Dokumen tersebut membahas tentang semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna. Ia menjelaskan pengertian semantik menurut beberapa ahli, unsur-unsur semantik seperti tanda dan makna, jenis-jenis makna seperti makna leksikal dan kontekstual, serta hubungan antara semantik dengan aspek lain bahasa seperti fonologi dan morfologi.
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
MAKNA DAN UNSUR SEMANTIK
1. Makalah Semantik
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan Bahasa Indonesia sekarang ini dapat diibaratkan seperti mobil tua yang mesinnya
rewel dan sedang melintasi jalur lalu lintas di jalan bebas hambatan. Betapa tidak, pada satu sisi
dunia pendidikan Bahasa Indonesia saat ini dirundung masalah yang besar dan pada sisi lain
tantangan menghadapi milenium ketiga semakin besar. Dari aspek kualitas, pendidikan Bahasa
Indonesia kita memang sungguh sangat memprihatinkan dibandingkan dengan kualitas
pendidikan bangsa lain.
Sejalan dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang dan
mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran makna bahasa memang tidak dapat
dihindari, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang nantinya akan di bahas secara mendalam
di dalam pembahasan.
Atas dasar itu, tidak mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul
berbagai kata yang memiliki banyak makna baru. Meski demikian makna yang melekat terlebih
dahulu tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi, terkadang
hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri. Untuk itu perlu bagi kita mengetahui dan
memahami ilmu kebahasaan secara utuh.
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian semantik?
2. Apa saja unsur-unsur semantik?
3. Apa saja jenis-jenis makna?
4. Apa hubungan antara Semantik, Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian semantik.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur semantik.
3. Untuk mengatahui jenis-jenis makna.
4. Untuk mengetahui hubungan antara Semantik, Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis .
2. 4. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini antara lain:
1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca.
2. Memahami tentang semantik .
3. Memotivasi guru atau calon pendidik untuk lebih memahami perkembangan bahas
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Semantik
Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik sebagai cabang ilmu
bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan cabangcabang ilmu bahasa lainnya. Semantik
berkedudukan sama dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di sini, yang membedakan adalah
cabang-cabang ilmu bahasa ini terbagi menjadi dua bagian besar yaitu morfologi dan sintaksis
termasuk pada tataran gramatika, sedangkan fonologi dan semantik termasuk pada tataran di luar
gramatika.
Sejak Chomsky menyatakan betapa pentingnya semantik dalam studi linguistik, maka studi
semantik sebagai bagian dari studi linguistik menjadi semakin diperhatikan. Semantik tidak lagi
menjadi objek periferal, melainkan menjadi objek studi yang setaraf dengan bidang-bidang studi
linguistik lainnya, baik fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Berbagai teori tentang makna
mulai bermunculan, Ferdinand de Saussure, dengan teorinya bahwa tanda linguistic (signe
linguistique) terdiri atas komponen signifian dan signifie. Selanjutnya, Hockett (1954) dalam
Chaer (1994), menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan.
Sistem bahasa ini terdiri atas lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem
fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Chomsky sendiri,
dalam bukunya yang pertama tidak menyinggung-nyinggung masalah makna, baru pada buku
yang kedua, (1965), menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata
bahasa, di samping dua komponen lain yaitu sintaksis dan fonologi, serta makna kalimat sangat
ditentukan oleh komponen semantik.
Pandangan yang bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam
mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru diharapkan dapat
mngembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas cakupannya.
1. Charles Morrist
Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek
yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.
3. 2. J.W.M Verhaar; 1981:9
Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni
cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3. Lehrer; 1974: 1
Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang
sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat
dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
4. Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila
dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
5. Ensiklopedia britanika (Encyclopedia Britanica, vol.20, 1996: 313)
Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan
proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.
6. Dr. Mansoer pateda
Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
7. Abdul Chaer
Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran
analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
Semantik mengandung pengertian studi tentang makna dengan anggapan bahwa makna menjadi
bagian dari bahasa, maka semantic merupakan bagian dari linguistik.
Semantic sebenarnya merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning.
Kata semantic sendiri berasal dari bahasa Yunani. Yaitu sema (kata benda) yang berarti
“menandai” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau
“melambangkan”. Kemudian semantic disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang
linguistic untuk memelajari hubungan antara tanda-tanda linguistic dengan sesuatu yang
ditandainya.
