Dokumen tersebut membahas tentang linguistik umum yang mencakup tiga tahap perkembangan ilmu bahasa yaitu tahap spekulasi, observasi, dan perumusan teori. Selanjutnya membahas subdisiplin ilmu bahasa berdasarkan objek kajian seperti linguistik umum, khusus, sinkronik, diakronik, mikro, serta sosiolinguistik, psikolinguistik, dan antropolinguistik. Terakhir membahas hakikat b
3. 1. Tahap Spekulasi: Kesimpulan yang dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-prosedur tertentu.
4. 2. Tahap Observasi dan Klasifikasi : Pada tahap ini para ahli di bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apa pun.
5. 3. Tahap adanya perumusan teori : pada tahap ini setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah berdasarkan data empiris yang dikumpulkan.
6.
7.
8. 3.Sedangkan linguistik khusus Mengkaji kaidah-kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia, atau bahasa Jawa. Kajian khusus ini bisa juga dilakukan terhadap satu rumpun atau subrumpun bahasa, misalnya rumpun bahasa Austronesia atau sub rumpun Indo-Jerman .
9.
10. 1. Linguistik Sinkronik Mengkaji bahasa pada masa yang terbatas. Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia pada tahun dua puluhan, bahasa jawa dewasa ini, atau juga bahasa inggris pada zaman William Shakespeare. Studi linguistik sinkronik ini biasa disebut juga linguistik deskriptif, karena berupaya mendeskripsikan bahasa secara apa adanya pada suatu masa tertentu.
11.
12. D. KAJIANNYA LINGUISTIK MIKRO Linguistik mikro mengarahkan kajiannya pada struktural internal suatu bahasa tertentu atau struktural atau struktural internal pada umumnya. Sejalan dengan adanya subsistem bahasa, maka dalam linguistik mikro ada subdisiplin linguistik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksilogi.
13. Dalam berbagai buku teks biasanya kita dapati subdisiplin seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, etnolinguistik, stilistika, filologi, dialektologi, filsafat bahasa dan neurolinguistik. Semua disiplin itu bisa bersifat teoritis maupun bersifat terapan.
14. a.Sosiolinguitik Adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat, dan merupakan ilmu interdisipliner antara sosiologi dan linguistik.
15. b. Psikolinguistik Adalah subdisiplin linguistik yang memepelajari hubungan bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia, termasuk bagaimana kemampuan bahasa tersebut dapat diperoleh dan merupakan ilmu interdisipliner antara psikologi dan linguistik.
16. c. Antropolinguistik Adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa dengan kebudayaan dan pranata budaya manusia. Bisa juga dikatakan penggunaan cara-cara linguistik dalam penyelidikan antropologi budaya dan merupakan ilmu interdisipliner antara antropologi dan linguistik.
17. d. Stiltika Adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk karya sastra. Jadi stiltika adalah ilmu interdisipliner antara linguistik dan ilmu susastra.
18. e Filologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam bahan-bahan tertulis. Bahan atau teks yang dikaji biasanya adalah naskah kuno atau naskah klasik yang diniliki suatu bangsa. Filologi merupakan ilmu interdispliner antara linguistik, sejarah, dan kebudayaan.
19. f. Filsafat bahasa adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari kodrat hakiki dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia, serta dasar-dasar konseptual dan teoretis linguistik.. Dalam filsafat bahasa ini terlibat ilmu linguistik dan ilmu filsafat.
20. g. Dialektologi adalah subdisiplin ilmu linguistik yang mempelajari batas-batas dialek dan bahasa dalam suatu wilayah tertentu. Dialektologi ini merupakan ilmu interdisipliner antara linguistik dan geografi.
21.
22. F. BERDASARKAN ALIRAN ATAU TEORI YANG DIGNAKAN DLM PENYELIDIKAN BAHASA 1. linguistik tradisional, 2. linguistik struktural, 3. linguistik transformasional, 4. linguistik generatif semantik, 5. linguistik relasional, dan 6. linguistik sistemik.
23.
24. b. Analisis bawahan langsung Analisis bawahan langsung, sering disebut juga analisis unsur langsung, analisis bawahan terdekat (inggrisnya Immediate Constituent Analysis ) adalah suatu teknis dalam menganalisis unsur-unsur atau konstituent-konstituent yang membangun suatu satuan bahasa, entah satuan kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat. Setiap satuan bahasa secara apriori diasumsikan terdiri dari dua buah konstituent yang langsung membangun satuan itu.
