SlideShare a Scribd company logo
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai makhluk pribadi, tiap-tiap manusia mempunyai sifat, watak,
kehendak, dan kepentingan masing-masing. Kehendak dan kepentingan
inividu mungkin sejalan atau mungkin berbeda bahkan bertentangan dengan
kehendak dan kepentingan individu lainnya. Pertentangan kepentingan
antarindividu ini mengakibatkan terganggunya pemenuhan kepentingan para
individu itu sendiri.
Perbedaan kepentingan antarindividu tersebut menumbuhkan
kesadaran akan suatu kebutuhan bersama, yaitu kebutuhan agar kepentingan
para individu terjamin dari gangguan individu lainnya. Kebutuhan inilah yang
menjadi cikal-bakal terbentuknya tata kehidupan bersama yang dikenal
dengan tata kehidupan bermasyarakat. Kenyataan tersebut, diperkuat lagi
oleh hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dilahirkan dalam
keadaan tidak berdaya, memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain,
sehingga manusia melakukan berbagai bentuk pola-pola kerjasama yang
menjadi substansi dari tata pergaulan hidup manusia dalam upaya melindungi
dan mewujudkan kepentingan bersama.
Di dalam pergaulan hidup manusia sehari-hari, terdapat berbagai
macam kaidah atau norma yang mengatur peri kehidupannya. Kaidah atau
norma merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah
laku yang diharapkan (Winataputra, 2006:8.4). Berkenaan dengan kaidah-
kaidah atau norma tersebut, kita mengenal berbagai kaidah atau norma yang
meliputi norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma adat, dan
norma hukum. Diantara keempat norma tersebut, norma hukum merupakan
norma yang paling tegas. Norma hukum dapat melahirkan sistem hukum dan
penegakan hukum yang berlaku di masyarakat suatu bangsa dan negara.
Kemampuan memahami materi hukum dan penegakan hukum sangat
penting bagi guru, sebab pendidikan hukum merupakan salah satu komponen
dari Pendidikan Kewarganegaraan. Mengenali norma-norma hukum, aparat
2
penegak hukum, serta penegakan hukum di masyarakat merupakan salah satu
bagian penting yang dijalani setiap individu dalam proses sosialisasinya.
Warga masyarakat yang baik adalah warga yang mampu menjunjung tinggi
dan mentaati norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya.
Dengan demikian, sebagai seorang guru kita harus bisa membelajarkan
materi hukum dan penegakan hukum kepada anak didik, agar anak didik kita
kelak bisa menjadi warga masyarakat yang baik dalam mentaati hukum yang
berlaku.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana pengertian hukum?
2. Bagaimana tujuan hukum?
3. Bagaimana klasifikasi atau penggolongan hukum?
4. Bagaimana fungsi hukum dalam masyarakat?
5. Bagaimana pengertian penegakan hukum?
6. Apa saja lembaga penegak hukum?
7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum?
8. Bagaimana pembelajaran materi hukum dan penegakan hukum?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian hukum.
2. Untuk mengetahui bagaimana tujuan hukum.
3. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi atau penggolongan hukum.
4. Untuk mengetahui bagaimana fungsi hukum dalam masyarakat.
5. Untuk mengetahui bagaimana pengertian penegakan hukum.
6. Untuk mengetahui apa saja lembaga penegak hukum.
7. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum.
3
8. Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran materi hukum dan penegakan
hukum.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hukum
2.2.1 Pengertian Hukum
Menurut Kelsen (1995) hukum adalah suatu tata yang bersifat
memaksa. Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para
individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan-
tindakan paksaan (Winataputra, 2006:8.6).
Hukum adalah keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang
berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan,
dengan tujuan untuk mengadakan suatu yang mengikat bagi sebagian atau
seluruh tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut. Adapun pengertian
hukum menurut para ahli adalah sebagai berikut.
1. Van Kan
Hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa
untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat. Peraturan
dalam menjalankan kehidupan diperlukan untuk melindungi kepentingan
dengan tertib.
2. Utrecht
Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun
larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan
seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh
karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan
tindakan dari pihak pemerintah.
3. Wiryono Kusumo
Hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam masyarakat dan terhadap
pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Sedangkan tujuan dari hukum
adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan ketertiban
dalam masyarakat.
5
4. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, dan juga mencakupi
lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses (processes) yang
mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.
5. Soetandyo Wigjosoebroto
Bahwa tidak ada yang konsep tunggal mengenai apa yang disebut
hukum itu. Karena sebenarnya hukum terdiri dari 3 konsep: hukum sebagai
asas moralitas, hukum sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku pada
waktu dan tempat tertentu, dan yang ketiga, hukum dikonsepkan sebagai
institusi yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan bermasyarakat.
6. Austin
Hukum adalah tiap-tiap undang-undang positif yang ditentukan
secara langsung atau tidak langsung oleh seorang pribadi atau sekelompok
orang yang berwibawa bagi seorang anggota atau anggota-anggota suatu
masyarakat politik yang berdaulat, dimana yang membentuk hukum
adalah yang tertinggi.
7. Hans Kelsen
Hukum adalah sebuah ketentuan sosial yang mengatur perilaku
mutual antar manusia, yaitu sebuah ketentuan tentang serangkaian
peraturan yang mengatur perilaku tertentu manusia dan hal ini berarti
sebuah sistem norma. Jadi hukum itu sendiri adalah ketentuan.
2.2.2 Tujuan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto (1993), norma atau kaidah hukum
bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan bersama. Kedamaian
tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban
(yang bersifat lahiriah) dengan ketenteraman (yang bersifat batiniah).
Tujuan dari hukum adalah mencapai suatu kedamaian di dalam
masyarakat. Kedamaian berarti adanya tingkat keserasian tertentu antara
ketertiban dan ketentraman. Ketertiban diperlukan bagi kepentingan umum,
sehingga merupakan suatu prinsip yang diperlukan, sedangkan ketentraman
6
diperlukan bagi kepentingan pribadi yang mempunyai prinsip kenikmatan.
Apabila ketertiban mencerminkan keterikatan atau disiplin, maka
ketentraman merupakan pencerminan dari kebebasan, sehingga di dalam
kehidupan bersama kedua nilai tersebut berpasangan dan selalu harus
diserasikan, supaya tidak mengganggu masyarakat maupun pribadi-pribadi
yang menjadi bagiannya (Soekanto, 1986:13).
Schuyt memberikan perincian mengenai adanya ketertiban atau
keadaan tertib dengan mengetengahkan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Voorspelbaarheid (dapat diperkirakan)
2. Cooperatie (kerjasama)
3. Controle can geweld (pengendalian kekerasan)
4. Consistentie (berpegang pada asas)
5. Duurzaamheid (langgeng)
6. Stabiliteit (kemantapan)
7. Hierarchie (berjenjang)
8. Comformatie (ketaatan atau kepatuhan)
9. Afwezigheid van conflict (tanpa sengketa)
10. Uniformiteit (keseragaman)
11. Gameenschappelijkheid (kebersamaan)
12. Regelmaat (keajegan)
13. Bavel (suruhan; perintah)
14. Volgorde (keberurutan)
15. Uiterlijke stijl (corak lahiriah)
16. Rangschikking (tersusun)
Ketentraman akan terjadi apabila warga masyarakat tidak mengalami
kekhawatiran. Juga tidak ada perasaan terjadinya ancaman dari luar serta
tidak adanya konflik batiniah di dalam diri pribadi. Hal itu hanya mungkin
terwujud apabila tidak ada hambatan dari pihak lain, yaitu bahwa pribadi
dipaksa oleh pihak lain tersebut. Disamping itu, maka pribadi perlu diberikan
pilihan-pilihan tertentu, sehingga dia tidak di dalam keadaan terpaksa.
Ketertiban akan dapat dicapai apabila hukum menerapkan tugass
kepastian (hukum), sedangkan ketentraman akan dapat dicapai kalau hukum
7
menerapkan tugas kesebandingan (hukum). Landasan dari kepastian hukum
adalah kesamaan; artinya, untuk siapa saja, kapan dan di mana saja. Kalau
yang dikehendaki adalah kepastian hukum yang bermanfaat, maka kepastian
hukum harus senantiasa diserasikan dengan kesebandingan hukum yang
dasarnya atau landasannya adalah kebedaan. Apabila tidak, maka kepastian
hukum hanyalah berarti kepastian undang-undang belaka yang biasanya akan
menjurus kearah kepastian dari ketidaksesuaian hukum (Soekanto, 1986:14).
Dengan demikian dapat disebutkna tujuan hukum adalah sebagai
berikut :
1. Mendatangkan kemakmuran masyarakat yang mempunyai tujuan
2. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai
3. Memberikan petunjuk bagi orang-orang dalam pergaulan masyarakat
4. Menjamin kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada semua orang
5. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
6. Sebagai sarana penggerak pembangunan
2.2.3 Penggolongan atau Klasifikasi Hukum
Menurut Winataputra (2006), hukum dapat digolongkan menurut hal-
hal berikut.
1. Sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya
Di tinjau dari sumber-sumbernya, hukum dapat kita golongkan ke
dalam klasifikasi berikut.
a. Hukum undang-undang
b. Hukum persetujuan
c. Hukum traktat (perjanjian antarnegara)
d. Hukum kebiasaan dan hukum adat
e. Hukum yurisprudensi
Mengingat sumber hukum itu ada yang berbentuk naskah (tertulis)
dan ada yang tidak berbentuk naskah (tidak tertulis) maka
penggolongannya dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam berikut ini.
a. Hukum tertulis, meliputi hukum undang-undang, hukum perjanjian,
hukum traktat.
8
b. Hukum tidak tertulis, meliputi hukum kebiasaan dan hukum adat
2. Kepentingan yang diatur atau dilindunginya
Ditinjau dari sudut kepentingan yang diaturnya, hukum dapat
digolongkan ke dalam hukum privat dan hukum publik. Hukum privat
adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan orang
perseorangan dan juga kepentingan-kepentingan negara dalam
kedudukannya bukan sebagai penguasa. Hukum publik adalah hukum
yang mengatur atau melindungi kepentingan-kepentingan negara sebagai
penguasa. Mengikuti susunan tradisional, terdapat penggolongan hukum
sebagai berikut.
I. Hukum Privat : a. Hukum Perdata
b. Hukum Dagang
c. Hukum Privat Internasional
II. Hukum Publik : a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha Negara
c. Hukum Antarnegara
d. Hukum Pidana
e. Hukum Acara Pidana
f. Hukum Acara Perdata
g. Hukum (Acara) Pengadilan Tata Usaha Negara
3. Hubungan aturan-aturan hukum satu sama lain
Dilihat dari hubungan antara aturan-aturan hukum satu sama lain,
hukum dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu hukum seragam dan
hukum beraneka ragam. Hukum seragam dimaksudkan sebagai hukum
kesatuan dan hukum beraneka ragam dimaksudkan sebagai hukum antar
tata hukum. Dengan kata lain, hukum seragam mengandung pengertian
bahwa hanya ada dan berlaku satu macam hukum, baik dilihat dari faktor
waktunya, tempat atau wilayah berlakunya, dan orang-orang terhadap
siapa aturan hukum itu berlaku. Sementara itu, dengan hukum beraneka
ragam mengandung pengertian terdapat lebih dari satu macam aturan,
9
mungkin yang berlaku secara susul-menyusul, mungkin karena perbedaan
tempat dan orang. Cabang-cabang dari hukum ini, antara lain sebagai
berikut.
a. Hukum antarwaktu
b. Hukum antartempat
c. Hukum antargolongan
d. Hukum antaragama
e. Hukum privat internasional
Satu hubungan hukum antarwaktu terdapat apabila lebih dari satu
aturan hukum yang selama suatu jangka waktu tertentu secara berurutan
menguasai sesuatu acara tertentu.
Hubungan hukum antartempat ada apabila dalam satu negara,
mengenai satu hal pada waktu yang sama terdapat lebih dari satu aturan,
yang berlaku pada masing-masing daerahnya, tetapi terdapat hal-hal yang
mempertemukan aturan-aturan hukum tersebut.
Hubungan hukum antargolongan terdapat apabila dalam satu negara
dan satu waktu yang sama terdapat lebih dari satu golongan masyarakat
yang masing-masing mengenai sesuatu acara yang sama mempunyai
aturan-aturan hukumnya sendiri, tetapi ada unsur-unsur yang
mempertemukan aturan-aturan itu satu sama lain. Apabila perbedaan
aturan-aturan hukum itu karena perbedaan agama yang dipeluk oleh
golongan-golongan masyarakat hukum yang bersangkutan maka kita
bicara tentang hukum antaragama.
Hubungan hukum privat internasional terdapat apabila aturan-aturan
hukum yang berbeda itu disebabkan oleh perbedaan negara dan oleh sebab
itu pula perbedaan hukum privat yang berlaku bagi masing-masing warga
negara yang bersangkutan. Hukum antar waktu, antartempat,
antargolongan, antaragama dan privat internasional memberi jawaban
aturan hukum mana yang berlaku atau apakah hukumnya apabila terjadi
hubungan-hubungan hukum, seperti yang dimaksudkan di atas.
10
4. Pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum
Penggolongan hukum berikutnya adalah penggolongan antara
hukum formal dengan hukum materiel. Hukum formal sering
dipersamakan dengan hukum acara, yakni hukum yang mengatur tentang
tata cara bagaimana kaidah-kaidah hukum (materiel) dipertahankan atau
dilaksanakan. Yang dimaksud dengan hukum materiel ialah ketentuan-
ketentuan hukum yang mengatur wujud dari hubungan-hubungan hukum
itu sendiri. Dengan kata lain hukum materiel adalah hukum yang mengatur
tentang isi dari hubungan-hubungan hukum.
5. Hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya
Atas dasar tinjauan apakah dalam suatu cabang hukum diutamakan
tentang keharusan/larangan ataukah tentang sanksinya maka dapat
dibedakan menjadi:
a. Hukum kaidah (normenrecht)
Hukum kaidah ialah ketentuan-ketentuan hukum, baik publik maupun
privat, di mana dinyatakan ada perintah atau larangan atau perkenaan
tentang sesuatu. Juga apabila ternyata ada persetujuan, perintah,
larangan, perkenaan atau janji itu timbul kewajiban dan pada pihak lain
hak; jadi diketahuilah hal-hal apa yang diharuskan, diperbolehkan atau
dilarang dan dijanjikan untuk diperbuat seseorang.
b. Hukum sanksi (sanctienrecht)
Hukum sanksi ialah ketentuan-ketentuan hukum yang menetapkan
apakah hukuman yang akan (dapat) dikenakan kepada seseorang, yang
melanggar kaidah-kaidah undang-undang atau kaidah-kaidah hukum
lainnya. Yang terakhir ini umpamanya dalam hukum pidana, yang
kaidah-kaidahnya terdapat pada ukuran agama, kesusilaan. Jadi hukum
sanksi ini menjelaskan tentang reaksi hukum.
2.2.4 Fungsi Hukum dalam Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto (1986:15) hukum berfungsi sebagai
sarana pengendalian sosial (social control) yang berarti bahwa sistem hukum
11
menerapkan aturan-aturan mengenai perilaku yang benar atau pantas. Setiap
masyarakat mempunyai tolak ukur tertentu mengenai perilaku yang dianggap
menyimpang yang dibedakanya dari perilaku yang pantas atau benar.
Adanya pengendalian sosial di dalam masyarakat bertujuan untuk
mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar mentaati
kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Biasanya hukum dianggap
sebagai suatu sarana pengendalian sosial formal, oleh karena didukung oleh
kekuasaan dan wewenng yang bersifat resmi. Hal ini tidaklah sepenuhnya
benar, oleh karena di samping hukum tertulis, di dalam setiap masyarakat juga
dapat dijumpai hukum tidak tertulis yang mustahil didukung oleh kekuasaan
atau wewenang yang tidak resmi sifatnya. Dengan demikian dapatlah
dikatakan bahwa di dalam fungsinya sebagai sarana pengendalian sosial,
hukum berfungsi dalam penyelesaian persengketaan.
Penyelesaian persengketaan (dispute settlement) merupakan fungsi
kedua dari hukum. Di dalam masyarakat atau bagian masyarakat terdapat
berbagai mekanisme untuk menyelesaikan masalah. Persengketaan tersebut,
yang pada umumnya dilaksanakan oleh berbagai lembaga sosial yang
mempunyai bentuk dan cara tertentu. Pada masyarakat-masyarakat bersahaja,
persengketaan tersebut mungkin diselesaikan oleh pemuka-pemuka
masyarakat yang diakui wewenangnya secara resmi. Di Indonesia, misalnya
diakui wewenang dari kepala desa sebagai hakim perdamaian yang sebagian
di atur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa. Di dalam masyarakat yang taraf struktur sosial dan kebudayaannya
semakin kompleks akan dapat ditemui badan-badan peradilan ataupun
badan-badanar arbitrase yang diakui fungsinya. Dengan mempergunakan
hukum sebagai sarana, maka diharapkan bahwa penyelesaian sengketa akan
berlangsung.
Di dalam kenyataannya, maka hukum mungkin mempunyai fungsi
inovatif atau redistributive, yang sebenarnya berkaitan erat dengan proses
perubahan sosial budaya yang terencana dan dikehendaki. Dalam hal ini
hukum berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan social engineering.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum berfungsi sebagai sarana
12
untuk merubah masyarakat secara terencana, biasanya berasal dari golongan
yang secara resmi memegang kekuasaan dan wewenang. Lazimnya social
engineering dengan mempergunakan hukum sebagai sarannya akan lebih
berhasil apabila berkaitan dengan bidang-bidang kehidupan yang bersifat
netral, yakni tidak menyangkut masalah pribadi yang bersifat sensitive
(Soekanto, 1986:17).
2.2 Penegakan Hukum
2.2.1 Pengertian Penegakan Hukum
Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam
kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1993:3). Konsepsi
yang mempunyai dasar filosofis tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut,
sehingga akan tampak lebih konkrit.
Manusia dalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai
pandangan tertentu mengenai apa yang baik dana pa yang buruk. Pandangan-
pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan
tertentu, sehingga misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai
ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan
pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan inovatisme, dan seterusnya. Di
dalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai perlu diserasikan; misalnya,
perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman. Sebab,
nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketenteraman
titik tolaknya adalah kebebasan. Di dalam kehidupannya, maka manusia
memerlukan keterikatan maupun kebebasan di dalam wujud yang serasi.
Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut, memerlukan
penjabaran secara lebih konkrit lagi, oleh karena nilai-nilai lazimnya bersifat
abstrak. Penjabaran secara lebih konkrit terjadi di dalam bentuk kaidah-
kaidah, dalam hal ini kaidah-kaidah hukum, yang mungkin berisikan suruhan,
larangan atau kebolehan. Di dalam bidang hukum tata negara Indonesia,
13
misalnya, terdapat kaidah-kaidah tersebut yang berisikan suruhan atau
perintah untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, atau tidak
melakukannya. Di dalam kebanyakan kaidah hukum pidana tercantum
larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, sedangkan
di dalam bidang hukum perdata ada kaidah-kaidah yang berisikan kebolehan-
kebolehan. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan
bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas, atau yang seharusnya.
Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara
dan mempertahankan kedamaian. Demikianlah konkretisasi dari pada
penegakan hukum secara konsepsional.
Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan
penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara
ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian
pribadi (Soekanto, 1993:4). Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound, maka
Soerjono Soekanto menyatakan, bahwa pada hakikat-nya diskresi berada
diantara hukum dan moral (etika dalam arti sempit).
Atas dasar uraian tersebut di atas dapatlah dikatakan, bahwa gangguan
terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian
antara "tritunggal" nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi,
apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang
menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku
tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.
Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hukum
bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di
dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga
pengertian "law enforcement" begitu populer. Selain dari itu, maka ada
kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai
pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.
14
2.2.2 Penegak Hukum
Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk
lembaga penegakan hukum (law enforces), antara lain adalah sebagai berikut
(Winataputra, 2006:8.20).
1. Kepolisian
Kepolisian negara ialah alat penegak hukum yang terutama
bertugas memelihara keamanan di dalam negeri. Dalam kaitannya
dengan hukum, khususnya Hukum acara Pidana, Kepolisian negara
bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut Pasal 4 U-U nomor
8 tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik mempunyai
wewenang:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak Pidana
b. Mencari keterangan dan barang bukti
c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan
dan penyitaan
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat
c. Mengambil sidikjari dan memotret seseorang
d. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik
Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan
laporan hasil pelaksanaan tindakan tersebut di atas kepada penyidik.
Selain penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik. Menurut
