1. OLEH:
LA RAEDA GARUDA (Q1A1 17 092)
MUH. FEBIL SARDANI (Q1A1 17 107)
JURUSN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
TEKNOLOGI FERMENTASI
“Tempe”
2. Bahan Baku
Memproduksi tempe menggunakan bahan baku pokok yaitu kedelai (Glycine
max). Jenis kedelai terdiri atas 4 macam, kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai coklat
dan kedelai hijau. Para pengrajin tempe biasanya memakai kedelai kuning sebagai
bahan baku utama.
Gambar : Kacang Kedela
Syarat mutu kedelai untuk memproduksi tempe kualitas pertama adalah
sebagai berikut :
· Bebas dari sisa tanaman (kulit palang, potongan batang atau ranting, batu, kerikil,
tanah atau biji-bijian)
· Biji kedelai tidak luka atau bebas serangan hama dan penyakit
· Biji kedelai tidak memar
· Kulit biji kedeleai tidak keriput.
PRODUKSI TEMPE
5. Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan tempe.
Menurut hasil penelitian pada tahap fermentasi terjadi penguraian karbohidrat,
lemak, protein dan senyawa-senyawa lain dalam kedelai menjadi molekul-molekul
yang lebih kecil sehingga mudah dimafaatkan tubuh.
Pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi aktivitas enzim amilolitik,
lipolitik dan proteolitik, yang diproduksi oleh kapang Rhizopus sp.
Pada proses pembuatan tempe, sedikitnya terdapat empat genus rhizopus yang
dapat digunakan. Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian
Rhizopus oryzae merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan tempe
Indonesia.
6. Fermentasi tempe menggunakan kapang Rhizopus oryzae. Warna putih pada
tempeh disebabkan oleh miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai.
Tekstur kompak juga disebabkan oleh miselia jamur yang menghubungkan biji-biji
kedelai tersebut. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim
yang mampu menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang
mudah dicerna oleh manusia.
Proses fermentasi berlangsung kurang lebih 2 hari yang ditandai tumbuhnya
miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat.
Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa
dan aroma khas.
Gambar : Ragi Tempe
7. Takaran kebutuhan ragi ada dikemasan ragi. Untuk 1 kg
kedelai dibutuhkan ragi sebanyak 2 gram. Jika hanya membuat tempe
sedikit saja misalnya 100 g atau 200 g kedelai kering. Kebutuhan ragi
dikira-kira saja, sekitar 1 ujung sdt.
8. Gambar 1.1 Rhizopus sp.
Rhizopus sp. mempunyai koloni yang berwarna keputihan menjadi abu-abu
kecoklatan, hingga coklat kekuningan. Rhizoid dari kapang ini warna coklat dan bercabang.
Rhizopus sp yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri
lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari
Rhizopus sp. yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa
vegetatif. Rhizopus sp. bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak
sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh kearah atas dan mengandung ratusan
spora. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa
CIRI-CIRI RHIZOPUS SP
9.
10.
11. PROSES BIOKIMIA PADA TEMPE
Selama proses pembuatan tempe terjadi perubahan materi, yaitu
perubahan fisika dan kimia yaitu:
Perubahan fisika ditandai dengan perubahan wujud atau fase zat yang
umumnya bersifat sementara dan struktur molekulnya tetap.
Perubahan kimia adalah perubahan materi yang menghasilkan zat yang
jenisnya baru. Perubahan kimia disebut juga reaksi kimia.
13. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim
yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh
tubuh.
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam
pembuatan tempe (Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi
karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat (Purwoko
dan Pamudyanti, 2004).
Jamur Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak
kompleks menjadi trigliserida dan asam amino (Septiani, 2004). Selain itu jamur
Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease (Margiono, 1992).
15. KEDELAI
Protein
Mikroba
Protease
Asam Amino
(Larut Air)
Karbohidrat Amilase Glikosa Glikolisis
Asam
Piruvat
Lipid Lipase Gliserol + Asam Lemak
Asetil
KOA
TCA
Energi
METABOLISME
Dimanfaatkan
mikroba supaya
bertambah banyak.
Keterangan :
Selanjutnya energi-energi tersebut akan dimanfaatkan oleh mikroba sehingga jadi banyak
yang menyikat kedelai. Sehingga menghasilkan produk tempe.
Energi
18. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah
sebagai berikut:
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang
terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga
dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu
apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka
sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang
satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
19. 2. Uap air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk
pertumbuhannya.
3. Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat
mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu,
maka pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu
diperhatikan.
20. 4. Keaktifan Laru
Untuk membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau
ragi tempe. Laru tempe dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya
bentuk tepung atau yang menempel pada daun waru dan dikenal dengan
nama Usar.
Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan cara menumbuhkan spora
kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan yang akan
digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-macam seperti tepung terigu,
beras, jagung, atau umbi-umbian.
Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis
Rhizopus oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae.
21. Masing-masing varietas dari kapang Rhizopus berbeda reaksi biokimianya,
hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan dari enzim yang dihasilkan. Pektinase
hanya disintesa oleh R. arrhizus dan R. stolonifer. Sedangkan enzim amilase disintesa
oleh R. oligosporus dan R. oryzae tetapi tidak disintesa oleh R. arrhizus.
Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik
maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan
diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami
peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan
mengalami peningkatan.
Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang
telah difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses
fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian
yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan
hilang.
22. Baskom berukuran sedang yang digunakan untuk wadah
Saringan yang berukuran sedang
Dandang besar digunakan untuk mengukus kedelai
Kipas Angin
Sotel kayu digunakan untuk mengaduk
Tampah yang besar untuk mendinginkan kedelai
Kompor untuk memasak
Peralatan lain yang diperlukan dalam cara membuat tempe
Kacang kedelai putih sebagai bahan utama
Ragi tempe atau biakan murni Rhizopus sp
Kantong plastik, atau daun pisang, atau daun jati untuk
membungkus
ALAT DAN BAHAN PEMBUATAN TEMPE
25. PEMBUATAN TEMPE
Kedelai dan Ragi Tempe
Gambar 1 : Kedelai dan Ragi tempe
Cuci bersih kedelai dengan air
Gambar 2 : Proses Pencucia kedelai
26. Rebus kedelai dengan air selama 30 menit
Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji
kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk
melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap
perendaman.
Gambar 3 : proses perebusan kedelai
27. Rendam sebentar, remas-remas lalu rendam dalam air
Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi
dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat
dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas
kulit biji.
Gambar 4 : Prose pengupasan kedelai
29. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin
dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam.
Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Gambar 6 : Proses pencucian akhir kedelai
30. Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum
dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati
(disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung
(terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus
murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia).
Gambar 7 : Proses perataan dan pemisahan air rendaman pada kedeli
Gambar 8 : Penambahan ragi tempe (Rhizopus oryzae) pada kedelai
31. Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada
permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur
merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan
langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
Gambar 9 : Proses pengemasan
32. Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam
wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan
(misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan
memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk
tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang
dengan cara ditusuk-tusuk.
Gambar 11 : Proses pembuatan lubang ventilasi
Gambar 10 : Pembungkusan tempe
33. Taruh di atas rak agar ada sirkulasi udara waktu fermentasi
Letakan di tempat yang hangatnya stabil
34. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses
fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-
biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe.
Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam.
Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan
banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional
menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36
jam.