Makalah ini membahas tentang pemahaman mendasar hak asasi manusia (HAM). Pembahasan dimulai dari konsep dasar HAM, prinsip-prinsip pokok HAM, pemikiran dan perkembangan HAM di Indonesia, serta gagasan HAM dalam UUD 1945. Makalah ini bertujuan untuk memahami konsep, prinsip, dan perkembangan pemikiran HAM di Indonesia.
1. MAKALAH
PEMAHAMAN MENDASAR HAK ASASI MANUSIA
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh :
Clara Ivana Kumalawati 14416241028
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
2. 2 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Hak Asasi Manusia”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan yang diampu oleh dosen Bapak Dr. Suharno.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Yogyakarta, Mei 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2
3. Manusia adalah makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat
dan tidak bisa hidup sendiri. Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia mengenal
konsep hak dan kewajiban. Dalam hal ini, hak sering pula dikenal lebih akrab
dengan sebutan Hak Asasi Manusia (HAM). HAM adalah hak-hak yang dimiliki
manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan
karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif,
melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. (Donnely,
2003:7-21)
Dalam konsep ini, meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap
mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut. Selain
bersifat universal, HAM juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya, seburuk
apapun perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia karena ia
tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada
dirinya sebagai makhluk insani atau makhluk hidup. (Smith, 2009:12)
Savornin Lohman (melalui Lubis, 1982:48) berpikir bahwa begitu
pentingnya peran HAM dalam kehidupan hingga akhirnya HAM juga
digolongkan sebagai salah satu dari ketiga unsur dalam konstitusi negara.
Konstitusi dianggap sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia, yang
mana perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia sekaligus menjadi
penentuan batas-batas hak dan kewajiban manusia sebagai bagian dari negara.
Terlebih, pada era reformasi, kebebasan berpikir, berpendapat dan
kebebasan lain dibuka, itu artinya HAM semakin diakui oleh dunia. Namun
sangat disayangkan, dalam perkembangannya, kebebasan (yang berlebihan) ini
telah menghancurkan pondasi dan pilar-pilar yang pernah dibangun oleh
pemerintah sebelumnya. Masyarakat tidak lagi kritis dalam melihat apa yang
perlu diganti dan apa yang perlu dipertahankan. Ada euphoria untuk mengganti
semuanya. Perjuangan menuntut hak asasi menguat. Perjuangan tersebut muncul
dalam berbagai bidang dengan berbagai permasalahan seperti: kedaerahan, agama
3
4. 4 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
dan partai politik. Mereka masing-masing ingin menunjukkan identitasnya,
sehingga tampak kesan ada ‘perang identitas’. Munculnya istilah putra daerah,
organisasi keagamaan baru, lahirnya partai-partai politik yang begitu banyak,
kalau tidak hati-hati dapat memunculkan ‘konflik identitas’. Sebagai suatu
bangsa, perbedaan-perbedaan tersebut harus dilihat sebagai realitas yang wajar.
Perlu dibangun jembatan-jembatan yang menghubungkan keragaman itu sebagai
upaya membangun konsep kesatuan dalam keragaman. Kelahiran Pancasila
hendaknya diniatkan sebagai alat pemersatu, sedangkan keragaman yang ada di
dalamnya adalah mozaik yang mempercantik gambaran tentang Indonesia secara
keseluruhan. Idealnya dalam suatu bangsa, semua identitas dari kelompok yang
berbeda-beda itu dilampaui, yang terpenting adalah identitas nasional. (Bagir,
2011:18)
Oleh karena itu, perlunya pemahaman mendasar mengenai apa itu HAM
membuat penulis tertarik untuk menyusun makalah ini. Banyaknya sumber
pengetahuan akan HAM dapat membuka wawasan sehingga bisa
mengaplikasikan HAM yang melekat dalam diri sebagai manusia dengan
sebagaimana mestinya, dengan tetap dibatasi oleh hak orang lain agar tidak
menimbulkan konflik antar anggota masyarakat.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep dasar HAM?
b. Apa saja prinsip pokok HAM?
c. Bagaimana pemikiran dan perkembangan HAM di Indonesia?
d. Bagaimana gagasan mengenai HAM dalam UUD 1945?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep dasar HAM
b. Untuk mengetahui prinsip pokok HAM
c. Untuk mengetahui pemikiran dan perkembangan HAM di
Indonesia
d. Untuk mengetahui gagasan mengenai HAM dalam UUD 1945
4
5. BAB II
PEMBAHASAN
1 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia
Dalam pengertian yang sederhana, hak asasi manusia (human rights)
merupakan hak yang secara alamiah melekat pada orang semata-mata karena ia
merupakan manusia (human being). HAM meliputi nilai-nilai ideal yang
mendasar, yang tanpa nilai-nilai dasar itu orang tidak dapat hidup sesuai dengan
harkat dan martabatnya sebagai manusia. Penghormatan terhadap nilai-nilai dasar
itu memungkinkan individu dan masyarakat bisa berkembang secara penuh dan
utuh. HAM tidak diberikan oleh negara atau tidak pula lahir karena hukum. HAM
berbeda dengan hak biasa yang lahir karena hukum atau karena perjanjian. (Arif,
2012:70). Dikatakan HAM menurut Ahmad Sanusi (melalui Budimansyah
2006:201) ialah karena hak-hak itu bersumber pada sifat hekekat manusia sendiri
yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. HAM itu bukan karena diberikan
oleh negara atau pemerintah. Karena itu, hak-hak itu tidak boleh dirampas atau
diasingkan oleh negara dan oleh siapa pun. Argumen lain dalam pembahasannya
tentang pengertian HAM, Jan Materson anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB
(melalui Chamim, 2000:371), merumuskan HAM dalam ungkapan berikut:
“Human rights could be generally defines as those right which area inherent
in our natural and without we can’t live as human being”. (HAM adalah hak-
hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu
manusia tidak dapat hidup sebagai manusia)
Dalam konteks Indonesia, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia merumuskan pengertian HAM sebagai berikut:
“Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang
sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan
berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan
5
6. 6 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau
diganggu oleh siapa pun.”
Sedangkan berdasarkan rumusan Pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, HAM diartikan sebagai berikut:
“Seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakaan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.”
Dari pengertian di atas, dapat dicermati dua makna yang terkandung dalam
pengertian HAM, yaitu: Pertama, HAM merupakan hak alamiah yang melekat
dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak
yang sesuai dengan kodrat manusia sebagai insan merdeka yang berakal budi dan
berperikemanusiaan. Hal ini tidak berarti bahwa HAM bersifat mutlak tanpa
pembatasan, karena batas HAM seseorang adalah HAM yang melekat pada orang
lain. Kedua, HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat
manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur. Tanpa HAM manusia
tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Dengan demikian, maka HAM bukan sekedar hak-hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia sejak dilahirkannya ke dunia, tetapi juga merupakan standar
normatif yang bersifat universal bagi perlindungan hak-hak dasar itu dalam
lingkup pergaulan nasional, regional dan global. Esensi itu dapat dilihat dalam
Mukaddimah Universal Declaration of Human Rights yang menyebutkan bahwa
pengakuan atas martabat yang luhur dan hak-hak yang sama tidak dapat dicabut
dari semua anggota keluarga manusia, karena merupakan dasar kemerdekaan,
keadilan, dan perdamaian dunia. (Arif, 2012:70).
2. Prinsip-Prinsip Pokok Hak Asasi Manusia
Ada beberapa prinsip pokok yang terkait dengan penghormatan, pemenuhan,
pemajuan dan perlindungan HAM. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
6
7. a. Prinsip universal, bahwa HAM itu berlaku bagi semua orang, apa pun
jenis kelaminnya, statusnya, agamanya, suku bangsa atau kebangsaannya.
b. Prinsip tidak dapat dilepaskan (inalienable), siapa pun, dengan alas apa
pun, tidak dapat dan tidak boleh mencerabut atau mengambil hak asasi
seseorang. Seseorang tetap mempunyai hak asasinya kendati hukum di
negaranya tidak mengakui dan menghormati hak asasi orang itu, atau
bahkan melanggar hak asasi tersebut.
c. Prinsip tidak dapat dipisahkan (indivisible), bahwa hak-hak sipil dan
politik, maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, serta hak
pembangungan, tidak dapat dipisah-pisahkan, dalam penerapan,
pemenuhan, pemantauan maupun penegakannya.
d. Prinsip saling tergantung (inter-dependent), bahwa di samping tidak dapat
dipisahkan, hak-hak asasi itu saling tergantung satu sama lainnya,
sehingga pemenuhan hak asasi yang satu akan mempengaruhi pemenuhan
hak asasi lainnya.
e. Prinsip keseimbangan, bahwa (perlu) ada keseimbangan dan keselarasan
di antara HAM perorangan dan kolektif di satu pihak dengan tanggung
jawab perorangan terhadap individu yang lain, masyarakat dan bangsa di
pihak lainnya. Hal ini sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Keseimbangan dan keselarasan antara
kebebasan dan tanggung jawab merupakan faktor penting dalam
penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan HAM.
f. Prinsip partikularisme, bahwa kekhususan nasional dan regional serta
berbagai latar belakang sejarah, budaya dan agama adalah sesuatu yang
penting dan harus terus menjadi pertimbangan. Namun, hal ini tidak serta
merta menjadi alasan untuk tidak memajukan dan melindungi HAM,
karena hal itu adalah tugas semua negara, apa pun sistem politik, ekonomi
dan budayanya, untuk memajukan dan melindungi semua HAM. (Arif,
2012:76-77)
7
8. 8 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
3. Pemikiran dan Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia mengalami pasang dan surut
yang secara jelas dapat terlihat melalui tabel periodisasi sejarah Indonesia, mulai
tahun 1908 hingga sekarang. Pada dasarnya, konsep HAM bukanlah semata-mata
sebagai konsep tentang hak-hak asasi individual, melainkan juga kewajiban-
kewajiban asasi yang menyertainya. Periode perkembangan HAM di Indonesia
dipaparkan sebagai berikut:
i. Periode 1908-1945
ii. Periode 1945-1950
iii. Periode 1950-1959
iv. Periode 1959-1966
v. Periode 1966-1998
vi. Periode 1998-sekarang (Manan, 2001)
i. Periode 1908-1945
Konsep pemikiran HAM telah dikenal oleh bangsa Indonesia terutama sejak
tahun 1908 lahirnya Budi Utomo, yakni tahun mulai timbulnya kesadaran akan
pentingnya pembentukan suatu negara bangsa (nation state) melalui berbagai
tulisan dalam suatu Majalah Goeroe Desa. Konsep HAM yang mengemuka
adalah konsep-konsep mengenai hak atas kemerdekaan, dalam arti hak sebagai
bangsa merdeka yang bebas menentukan nasib sendiri (the rights of self
determination). Namun HAM bidang sipil, seperti hak bebas dari diskriminasi
dalam segala bentuknya dan hak untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat mulai
juga diperbincangkan. Bahkan konsep mengenai hak untuk turut serta dalam
pemerintahan telah dikemukakan oleh Budi Utomo.
8
9. Perkembangan HAM di Indonesia selanjutnya tumbuh seiring dengan
kemunculan berbagai organisasi pergerakan yang intinya sebagaimana
diperjuangkan oleh Perhimpunan Indonesia yaitu hak menentukan nasib sendiri.
Pada masa-masa selanjutnya, pemikiran tentang demokrasi asli Bangsa
Indonesia yang antara lain dikemukakan Hatta, makin memperkuat anggapan
bahwa HAM telah dikenal dan bukanlah hal baru bagi Bangsa Indonesia.
Perkembangan pemikiran HAM mengalami masa-masa penting manakala terjadi
perdebatan tentang Rancangan UUD oleh BPUPKI. Hak asasi barulah
mendapatkan tempat yang penting utamanya pada masa Konstitusi RIS 1949 dan
UUDS 1950, karena kedua UUD atau konstitusi itu memuat HAM secara
terperinci. Hal itu disebabkan Konstitusi RIS 1949 dibuat setelah lahirnya
Declaration of Human Right 1948, sedangkan UUDS 1950 adalah perubahan
dari Konstitusi RIS 1949 melalui UU Federal No. 7 tahun 1950.
ii. Periode 1950- 1959
Meskipun usia RIS relatif singkat, yaitu dari tanggal 27 Desember 1949
sampai 17 Agustus 1950, namun baik sistem kepartaian multi partai maupun
sistem pemerintahan parlementer yang dicanangkan pada kurun waktu pertama
berlakunya UUD 1945, masih berlanjut. Kedua sistem yang
menumbuhkembangkan sistem politik demokrasi liberal/parlementer tersebut
semakin berlanjut setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan
berlakunya UUDS 1950 pada periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959. Bahkan pada
periode ini suasana kebebasan yang menjadi semanggat demokrasi liberal sangat
ditenggang, sehingga dapat dikatakan bahwa baik pemikiran maupun aktualisasi
HAM pada periode ini mengalami “pasang” dan menikmati “bulan madu”
karena:
a. semakin banyaknya tumbuh partai politik dengan beragam
ideologinya masing-masing;
b. kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul
menikmati kebebasannya;
9
10. 10 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
c. Pemilihan Umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung
dalam suasana kebebasan, fair dan demokratis;
d. Parlemen atau Dewan perwakilan rakyat sebagai representasi dari
kedaulatan rakyat menunjukan kinerja dan kelasnya sebagai
wakilwakil rakyat dengan melakukan kontrol atau pengawasan;
e. Wacana dan pemikiran tentang HAM memperoleh iklim yang
kondusif. (Manan, 2001)
Satu hal yang penting adalah bahwa semua partai, dengan pandangan
ideologis yang berbeda-beda, sepakat bahwa HAM harus dimasukan ke dalam
bab khusus yang mempunyai kedudukan sentral dalam batang tubuh UUD 1945.
iii. Periode 1959-1966
Memasuki periode kedua berlakunya UUD 1945 yaitu sejak dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, gagasan atau konsepsi Presiden Soekarno mengenai
demokrasi terpimpin dilihat dari sistem politik yang berlaku yang berada di
bawah kendali Presiden. Dalam perspektif pemikiran HAM, terutama hak sipil
dan politik, sistem politik demokrasi terpimpin tidak memberikan keleluasaan
ataupun menenggang adanya kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pikiran dengan tulisan. Di bawah naungan demokrasi terpimpin, pemikiran
tentang HAM dihadapkan pada restriksi atau pembatasan yang ketat oleh
kekuasaan, sehingga mengalami kemunduran (set back) sebagai sesuatu yang
berbanding terbalik dengan situasi pada masa Demokrasi Parlementer.
iv. Periode 1966-1998
Pemberontakan G30S/PKI tanggal 30 September 1966 yang diikuti dengan
situasi chaos mengantarkan Indonesia kembali mengalami masa kelam kehidupan
berbangsa. Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar yang dijadikan
landasan hukum bagi Soeharto untuk mengamankan Indonesia. Masyarakat
Indonesia dihadapkan kembali pada situasi dan keadaan dimana HAM tidak
dilindungi. Hal ini disebabkan oleh pemikiran para elite kekuasaan terhadap
HAM. Umumnya era ini ditandai oleh pemikiran HAM adalah produk barat. Pada
saat yang sama Indonesia sedang memacu pembangunan ekonomi dengan
10
11. mengunakan slogan “pembangunan” sehingga segala upaya pemajuan dan
perlindungan HAM dianggap sebagai penghambat pembangunan. Hal ini
tercermin dari berbagai produk hukum yang dikeluarkan pada periode ini, yang
pada umumnya bersifat restriktif terhadap HAM. Pada pihak lain, masyarakat
umumnya diwakili LSM dan kalangan akademisi berpandangan bahwa HAM
adalah universal. Keadaan minimnya penghormatan dan perlindungan HAM ini
mencapai titik nadir pada tahun 1998 yang ditandai oleh turunnya Soeharto
sebagai Presiden. Periode 1966-1998 ini secara garis besar memiliki karakteristik
tahapan sebagai berikut:
- Tahap represi dan pembentukan jaringan (repression and activation of
network)
Pada tahap ini Pemerintah melakukan represi terhadap segala bentuk
perlawanan yang menyebabkan kelompok tertindas dalam masyarakat
menyampaikan informasi ke masyarakat internasional. Konflik berdarah yang
dimulai di Jakarta, ditandai dengan terbunuhnya pada Jenderal, disusul dengan
munculnya konflik langsung yang melibatkan tentara, penduduk sipil serta orang-
orang yang dianggap simpatisan PKI. Pembunuhan, baik dalam bentuk operasi
militer maupun konflik sipil terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia, dengan
jumlah korban yang berbeda di tiap Provinsi. AD secara ressi menyimpulkan
bahwa jumlah korban di seluruh Indonesia 78.000 orang. (Sulistyo, 2000:43) Di
tengah-tengah keprihatinan akan runtuhnya supremasi hukum atas banyaknya
pelanggaran HAM yang terjadi di periode ini, hasil pembentukan jaringan
menampakan hasilnya dengan dibebaskannya hampir seluruh tahanan politik PKI
pada tahun 1970-1979. Namun, tindakan represif Orde Baru tetap berlangsung
terutama terhadap gerakan mahasiswa dan aktivis yang kritis terhadap
pemerintah.
- Tahap Penyangkalan
Tahap ini ditandai dengan suatu keadaan dimana pemerintah otoriter
dikritik oleh masyarakat Internasional atas pelanggaran-pelanggaran HAM
11
12. 12 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
yang terjadi, jawaban yang umumnya diberikan oleh pemerintah adalah bahwa
HAM merupakan urusan domestik sehingga kritikan dianggap sebagai campur
tangan terhadap kedaulatan negara. Tampaknya pada masa penyangkalan ini
Pemerintahan Soeharto yang mendasarkan HAM pada konsepsi negara
integralistik yang dikemukakan Supomo, yang tampaknya lebih
mengedepankan kewajiban dibanding hak. Hal ini sebetulnya rancu, karena
paham integralistik telah ditolak pada pembahasan naskah UUD, dan Supomo
sendiri akhirnya menerima usul Hatta dan Muhammad Yamin untuk
memasukan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran ke dalam
UUD. Kritik internasional yang berlanjut atas berbagai pelanggaran HAM
TimorTimur, kasus Tanjung Priok, kasus DOM Aceh, kasus Kedung Ombo,
peristiwa Santa Cruz coba diatasi dengan membentuk Komnas HAM pada
tahun 1993.
- Tahap Konsesi Taktis
Pada tahap ini Pemerintah Orde Baru terdesak dan diterpa krisis moneter
pada tahun 1997. Indonesia mulai menerima HAM internasional karena
membutuhkan dana untuk membangun. Pada bagian lain kekuasaan Orde Baru
mulai melemah, puncaknya terjadi pada bulan Mei 1998 yang diwarnai dengan
peristiwa berdarah 14 Mei 1998. Demonstrasi mahasiswa yang terjadi secara
besar-besaran telah menurunkan Soeharto sebagai Presiden.
- Tahap Penentuan
Banyaknya norma HAM internasional yang diadopsi dalam peraturan
perundang-undangan nasional melalui ratifikasi dan institusionalisasi.
Beberapa kemajuan dapat dilihat dari berbagai peraturan perundang-undangan
HAM yaitu diintegrasikannya HAM dalam perubahan UUD 1945 serta
dibentuknya peraturan perundangan HAM.
12
13. 4. Gagasan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945
a. Sebelum Amandemen
UUD 1945 sebelum diubah dengan Perubahan Kedua pada tahun 2000, hanya
memuat sedikit ketentuan yang dapat dikaitkan dengan pengertian HAM. Pasal-
pasal yang biasa dikategorikan dalam pengertian HAM itu adalah:
PASAL URAIAN HAK
Pasal 27 Ayat (1) menjunjung hukum dan pemerintahan
Pasal 27 Ayat (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 28 berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya
Pasal 29 Ayat (2) memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya
Pasal 30 Ayat (1) ikut serta dalam usaha pembelaan negara
Pasal 31 Ayat (1) mendapat pengajaran
Pasal 34 fakir miskin dan anak-anak yang terlantar diperlihara oleh negara
(Arif, 2012:79-80)
b. Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Setelah Amandemen
Setelah dilakukannya Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000,
ketentuan mengenai HAM dan hak-hak warga negara dalam UUD 1945 telah
mengalami perubahan yang sangat mendasar. Materi yang semula hanya berisi
tujuh butir ketentuan yang juga tidak seluruhnya dapat disebut sebagai jaminan
konstitusional HAM, sekarang telah bertambah secara signifikan. Ketentuan baru
yang diadopsikan ke dalam UUD 1945 setelah Perubahan Kedua pada tahun 2000
termuat dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, ditambah beberapa ketentuan
lainnya yang tersebar di beberapa pasal. Karena itu, menurut Asshiddiqie (2008)
perumusan tentang HAM dalam konstitusi Republik Indonesia dapat dikatakan
sangat lengkap dan menjadikan UUD 1945 sebagai salah satu undang-undang
dasar yang paling lengkap memuat ketentuan yang memberikan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia.
Pasal-pasal tentang HAM, terutama yang termuat dalam Pasal 28A sampai
dengan Pasal 28J, pada pokoknya berasal dari rumusan TAP MPR Nomor
13
14. 14 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian isinya menjadi
materi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu,
untuk memahami konsepsi tentang hak-hak asasi manusia itu secara lengkap dan
historis, ketiga instrumen hukum UUD 1945, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998
dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tersebut dapat dilihat
dalam satu kontinum. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
ketentuanketentuan tentang hak-hak asasi manusia yang telah diadopsikan ke
dalam sistem hukum dan konstitusi Indonesia itu berasal dari berbagai konvensi
internasional dan deklarasi universal tentang HAM serta berbagai instrumen
hukum internasional lainnya.
Setelah Perubahan Kedua pada tahun 2000, keseluruhan materi ketentuan
hak-hak asasi manusia dalam UUD 1945, yang apabila digabung dengan berbagai
ketentuan yang terdapat dalam undang-undang yang berkenaan dengan HAM,
dapat dikelompokkan dalam empat kelompok yang berisi 37 butir ketentuan
(Asshiddiqie, 2008). Di antara keempat kelompok HAM tersebut, terdapat HAM
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun atau non-derogable rights,
yaitu:
1. Hak untuk hidup;
2. Hak untuk tidak disiksa;
3. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani;
4. Hak beragama;
5. Hak untuk tidak diperbudak;
6. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; dan
7. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Sedangkan keempat kelompok hak asasi manusia terdiri atas; kelompok
pertama adalah kelompok ketentuan yang menyangkut hak-hak sipil yang
meliputi:
1. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan
kehidupannya;
14
15. 2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan
martabat kemanusiaan;
3. Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan;
4. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya;
5. Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran, dan hati
nurani;
6. Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum;
7. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan
pemerintahan;
8. Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut;
9. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah;
10. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan;
11. Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal di wilayah negaranya,
meninggalkan, dan kembali ke negaranya;
12. Setiap orang berhak memperoleh suaka politik;
13. Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan
berhak mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif tersebut.
Kedua, kelompok hak-hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang
meliputi:
1. Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan
pendapatnya secara damai dengan lisan dan tulisan;
2. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka
lembaga perwakilan rakyat;
3. Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan
publik;
4. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah
dan layak bagi kemanusiaan;
5. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat
perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan;
6. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi;
15
16. 16 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
7. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk
hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia
yang bermartabat;
8. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi;
9. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan
pengajaran;
10. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan umat manusia;
11. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak
masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat
peradaban bangsa-bangsa;
12. Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional;
13. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut kepercayaannya
itu.
Ketiga, kelompok hak-hak khusus dan hak atas pembangunan yang meliputi:
1. Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk
kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan
terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan yang sama;
2. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mendapai kesetaraan gender
dalam kehidupan nasional;
3. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan uang dikarenakan oleh
fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum;
4. Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian, dan perlindungan
orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan
mental serta perkembangan pribadinya;
5. Setiap warga negara berhak untuk berperan-serta dalam pengelolaan dan
turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam;
6. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat;
7. Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang sah yang
dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok
tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminatif dengan
kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus
tersebut tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi.
16
17. Keempat, kelompok yang mengatur mengenai tanggung jawab negara dan
kewajiban asasi manusia yang meliputi:
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai
dengan nilai-nilai agama, moralitas, dan kesusilaan, keamanan, dan
ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis;
3. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak-hak asasi manusia;
4. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak
yang pembentukan, susunan, dan kedudukannya diatur dengan undang-
undang.
Hak-hak tersebut di atas ada yang termasuk kategori HAM yang berlaku bagi
semua orang yang tinggal dan berada dalam wilayah hukum Republik Indonesia,
dan ada pula yang merupakan hak warga negara yang berlaku hanya bagi warga
negara Republik Indonesia. Hak-hak dan kebebasan tersebut ada yang tercantum
dalam UUD 1945 dan ada pula yang tercantum hanya dalam undangundang tetapi
memiliki kualitas yang sama pentingnya secara konstitusional sehingga dapat
disebut memiliki “constitutional importance” yang sama dengan yang disebut
eksplisit dalam UUD 1945. Sesuai dengan prinsip “kontrak sosial” (social
contract), maka setiap hak yang terkait dengan warga negara dengan sendiri
bertimbal-balik dengan kewajiban negara untuk memenuhinya. Demikian pula
dengan kewenangan-kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh negara
melalui organ-organnya juga bertimbal-balik dengan kewajiban-kewajiban
konstitusional yang wajib ditaati dan dipenuhi oleh setiap warga negara. (Arif,
2012:82-85)
5. Kelembagaan HAM di Indonesia
Dalam upaya perlindungan HAM, Indonesia memiliki lembaga-lembaga
resmi yang dibentuk pemerintah, di antaranya yakni:
17
18. 18 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
a. Komnas HAM
Komisi Nasional (Komnas) HAM dibentuk berdasarkan Keppres Nomor
50 Tahun 1993 sebagai respon terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan
dunia internasional mengenai perlunya penegakan hak asasi manusia di
Indonesia. Komnas HAM bertujuan untuk:
- Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak
asasi manusia
- Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
b. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk
berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998 sebagai upaya mencegah dan
menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional
Anti Kekerasan terhadap Perempuan bertujuan untuk:
- Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap
perempuan
- Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk
kekerasan terhadap perempuan
- Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan
c. LSM Prodemokrasi dan HAM
Di samping lembaga yang dibentuk pemerintah, ada juga lembaga sejenis
yang dibentuk oleh masyarakat, misalnya Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) atau Non-Govermental Organization (NGO) yang programnya
berfokus pada demokratisasi dan pengembangan HAM. Yang termasuk dalam
LSM ini antara lain ialah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBH), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KONTRAS). (Sunarso, 2013:112-113)
18
19. BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak yang secara alamiah melekat pada
orang semata-mata karena ia merupakan manusia (human being). HAM juga
merupakan standar normatif yang bersifat universal bagi perlindungan hak-
hak dasar itu dalam lingkup pergaulan nasional, regional dan global. Ada
beberapa prinsip pokok yang terkait dengan penghormatan, pemenuhan,
pemajuan dan perlindungan HAM yaitu prinsip universal, tidak dapat
dilepaskan (inalienable), tidak dapat dipisahkan (indivisible), saling
tergantung (inter-dependent), keseimbangan, dan partikularisme.
Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia mengalami pasang dan surut
yang secara jelas dapat terlihat melalui periodisasi sejarah Indonesia mulai
dari periode 1908-1945, periode 1945-1950, periode 1950-1959, periode
1959-1966, periode 1966-1998, hingga periode 1998 sampai sekarang.
HAM juga digagas dalam UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi di
Indonesia. Namun, UUD 1945 sebelum diubah dengan Perubahan Kedua
pada tahun 2000, hanya memuat sedikit ketentuan yang dapat dikaitkan
dengan pengertian HAM. Setelah dilakukannya Perubahan Kedua UUD
1945 pada tahun 2000, ketentuan mengenai HAM dan hak-hak warga negara
dalam UUD 1945 telah mengalami perubahan yang sangat mendasar.
Keseluruhan materi ketentuan hak-hak asasi manusia dalam UUD 1945,
yang apabila digabung dengan berbagai ketentuan yang terdapat dalam
undang-undang yang berkenaan dengan HAM, dapat dikelompokkan dalam
empat kelompok berisi 37 butir ketentuan. Selain tercantum dalam
konstitusi, sebagai upaya lain untuk perlindungan HAM, Indonesia memiliki
lembaga-lembaga resmi yang dibentuk pemerintah seperti Komnas HAM
19
20. 20 ak Hak Asasi Manusia, Konsepsi Negara Hukum
dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, serta lembaga
sejenis yang dibentuk oleh masyarakat, misalnya Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) atau Non-Govermental Organization (NGO) yang
programnya berfokus pada demokratisasi dan pengembangan HAM.
Daftar Pustaka
Arif, Dikdik Baehaqi. 2012. Diktat Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
(Civic Education). Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan
Asshiddiqie, Jimly. 2008. Konstitusi dan Hak Asasi Manusia. Makalah
disampaikan pada Lecture Peringatan 10 Tahun KontraS. Jakarta, 26
Maret 2008
Bagir, Zainal Abidin. 2011. Pluralisme Kewargaan, Arah Baru Politik
Keragaman di Indonesia. Bandung: Mizan dan CRCS
Budimansyah, D dan Syaifullah. 2006. Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi
Pendidikan Kewarganegaraan. (Menyambut 70 tahun Prof. Drs. H.A.
Kosasih Djahiri). Bandung: Laboratorium PKN FPIPS UPI
Chamim, Ahamad Ibn. 2003. Pendidikan Kewargaengaraan Menuju Kehidupan
yang Demokratis dan Berkeadaban. Yogyakarta: Majelis Pendidikan
Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat
Muhammadiyah
Donnely, Jack. 2003. Universal Human Rights in Theory and Practice. Ithaca and
London: Cornell University Press
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
Lubis, M. Solly. 1982. Asas-asas Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni
Manan, Bagir. 2001. Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. Bandung: Alumni
Smith, Rhona. 2009. Hukum HAM. Yogyakarta: Pusham Universitas Islam
Indonesia
Sunarso, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: UNY Press
Sulistyo, Hermawan. 2000. Pembantaian Massal yang Terlupakan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
20