1. 1
UNIVERSITY RESIDENCE - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KARASIBAZHU
(Kajian Rabu Siang Ba’da Zhuhur)
Memahami dan Mewaspadai Sifat Ananiyah
Setiap manusia, diciptakan untuk saling membahu, tolong-menolong
satu sama lain. Tak pernah ditemukan di alam fana ini, manusia yang bisa
menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Karena itu,
bekerjasama (team work) dalam Islam merupakan sunnatullah yang wajib
dibangun agar tidak terjadi kesenjangan antara yang satu dengan lainnya.
Selain itu, team work yang terbangun dengan solid akan memudahkan
untuk mewujudkan setiap agenda yang sudah terencana sebelumnya. Itulah
sebabnya dalam sebuah team work sangat dihindari sifat ananiyah (egois), sebab
sifat itu bisa menghancurkan semua rencana dan agenda-agenda besar yang
sedang atau sudah dibangun.
Bila dikaji lebih dalam, ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’.
Ananiyah juga berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis, yaitu
sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan
mengorbankan kepentingan orang banyak/lain. Sikap ini adalah sikap hidup
yang tercela, karena cenderung berbuat seenaknya saja sehingga dapat merusak
tatanan pergaulan dalam sebuah team work atau masyarakat. Para psikolog
menyebutnya dengan istilah “egoisme”. Egoisme merupakan motivasi untuk
memertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri
sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli
dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai
teman dekat. Lawankata dari egoisme adalah altruisme.
Dalam kehidupan sehari-hari, penyakit mental seperti ini dapat
diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan
kepentingan dirinya di atas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan
orang lain. Dengan kata lain, yang penting “aku tampil dan terus maju”. Apakah
demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain, hal ini tidak akan
menjadi pertimbangannya.
Bahaya Ananiyah
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat egosentris, artinya mengutamakan
kepentingan dirinya di atas kepentingan yang lain. Seseorang dikatakan egosentris,
bila lebih peduli terhadap dirinya sendiri daripada orang lain. Mereka lebih banyak
berpikir dan berbicara mengenai diri sendiri dan tujuan aksi mereka, semata-mata
untuk kepentingannya pribadinya (saja). Orang-orang yang terjangkiti penyakit
2. 2
ananiyah ini cenderung melihat orang lain dengan sebelah mata. Ia mengambil
tindakan sesuai jalan dan alam pikirannya sendiri tanpa melihat orang lain yang
mungkin dari sisi ilmu dan pengalaman jauh lebih banyak darinya. Hal itu terjadi
karena orang-orang egois ini dikendalikan oleh nafsunya dalam setiap tindakan.
Bahkan standar kebenaran-pun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Nafsulah
yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindakannya. Padahal Allah
SWT melarang hal tersebut.
Allah SWT berfirman,
ِو
َ
لَوَِِعَب
َ
اّتِِّقَح
اْلِِحم
ُ
هَاءَو
ح
ه
َ
أِِت
َ
د َس
َ
ف
َ
لِِ
ُ
اتَاوَم َالسِِ
ُ
ضحر
َ ح
اْلَوِنَمَوَِِنيهفِۚ
ح
لَبِ
م
ُ
اه
َ
ن
ح
ي
َ
ت
َ
أِِبِحمهر
ح
كذِِحمُه
َ
فِنَعِمهر
ح
كذِِ
َ
ون ُضر
ح
ع
ّ
م
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi
ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan (al-Quran) mereka, tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”
(QS al-Mu’minûn/23: 71).
Peringatan Allah SWT itu bisa dimaknai seperti ini: sekiranya orang-
orang yang egois itu menjadikan kebenaran sebuah keputusan berdasarkan hawa
nafsunya sendiri, maka tentu agenda-agenda besar dalam sebuah organisasi yang
sedang direncanakan akan hancur berantakan.
Sifat ananiyah ini sangat berbahaya. Jika pelakunya tak segera
muhasabah (introspeksi) dan bertaubat kepada Allah SWT, maka ananiyah itu
akan melahirkan sifat-sifat negatif lainnya seperti; sifat bakhil (pelit/kikir), tamak
(serakah), mau menang sendiri, zhalim (suka menganiaya), meremehkan orang
lain dan ifsâd (merusak). Lebih parah lagi, jika ananiyah itu tidak segera
ditumpas, akan berkembang menjadi sifat kibir (sombong) yang ciri utamanya
adalah batharul haq (menolak kebenaran) dan ghamtun nâs (merendahkan
manusia). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
"Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari
kesombongan." Seorang laki-laki bertanya, "Sesungguhnya laki-laki menyukai apabila
3. 3
baju dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?" Beliau menjawab:
"Sesungguhnya Allah itu bagus menyukai yang bagus, kesombongan itu menolak
kebenaran dan meremehkan manusia." (HR Muslim dari Abdullah bin Mas’ud,
Shahîh Muslim, juz I, hal. 65 , hadits no. 275).
Sifat egois sungguh berbahaya. Ananiyah yang melekat pada orang biasa
saja (tak kaya dan tak punya kekuasaan) akan berbahaya, apalagi jika sifat busuk
itu melekat pada penguasa dan orang kaya, tentu saja dampaknya akan lebih
dahsyat lagi bahayanya. Jika ananiyah ini melekat pada penguasa, maka ia akan
menjadi penguasa yang bersikap otoriter, ‘diktator’, koruptor, tiran dan absolut.
Contoh nyata dari penguasa seperti ini sepanjang sejarah Mesir yang mengidap
penyakit ananiyah ini adalah Fir’aun dan Namrud. Kedua penguasa itu
memerintah manusia dengan hawa nafsunya semata, tanpa memerhatikan
kepentingan rakyat/umat yang dipimpinnya. Yang terjadi, justeru para penguasa
itu membuat kerusakan di mana-mana.
Allah SWT berfirman,
ا
َ
ذإَوِِ
َ
يلقِِحمُه
َ
لِِ
َ
لِواُدس
ح
ف
ُ
ّتِِفِِضحر
َ ح
اْلِوا
ُ
ال
َ
قِاَم
َ
ّنإُِِن
ح َ
َنِِ
َ
ونُحل
ح
صُم
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan.” (QS al-Baqarah/2: 11).
Tentang bahaya ananiyah ini, Rasulullah SAW pun bersabda,
“Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat.” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin
Umar, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 169, hadits no, 2447).
Banyak dalil, baik dari Qur’an dan Hadits yang menyebut betapa
bahayanya sifat egois/ananiyah.
Rasulullah SAW bersabda,
4. 4
“Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah
kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia
memunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar
perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak memunyai amal baik, maka dosa orang lain itu
diambil dan ditambahkan pada dosanya.” (HR al-Bukhari dari Abu Hurairah,
Shahîh al-Bukhâriy, juz. III, hal. 170, hadits no. 2449).
Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal
sikap permusuhan itu sangat dibenci Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda,
“Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan.” (HR al-
Bukhari dari ‘Aisyah r.a., Shahîh al-Bukhâriy, juz. III, hal. 171, hadits no. 2457).
Dalam hadits lain dinyatakan bahwa RAsulullah SAW bersabda;
"Manusia yang paling dimurkai Allah ada tiga: Orang yang melakukan pelanggaran di
tanah haram, orang yang mencari-cari perilaku jahiliyah padahal telah masuk Islam, dan
memburu darah seseorang tanpa alasan yang dibenarkan untuk menumpahkan
darahnya." (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Abbas, Shahîh al-Bukhâriy, juz.IX,
hal. 7, hadits no. 6882)
Tanda Orang Egois
Orang yang terjangkit penyakit ananiyah/egois biasanya selalu merasa
sok tahu (merasa sudah cukup pengetahuan dan pengalaman), padahal
5. 5
sebenarnya masih sangat kurang. Yang jadi masalah, orang egois yang sok tahu
itu biasanya tak pernah mau menyadari di mana letak kesalahan dan
kelemahannya. Agar sadar bahwa kita terjebak dengan sifat ananiyah ini, maka
ada baiknya kita lihat beberapa ciri orang egois/ananiyah berikut ini.
Pertama, tak suka membaca. Orang yang egois, biasanya sumber
bacaannya sedikit sekali atau bahkan tak pernah membaca. Selain itu, dia tidak
pernah mau membaca situasi di lingkungannya. Mengapa? Karena dia selalu
yakin dengan sudut pandang pikirannya dalam mengambil satu keputusan dan
langkah. Ia tak pernah mau mengikuti masukan dari orang lain, bila masukan itu
dirasa tak bisa mewujudkan apa yang sudah menjadi ambisinya.
