SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
DASAR-DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT
Makalah Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hukum Adat
Disusun oleh :
Muhammad Ikrom : 2132051
Muhammad Nurdin, M.S.I
Dosen Pengampu
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
IAIN SAS BANGKA BELITUNG
T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah tentang Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Dasar-Dasar
Berlakunya Hukum Adat ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.
DAFTAR ISI
COVER ....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................5
C. Tujuan Masalah ..................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat Secara Filosofis.....................................6
B. Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat Secara Yuridis .....................................11
C. Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat Secara Sosiologis ................................14
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan........................................................................................................17
B. Daftar Pustaka ...................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adat adalah hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk
perundang-undangan Republik Indonesia, yang mengandung unsur agama. Hukum
adat merupakan salah satu bentuk hukum yang masih eksis/ada dalam kehidupan
masyarakat hukum adat di Indonesia. Perlu kita ketahui pula bahwa Hukum Adat
merupakan salah satu bentuk hukum yang berlaku dalam kehidupan dan budaya
hukum masyarakat Indonesia yang masih berlaku sampai dengan saat ini. Eksistensi
hukum adat dapat kita lihat hingga saat ini melalui adanya peradilan-peradilan adat
serta perangkat-perangkat hukum adat yang masih dipertahankan oleh masyarakat
hukum adat di Indonesia untuk menyelesaikan berbagai sengketa dan delik yang
tidak dapat ditangani oleh lembaga kepolisian, pengadilan, serta lembaga
pemasyarakatan. Hukum adat tetap dipertahankan hingga saat ini oleh masyarakat
hukum adat sebab mereka percaya bahwa putusan yang dikeluarkan melalui
peradilan adat terhadap suatu delik yang diadili melaluinya dapat memberikan
kepuasan akan rasa keadilan, serta kembalinya keseimbangan dalam kehidupan
masyarakat adat atas kegoncangan spiritual yang terjadi atas berlakunya delik adat
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran dari Aliran Utilitarianism
Utilitarianisme juga sering disebut Utilisme. Utilitarianisme adalah aliran
hukum yang menempatkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum.
Kemanfaatan yang dimaksud dalam aliran ini adalah kebahagiaan (happiness).
Utilitarianisme memandang baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum bergantung
pada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
Kebahagiaan tersebut diupayakan agar dapat dinikmati oleh sebanyak mungkin
individu dalam masyarakat (the greatest happiness for the greatest number of
people).
Jeremy Bentham (1748-1832) dapat di anggap sebagai salah seorang tokoh
yang terkemuka dari aliran ini. Bentham adalah seorang ahli filsafat hukum yang
sangat menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem hukum. Dalam
teori tentang hukum, Bentham mempergunakan salah satu prinsip dari aliran
utilitarianism, bahwa manusia bertindah untuk memperbanyak kebahagiaan dan
mengurangi penderitaan.
Tokoh lain dari aliran ini adalah Rudolph Von Lhering (1818-1892) yang
ajarannya biasanya disebut sebagai social utilitarianism. Von lhering menganggap
bahwa hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya.Dia
menganggap hukum sebagai sarana untuk mengendalikan individu, agar tujuannya
sesuai dengan tujuan masyarakat dimana mereka menjadi wargannya.Bagi lhering,
hukum juga merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk melakukan
perubahan perubahan sosial. Ajaran ajaran lhering banyak memperngaruhi jalan
pikiran para sarjana sosiologi hukum Amerika, antara lain Roscoe Pound.1
1
Berry David, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm. 24
Menurut Bentham, tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan
kebahagiaan terbesar kepada sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Jadi,
konsepnya meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Ukurannya
adalah kebahagian yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya orang.
Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum ini sangat tergantung apakah hukum
mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak. Kemanfaatan diartikan
sama sebagai kebahagiaan (happiness).
Jeremy Bentham dilahirkan di London tahun 1748. Ia hidup selama masa
perubahan sosial, politik dan ekonomi yang masif, juga mengikuti terjadinya
revolusi di Perancis dan Amerika yang membuat Bentham bangkit dengan teorinya.
Ia banyak diilhami oleh David Hume dengan ajarannya bahwa sesuatu yang
berguna akan memberikan kebahagiaan. Menurut Bentham hakikat kebahagiaan
adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan.
Prinsip-prinsip dasar ajaran Bentham dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada
individu-individu, barulah kepada orang banyak. ”the greatest happiness of the
greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya dari sebanyak- banyaknya
orang). Prinsip ini harus diterapkan secara kuatitatif, karena kualitas kesenangan
selalu sama. Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka
perundang-undangan harus mencapai empat tujuan yaitu:
1. to provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup);
2. to Provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan berlimpah);
3. to provide security (untuk memberikan perlindungan); dan
4. to attain equity (untuk mencapai persamaan).2
Undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian
terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. Lebih lanjut
Bentham berpendapat bahwa keberadaan negara dan hukum semata-mata sebagai
2
Muhammad Syukri dkk, Hukum Dalam Pendekatan Filsafat, (Jakarta : Kencana, 2016), hlm.
160-161
alat untuk mencapai manfaat yang hakiki yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.
Ajaran Bentham yang sifat individualis ini tetap memperhatikan kepentingan
masyarakat, agar kepentingan idividu yang satu dengan individu yang lain tidak
bertabrakan maka harus dibatasi tidak terjadi homo homini lupus. Menurut
Bentham agar tiap-tiap individu memiliki sikap simpati kepada individu lainnya
sehingga akan tercipta kebahagiaan individu dan kebahagiaan masyarakat akan
terwujud. Bentham menyebutkan“The aim of law is the greatest happines for the
greatest number” 3
Beberapa pemikiran penting Bentham juga dapat ditunjukkan, seperti:
1. Hedonisme kuantitatif yakni paham yang dianut orang-orang yang
mencari kesenangan semata-mata secara kuantitatif. Kesenangan
bersifat jasmaniah dan berdasarkan penginderaan.
2. Summun bonum yang bersifat materialistik berarti bahwa kesenangan-
kesenangan bersifat fisik dan tidak mengakui kesenangan spritual dan
menganggapnya sebagai kesenangan palsu.
3. Kalkulus hedonistik (hedonistik calculus) bahwa kesenangan dapat
diukur atau dinilai dengan tujuan untuk mempermudah pilihan yang
tepat antara kesenangan-kesenangan yang saling bersaing. Seseorang
dapat memilih kesenangan dengan jalan menggunakan kalkulus
hedonistik sebagai dasar keputusannya. Adapun kriteria kalkulus yakni:
intensitas dan tingkat kekuatan kesenangan, lamanya berjalan
kesenangan itu, kepastian dan ketidakpastian yang merupakanjaminan
kesenangan, keakraban dan jauh dekatnya kesenangan dengan
waktu,kemungkinan kesenangan akan mengakibatkan adanya
kesenangan tambahan berikutnya kemurnian tentang tidak adanya
unsur-unsur yang menyakitkan, dan kemungkinan berbagi kesenangan
dengan orang lain. Untuk itu ada sanksi yang harus dan akan diterapkan
untuk menjamin agar orang tidak melampaui batas dalam mencapai
3
http://business-law.binus.ac.id/2016/06/30 utilitarianisme-dan-tujuan-perkembangan-hukum-
multimedia-di-indonesia, diakses 27 Januari 2018
kesenangan yaitu: sanksi fisik, sanksi politik, sanksi moral atau sanksi
umum, dan sanksi agama atau sanksi kerohanian.4
Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah Rudolf vonJhering.
Jhering juga mengembangkan aspek-aspek dari Positivisme John Austin dan
mengembangkannya dengan prinsip-prinsip Utilitarianisme yang diletakan
oleh Bentham hal tersebut memberi sumbangan penting untuk menjelaskan ciri
khas hukum sebagai suatu bentuk kemauan. Jhering mulai mengembangkan
filsafat hukumnya dengan melakukan studi yang mendalam tentang jiwa
hukum Romawi yang membuatnya sangat menyadari betapa perlunya hukum
mengabdi tujuan-tujuan sosial. Dasar filsafat Utilitarianisme Jhering adalah
pengakuan tujuan sebagai prinsip umum dunia yang meliputi baik ciptaan-
ciptaan yang tidak bernyawa maupun yang bernyawa. Bagi Jhering tujuan
hukum adalah melindungi kepentingan-kepentingan yakni kesenangan dan
menghindari penderitaan, namun kepentingan individu dijadikan bagian dari
tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan
kepentingan-kepentingan orang lain. Dengan disatukannya kepentingan-
kepentingan untuk tujuan yang sama maka terbentuklah masyarakat, negara
yang merupakan hasil dari penyatuan kepentingan-kepentingan untuk tujuan
yang sama itu. Menurut Jhering ada empat kepentingan-kepentingan
masyarakat yang menjadi sasaran dalam hukum baik yang egoistis adalah
pahala dan manfaat yang biasanya didominasi motif-motif ekonomi.
Sedangkan yang bersifat moralistis adalah kewajiban dan cinta. Hukum
bertugas menata secara imbang dan serasi antara kepentingan-kepentingan
tersebut.5
Keseluruhan keinginan-keinginan tersebut oleh Jhering dibagi ke
dalam tiga kategori, sebagai berikut :
4
Soejono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1988), hlm.
40
5
Rahman Amin dalam http//rahmanamin1984.blogspot.coid/2014/03/filsafat-hukum-aliran-
Utilitarianisme.html, diakses 27 Januri 2018.
1. Di luar hukum (hanya milik alam) yang diberikan kepada manusia oleh alam
dengan atau tanpa usaha manusia (yakni hasil bumi)
2. Hukum campuran, yakni syarat-syarat kehidupan khusus untuk manusia.
Dalam kategori ini, kempat syarat-syarat pokok kehidupan sosial yakni
perlindungan kehidupan, perkembangan kehidupan, pekerjaan, dan
perdagangan. Ini merupakan aspek-aspek khusus dari kehidupan sosial,
tetapi tidak tergantung dari paksaan hukum;
3. Sebaliknya, syarat-syarat hukum yang murni adalah yang seluruhnya
tergantung dari perintah hukum, seperti perintah untuk membayar utang atau
pajak. Di lain pihak, tidak ada undang-undang yang diperlukan untuk hal-
hal seperti makan dan minum, atau pembiakan jenis-jenis makhluk.6
Di dalam positivisme hukum dinyatakan bahwa hukum adalah perintah dari
penguasa, dalam arti perintah dari mereka yang memegang kekuasaan atau yang
memegang kedaulatan, dimana dibebankan untuk mengatur makhluk. Adapun
aliran ini sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum yaitu menciptakan
ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak. Ini berarti hukum merupakan
cerminan perintah penguasa juga.
Jika penalaran utilitarianisme dituangkan dalam putusan hakim, maka
putusan tersebut tidak sekedar mengacu pada kepastian semata, melainkan juga
kemanfaatan bagi pihak-pihak terkait dalam arti luas. Secara teoritis, kepastiandan
kemanfaatan tidak berada pada posisi sederajat. Idealnya putusan hakim yang telah
diberi muatan kemanfaatan ini adalah masukan bagi para pembentuk hukum di
lembaga legislatif. Utilitarianisme mensyaratkan adanya kerjasama yang baik
antara lembaga peradilan dan lembaga legislatif. Sekalipun demikian bayangan
ideal ini menjadi utopia karena utilitarianisme kerap membuat hakim diantara dua
sisi aksiologis yang berbeda.7
6
Ibid, hlm. 162
7
Shidarta, Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum, (Yogyakarta : Genta, Bantul, 2013), hlm.
205
B. Pemikiran dari Aliran Sociological Jurisprudence
Sociological Jurisprudence merupakan salah satu aliran dalam filsafat
hukum. Aliran ini memandang bahwa hukum yang baik haruslah hukum yang
sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran Sociological
Jurisprudence dengan tegas memisahkan antara hukum positif (the positive
law) dengan hukum yang hidup (the living law).
Tokoh utama di balik mazhab sociological jurisprudence adalah Eugen
Ehrlich (1826-1922) dan Roscoe Pound(1870-1964). Dan pendasar aliran ini, antara
lain: Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin Cardozo, Kontorowics, Gurvitch dan
lain-lain. Aliran ini berkembang di Amerika, pada intinya aliran ini hendak
mengatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum
yang hidup dalam masyarakat. Kata “sesuai” diartikan sebagai hukum yang
mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.
Aliran Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran
filsafat hukum menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat.
Menurut aliran ini : “ Hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum
yang hidup di antara masyarakat”.
Menurut Lilirasjidi, Sociological Yurisprudence menggunakan pendekatan
hukum kemasyarakatan, sementara sosiologi hukum menggunakan pendekatan dari
masyarakat ke hukum. Menurut Sociological Yurisprudence hukum yang baik
haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam msyarakat. Aliran ini
memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat (living law). Aliran ini timbul sebagai akibat dari proses dialektika
antara (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah.8
Roscoe Pound, hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga
kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan
adalah tugas ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka dengan mana
kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal. Pound juga
menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action), yang
8
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Kanisius, 1993), hlm. 30
dibedakan dengan hukum yang tertulis (law in the books). Pembedaan ini dapat
diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif, maupun hukum
ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai
dengan pola-pola perikelakuan.
Eugen Ehrlich, Penulis yang pertama kali menyandang sosiolog hukum
(Grundlegung der Soziologie des Recht, 1912). Menurut Ehrlich pusat gaya tarik
perkembangan hukum tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu
hukum, tetapi di dalam masyarakat sendiri. Ajaran berpokok pada pembedaan
antara hukum positif dengan hukum yang hidup, atau dengan kata lain pembedaan
antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Hukum positif
hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum.
Berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat.
Dijelaskan oleh Roscoe Pound dalam kata pengantar pada buku Gurvitch yang
berjudul Sosiologi hukum, perbedaan diantara keduanya ialah Sociological
Jurisprudence itu merupakan suatu madzab/aliran dalam filsafat hukum yang
mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, sedangkan
Sosiologi Hukum adalah cabang sosiologi mempelajari hukum sebagai gejala
sosial.
Sosiologi hukum sebagai cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh
masyarakat kepada hukum dan dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam
masyarakat dapat mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh
sebaliknya, yaitu pengaruh hukum terhadap masyarakat. 9
Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law
as a tool of social engineering and social controle) yang bertujuan menciptakan
harmoni dan keserasian agar secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan
kepentingan manusia dalam masyarakat. Keadilan adalah lambang usaha
penyerasian yang harmonis dan tidak memihak dalam mengupayakan kepentingan
9
Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, (Jakarta : Iblam, 2006 ), hlm. 52
anggota masyarakat yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang ideal itu
diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara.
Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the
positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Aliran ini timbul dari
proses dialektika antara (tesis) Positivisme Hukum (antitesis) dan Mazhab Sejarah.
Sebagaimana diketahui, Positivisme Hukum memandang tiada hukum kecuali
perintah yang diberikan penguasa (law is a command of law givers), sebaliknya
Mazhab Sejarah menyatakan hukum timbul dan berkembang bersama dengan
masyarakat.
Aliran pertama mementingkan akal, sementara aliran yang kedua lebih
mementingkan pengalaman, dan Sociological Jurisprudence menganggap keduanya
sama pentingnya. Aliran sociological jurisprudence ini memiliki pengaruh yang
sangat luas dalam pembangunan hukum Indonesia. Singkatnya yaitu, aliran hukum
yang konsepnya bahwa hukum yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup
dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun tidak tertulis.
Misalnya dalam hukum yang tertulis jelas dicontohkan Undang- Undang
sebagai hukum tertulis, sedangkan yang dimaksudkan hukum tidak tertulis disini
adalah hukum adat yang dimana hukum ini adalah semulanya hanya sebagai
kebiasaan yang lama kelamaan menjadi suatu hukum yang berlaku dalam adat
tersebut tanpa tertulis. Dalam masyarakat yang mengenal hukum tidak tertulis serta
berada dalam masa pergolakan dan peralihan, Hakim merupakan perumus dan
penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu Hakim
harus terjun ditengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu
menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Ehrlich mengatakan bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah
terletak pada badan-badan legislatif, keputusan- keputusan badan yudikatif atau
ilmu hukum, akan tetapi justru terletak dalam masyaratak itu sendiri.10
Tata tertib
dalam masyarakat didasarkan pada peraturan-peraturan yang dipaksakan oleh
10
Ibid, hlm. 57
negara. Sementara itu Rescoe Pound berpendapat, bahwa hukum harus dilihat atau
dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas dari ilmu hukum untuk
memperkembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial
dapat terpenuhi secara maksimal.
