot telur yang digunakan dianggap seragam. Umur telur berkisar 1-7 hari sedangkan bobot telur 38.71–43.02 g. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiharto (1988) bahwa keseragaman bobot telur akan berpengaruh terhadap lama pengeraman dan masa penetasan. Dalam penelitian ini telur ayam tolaki menetas pada umur penetasan 20, 21 dan 22 hari. Persentase telur yang menetas pada umur penetasan 20, 21 dan 22 hari dari seluruh telur yang menetas pada mesin tetas PL dan mesin tetas PLM disajikan pada Tabel 3 Tabel 3. Persentase telur yang menetas pada umur berbeda dari seluruh telur yang menetas Mesin tetas Umur menetas (hari) Total 20 21 22 Jumlah menetas (%) Jumlah menetas (%) Jumlah menetas (%) PL - - 26 89,66 3 10,34 100 PML 1 4,17 20 83,33 3 12,5 100 Total 1 4,17 46 172,99 6 22,84 200 Rerata 1 4,17 23 86,50 3 11,42 100 21.05 21.09 21.00 21.10 PL PLM Rataan Lama Menetas
  • 29. 42 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 Tingginya telur yang menetas pada umur penetasan 21 hari pada kedua jenis mesin tetas pada penelitian ini, karena suhu dan kelembaban inkubator stabil dan embrio dapat berkembang dengan normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Jasa (2006) bahwa suhu embrio harus sesuai dengan kondisi pada proses penetasan alami menggunakan induk. Lebih lanjut dijelaskan bahwa agar embrio dapat berkembang dengan baik maka suhu di dalam ruang penetasan diatur dengan kisaran suhu 95 - 104o F sehingga menjamin embrio mendapatkan suhu yang ideal untuk perkembangan yang normal. KESIMPULAN DAN SARAN Fertilitas, daya hidup embrio, daya tetas, umur menetas dan bobot tetas telur ayam tolaki yang ditetaskan pada mesin tetas dengan sumber panas listrik (PL) tidak berbeda nyata (P>0,05), dengan yang ditetaskan pada mesin tetas sumber panas kombinasi listrik dan lampu minyak (PLM). Namun demikian secara kuantititas rataan daya tetas pada mesin PLM (64,81%) cenderung lebih tinggi dibandingkan mesin tetas PL (45,61%). Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada peternak terutama di daerah pedesaan untuk menggunakan mesin tetas dengan sumber panas kombinasi listrik dan lampu minyak. UCAPAN TERIMA KASIH Tim penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada Dekan dan Kepala Laboratorium Lapangan Fakultas Peternakan UHO yang memberikan izin untuk menggunakan seluruh fasilitas yang diperlukan dalam peneltian ini. Kami juga ucapkan terima kasih kepada Rusli Badaruddin, S.Pt., M.Si. dan Hazizi, S.Pt. yang turut membantu dalam pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Christensen, L. V., 1991. Diluents, dilution and strorage of poultry semen for six hour. Proceeding First Internasional Symposium on the Artificial Insemination of Poultry Science Asdsociation, Inc. USA. Djannah, D., 1998. Beternak Ayam. Yasaguna. Surabaya. Ilmi, I., 2005. Pengaruh bentuk dan umur telur terhadap daya tetas dan proporsi jenis kelamin ayam arab. Universitas Haluoleo. Kendari. Iriyanti, N., Zuprizal, T. Yuwanta, dan S. Keman. 2005. Penggunaan vitamin E dalan pakan terhadap fertilitas, daya tetas, dan bobot tetas telur ayam kampung. Fakultas peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Iswanto, H., 2005. Ayam Kampung Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta. Jasa, L., 2006. Pemanfaatan Mikrokontroler Atmega 163 Pada Prototipe Mesin Penetasan Telur Ayam. Jurnal Teknologi Elektro Vol 5 (1):30-36. Kartasudjana, R., 2001. Penetasan Telur. Proyek Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan Smkdirektorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Lestari, E., Ismoyowati, dan Sukardi. 2013. Korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas dan perbedaan susut bobot pada telur entok (Cairrina moschata) dan itik (Anas plathyrhinchos). Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):163-169. Listiyowati, E., dan Rospitasari, K., 2004. Unggas tata laksana budidaya
  • 30. 43 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 secara komersial. Penebar swadaya. Jakarta. Mansjoer, S. 2003. Potensi ayam buras di Indonesia. Makala semiloka pengkajian pengembangan produksi bibit ayam Buras dan Itik. Cisrua Bogor. Tanggal 11 – 12 Desember 2003. Meliyati, N., K., Nova dan D. Septinova. 2012. Pengaruh umur telur tetas itik mojosari dengan penetasan kombinasi terhadap fertilitas dan daya tetas. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Mugiyono, S., Sukardi dan E. Tugiyanti, 1989. Perbandingan pemeliharan ayam buras secara tradisional dan semi intensif. Proc. Seminar Nasional tentang Unggas Lokal. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Hal. 65–67. Murtidjo, B., 1993. Mengelola Itik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Nafiu, L.O. dan M. Rusdin. 2007. Studi potensi dan keragaman ayam lokal di Sulawesi Tenggara. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian unhalu. Unpublished. Kendari. Nafiu, L. O., T. Saili, M. Rusdin, A.S. Aku dan Y. Taufik. 2009. Pelestarian dan Pengembangan Ayam Tolaki sebagai Plasma Nutfah Asli Sulawesi Tenggara. Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo. Kendari. Nataamijaya, A.G., H. Resnawati, T. Antawijaya, I. Barchia dan D. Zainuddin, 1989. Produktivitas ayam buras di dataran tinggi dan dataran rendah. Balitnak, Ciawi-Bogor Ningtyas, M.S., Ismoyowati dan I. H. Sulistyawan. 2013. Pengaruh temperatur terhadap daya tetas dan hasil tetas telur itik (Anasplathyrinchos. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):347-352. North, M. O. dan D. D. Bell., 1990. Commercial Chicken Manual. 4th Ed. Avi Publishing Company Inc. West Port, California. Nurhayati, T., Sutarto, dan Karim, M.,2000. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Cianjur. Putra. Z., 2009. Fertilitas dan daya tetas.PSK Unggas Kelas Dua Untuk Siswa/I SPP-SPMAN Saree Provinsi Aceh. Banda Aceh. Rasyaf, M., 1989. Pengelolaan Penetasan. Penerbit Swadaya. Jakarta. Riyanto dan Anthonius, 2001. Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agromedia Pustaka. Jakarta. Romjali, E., A.L. Lambio, E. S. Luis, N.P. Roxas and A.A. Barion. 2006. fertility and hatchability of eggs on mallard ducks (Anas platyrhynchos L.) of different plumage pattern under different feeding regimes. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 674-679. Solihati, N., Idi, R., Setiawan, R., Asmara, I.Y., Bayu, I., Sujana. 2006. Pengaruh lama penyimpanan semen cair ayam buras pada suhu 5 o C terhadap periode fertile dan fertilitas sperma. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Steel RGD, dan Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-2. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Subiharta dan Yuwana, D.M., 2012. Pengaruh penggunaan bahan tempat air dan letak telur di dalam mesin tetas yang perpemanas listrik pada penetasan itik tegal. Seminar
  • 31. 44 JITRO VOL.1 NO.1, September 2014 Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 1-7. Sujionohadi, K dan Setiawan A., 2007. Ayam Kampung Petelur. Penebar Swadaya (edisi revisi). Jakarta. Susilawati, S. dan T. Hermawati. 1992. Penggunann Pengencer Larutan Buah untuk Menyimpan Semen Domba. Media Kedokteran Hewan.Vol.3. No.3. Suprijatna, E., Atmomarsono, U., Kartasudjana, R., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar swadaya. Jakarta. Suryani, N., N. Suthama dan H. I. Wahyuni. 2012. Fertilitas telur dan mortalitas embrio ayam kedu pebibit yang diberi ransum dengan peningkatan nutrien dan tambahan Sacharomyces cerevisiae. Animal Agricultural Journal, Vol. 1. (1): 389 – 404. Sutiyono dan Ondho, Y. S., 1991. Fertilitas spermatozoa pada alat kelamin betina. Media 16 (4) : 9-11. Suyatno. 2005. Otomatisasi mesin tet as untuk meingka tkan produksi DOC (Day Old Chick) ayam lurik dan efisiensi usaha. Junal DEDIKASI Volume 3: 17-25. Tullett, S. G., 1990. Science dan the art of incubation. Pult. Sci. 69 : 1-15 Tullett, S. G. dan F.G. Burton, 1987. Effect of two gas mixtures on growth of the domestic fowl embryo from days 14 through 17 of incubation. J. Exp. Zool. Suppl. 1 : 347-350. Widyaningrum, A.E., E. Sudjarwo dan Achmanu. 2012. Pengaruhjenis bahan dan frekuensi penyemprotan terhadap daya tetas, bobot tetas, dan dead embryo telur itik khaki campbell. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang Wiharto, 1988. Petunjuk Pembuatan Mesin Penetas. Penerbit Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya. Malang. Yuwanta, T., 2004. Dasar Ternak Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Zakaria, M.A.S., 2010. Pengaruh lama penyimpanan telur ayam buras terhadap fertilitas, daya tetas telur dan berat tetas. Jurnal Agrisistem Vol. 6 (2): 97-102
  • 32. eeee----JournalJournalJournalJournal Peternakan TropikaPeternakan TropikaPeternakan TropikaPeternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com email: jurnaltropika@unud.ac.id eeee----journaljournaljournaljournal FAPET UNUDFAPET UNUDFAPET UNUDFAPET UNUD UniversitasUniversitasUniversitasUniversitas UdayanaUdayanaUdayanaUdayana 153 KUALITAS TELUR LIMA JENIS AYAM KAMPUNG YANG MEMILIKI WARNA BULU BERBEDA Hartono T. A., Puger, A. W., Nuriyasa, I. M Program studi peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar, Bali Hp.081805075276, e-mail : Hartono_atm@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas telur lima jenis ayam kampung yang memiliki warna bulu berbeda umur 24 minggu telah dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Sesetan, Denpasar. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan lima jenis perlakuan yaitu perlakuan A (biying), perlakuan B (selem), perlakuan C (putih siungan), perlakuan D (putih kedas) dan perlakuan E (brumbun). Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan, setiap ulangan menggunakan 1 ekor ayam. Variabel yang diamati adalah berat jenis, berat telur, tebal kulit telur, berat kulit telur, berat selaput telur, berat putih telur, berat kuning telur, indeks telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, haugh unit, dan warna kuning telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas telur pada variabel yang diamati secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas telur bagian luar (berat jenis, berat telur, indeks telur) dan kualitas telur bagian dalam (tebal kulit telur, berat kulit telur, berat selaput telur, berat putih telur, berat kuning telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, haugh unit, dan warna kuning telur ) tidak dipengaruhi oleh warna bulu ayam kampung. Kata kunci : Ayam kampung, lima warna bulu, kualitas telur THE EGGS QUALITY OF FIVE DIFFERENT PLUMAGE COLOURS OF KAMPUNG CHICKEN ABSTRACT This researh was conducted to identificate the egg quality of 24 week-old kampung chickens with five different plumage colors at Station of Animal Science, University of Udayana, Sesetan, Denpasar. Five treatments were used in a Completely Randomized Design (CRD) as of: biying (red feathers) kampung chicken as treatment A, selem (black feathers) kampung chicken as treatment B, putih siungan (white feathers and yellow shank) kampung chicken as treatment C, putih kedas (bright white feathers) kampung chicken as treatment D, and brumbun (mix black, red and white feathers) kampung chicken as treatment E. Each treatment consisted of three replicates, each replication using 1 chickens. The variables observed were weight density, weight egg, egg shell thickness, egg shell weight, white weight of the egg membrane, weight egg white, egg yolk weight, egg index, egg white index, egg yolk index, haugh units and yolk color. The results showed that the quality of the eggs on the observed variables were not significantly different in statistic