Sebaliknya, bila masukan itu sesuai dengan rencana ambisinya, maka
dengan senang hati ia akan tampil ke depan. Yang penting, apa yang menjadi
keinginannya terwujud tanpa melihat bagaimana akibat panjang yang akan
dialami. Dalam sebuah organisasi, hal virus tak suka membaca ini tentu sangat
berbahaya sebab bisa meruntuhkan semua visi misi yang sudah dibangun.
Kedua, membanggakan luasnya pengetahuan. Orang egois biasanya
selalu membanggakan kepintarannya dan memamerkan kepada orang lain. Ia
lebih senang muncul dan menunjukkan pada banyak orang bahwa ia adalah
orang yang punya pengetahuan luas. Ia mungkin suka menulis dan berbicara
sebanyak-banyaknya dalam berbagai bidang, tetapi kurang sekali
memerhitungkan apakah pembicaraannya berkualitas atau tidak. Tak heran bila
ia menjadi seorang ulama, maka setiap pertanyaan dijawab sendiri meski diluar
keahliannya.
Ketiga, merendahkan orang lain yang tidak sepaham. Muslim yang
egois, siapa saja yang bertentangan dengan pendapatnya, segera ia menuduh
mereka telah melakukan bid’ah, sesat, meremehkan agama, dan sebagainya.
Bahkan, sampai melarang orang-orang lain melakukan amal yang caranya lain
walau mereka memunyai dalil tersendiri. Ia menjadikan dirinya sebagai “Yang
Maha Tahu”, terlalu yakin bahwa pasti pandangan dirinyalah satu-satunya yang
benar, sedangkan pandangan yang lain pasti salah. Padahal, Allah SWT
berfirman,
...ِ
َ
ل
َ
فِوا
ّ
ّكَز
ُ
تِِحم
ُ
ك َس
ُ
نف
َ
أَِۖو
ُ
هُِِم
َ
ل
ح
ع
َ
أِِنَمبِِى َ
ق
َ
اّت
“… Janganlah kamu menganggap diri kamu suci; Dia lebih tahu siapa yang memelihara
diri dari kejahatan.” (QS an-Najm/53: 32).
Keempat, suka menyatakan pendapat tanpa dasar yang kuat. Orang
egois yang sok tahu senang menyampaikan pendapatnya sendiri
mengatasnamakan Islam. Padahal bisa jadi dasar penyampaiannya itu tak
6. 6
bersumber dari al-Qur’an dan Hadits melainkan semata-mata untuk mewujudkan
keinginannya. Ia hanya mengemukakan opini pribadinya tanpa disertai dalil
yang kuat, baik dalil naqli maupun ‘aqli.
Upaya Untuk Menghindari Ananiyah
Ada beberapa cara untuk menekan sikap ananiyah antara lain sebagai
berikut.
Pertama, menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan
memunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai
orang lain. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus
mencintai sesama. Sehingga apa yang sudah menjadi rencana dan cita-cita besar
bersama akan terwujud.
Kedua, menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia
harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem
kehidupan yang saling membutuhkan. Selain itu, ia harus mampu menekan
hawa nafsu dan memupuk sikap tasamuh (tenggang rasa).
Ketiga, menyadari bahwa hidup adalah pengabdian kepada Allah SWT.
Setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan
pengorbanan dan teman. Menyadari juga bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan
akan mengarah pada sikap sombong yang membinasakan dan dibenci oleh Allah
SWT dan seluruh manusia.
Keempat, menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu’
(rendah hati), syukur, ikhlas dan tasâmuh (tenggang rasa), karena sifat-sifat
tersebut akan mengikis habis sifat ananiyah. Lalu, menghayati dan mendalami
setiap hikmah di balik perintah ibadah secara universal, seperti ibadah shalat,
shaum, zakat. dan lain-lain.
Agar Allah SWT senantiasa menjaga kita dari kejahatan nafsu yang bisa
mengundang sifat ananiyah, maka Rasulullah SAW mengajarkan doa ini,
“Ya Allah, ilhamkan kepadaku hidayah dan lindungilah aku dari kejahatan
diri/nafsuku”. (HR at-Tirmidzi dari Imran bih Hushain, Sunan al-Tirmidzi, juz V, hal.
519, hadits no. dan dia berkata, ini adalah: “hadits hasan gharib”).
Wallâhu A’lam.