Pasal 6 UU No. 8/1981 yang bertindak sebagai penyidik, yaitu:
a. Pejabat Polisi negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang
15
Pejabat polisi yang dapat bertindak sebagai penyidik harus
memenuhi persyaratan kepangkatan tertentu, yaitu sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda). Sedangkan bagi pejabat
pegawai negeri sipil sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda
Tingkat I (Golongan II b) atau yang disamakan dengan itu.
Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagai
berikut.
a. Menerima laporan dan pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
Pidana
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f. Mengambil sidikjari dan memotret seseorang
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunga nnya
dengan pemeriksaan perkara
i. Mengadakan penghentian penyidikan
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab
2. Kejaksaan
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak
sebagai penuntut umum serta melaksanakan keputusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi, Kejaksaan adalah
lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan. Sedangkan yang dimaksud penuntutan adalah tindakan
penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang
berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara
Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang Pengadilan.
16
Berdasarkan penjelasan tersebut maka Jaksa (penuntut umum)
berwewenang, antara lain untuk:
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan;
b. Membuat surat dakwaan
c. Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri sesuai dengan peraturan
yang berlaku
d. Menuntut pelaku perbuatan melanggar hukum (tersangka) dengan
hukuman tertentu
e. Melaksanakan penetapan hakim, dan lain-lain. Yang dimaksud
penetapan hakim adalah hal-hal yang telah ditetapkan baik oleh hakim
tunggal maupun tidak tunggal (Majelis Hakim) dalam suatu putusan
pengadilan. Putusan tersebut dapat berbentuk penjatuhan pidana,
pembebasan dari segala tuntutan atau pembebasan bersyarat.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum,
Kejaksaan berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Berdasarkan
Pasal 3 UU No. 5 tahun 1991 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia"
pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan tersebut
diselenggarakan oleh berikut ini.
a. Kejaksaan Negeri yang berkedudukan di ibu kota Kabupaten atau di
kotamadya atau di kota administratif dan daerah hukumnya yang
meliputi wilayah kabupaten atau kotamadya dan atau kota
administratif. Misalnya, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung;
Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.
b. Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di ibu kota Provinsi dan daerah
hukumnya meliputi wilayah provinsi. Misalnya, Kejaksaan Tinggi
DK1 Jakarta; Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
c. Kejaksaan Agung yang berkedudukan di ibu kota negara RI dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik
Indonesia.
17
Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang
Pidana, tetapi juga di bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang
ketertiban dan kepentingan umum, serta dapat memberikan
pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.
Khusus dalam bidang Pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan
wewenang untuk:
a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas
bersyarat (yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman)
d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik
3. Kehakiman
Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk
mengadili. Sedangkan Hakim adalah pejabat peradilan negara yang
diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1
UU nomor 8/1981 mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk
menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas
bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran,
hakim diberi kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan. Artinya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan-
kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapat
pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan perkara maka cenderung
keputusan hakim itu tidak adil, yang pada akhirnya akan meresahkan
masyarakat dan wibawa hukum dan hakim akan pudar. Oleh karena itu,
daiam Pasal 5 UU Nomor 14 Tahun 1970 ditegaskan bahwa pengadilan
mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
Demikian pula dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman
18
adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila,
demi terselenggaranya negara Hukum RI. Dalam Penjelasan Pasal 1
tersebut ditegaskan bahwa "kekuasaan kehakiman yang merdeka ini
mengandung pengertian bahwa Kekuasaan kehakiman itu bebas dari
campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari
paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra
yudisial, kecuali dalam hal-hal yang diizinkan oleh undang-undang".
Kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki kekuasaan kehakiman
tersebut tidak bersifat mutlak atau sewenang-wenang dalam memutuskan
suatu perkara karena hakim bertugas untuk menegakkan hukum dan
keadilan sehingga keputusan-keputusannya wajib menjunjung hukum
dan mencerminkan perasaan keadilan masyarakat.
Penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, dapat
dilakukan dalam berbagai badan peradilan sesuai dengan rhasalah dan
pelakunya. Dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No. 14 Tahiin 1970
tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam 4
lingkungan, yaitu (1) Peradilan Umum; (2) Peradilan Agama; (3)
Peradilan Militer; dan (4) Peradilan Tata Usaha Negara.
Keempat lingkungan peradilan tersebut, masing-masing
mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi
badan peradilan secara bertingkat.
Peradilan Militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha
Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara
tertentu atau mengadili golongan rakyat tertentu. Sedangkan peradilan
umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya baik mengenai
perkara Perdata maupun perkara Pidana.
a. Peradilan Agama
Peradilan agama diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989. Berdasar undang-undang tersebut, Peradilan Agama bertugas
dan berwewenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama
19
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang (a) perkawinan;
(b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam; (c) wakaf dan sedekah.
b. Peradilan Militer
Wewenang Peradilan Militer menurut Undang-Undang Darurat
No. 16/1950 adalah bertugas memeriksa dan memutuskan perkara
Pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh:
1) Seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang RI
2) Seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden
dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan
Perang RI
3) Seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan yang
dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau
berdasarkan Undang-undang
4) Orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (a, b, dan c),
tetapi atas keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh
Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer.
c. Peradilan Tata Usaha Negara
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang
melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
baik di pusat maupun di daerah.
Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara
atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai tata
usaha negara.
Dalam Peradilan Tata Usaha Negara ini yang menjadi tergugat
bukan orang atau pribadi, tetapi badan atau pejabat Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada
padanya atau dilimpahkan kepadanya. Sedangkan pihak penggugat
dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum perdata. Misalnya,
20
beberapa waktu yang lalu, Penerbit Tempo menggugat Menteri
Penerangan atas pencabutan SIUP majalah Tempo.
d. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Rakyat (pada
umumnya) apabila melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang
menurut peraturan dapat dihukum, akan diadili dalam lingkungan
peradilan Umum.
Saat ini, Peradilan umum diatur dalam Undang-undang No. 2
Tahun 1986, yang dituangkan dalam Lembaran Negara nomor 30
tahun 1986. Adapun tugas peradilan umum adalah mengadili perkara
sipil (bukan militer) mengenai penyimpangan-penyimpangan dari
aturan hukum Perdata material dan hukum Pidana materiel. Untuk
menyelesaikan perkara-perkara yang termasuk wewenang Peradilan
umum, digunakan beberapa tingkat atau badan pengadilan yaitu
berikut.ini.
1) Pengadilan negeri
Pengadilan negeri dikenal pula dengan istilah pengadilan
tingkat pertama yang wewenangnya meliputi satu daerah
Kabupaten/kota. Dikatakan pengadilan tingkat pertama karena
pengadilan negeri merupakan badan pengadilan yang pertama
(permulaan) dalam menyelesaikan perkara-perkara hukum. Oleh
karena itu, pada dasarnya setiap perkara hukum harus diselesaikan
terlebih dahulu oleh pengadilan negeri sebelum menempuh
pengadilan tingkat Banding. Untuk memperlancar proses
pengadilan, di pengadilan negeri terdapat beberapa unsur yaitu:
Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, sekretaris, dan juru sita.
Adapun Fungsi Pengadilan Negeri adalah memeriksa dan
memutuskan serta menyelesaikan perkara dalam tingkat pertama
dari segala perkara perdata dan perkara pidana sipil untuk semua
golongan penduduk.
21
2) Pengadilan tinggi
Putusan hakim Pengadilan Negeri yang dianggap oleh salah
satu pihak belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran dapat
diajukan Banding. Proses Banding tersebut ditangani oleh
Pengadilan Tinggi yang berkedudukan di setiap ibu kota provinsi.
Dengan demikian, pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding
yang mengadili lagi pada tingkat kedua (tingkat banding) suatu
perkara perdata atau perkara Pidana, yang telah diadili/diputuskan
oleh pengadilan negeri. Dalam pengadilan tinggi, hanya memeriksa
atas dasar pemeriksaan berkas perkara saja, kecuali bila pengadilan
Tinggi merasa perlu untuk langsung mendengarkan para pihak
yang berperkara.
Daerah hukum pengadilan tinggi pada asasnya adalah meliputi
satu daerah provinsi. Menurut Undang-undang No. 2 tahun 1986,
tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi adalah sebagai berikut.
a) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara Pidana dan
Perdata di tingkat banding
b) Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah
hukumnya.
Pengadilan Tinggi mempunyai susunan sebagai berikut:
Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Sedangkan
pembentukan Pengadilan Tinggi dilakukan melalui undang-
undang.
3) Pengadilan tingkat kasasi
Apabila putusan hakim Pengadilan Tinggi dianggap belum
memenuhi rasa keadilan dan kebenaran oleh salah satu pihak maka
pihak yang bersangkutan dapat meminta kasasi kepada Mahkamah
Agung. Pengadilan tingkat Kasasi dikenal pula dengan sebutan
pengadilan Mahkamah Agung. Di negara kita, Mahkamah Agung
merupakan Badan Pengadilan yang tertinggi, dengan
22
berkedudukan di Ibu kota negara RI. Oleh karena itu, daerah
hukumnya meliputi seluruh Indonesia.
Pemeriksaan tingkat kasasi hanya dapat diajukan jika
permohonan terhadap perkaranya telah menggunakan upaya
hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Sedangkan permohonan kasasi itu sendiri hanya dapat diajukan 1
kali.
Kewajiban pengadilan Mahkamah Agung terutama adalah
melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan-tindakan segala
pengadilan lainnya di seluruh Indonesia, dan menjaga agar hukum
dilaksanakan dan ditegakkan dengan sepatutnya.
Dalam Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 ditegaskan bahwa
"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan lain-lain badan kehakiman menurut Undang-undang. Untuk
mengatur lebih lanjut pasal tersebut, telah dikeluarkan Undang-
undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan
Kehakiman. Dalam Undang-undang tersebut dikemukan 4
lingkungan Peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman,
seperti telah diungkapkan di atas. Mengenai "Mahkamah Agung"
diatur dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 (Lembaran
Negara Nomor 73 Tahun 1985). Dalam kaitannya dengan masalah
pengadilan, dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutuskan:
a) permohonan kasasi
b) sengketa tentang kewenangan mengadili
c) permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam kaitannya dengan pengujian terhadap produk hukum,
Mahkamah Agung mempunyai wewenang:
a) untuk menguji secara materi hanya terhadap peraturan
perundang-.undangan di bawah undang-undang
23
b) untuk menyatakan tidak sahnya peraturan perundang-undangan
dari tingkat yang lebih rendah dari undang-undang atas alasan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Pernyataan tentang tidak sahnya peraturan perundangan-
undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan
pemeriksaan tingkat Kasasi.
Dalam menegakkan hukum dan keadilan, hakim berkewajiban
untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan. Oleh
karena itu, hakim atau pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan dengan alasan
hukumnya tidak atau kurang jelas. Untuk itu, hakim diperbolehkan
untuk menemukan atau membentuk hukum melalui penafsiran hukum
dengan tetap memperhatikan perasaan keadilan dan kebenaran.
4. Penasihat hukum
Penasihat hukum merupakan istilah yang ditujukan kepada
pihak atau orang yang memberikan bantuan hukum. Yang dimaksud
Penasihat hukum menurut KUHAP adalah seorang yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk
memberi bantuan hukum. Diperbolehkannya menggunakan penasihat
hukum bagi tertuduh/terdakwa merupakan realisasi dari salah satu
asas yang berlaku dalam Hukum Acara Pidana, yang menyatakan
bahwa "Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan
untuk mendapatkan bantuan hukum yang semata-mata diberikan
untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.
Berdasarkan Pasal 69 KUHAP ditegaskan bahwa "Penasihat
hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau
ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang". Penasihat hukum tersebut berhak
menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat
pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan terhadap
24
perkara. Hak lain yang dimiliki penasihat hukum sehubungan dengan
pembelaan terhadap kliennya (tersangka) adalah mengirim dan
menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya. Dalam
melaksanakan bantuan hukum, ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan oleh semua pihak, yaitu:
a. Penegak hukum yang memeriksa tersangka/terdakwa wajib
memberi kesempatan kepada terdakwa untuk memperole bantuan
hukum.
b. Bantuan hukumn tersebut merupakan usaha untuk membela diri.
c. Tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri
penasihat hukummnya.
Penasihat hukum ada yang berdiri sendiri dan ada pula yang
berhimpun dalam organisasi, seperti Lembaga Bantuan Hukum
(LBH), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasihat
Hukum Indonesia (IPHI).
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan
perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia
kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian "law enforcement"
begitu populer. Selain dari itu, maka ada kecenderungan yang kuat untuk
mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan
hakim. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
menurut Soerjono Soekanto (1993:5) adalah sebagai berikut.
1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada
Undang-Undang saja.
2. Faktor penegak hukum, yakni fihak-fihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
25
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Selanjutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum lebih
diperjelas sebagai berikut.
1. Faktor Sarana atau Fasilitas
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin
penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas
tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan memadai, keuangan yang cukup,
dan seterusnya. Kalau hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka mustahil
penegakan hkum akan mencapai tujuannya. Agar masalah tersebut dapat
dipahami dengan mudah.
Adanya hambatan penyelesaian perkara bukanlah semata-mata
disebabkan karena banyaknya perkara yang harus diselesaikan, sedangkan
waktu untuk mengadili atau menyelesaikannya sangat terbatas. Para
pencari keadilan harus antri menunggu penyelesaian perkaranya.
Kalau yang dilakukan hanyalah menambah jumlah hakim untuk
menyelesaikan perkara, maka hal itu hanya mempunyai dampak yang
sangat kecil di dalam usaha untuk mengatasi hambatan-hambatan pada
penyelesaian perkara, terutama dalam jangka panjang. Oleh karena itu
yang perlu diperhitungkan tidaklah hanya biaya yang harus dikeluarkan
apabila terjadi hambatan di dalam penyelesaian perkara, akan tetapi yang
juga perlu diperhitungkan adalah biaya yang harus ada kalau hambatan
penyelesaian perkara itu tidak terjadi lagi, sehingga dimanfaatkan secara
maksimal oleh para pencari keadilan.
Salah satu masalah lain yang erat hubunganya dengan penyelesaian
perkara dan sarana atau fasilitasnya, adalah soal efektivitas dari sanksi
negatif yang diancamkan terhadap peristiwa-peristiwa pidana tertentu.
Tujuan daripada adanya sanksi-sanksi tersebut adalah agar dapat
mempunyai efek yang menakutkan terhadap pelanggaran-pelanggaran
potensial, maupun yang telah dijatuhi hukuman karena pernah melanggar.
Dengan demikian diharapkan, bahwa kejahatan akan berkurang secara
26
semaksimal mungkin. Sanksi negatif yang relatif berat atau diperberat saja,
bukan merupakan sarana yang efektif untuk mengendalikan kejahatan
maupun penyimpangan-penyimpangan lainnya.
Dari penjelasan tersebut nyata pula, bahwa sarana ekonomis
ataupun biaya daripada pelaksanaan sanksi-sanksi negatif diperhitungkan,
dengan berpegangan pada cara yang lebih efektif dan efisien, sehingga
biaya dapat ditekan dalam program-program pemberantas kejahatan
jangka panjang. Kepastian di dalam penanganan perkara maupun
kecepatannya, mempunyai dampak yang lebih nyata, apabila
dibandingkan dengan peningkatan sanksi negatif belaka. Kalau tingkat
kepastian dan kecepatan penanganan perkara ditingkatkan maka sanksi-
sanksi negatif akan mempunyai efek menakuti yang lebih tinggi pula,
swhingga akan dapat mencegah peningkatan kejahatan maupun
residivisme.
Kepastian dan kecepatan penanganan perkara senatiasa bergantung
pada masukan sumber daya yang diberikan di dalam program-program
pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Peningkatan teknologi deteksi
kriminalitas, umpamanya, mempunyai peranan yang sangat penting bagi
kepastian dan kecepatan penanganan perkara-perkara pidana.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa sarana atau fasilitas
mempunyai peranan sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa
adanya saran atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penega hukum
menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang actual.
Khusunya untuk sarana atau fasilitas tersebut, sebaiknya dianuti jalan
pikiran.
2. Faktor Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari
sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum
tersebut.
27
Masyarakat Indonesia pada khusunya, mempunyai pendapat-
pendapat tertentu mengenai hukum. Pertama-tama ada berbagai pengertian
atau arti yang diberikan pada hukum, yang variasinya adalah sebagai
berikut:
a. Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan.
b. Huku diartikna sebagai disiplin, yakni sistem ajaran tentang kenyataan.
c. Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan perilaku
pantas yang diharapkan.
d. Hukum diartikan sebagai tata hukum (yakni hukum positif tertuli ).
e. Hukum diartikan sebagai petugas ataupun pejabat.
f. Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat atau penguasa.
g. Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan.
h. Hukum diartikan sebagai perilaku teratur dan unik.
i. Hukum diartikan sebagai jalinan nilai.
j. Hukum diartikan sebagai seni.
Dari sekian banyaknya pengertian yang diberikan pada hukum,
terdapat kecenderungan yang besar pada masyarakat, untuk mengartikan
hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas ( dalam hal ini
penegak hukum sebagai pribadi ). Salah satu akibatnya adalah, bahwa
baik-buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak
hukum tersebut, yang menurut pendapatnya merupakan pencerminan dari
hukum sebagai sebagai struktur maupun proses. Untuk jelasnya, akan
dikemukakan suatu contoh yang diambil dari suatu unsur kalangan
penegak hukum, yakni polisi yang dianggap sebagai hukum oleh
masyarakat luas (di samping unsur-unsur lainnya, seperti misalnya, hakim,
jaksa, dan seterusnya ).
Didalam kehidupan sehari-hari, maka begitu menyelesaikan
pendidikan kepolisian, maka seorang anggota polisi akan terjun langsung
ke dalam masyarakat, di mana dia akan menghadapi berbagai masalah,
yang mungkin pernah dipelajarinya di sekolah, atau mungkin sama sekali
belum pernah diajarkan. Masalah-masalah tersebut ada yang ditindak
28
dengan segera, akan tetapi ada juga persoalan-persoalan yang baru
kemudian memerlukan penindakan, apabila tidak tercegah. Hasilnya akan
dinilai secara langsung oleh masyarakat tanpa pertimbangan bahwa
anggota polisi tersebut baru saja menyelesaikan pendidikan, atau baru saja
ditempatkan di daerah yang bersangkutan. Warga msyarakat mempunyai
persepsi bahwa setiap anggota polisi dapat menyelesaikan gangguan-
gangguan yang dialami oleh warga masyarakat, dengan hasil yang sebaik-
baiknya.
Masalah lain yang timbul sebagai akibat anggapan masyarakat
sebagaimana yang telah dijelaskan. Adalah mengenai segi penerapan
perundang-undangan. Kalau penegak hukum menyadari bahwa dirinya
dianggap hukum oleh masyarakat, maka tidak mustahil bahwa perundang-
undangan ditafsirkan terlalu luas atau terlalu sempit. Selain dari itu, maka
mungkin timbul kebiasaan untuk kurang menelaah bahwa perundang-
undangan kadangkala tertinggal dengan perkembangan di dalam
masyarakat.
3. Faktor Kebudayaan
Faktor Kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan faktor
masyarakat sengaja dibedakan oleh karena di dalam pembahasannya akan
diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari
kebudayaan spiritual atau non-material. Sebagai suatu sistem atau
subsistem dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup struktur
substansi dan kebudayaan. Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari
sistem tersebut yang misalnya, mencakup tatanan lembaga-lembaga
hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, dan seterusnya. Substansi mencakup isi norma-
norma hukum beserta perumusannya maupun cara untuk menegakkannya
yang berlaku bagi pelaksanaan hukum maupun pencari keadilan.
Secara psikologis keadaan tenteram ada, bila seseorang tidak
merasa khawatir, tidak merasa diancam dari luar, dan tidak terjadi konflik
batiniah. Pasangan nilai-nilai tersebut diatas yaitu ketertiban dan
29
ketentraman, sebenarnya sejajar dengan nilai kepentingan umum dan
kepentingan pribadi. Di dalam bidang tata hukum, maka bidang hukum
publik harus menmgutamakan nilai ketertiban dan dengan sendirinya nilai
kepentingan umum. Akan tetapi dalam bidang hukum perdata, maka nilai
ketentraman lebih di utamakan. Hal ini bukanlah berarti bahwa di dalam
hukum publik nilai ketentraman boleh diabaikan, sedangkan dalam hukum
perdata nilai ketertiban yang sama sekali tidak diperhatikan. Pasangan
nilai ketertiban dan nilai ketentraman, merupakan pasangan nilai yang
bersifat universal.
Hukum adat merupakan hukum kebiasaan yang berlaku di
kalangan rakyat terbanyak. Akan tetapi di samping itu berlaku pula hukum
tertulis yang timbul dari golongan tertentu dalam masyarakat yang
mempunyai kekuasaan dan wewenang yang resmi. Hukum perundang-
undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi
dasar hukum adat agar supaya hukum perundang-undangan tersebut dapat
berlaku secara efektif.
Pasangan nilai konservatisme dan nilai inovatisme, senantiasa
berperan di dalam perkembangan hukum, oleh karena di satu pihak ada
yang menyatakan bahwa hukum hanya mengikuti perubahan yang terjadi
dan bertujuan untuk mempertahankan “status-quo”. Di lain pihak ada
anggapan-anggapan yang kuat pula, bahwa hukum juga dapat berfungsi
sebagai sarana untuk mengadakan perubahan dan menciptakan hal-hal
yang baru. Keserasian antara kedua nilai tersebut akan menempatkan
hukum pada kedudukan dan peranan yang semestinya.
2.3 Materi Pembelajaran Hukum dan Penegakan Hukum
Kehidupan yang tertib aman, dan damai merupakan bentuk kehidupan
yang dicita-citakan oleh umat manusia. Untuk mewujudkan bentuk
kehidupan tersebut, dibuatlah norma-norma perilaku yang disepakati bersama
sebagai panduan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Salah satu norma yang dibuat untuk mengatur perilaku individu dalam
masyarakat adalah norma hukum, yakni hukum negara.
30
Kesadaran akan adanya norma yang mengatur perilaku individu
dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting untuk ditanamkan kepada
setiap individu sejak usia dini. Oleh sebab itu, pendidikan hukum sebagai
salah satu bentuk upaya penanaman kesadaran akan norma tingkah laku
dalam masyarakat dipandang sangat strategis untuk diberikan pada seluruh
jenis dan jenjang pendidikan persekolahan. Tanpa adanya upaya yang sadar
dan terencana melalui proses pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun
pendidikan luar sekolah akan mustahil dapat menumbuhkan kesadaran dan
kepatuhan hukum dari setiap individu warga negara. Penanaman nilai-nilai
dan norma-norma sosial kemasyarakatan merupakan salah satu bagian yang
tak terpisahkan dari proses sosialisasi anak menuju realita kehidupan yang
sesungguhnya di masyarakat.
Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan
hendaknya diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara
efektif dalam lembaga-lembaga hukum. Tujuan utama dari pendidikan
hukum adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh hak-hak hukumnya
secara maksimum dalam masyarakat (Winataputra, 2006). Di samping itu,
setiap warga negara memikul tanggung jawab atas terciptanya sistem hukum
yang bekerja secara efektif dan adil. Para siswa hendaknya dibelajarkan untuk
memperoleh kemampuan mengkaji persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan kesenjangan-kesenjangan yang seringkali terjadi antara cita-cita
hukum dengan kenyataan, dan bagaimana kesenjangan tersebut dapat diatasi.
Program pendidikan hukum di persekolahan bukan merupakan
program yang berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan (PPKn). Demikian pula
halnya di Amerika, program pendidikan hukum merupakan bagian dari
program pendidikan IPS, yang secara lebih khusus lagi merupakan bagian
dari program pendidikan politik. Seperti dikutip oleh Winataputra
(2006:8.39), pendidikan hukum memuat tujuan-tujuan yang mengharapkan
siswa untuk:
31
1. Mengembangkan pemahaman tentang hak-hak dan tanggung jawabnya
yang ditegaskan dalam konstitusi.
2. Memahami tuntutan masyarakat akan peraturan dan hukum, sumber-
sumber hukum, perubahan hukum, dan sanksi hukum.
3. Memahami berbagai aspek hukum sipil yang mempengaruhi
kehidupannya, hukum perkawinan dan perceraian, perjanjian/kontrak,
asuransi, kesejahteraan sosial, pajak, dan lembaga bantuan hukum.
4. Memahami sistem peradilan, struktur organisasi dan fungsi lembaga
penegak hukum.
5. Mengembangkan pengetahuan dan sikapnya berkenaan dengan hukum dan
sistem peradilan pidana jadi mempersiapkan siswa untuk berpartisipasi
dalam sistem hukum masyarakat kontemporer.
Sementara itu, Center for Civic Education (CCE) mengembangkan
sejumlah bahan ajar yang berkaitan dengan pendidikan hukum, antara lain
sebagai berikut.
1. Fungsi dan tujuan dari peraturan dan hukum
2. Kedudukan hukum dalam sistem pemerintahana konstitusional
3. Perlindungan hukum terhadap hak-hak individu
4. Kriteria untuk mengevaluasi peraturan dan hukum
5. Hak warga negara
6. Tanggung jawab warga negara
Dengan demikian, pendidikan hukum hendaknya diarahkan pada
pembelajaran materi hukum dan penegakan hukum. Pembelajaran tentang
materi hukum bertujuan untuk membekali siswa dengan sejumlah
pengetahuan tentang norma-norma hukum yang mempengaruhi
kehidupannya sehingga tumbuh kesadaran hukum pada diri mereka yang
gilirannya mereka dapat menampilkan kepatuhan secara sukarela dan sikap
menghormati terhadap norma-norma hukum yang berlaku (Winataputra,
2006:8.40). Di pihak lain, pembelajaran tentang sistem peradilan dan
lembaga-lembaga penegakan hukum diharapkan dapat membekali siswa
dengan mekanisme, kelembagaan dan sistem peradilan dalam menegakkan
norma-norma hukum.
32
Tiap usaha mengajar (dalam arti membelajarkan siswa) sebenarnya
ingin menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri
peserta didik. Pola laku ialah kerangka dasar dari sejumlah kegiatan, yang
lazim dilaksanakan manusia untuk bertahan hidup dan untuk memperbaiki
mutu hidupnya dalam situasi konkret. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan
rohani seperti mengamati, menganalisis dan menilai keadaan dengan daya
nalar. Dapat juga berupa kegiatan jasmani, yang dilakukan dengan tenaga dan
keterampilan fisik. Umumnya manusia bertindak secara manusiawi apabila
kedua jenis kegiatan tersebut dibuat secara terjalin. Kegiatan jasmani
didukung oleh kegiatan rohani, demikian juga sebaliknya.
Di samping menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku,
pembelajaran bertujuan pula untuk menimbulkan kebiasaan. Kebiasaan dapat
dirumuskan sebagai keterarahan, kesiapsiagaan dalam diri manusia untuk
melakukan kegiatan yang sama atau serupa dengan cara yang lebih mudah,
tanpa memeras dan menguras tenaga. Kebiasaan akan timbul apabila kegiatan
manusia dilakukan berulang kali dengan sadar dan penuh perhitungan.
Dengan demikian, tujuan tiap pembelajaran ialah menimbulkan atau
menyempurnakan pola tingkah laku dan membina kebiasaan sehingga peserta
didik terampil menjawab tantangan situasi kehidupan secara manusiawi.
Dengan kata lain, pembelajaran ingin menekankan kemampuan berpikir dan
kemampuan bertindak pada peserta didik sehingga menghadapi keadaan apa
pun ia akan sanggup mengamati keadaan, menilai keadaan, dan menentukan
sikap serta tindakannya dalam keadaan tersebut (Winataputra, 2006:8.40).
Keadaan hidup manusia dalam masyarakat modern dewasa ini
berubah sangat pesat. Oleh sebab itu, pembelajaran di abad sekarang ini
hendaknya memperhatikan arus dan laju perubahan yang terjadi.
Pembelajaran perlu membina pola pikir, keterampilan dan kebiasaan yang
terbuka dan tanggap, yang mampu menyesuaikan diri secara manusiawi
dengan perubahan. Kalau tujuan pembelajaran adalah menumbuhkan dan
menyempurnakan pola laku, membina kebiasaan dan kemahiran
menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah-ubah maka metode
pembelajaran harus mampu mendorong proses pertumbuhan dan
33
penyempurnaan pola laku, membina kebiasaan, dan mengembangkan
kemahiran untuk menyesuaikan diri. Pembelajaran harus mampu membina
kemahiran pada peserta didik untuk kreatif dalam menghadapi situasi sejenis,
atau situasi yang baru dengan cara yang memuaskan. Pemikiran kreatif dapat
menjadikan tindakan kreatif dan hal tersebut wajib dibina dalam tiap
pembelajaran, terutama pada zaman sekarang ini yang penuh dengan
perubahan.
Hal lain yang perlu diperhatikan sebagai prinsip pembelajaran
menurut Winataputra (2006:8.41) adalah sebagai berikut.
1. Tingkat kesulitan
Tingkat kesulitan berkenaan dengan beban belajar (learning task).
2. Tingkat kemampuan berpikir
Tingkat kemampuan berpikir berkenaan dengan kemampuan kogintif
siswa.
Kemampuan berpikir, meurut sejumlah hasil riset adalah bertahap dan
berjenjang mulai dari yang sederhana/mudah kepada yang kompleks/rumit.
Dengan merujuk pada taksonomi Bloom (1956), Winataputra (2006:8.41)
menyusun tingkat-tingkat kemampuan berpikir sebagai berikut.
Tabel 1. Tingkat kemampuan berpikir merujuk pada taksonomi Bloom
Taraf Nama Taraf Berpikir
Macam Kerja Pikir yang
Dibelajarkan
5
4
3
2
1
Evaluasi
Analisis dan sintesis
Aplikasi
Komprehensif/Pemahaman
Pengetahuan
Berpikir kreatif atau berpikir
untuk memecahkan masalah
Berpikir menguraikan dan
menggabungkan
Berpikir menerapkan
Berpikir dalam konsep dan
belajar pengertian
Belajar resesif atau menerima
Erat kaitannya dengan pembelajaran hukum adalah pertimbangan
tentang tingkat penalaran moral. Atas dasar karya Piaget dalam penelitiannya
tentang perkembangan moral, Kohlberg mengembangkan teori
perkembangan moral kognitif. Dari hasil penelitiannya yang menggunakan
34
dilemma moral hipotetik, Kohlberg menyusun tingkat perkembangan moral
ke dalam 6 tingkatan sebagai berikut (Winataputra, 2006:8.41).
Taraf Tingkat Perkembangan Moral
Prakonvensional
1. Orientasi hukuman dan kepatuhan. Konsepsi tentang
baik dan buruk ditentukan oleh konsekuensi fisik
tanpa memperhatikan makna atau nilai dari
konsekuensi ini bagi individu.
2. Orientasi instrumental. Konsep tentang “baik” lebih
ditentukan oleh kepuasan sendiri.
Konvensional
3. Orientasi keserasian antarpesonal. Apa yang
menyenangkan atau membantu orang lain adalah
“baik”.
4. Orientasi terhadap peraturan hukum dan ketertiban.
Memelihara ketetriban sosial, menghormati
kekuasaan, dan melaksanakan kewajiban sendiri
adalah “baik”. Orang dihargaikarena menaati
peraturan, hukum, dan kekuasaan yang berlaku.
Pasca-
konvensional
5. Orientasi legalistik kontrak sosial. Apa yang “benar”
ditentukan oleh nilai-nilai yang disepakati oleh
masyarakat, termasuk hak-hak individu dan aturan-
aturan consensus. Namun demikian, tekanannya
diletakkan pada pertimbangan rasional dan
kemanfaatan sosial.
6. Orientasi terhadap prinsip-prinsip etika universal.
Yang “benar” merupakan masalah nurani sesuai
dengan prinsip-prinsip pilihan sendiri yang
dipandang logis, ajeg, dan universal. Prinsip-prinsip
yang universal ini pada hakekatnya merupakan
prinsip-prinsip keadilan, persamaan hak asasi
manusia, dan rasa hormat terhadap martabat
manusia sebagai makhluk individu.
Untuk anak-anak SD pada kelas-kelas rendah (kelas 1 – kelas 3)
pembelajaran materi hukum dapat diawali dengan memperkenalkan mereka
kepada adanya sejumlah aturan-aturan hidup yang berlaku dalam
kehidupannya sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat sekitar. Pengenalan terhadap keberadaan
aturan-aturan tersebut hendaknya diarahkan kepada tumbuhnya kesadaran
pada diri anak tentang perlunya aturan dalam kehidupan kita.
Media pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan
memanfaatkan pengalaman langnsung yang diperoleh anak-anak dalam
keluarga, kelompok, permainan, dan dalam kehidupan di sekolah.
35
Hukum dibuat pada hakekatnya adalah untuk memenuhi rasa
keadilan, ketertiban, dan keamanan di dalam lingkungan masyarakat. Center
for Civic Education (CCE) Amerika Serikat menjadikan konsep keadilan
(justice) sebagai salah satu fondasi demokrasi (Foundations of Democracy)
di samping fondasi demokrasi lainnya, yakni otoritas (authority), tanggung
jawab (responsibility), dan privasi (privacy). Dengan hal tersebut, dapat
disimpulkan betapa pentingnya konsep “keadilan” bagi masyarakat sehingga
setiap warga masyarakat perlu mengetahui, memahami, menghayati bahkan
mengamalkannya.
Sebagai tahap awal (dasar) sebagai seorang guru, tentunya perlu
memperkenalkan konsep keadilan dalam proses pembelajaran di kelas.
Konsep materi tentang keadilan ini bisa membelajarkan anak tentang materi
hukum dan penegakan hukum di sekolah dasar. Model pembelajaran yang
digunakan adalah model pembelajaran inkuiri karena model pembelajaran
inkuiri dapat merangsang peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, induktif,
dan deduktif melalui mencari/mengamati dan menanya. Berikut adalah model
pembelajaran inkuiri sederhana tentang keadilan untuk siswa sekolah dasar
(Winataputra, 2006:8.44).
1. Pokok Bahasan : Arti Keadilan
Dalam pembelajaran ini akan dibahas mengenai arti atau istilah
keadilan. Ada 3 jenis masalah keadilan. Dalam pembelajaran ini akan
dibahas mengapa masalah keadilan dibagi menjadi 3 dan juga bagaimana
cara mengambil keputusan untuk mmecahkan masalah secara adil.
Kata-kata yang perlu dipelajari adalah keadilan, mengambil
keptusan, bersikap adil, pemungutan suara.
Cerita singkat (dibacakan oleh guru atau dibaca oleh siswa)
Wayan mempunyai 3 sahabat karib, yaitu Made, Ayu, dan Devi.
Oleh karena kedekatannyaitu mereka yang menamakandiri “empat
sekawan” selalu saling membantu dan menolong diantara mereka
yang mendapat kesulitan. Mereka pun selalu berbagi rasa dalam
suka maupun duka.Suatu waktu Wayan punya dua buah coklat yang
ingin dibagi secara adil dengan temannya.
36
Ajukan pertanyaan kepada anak, seperti:
a. Masalah apa yang dihadapi oleh Wayan?
b. Apakah yang mungkin dilakukan oleh Wayan?
c. Apakah Wayan akan berbuat adil? Mengapa?
d. Bagaimana seharusnya sikap Wayan agar dia dapat berbuat adil?
Pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh guru atau guru
dapat menanyakan kepada siswa. Siapa diantara kalian yang punya
pengalaman atau cerita serupa? Apabila siswa telah bercerita tentang
pengalamannya, untuk memperkuat pemahaman siswa tentang konsep
“adil”, guru dapat melontarkan lagi suatu kasus, misalnya berikut ini.
Empat sekawan ingin bermain. Mereka harus memutuskan jenis
permainannya. Membuat keputusan berarti mengambil suatu kesepakatan
terhadap masalah yang dihadapi. Wayan mengusulkan untuk bermain
sepak bola. Made menyatakan tidak setuju karena empat orang terlalu
sedikit. Ayu mengusulkan agar kita adakan pemungutan suara saja
dengan cara mengangkat tangan bagi siapa yang setuju.
Ajukan pertanyana kepada anak, seperti:
a. Apakah yang dilakukan oleh anak-anak tersebut?
b. Apakah itu adil?
c. Mengapa?
d. Coba kalian kemukakan cara yang adil untuk mengambil suatu
keputusan!
2. Ide-ide yang Harus Dipahami : 3 Jenis Masalah Keadilan
Apabila diperhatikan maka ada 3 jenis keadilan dalam masalah
empat sekawan tersebut, yaitu sebagai berikut.
a. Wayan punya masalah bagaimana membagi coklat terhadap temannya
secara adil.
b. Mereka punya masalah bagaimana bersikap adil terhadap suatu
tindakan.
c. Mereka punya masalah bagaimana membuat keputusan secara adil.
37
Kita perlu mengetahui 3 jenis masalah keadilan tersebut karena kita
akan berhadapan dan berusaha memecahkan masalah keadilan dalam
kehidupan sehari-hari. Kita mempertanyakan untuk mencari solusinya.
Kita mempertanyakan kasus lainnya untuk mencoba menyelesaikannya.
Untuk melatih agar para siswa dapat memahami bertul tentang
makna keadilan, kita sebagai guru dapat menyusun pertanyaan, kasus, atau
masalah, kemudian siswa diminta untuk menjawab pertanyaan, kasus atau
masalah tersebut pada bagian beirkutnya. Contoh masalahnya adalah
sebagai berikut.
a. Semua siswa berangkat berwisata ke pantai. Dua perempuan memungut
sampah yang berserakan di tempat tersebut.
b. Sebuah tim bola voli memilih seorang ketua. Hanya pemain terbaik
yang mendapat suara terbanyak.
c. Seorang siswa kelas 3 memukul siswa kelas 6. Ia tidak sengaja
melakukannya. Siswa kelas 6 itu membalas dengan memukul siswa
kelas 3 itu sekeras-kerasnya.
d. Dua siswa laki-laki mencoret dinding rumah tetangganya. Ibunya yang
membersihkan dinding rumah tetangga.
e. Siswa perempuan menuduh bahwa siswa laki-laki memecahkan
jendela.
f. Untuk menjadi Kapten kesebelasan sepak bola ia membagikan
makanan kepada anggota tim kesebelasan.
Berbagai permasalahan tersebut dapat diberikan kepada siswa agar mereka
bisa menemukan solusi yang tepat untuk bersikap adil. Dalam menemuka n
solusi tersebut, siswa dibimbing guru agar pikiran mereka bisa lebih
terarah.
38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Hukum adalah keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang
berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai
peraturan, dengan tujuan untuk mengadakan suatu mengikat bagi sebagian
atau seluruh tata yang dikehendaki. Tujuan dari hukum adalah mencapai
suatu kedamaian di dalam masyarakat. Kedamaian berarti adanya tingkat
keserasian tertentu antara ketertiban dan ketentraman. Hukum dapat
digolongkan menurut sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya,
kepentingan yang diatur atau dilindunginya, hubungan aturan-aturan
hukum itu satu sama lain, pertaliannya dengan hubungan-hubungan
hukum, dan hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya. Hukum berfungsi
sebagai sarana pengendalian sosial (social control) yang berarti bahwa
sistem hukum menerapkan aturan-aturan mengenai perilaku yang benar
atau pantas.
2. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan
penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak
secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur
penilaian pribadi. Aparat penegak hukum di Indonesia antara lain
Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman yang dilaksanakan oleh Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha
Negara, dan apparat penegak hukum selanjutnya adalah Peneasihat
Hukum. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah
faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada
Undang-Undang saja, faktor penegak hukum, yakni fihak-fihak yang
membentuk maupun menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang
mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, yakni lingkungan
dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, dan faktor kebudayaan,
39
yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa
manusia di dalam pergaulan hidup.
3. Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan
hendaknya diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi
secara efektif dalam lembaga-lembaga hukum. Tujuan utama dari
pendidikan hukum adalah untuk membantu siswa mengembangkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh
hak-hak hukumnya secara maksimum dalam masyarakat. Sebagai tahap
awal (dasar) sebagai seorang guru, tentunya perlu memperkenalkan
konsep keadilan dalam proses pembelajaran di kelas. Konsep materi
tentang keadilan ini bisa membelajarkan anak tentang materi hukum dan
penegakan hukum di sekolah dasar. Model pembelajaran yang digunakan
adalah model pembelajaran inkuiri karena model pembelajaran inkuiri
dapat merangsang peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, induktif, dan
deduktif melalui mencari/mengamati dan menanya.
3.2 Saran
Adapun saran yang disampaikan penulis, sebagai calon guru kita harus
mengetahui konsep hukum dan penegakan hukum agar nantinya kita
mempunyai dasar serta pedoman dalam mengajar materi ini kepada peserta
didik. Selain itu dengan mempelajari materi hukum dan penegakan hukum ini,
kita juga diharapkan mampu menguasai materi dengan baik untuk
meminimalkan kesalahan-kesalahan dalam mengajar.
40
DAFTAR RUJUKAN
Loudoe, John Z. 1985. Menemukan Hukum Melalui Tafsir dan Fakta. Jakarta: PT
Bina Aksara
Soekanto, Soerjono. 1986. Beberapa Cara dan Mekanisme dalam Penyuluhan
Hukum. Jakarta: PT Pradnya Paramita
Soekanto, Soerjono. 1993.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Winataputra, Udin S. 2006. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta: Universitas
Terbuka

More Related Content

What's hot

Makalah sistem ketatanegaraan
Makalah sistem ketatanegaraanMakalah sistem ketatanegaraan
Makalah sistem ketatanegaraan
Warnet Raha
 
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htnPengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Della Mega Alfionita
 
Makalah PKn - Hak Asasi Manusia
Makalah PKn - Hak Asasi ManusiaMakalah PKn - Hak Asasi Manusia
Makalah PKn - Hak Asasi Manusia
yuliansafa
 
Pengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum InternasionalPengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum Internasional
Vallen Hoven
 
Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga SosialHubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Adhi Panjie Gumilang
 
Norma Kaidah
Norma KaidahNorma Kaidah
Norma Kaidah
Roelly Syafarul
 
ppt nilai - nilai pancasila masa kini
ppt nilai - nilai pancasila masa kinippt nilai - nilai pancasila masa kini
ppt nilai - nilai pancasila masa kini
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
 
Makalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumMakalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukum
Septian Muna Barakati
 
Materi kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi HukumMateri kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi Hukum
Nur Fitrianna Damayanti
 
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCESOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Dian Oktavia
 
Makalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumMakalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukum
Warnet Raha
 
Contoh kesimpulan-dan-saran-makalah
Contoh kesimpulan-dan-saran-makalahContoh kesimpulan-dan-saran-makalah
Contoh kesimpulan-dan-saran-makalah
hermanwae
 
konsep hak dan kewajiban asasi manusia
konsep hak dan kewajiban asasi manusiakonsep hak dan kewajiban asasi manusia
konsep hak dan kewajiban asasi manusia
abd_
 
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moralPertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Eka Zay
 
Makalah Pemilihan Umum (PEMILU)
Makalah Pemilihan Umum (PEMILU)Makalah Pemilihan Umum (PEMILU)
Makalah Pemilihan Umum (PEMILU)
David Adi Nugroho
 
Artikel pendidikan kewarganegaraan, PANCASILA
Artikel pendidikan kewarganegaraan, PANCASILAArtikel pendidikan kewarganegaraan, PANCASILA
Artikel pendidikan kewarganegaraan, PANCASILARaha Sia
 
Hukum Konstitusi
Hukum KonstitusiHukum Konstitusi
Hukum Konstitusi
Tri Widodo W. UTOMO
 
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu PolitikHubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Shelly Selviana
 
Kedudukan, fungsi dan peranan pancasila
Kedudukan, fungsi dan peranan pancasilaKedudukan, fungsi dan peranan pancasila
Kedudukan, fungsi dan peranan pancasila
Sawah Dan Ladang Ku
 

What's hot (20)

Makalah sistem ketatanegaraan
Makalah sistem ketatanegaraanMakalah sistem ketatanegaraan
Makalah sistem ketatanegaraan
 
Ppt Demokrasi Indonesia
Ppt Demokrasi IndonesiaPpt Demokrasi Indonesia
Ppt Demokrasi Indonesia
 
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htnPengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
 
Makalah PKn - Hak Asasi Manusia
Makalah PKn - Hak Asasi ManusiaMakalah PKn - Hak Asasi Manusia
Makalah PKn - Hak Asasi Manusia
 
Pengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum InternasionalPengakuan dalam Hukum Internasional
Pengakuan dalam Hukum Internasional
 
Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga SosialHubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
Hubungan Hukum dengan Lembaga Sosial
 
Norma Kaidah
Norma KaidahNorma Kaidah
Norma Kaidah
 
ppt nilai - nilai pancasila masa kini
ppt nilai - nilai pancasila masa kinippt nilai - nilai pancasila masa kini
ppt nilai - nilai pancasila masa kini
 
Makalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumMakalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukum
 
Materi kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi HukumMateri kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi Hukum
 
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCESOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
 
Makalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumMakalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukum
 
Contoh kesimpulan-dan-saran-makalah
Contoh kesimpulan-dan-saran-makalahContoh kesimpulan-dan-saran-makalah
Contoh kesimpulan-dan-saran-makalah
 
konsep hak dan kewajiban asasi manusia
konsep hak dan kewajiban asasi manusiakonsep hak dan kewajiban asasi manusia
konsep hak dan kewajiban asasi manusia
 
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moralPertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
Pertemuan 3 Hubungan nilai, norma dan moral
 
Makalah Pemilihan Umum (PEMILU)
Makalah Pemilihan Umum (PEMILU)Makalah Pemilihan Umum (PEMILU)
Makalah Pemilihan Umum (PEMILU)
 
Artikel pendidikan kewarganegaraan, PANCASILA
Artikel pendidikan kewarganegaraan, PANCASILAArtikel pendidikan kewarganegaraan, PANCASILA
Artikel pendidikan kewarganegaraan, PANCASILA
 
Hukum Konstitusi
Hukum KonstitusiHukum Konstitusi
Hukum Konstitusi
 
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu PolitikHubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
 
Kedudukan, fungsi dan peranan pancasila
Kedudukan, fungsi dan peranan pancasilaKedudukan, fungsi dan peranan pancasila
Kedudukan, fungsi dan peranan pancasila
 

Similar to Makalah Hukum dan Penegakan Hukum

6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
PerryBoyChandraSiaha1
 
98936229 makalah-isbd
98936229 makalah-isbd98936229 makalah-isbd
98936229 makalah-isbd
Reff Raf
 
ARTI PENTING HUKUM BAGI MANUSIA DAN HIDUP
ARTI PENTING HUKUM BAGI MANUSIA DAN HIDUPARTI PENTING HUKUM BAGI MANUSIA DAN HIDUP
ARTI PENTING HUKUM BAGI MANUSIA DAN HIDUP
RaswanRaswan2
 
Bab ii sis hukum & perad nas
Bab ii sis hukum & perad nasBab ii sis hukum & perad nas
Bab ii sis hukum & perad nas
eli priyatna laidan
 
Bab ii-sis-hukum-perad-nas
Bab ii-sis-hukum-perad-nasBab ii-sis-hukum-perad-nas
Bab ii-sis-hukum-perad-nas
Dzikri Fauzi
 
penyebab manusia menaati hukum
penyebab manusia menaati hukumpenyebab manusia menaati hukum
penyebab manusia menaati hukum
mochammad fathor rosi
 
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-pptPancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
andhika perceka
 
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum BisnisBMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
Mang Engkus
 
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
Eny Ardhika Putri
 
Rule of law
Rule of lawRule of law
Rule of law
Amyarimbi
 
Ilmu hukum
Ilmu hukumIlmu hukum
Ilmu hukum
gradyg
 
Pancasila sebagai etika politik dan ham
Pancasila sebagai etika politik dan hamPancasila sebagai etika politik dan ham
Pancasila sebagai etika politik dan hamSurveyan Adhi Laksana
 
II. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptxII. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptx
donihasmanto
 
Nadya E. Putri (ISBD Bab 5)
Nadya E. Putri (ISBD Bab 5)Nadya E. Putri (ISBD Bab 5)
Nadya E. Putri (ISBD Bab 5)nadyasakura
 
Ketidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasila
Ketidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasilaKetidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasila
Ketidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasila
Meilana Lestari
 
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptxManusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
aljaliljalil
 

Similar to Makalah Hukum dan Penegakan Hukum (20)

Pih bab1 klmpk1_smt1_akt1
Pih bab1 klmpk1_smt1_akt1Pih bab1 klmpk1_smt1_akt1
Pih bab1 klmpk1_smt1_akt1
 
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
 
98936229 makalah-isbd
98936229 makalah-isbd98936229 makalah-isbd
98936229 makalah-isbd
 
ARTI PENTING HUKUM BAGI MANUSIA DAN HIDUP
ARTI PENTING HUKUM BAGI MANUSIA DAN HIDUPARTI PENTING HUKUM BAGI MANUSIA DAN HIDUP
ARTI PENTING HUKUM BAGI MANUSIA DAN HIDUP
 
Bab ii sis hukum & perad nas
Bab ii sis hukum & perad nasBab ii sis hukum & perad nas
Bab ii sis hukum & perad nas
 
Bab ii-sis-hukum-perad-nas
Bab ii-sis-hukum-perad-nasBab ii-sis-hukum-perad-nas
Bab ii-sis-hukum-perad-nas
 
penyebab manusia menaati hukum
penyebab manusia menaati hukumpenyebab manusia menaati hukum
penyebab manusia menaati hukum
 
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-pptPancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
 
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum BisnisBMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
 
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
 
Rule of law
Rule of lawRule of law
Rule of law
 
K elompok 7 pkn
K elompok 7 pknK elompok 7 pkn
K elompok 7 pkn
 
K elompok 7 pkn
K elompok 7 pknK elompok 7 pkn
K elompok 7 pkn
 
Ilmu hukum
Ilmu hukumIlmu hukum
Ilmu hukum
 
Pancasila sebagai etika politik dan ham
Pancasila sebagai etika politik dan hamPancasila sebagai etika politik dan ham
Pancasila sebagai etika politik dan ham
 
II. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptxII. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptx
 
Legislasi dprd
Legislasi dprdLegislasi dprd
Legislasi dprd
 
Nadya E. Putri (ISBD Bab 5)
Nadya E. Putri (ISBD Bab 5)Nadya E. Putri (ISBD Bab 5)
Nadya E. Putri (ISBD Bab 5)
 
Ketidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasila
Ketidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasilaKetidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasila
Ketidakadilan hukum indonesia sebuah refleksi sila kelima pancasila
 
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptxManusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
 

Recently uploaded

Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
arianferdana
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
SholahuddinAslam
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
MuhammadBagusAprilia1
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
SdyokoSusanto1
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
GusniartiGusniarti5
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
Kanaidi ken
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
akram124738
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
rohman85
 
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdfEVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
Rismawati408268
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
VenyHandayani2
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
irawan1978
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
LucyKristinaS
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
asyi1
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SDKisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
denunugraha
 

Recently uploaded (20)

Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
 
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrinPatofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
Patofisiologi Sistem Endokrin hormon pada sistem endokrin
 
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdfEVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SDKisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
Kisi-kisi Soal PAT Matematika Kelas 3 SD
 

Makalah Hukum dan Penegakan Hukum

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk pribadi, tiap-tiap manusia mempunyai sifat, watak, kehendak, dan kepentingan masing-masing. Kehendak dan kepentingan inividu mungkin sejalan atau mungkin berbeda bahkan bertentangan dengan kehendak dan kepentingan individu lainnya. Pertentangan kepentingan antarindividu ini mengakibatkan terganggunya pemenuhan kepentingan para individu itu sendiri. Perbedaan kepentingan antarindividu tersebut menumbuhkan kesadaran akan suatu kebutuhan bersama, yaitu kebutuhan agar kepentingan para individu terjamin dari gangguan individu lainnya. Kebutuhan inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya tata kehidupan bersama yang dikenal dengan tata kehidupan bermasyarakat. Kenyataan tersebut, diperkuat lagi oleh hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain, sehingga manusia melakukan berbagai bentuk pola-pola kerjasama yang menjadi substansi dari tata pergaulan hidup manusia dalam upaya melindungi dan mewujudkan kepentingan bersama. Di dalam pergaulan hidup manusia sehari-hari, terdapat berbagai macam kaidah atau norma yang mengatur peri kehidupannya. Kaidah atau norma merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal tingkah laku yang diharapkan (Winataputra, 2006:8.4). Berkenaan dengan kaidah- kaidah atau norma tersebut, kita mengenal berbagai kaidah atau norma yang meliputi norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma adat, dan norma hukum. Diantara keempat norma tersebut, norma hukum merupakan norma yang paling tegas. Norma hukum dapat melahirkan sistem hukum dan penegakan hukum yang berlaku di masyarakat suatu bangsa dan negara. Kemampuan memahami materi hukum dan penegakan hukum sangat penting bagi guru, sebab pendidikan hukum merupakan salah satu komponen dari Pendidikan Kewarganegaraan. Mengenali norma-norma hukum, aparat
  • 2. 2 penegak hukum, serta penegakan hukum di masyarakat merupakan salah satu bagian penting yang dijalani setiap individu dalam proses sosialisasinya. Warga masyarakat yang baik adalah warga yang mampu menjunjung tinggi dan mentaati norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Dengan demikian, sebagai seorang guru kita harus bisa membelajarkan materi hukum dan penegakan hukum kepada anak didik, agar anak didik kita kelak bisa menjadi warga masyarakat yang baik dalam mentaati hukum yang berlaku. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pengertian hukum? 2. Bagaimana tujuan hukum? 3. Bagaimana klasifikasi atau penggolongan hukum? 4. Bagaimana fungsi hukum dalam masyarakat? 5. Bagaimana pengertian penegakan hukum? 6. Apa saja lembaga penegak hukum? 7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum? 8. Bagaimana pembelajaran materi hukum dan penegakan hukum? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian hukum. 2. Untuk mengetahui bagaimana tujuan hukum. 3. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi atau penggolongan hukum. 4. Untuk mengetahui bagaimana fungsi hukum dalam masyarakat. 5. Untuk mengetahui bagaimana pengertian penegakan hukum. 6. Untuk mengetahui apa saja lembaga penegak hukum. 7. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.
  • 3. 3 8. Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran materi hukum dan penegakan hukum.
  • 4. 4 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Hukum 2.2.1 Pengertian Hukum Menurut Kelsen (1995) hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan- tindakan paksaan (Winataputra, 2006:8.6). Hukum adalah keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan, dengan tujuan untuk mengadakan suatu yang mengikat bagi sebagian atau seluruh tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut. Adapun pengertian hukum menurut para ahli adalah sebagai berikut. 1. Van Kan Hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat. Peraturan dalam menjalankan kehidupan diperlukan untuk melindungi kepentingan dengan tertib. 2. Utrecht Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah. 3. Wiryono Kusumo Hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Sedangkan tujuan dari hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan ketertiban dalam masyarakat.
  • 5. 5 4. Mochtar Kusumaatmadja Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, dan juga mencakupi lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan. 5. Soetandyo Wigjosoebroto Bahwa tidak ada yang konsep tunggal mengenai apa yang disebut hukum itu. Karena sebenarnya hukum terdiri dari 3 konsep: hukum sebagai asas moralitas, hukum sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu, dan yang ketiga, hukum dikonsepkan sebagai institusi yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan bermasyarakat. 6. Austin Hukum adalah tiap-tiap undang-undang positif yang ditentukan secara langsung atau tidak langsung oleh seorang pribadi atau sekelompok orang yang berwibawa bagi seorang anggota atau anggota-anggota suatu masyarakat politik yang berdaulat, dimana yang membentuk hukum adalah yang tertinggi. 7. Hans Kelsen Hukum adalah sebuah ketentuan sosial yang mengatur perilaku mutual antar manusia, yaitu sebuah ketentuan tentang serangkaian peraturan yang mengatur perilaku tertentu manusia dan hal ini berarti sebuah sistem norma. Jadi hukum itu sendiri adalah ketentuan. 2.2.2 Tujuan Hukum Menurut Soerjono Soekanto (1993), norma atau kaidah hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan bersama. Kedamaian tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketenteraman (yang bersifat batiniah). Tujuan dari hukum adalah mencapai suatu kedamaian di dalam masyarakat. Kedamaian berarti adanya tingkat keserasian tertentu antara ketertiban dan ketentraman. Ketertiban diperlukan bagi kepentingan umum, sehingga merupakan suatu prinsip yang diperlukan, sedangkan ketentraman
  • 6. 6 diperlukan bagi kepentingan pribadi yang mempunyai prinsip kenikmatan. Apabila ketertiban mencerminkan keterikatan atau disiplin, maka ketentraman merupakan pencerminan dari kebebasan, sehingga di dalam kehidupan bersama kedua nilai tersebut berpasangan dan selalu harus diserasikan, supaya tidak mengganggu masyarakat maupun pribadi-pribadi yang menjadi bagiannya (Soekanto, 1986:13). Schuyt memberikan perincian mengenai adanya ketertiban atau keadaan tertib dengan mengetengahkan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Voorspelbaarheid (dapat diperkirakan) 2. Cooperatie (kerjasama) 3. Controle can geweld (pengendalian kekerasan) 4. Consistentie (berpegang pada asas) 5. Duurzaamheid (langgeng) 6. Stabiliteit (kemantapan) 7. Hierarchie (berjenjang) 8. Comformatie (ketaatan atau kepatuhan) 9. Afwezigheid van conflict (tanpa sengketa) 10. Uniformiteit (keseragaman) 11. Gameenschappelijkheid (kebersamaan) 12. Regelmaat (keajegan) 13. Bavel (suruhan; perintah) 14. Volgorde (keberurutan) 15. Uiterlijke stijl (corak lahiriah) 16. Rangschikking (tersusun) Ketentraman akan terjadi apabila warga masyarakat tidak mengalami kekhawatiran. Juga tidak ada perasaan terjadinya ancaman dari luar serta tidak adanya konflik batiniah di dalam diri pribadi. Hal itu hanya mungkin terwujud apabila tidak ada hambatan dari pihak lain, yaitu bahwa pribadi dipaksa oleh pihak lain tersebut. Disamping itu, maka pribadi perlu diberikan pilihan-pilihan tertentu, sehingga dia tidak di dalam keadaan terpaksa. Ketertiban akan dapat dicapai apabila hukum menerapkan tugass kepastian (hukum), sedangkan ketentraman akan dapat dicapai kalau hukum
  • 7. 7 menerapkan tugas kesebandingan (hukum). Landasan dari kepastian hukum adalah kesamaan; artinya, untuk siapa saja, kapan dan di mana saja. Kalau yang dikehendaki adalah kepastian hukum yang bermanfaat, maka kepastian hukum harus senantiasa diserasikan dengan kesebandingan hukum yang dasarnya atau landasannya adalah kebedaan. Apabila tidak, maka kepastian hukum hanyalah berarti kepastian undang-undang belaka yang biasanya akan menjurus kearah kepastian dari ketidaksesuaian hukum (Soekanto, 1986:14). Dengan demikian dapat disebutkna tujuan hukum adalah sebagai berikut : 1. Mendatangkan kemakmuran masyarakat yang mempunyai tujuan 2. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai 3. Memberikan petunjuk bagi orang-orang dalam pergaulan masyarakat 4. Menjamin kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada semua orang 5. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin 6. Sebagai sarana penggerak pembangunan 2.2.3 Penggolongan atau Klasifikasi Hukum Menurut Winataputra (2006), hukum dapat digolongkan menurut hal- hal berikut. 1. Sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya Di tinjau dari sumber-sumbernya, hukum dapat kita golongkan ke dalam klasifikasi berikut. a. Hukum undang-undang b. Hukum persetujuan c. Hukum traktat (perjanjian antarnegara) d. Hukum kebiasaan dan hukum adat e. Hukum yurisprudensi Mengingat sumber hukum itu ada yang berbentuk naskah (tertulis) dan ada yang tidak berbentuk naskah (tidak tertulis) maka penggolongannya dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam berikut ini. a. Hukum tertulis, meliputi hukum undang-undang, hukum perjanjian, hukum traktat.
  • 8. 8 b. Hukum tidak tertulis, meliputi hukum kebiasaan dan hukum adat 2. Kepentingan yang diatur atau dilindunginya Ditinjau dari sudut kepentingan yang diaturnya, hukum dapat digolongkan ke dalam hukum privat dan hukum publik. Hukum privat adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan orang perseorangan dan juga kepentingan-kepentingan negara dalam kedudukannya bukan sebagai penguasa. Hukum publik adalah hukum yang mengatur atau melindungi kepentingan-kepentingan negara sebagai penguasa. Mengikuti susunan tradisional, terdapat penggolongan hukum sebagai berikut. I. Hukum Privat : a. Hukum Perdata b. Hukum Dagang c. Hukum Privat Internasional II. Hukum Publik : a. Hukum Tata Negara b. Hukum Tata Usaha Negara c. Hukum Antarnegara d. Hukum Pidana e. Hukum Acara Pidana f. Hukum Acara Perdata g. Hukum (Acara) Pengadilan Tata Usaha Negara 3. Hubungan aturan-aturan hukum satu sama lain Dilihat dari hubungan antara aturan-aturan hukum satu sama lain, hukum dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu hukum seragam dan hukum beraneka ragam. Hukum seragam dimaksudkan sebagai hukum kesatuan dan hukum beraneka ragam dimaksudkan sebagai hukum antar tata hukum. Dengan kata lain, hukum seragam mengandung pengertian bahwa hanya ada dan berlaku satu macam hukum, baik dilihat dari faktor waktunya, tempat atau wilayah berlakunya, dan orang-orang terhadap siapa aturan hukum itu berlaku. Sementara itu, dengan hukum beraneka ragam mengandung pengertian terdapat lebih dari satu macam aturan,
  • 9. 9 mungkin yang berlaku secara susul-menyusul, mungkin karena perbedaan tempat dan orang. Cabang-cabang dari hukum ini, antara lain sebagai berikut. a. Hukum antarwaktu b. Hukum antartempat c. Hukum antargolongan d. Hukum antaragama e. Hukum privat internasional Satu hubungan hukum antarwaktu terdapat apabila lebih dari satu aturan hukum yang selama suatu jangka waktu tertentu secara berurutan menguasai sesuatu acara tertentu. Hubungan hukum antartempat ada apabila dalam satu negara, mengenai satu hal pada waktu yang sama terdapat lebih dari satu aturan, yang berlaku pada masing-masing daerahnya, tetapi terdapat hal-hal yang mempertemukan aturan-aturan hukum tersebut. Hubungan hukum antargolongan terdapat apabila dalam satu negara dan satu waktu yang sama terdapat lebih dari satu golongan masyarakat yang masing-masing mengenai sesuatu acara yang sama mempunyai aturan-aturan hukumnya sendiri, tetapi ada unsur-unsur yang mempertemukan aturan-aturan itu satu sama lain. Apabila perbedaan aturan-aturan hukum itu karena perbedaan agama yang dipeluk oleh golongan-golongan masyarakat hukum yang bersangkutan maka kita bicara tentang hukum antaragama. Hubungan hukum privat internasional terdapat apabila aturan-aturan hukum yang berbeda itu disebabkan oleh perbedaan negara dan oleh sebab itu pula perbedaan hukum privat yang berlaku bagi masing-masing warga negara yang bersangkutan. Hukum antar waktu, antartempat, antargolongan, antaragama dan privat internasional memberi jawaban aturan hukum mana yang berlaku atau apakah hukumnya apabila terjadi hubungan-hubungan hukum, seperti yang dimaksudkan di atas.
  • 10. 10 4. Pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum Penggolongan hukum berikutnya adalah penggolongan antara hukum formal dengan hukum materiel. Hukum formal sering dipersamakan dengan hukum acara, yakni hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana kaidah-kaidah hukum (materiel) dipertahankan atau dilaksanakan. Yang dimaksud dengan hukum materiel ialah ketentuan- ketentuan hukum yang mengatur wujud dari hubungan-hubungan hukum itu sendiri. Dengan kata lain hukum materiel adalah hukum yang mengatur tentang isi dari hubungan-hubungan hukum. 5. Hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya Atas dasar tinjauan apakah dalam suatu cabang hukum diutamakan tentang keharusan/larangan ataukah tentang sanksinya maka dapat dibedakan menjadi: a. Hukum kaidah (normenrecht) Hukum kaidah ialah ketentuan-ketentuan hukum, baik publik maupun privat, di mana dinyatakan ada perintah atau larangan atau perkenaan tentang sesuatu. Juga apabila ternyata ada persetujuan, perintah, larangan, perkenaan atau janji itu timbul kewajiban dan pada pihak lain hak; jadi diketahuilah hal-hal apa yang diharuskan, diperbolehkan atau dilarang dan dijanjikan untuk diperbuat seseorang. b. Hukum sanksi (sanctienrecht) Hukum sanksi ialah ketentuan-ketentuan hukum yang menetapkan apakah hukuman yang akan (dapat) dikenakan kepada seseorang, yang melanggar kaidah-kaidah undang-undang atau kaidah-kaidah hukum lainnya. Yang terakhir ini umpamanya dalam hukum pidana, yang kaidah-kaidahnya terdapat pada ukuran agama, kesusilaan. Jadi hukum sanksi ini menjelaskan tentang reaksi hukum. 2.2.4 Fungsi Hukum dalam Masyarakat Menurut Soerjono Soekanto (1986:15) hukum berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (social control) yang berarti bahwa sistem hukum
  • 11. 11 menerapkan aturan-aturan mengenai perilaku yang benar atau pantas. Setiap masyarakat mempunyai tolak ukur tertentu mengenai perilaku yang dianggap menyimpang yang dibedakanya dari perilaku yang pantas atau benar. Adanya pengendalian sosial di dalam masyarakat bertujuan untuk mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar mentaati kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Biasanya hukum dianggap sebagai suatu sarana pengendalian sosial formal, oleh karena didukung oleh kekuasaan dan wewenng yang bersifat resmi. Hal ini tidaklah sepenuhnya benar, oleh karena di samping hukum tertulis, di dalam setiap masyarakat juga dapat dijumpai hukum tidak tertulis yang mustahil didukung oleh kekuasaan atau wewenang yang tidak resmi sifatnya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa di dalam fungsinya sebagai sarana pengendalian sosial, hukum berfungsi dalam penyelesaian persengketaan. Penyelesaian persengketaan (dispute settlement) merupakan fungsi kedua dari hukum. Di dalam masyarakat atau bagian masyarakat terdapat berbagai mekanisme untuk menyelesaikan masalah. Persengketaan tersebut, yang pada umumnya dilaksanakan oleh berbagai lembaga sosial yang mempunyai bentuk dan cara tertentu. Pada masyarakat-masyarakat bersahaja, persengketaan tersebut mungkin diselesaikan oleh pemuka-pemuka masyarakat yang diakui wewenangnya secara resmi. Di Indonesia, misalnya diakui wewenang dari kepala desa sebagai hakim perdamaian yang sebagian di atur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Di dalam masyarakat yang taraf struktur sosial dan kebudayaannya semakin kompleks akan dapat ditemui badan-badan peradilan ataupun badan-badanar arbitrase yang diakui fungsinya. Dengan mempergunakan hukum sebagai sarana, maka diharapkan bahwa penyelesaian sengketa akan berlangsung. Di dalam kenyataannya, maka hukum mungkin mempunyai fungsi inovatif atau redistributive, yang sebenarnya berkaitan erat dengan proses perubahan sosial budaya yang terencana dan dikehendaki. Dalam hal ini hukum berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan social engineering. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum berfungsi sebagai sarana
  • 12. 12 untuk merubah masyarakat secara terencana, biasanya berasal dari golongan yang secara resmi memegang kekuasaan dan wewenang. Lazimnya social engineering dengan mempergunakan hukum sebagai sarannya akan lebih berhasil apabila berkaitan dengan bidang-bidang kehidupan yang bersifat netral, yakni tidak menyangkut masalah pribadi yang bersifat sensitive (Soekanto, 1986:17). 2.2 Penegakan Hukum 2.2.1 Pengertian Penegakan Hukum Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1993:3). Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih konkrit. Manusia dalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai pandangan tertentu mengenai apa yang baik dana pa yang buruk. Pandangan- pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu, sehingga misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan inovatisme, dan seterusnya. Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai perlu diserasikan; misalnya, perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman. Sebab, nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketenteraman titik tolaknya adalah kebebasan. Di dalam kehidupannya, maka manusia memerlukan keterikatan maupun kebebasan di dalam wujud yang serasi. Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut, memerlukan penjabaran secara lebih konkrit lagi, oleh karena nilai-nilai lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran secara lebih konkrit terjadi di dalam bentuk kaidah- kaidah, dalam hal ini kaidah-kaidah hukum, yang mungkin berisikan suruhan, larangan atau kebolehan. Di dalam bidang hukum tata negara Indonesia,
  • 13. 13 misalnya, terdapat kaidah-kaidah tersebut yang berisikan suruhan atau perintah untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, atau tidak melakukannya. Di dalam kebanyakan kaidah hukum pidana tercantum larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, sedangkan di dalam bidang hukum perdata ada kaidah-kaidah yang berisikan kebolehan- kebolehan. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas, atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Demikianlah konkretisasi dari pada penegakan hukum secara konsepsional. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi (Soekanto, 1993:4). Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound, maka Soerjono Soekanto menyatakan, bahwa pada hakikat-nya diskresi berada diantara hukum dan moral (etika dalam arti sempit). Atas dasar uraian tersebut di atas dapatlah dikatakan, bahwa gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara "tritunggal" nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi, apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup. Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian "law enforcement" begitu populer. Selain dari itu, maka ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.
  • 14. 14 2.2.2 Penegak Hukum Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk lembaga penegakan hukum (law enforces), antara lain adalah sebagai berikut (Winataputra, 2006:8.20). 1. Kepolisian Kepolisian negara ialah alat penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum, khususnya Hukum acara Pidana, Kepolisian negara bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut Pasal 4 U-U nomor 8 tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik mempunyai wewenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak Pidana b. Mencari keterangan dan barang bukti c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa: a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan b. Pemeriksaan dan penyitaan surat c. Mengambil sidikjari dan memotret seseorang d. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan tersebut di atas kepada penyidik. Selain penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik. Menurut Pasal 6 UU No. 8/1981 yang bertindak sebagai penyidik, yaitu: a. Pejabat Polisi negara Republik Indonesia b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