25. c. Analisis rangkaian unsur dan analisis proses unsur (1) Analisis rangkaian unsur (inggrisnya item and arrangement ) mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau ditata dari unsur-unsur lain. (2) Analisis proses unsur (inggrisnya item and process ) menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses pembentukan.
26.
27.
28.
29. Sebagai objek kajian linguistik, parole merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh para bangsawan dari suatu masyarakat bahasa. Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara keseluruhan; sedangkan
30. langage merupakan objek yang paling abstrak karena dia terwujud sistem bahasa secara universal. Yang dikaji linguistik secara langsung adalah parole . Karena parole itulah yang berwujud konkret, yang nyata, yang dapat diamati, atau diobservasi. Kajian parole dilakukan untuk mendapatkan kaidah-kaidah suatu langue; dan dari kajian terhadap langue ini akan diperoleh kaidah-kaidah langage, kaidah bahasa secara universal.
31.
32. (1) Bahasa sebagai sistem Bahasa yang berfungsi kalau unsur-unsurnya atau komponen-komponennya tersusun sesuai dengan polanya.
33. (2) Bahasa sebagai lambang kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol dengan pengertian yang sama. Lambang dengan pelbagai seluk beluknya dikaji orang dalam kegiatan orang dalam kegiatan ilmiah dalam bidang kajian yang disebut ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia.
34. (3) Bahasa adalah bunyi dari dua pasal di atas telah disebutkan bahwa bahasa sistem dan bahasa adalah lambang; dan kini ahasa adalah bunyi. Maka, seluruhnya dapat dikatakan, bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi. Jadi, sistem bahasa itu berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Lalu yang dimaksud dengan lambang bunyi pada bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Jadi, bunyi yang bukan dihasilkan oleh alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa.
35.
36. (5) Bahasa itu Arbitrer Kata arbitrer bisa diartikan ‘sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Yang dimaksud dengan arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa dan (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
37. (6) Bahasa itu konvensional Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
38. (7) Bahasa Bahasa itu Produktif Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah “banya hasil’, atau lebih tepat ‘terus-menerus menghasilkan’. Lalu, kalau bahasa itu dikatakan produktif, maka maksudnya, meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu.
39.
40. (9) Bahasa itu Universal Selain bersifat unik, yakni mempunyai sifat atau ciri masing-masing, bahasa itu juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri-ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa yang lain.
41. (10) Bahasa itu dinamis, Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manuisa itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat . Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. Malah dalam bermimpipun manusia menggunakan bahasa. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Karena itulah, bahasa itu disebut dinamis.
42.
43. (11) Bahasa itu bervariasi Setiap bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam masyarakat bahasa. Siapakah yang menjadi atau termasuk dalam satu masyarakat bahasa? Yang termasuk dalam satu masyarakat bahasa adalah mereka yang merasa menggunakan bahasa yang sama.
44. 3. BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA Yang dimaksud dengan faktor-faktor diluar bahasa itu tidak lain daripada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang tanpa berhubungan dengan bahasa. Oleh karena itu, hal-hal yang menjadi objek kajian linguistik makro itu sangat luas dan beragam. Mulai dari kegiatan yang betul-betul merupakan kegiatan berbahasa, seperti penerjemahan, penyusunan kamus, pendidikan bahasa, sampai yang hanya berkaitan dengan bahasa seperti pengobatan dan pembangunan.
45.
46. 2. Variasi dan status sosial bahasa di atas telah disebutkan bahwa bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat penutur bahasa itu sangat beragam, dan bahasa itu sendiri digunakan untuk keperluan yang beragam-ragam pula
47. 3. Penggunaan Bahasa Adanya berbagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita harus menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat.
48. Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni:
49.
50. (2) Participants , yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan. Umpamanya, antara Imam, murid kelas XII SMA dengan gurunya,Pak Bejo. Percakapan antara Imam dan Pak Bejo ini berbeda kalau partisipannya bukan Imam dan Pak Bejo, melainkan antara Imran dan tetangganya,Arifin.
51. (3) Ends , yaitu maksud dan hasil percakapan. Misalnya seorang guru bertujuan menerangkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik; tetapi hasil yang didapat adlah sebaliknya; murid-murid bosan karena mereka tidak berminat dengan pelajaran bahasa.