Namun istilah semantic sama halnya dengan kata semantique dalam bahasa Perancis yang
diserap dari bahasa Yunani yang diperkenalkan oleh M. Breal. Di dalam kedua istilah semantics
dan semantique, sebenarnya semantic belum secara tegas membahas makna karena lebih banyak
membahas tentang sejarahnya.
Selain itu istilah semantic dalam sejarah linguistic digunakan pula istilah seperti semiotika,
4. semiologi, semasiologi, sememik, dan semik yang merupakan bidang studi yang memelajari
makna dari suatu lambang atau tanda pada objek cakupan yang lebih luas yakni mencakup
lambang atau tanda pada umumnya. Berbeda dengan istilah sematik yang digunakan dalam
bidang studi linguistic.
2. Unsur Semantik
Semantik berhubungan dengan tanda-tanda, sintaksis berhubungan dengan gabungan tanda-tanda
(susunan tanda-tanda) sedangkan pragmatik berhubungan dengan asal-usul, pemakaian dan
akibat pemakaian tanda-taqnda di dalam tingkah laku berbahasa. Penggolongan tanda dapat
dilakukan denagn cara:
1. Tanda yang ditimbulkan oleh alam, diketahui manusia karena pengalaman, misalnya:
a. Hari mendung tanda akan hujan.
b. Hujan terus-menerus dapat menimbulkan banjir.
c. Banjir dapat menimbulkan wabah penyakit dan kelaparan.
2. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang tersebut,
misalnya:
a. Anjing menggonggong tanda ada orang masuk halaman.
b. Kucing bertengkar (mengeong) dengan ramai suaranya tanda ada wabah penyakit atau
keribytan (bagi masyarakat bangsa Indonesia yang ada di Jawa Barat), dst.
3. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibedakan atas:
a. Yang bersifat verbal, adalah tanda yang dihasilkan menusia melalui alat-alat bicara.
b. Yang bersifat non-verbal, dibedakan menjadi 2, yaitu:
tanda yang dihasilkan anggota badan, dikenal sebagai bahasa isyarat, misalnya acungan
jempol bermakan hebat, bagus.
tanda yang dihasilkan melalui bunyi (suara), misalnya bersiul bermakna gembira, memanggil,
ingin kenal, dsb.
C. Jenis – Jenis Makna
1. Makna Leksikal: makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, yang sesuai dengan hasil
observasi indera kita, makna apa adanya, makna yang ada di dalam kamus.
Misalnya, kuda bermakna leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.
5. 2. Makna Gramatikal: makna gramatikal terjadi apabila terdapat proses afiksasi, reduplikasi,
komposisi dan kalimatisasi.
Misalnya, berkuda, kata dasar kuda berawalan ber- yang bermakna mengendarai kuda.
3. Makna Kontekstual: makna sebuah kata yang berada di dalam suatu konteks. Misalnya:
Rambut di kepala nenek belum ada yang putih (bermakna kepala)
Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan konteks situasinya, yakni tempat, waktu dan
lingkungan penggunaan bahasa itu, misalnya: tiga kali empat berapa? Pertanyaan tersebut
apabila dilontarkan kepada anka SD jawabannya adalah dua belas, tetapi apabila dilontarkan
kepada tukang cetak foto jawabanya adalah dua ratus atau tiga ratus, karena pertanyaan tesebut
mengacu pada biaya pembuatan pas photo yang berukuran tiga kali empat centimeter.
4. Makna referansial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau
referent (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan.
Misalnya :
1) orang itu menampar orang
2) orang itu menampar dirinya
Pada (1) orang1 dibedakan maknanya dari orang2 karena orang1 sebagai pelaku dan orang2
sebagai pengalam, sedangkan pada (2) orang memiliki makna referensial yang sama dengan
orang1 dan orang2 karena mengacu kepada konsep yang sama.
5. Makna kognitif disebut juga makna denotative adalah makna yang menunjukkan adanya
hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata
yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna
kognitifnya, antara lain itu, ini, ke sana, ke sini.
Misalnya orang itu mata duitan.
6. Makna konotatif adalah makna yang bersifat negatif, misalnya berbunga-bunga sampai tidak
tahu sedangkan makna sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat positif, misalnya dia
adalah bunga di kampung itu.
7. Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari sebuah
konteks atau asosiasi apa pun, misalnya kata kuda memiliki makna konseptula sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai.
Misalnya Kuda memiliki konseptual sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai.
