3. DEFINISI
EPILEPSI
Fisiologis:
Cetusan listrik lokal pada
substansia grisea otak
yang terjadi sewaktu-
waktu, mendadak, dan
sangat cepat. (Hughlings
Jackson)
Klinis:
Gangguan paroksismal
di mana cetusan
neuron korteks serebri
mengakibatkan serangan
penurunan kesadaran,
perubahan fungsi
motorik atau sensorik,
perilaku atau emosional
yang intermiten dan
stereotipik.
4. Prevalensi
- 1 % dari populasi
- 20 – 50 pasien baru terdiagnosis per
100.000 per tahun
- Sekitar 50 juta penderita seluruh
dunia (WHO)
- Angka kematian per tahun 2 per
100.000
- 30 % dari penderita epilepsi memiliki
keluarga dengan gangguan konvulsi
- Angka kejadian pada pria lebih tinggi
dari wanita
5. Epidemiologi
•Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy
pada kondisi tanpa serangan, pasien terlihat normal
dan semua data lab juga normal, selain itu ada stigma
tertentu pada penderita epilepsy malu/enggan
mengakui
•Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama,
menurun sampai umur 50 th, dan meningkat lagi
setelahnya terkait dg kemungkinan terjadinya penyakit
cerebrovaskular
•Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur 18 th
6. - Prognosis umumnya baik, 70 – 80%
pasien yang mengalami epilepsy akan
sembuh, dan kurang lebih separo pasien
akan bisa lepas obat
- 20 - 30% mungkin akan berkembang
menjadi epilepsi kronis pengobatan
semakin sulit 5 % di antaranya akan
tergantung pada orang lain dalam
kehidupan sehari-hari
- Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi,
mengalami retardasi mental, dan
gangguan psikiatri dan neurologik
prognosis jelek
- Penderita epilepsi memiliki tingkat
kematian yg lebih tinggi daripada populasi
umum
PROGNOSIS
7. turunnya potensial
membran akibat
gangguan elektrolit
neuron-neuronnya pada
kondisi tertentu (misalnya
dengan naiknya pH) akan
dimuati bersama-sama
(sinkron).
pengaruh pada pompa Na+
-K+ akibat defisiensi energi
(misalnya akibat
hipoglikemia, hipoksia,
inhibitor enzim)
Sekelompok neuron yang
mudah terangsang
(neuron ‘epileptik’)
membentuk suatu fokus
(‘pengatur langkah’,
satuan epileptik
fungsional)
depolarisasi membran
sel akibat naiknya
konsentrasi
neurotransmiter eksitasi
atau turunnya
konsentrasi
neurotransmiter inhibisi
gagalnya sinapsis
inhibitorik
PATOFISIOLOGI
EPILEPSI
8.
9. KLASIFIKASI
berdasarkan deskripsi klinis dan temuan elektrofisiologis
Kejang Umum
Absen, Myoklonik, Klonik,
Tonik, Tonik-Klonik, Atonik,
Spasme Infantil (kedua
hemisfere otak secara
bersama)
Status Epileptikus
Kejang parsial
1. Sederhana
2. Kompleks
(daerah tertentu otak)
Kejang Tidak Dapat Diklasifikasi
KLASIFIKASIEPI
LEPSI
10. Kejang umum terbagi atas:
• Tonic-clonic convulsion = grand mal
• merupakan bentuk paling banyak terjadi
• pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air
liur
• bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
• terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan,
sakit kepala atau tidur
11. • Abscense attacks = petit mal
• jenis yang jarang
• umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
• penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan
kepala terkulai
• kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari
• Myoclonic seizure
• biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
• pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
• jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal
• Atonic seizure
• jarang terjadi
• pasien tiba-tiba kehilangan
kekuatan otot jatuh, tapi bisa
segera recovered
Petit mal
12. Kejang parsial terbagi menjadi :
• Simple partial seizures
• pasien tidak kehilangan kesadaran
• terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari tubuh
• Complex partial seizures
• pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan
mengunyah, meringis, dll tanpa kesadaran
Kejang parsial
13. IDIOPATIK
tidak diketahui penyebabnya,
seringkali menunjukkan predisposisi
genetik (contoh: epilepsi mayor,
dalam persentase yang kecil
disebabkan juga oleh faktor
keturunan)
SIMTOMATIK
adanya lesi struktural fokal di otak (trauma, infrak,
perdarahan, tumor, dll) atau oleh proses yang lebih difus
(penurunan ketersediaan substansi yang dibutuhkan untuk
metabolisme normal otak – hipoksia, hipoglikemia; penyakit
metabolik – hipotermia, defisiensi vitamin; inflamasi otak
atau selaput otak – ensefalitis, meningitis); obat-obatan –
opiat, antidepresan, hipnotik, alkohol, petidin; keracunan
timah hitam).