52. (4) Act Sequences , yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan. Mialnya dalam kalimat : a. Dia berkata dalam hati, “Mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik.” b. Dia berkata dalam hati, mudah-mudahan lamarannya diterima dengan baik. Perkataan “mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik” pada kalimat (a) adalah bentuk percakapan; sedangkan kalimat (b) adalah contoh isi percakapan.
53. (5) Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan. Misalnya pelajaran linguistik dapat diberikan dengan cara yang santai; tetapi dapat juga dengan semangat ayang menyala-nyala. (6) Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan; apakah secara lisan atau bukan.
54. (7) Norms , yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan. (8) Genres , yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
55. 4. Kontak Bahasa Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masayarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Akan terjadi saling mempengaruhi antara bahasa masayarakat yang menerima kedatangan dengan bahasa dari masayarakat yang datang. Hal ini bisa terjadi karena adanya kontak bahasa, atau terjadi bilingualisme dan multilinguisme dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode.
56. Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya kontak bahasa (juga kontak budaya), dapat terjadi peristiwa atau kasus yang disebut interferensi, integrasi, alihkode (code swicthing), dan campurkode (code mixing ). Keempat peristiwa ini gejalanya sama, yaitu adanya unsur bahasa lain dalam bahasa yang digunakan; namun, konsep masalahnya tidak sama. Yang dimaksud dengan interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain kedalam bahasa yang digunkan, sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa yang sedang digunakan itu.
57.
58. 2. FONEMIK Sudah disebutkan di muka bahwa objek penelitian fonetik adalah fon, yaitu bunyi bahasa pada umumnya tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata atau tidak. Sebaliknya, objek penelitian fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.
59.
60. 3. PROSES MORFEMIS Produktifitas proses-proses morfemis adalah: 1. Afiksaasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur : (a) dasar atau bentuk dasar, (b) afiks, (c) makna gramatikal yang dihasilkan
61. 2. Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. 3. Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbedaq, atau yang baru.
62. 4. Konversi, modifikasi Internal dan suplesi konversi, sering juga disebut derivasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan)
63. 5. Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian eksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses pemendekan ini kita sebut kependekan.
64. 6. Produktivitas Proses Morfemis yang dimaksud dengan produktivitas dalam proses morfemis ini adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara re;atif tak terbatas; artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut.
65. 4. MORFOFONEMIK Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofologi, atau morfonologi, atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
66. TATARAN SINTAKSIS a. STRUKTUR SINTAKSIS Dalam pembicaraan struktur sintaksis pertama-tama harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. b. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS Dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah morfem); tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase
67. b. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS Dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah morfem); tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase
68. FRASE 1 . Pengertian frase: frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
69. 2. Jenis frase: frase biasanya dibedakan adanya frase a. eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. b. frase endosentrik disebut juga frase subordinatif atau frase modifikatif adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, artinya salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya.
70. c. frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. d. frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya; dan oleh karena itu, urutan komponen dapat dipertukarkan.
71. 3. Perluasan Frase adalah frase yang diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
72. 4. KLAUSA a. Pengertian Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebgai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan.
73. b. Jenis klausa jenis klausa dapat dibedakan berdasarkan strukturnya dan berdasarkan kategori segmental yang menjadi predikatnya. Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Yang dimaksud dengan klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat; dan karena itu, mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Berbeda dengan klausa bebas yang emmpunyai struktur lengkap, maka klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap.
74. 5. KALIMAT a. PENGERTIAN KALIMAT Kalimat merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa, maka para tata bangsawan tradisional biasanya membuat definisi kalimat dengan mengaitkan peranan kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan.
75. b. JENIS KALIMAT jenis kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai kriteria atau sudut pandang (1) Kalimat inti dan noninti (2) kalimat tunggal dan kalimat majemuk (3) kalimat mayor dan kalimat mimor (4) kalimat verbal dan non verbal (5) kalimat bebea dan kalimat terikat
76. c. INTONASI KALIMAT intonasi salah satu alat sintaksis yang sangat penting. Sebelumnya dalam bab fonologi dan morfologi juga telah dibicarakan tentang intonasi, yang dapat berwujud tekanan, nada dan tempo. Pada pembicaraan fonologi telah kita lihat bahwa tekanan, nada atau tempo itu dapat bersifat fonemis pada bahasa-bahasa tertentu. Artinya ketiga unsur suprasegmental itu dapat membedakan makna kata karena berlaku sebagai fonem. Pada pembicaraan morfoloi bahwa nada, tekanan, atau tempo pada bahasa-bahasa tertentu bersifat morfenis. Artinya, berlaku sebagai morfem.