6. 8. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem atau kata berkenaan dengan
adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa.
misalnya kata melati berasosiasi dengan suci atau kesucian, kata merah berasosiasi dengan
berani.
9. Makna idiom adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang
disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna berlainan.
misalnya meja hijau bermakna pengadilan, membanting tulang bermakna bekerja keras.
10. Makna pribahasa adalah makna yang hampir mirip dengan makna idiom, akan tetapi
terdapat perbedaan, makna pribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri dari makna
unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai pribahasa,
sedangkan makna idiom tidak dapat diramalkan.
Misalnya, seperti anjing dan kucing yang bermakna dua orang yang tidak pernah akur. Makna ini
memiliki asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara memang selalu
berkelahi, tidak pernah damai.
D. Relasi Makna
Didalam Linguistik Umum (Karsinem 2008 : 297) Relasi Makna merupakan hubungan semantik
yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan Bahasa
(Frase, kata maupun Kalimat).
Drs. Abdul Chear (1989 : 82) mengemukan bahwa Relasi Makna merupakan hubungan
kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa yang lainya lagi.
Menurut KBBI (2008 : 1159) Relasi adalah hubungan, perhubungan, pertalian. Sintagmatis ling
adalah hubungan kata atau frase dengan dasarnya dari sudut urutan gramatikal. Dan makna
adalah arti. Jenis – jenis Relasi Makna.
1. Sinonimi
2. Antonimi dan Oposisi
3. Hominimi, homofoni, dan homografi
4. Hipomini dan hipermini
5. Ambiguitas
6. Redundansi
7. E. Medan Makna
Medan makna merupakan salah satu metode atau pendekatan untuk menganalisa makna yang
terdapat pada kata atau unsur leksikal. Teori ini dikemukakan oleh Trier (semantic field: 1931),
Lounsbury (lexical field: 1956), dan pakar-pakar linguistik lainnya dengan sebutan yang
berbeda-beda. Hartimurti (1982) dalam Chaer (1990: 113) menyatakan bahwa medan makna
(semantic field, domain) adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan
bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan
seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Menurut Umar (1982) dalam Ainin dan
Asrori (2008:108), medan makna (al-haqlu ad-dillali) merupakan seperangkat atau kumpulan
kata yang maknanya saling berkaitan.
Teori ini menegaskan bahwa agar kita memahami makna suatu kata, maka kita harus memahami
pula sekumpulan kosa kata yang maknanya berhubungan. Berdasar pada penjelasan di atas kita
dapat mengambil contoh nama warna-warna, nama-nama perabot, atau nama-nama istilah
pelayaran yang dapat membentuk medan makna tertentu.
Dalam kaitannya dengan medan makna ini, para pencetus teori ini, Lyon misalnya berpendapat
bahwa:
1. Setiap butir leksikal hanya ada pada satu medan makna.
2. Tidak ada butir leksikal yang tidak menjadi anggota pada medan makna tertentu.
3. Tidak ada alas an untuk mengabaikan konteks.
4. Ketidakmungkinan kajian terhadap kosa kata terlepas dari struktur (Umar, (1982) dalam
Ainin dan Asrori (2008:107).
F. Makna Kolokasi
kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik, karena sifatnya yang linear, maka kelompok set
menunjuk, pada hubungan pradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu kelompok set
biasanya mempunyai kelas yang sama dan tampaknya merupakan satu kesatuan. Setiap kata
dalam set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota lain dalam set itu
umpamanya, kata remaja merupakan tahap perkembangan dari anak-anak menjadi dewasa,
sedangkan kata sejuk merupakan suhu diantara dingin dan hangat, maka kalau kata-kata yang
satu set dengan remaja dan sejuk dibagankan adalah menjadi sebagai berikut :
SET (PARADIGMATIK)
Manula/lansia Terik
Dewasa Panas
Remaja Hangat
8. Kanak-kanak Sejuk
Bayi Dingin
Pengelompokan kata atas kolokasi dan set ini besar artinya bagi kita dapat memahami konsep-konsep
budaya yang ada dalam satu masyarakat bahasa. Namun pengelompokan ini sering
kurang jelas karena adanya ketumpang tindihan unsur-unsur leksikal yang di kelompokkan itu,
misalnya, kata karang dapat masuk dalam kelompok medan makna pariwisata dan dapat pula
masuk kedalam kelompok medan makna pariwisata dan dapat pula dalam kelompok medan
makna kelautan, selain itu pengelompokan kata atas medan makna ini tidak mempedulikan
adanay nuansa makan, perbedaan makna denotasi dan konotasi. Misalnya, kata remaja itu juga
memiliki juga makna “belum dewasa”, keras kepala, bersifat kaku, suka mengganggu dan
membantah, serta tidak konsisten, jadi pengelompokan kata atas medan makana ini hanya
tertumpu pada makna dasar, makna denotatif, atau makana pusatnya saja.
Kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur
leksikal itu. Misalnya, pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung tujuh itu
memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak lawan yang ramai,
kiper dari pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut sehingga wasit menyatakan gol. Kita
dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang belakang, gol, bola, wasit, gawang, dan
kiper merupakan kata-kata dalam satu kolokasi; satu tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata
yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu wilayah atau satu
lingkungan.
Dalam pembicaraan tentang jenis makna ada juga, yaitu jenis makna kolokasi. Yang dimaksud di
sini adalah makna kata tertentu berkenaan dengan keterikatan kata tersebut dengan kata yang lain
yang merupakan kolokasinya.
Misalnya kata cantik, tampan, dan indah sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi kata
tampan memiliki komponen atau ciri makna [+laki-laki] sedangkan kata cantik memiliki
komponen atau ciri makna [-laki-laki]; dan kata indah memiliki komponen atau ciri makna [-
manusia]. Oleh karena itulah, ada bentuk-bentuk pemuda tampan, gadis cantik, lukisan indah,
sedangkan bentuk *pemuda indah dan gadis tampan tidak dapat diterima.
G. Komponen Makna
Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut
komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat
dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan “pengertian-pengertian” yang
dimilikinya. Umpamanya, kata ayah memiliki komponen makna/ + manusia/, /+ dewasa/, /+
jantan/, /+ kawin/, dan /+ punya anak. Perbedaan makna antara kata ayah dan ibu hanyalah pada
ciri makna atau komponen makna; ayah memiliki makna jantan, sedangkan ibu tidak memiliki
kata jantan.
Komponen Makna Ayah Ibu
9. 1. Insane
2. Dewasa
3. Jantan
4. kawin +
+
+
+ +
+
_
+
Keterangan : tanda + mempunyai komponen makna tersebut, dan tanda – tidak mempunyai
komponen makna tersebut.
Konsep analisis dua-dua ini (lazim disebut anlisis biner) oleh para ahli kemudian diterapkan juga
untuk membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Denga juga dapat analisis biner ini kita
juga dapat menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal sesuai dengan medan makna.
Ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut :
Pertama, ada pasangan kata yang satu diantaranya lebih bersifat netrl atau umum sedangkan
yang lain bersift khusus. Misalnya, pasangan kata siswa dan siswi. Kata siswa lebih bersifat
umum dan netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata siswi lebih bersift
khusus karena hanya mengenai “wanit” saja.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasanganya karena memang mungkin
tidak ada, tetapi ada juga yang memiliki pasangan lebih dari satu. Contoh yang sukar dicari
pasanganya adalah kata-kata yang berkenaan dengan nama warna. Contoh kedua yaitu contoh
yang pasanganya lebih dari satu, yaitu berdiri misalnya. Kata berdiri bukan hanya bias
dipertentangkan dengan kata tidur, tetapi bisa saja dengan kata tiarap, rebah, duduk, jongkok dan
berbaring.
Ketiga, kita sering kali sukar mengatur ciri-ciri semantic itu secara bertingkat, mana yang
lebih bersifat umum, dan mana yang lebih bersifat khusus. Contohnya, ciri jantan dan dewasa,
mana yang lebih bersifat umum antara jantan dan dewasa. Bisa jantan, tetapi bisa juga dewasa
sebab tidak ada alas an bagi kita untuk menyebutkan cirri jantan lebih bersifat umum daripada
10. dewasa, begitu juga sebaliknya, karena ciri yang satu tidak menyiratkan makna yang lain.
H. Prosedur Analisis Komponen Makna
Untuk menganalisis makna dapat digunakan berbagai prosedur. Nida (1975:64) menyebutkan
empat teknik dalam menganalisis komponen makna yakni penamaan, parafrasis, pendefinisian
dan pengklasifikasian (dalam Surayat, 2009:38).
1) Penamaan (Penyebutan)
Proses penamaan berkaitan dengan acuannya. Penamaan bersifat konvensional dan arbitrer.
Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya sedangkan arbitrer berdasarkan
kemauan masyarakatnya. Misalnya, leksem rumah mengacu ke ‘benda yang beratap, berdinding,
berpintu, berjendela, dan biasa digunakan manusia untuk beristirahat’.
Ada beberapa cara dalam proses penamaan, antara lain: (1) peniruan bunyi, (2) penyebutan
bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan apelativa, (5) penyebutan tempat asal, (6)
penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, (9) penyebutan
penemuan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan.
2) Parafrasis
Parafrasis merupakan deskripsi lain dari suatu leksem, misalnya:
1. Paman dapat diparafrasis menjadi:
a) adik laki-laki ayah
b) adik laki-laki ibu
1. Berjalan dapat dihubungkan dengan:
a) berdarmawisata
b) berjalan-jalan
c) bertamasya
d) makan angin
e) pesiar
3) Pengklasifikasian
Pengklasifikasian adalah cara memberikan pengertian pada suatu kata dengan cara
menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Klasifikasi atau taksonomi merupakan
11. suatu proses yang bersifat alamiah untuk menampilkan pengelompokan sesuai dengan
pengalaman manusia. Klasifikasi dibedakan atas klasifikasi dikotomis yaitu klasifikasi yang
terdiri atas dua anggota kelas atau subkelas saja dan klasifikasi kompleks yaitu klasifikasi yang
memiliki lebih dari dua subkelas.
4) Pendefinisian
Pendefinisian adalah suatu proses memberi pengertian pada sebuah kata dengan menyampaikan
seperangkat ciri pada kata tersebut supaya dapat dibedakan dari kata-kata lainnya sehingga dapat
ditempatkan dengan tepat dan sesuai dengan konteks.
Kelemahan Analisis Komponen Makna Menggunakan Pembagian Biner
Di samping memiliki beberpa mamfaat, analisis komponen makna juga memiliki keterbatasan.
Analisis komponen makna tidak dapat diterapkan pada semua kata, karena komponen makna
kata berubah-ubah, bervariasi dan bertumpang tindih. Analisis komponen makna lebih banyak
dilaksanakan pada kelas kata nomina, belum banyak dilakukan pada kelas kata verba, atau
adjektiva, kata-kata dari kelas itu juga dapat diberi ciri-ciri semantik.
Walaupun analisis komponen makna ini dengan pembagian biner banyak kelemahanya tetapi
cara ini banyak manfaatnya untuk memahami makna kalimat. Para tata bahasawan
tranformasional juga telah menggunakan teknik ini sehingga minat terhadap anlisis komponen
makna ini menjadi meningkat. Analisis semantic kata yang dibuat seperti diatas tentu banyak
memberi manfaat dalam memahami makna-makna kalimat, tetapi pembuatan daftar kosa kata
dengan disertai ciri-ciri semantiknya secara lengkap bukanlah pekerjaan yang mudah sebab
memerlukan pengetahuan budaya, ketelitian, waktu, dan tenaga yang cukup besar.
I. Hubungan Semantik, Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis
Dalam kajian linguistik, kita mengenal apa yang disebut dengan fonologi (ilmu al-ashwat),
morfologi (ash-sharf), dan sintaksis (an-nahwu). Fonologi merupakan salah satu cabang ilmu
bahasa yang bertugas mempelajari fungsi bunyi untuk membedakan dan mengidentifikasi kata-kata
tertentu (Al-Wasilah, 1985). Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
pembentukan kata (Yule, 1985). Sementara itu, sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang
mempelajari hubungan formal antara tanda-tanda bahasa (Levinson, 1992), yakni hubungan
antara kata/frasa yang satu dengan lainnya dalam suatu kalimat. Semantik sebagai cabang ilmu
bahasa memiliki hubungan yang erat dengan ketiga cabang ilmu bahasa di atas (fonologi,
morfologi, dan sintaksis). Ini berarti, bahwa makna suatu kata atau kalimat ditentukan oleh unsur
bunyi (tekanan suara dan atau nada suara atau yang lebih umum adalah suprasegmental),
bentukan kata (perubahan bentuk kata), maupun susunan kata dalam kalimat. Dengan demikian,
tidak mungkin semantik dipisahkan dari cabang linguistik lainnya atau sebaliknya (Umar, 1982).
Perhatikan contoh berikut ini.