ETIOLOGI EPILEPSI
14. Penyebab Epilepsi Simtomatik
Neonatus
Trauma persalinan Perdarahan intrakranial Hipoksia
Hipoglikemia
Hipokalsemia
Anak-anak
Anomali congenital
Sklerosis tuberose
Penyakit penimbunan metabolik
Dewasa muda
Cedera kepala
Obat-obatan dan alcohol
Dewasa, usia pertengahan
Tumor serebri
Usia lanjut
Penyakit serebrovaskular
Penyakit degenerative (Alzheimer, penyakit prion)
Tidak semua penyebab diatas harus terjadi sesuai golongan usia tertentu;
misalnya tumor dapat terjadi pada semua usia. Beberapa penyebab tidak terbatas pada
kelompok usia tertentu: Infeksi, seperti meningitis, ensefalitis, abses, sistiserkosis
Inflamasi – sklerosis multipel (jarang), vaskulitis
15. GEJALA DIAGNOSA PEMERIKSAAN
LAB
KEJANG Tes neurologi
dan tingkah-laku
TIDAK ADA.
Kecuali untuk melihat
penyebab kejang, misal:
hipoglikemia, perubahan
konsentrasi elektrolit,
infeksi, infeksi timbal,
anemia, dan sebagainya
GAMBARAN KLINIS
19. Sasaran Terapi
Mengontrol supaya tidak terjadi kejang dan meminimalisasi adverse
effect of drug
mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik
syaraf yang berlebihan melalui perubahan pada
kanal ion atau mengatur ketersediaan
neurotransmitter
Strategi Terapi
20. Prinsip umum terapi epilepsi:
• monoterapi lebih baik mengurangi potensi adverse effect,
meningkatkan kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi
lebih baik dari monoterapi dan biasanya kurang efektif karena
interaksi antar obat justru akan mengganggu efektivitasnya dan
akumulasi efek samping dg politerapi
• hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif
toleransi, efek pada intelegensia, memori, kemampuan motorik
bisa menetap selama pengobatan
• jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi non-sedatif, jika
gagal baru diberi sedatif atau politerapi
• berikan terapi sesuai dgn jenis epilepsinya
• Memperhatikan risk-benefit ratio terapi
• Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat
mungkin dalam jangka waktu pendek
21. • mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan
sesuai dg kondisi klinis pasien penting : kepatuhan
pasien
• ada variasi individual terhadap respon obat
antiepilepsi perlu pemantauan ketat dan
penyesuaian dosis
• jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan
pelan-pelan dihentikan dan diganti dengan obat
lain (jgn politerapi)
22.
23. OBAT ANTI EPILEPSI/AED
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi
kanal Na+:
Inaktivasi kanal Na menurunkan
kemampuan syaraf untuk menghantarkan
muatan listrik
Contoh: fenitoin, karbamazepin,
lamotrigin, okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi
inhibitori GABAergik:
1. Agonis reseptor GABA meningkatkan
transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja
reseptor GABA
contoh: benzodiazepin, barbiturat
2. Menghambat GABA transaminase
konsentrasi GABA meningkat contoh:
Vigabatrin
3. Menghambat GABA transporter
memperlama aksi GABA contoh:
Tiagabin
4. Meningkatkan konsentrasi GABA pada
cairan cerebrospinal pasien mungkin
dg menstimulasi pelepasan GABA dari
non-vesikular pool contoh: Gabapentin
24. Pemilihan obat : Tergantung pada jenis epilepsinya
Kejang
parsial
Kejang Umum (generalized seizures)
Tonic-clonic Abscense Myoclonic,
atonic
Drug of
choice
Karbamazepi
n
Fenitoin
Valproat
Valproat
Karbamaze
pin
Fenitoin
Etosuksimi
d
Valproat
Valproat
Alternativ
es
Lamotrigin
Gabapentin
Topiramat
Tiagabin
Primidon
Fenobarbital
Lamotrigin
Topiramat
Primidon
Fenobarbita
l
Clonazepa
m
Lamotrigin
Klonazepa
m
Lamotrigin
Topiramat
Felbamat
25. Diagnosa positif
Mulai pengobatan dg satu AED
Pilih berdasar klasifikasi kejang
dan efek samping
Sembuh ?