Pound menganjurkan untuk mempelajari Ilmu Hukum sebagai suatu proses
( law in action), yang dibedakan dengan hukum tertulis ( Law in books). Pembedaan
ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif maupun
hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masaalah apakah hukum yang
ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan. Ajaran-ajaran tersebut dapat
diperluas lagi sehingga juga mencakup masalah-masalah keputusan-keputusan
pengadilan serta pelaksanaannya, dan juga antara isi suatu peraturan dengan efek-
efeknya yang nyata.11
C. Pemikiran dari Aliran Realisme Hukum
Secara umum realisme ini dapat diartikan sebagai upaya melihat segala
sesuatu sebagaimana adanya tanpa idealisasi, sepakulasi, atau idolisasi. Ia berupaya
untuk menerima fakta-fakta apa adanya betapapun tidak menyenangkan. Dengan
demikian, apabila dikaitkan dengan konsteks hukum, realisme itu bermakna sebagai
pandagan yang mencoba melihat hukum sebagaimana adanya tanpa idealiasi dan
spekulasi atas hukum yang bekerja dan yang berlaku. Pandangan yang
mengusahakan menerima fakta-fakta apa adanya mengenai hukum.
Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell
Holmes (1841-1935), Jerome Frank (1889-1957) dan Karl Llewellyn (1893-1962).
Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada suatu konsepsi radikal
mengenai proses peradilan. Menurut mereka hukum itu lebih layak disebut sebagai
pembuat hukum daripada menemukanya. Hakim harus selalu melakukan pilihan,
11Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, (Terj.) Muhammad radjab, (Jakarta : Bhratara, 1996),
hlm. 20-22
12
asas mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan dimenangkan. Aliran
realis selalu menekankan pada hakikat manussiawi dari tindakan tersebut
Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain: hukum adalah alat untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung
hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan oleh pengadilan.
Awal mula Realisme dari gerakan critical legal studies, yang semula
merupakan keluh kesah dari beberapa pemikir hukum di Amerika Serikat yang
kritis, tanpa disangka ternyata begitu cepat gerakan ini menemukan jati dirinya dan
telah menjadi suatu aliran tersendiri dalam teori dan filsafat hukum. Dan ternyata
pula bahwa gerakan ini berkembang begitu cepat ke berbagai negara dengan
kritikan dan buah pikirnya yang cukup segar dan elegan.
Hubungan antara aliran realisme hukurn dan aliran sosiologi hukum ini
sangat unik. Di satu pihak, beberapa fondasi dari aliran sosiologi hukum
mempunyai kemiripan atau overlapping, tetapi di lain pihak dalam beberapa hal,
kedua aliran tersebut justru saling berseberangan. Roscoe Pound, yang merupakan
penganut aliran sociological jurisprudence, merupakan, salah satu pengritik
terhadap aiiran realisme hukum. Akan tetapi, yang jelas, sesuai dengan namanya,
aliran realisme hukum lebih aktual dan memiliki program-program yang lebih nyata
dibandingkan dengan aliran sociological jurisprudence (hukum yang baik haruslah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini
secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan
hukum yang hidup (the living law).
Dalam pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-
kekuatan sosial dan control social. Beberapa cirri realisme yang terpenting
diantaranya adalah Tidak ada mazhab realis; realisme adalah gerakan dari
pemikiran dan kerja tangan hukum. Dan Realisme adalah konsepsi hukum yang
12
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Kanisius, 1995), hlm. 72
terus berubah dan alat untuk tujuan-tujuan social, sehingga tiap bagian harus diuji
tujuan dan akibatnya.
Paham realisme hukum memandang hukum sebagaimana seorang advokat
memandang hukum. Bagi seorang advokat, yang terpenting dalam memandang
hukum adalah bagaimana. memprediksikan hasil dari suatu proses hukum dan
bagaimana masa depan dari kaidah hukum tersebut. Karena itu, agar dapat
memprediksikan secara akurat atas hasil dari suatu putusan hukum, seorang advokat
haruslah juga mempertimbangkan putusan-putusan hukum pada masa lalu untuk
kemudian memprediksi putusan pada masa yang akan datang.
Seperti telah dijelaskan bahwa aliran realisme hukum ini oleh para
pelopornya sendiri lebih suka dianggap sebagai hanya sebuah gerakan sehingga
merekamenyebutnya sebagai “gerakan” realisme hukum (legal realism movement).
Nama populer untuk aliran tersebut memang “realisme hukum” (legal realism)
meskipun terhadap aliran ini pernah juga diajukan nama lain seperti: Functional
Jurisprudence. Experimental Jurisprudence. Legal Pragmatism. Legal
Observationism. Legal Actualism. Legal Modesty Legal Discriptionism. Scientific
Jurisprudence. Constructive Scepticism. Sebenranya realime sebagaisuatu gerakan
dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu Realisme Amerika dan Realisme
Skandinavia. Menurut Friedmann, persamaan Realisme Skandinavia dengan
Realisme Amerika adalah semata-mata verbal.13
13
Ibid, hlm. 75
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam aliran Utilitarianisme tokoh yang terkenal adalah Jeremy Bentham
(1748-1832) dapat di anggap sebagai salah seorang tokoh yang terkemuka dari
aliran ini. Bentham adalah seorang ahli filsafat hukum yang sangat menekankan
pada apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem hukum. Dalam teori tentang
hukum, Bentham mempergunakan salah satu prinsip dari aliran utilitarianism,
bahwa manusia bertindah untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi
penderitaan.
Menurut Bentham, tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan
kebahagiaan terbesar kepada sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Jadi,
konsepnya meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Ukurannya
adalah kebahagian yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya orang.
Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum ini sangat tergantung apakah hukum
mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak. Kemanfaatan diartikan
sama sebagai kebahagiaan (happiness).
Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah Rudolf von Jhering.
Jhering juga mengembangkan aspek-aspek dari Positivisme John Austin dan
mengembangkannya dengan prinsip-prinsip Utilitarianisme yang diletakan oleh
Bentham hal tersebut memberi sumbangan penting untuk menjelaskan ciri khas
hukum sebagai suatu bentuk kemauan. Jhering mulai mengembangkan filsafat
hukumnya dengan melakukan studi yang mendalam tentang jiwa hukum Romawi
yang membuatnya sangat menyadari betapa perlunya hukum mengabdi tujuan-
tujuan sosial. Dasar filsafat Utilitarianisme Jhering adalah pengakuan tujuan
sebagai prinsip umum dunia yang meliputi baik ciptaan-ciptaan yang tidak
bernyawa maupun yang bernyawa. Bagi Jhering tujuan hukum adalah melindungi
kepentingan-kepentingan yakni kesenangan dan menghindari penderitaan, namun
kepentingan individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan
tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain.
Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat
hukum menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut
aliran ini hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup
di antara masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif
dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Roscoe Pound
(1870-1964) merupakan salah satu eksponen dari aliran ini. Dalam bukunya An
introduction to the philosophy of law, Pound menegaskan bahwa hukum itu
bertugas untuk memenuhi kehendak masyarakat yang menginginkan keamanan
yang menurut pengertian yang paling rendah dinyatakan sebagai tujuan ketertiban
hukum.
Sedangkan aliran Realisme hukum muncul karena adanya keputusasaan
yang dirasakan oleh masyarakat atas ketidakmampuan hukum yang ada untuk
menjawab segala rasa keadilan yang diperlukan oleh masyarakat. Banyaknya
disparitas putusan serta tumpulnya hukum yang tidak mampu menjangkau orang
yang memiliki harta melimpah menyebabkan masyarakat menolak adanya hukum
secara formil yang menggeneralisirkan setiap kasus yang ada. Realisme hukum
menolak adanya preseden dan hal ini adalah pemikiran yang wajar karena disertai
dengan alasan-alasan yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Berry David. Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. 2003.
Besardalama http://business-law.binus.ac.id/2016/06/30/ utilitarianisme- dan-
tujuan-perkembangan-hukum-multimedia-di-indonesia, diakses 27 Januari
2018
Muhammad Syukri dkk. Hukum Dalam Pendekatan Filsafat. Jakarta : Kencana.
2016.
Muchsin. Ikhtisar Filsafat Hukum. Jakarta : Iblam. 2006.
Rahman Amin dalam http//rahmanamin1984.blogspot.coid/2014/03/filsafat-
hukum-aliran-Utilitarianisme.html. diakses 27 Januri 2018.
Roscoe Pound. Pengantar Filsafat Hukum. Terj. Muhammad Radjab. Jakarta :
Bhratara. 1996.
Shidarta. Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum. Yogyakarta : Genta, Bantul.
2013.
Soejono Soekanto. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. 1988
Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta : Kanisius.
1993.
Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta : Kanisius.
1995.