Contoh A. 1
( .طالبلا سنكت تنا ( 1
12. ( ؟طالبلا سنكت تنا ( 2
Apabila kalimat (1) dan (2) pada A.1 tersebut diungkapkan secara lisan dengan nada yang sama
(nada datar), maka keduanya memiliki makna yang sama. Akan tetapi, apabila diungkapkan
dengan nada yang berbeda, maka kedua kalimat tersebut mempunyai makna yang berbeda.
Kalimat (1) bernada informatif (memberi informasi), sedangkan kalimat (2) bernada introgatif
(bertanya). Secara semantik, keduanya memiliki makna yang berbeda karena perbedaan nada.
Dengan demikian, bunyi suatu ujaran (nada) mempengaruhi makna. Oleh karena itu, cukup
beralasan apabila Umar (1982) menyatakan bahwa tanghim (nada suara) dan nabr (tekanan
suara) termasuk kalimat (jumlah).
Contoh A.2
( انبونذ هللا رفغ ( 1
( هللا انرفغتسا ( 2
( يسركلا ىلع يلع سلج ( 3
( يسركلا ىلع لفطلا يلع سلجأ ( 4
Kata yang digarisbawahi pada kalimat (1) dan pada kalimat (2) berasal dari akar kata yang sama,
yaitu ف - غ - nakA . ر tetapi, setelah mengalami proses morfologis, maka keduanya memiliki
makna yang berbeda. Kata pada kalimat (1) berarti mengampuni (Tuhan mengampuni dosa-dosa
kita), sementara itu kata pada kalimat (2) berarti ‘meminta ampun’ (lith- thalab). Dengan
demikian huruf tambahan (afiksasi) berupa س -ا - aggnihes ,itra iaynupmem atak lawa adap ت
kalimat (2) di atas berarti Kami (telah) meminta ampun kepada Allah.
Hal yang sama juga terjadi pada kata yang digarisbawahi dalam kalimat (3) dan (4). Keduanya
berasal dari akar kata yang sama ( س).-ل-ج
Akan tetapi, karena mengalami proses morfologis, maka kedua kata tersebut memiliki makna
yang berda. Kata yang digarisbawahi pada kalimat (3) merupakan verba intransitif (fi’l lazim),
sementara itu, pada kalimat (4) disebut verba transitif (fi’l mutta’addi). Dengan demikian,
kalimat (3) berarti ‘Ali duduk di atas kursi’, sedangkan kalimat (4) berarti ‘Ali mendudukkan
anak kecil di atas kursi. Dari contoh A2 (1), (2), (3) dan (4) di atas dapat disimpulkan, bahwa
makna dipengaruhi oleh hasil proses morfologis.
Contoh A3
( .بنرألا صنتقي داك ينبلا عيرسلا بلعثلا ( 1
( .اعيرس ناك بنرألا صنتقي داك يذلا ينبلا بلعثلا ( 2
13. ( .اينب ناك بنرألا صنتقي داك يذلا عيرسلا بلعثلا ( 3
Kalimat (1), (2), dan (3) pada contoh A3 di atas pada dasarnya memiliki pesan yang sama.
Substansi yang dibicarakan berkisar tentang serigala yang hampir menangkap kelinci. Akan
tetapi, karena kata-kata tertentu urutannya tidak sama, maka pengutamaan pesan yang dikandung
oleh ketiganya berbeda (Umar, 1982). Pesan kalimat (1) pada contoh A3 lebih menekankan pada
serigala yang cepat dan berwarna coklat (kecepatan berlari dan warna serigala), pesan kalimat (2)
pada contoh A3 lebih menekankan identitas warna serigala (coklat), sedangkan pesan kalimat (3)
lebih menekankan pada kecepatan lari serigala.
Sebagai pembanding dari contoh A.3, perhatikan contoh A.4 berikut ini.
Contoh A 4.
1. Orang tua itu putus asa dan bunuh diri.
2. Pemudah itu bekerja keras dan berhasil.
3. Orang tua itu bunuh diri karena dia putus asa.
4. Pemuda itu berhasil karena bekerja keras.
Kalimat (1) (3) dan (2) (4) pada contoh A4 pada dasarnya mempunyai pesan yang kurang lebih
sama, yaitu hubungan sebab akibat (dua kluasa). Perbedaannya pada pengutamaan pesan yang
dikandung oleh setiap klausa. Pesan yang ditekankan pada (1) adalah keputusasaan orang tua
(klausa pertama sebagai klausa primer) yang merupakan sebab, sementara itu klausa “bunuh
diri” sebagai klausa kedua (skunder) merupakan akibat. Dengan demikian, pesan yang
ditekankan adalah sebab, bukan akibat. Sebaliknya, pesan yang ditekankan pada kalimat (3)
adalah akibat, yakni bunuh diri, sedangkan klausa sebab merupakan klausa skunder. Hal yang
sama juga terjadi pada kalimat (2) dan (4). Dengan demikian, urutan kata dalam suatu struktur
kalimat mempengaruhi makna.