  • 15. 15 Pejabat polisi yang dapat bertindak sebagai penyidik harus memenuhi persyaratan kepangkatan tertentu, yaitu sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda). Sedangkan bagi pejabat pegawai negeri sipil sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II b) atau yang disamakan dengan itu. Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut. a. Menerima laporan dan pengaduan dari seorang tentang adanya tindak Pidana b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat f. Mengambil sidikjari dan memotret seseorang g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunga nnya dengan pemeriksaan perkara i. Mengadakan penghentian penyidikan j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab 2. Kejaksaan Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi, Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Sedangkan yang dimaksud penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang Pengadilan.
  • 16. 16 Berdasarkan penjelasan tersebut maka Jaksa (penuntut umum) berwewenang, antara lain untuk: a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan; b. Membuat surat dakwaan c. Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku d. Menuntut pelaku perbuatan melanggar hukum (tersangka) dengan hukuman tertentu e. Melaksanakan penetapan hakim, dan lain-lain. Yang dimaksud penetapan hakim adalah hal-hal yang telah ditetapkan baik oleh hakim tunggal maupun tidak tunggal (Majelis Hakim) dalam suatu putusan pengadilan. Putusan tersebut dapat berbentuk penjatuhan pidana, pembebasan dari segala tuntutan atau pembebasan bersyarat. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum, Kejaksaan berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Berdasarkan Pasal 3 UU No. 5 tahun 1991 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia" pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan tersebut diselenggarakan oleh berikut ini. a. Kejaksaan Negeri yang berkedudukan di ibu kota Kabupaten atau di kotamadya atau di kota administratif dan daerah hukumnya yang meliputi wilayah kabupaten atau kotamadya dan atau kota administratif. Misalnya, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung; Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. b. Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di ibu kota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Misalnya, Kejaksaan Tinggi DK1 Jakarta; Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. c. Kejaksaan Agung yang berkedudukan di ibu kota negara RI dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
  • 17. 17 Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang Pidana, tetapi juga di bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang ketertiban dan kepentingan umum, serta dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. Khusus dalam bidang Pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang untuk: a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat (yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman) d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik 3. Kehakiman Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili. Sedangkan Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1 UU nomor 8/1981 mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut. Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Artinya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan- kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapat pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan perkara maka cenderung keputusan hakim itu tidak adil, yang pada akhirnya akan meresahkan masyarakat dan wibawa hukum dan hakim akan pudar. Oleh karena itu, daiam Pasal 5 UU Nomor 14 Tahun 1970 ditegaskan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Demikian pula dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman
  • 18. 18 adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara Hukum RI. Dalam Penjelasan Pasal 1 tersebut ditegaskan bahwa "kekuasaan kehakiman yang merdeka ini mengandung pengertian bahwa Kekuasaan kehakiman itu bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal yang diizinkan oleh undang-undang". Kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki kekuasaan kehakiman tersebut tidak bersifat mutlak atau sewenang-wenang dalam memutuskan suatu perkara karena hakim bertugas untuk menegakkan hukum dan keadilan sehingga keputusan-keputusannya wajib menjunjung hukum dan mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, dapat dilakukan dalam berbagai badan peradilan sesuai dengan rhasalah dan pelakunya. Dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No. 14 Tahiin 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam 4 lingkungan, yaitu (1) Peradilan Umum; (2) Peradilan Agama; (3) Peradilan Militer; dan (4) Peradilan Tata Usaha Negara. Keempat lingkungan peradilan tersebut, masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi badan peradilan secara bertingkat. Peradilan Militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengadili golongan rakyat tertentu. Sedangkan peradilan umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya baik mengenai perkara Perdata maupun perkara Pidana. a. Peradilan Agama Peradilan agama diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Berdasar undang-undang tersebut, Peradilan Agama bertugas dan berwewenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama
  • 19. 19 antara orang-orang yang beragama Islam di bidang (a) perkawinan; (b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; (c) wakaf dan sedekah. b. Peradilan Militer Wewenang Peradilan Militer menurut Undang-Undang Darurat No. 16/1950 adalah bertugas memeriksa dan memutuskan perkara Pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh: 1) Seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang RI 2) Seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan Perang RI 3) Seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan yang dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau berdasarkan Undang-undang 4) Orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (a, b, dan c), tetapi atas keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer. c. Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai tata usaha negara. Dalam Peradilan Tata Usaha Negara ini yang menjadi tergugat bukan orang atau pribadi, tetapi badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya. Sedangkan pihak penggugat dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum perdata. Misalnya,
  • 20. 20 beberapa waktu yang lalu, Penerbit Tempo menggugat Menteri Penerangan atas pencabutan SIUP majalah Tempo. d. Peradilan Umum Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Rakyat (pada umumnya) apabila melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang menurut peraturan dapat dihukum, akan diadili dalam lingkungan peradilan Umum. Saat ini, Peradilan umum diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1986, yang dituangkan dalam Lembaran Negara nomor 30 tahun 1986. Adapun tugas peradilan umum adalah mengadili perkara sipil (bukan militer) mengenai penyimpangan-penyimpangan dari aturan hukum Perdata material dan hukum Pidana materiel. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang termasuk wewenang Peradilan umum, digunakan beberapa tingkat atau badan pengadilan yaitu berikut.ini. 1) Pengadilan negeri Pengadilan negeri dikenal pula dengan istilah pengadilan tingkat pertama yang wewenangnya meliputi satu daerah Kabupaten/kota. Dikatakan pengadilan tingkat pertama karena pengadilan negeri merupakan badan pengadilan yang pertama (permulaan) dalam menyelesaikan perkara-perkara hukum. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap perkara hukum harus diselesaikan terlebih dahulu oleh pengadilan negeri sebelum menempuh pengadilan tingkat Banding. Untuk memperlancar proses pengadilan, di pengadilan negeri terdapat beberapa unsur yaitu: Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, sekretaris, dan juru sita. Adapun Fungsi Pengadilan Negeri adalah memeriksa dan memutuskan serta menyelesaikan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara pidana sipil untuk semua golongan penduduk.
  • 21. 21 2) Pengadilan tinggi Putusan hakim Pengadilan Negeri yang dianggap oleh salah satu pihak belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran dapat diajukan Banding. Proses Banding tersebut ditangani oleh Pengadilan Tinggi yang berkedudukan di setiap ibu kota provinsi. Dengan demikian, pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding yang mengadili lagi pada tingkat kedua (tingkat banding) suatu perkara perdata atau perkara Pidana, yang telah diadili/diputuskan oleh pengadilan negeri. Dalam pengadilan tinggi, hanya memeriksa atas dasar pemeriksaan berkas perkara saja, kecuali bila pengadilan Tinggi merasa perlu untuk langsung mendengarkan para pihak yang berperkara. Daerah hukum pengadilan tinggi pada asasnya adalah meliputi satu daerah provinsi. Menurut Undang-undang No. 2 tahun 1986, tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi adalah sebagai berikut. a) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara Pidana dan Perdata di tingkat banding b) Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya. Pengadilan Tinggi mempunyai susunan sebagai berikut: Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Sedangkan pembentukan Pengadilan Tinggi dilakukan melalui undang- undang. 3) Pengadilan tingkat kasasi Apabila putusan hakim Pengadilan Tinggi dianggap belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran oleh salah satu pihak maka pihak yang bersangkutan dapat meminta kasasi kepada Mahkamah Agung. Pengadilan tingkat Kasasi dikenal pula dengan sebutan pengadilan Mahkamah Agung. Di negara kita, Mahkamah Agung merupakan Badan Pengadilan yang tertinggi, dengan
  • 22. 22 berkedudukan di Ibu kota negara RI. Oleh karena itu, daerah hukumnya meliputi seluruh Indonesia. Pemeriksaan tingkat kasasi hanya dapat diajukan jika permohonan terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Sedangkan permohonan kasasi itu sendiri hanya dapat diajukan 1 kali. Kewajiban pengadilan Mahkamah Agung terutama adalah melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan-tindakan segala pengadilan lainnya di seluruh Indonesia, dan menjaga agar hukum dilaksanakan dan ditegakkan dengan sepatutnya. Dalam Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 ditegaskan bahwa "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut Undang-undang. Untuk mengatur lebih lanjut pasal tersebut, telah dikeluarkan Undang- undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Undang-undang tersebut dikemukan 4 lingkungan Peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, seperti telah diungkapkan di atas. Mengenai "Mahkamah Agung" diatur dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 (Lembaran Negara Nomor 73 Tahun 1985). Dalam kaitannya dengan masalah pengadilan, dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan: a) permohonan kasasi b) sengketa tentang kewenangan mengadili c) permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam kaitannya dengan pengujian terhadap produk hukum, Mahkamah Agung mempunyai wewenang: a) untuk menguji secara materi hanya terhadap peraturan perundang-.undangan di bawah undang-undang
  • 23. 23 b) untuk menyatakan tidak sahnya peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pernyataan tentang tidak sahnya peraturan perundangan- undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan tingkat Kasasi. Dalam menegakkan hukum dan keadilan, hakim berkewajiban untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan. Oleh karena itu, hakim atau pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan dengan alasan hukumnya tidak atau kurang jelas. Untuk itu, hakim diperbolehkan untuk menemukan atau membentuk hukum melalui penafsiran hukum dengan tetap memperhatikan perasaan keadilan dan kebenaran. 4. Penasihat hukum Penasihat hukum merupakan istilah yang ditujukan kepada pihak atau orang yang memberikan bantuan hukum. Yang dimaksud Penasihat hukum menurut KUHAP adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum. Diperbolehkannya menggunakan penasihat hukum bagi tertuduh/terdakwa merupakan realisasi dari salah satu asas yang berlaku dalam Hukum Acara Pidana, yang menyatakan bahwa "Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya. Berdasarkan Pasal 69 KUHAP ditegaskan bahwa "Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang". Penasihat hukum tersebut berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan terhadap
  • 24. 24 perkara. Hak lain yang dimiliki penasihat hukum sehubungan dengan pembelaan terhadap kliennya (tersangka) adalah mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya. Dalam melaksanakan bantuan hukum, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh semua pihak, yaitu: a. Penegak hukum yang memeriksa tersangka/terdakwa wajib memberi kesempatan kepada terdakwa untuk memperole bantuan hukum. b. Bantuan hukumn tersebut merupakan usaha untuk membela diri. c. Tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri penasihat hukummnya. Penasihat hukum ada yang berdiri sendiri dan ada pula yang berhimpun dalam organisasi, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI). 2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian "law enforcement" begitu populer. Selain dari itu, maka ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto (1993:5) adalah sebagai berikut. 1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada Undang-Undang saja. 2. Faktor penegak hukum, yakni fihak-fihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
  • 25. 25 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Selanjutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum lebih diperjelas sebagai berikut. 1. Faktor Sarana atau Fasilitas Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hkum akan mencapai tujuannya. Agar masalah tersebut dapat dipahami dengan mudah. Adanya hambatan penyelesaian perkara bukanlah semata-mata disebabkan karena banyaknya perkara yang harus diselesaikan, sedangkan waktu untuk mengadili atau menyelesaikannya sangat terbatas. Para pencari keadilan harus antri menunggu penyelesaian perkaranya. Kalau yang dilakukan hanyalah menambah jumlah hakim untuk menyelesaikan perkara, maka hal itu hanya mempunyai dampak yang sangat kecil di dalam usaha untuk mengatasi hambatan-hambatan pada penyelesaian perkara, terutama dalam jangka panjang. Oleh karena itu yang perlu diperhitungkan tidaklah hanya biaya yang harus dikeluarkan apabila terjadi hambatan di dalam penyelesaian perkara, akan tetapi yang juga perlu diperhitungkan adalah biaya yang harus ada kalau hambatan penyelesaian perkara itu tidak terjadi lagi, sehingga dimanfaatkan secara maksimal oleh para pencari keadilan. Salah satu masalah lain yang erat hubunganya dengan penyelesaian perkara dan sarana atau fasilitasnya, adalah soal efektivitas dari sanksi negatif yang diancamkan terhadap peristiwa-peristiwa pidana tertentu. Tujuan daripada adanya sanksi-sanksi tersebut adalah agar dapat mempunyai efek yang menakutkan terhadap pelanggaran-pelanggaran potensial, maupun yang telah dijatuhi hukuman karena pernah melanggar. Dengan demikian diharapkan, bahwa kejahatan akan berkurang secara
  • 26. 26 semaksimal mungkin. Sanksi negatif yang relatif berat atau diperberat saja, bukan merupakan sarana yang efektif untuk mengendalikan kejahatan maupun penyimpangan-penyimpangan lainnya. Dari penjelasan tersebut nyata pula, bahwa sarana ekonomis ataupun biaya daripada pelaksanaan sanksi-sanksi negatif diperhitungkan, dengan berpegangan pada cara yang lebih efektif dan efisien, sehingga biaya dapat ditekan dalam program-program pemberantas kejahatan jangka panjang. Kepastian di dalam penanganan perkara maupun kecepatannya, mempunyai dampak yang lebih nyata, apabila dibandingkan dengan peningkatan sanksi negatif belaka. Kalau tingkat kepastian dan kecepatan penanganan perkara ditingkatkan maka sanksi- sanksi negatif akan mempunyai efek menakuti yang lebih tinggi pula, swhingga akan dapat mencegah peningkatan kejahatan maupun residivisme. Kepastian dan kecepatan penanganan perkara senatiasa bergantung pada masukan sumber daya yang diberikan di dalam program-program pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Peningkatan teknologi deteksi kriminalitas, umpamanya, mempunyai peranan yang sangat penting bagi kepastian dan kecepatan penanganan perkara-perkara pidana. Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa sarana atau fasilitas mempunyai peranan sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya saran atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penega hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang actual. Khusunya untuk sarana atau fasilitas tersebut, sebaiknya dianuti jalan pikiran. 2. Faktor Masyarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.
  • 27. 27 Masyarakat Indonesia pada khusunya, mempunyai pendapat- pendapat tertentu mengenai hukum. Pertama-tama ada berbagai pengertian atau arti yang diberikan pada hukum, yang variasinya adalah sebagai berikut: a. Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan. b. Huku diartikna sebagai disiplin, yakni sistem ajaran tentang kenyataan. c. Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan perilaku pantas yang diharapkan. d. Hukum diartikan sebagai tata hukum (yakni hukum positif tertuli ). e. Hukum diartikan sebagai petugas ataupun pejabat. f. Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat atau penguasa. g. Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan. h. Hukum diartikan sebagai perilaku teratur dan unik. i. Hukum diartikan sebagai jalinan nilai. j. Hukum diartikan sebagai seni. Dari sekian banyaknya pengertian yang diberikan pada hukum, terdapat kecenderungan yang besar pada masyarakat, untuk mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas ( dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi ). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik-buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak hukum tersebut, yang menurut pendapatnya merupakan pencerminan dari hukum sebagai sebagai struktur maupun proses. Untuk jelasnya, akan dikemukakan suatu contoh yang diambil dari suatu unsur kalangan penegak hukum, yakni polisi yang dianggap sebagai hukum oleh masyarakat luas (di samping unsur-unsur lainnya, seperti misalnya, hakim, jaksa, dan seterusnya ). Didalam kehidupan sehari-hari, maka begitu menyelesaikan pendidikan kepolisian, maka seorang anggota polisi akan terjun langsung ke dalam masyarakat, di mana dia akan menghadapi berbagai masalah, yang mungkin pernah dipelajarinya di sekolah, atau mungkin sama sekali belum pernah diajarkan. Masalah-masalah tersebut ada yang ditindak
  • 28. 28 dengan segera, akan tetapi ada juga persoalan-persoalan yang baru kemudian memerlukan penindakan, apabila tidak tercegah. Hasilnya akan dinilai secara langsung oleh masyarakat tanpa pertimbangan bahwa anggota polisi tersebut baru saja menyelesaikan pendidikan, atau baru saja ditempatkan di daerah yang bersangkutan. Warga msyarakat mempunyai persepsi bahwa setiap anggota polisi dapat menyelesaikan gangguan- gangguan yang dialami oleh warga masyarakat, dengan hasil yang sebaik- baiknya. Masalah lain yang timbul sebagai akibat anggapan masyarakat sebagaimana yang telah dijelaskan. Adalah mengenai segi penerapan perundang-undangan. Kalau penegak hukum menyadari bahwa dirinya dianggap hukum oleh masyarakat, maka tidak mustahil bahwa perundang- undangan ditafsirkan terlalu luas atau terlalu sempit. Selain dari itu, maka mungkin timbul kebiasaan untuk kurang menelaah bahwa perundang- undangan kadangkala tertinggal dengan perkembangan di dalam masyarakat. 3. Faktor Kebudayaan Faktor Kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan oleh karena di dalam pembahasannya akan diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non-material. Sebagai suatu sistem atau subsistem dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup struktur substansi dan kebudayaan. Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut yang misalnya, mencakup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajiban, dan seterusnya. Substansi mencakup isi norma- norma hukum beserta perumusannya maupun cara untuk menegakkannya yang berlaku bagi pelaksanaan hukum maupun pencari keadilan. Secara psikologis keadaan tenteram ada, bila seseorang tidak merasa khawatir, tidak merasa diancam dari luar, dan tidak terjadi konflik batiniah. Pasangan nilai-nilai tersebut diatas yaitu ketertiban dan