More Related Content

Similar to Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat.docx

Perlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan hamPerlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan ham
Triany Syafrilia
 
Tujuan, nilai dasar dan fungsi hukum
Tujuan, nilai dasar dan fungsi hukumTujuan, nilai dasar dan fungsi hukum
Tujuan, nilai dasar dan fungsi hukum
Kau Hatiku
 
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
norma 28
 

Similar to Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat.docx (20)

Pejnegakan HAM di Indonesia
Pejnegakan HAM di Indonesia Pejnegakan HAM di Indonesia
Pejnegakan HAM di Indonesia
 
Hak Asasi Manusia
Hak Asasi ManusiaHak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia
 
Perlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan hamPerlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan ham
 
Tema : POLTRANAS
Tema : POLTRANASTema : POLTRANAS
Tema : POLTRANAS
 
Teori keadilan perspektif filsafat hukum islam
Teori keadilan perspektif filsafat hukum islamTeori keadilan perspektif filsafat hukum islam
Teori keadilan perspektif filsafat hukum islam
 
Materi kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptx
Materi kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptxMateri kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptx
Materi kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptx
 
ASPEK - ASPEK PERSOALAN FILSAFAT HUKUM.pdf
ASPEK - ASPEK PERSOALAN FILSAFAT HUKUM.pdfASPEK - ASPEK PERSOALAN FILSAFAT HUKUM.pdf
ASPEK - ASPEK PERSOALAN FILSAFAT HUKUM.pdf
 
Ujian tengah semester filhum
Ujian tengah semester filhumUjian tengah semester filhum
Ujian tengah semester filhum
 
HUKUM DAN HAM
HUKUM DAN HAMHUKUM DAN HAM
HUKUM DAN HAM
 
Sistem Hukum Di Indonesia
Sistem Hukum Di IndonesiaSistem Hukum Di Indonesia
Sistem Hukum Di Indonesia
 
TUGAS TIK5 AGSHA
TUGAS TIK5 AGSHATUGAS TIK5 AGSHA
TUGAS TIK5 AGSHA
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
 
Adil
AdilAdil
Adil
 
Tugas 5 annisa nurul jannah
Tugas 5 annisa nurul jannahTugas 5 annisa nurul jannah
Tugas 5 annisa nurul jannah
 
Tujuan, nilai dasar dan fungsi hukum
Tujuan, nilai dasar dan fungsi hukumTujuan, nilai dasar dan fungsi hukum
Tujuan, nilai dasar dan fungsi hukum
 