Semantik sebagai studi makna bukan saja berkaitan dengan cabang linguistik lainnya (fonologi,
morfologi, dan sintaksis), tetapi juga berhubungan dengan disiplin ilmu lainnya. Disiplin ilmu
yang dimaksud misalnya antropologi, sosiologi, psikologi, dan filsafat. Antropologi
berkepentingan di bidang semantik, antara lain karena analisis makna di dalam bahasa dapat
menyajikan klasifikasi budaya pemakai bahasa secara praktis. Sosiologi memiliki kepentingan
dengan semantik, karena ungkapan atau ekspresi tertentu menandai kelompok sosial atau
identitas sosial tertentu. Psikologi berhubungan erat dengan semantik, karena psikologi
memanfaatkan gejala kejiwaan yang ditampilkan manusia secara verbal atau nonverbal.
Sementara itu, filsafat berhubungan erat dengan semantik karena persoalan makna tertentu dapat
dijelaskan secara filosofis, misalnya makna ungkapan dan peribahasa (Djajasudarma, 1999).
Hubungan antara semantik dengan studi lainnya dapat ditampilkan pada diagram 01.
J. MANFAAT SEMANTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
14. Semantik adalah studi tentang makna. Ini adalah subjek yang luas dalam studi umum bahasa.
Pemahaman semantik sangat penting untuk mempelajari bahasa akuisisi (bagaimana pengguna
bahasa memperoleh makna, sebagai pembicara dan penulis, pendengar dan pembaca) dan
perubahan bahasa (bagaimana mengubahmakna dari waktu ke waktu). Sangat penting untuk
memahami bahasa dalam kontekssosial, karena ini cenderung mempengaruhi arti, dan untuk
memahami jenis bahasaInggris dan efek gaya.
Oleh karena itu, salah satu konsep yang paling mendasar dalam linguistik. Kajian semantik
meliputi studi tentang bagaimana makna dibangun, diinterpretasikan, diklarifikasi, tertutup,
ilustrasi, disederhanakandinegosiasikan, bertentangan dan mengulangi.Makna bahasa, khususnya
makna kata, terpengaruh oleh berbagai konteks.Makna kata dapat dibangun dalam kaitannya
dengan benda atau objek di luar bahasa.Dalam konsep ini, kata berperan sebagai label atau
pemberi nama pada benda- benda atau objek-objek yang berada di alam semesta.
Makna kata juga dapat dibentuk oleh konsepsi atau pembentukan konsepsi yang terjadi dalam
pikiran pengguna bahasa. Proses pembentukannya berkait dengan pengetahuan atau persepsi
penggunaan bahasa tersebut terhadap fenomena, benda atau peristiwa yang terjadi diluar bahasa.
Dalam konteks ini, misalnya penggunaan bahasa akan tidak sama dalam menafsirkan makna kata
demokrasi karena persepsi dan konsepsi mereka berbedaterhadap kata itu. Selain kedua konsepsi
itu, makna kata juga dapat dibentuk olehkaitan antara stimulus, kata dengan respons yang terjadi
dalam suatu peristiwa ujaran. Beranjak dari ketiga konsepsi ini maka kajian semantik pada
dasarnya sangat bergantung pada dua kecenderungan. Pertama, makna bahasa dipengaruhi
olehkonteks di luar bahasa, benda, objek dan peristiwa yang ada di alam semesta. Kedua,kajian
makna bahasa ditentukan oleh konteks bahasa, yakni oleh aturan kebahasaansuatu bahasa.Uraian
di atas menunjukkan bahwa beberapa konsep dasar dalam semantik penting untuk dipahami.
Contoh, pengertian sense berbeda dari pengertian reference.