  • 29. 29 ketentraman, sebenarnya sejajar dengan nilai kepentingan umum dan kepentingan pribadi. Di dalam bidang tata hukum, maka bidang hukum publik harus menmgutamakan nilai ketertiban dan dengan sendirinya nilai kepentingan umum. Akan tetapi dalam bidang hukum perdata, maka nilai ketentraman lebih di utamakan. Hal ini bukanlah berarti bahwa di dalam hukum publik nilai ketentraman boleh diabaikan, sedangkan dalam hukum perdata nilai ketertiban yang sama sekali tidak diperhatikan. Pasangan nilai ketertiban dan nilai ketentraman, merupakan pasangan nilai yang bersifat universal. Hukum adat merupakan hukum kebiasaan yang berlaku di kalangan rakyat terbanyak. Akan tetapi di samping itu berlaku pula hukum tertulis yang timbul dari golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang yang resmi. Hukum perundang- undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat agar supaya hukum perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara efektif. Pasangan nilai konservatisme dan nilai inovatisme, senantiasa berperan di dalam perkembangan hukum, oleh karena di satu pihak ada yang menyatakan bahwa hukum hanya mengikuti perubahan yang terjadi dan bertujuan untuk mempertahankan “status-quo”. Di lain pihak ada anggapan-anggapan yang kuat pula, bahwa hukum juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan perubahan dan menciptakan hal-hal yang baru. Keserasian antara kedua nilai tersebut akan menempatkan hukum pada kedudukan dan peranan yang semestinya. 2.3 Materi Pembelajaran Hukum dan Penegakan Hukum Kehidupan yang tertib aman, dan damai merupakan bentuk kehidupan yang dicita-citakan oleh umat manusia. Untuk mewujudkan bentuk kehidupan tersebut, dibuatlah norma-norma perilaku yang disepakati bersama sebagai panduan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu norma yang dibuat untuk mengatur perilaku individu dalam masyarakat adalah norma hukum, yakni hukum negara.
  • 30. 30 Kesadaran akan adanya norma yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting untuk ditanamkan kepada setiap individu sejak usia dini. Oleh sebab itu, pendidikan hukum sebagai salah satu bentuk upaya penanaman kesadaran akan norma tingkah laku dalam masyarakat dipandang sangat strategis untuk diberikan pada seluruh jenis dan jenjang pendidikan persekolahan. Tanpa adanya upaya yang sadar dan terencana melalui proses pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah akan mustahil dapat menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan hukum dari setiap individu warga negara. Penanaman nilai-nilai dan norma-norma sosial kemasyarakatan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses sosialisasi anak menuju realita kehidupan yang sesungguhnya di masyarakat. Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan hendaknya diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara efektif dalam lembaga-lembaga hukum. Tujuan utama dari pendidikan hukum adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh hak-hak hukumnya secara maksimum dalam masyarakat (Winataputra, 2006). Di samping itu, setiap warga negara memikul tanggung jawab atas terciptanya sistem hukum yang bekerja secara efektif dan adil. Para siswa hendaknya dibelajarkan untuk memperoleh kemampuan mengkaji persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kesenjangan-kesenjangan yang seringkali terjadi antara cita-cita hukum dengan kenyataan, dan bagaimana kesenjangan tersebut dapat diatasi. Program pendidikan hukum di persekolahan bukan merupakan program yang berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan (PPKn). Demikian pula halnya di Amerika, program pendidikan hukum merupakan bagian dari program pendidikan IPS, yang secara lebih khusus lagi merupakan bagian dari program pendidikan politik. Seperti dikutip oleh Winataputra (2006:8.39), pendidikan hukum memuat tujuan-tujuan yang mengharapkan siswa untuk:
  • 31. 31 1. Mengembangkan pemahaman tentang hak-hak dan tanggung jawabnya yang ditegaskan dalam konstitusi. 2. Memahami tuntutan masyarakat akan peraturan dan hukum, sumber- sumber hukum, perubahan hukum, dan sanksi hukum. 3. Memahami berbagai aspek hukum sipil yang mempengaruhi kehidupannya, hukum perkawinan dan perceraian, perjanjian/kontrak, asuransi, kesejahteraan sosial, pajak, dan lembaga bantuan hukum. 4. Memahami sistem peradilan, struktur organisasi dan fungsi lembaga penegak hukum. 5. Mengembangkan pengetahuan dan sikapnya berkenaan dengan hukum dan sistem peradilan pidana jadi mempersiapkan siswa untuk berpartisipasi dalam sistem hukum masyarakat kontemporer. Sementara itu, Center for Civic Education (CCE) mengembangkan sejumlah bahan ajar yang berkaitan dengan pendidikan hukum, antara lain sebagai berikut. 1. Fungsi dan tujuan dari peraturan dan hukum 2. Kedudukan hukum dalam sistem pemerintahana konstitusional 3. Perlindungan hukum terhadap hak-hak individu 4. Kriteria untuk mengevaluasi peraturan dan hukum 5. Hak warga negara 6. Tanggung jawab warga negara Dengan demikian, pendidikan hukum hendaknya diarahkan pada pembelajaran materi hukum dan penegakan hukum. Pembelajaran tentang materi hukum bertujuan untuk membekali siswa dengan sejumlah pengetahuan tentang norma-norma hukum yang mempengaruhi kehidupannya sehingga tumbuh kesadaran hukum pada diri mereka yang gilirannya mereka dapat menampilkan kepatuhan secara sukarela dan sikap menghormati terhadap norma-norma hukum yang berlaku (Winataputra, 2006:8.40). Di pihak lain, pembelajaran tentang sistem peradilan dan lembaga-lembaga penegakan hukum diharapkan dapat membekali siswa dengan mekanisme, kelembagaan dan sistem peradilan dalam menegakkan norma-norma hukum.
  • 32. 32 Tiap usaha mengajar (dalam arti membelajarkan siswa) sebenarnya ingin menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri peserta didik. Pola laku ialah kerangka dasar dari sejumlah kegiatan, yang lazim dilaksanakan manusia untuk bertahan hidup dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam situasi konkret. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan rohani seperti mengamati, menganalisis dan menilai keadaan dengan daya nalar. Dapat juga berupa kegiatan jasmani, yang dilakukan dengan tenaga dan keterampilan fisik. Umumnya manusia bertindak secara manusiawi apabila kedua jenis kegiatan tersebut dibuat secara terjalin. Kegiatan jasmani didukung oleh kegiatan rohani, demikian juga sebaliknya. Di samping menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku, pembelajaran bertujuan pula untuk menimbulkan kebiasaan. Kebiasaan dapat dirumuskan sebagai keterarahan, kesiapsiagaan dalam diri manusia untuk melakukan kegiatan yang sama atau serupa dengan cara yang lebih mudah, tanpa memeras dan menguras tenaga. Kebiasaan akan timbul apabila kegiatan manusia dilakukan berulang kali dengan sadar dan penuh perhitungan. Dengan demikian, tujuan tiap pembelajaran ialah menimbulkan atau menyempurnakan pola tingkah laku dan membina kebiasaan sehingga peserta didik terampil menjawab tantangan situasi kehidupan secara manusiawi. Dengan kata lain, pembelajaran ingin menekankan kemampuan berpikir dan kemampuan bertindak pada peserta didik sehingga menghadapi keadaan apa pun ia akan sanggup mengamati keadaan, menilai keadaan, dan menentukan sikap serta tindakannya dalam keadaan tersebut (Winataputra, 2006:8.40). Keadaan hidup manusia dalam masyarakat modern dewasa ini berubah sangat pesat. Oleh sebab itu, pembelajaran di abad sekarang ini hendaknya memperhatikan arus dan laju perubahan yang terjadi. Pembelajaran perlu membina pola pikir, keterampilan dan kebiasaan yang terbuka dan tanggap, yang mampu menyesuaikan diri secara manusiawi dengan perubahan. Kalau tujuan pembelajaran adalah menumbuhkan dan menyempurnakan pola laku, membina kebiasaan dan kemahiran menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah-ubah maka metode pembelajaran harus mampu mendorong proses pertumbuhan dan
  • 33. 33 penyempurnaan pola laku, membina kebiasaan, dan mengembangkan kemahiran untuk menyesuaikan diri. Pembelajaran harus mampu membina kemahiran pada peserta didik untuk kreatif dalam menghadapi situasi sejenis, atau situasi yang baru dengan cara yang memuaskan. Pemikiran kreatif dapat menjadikan tindakan kreatif dan hal tersebut wajib dibina dalam tiap pembelajaran, terutama pada zaman sekarang ini yang penuh dengan perubahan. Hal lain yang perlu diperhatikan sebagai prinsip pembelajaran menurut Winataputra (2006:8.41) adalah sebagai berikut. 1. Tingkat kesulitan Tingkat kesulitan berkenaan dengan beban belajar (learning task). 2. Tingkat kemampuan berpikir Tingkat kemampuan berpikir berkenaan dengan kemampuan kogintif siswa. Kemampuan berpikir, meurut sejumlah hasil riset adalah bertahap dan berjenjang mulai dari yang sederhana/mudah kepada yang kompleks/rumit. Dengan merujuk pada taksonomi Bloom (1956), Winataputra (2006:8.41) menyusun tingkat-tingkat kemampuan berpikir sebagai berikut. Tabel 1. Tingkat kemampuan berpikir merujuk pada taksonomi Bloom Taraf Nama Taraf Berpikir Macam Kerja Pikir yang Dibelajarkan 5 4 3 2 1 Evaluasi Analisis dan sintesis Aplikasi Komprehensif/Pemahaman Pengetahuan Berpikir kreatif atau berpikir untuk memecahkan masalah Berpikir menguraikan dan menggabungkan Berpikir menerapkan Berpikir dalam konsep dan belajar pengertian Belajar resesif atau menerima Erat kaitannya dengan pembelajaran hukum adalah pertimbangan tentang tingkat penalaran moral. Atas dasar karya Piaget dalam penelitiannya tentang perkembangan moral, Kohlberg mengembangkan teori perkembangan moral kognitif. Dari hasil penelitiannya yang menggunakan
  • 34. 34 dilemma moral hipotetik, Kohlberg menyusun tingkat perkembangan moral ke dalam 6 tingkatan sebagai berikut (Winataputra, 2006:8.41). Taraf Tingkat Perkembangan Moral Prakonvensional 1. Orientasi hukuman dan kepatuhan. Konsepsi tentang baik dan buruk ditentukan oleh konsekuensi fisik tanpa memperhatikan makna atau nilai dari konsekuensi ini bagi individu. 2. Orientasi instrumental. Konsep tentang “baik” lebih ditentukan oleh kepuasan sendiri. Konvensional 3. Orientasi keserasian antarpesonal. Apa yang menyenangkan atau membantu orang lain adalah “baik”. 4. Orientasi terhadap peraturan hukum dan ketertiban. Memelihara ketetriban sosial, menghormati kekuasaan, dan melaksanakan kewajiban sendiri adalah “baik”. Orang dihargaikarena menaati peraturan, hukum, dan kekuasaan yang berlaku. Pasca- konvensional 5. Orientasi legalistik kontrak sosial. Apa yang “benar” ditentukan oleh nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat, termasuk hak-hak individu dan aturan- aturan consensus. Namun demikian, tekanannya diletakkan pada pertimbangan rasional dan kemanfaatan sosial. 6. Orientasi terhadap prinsip-prinsip etika universal. Yang “benar” merupakan masalah nurani sesuai dengan prinsip-prinsip pilihan sendiri yang dipandang logis, ajeg, dan universal. Prinsip-prinsip yang universal ini pada hakekatnya merupakan prinsip-prinsip keadilan, persamaan hak asasi manusia, dan rasa hormat terhadap martabat manusia sebagai makhluk individu. Untuk anak-anak SD pada kelas-kelas rendah (kelas 1 – kelas 3) pembelajaran materi hukum dapat diawali dengan memperkenalkan mereka kepada adanya sejumlah aturan-aturan hidup yang berlaku dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat sekitar. Pengenalan terhadap keberadaan aturan-aturan tersebut hendaknya diarahkan kepada tumbuhnya kesadaran pada diri anak tentang perlunya aturan dalam kehidupan kita. Media pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkan pengalaman langnsung yang diperoleh anak-anak dalam keluarga, kelompok, permainan, dan dalam kehidupan di sekolah.
  • 35. 35 Hukum dibuat pada hakekatnya adalah untuk memenuhi rasa keadilan, ketertiban, dan keamanan di dalam lingkungan masyarakat. Center for Civic Education (CCE) Amerika Serikat menjadikan konsep keadilan (justice) sebagai salah satu fondasi demokrasi (Foundations of Democracy) di samping fondasi demokrasi lainnya, yakni otoritas (authority), tanggung jawab (responsibility), dan privasi (privacy). Dengan hal tersebut, dapat disimpulkan betapa pentingnya konsep “keadilan” bagi masyarakat sehingga setiap warga masyarakat perlu mengetahui, memahami, menghayati bahkan mengamalkannya. Sebagai tahap awal (dasar) sebagai seorang guru, tentunya perlu memperkenalkan konsep keadilan dalam proses pembelajaran di kelas. Konsep materi tentang keadilan ini bisa membelajarkan anak tentang materi hukum dan penegakan hukum di sekolah dasar. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran inkuiri karena model pembelajaran inkuiri dapat merangsang peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, induktif, dan deduktif melalui mencari/mengamati dan menanya. Berikut adalah model pembelajaran inkuiri sederhana tentang keadilan untuk siswa sekolah dasar (Winataputra, 2006:8.44). 1. Pokok Bahasan : Arti Keadilan Dalam pembelajaran ini akan dibahas mengenai arti atau istilah keadilan. Ada 3 jenis masalah keadilan. Dalam pembelajaran ini akan dibahas mengapa masalah keadilan dibagi menjadi 3 dan juga bagaimana cara mengambil keputusan untuk mmecahkan masalah secara adil. Kata-kata yang perlu dipelajari adalah keadilan, mengambil keptusan, bersikap adil, pemungutan suara. Cerita singkat (dibacakan oleh guru atau dibaca oleh siswa) Wayan mempunyai 3 sahabat karib, yaitu Made, Ayu, dan Devi. Oleh karena kedekatannyaitu mereka yang menamakandiri “empat sekawan” selalu saling membantu dan menolong diantara mereka yang mendapat kesulitan. Mereka pun selalu berbagi rasa dalam suka maupun duka.Suatu waktu Wayan punya dua buah coklat yang ingin dibagi secara adil dengan temannya.
  • 36. 36 Ajukan pertanyaan kepada anak, seperti: a. Masalah apa yang dihadapi oleh Wayan? b. Apakah yang mungkin dilakukan oleh Wayan? c. Apakah Wayan akan berbuat adil? Mengapa? d. Bagaimana seharusnya sikap Wayan agar dia dapat berbuat adil? Pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut oleh guru atau guru dapat menanyakan kepada siswa. Siapa diantara kalian yang punya pengalaman atau cerita serupa? Apabila siswa telah bercerita tentang pengalamannya, untuk memperkuat pemahaman siswa tentang konsep “adil”, guru dapat melontarkan lagi suatu kasus, misalnya berikut ini. Empat sekawan ingin bermain. Mereka harus memutuskan jenis permainannya. Membuat keputusan berarti mengambil suatu kesepakatan terhadap masalah yang dihadapi. Wayan mengusulkan untuk bermain sepak bola. Made menyatakan tidak setuju karena empat orang terlalu sedikit. Ayu mengusulkan agar kita adakan pemungutan suara saja dengan cara mengangkat tangan bagi siapa yang setuju. Ajukan pertanyana kepada anak, seperti: a. Apakah yang dilakukan oleh anak-anak tersebut? b. Apakah itu adil? c. Mengapa? d. Coba kalian kemukakan cara yang adil untuk mengambil suatu keputusan! 2. Ide-ide yang Harus Dipahami : 3 Jenis Masalah Keadilan Apabila diperhatikan maka ada 3 jenis keadilan dalam masalah empat sekawan tersebut, yaitu sebagai berikut. a. Wayan punya masalah bagaimana membagi coklat terhadap temannya secara adil. b. Mereka punya masalah bagaimana bersikap adil terhadap suatu tindakan. c. Mereka punya masalah bagaimana membuat keputusan secara adil.
  • 37. 37 Kita perlu mengetahui 3 jenis masalah keadilan tersebut karena kita akan berhadapan dan berusaha memecahkan masalah keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Kita mempertanyakan untuk mencari solusinya. Kita mempertanyakan kasus lainnya untuk mencoba menyelesaikannya. Untuk melatih agar para siswa dapat memahami bertul tentang makna keadilan, kita sebagai guru dapat menyusun pertanyaan, kasus, atau masalah, kemudian siswa diminta untuk menjawab pertanyaan, kasus atau masalah tersebut pada bagian beirkutnya. Contoh masalahnya adalah sebagai berikut. a. Semua siswa berangkat berwisata ke pantai. Dua perempuan memungut sampah yang berserakan di tempat tersebut. b. Sebuah tim bola voli memilih seorang ketua. Hanya pemain terbaik yang mendapat suara terbanyak. c. Seorang siswa kelas 3 memukul siswa kelas 6. Ia tidak sengaja melakukannya. Siswa kelas 6 itu membalas dengan memukul siswa kelas 3 itu sekeras-kerasnya. d. Dua siswa laki-laki mencoret dinding rumah tetangganya. Ibunya yang membersihkan dinding rumah tetangga. e. Siswa perempuan menuduh bahwa siswa laki-laki memecahkan jendela. f. Untuk menjadi Kapten kesebelasan sepak bola ia membagikan makanan kepada anggota tim kesebelasan. Berbagai permasalahan tersebut dapat diberikan kepada siswa agar mereka bisa menemukan solusi yang tepat untuk bersikap adil. Dalam menemuka n solusi tersebut, siswa dibimbing guru agar pikiran mereka bisa lebih terarah.
  • 38. 38 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari uraian diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Hukum adalah keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan, dengan tujuan untuk mengadakan suatu mengikat bagi sebagian atau seluruh tata yang dikehendaki. Tujuan dari hukum adalah mencapai suatu kedamaian di dalam masyarakat. Kedamaian berarti adanya tingkat keserasian tertentu antara ketertiban dan ketentraman. Hukum dapat digolongkan menurut sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya, kepentingan yang diatur atau dilindunginya, hubungan aturan-aturan hukum itu satu sama lain, pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum, dan hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya. Hukum berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (social control) yang berarti bahwa sistem hukum menerapkan aturan-aturan mengenai perilaku yang benar atau pantas. 2. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Aparat penegak hukum di Indonesia antara lain Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman yang dilaksanakan oleh Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan apparat penegak hukum selanjutnya adalah Peneasihat Hukum. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada Undang-Undang saja, faktor penegak hukum, yakni fihak-fihak yang membentuk maupun menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, dan faktor kebudayaan,
  • 39. 39 yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 3. Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan hendaknya diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara efektif dalam lembaga-lembaga hukum. Tujuan utama dari pendidikan hukum adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh hak-hak hukumnya secara maksimum dalam masyarakat. Sebagai tahap awal (dasar) sebagai seorang guru, tentunya perlu memperkenalkan konsep keadilan dalam proses pembelajaran di kelas. Konsep materi tentang keadilan ini bisa membelajarkan anak tentang materi hukum dan penegakan hukum di sekolah dasar. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran inkuiri karena model pembelajaran inkuiri dapat merangsang peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, induktif, dan deduktif melalui mencari/mengamati dan menanya. 3.2 Saran Adapun saran yang disampaikan penulis, sebagai calon guru kita harus mengetahui konsep hukum dan penegakan hukum agar nantinya kita mempunyai dasar serta pedoman dalam mengajar materi ini kepada peserta didik. Selain itu dengan mempelajari materi hukum dan penegakan hukum ini, kita juga diharapkan mampu menguasai materi dengan baik untuk meminimalkan kesalahan-kesalahan dalam mengajar.
  • 40. 40 DAFTAR RUJUKAN Loudoe, John Z. 1985. Menemukan Hukum Melalui Tafsir dan Fakta. Jakarta: PT Bina Aksara Soekanto, Soerjono. 1986. Beberapa Cara dan Mekanisme dalam Penyuluhan Hukum. Jakarta: PT Pradnya Paramita Soekanto, Soerjono. 1993.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Winataputra, Udin S. 2006. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta: Universitas Terbuka