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
 
MAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docx
MAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docxMAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docx
MAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docx
 
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
 
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukumPengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
 
Pentingnya Perlindungan Hukum
Pentingnya Perlindungan HukumPentingnya Perlindungan Hukum
Pentingnya Perlindungan Hukum
 

Recently uploaded

perwalian IKLIM SEKOLAH AMAN Mencegah Intoleransi.pptx
perwalian IKLIM SEKOLAH AMAN Mencegah Intoleransi.pptxperwalian IKLIM SEKOLAH AMAN Mencegah Intoleransi.pptx
perwalian IKLIM SEKOLAH AMAN Mencegah Intoleransi.pptx
Mas PauLs
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsur
DoddiKELAS7A
 
AKSI NYATA DISIPLIN POSITIF MEMBUAT KEYAKINAN KELAS_11zon.pptx
AKSI NYATA DISIPLIN POSITIF MEMBUAT KEYAKINAN KELAS_11zon.pptxAKSI NYATA DISIPLIN POSITIF MEMBUAT KEYAKINAN KELAS_11zon.pptx
AKSI NYATA DISIPLIN POSITIF MEMBUAT KEYAKINAN KELAS_11zon.pptx
cupulin
 
ATP MM FASE E MATEMATIKA KELAS X KURIKULUM MERDEKA
ATP MM FASE E MATEMATIKA KELAS X KURIKULUM MERDEKAATP MM FASE E MATEMATIKA KELAS X KURIKULUM MERDEKA
ATP MM FASE E MATEMATIKA KELAS X KURIKULUM MERDEKA
VeonaHartanti
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
DewiUmbar
 
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdfSurat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
EirinELS
 

Recently uploaded (20)

ASPEK KIMIA TUBUH dalam ilmu kesehatan dan kebidanan
ASPEK KIMIA TUBUH dalam ilmu kesehatan dan kebidananASPEK KIMIA TUBUH dalam ilmu kesehatan dan kebidanan
ASPEK KIMIA TUBUH dalam ilmu kesehatan dan kebidanan
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
perwalian IKLIM SEKOLAH AMAN Mencegah Intoleransi.pptx
perwalian IKLIM SEKOLAH AMAN Mencegah Intoleransi.pptxperwalian IKLIM SEKOLAH AMAN Mencegah Intoleransi.pptx
perwalian IKLIM SEKOLAH AMAN Mencegah Intoleransi.pptx
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsur
 
PPT - Mapel Wawasan Kebangsaan Latsar CPNS
PPT - Mapel Wawasan Kebangsaan Latsar CPNSPPT - Mapel Wawasan Kebangsaan Latsar CPNS
PPT - Mapel Wawasan Kebangsaan Latsar CPNS
 
AKSI NYATA DISIPLIN POSITIF MEMBUAT KEYAKINAN KELAS_11zon.pptx
AKSI NYATA DISIPLIN POSITIF MEMBUAT KEYAKINAN KELAS_11zon.pptxAKSI NYATA DISIPLIN POSITIF MEMBUAT KEYAKINAN KELAS_11zon.pptx
AKSI NYATA DISIPLIN POSITIF MEMBUAT KEYAKINAN KELAS_11zon.pptx
 
Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...
Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...
Aksi Nyata PMM - Merancang Pembelajaran berdasarkan Perkembangan Peserta Didi...
 
FARMASI SOSIAL - Pengantar Farmasi Sosial
FARMASI SOSIAL - Pengantar Farmasi SosialFARMASI SOSIAL - Pengantar Farmasi Sosial
FARMASI SOSIAL - Pengantar Farmasi Sosial
 
ATP MM FASE E MATEMATIKA KELAS X KURIKULUM MERDEKA
ATP MM FASE E MATEMATIKA KELAS X KURIKULUM MERDEKAATP MM FASE E MATEMATIKA KELAS X KURIKULUM MERDEKA
ATP MM FASE E MATEMATIKA KELAS X KURIKULUM MERDEKA
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
 
Kegiatan Komunitas Belajar dalam sekolah .pptx
Kegiatan Komunitas Belajar dalam sekolah .pptxKegiatan Komunitas Belajar dalam sekolah .pptx
Kegiatan Komunitas Belajar dalam sekolah .pptx
 
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdfSurat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
 
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docxcontoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
 
Dokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docx
Dokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docxDokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docx
Dokumentasi Penilaian Kinerja-Disiplin Positif-Aprilia.docx
 
Modul 5 Simetri (simetri lipat, simetri putar)
Modul 5 Simetri (simetri lipat, simetri putar)Modul 5 Simetri (simetri lipat, simetri putar)
Modul 5 Simetri (simetri lipat, simetri putar)
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
 
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
 
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup bP5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
P5 Gaya Hidup berkelanjutan gaya hidup b
 

Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat.docx

  • 1. DASAR-DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT Makalah Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat Disusun oleh : Muhammad Ikrom : 2132051 Muhammad Nurdin, M.S.I Dosen Pengampu PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM IAIN SAS BANGKA BELITUNG T.A. 2022/2023
  • 2. KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
  • 3. DAFTAR ISI COVER ....................................................................................................................i KATA PENGANTAR........................................................................................... ii DAFTAR ISI......................................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................................4 B. Rumusan Masalah ..............................................................................................5 C. Tujuan Masalah ..................................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN A. Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat Secara Filosofis.....................................6 B. Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat Secara Yuridis .....................................11 C. Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat Secara Sosiologis ................................14 BAB III PENUTUPAN A. Kesimpulan........................................................................................................17 B. Daftar Pustaka ...................................................................................................19
  • 4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat adalah hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia, yang mengandung unsur agama. Hukum adat merupakan salah satu bentuk hukum yang masih eksis/ada dalam kehidupan masyarakat hukum adat di Indonesia. Perlu kita ketahui pula bahwa Hukum Adat merupakan salah satu bentuk hukum yang berlaku dalam kehidupan dan budaya hukum masyarakat Indonesia yang masih berlaku sampai dengan saat ini. Eksistensi hukum adat dapat kita lihat hingga saat ini melalui adanya peradilan-peradilan adat serta perangkat-perangkat hukum adat yang masih dipertahankan oleh masyarakat hukum adat di Indonesia untuk menyelesaikan berbagai sengketa dan delik yang tidak dapat ditangani oleh lembaga kepolisian, pengadilan, serta lembaga pemasyarakatan. Hukum adat tetap dipertahankan hingga saat ini oleh masyarakat hukum adat sebab mereka percaya bahwa putusan yang dikeluarkan melalui peradilan adat terhadap suatu delik yang diadili melaluinya dapat memberikan kepuasan akan rasa keadilan, serta kembalinya keseimbangan dalam kehidupan masyarakat adat atas kegoncangan spiritual yang terjadi atas berlakunya delik adat tersebut.
  • 5. BAB II PEMBAHASAN A. Pemikiran dari Aliran Utilitarianism Utilitarianisme juga sering disebut Utilisme. Utilitarianisme adalah aliran hukum yang menempatkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan yang dimaksud dalam aliran ini adalah kebahagiaan (happiness). Utilitarianisme memandang baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum bergantung pada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan tersebut diupayakan agar dapat dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat (the greatest happiness for the greatest number of people). Jeremy Bentham (1748-1832) dapat di anggap sebagai salah seorang tokoh yang terkemuka dari aliran ini. Bentham adalah seorang ahli filsafat hukum yang sangat menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem hukum. Dalam teori tentang hukum, Bentham mempergunakan salah satu prinsip dari aliran utilitarianism, bahwa manusia bertindah untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Tokoh lain dari aliran ini adalah Rudolph Von Lhering (1818-1892) yang ajarannya biasanya disebut sebagai social utilitarianism. Von lhering menganggap bahwa hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya.Dia menganggap hukum sebagai sarana untuk mengendalikan individu, agar tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat dimana mereka menjadi wargannya.Bagi lhering, hukum juga merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk melakukan perubahan perubahan sosial. Ajaran ajaran lhering banyak memperngaruhi jalan pikiran para sarjana sosiologi hukum Amerika, antara lain Roscoe Pound.1 1 Berry David, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 24
  • 6. Menurut Bentham, tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan terbesar kepada sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Jadi, konsepnya meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Ukurannya adalah kebahagian yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum ini sangat tergantung apakah hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak. Kemanfaatan diartikan sama sebagai kebahagiaan (happiness). Jeremy Bentham dilahirkan di London tahun 1748. Ia hidup selama masa perubahan sosial, politik dan ekonomi yang masif, juga mengikuti terjadinya revolusi di Perancis dan Amerika yang membuat Bentham bangkit dengan teorinya. Ia banyak diilhami oleh David Hume dengan ajarannya bahwa sesuatu yang berguna akan memberikan kebahagiaan. Menurut Bentham hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Prinsip-prinsip dasar ajaran Bentham dapat dijelaskan sebagai berikut. Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu, barulah kepada orang banyak. ”the greatest happiness of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya dari sebanyak- banyaknya orang). Prinsip ini harus diterapkan secara kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama. Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundang-undangan harus mencapai empat tujuan yaitu: 1. to provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup); 2. to Provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan berlimpah); 3. to provide security (untuk memberikan perlindungan); dan 4. to attain equity (untuk mencapai persamaan).2 Undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. Lebih lanjut Bentham berpendapat bahwa keberadaan negara dan hukum semata-mata sebagai 2 Muhammad Syukri dkk, Hukum Dalam Pendekatan Filsafat, (Jakarta : Kencana, 2016), hlm. 160-161
  • 7. alat untuk mencapai manfaat yang hakiki yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat. Ajaran Bentham yang sifat individualis ini tetap memperhatikan kepentingan masyarakat, agar kepentingan idividu yang satu dengan individu yang lain tidak bertabrakan maka harus dibatasi tidak terjadi homo homini lupus. Menurut Bentham agar tiap-tiap individu memiliki sikap simpati kepada individu lainnya sehingga akan tercipta kebahagiaan individu dan kebahagiaan masyarakat akan terwujud. Bentham menyebutkan“The aim of law is the greatest happines for the greatest number” 3 Beberapa pemikiran penting Bentham juga dapat ditunjukkan, seperti: 1. Hedonisme kuantitatif yakni paham yang dianut orang-orang yang mencari kesenangan semata-mata secara kuantitatif. Kesenangan bersifat jasmaniah dan berdasarkan penginderaan. 2. Summun bonum yang bersifat materialistik berarti bahwa kesenangan- kesenangan bersifat fisik dan tidak mengakui kesenangan spritual dan menganggapnya sebagai kesenangan palsu. 3. Kalkulus hedonistik (hedonistik calculus) bahwa kesenangan dapat diukur atau dinilai dengan tujuan untuk mempermudah pilihan yang tepat antara kesenangan-kesenangan yang saling bersaing. Seseorang dapat memilih kesenangan dengan jalan menggunakan kalkulus hedonistik sebagai dasar keputusannya. Adapun kriteria kalkulus yakni: intensitas dan tingkat kekuatan kesenangan, lamanya berjalan kesenangan itu, kepastian dan ketidakpastian yang merupakanjaminan kesenangan, keakraban dan jauh dekatnya kesenangan dengan waktu,kemungkinan kesenangan akan mengakibatkan adanya kesenangan tambahan berikutnya kemurnian tentang tidak adanya unsur-unsur yang menyakitkan, dan kemungkinan berbagi kesenangan dengan orang lain. Untuk itu ada sanksi yang harus dan akan diterapkan untuk menjamin agar orang tidak melampaui batas dalam mencapai 3 http://business-law.binus.ac.id/2016/06/30 utilitarianisme-dan-tujuan-perkembangan-hukum- multimedia-di-indonesia, diakses 27 Januari 2018