  • 33. Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 154 (P>0.05). It can be concluded that external egg quality as of: weight density, weight egg, egg index and internal egg quality as of: egg shell thickness, egg shell weight, white weight of the egg membrane, weight egg white, egg yolk weight, egg white index, egg yolk index, haugh units and yolk color were not affected by colour plumage of kampung chicken. Keywords : Kampung chicken, five plumage colour, egg quality PENDAHULUAN Ayam kampung (Gallus domesticus) berasal dari ayam hutan merah (Gallus gallus) yang telah berhasil dijinakkan dan merupakan salah satu ayam yang mampu bereproduksi dengan pemberian pakan yang bernutrisi rendah. Ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras). Dari proses evolusi dan domestikasi, maka terciptalah ayam kampung yang telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991). Ayam kampung dengan warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu ukuran badan ayam kampung kecil, mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1998). Populasi ayam buras di Bali saat ini tercatat sekitar 4,6 juta ekor sedangkan produksi telur ayam kampung tahun 2009 adalah 282.692 ton (Disnak Bali, 2010). Kebutuhan telur ayam kampung di Bali sangat tinggi, baik untuk dikonsumsi maupun digunakan untuk jamu. Telur ayam kampung mempunyai kelebihan dibandingkan telur ayam yang lain. Selain sumber kalori dan protein hewani yang cukup baik (mudah diserap usus dalam jumlah yang banyak) dapat dipakai sebagai campuran minuman jamu yang diyakini dapat memberikan kesegaran pada tubuh (Setiawan, 2008). Selain itu telur merupakan fase awal untuk perkembangbiakan ayam, melalui produksi telur yang tinggi maka kebutuhan telur dan kebutuhan ayam untuk sarana Upakara akan dapat terpenuhi. Ayam Kampung yang banyak dikenal masyarakat di Bali serta sering digunakan untuk sarana Upakara ada 5 macam warna yaitu ayam merah (biying) yang mempunyai ciri-ciri warna bulu merah, ayam hitam (selem) yaitu warna bulu hitam, ayam putih siungan dengan ciri yaitu bulu putih dengan paruh dan kaki kuning, ayam putih kedas yaitu bulu putih dengan paruh dan kaki putih dan ayam brumbun yaitu bulu campuran terdiri dari hitam, putih dan merah. Telur merupakan salah satu produk peternakan yang mudah rusak. Kerusakan pada telur ayam kampung dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologis sehingga terjadi
  • 34. Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 155 perubahan selama masa penyimpanan. Oleh karena itu dalam pemilihan telur ayam kampung perlu memperhatikan kualitasnya. Secara keseluruhan kualitas sebutir telur ayam kampung tergantung pada kualitas telur ayam kampung bagian dalam (isi telur) dan kualitas telur ayam kampung bagian luar (kulit telur) (Sudaryani, 2000). Oleh karena itu pengetahuan tentang kualitas telur dan faktor yang mempengaruhinya akan menjadi sangat penting baik ditinjau dari segi konsumen maupun produsen telur demi keberlangsungan usahanya. Telur ayam kampung mempunyai kemiripan dengan telur ayam Arab dan merupakan salah satu jenis telur ayam lokal yang banyak beredar di pasar. Telur ayam Arab mempunyai bentuk dan warna kerabang serta kualitas isi yang mempunyai kemiripan dengan telur ayam kampung (Susmiyanto et al., 2010 dalam Sodak 2011). Menurut Yumna et al. (2013) menyatakan bahwa ayam Gold (merah) kualitas telurnya cenderung lebih baik dibandingkan yang berwarna Silver (putih). Sedangkan ayam arab bewarna Gold adalah salah satu ayam yang mempunyai kemiripan dengan ayam warna merah (biying) pada ayam kampung. Berdasarkan uraian diatas bahwa informasi yang berkaitan dengan warna bulu terhadap kualitas telur ayam kampung sangat sedikit didapatkan. Maka penelitian ini merujuk pada ayam arab yang mirip dengan ayam kampung. Sehingga dengan adanya perbedaan warna bulu ayam selem, biying, putih siungan, putih kedas, dan brumbun maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas telur ayam kampung dari lima macam warna bulu. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Sesetan, Denpasar. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan. Penelitian ini menggunakan ayam kampung betina berumur 24 minggu, yang terdiri dari 5 macam warna bulu yaitu merah (biying), hitam (selem), bulu putih dengan paruh dan kaki kuning (putih siungan), bulu putih dengan paruh dan kaki putih (putih kedas), dan campuran bulu hitam, putih dan merah (brumbun). Jumlah ayam yang digunakan setiap perlakuan 3 ekor sehingga secara keseluruhan adalah 15 ekor. Kandang yamg digunakan sistem enriched cage (Pavlik et al., 2007, Sarica et al., 2008). Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum, tempat bertengger dan tempat bertelur serta lantai dari tanah untuk tempat ayam dapat mengais. Ukuran kandang individu 100 cm panjang x 75 cm lebar dan dengan
  • 35. Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 156 tinggi 80 cm. Ransum yang diberikan dalam penelitian ini adalah ransum lengkap yang terdiri dari jagung kuning, tepung ikan, dedak padi, bungkil kedelai, polar, premix dan garam. Ransum mengandung protein kasar (CP) 17 %, energi termetabolis (ME) 2750 kkal dan serat kasar 3-7 % (Scott et al., 1982). Air minum diberikan secara ad libitum yang berasal dari air PAM. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan Digital merk ACIS berkapasitas 5000 g dengan kepekaan 1 g dan kapasitas 500 g dengan kepekaan 0,1 g, jangka sorong, tripod micrometer merk AMES dengan kepekaan 0.1 mm, Yolk colour fan, micrometer merk AMES, meja kaca pemecah telur, spatula, candler, hydrometer, cawan petri. Telur dikumpulkan setiap hari pada setiap ulangan. Telur yang dipakai sampel adalah telur nomor dua dari fase bertelur yang sama. Peubah yang diamati berat jenis, berat telur, tebal kulit telur, berat kulit telur, berat selaput telur, berat putih telur, berat kuning telur, indeks telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, haugh unit, warna kuning telur. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima perlakuan yaitu 5 macam warna bulu ayam kampung, dilakukan 3 kali ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 1 ekor ayam. Lima perlakuan tersebut antara lain : perlakuan A warna bulu merah (biying), perlakuan B warna bulu hitam (selem), perlakuan C warna bulu putih dengan paruh dan kaki kuning (putih siungan), perlakuan D warna bulu putih dengan paruh dan kaki putih (putih kedas), perlakuan E warna bulu hitam, putih dan merah (brumbun). Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakan sidik ragam. Apabila diantara perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Berat jenis telur pada kelima perlakuan ayam kampung berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan karena ayam yang digunakan genetiknya sama dan telur yang digunakan adalah telur segar. Berat jenis tidak dipengaruhi oleh warna bulu, Menurut Hutt (1949), menyatakan bahwa variasi warna bulu pada ayam adalah faktor genetik. Berat jenis ditentukan oleh ketebalan kulit (kerabang) dan mutu dari cangkang (Butcher, 1991). Berat jenis yang dihasilkan adalah 1073,33-1095,00 (Tabel 4). Didukung dengan pendapat Abbas (1989) yang menyatakan bahwa berat jenis telur dipengaruhi oleh tebal kerabang, dimana dengan semakin meningkatnya ketebalan kerabang telur maka berat jenis akan meningkat pula, dan semakin besar telur semakin kecil nilai berat jensnya. Selain itu
  • 36. Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 157 Koelkebeck (2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi berat jenis adalah lama penyimpanan telur, suhu, waktu bertelur dan kandungan kalsium pakan. Tabel 4.4. Pengaruh lima macam warna bulu ayam kampung terhadap kualitas telur Variabel Perlakuan1) SEM3) A B C D E Berat Jenis 1073,33a2) 1086,67a2) 1090,00a2) 1095,00a2) 1085,00a2) 34,43 Berat Telur (g) 40,67a2) 42,33a2) 38,00a2) 39,67a2) 39,33a2) 1,96 Tebal Kulit Telur (mm) 0,39a2) 0,41a2) 0,39a2) 0,41a2) 0,38a2) 0,0002 Berat Kulit Telur (g) 4,13a2) 4,37a2) 3,43a2) 4,40a2) 3,83a2) 0,11 Berat selaput Telur (g) 0,67a2) 0,63a2) 0,40a2) 0,63a2) 0,90a2) 0,02 Berat Putih Telur (g) 19,87a2) 21,03a2) 20,03a2) 21,80a2) 20,47a2) 1,69 Berat kuning Telur (g) 16,00a2) 16,30a2) 13,93a2) 12,83a2) 14,30a2) 1,10 Indeks Telur (%) 73,95a2) 71,71a2) 82,22a2) 77,90a2) 75,12a2) 7,30 Indeks Putih Telur 0,046a2) 0,046a2) 0,062a2) 0,078a2) 0,044a2) 0,00013 Indeks Kuning Telur 0,22a2) 0,23a2) 0,25a2) 0,26a2) 0,22a2) 0,00044 HU (Haugh Unit) 65,67a2) 65,00a2) 72,33a2) 78,00a2) 62,67a2) 33,33 Warna Kuning Telur (skor) 8,67a2) 8,67a2) 8,67a2) 8,00a2) 9,00a2) 0,60 Keterangan: 1). A : Warna Bulu Merah (Biying) B : Warna Bulu Hitam (Selem) C : Warna Bulu Putih, Paruh dan Kaki Kuning (Putih Siungan) D : Warna Bulu Putih, Paruh dan Kaki putih (Putih Kedas) E : Warna Bulu Hitam, Putih, Merah (Brumbun) 2). Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) 3). SEM: ”Standard Error of the Treatment Means” Berat telur yang dihasilkan pada penelitian ini berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan karena pada semua perlakuan menggunakan pakan dan genetik yang sama, ini berarti warna bulu tidak berpengaruh terhadap berat telur. Penelitian Sarwono (1995) menunjukkan berat telur berkisar antara 35-45 g/butir. Faktor yang mempengaruhi berat telur diantaranya genetik ayam, dimana ayam kampung yang mempunyai kemampuan genetik rendah hanya akan mampu menghasilkan berat telur optimal sesuai dengan kemampuan genetiknya (Anggorodi, 1978). Tebal kulit , berat kulit dan berat selaput telur dari kelima macam warna bulu ayam kampung induk berbeda tidak nyata (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena genetik ayam yang sama pada semua perlakuan. Tebal kulit telur berhubungan dengan berat kulit dan berat selaput telur, kulit (kerabang) yang tebal akan berpengaruh terhadap berat kulit dan
  • 37. Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 158 berat selaput kulit telur. Tebal kulit berhubungan saat proses pengangkutan, Clunies et al. (1992) menyatakan bahwa kekuatan kulit (kerabang) merupakan faktor terpenting dalam menentukan kualitas telur terutama hubungannya dengan pengangkutan telur dimana kekuatan kulit (kerabang) dihubungkan dengan ketebalan kerabang. Tebal kulit telur pada penelitian ini adalah adalah 0,38-0,41 mm. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Yulia (1997) yaitu 0,33 mm. Dengan demikian secara umum dilihat dari kebutuhan kalsium untuk pembentukan kulit telur telah terpenuhi. Pendapat lain sebagaimana dikatakan Berg et al. (1964) bahwa kandungan kalsium dan fosfor mempengaruhi tebal kulit telur. Berat putih dan berat kuning telur pada semua perlakuan berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan telur dan pakan yang digunakan adalah sama, selain itu ayam yang digunakan pada semua perlakuan genetik yang sama yaitu ayam kampung. Berat putih dan berat kuning telur disebabkan oleh masa simpan telur, semakin lama telur disimpan maka berat kuning dan putih telur akan berkurang karena terjadi penguapan air di dalam telur dan oksigen akan masuk kedalam telur. Berat putih telur juga dipengaruhi oleh kepadatan albumen, semakin padat albumen maka putih telur yang didapatkan semakin berat. Berat telur dapat mempengaruhi berat kuning telur yang dihasilkan, karena kuning telur merupakan komponen telur yang menyusun 30-40% telur keseluruhan (Li Chan et al., 1995). Didukung oleh pendapat Triyuwanta (1998) menyatakan bahwa berat kuning telur dipengaruhi oleh berat telur dimana ayam yang mempunyai berat telur berat akan mempunyai kuning telur lebih berat Hasil analisis ragam menunjukkan indeks telur dari kelima warna bulu berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan karena genetik ayam yang sama, selain itu juga dikarenakan umur peneluran ayam kampung kelima perlakuan sama. Indeks telur yang diperoleh dari penelitian ini adalah berkisar antara 71,77%-82,22%. Indeks telur yang didapatkan dari penelitian ini cukup baik, sesuai dengan Murtidjo (1992) yang mengatakan bahwa indeks telur yang baik berkisar 70%-79%. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi indeks telur adalah umur peneluran. Indeks putih telur dari ayam kampung diantara semua perlakuan secara statistik berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan karena warna bulu tidak berpengaruh terhadap indeks putih telur. Faktor yang berpengaruh pada indeks putih telur adalah tinggi dan diameter putih telur. Semakin lama telur disimpan maka kualitas putih telur akan semakin
  • 38. Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 159 menurun (Neisheim, 1977). Menurut BSN (2008) menyatakan bahwa indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur dengan diameter rata-rata putih telur kental. Indeks putih telur segar berkisar antara 0.050-0.174. Semakin tua umur telur maka diameter putih telur akan semakin lebar sehingga indeks putih telur akan semakin kecil. Perubahan putih telur disebabkan oleh pertukaran gas antara udara luar dengan isi telur melalui pori-pori kerabang telur dan penguapan air akibat dari lama penyimpanan, suhu, kelembaban dan porositas kerabang telur (Yuwanta, 2010). Indeks kuning telur ayam kampung dari semua perlakuan berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan karena genetik ayam kampung yang sama. Besar kecilnya telur yang dihasilkan oleh unggas dipengaruhi oleh umur unggas itu sendiri, semakin tua umur unggas maka ukuran telur akan semakin besar sehingga indeks kuning telur yang dihasilkan juga semakin besar, karena indeks kuning telur merupakan perbandingan antara tinggi dan diameter kuning telur (Amrullah, 2003). Indeks kuning telur yang diperoleh dari penelitian ini adalah 0,22- 0,26. Rataan indeks kuning telur yang didapatkan pada penelitian ini adalah cukup rendah. Menurut BSN (2008) menyatakan indeks kuning telur segar berkisar antara 0,33-0,52. Haugh unit kelima macam warna bulu ayam kampung berbeda tidak nyata. Hal ini didukung oleh hasil yang diperoleh dari analisis indeks putih telur yang berbeda tidak nyata, dimana nilai haugh unit dipengaruhi oleh tinggi putih telur. Stadelman dan Cotteril (1977) menyatakan bahwa nilai haugh unit merupakan hubungan antara berat telur dengan tinggi putih telur bagian padat yaitu semakin besar ukuran putih telur maka nilai haugh unit semakin tinggi. Nilai haugh unit ayam kampung pada penelitian ini berkisar antara 62,67-78,00 (tabel 4). Dengan demikian telur-telur yang dihasilkan selama penelitian tergolong kualitas AA. Menurut Neisheim (1977), kualitas telur berdasarkan nilai haugh unit digolongkan menjadi tiga yaitu kualitas B dengan nilai 33 - 60, kualitas A dengan nilai 60-72, dan kualitas AA dengan nilai 72-100. Hal ini sesuai dengan pendapat Stadellman (1995) yang menyatakan bahwa telur yang mempunyai nilai haugh unit diatas 72 dapat digolongkan dalam kualitas AA. Hasil analisis didapatkan bahwa warna kuning telur berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan karena genetik ayam yang digunakan pada semua perlakuan adalah sama. Tinggi rendahnya skor warna kuning telur dipengaruhi oleh pakan, semakin tinggi kandungan protein, energi dan mineral pada ransum maka kualitas kuning telur semakin baik. Rataan warna kuning telur pada penelitian ini sudah cukup baik yang berkisar antara
  • 39. Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 160 8,00-9,00, sebagaimana dikatakan oleh Sudaryani (2003) bahwa warna kuning telur yang baik berkisar 9-12. Didukung pendapat Kartasudjana dan Suprijatna, (2008) mengatakan bahan pewarna kuning telur adalah xanthophill, suatu pigmen karoten dari ransum yang dimakan oleh ayam. SIMPULAN Kualitas telur bagian luar yang meliputi berat jenis, berat telur, dan indeks telur tidak dicerminkan oleh perbedaan warna bulu ayam kampung. Kualitas telur bagian dalam yang meliputi tebal kulit telur, berat kulit telur, berat selaput telur, berat putih telur, berat kuning telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, haugh unit, dan warna kuning telur tidak dicerminkan oleh perbedaan warna bulu ayam kampung. SARAN Dari hasil penelitian ini disarankan perlu diadakan penelitian lebih lanjut pada ayam kampung seleksi lebih lanjut pada F1 dan seterusnya apakah ada pengaruh warna terhadap kualitas telur. Penelitian lebih lanjut agar menggunakan lebih banyak materi dan dilakukan dengan menggunakan ulangan yang lebih banyak untuk mendapatkan data hasil yang lebih valid. UCAPAN TERIMA KASIH Artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian tugas akhir/skripsi saya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat bapak Prof. Ir. I. M. Mastika, M.Sc. Ph.D, MS yang telah menyiapkan materi yang berasal dari dana hibah penelitian dari Universitas Udayana. Apresiasi yang tinggi juga penulis tujukan kepada kedua orang tua, keluarga dan teman–teman kelompok penelitian sdr. Tri Sudarmawan dan Suaemansyah yang telah dengan tekun dan tidak mengenal lelah dalam pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi. Anggorodi, R. 1978. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta. Anonimus. 2008. Badan Standarisasi Nasional (BSN). SNI 3926:2008 Telur Ayam Konsumsi. BSN, Jakarta. Anonimus. 2010. Dinas Peternakan. Laporan Dinas Peternakan Provinsi Bali.
  • 40. Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 161 Berg, L.R., G.E. Bearse and L.H. Meril. 1964. The calsium and phosphorus reguiremen of white leghorn pullets from 8 – 21 weeks. J Poult. Sci. 43: 885 – 896. Butcher, G.D. and Miles D. R. 1991. Egg Spesific Gravity-Designing A Monitoring Program.Institute of Food and Agricultural Science. Florida. www.pjbs.org. (Diakses tanggal 23 Februari 2006) Clunies, M., Parks D. and Lessons S. 1992. Calcium and phosporus metabolism and eggshell formation of hens fed different amounts of calcium. Poultry Science. 71 : 482-489. Guntoro, S.,M.R. Yasa, and I. N. Suyasa. 2004. Produktivitas telur ayam Bali dan keturunan hasil seleksi. Pros. Seminar Nasional. Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Lokal Untuk Mendukung Pembangunan Pertanian. Pusat penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Hutt, F.B. 1949. Genetics of Fowl. 1st Ed. Tata Mc. Graw - Hill Publishing Co. Ltd., New York. Kartasudjana, R dan Suprijatna, E. 2008. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta. Koelkebeck, W.K. 2003.What Is Egg Quality and Conserving It. Ilinin PoultryNet- University of Illinois.www.poultrynet.com.Diakses tanggal 2 Februari 2006 Li Chan, E. C. D., W. D. Powrie, and S. Nakai. 1995. The Chemistry of eggs and egg product. In:Egg Science and Technology W. J. Stadelman and D.J. Cotteril (ed). 4th ed. The Haworth Press Inc, New York. Neisheim, M.N., R.E. Austic and L.E. 1977. Poultry Production. 12th ed. Lea Febiger, Philadelphia. Pavlik, A.M., M. Pokludma, D. Zapletal and P. Jelinek. 2007. Effect of Housing System on Biochemical Indicators of Blood Plasma in Laying Hens. Acta Vet. BR. 76: 339-347. Rasyaf, M. 1998. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta Romanoff, A. I. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg 2th. Jhon Willey and Sons. Inc, New York. Sarica, M., S. Boga and U.S. Yarnah. 2008. The Effect of Space Allowance on Egg Yield, Egg Quality and Plumage Condition of Laying Hens in Battery Cages. Czech J. Anim. Sci. 53(8): 346 – 353. Sarwono. 1995. Pengolahan Pengawetan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta. Sarwono, B. 1991. Beternak Ayam Buras. Cetakan ke 3. Penebar Swadaya, Jakarta. Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the chicken. 2nd Ed. Published by M. L. Scott and associates, Ithaka, New York Setiawan. 2008 .Khasiat Telur Ayam Kampung.2008. www.masenchipz.com. (Diakses pada 10 mei 2014).
  • 41. Hartono et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 153-162 Page 162 Sodak, Juliana F. 2011. Karakteristik Fisik dan Kimia Telur Ayam Arab Pada dua Peternakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Stadelman, W.J. and O.J. Cotteril. 1977. Egg Science and Technology. 2th ed Avi. Publishing Co. Inc, Westport. Connecticut. Stadelman, W.J. and O.J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th ed Avi. Publishing Co. Inc: New York. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta. Sudaryani, T. 2000. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta. Triyuwanta. 1998. Pengaruh berat badan inisial dan model distribusi pakan terhadap hirarkhis folikuler dan persistensi produksi ayam petelur. Bulentin Peternakan. 22 (1): 14 – 24. Yulia. 1997. Pengaruh Pemberian Kombinasi Beberapa Level Protein dan Energi Pada Ayam Buras yang Sedang Berproduksi Terhadap Kualitas Telur: Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Yumna, M. H. Achmanu dan Nurgiartiningsih. A. Kuantitas dan kualitas telur ayam arab (gallus turcicus) Silver dan gold. http//:www.fapet.ub.ac.id (disitir dari internet tanggal 20 Desember 2013) Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
  • 42. 207 AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128 PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK TELUR AYAM TOLAKI PADA PEMELIHARAAN INTENSIF Oleh: La Ode Nafiu1) , Muh. Rusdin1) , dan Achmad Selamet Aku1) ABSTRACT This research aimed to find out egg productivity and to identify egg characteristics of Tolaki chicken that were reared intensively in order to obtain baseline data on the phenotype characteristics of Tolaki chicken as local fauna germplasm of Southeast Sulawesi. The research was conducted from August until November 2010 at poultry pen house of breeding unit at the Faculty of Animal Husbandry Haluoleo University. There were 15 Tolaki hens used, which were intensively reared in individual pen. Feeding was done twice a day, with feed materials consisting of concentrate (15%), maize (60%), and rice bran (25%), while drinking water was given ad libitum. Variables investigated consisted of: egg production (%), egg weight (g), egg shape index (%), egg texture (%), and eggshell color (%). Research results showed that under the intensive rearing system, production of egg for the whole three production periods of 42 days accounted to 60.63% hen house. The average egg weight produced was 41.56±3.84 g (37,72 – 45,4 g) with the average egg shape index accounting to 76,65±3,52% (73,13 – 80,17%). Meanwhile, eggshell colors were varied, consisting of brown (42.16%), light brown (17.16%), clear white (26.49%), and gloomy white (14.18%) with the texture of eggshell being mostly smooth (80.60%) and the remaining was coarse (11,57%) and a little bit coarse (7,84%). From the research results it can be concluded that (i) egg production of Tolaki chicken under intensive rearing is fairly high and has potential to be farmed as egg laying hens, (2) egg weight of Tolaki chicken can be increased through intensive rearing, but its variability is still fairly high (variability coefficient = 9.24%), (3) shape index of Tolaki chicken eggs is less ideal to be functioned as hatching eggs so that they still need further selection, and (4) the color of Tolaki chicken eggshell is mostly brown but still has some variation. Keywords: egg production, egg characteristics, Tolaki chicken. PENDAHULUAN Ayam lokal atau juga dikenal sebagai ayam buras (bukan ras) memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan ayam Ras. Keunggulan ayam lokal tesebut diantaranya adalah daya tahan (ketegaran) dan adaptasinya tinggi terhadap lingkungan, memiliki rasa dan tekstur daging yang khas dan digemari masyarakat, pemasarnnya mudah serta harga jual per satuan bobot badan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam Ras pedaging. Namun demikian dalam pengembangan ayam lokal masih diperhadapkan dengan beberapa seperti sulit mendapatkan bibit unggul dan produktivitasnya rendah. Hasil identivikasi galur ayam lokal seperti yang dilaporkan Natamidjaja (2000) bahwa terdapat lebih kurang 31 galur ayam asli Indonesia yang memiliki performans yang berbeda. Ditinjau dari aspek pemuliaan ternak, keragaman sifat ayam lokal Indonesia tersebut merupakan modal dasar dalam pembentukan galur ayam lokal asli yang murni dan unggul. Sehubungan dengan hal tersebut, Mansjoer, (2003) berpendapat jika Indonesia ingin memiliki ayam lokal asli yang murni dan unggul, maka program identifikasi/karakterisasi dan seleksi harus menjadi program utama di setiap daerah yang memiliki ayam lokal yang berciri khusus maupun yang belum jelas ciri-ciri khususnya. Ayam Tolaki adalah salah satu jenis ayam lokal Indonesia yang merupakan plasma nutfah asli Sulawesi Tenggara. Sebagaimana ayam buras lainnya, keragaman fenotipe dan genetik ayam Tolaki masih sangat tinggi. Hal tersebut 1 )Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo, Kendari 207
  • 43. 208 AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128 tercermin dari pola warna bulu (tipe dan corak bulu), bentuk jengger, warna cakar (shank), bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh serta bobot telur yang masih beragam. Karakter yang dapat dijadikan sebagai petunjuk yang mencirikan ayam Tolaki adalah sifat liar dan kanibalnya yang masih tinggi (Nafiu et al., 2009). Ditinjau dari aspek pemanfaatannya, ayam Tolaki dikenal memiliki banyak manfaat (multiguna) yakni selain sebagai sumber daging dan telur, juga dimanfaatkan sebagai ayam sabungan dan merupakan salah satu syarat dalam upacara adat “Mosehe” pada masyarakat suku Tolaki di Sulawesi Tenggara. Namun demikian, sistem pemeliharaan ayam Tolaki umumnya masih tradisional (ekstensif). Menyadari pentingnya peranan ayam Tolaki tersebut, maka perlu ada upaya pengembangan, perbaikan mutu genetik dan pelestarian sifat-sifat penting yang dimiliki ayam Tolaki. Namun demikian, informasi mengenai karakteristik ayam Tolaki belum banyak dilaporkan, baik karakter fenotipe maupun genotipenya, termasuk potensi produktivitas dan reproduktivitasnya. Oleh karena itu, telah dilakukan penelitian yang bertujuan menganalisis produktivitas telur dan mengidentivikasi karakteristik telur ayam Tolaki yang dipelihara secara intensif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar acuan dalam rangka upaya pengembangan, perbaikan mutu genetik dan pelestarian sifat-sifat ekonomis penting ayam Tolaki di masa yang akan datang. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kandang unggas unit pembibitan Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo yang berlangsung pada bulan Agustus sampai November 2010. Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian terdiri atas: (1) ayam Tolaki betina sebanyak 15 ekor berumur sekitar 8- 12 bulan, (2) semua telur yang dihasilkan ayam selama penelitian (3) pakan ayam yang terdiri atas: konsentrat, jagung dan dedak (4) kandang individu yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum, (5) jangka sorong digital (6), dan (7) timbangan O-Haus kapasitas 5000 g. Sistem Pemeliharaan dan Koleksi Data Sistem pemeliharaan ayam penelitian dilakukan secara intensif, menggunakan kandang individu (individual cage) yang terbuat dari besi dengan ukuran per kotak cage 36 x 46 cm. Pakan yang digunakan adalah campuran konsentrat (15%), jagung (60%) dan dedak (25%). Pemberian pakan dilakkan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari, sedangkan air minum diberikan ad libitum. Untuk mengantisipasi serangan penyakit, maka dilakukan vaksinasi secara terjadwal dengan menggunakan vaksin ND strain Lasota. Sementara itu, koleksi data dilakukan setiap hari selama 3 periode produksi telur (42 hari). Peubah yang Diamati dan Cara pengukurannya Peubah yang diamati dan cara pengukurannya sebagai berikut: 1. Jumlah produksi telur, dihitung berdasarkan produksi telur hen house (%) yaitu jumlah produksi telur selama periode waktu tertentu (hari) dibagi dengan jumlah hari dikali 100%, 2. Bobot telur, diukur dengan menggunakan timbangan O-Haus kapasitas maksimal 5000 g,
  • 44. 209 AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128 KK =  s x 100% 3. Indeks bentuk telur, dihitung berdasarkan ukuran lebar telur (mm) dibagi panjang telur (mm) dikali 100%. Pengukuran panjang dan lebar telur (mm) menggunakan jangka sorong digital, 4. Tekstur dan warna kerabang telur, diamati secara kualitatif. Analisis Data Produksi telur hen house (%) dihitung nilai rata-ratanya berdasarkan jumlah produksi telur selama 3 periode produksi (42 hari), demikian pula data bobot dan indeks telur dihitung menjadi nilai rata- rata , simpangan baku (s) dan koefisien keragaman (KK), dengan rumus berikut (Steel dan Torrie 1995): Keterangan : Xi = ukuran ke i dari peubah X n = jumlah sampel Sementara itu, tekstur dan warna kerabang telur dihitung nilai persentasenya (%) dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Telur Produksi telur ayam Tolaki selama tiga periode produsi (42 hari) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi telur ayam Tolaki selama tiga periode produksi (42 hari) Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi telur ayam Tolaki selama tiga periode produksi (42 hari) yakni sebanyak 382 butir atau rata-rata 25,47 butir/ekor, dengan produksi telur hen house mencapai 60,63%. Keragaman produksi telur ayam Tolaki pada penelitian ini cukup tinggi, dengan koefisien sebesar 23,86%. Profil keragaman produksi telur ayam Tolaki dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Profil keragaman produski telur 15 ekor induk ayam Tolaki selama 3 periode penetasan. Produktivitas telur ayam Tolaki pada penelitian ini cukup tinggi jika   1 1 2     n XX s n i i n X X n i i  1 (x) (x)
  • 45. 210 AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128 dibandingkan dengan laporan Gunawan dan Zainuddin (2003) bahwa rata-rata produksi telur hen house pada ayam Buras hasil seleksi (generasi ke-4) selama dua bulan (60 hari) yang dipemelihara secara intensif hanya sebesar 47,30%. Hasil penelitian ini memberi petunjuk bahwa ayam Tolaki sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai ayam petelur, baik telur konsumsi maupun untuk produksi telur tetas. Karakteristik Telur Ayam Tolaki Karakteristik telur ayam Tolaki yang diamati meliputi, bobot telur, indeks bentuk telur, warna telur dan tekstur dengan jumlah pengamatan sebanyak 268 butir. 1. Bobot dan Indeks Bentuk Telur Bobot dan indeks telur merupakan parameter penting dalam produksi telur tetas dan usaha penetasan telur ayam. Karakteristik telur tersebut berhubungan dengan daya tetas dan bobot tetas dalam semua spesies unggas. Karakteristik bobot dan indeks bentuk telur ayam Tolaki ditampilkan pada Tabel 2. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa rataan bobot telur ayam Tolaki adalah 41,56 ± 3,84 g berkisar 37,72 – 45,4 g. Untuk kebutuhan telur tetas, maka bobot telur ayam Tolaki ini belum ideal. Bobot telur tetas yang baik untuk ayam buras adalah 45-50 g (Kartika, 2010). Telur yang telalu besar kantung udara relatif kecil sehingga telur terlambat menetas. Demikian pula telur yang telalu kecil kantung udara relatif besar menyebabkan telur menetas lebih awal (Suprijatna, et al., 2005). Oleh karena itu, perlu perbaikan kualitas bibit ayam Tolaki melalui seleksi bobot telur. Seleksi bobot telur ini akan efektif karena keragamannya masih cukup tinggi dengan nilai koefisien keragaman sebesar 9,24%. Namun demikian, bobot telur ayam Tolaki dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bobot telur ayam Tolaki yang dipelihara secara alami/ekstensif yakni hanya mencapai 35,55 g berkisar 27,00 – 42.40 g (Nafiu et al., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan sistem pemeliharaan dari ekstensif ke intensif dapat meningkatkan bobot telur ayam Tolaki. Bobot telur ayam Tolaki dalam penelitian ini juga lebih tinggi daripada bobot telur ayam kampung yang dipelihara secara intensif, sebagaimana laporan Nataamijaya (2009) bahwa rata-rata bobot telur ayam kampung yang dipelihara secara intensif sebesar 35,55 ± 5,42 g, berkisar 30,13 – 40,97 g. Namun demikian bobot telur ayam Tolaki dalam penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa jenis ayam lokal yang lain yang sudah mengalami perbaikan genetik seperti ayam Pelung, Nunukan dan ayam Bangkok masing-masing sebesar 45,9 ; 45- 55 ; 45 g (Mansjoer et al., 1990). Tabel 2. Karakteristik bobot dan indeks bentuk telur ayam Tolaki Peubah Rataan (n= 268) Simpangan Baku (S) Ragam (S2 ) Koefisien Keragaman (KK) Bobot 41,56 3,84 14,74 9,24 Lebar 38,46 1,39 1,92 3,61 Panjang 50,24 2,08 4,33 4,14 Indeks 76,65 3,52 12,37 4,60 Adanya variasi bobot telur dari beberapa galur ayam lokal di atas termasuk ayam Tolaki disebabkan oleh banyak faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi ukuran telur adalah bangsa, umur ayam, clutch, jumlah telur yang dihasilkan dalam setahun, umur dewasa kelamin, masa mengeram, suhu, tipe kandang, pakan, air minum, penyakit dan fumigasi (Ensminger, 1992). Lebih lanjut Sarwono (2005) berpendapat bahwa besar kecilnya telur ditentukan oleh faktor genetis (keturunan), pola pemeliharaan, usia induk, dan pejantan yang digunakan.
  • 46. 211 AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128 Indeks bentuk telur merupakan salah satu parameter kualitas telur terutama untuk telur tetas. Menurut Sudaryati (1996) nilai indeks bentuk telur adalah perbandingan antara lebar telur dengan panjang telur dikalikan 100 %. Hasil penelitian (Tabel 2) menunjukkan bahwa rata-rata nilai indeks bentuk telur ayam Tolaki yang dipelihara secara intensif yakni sebesar 76,65% berkisar antara 73,13 – 80,17%. Indeks bentuk telur ini berbeda dengan yang didapatkan pada memeliharaan ayam Tolaki secara ekstensif yakni sebesar 74.72% dengan kisaran 65.80 – 81.92 % (Nafiu et al., 2009), demikian pula berbeda dengan indeks bentuk telur ayam Bangkok (74,55%), dan ayam Merawang (78,09%) (Suherlan, 2003). Namun demikian indeks bentuk telur ayam Tolaki dalam penelitian ini cenderung sama dengan indeks bentuk telur ayam Kampung (76,01%) dan ayam Pelung (76,72%) (Prilajuarti, 1990). Penyebab terjadinya variasi indeks bentuk telur belum dapat diterangkan secara jelas, namun diduga sebagai akibat dari perputaran telur di dalam alat reproduksi betina karena ritme tekanan alat reproduksi atau ditentukan oleh diameter lumen alat reproduksi Yuwanta (2004). Sementara Ensminger (1992) menjelaskan bahwa penyebab bervariasinya bentuk telur antar spesies atau dalam galur unggas pada umumnya ditentukan oleh tekanan/desakan oleh otot oviduk, volume dari albumen dan ukuran isthmus, bangsa dan variasi flok, hereditas, umur pertama bertelur, siklus bertelur dan masa berhenti bertelur. Indeks bentuk telur ayam Tolaki pada penelitian ini belum ideal untuk dijadikan sebagai telur tetas. Oleh karena itu, dalam penetasan telur ayam Tolaki perlu dilakukan seleksi yang ketat terhadap telur yang dihasilkan oleh induk, baik yang dipelihara secara ekstensif maupun intensif sehingga dapat diperoleh telur tetas yang berkualitas. Menurut Yuwanta (2004) bahwa telur ideal memiliki nilai indeks bentuk telur antara 70% - 75%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai indeks bentuk telur pada ayam bervariasi antara 65% – 82%. Semakin besar nilai indeks bentuk telur maka bentuk telur akan semakin bulat, demikian pula sebaliknya semakin kecil nilai indeks bentuk telur maka bentuk telur akan semakin lonjong. Warna dan Tekstur Kerabang Telur Penilaian kualitas telur diantaranya berdasarkan warna dan tekstur kerabang telur. Warna dan tekstur kerabang telur ayam Tolaki ayam Tolaki disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik warna dan tekstur kerabang telur Warna Jumlah % Tekstur Jumlah % Putih terang 71 26.49 Halus 216.00 80.60 Putih buram 38 14.18 Agak kasar 21.00 7.84 Coklat 113 42.16 Kasar 31.00 11.57 Coklat muda 46 17.16 Total 268 100.00 268 100.00 Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 3) didapatkan empat warna kerabang telur ayam Tolaki, yaitu putih terang, putih buram, coklat dan coklat muda. Warna kerabang yang paling dominan adalah coklat yakni sebesar 42,16%, kemudian putih terang 26,49%, coklat muda 17,16% dan putih buram 14,18% (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa warna kerabang telur ayam Tolaki masih cukup beragam.