Ya
Efek samping dapat ditoleransi ?
Tidak
Ya
Turunkan dosis
Kualitas hidup
optimal ?
Ya Tidak
Lanjutka
n
terapi
Tidak
Efek samping dapat ditolerans
Tingkatkan dosis Turunkan dosis
Tambah AED 2
Tidak
Ya
Sembuh?
Hentikan
AED1
Tetap gunakan
AED2
Pertimbangkan,
Atasi dg tepat
Ya Tidak
lanjut
lanjut
ALGORITMA
TATALAKSANA
EPILEPSI
26. lanjutan
Lanjutka
n
terapi
Tidak sembuh
Tidak kambuh
Selama > 2 th ?
ya tidak
Hentikan
pengobatan
Kembali ke
Assesment
awal
Efek samping dapat ditoleransi ?
Ya
Tidak
Hentikan AED yang tdk
efektif,
Tambahkan AED2 yang lain
Tingkatkan dosis
AED2, cek interaksi
Cek kepatuhan
Sembuh ?
Tidak
Y
a
Lanjutkan terapi Rekonfirmasi diagnosis,
Pertimbangkan pembedahan
Atau AED lain
28. •Fenitoin
Terhidroksilasi di liver mell sistem penjenuhan enzim,
kec metab bervariasi antar individu
Diperlukan sampai 20 hari u mencapai kadar level
stabil sesudah perub dosis shg perlu dicegah ↑
dosis secara gradual atau sampai tjd tanda gangg
serebral (nistagmus, ataksia, pergerakan involuntar)
Perlu monitoring kons serum scr ketat ↑ dosis
kecil menghasilkan kadar toksik obat dlm serum
ES lain : hipertrofi gusi, jerawat, kulit berlemak,
gambaran muka kasar dan hirsutism
29. • Lamotrigin
Dapat digunakan dlm btk tunggal, spt fenitoin dg ES <
ES : pandangan kabur, bingung, mengantuk
Reaksi kulit serius terutama pd anak kecil
30. •Fenobarbital
Kmk sama efektifnya dg karbamazepin & fenitoin pd
pengobatan kejang tonik-klonik dan parsial, ttp ES
sedatif >
Toleransi tjd pd pemakaian jangka panjang dan
withdrawl scr tiba2 yg dpt memicu status epileptikus.
ES : simptom serebral (sedasi, ataksia, nistagmus),
mengantuk (pd dws), dan hiperkinesia pd anak2
Primidon dimetab mjd metabolit aktif antikonvulsan,
salah satunya adl fenobarbital
31. •Vigabatrin, gabapentin, dan topiramat
Digunakan sbg : “ add-on” drugs pd penderita epilepsi
yg tdk mencapai efek baik dg obat antiepilepsi lain
Vigabatrin sedikit / jarang digunakan krn dpt
mengurangi daerah pandang (visual fields) sampai
1/3 penderita
Gabapentin & karbamazepin juga digunakan utk
mengobati nyeri neuropatik (shooting & stabbing) yg
krg berespon thdp analgesik konvensional
33. • Valproat
Keuntungan : risiko sedatif <, spektrum aktivitas luas & ES mual,
peningkatan BB, perdarahan & rambut rontok relatif kecil
Kerugian utama : kdg2 respon idiosinkratik menyebabkan toksisitas
hepatik parah / fatal
34. • Benzodiazepin : Clonazepam
Antikonvulsan poten, efektif pd absences, tonic-clonic seizures &
myoclonic seizures
Bersifat sedatif dan toleransi kuat dimana tjd pada pemberian oral yg
lama
35. Pemberian obat antiepilepsi pada anak
• Terjadi defisiensi kognitif spesifik akibat : bangkitan epilepsi,
faktor etiologi, munculnya bangkitan pada usia dini, sering
mengalami bangkitan, dan obat antiepilepsi
• Pengaruh beberapa obat antiepilepsi :
• Fenobarbital →hiperaktif
• Fenitoin (dosis tinggi)→enselofati progresif, retardasi mental
dan penurunan kemampuan membaca
• Karbamazepin dan asam valproat →gangguan kognitif ringan
• Valproat (dosis tinggi)→mengganggu fungsi motorik
36. Efek obat antiepilepsi pada anak
• Jurnal Pediatr Neurol. th 2006 : obat2 antiepilepsi (asam valproat,
carbamazepin, oxcarbazepin) dapat menurunkan densitas tulang pada
anak.