  • 8. kesenangan yaitu: sanksi fisik, sanksi politik, sanksi moral atau sanksi umum, dan sanksi agama atau sanksi kerohanian.4 Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah Rudolf vonJhering. Jhering juga mengembangkan aspek-aspek dari Positivisme John Austin dan mengembangkannya dengan prinsip-prinsip Utilitarianisme yang diletakan oleh Bentham hal tersebut memberi sumbangan penting untuk menjelaskan ciri khas hukum sebagai suatu bentuk kemauan. Jhering mulai mengembangkan filsafat hukumnya dengan melakukan studi yang mendalam tentang jiwa hukum Romawi yang membuatnya sangat menyadari betapa perlunya hukum mengabdi tujuan-tujuan sosial. Dasar filsafat Utilitarianisme Jhering adalah pengakuan tujuan sebagai prinsip umum dunia yang meliputi baik ciptaan- ciptaan yang tidak bernyawa maupun yang bernyawa. Bagi Jhering tujuan hukum adalah melindungi kepentingan-kepentingan yakni kesenangan dan menghindari penderitaan, namun kepentingan individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain. Dengan disatukannya kepentingan- kepentingan untuk tujuan yang sama maka terbentuklah masyarakat, negara yang merupakan hasil dari penyatuan kepentingan-kepentingan untuk tujuan yang sama itu. Menurut Jhering ada empat kepentingan-kepentingan masyarakat yang menjadi sasaran dalam hukum baik yang egoistis adalah pahala dan manfaat yang biasanya didominasi motif-motif ekonomi. Sedangkan yang bersifat moralistis adalah kewajiban dan cinta. Hukum bertugas menata secara imbang dan serasi antara kepentingan-kepentingan tersebut.5 Keseluruhan keinginan-keinginan tersebut oleh Jhering dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut : 4 Soejono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1988), hlm. 40 5 Rahman Amin dalam http//rahmanamin1984.blogspot.coid/2014/03/filsafat-hukum-aliran- Utilitarianisme.html, diakses 27 Januri 2018.
  • 9. 1. Di luar hukum (hanya milik alam) yang diberikan kepada manusia oleh alam dengan atau tanpa usaha manusia (yakni hasil bumi) 2. Hukum campuran, yakni syarat-syarat kehidupan khusus untuk manusia. Dalam kategori ini, kempat syarat-syarat pokok kehidupan sosial yakni perlindungan kehidupan, perkembangan kehidupan, pekerjaan, dan perdagangan. Ini merupakan aspek-aspek khusus dari kehidupan sosial, tetapi tidak tergantung dari paksaan hukum; 3. Sebaliknya, syarat-syarat hukum yang murni adalah yang seluruhnya tergantung dari perintah hukum, seperti perintah untuk membayar utang atau pajak. Di lain pihak, tidak ada undang-undang yang diperlukan untuk hal- hal seperti makan dan minum, atau pembiakan jenis-jenis makhluk.6 Di dalam positivisme hukum dinyatakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa, dalam arti perintah dari mereka yang memegang kekuasaan atau yang memegang kedaulatan, dimana dibebankan untuk mengatur makhluk. Adapun aliran ini sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum yaitu menciptakan ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan manfaat yang sebesar- besarnya kepada jumlah orang yang terbanyak. Ini berarti hukum merupakan cerminan perintah penguasa juga. Jika penalaran utilitarianisme dituangkan dalam putusan hakim, maka putusan tersebut tidak sekedar mengacu pada kepastian semata, melainkan juga kemanfaatan bagi pihak-pihak terkait dalam arti luas. Secara teoritis, kepastiandan kemanfaatan tidak berada pada posisi sederajat. Idealnya putusan hakim yang telah diberi muatan kemanfaatan ini adalah masukan bagi para pembentuk hukum di lembaga legislatif. Utilitarianisme mensyaratkan adanya kerjasama yang baik antara lembaga peradilan dan lembaga legislatif. Sekalipun demikian bayangan ideal ini menjadi utopia karena utilitarianisme kerap membuat hakim diantara dua sisi aksiologis yang berbeda.7 6 Ibid, hlm. 162 7 Shidarta, Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum, (Yogyakarta : Genta, Bantul, 2013), hlm. 205
  • 10. B. Pemikiran dari Aliran Sociological Jurisprudence Sociological Jurisprudence merupakan salah satu aliran dalam filsafat hukum. Aliran ini memandang bahwa hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran Sociological Jurisprudence dengan tegas memisahkan antara hukum positif (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Tokoh utama di balik mazhab sociological jurisprudence adalah Eugen Ehrlich (1826-1922) dan Roscoe Pound(1870-1964). Dan pendasar aliran ini, antara lain: Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin Cardozo, Kontorowics, Gurvitch dan lain-lain. Aliran ini berkembang di Amerika, pada intinya aliran ini hendak mengatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Kata “sesuai” diartikan sebagai hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Aliran Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini : “ Hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat”. Menurut Lilirasjidi, Sociological Yurisprudence menggunakan pendekatan hukum kemasyarakatan, sementara sosiologi hukum menggunakan pendekatan dari masyarakat ke hukum. Menurut Sociological Yurisprudence hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam msyarakat. Aliran ini memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Aliran ini timbul sebagai akibat dari proses dialektika antara (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah.8 Roscoe Pound, hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal. Pound juga menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action), yang 8 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Kanisius, 1993), hlm. 30
  • 11. dibedakan dengan hukum yang tertulis (law in the books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif, maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan. Eugen Ehrlich, Penulis yang pertama kali menyandang sosiolog hukum (Grundlegung der Soziologie des Recht, 1912). Menurut Ehrlich pusat gaya tarik perkembangan hukum tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi di dalam masyarakat sendiri. Ajaran berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup, atau dengan kata lain pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum. Berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat. Dijelaskan oleh Roscoe Pound dalam kata pengantar pada buku Gurvitch yang berjudul Sosiologi hukum, perbedaan diantara keduanya ialah Sociological Jurisprudence itu merupakan suatu madzab/aliran dalam filsafat hukum yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, sedangkan Sosiologi Hukum adalah cabang sosiologi mempelajari hukum sebagai gejala sosial. Sosiologi hukum sebagai cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh hukum terhadap masyarakat. 9 Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law as a tool of social engineering and social controle) yang bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat. Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang harmonis dan tidak memihak dalam mengupayakan kepentingan 9 Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, (Jakarta : Iblam, 2006 ), hlm. 52
  • 12. anggota masyarakat yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang ideal itu diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Aliran ini timbul dari proses dialektika antara (tesis) Positivisme Hukum (antitesis) dan Mazhab Sejarah. Sebagaimana diketahui, Positivisme Hukum memandang tiada hukum kecuali perintah yang diberikan penguasa (law is a command of law givers), sebaliknya Mazhab Sejarah menyatakan hukum timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat. Aliran pertama mementingkan akal, sementara aliran yang kedua lebih mementingkan pengalaman, dan Sociological Jurisprudence menganggap keduanya sama pentingnya. Aliran sociological jurisprudence ini memiliki pengaruh yang sangat luas dalam pembangunan hukum Indonesia. Singkatnya yaitu, aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun tidak tertulis. Misalnya dalam hukum yang tertulis jelas dicontohkan Undang- Undang sebagai hukum tertulis, sedangkan yang dimaksudkan hukum tidak tertulis disini adalah hukum adat yang dimana hukum ini adalah semulanya hanya sebagai kebiasaan yang lama kelamaan menjadi suatu hukum yang berlaku dalam adat tersebut tanpa tertulis. Dalam masyarakat yang mengenal hukum tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu Hakim harus terjun ditengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Ehrlich mengatakan bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan- keputusan badan yudikatif atau ilmu hukum, akan tetapi justru terletak dalam masyaratak itu sendiri.10 Tata tertib dalam masyarakat didasarkan pada peraturan-peraturan yang dipaksakan oleh 10 Ibid, hlm. 57