Pertama, merujuk kepada hubungan antar kata dalam suatu sistem bahasa dilihat dari kaitan
maknanya. Sedangkan yang kedua merujuk kepada hubungan antara kata dengan benda, objek
atau peristiwa di luar bahasa dalam pembentukan makna kata.Begitu pula dengan pengertian
tentang kalimat, ujaran dan proposisi perlu dipahami dalam kajian antik. Dalam keseharian,
kerap tidak kita bedakan atau kalimat dengan ujaran. Kalimat sebagaimana kita pahami satuan
tata bahasa yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat. Sedangkan ujaran dapat
terdiridari satu kata, frase atau kalimat yang diujarkan oleh seorang penutur yang ditandaioleh
adanya unsur fonologis, yakni kesenyapan. dalam semantik kedua konsep ini memperlihatkan
sosok kajian makna yang berbeda. Makna ujaran, misalnya lebih banyak dibahas dalam semantik
tindak tutur. Peran konteks pembicaraan dalam mengungkapkan makna ujaran sangat penting.
Sementara kajian makna kalimatlazimnya lebih memusatkan pada konteks tata bahasa dan unsur
lain yang dapat dicakup dalam tata bahasa dalam bahasa Inggris, misalnya unsur waktu dapat
digramatikakan yang terwujud dalam perbedaan bentuk kata kerja. Beberapa daerah yang
penting dari teori semantik atau ajaran yang dipelajari sematik diantaranya yaitu:
* Simbol dan rujukan
*Konsepsi makna
15. * Kata-kata dan lexemes
* Denotasi, konotasi, implikasi
* Pragmatik
* Ambiguitas
* Metaphor, simile dan symbol
* Semantic bidang
* Sinonim, antonim dan hyponym
* Collocation, ekspresi tetap dan idiom
* Semantic perubahan dan etimologi* Polisemi
* Homonimi, homofon dan homographs
* Leksikologi dan leksikografi
* Thesauruses, perpustakaan dan Web portal
* Epistemologi
Jadi, dengan memahami dan menguasai semantik, akan mempermudah dan memperlancar dalam
pembelajaran bahasa berikutnya misalkan dalam mempelajari pragmatik, karena pada dasarnya
kedua bidang bahasa ini saling berhubungan danmenunjang satu sama lain. Bagi pelajar sastra,
pengetahuan semantik akan banyak member bekal teoritis untuk menganalisis bahasa yang
sedang dipelajari. Sedangkan bagi pengajar sastra, pengetahuan semantik akan member manfaat
teoritis, maupun praktis. Secara teoritis, teori-teori semantik akan membantu dalam
memahamidengan lebih baik bahasa yang akan diajarkannya. Dan manfaat praktisnya adalah
kemudahan untuk mengajarkannya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik sebagai cabang ilmu
bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan cabangcabang ilmu bahasa lainnya. Semantik
berkedudukan sama dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di sini, yang membedakan adalah
cabang-cabang ilmu bahasa ini terbagi menjadi dua bagian besar yaitu morfologi dan sintaksis
termasuk pada tataran gramatika, sedangkan fonologi dan semantik termasuk pada tataran di luar
16. gramatika.
Semantik berhubungan dengan tanda-tanda, sintaksis berhubungan dengan gabungan tanda-tanda
(susunan tanda-tanda) sedangkan pragmatik berhubungan dengan asal-usul, pemakaian dan
akibat pemakaian tanda-taqnda di dalam tingkah laku berbahasa. Jenis – Jenis Makna : Makna
Leksikal, Makna Gramatikal, Makna Kontekstual,Makna referansial, Makna kognitif, Makna
konseptual, Makna asosiatif, Makna idiom, dan Makna pribahasa.
Relasi Makna merupakan hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu
dengan satuan bahasa lainnya. Satuan Bahasa (Frase, kata maupun Kalimat).
Medan makna merupakan salah satu metode atau pendekatan untuk menganalisa makna yang
terdapat pada kata atau unsur leksikal
kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik, karena sifatnya yang linear, maka kelompok set
menunjuk, pada hubungan pradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu kelompok set
biasanya mempunyai kelas yang sama dan tampaknya merupakan satu kesatuan.
Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut
komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat
dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan “pengertian-pengertian” yang
dimilikinya.
2. Saran
Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu tentang semantik sangatlah kita perlukan dalam kehidupan
sehari- hari. Maka dari itu saya sarankan kepada para pembaca semua agar terus mempelajari
semantik. Karena semantik mempunyai banyak manfaat, khususnya dalam kegiatan
pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Kentjono, Djoko. 1990. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta: FS UI.
http://anaksastra.blogspot.com/2008/11/sejarah-semantik.html
http://sastrawancyber.blogspot.com/2010/04/pengertian-semantik-menurut-beberapa.html