• Perlu monitoring pemakaian jangka panjang pada anak, di samping perlu
dipertimbangkan pemberian suplemen utk tulang.
37. Penatalaksanaan epilepsi pada lanjut
usia
•Perlu pertimbangan : penyakit lain yg menyertai,
polifarmasi yg menyebabkan interaksi obat,
perubahan fisiologi tubuh (absorpsi obat, ikatan
protein, metabolisme dan eliminasi obat)
•Prinsip terapi : dosis tunggal atau dua kali sehari, tidak
ada efek samping atau minimal, tidak ada interaksi
obat atau minimal, ikatan protein rendah,
farmakokinetik linier, tidak berpotensi reaksi alergi
atau idiosinkrasi, dan ada ketersediaan dlm bentuk
parenteral
38. Status epileptikus
•= kejang umum yang terjadi selama 5 menit atau lebih
atau kejadian kejang 2 kali atau lebih tanpa pemulihan
kesadaran di antara dua kejadian tersebut
•Merupakan kondisi darurat yg memerlukan
pengobatan yang tepat untuk meminimalkan
kerusakan neurologik permanen maupun kematian
39. Terapi ?
• Non-farmakologi:
• Tanda-tanda vital dipantau
• Pelihara ventilasi
• Berikan oksigen
• Cek gas darah utk memantau asidosis respiratory atau
metabolik
• Kadang terjadi hipoglikemi berikan glukosa
• Farmakologi : dengan obat-obatan
42. Pada kehamilan
Akibat epilepsi pd kehamilan :
Kejang maternal 25 – 30% penderita
Komplikasi kehamilan
ES pd fetus meliputi penyakit dan obat antiepilepsi
43. •Efek obat antiepilepsi pd kehamilan malformasi
kongenital
Barbiturat & fenitoin congenital heart malformation,
orofacial clefts & malformasi lain
Valproat & carbamazepin spina bifida (neural tube
defect) & hypospadias
ES pd kehamilan yg bukan akibat obat antiepilepsi :
hambatan pertumb, psikomotor, retardasi mental,
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
44. KIE pada wanita epilepsi yg hamil
•Intake asam folat (~0,4 – 1 mg/hari) pd
prenatalmencegah efek teratogenik
•Obat antiepilepsi secara monoterapi, dosis serendah
mgk mengurangi efek teratogenik
•Obat2 antiepilepsi yg lebih baru punya efek
teratogenik <
•Pemberian vit K pd bulan terakhir kehamilan dg dosis
10 mg oral setiap hari mencegah koagulopati
45. KIE pada ibu menyusui
• Meski distribusi obat antiepilepsi dilaporkan rendah pada air susu,
namun perlu diperhatikan efek pada bayi (sedasi, iritabilitas, poor
feeding) terutama pada pemakaian barbiturat & benzodiazepin
46. - Perlu dipertimbangkan terapi operatif
(terutama utk epilepsi
refrakter/kambuhan)
- Yang paling aman & efektif : reseksi
lobus temporal bagian anterior, jenis
yang lain : reseksi korteks otak,
hemisferektomi, pembedahan korpus
kalosum, reseksi multilobar pada bayi
- Lebih kurang 70-80 % penderita yg
mengalami operasi terbebas dari
bangkitan, walaupun beberapa
diantaranya harus tetap minum obat
Jika terapi farmakologi gagal, bagaimana ?