  • 13. negara. Sementara itu Rescoe Pound berpendapat, bahwa hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas dari ilmu hukum untuk memperkembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal. Pound menganjurkan untuk mempelajari Ilmu Hukum sebagai suatu proses ( law in action), yang dibedakan dengan hukum tertulis ( Law in books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masaalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan. Ajaran-ajaran tersebut dapat diperluas lagi sehingga juga mencakup masalah-masalah keputusan-keputusan pengadilan serta pelaksanaannya, dan juga antara isi suatu peraturan dengan efek- efeknya yang nyata.11 C. Pemikiran dari Aliran Realisme Hukum Secara umum realisme ini dapat diartikan sebagai upaya melihat segala sesuatu sebagaimana adanya tanpa idealisasi, sepakulasi, atau idolisasi. Ia berupaya untuk menerima fakta-fakta apa adanya betapapun tidak menyenangkan. Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan konsteks hukum, realisme itu bermakna sebagai pandagan yang mencoba melihat hukum sebagaimana adanya tanpa idealiasi dan spekulasi atas hukum yang bekerja dan yang berlaku. Pandangan yang mengusahakan menerima fakta-fakta apa adanya mengenai hukum. Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell Holmes (1841-1935), Jerome Frank (1889-1957) dan Karl Llewellyn (1893-1962). Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada suatu konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut mereka hukum itu lebih layak disebut sebagai pembuat hukum daripada menemukanya. Hakim harus selalu melakukan pilihan, 11Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, (Terj.) Muhammad radjab, (Jakarta : Bhratara, 1996), hlm. 20-22
  • 14. 12 asas mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan dimenangkan. Aliran realis selalu menekankan pada hakikat manussiawi dari tindakan tersebut Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain: hukum adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan oleh pengadilan. Awal mula Realisme dari gerakan critical legal studies, yang semula merupakan keluh kesah dari beberapa pemikir hukum di Amerika Serikat yang kritis, tanpa disangka ternyata begitu cepat gerakan ini menemukan jati dirinya dan telah menjadi suatu aliran tersendiri dalam teori dan filsafat hukum. Dan ternyata pula bahwa gerakan ini berkembang begitu cepat ke berbagai negara dengan kritikan dan buah pikirnya yang cukup segar dan elegan. Hubungan antara aliran realisme hukurn dan aliran sosiologi hukum ini sangat unik. Di satu pihak, beberapa fondasi dari aliran sosiologi hukum mempunyai kemiripan atau overlapping, tetapi di lain pihak dalam beberapa hal, kedua aliran tersebut justru saling berseberangan. Roscoe Pound, yang merupakan penganut aliran sociological jurisprudence, merupakan, salah satu pengritik terhadap aiiran realisme hukum. Akan tetapi, yang jelas, sesuai dengan namanya, aliran realisme hukum lebih aktual dan memiliki program-program yang lebih nyata dibandingkan dengan aliran sociological jurisprudence (hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Dalam pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan- kekuatan sosial dan control social. Beberapa cirri realisme yang terpenting diantaranya adalah Tidak ada mazhab realis; realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja tangan hukum. Dan Realisme adalah konsepsi hukum yang 12 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Kanisius, 1995), hlm. 72
  • 15. terus berubah dan alat untuk tujuan-tujuan social, sehingga tiap bagian harus diuji tujuan dan akibatnya. Paham realisme hukum memandang hukum sebagaimana seorang advokat memandang hukum. Bagi seorang advokat, yang terpenting dalam memandang hukum adalah bagaimana. memprediksikan hasil dari suatu proses hukum dan bagaimana masa depan dari kaidah hukum tersebut. Karena itu, agar dapat memprediksikan secara akurat atas hasil dari suatu putusan hukum, seorang advokat haruslah juga mempertimbangkan putusan-putusan hukum pada masa lalu untuk kemudian memprediksi putusan pada masa yang akan datang. Seperti telah dijelaskan bahwa aliran realisme hukum ini oleh para pelopornya sendiri lebih suka dianggap sebagai hanya sebuah gerakan sehingga merekamenyebutnya sebagai “gerakan” realisme hukum (legal realism movement). Nama populer untuk aliran tersebut memang “realisme hukum” (legal realism) meskipun terhadap aliran ini pernah juga diajukan nama lain seperti: Functional Jurisprudence. Experimental Jurisprudence. Legal Pragmatism. Legal Observationism. Legal Actualism. Legal Modesty Legal Discriptionism. Scientific Jurisprudence. Constructive Scepticism. Sebenranya realime sebagaisuatu gerakan dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia. Menurut Friedmann, persamaan Realisme Skandinavia dengan Realisme Amerika adalah semata-mata verbal.13 13 Ibid, hlm. 75
  • 16. BAB III PENUTUP Kesimpulan Dalam aliran Utilitarianisme tokoh yang terkenal adalah Jeremy Bentham (1748-1832) dapat di anggap sebagai salah seorang tokoh yang terkemuka dari aliran ini. Bentham adalah seorang ahli filsafat hukum yang sangat menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem hukum. Dalam teori tentang hukum, Bentham mempergunakan salah satu prinsip dari aliran utilitarianism, bahwa manusia bertindah untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Menurut Bentham, tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan terbesar kepada sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Jadi, konsepnya meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Ukurannya adalah kebahagian yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum ini sangat tergantung apakah hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak. Kemanfaatan diartikan sama sebagai kebahagiaan (happiness). Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah Rudolf von Jhering. Jhering juga mengembangkan aspek-aspek dari Positivisme John Austin dan mengembangkannya dengan prinsip-prinsip Utilitarianisme yang diletakan oleh Bentham hal tersebut memberi sumbangan penting untuk menjelaskan ciri khas hukum sebagai suatu bentuk kemauan. Jhering mulai mengembangkan filsafat hukumnya dengan melakukan studi yang mendalam tentang jiwa hukum Romawi yang membuatnya sangat menyadari betapa perlunya hukum mengabdi tujuan- tujuan sosial. Dasar filsafat Utilitarianisme Jhering adalah pengakuan tujuan sebagai prinsip umum dunia yang meliputi baik ciptaan-ciptaan yang tidak bernyawa maupun yang bernyawa. Bagi Jhering tujuan hukum adalah melindungi kepentingan-kepentingan yakni kesenangan dan menghindari penderitaan, namun
  • 17. kepentingan individu dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan menghubungkan tujuan pribadi seseorang dengan kepentingan-kepentingan orang lain. Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Roscoe Pound (1870-1964) merupakan salah satu eksponen dari aliran ini. Dalam bukunya An introduction to the philosophy of law, Pound menegaskan bahwa hukum itu bertugas untuk memenuhi kehendak masyarakat yang menginginkan keamanan yang menurut pengertian yang paling rendah dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum. Sedangkan aliran Realisme hukum muncul karena adanya keputusasaan yang dirasakan oleh masyarakat atas ketidakmampuan hukum yang ada untuk menjawab segala rasa keadilan yang diperlukan oleh masyarakat. Banyaknya disparitas putusan serta tumpulnya hukum yang tidak mampu menjangkau orang yang memiliki harta melimpah menyebabkan masyarakat menolak adanya hukum secara formil yang menggeneralisirkan setiap kasus yang ada. Realisme hukum menolak adanya preseden dan hal ini adalah pemikiran yang wajar karena disertai dengan alasan-alasan yang kuat.
  • 18. DAFTAR PUSTAKA Berry David. Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2003. Besardalama http://business-law.binus.ac.id/2016/06/30/ utilitarianisme- dan- tujuan-perkembangan-hukum-multimedia-di-indonesia, diakses 27 Januari 2018 Muhammad Syukri dkk. Hukum Dalam Pendekatan Filsafat. Jakarta : Kencana. 2016. Muchsin. Ikhtisar Filsafat Hukum. Jakarta : Iblam. 2006. Rahman Amin dalam http//rahmanamin1984.blogspot.coid/2014/03/filsafat- hukum-aliran-Utilitarianisme.html. diakses 27 Januri 2018. Roscoe Pound. Pengantar Filsafat Hukum. Terj. Muhammad Radjab. Jakarta : Bhratara. 1996. Shidarta. Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum. Yogyakarta : Genta, Bantul. 2013. Soejono Soekanto. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 1988 Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta : Kanisius. 1993. Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta : Kanisius. 1995.