77. d. Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus dan Diatesis Modus: yang dimaksud dengan modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran sipembicara atau sikap sipembicara tentang apa yang diucapkannya.
78. Aspek; yang dimaksud dengan aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses. Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Kala ini lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah lampau, dan akan datang.
79. Modalitas: yang dimaksud dengan modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya.
80. Fokus: yang dimaksud dengan fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Diatesis: yang dimaksud dengan diatesis adalah gambaran hubungan yang dikemukakan dalam kalimat itu.
81. Ada beberapa diatesis 1. Diatesis aktif yakni jika subjek yang berbuat atau melakukan suatu perbuatan 2. Diatesis pasif, jika subjek menjadi sasaran perbuatan 3. Diatesis reflektif, yakni jika subjek menjadi sasaran melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri 4. Diatesis resiprokal, yakni jika subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan 5. Diatesis kausatif, yakni jika subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu.
82. WACANA 1. PENGERTIAN WACANA Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatical merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
83. 2. ALAT WACANA Wacana disebut baik kalau wacana itu kohesif dan koheren. 3. JENIS WACANA : a. Wacana liasn b. Wacana tulisan 4. SUBSATUAN WACANA Dari pembicaraan di atas dapat ditakan wacana adalah satuan bahasa yang utuh dan lengkap. Maksudnya, dalam wacana ini satuan “ide” atau “pesan” yang disampaikan akan dapat dipahami pendengar atau pembaca tanpa keraguan, atau tanpa merasa adanya kekurangan informasi dari ide atau pesan yang tertung dalam wacanan itu.
84. TATARAN SEMANTIK 1. Hakikat Makna Kalau tanda lingistik itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti makna adalah pengerian atau disamakan identitasnya dengan morfem, maka berarti makna itu adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar atau morfem afiks.
85. 2. Makna Referensial dan Non referensial Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensinya, atau acuannya. Berkenaan dengan acuan ada sejumlah kata yang disebut kata-kata deiktik, yang acuannya tidak menetap pada maujud, melainkan dapat berpindah dari maujud yang satu kepada maujud yang lain.
86. 3. Makna Denotatif dan makna konotatif Makna Denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna Konotatif adalah makna lain yang ‘ditambahkan’ pada makna denotati tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. 4. Makna Konseptual dan makna Asosiatif Makna Konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun.
87. 2. Jenis Makna a. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Makna Kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada didalam satu konteks.
88. Makna Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada diluar bahasa b. Makna Kata dan Makna Istilah setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya makna, makna yang dimiliki sebuah kata makna leksikal, makna denotatof, atau makna konseptual.
89. c. Makna Idiom dan Peribahasa Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal mauopun secara gramatikal. Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ secara leksikal maupun gramatikal, maka yang diebut peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsur karena adanya ‘asosiasi’ antara makna asli dengan makna peribahasa.
90. d. RELASI MAKNA yang dimaksud dengan relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapa antara satuan bahasa yang satu dengan yang lainnya. Relasi makna biasanya berhubungan masalah-masalah sebagai berikut: (1) sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. (2) antonim adalah hubungan emantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan atau kontras antara yang satu dengan yang lain.
91. (3) polisemi adalah sebuah kata atau satuan ajaran dan mempunyai makna lebih dari satu (4) homonimi adalah dua buah kata atau satuan ajaran yang bentuknya kebetulan sama; maknanya tentu saja berbeda (5) hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. (6) ambiguiti atau ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan akibat tafsiran gramatikal yang berbeda (7) redundansi adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
92. e. PERUBAHAN MAKNA Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah; tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Maksudnya, dalam masa yang relatif seingkat, makna sebuah kata akan tetap sama, tidak berubah; tetapi dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan makna sebuah kata akan berubah.
93. f. MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan atas kelompok-kelompok ertentu berdasarkan kesaan ciri semantik yang dimiliki kata-kata itu. Medan makna: yang dimaksud dengan medan makna (semantic domain, semantic field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena mneggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu
94. Komponen Makna : setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna, makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu.