SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
MANAJEMEN PASIEN STUPOR DAN KOMA

Pendahuluan
       Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat dikategorikan
sebagai stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat
bila terjadi akut. Banyak variasi penyebab baik itu keadaan metabolik atau suatu proses
intrakranial yang dapat mengakibatkan pasien dalam keadaan stupor atau koma ini. Adapun
manajemen pada pasien seperti ini haruslah berfokus untuk menstabilkan keadaan pasien,
menegakkan diagnosis, dan menatalaksana pasien berdasarkan penyebab dari penyakit
tersebut.
       Tinjauan pustaka ini bertujuan sebagai tambahan referensi untuk mahasiswa
kedokteran, paramedis dan para dokter non neurologis yang bekerja di Rumah Sakit dalam
menangani dan mentatalaksana pasien dengan kelainan neurologis yang datang di ruang
gawat darurat, intensive care unit, bangsal, atau pun klinik.


Hal yang perlu Dipikirkan
       Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk pertama kali ada
beberapa pertanyaan dalam benak kita sebagai pertimbangan yaitu :
   1. Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut ?
   2. Apakah jalan napas baik ?
       Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang disebabkan
       karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi karena hilangnya
       kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT) dengan intubasi
       merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigenasi
       yang adekuat.
       Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi
       lebih baik kita memanggil dokter Anestesi untuk melakukan intubasi. Pada pasien
       stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 % oksigen dengan
       face mask sampai hipoksemia tidak kita temukan.
   3. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar oleh toksin ?




                                                                                       1
Lakukan deskripsi pasien dengan cepat mengenai riwayat penyakit sekarang dan
       dahulu baik medis maupun neurologis.
   4. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien sebelumnya ?
       Kerabat, teman, personil ambulance, atau orang lain yang terakhir kali kontak dan
       mengetahui keadaan pasien sebaiknya kita suruh tunggu untuk menanyakan
       keadaan pasien sebelum kejadian.


       Setelah keadaan umum pasien kita dapat langkah selanjutnya adalah memberikan
terapi emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, antara lain :
   1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan intubasi bila telah
       mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life Support (ATLS) ataupun Advance
       Cardiac Life Support (ACLS).
   2. Pasang jalur intrravena (iv line)
   3. Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini harus
       dilakukan secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang dapat ditangani
       secara cepat sebagai penyebab stupor atau koma yang dapat disertai keadaan lain
       seperti sepsis, henti jantung, atau trauma)
   4. Lakukan pemeriksaan darah antara lain :
          •   Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum, kreatinin)
          •   Hitung darah lengkap
          •   Analisa gas darah
          •   Kalsium dan magnesium
          •   Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT)
   5. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakukan pemeriksaan skrining toksikologi, tes
       fungsi tiroid, fungsi hepar, kortisol serum, dan kadar ammonia.
   6. Lakukan pemasangan folley catheter
   7. Lakukan pemeriksaan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan rontgen thoraks.
   8. Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan ’dilapangan’ atau bila etiologi dari
       penyebab koma tidak jelas. Diantaranya :
          •   Thiamin 100 mg iv ( dimana pemberian tiamin dapat mengembalikan pasien
              dari koma yang disebakan karena defisiensi thiamin akut (Wernicke


                                                                                          2
ensefalopati). Harus diberikan sebelum pemberian dekstrose karena
                 hiperglikemi dapat menyebabkan konsumsi thiamin yang berlebihan dan
                 memperburuk keadaan pasien.
             •   50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv
             •   Naloxone (Narcan) 0.4 – 0.8 mg iv, pada keadaan koma yang disebabkan
                 intoksikasi opiat. Dosis dapat diberikan sampai 10 mg.
             •   Flumazenil (Romazicon) 0.2 – 1.0 mg iv, diberikan pada pasien yang koma
                 dicurigai karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis dapat diberikan hingga 3
                 mg dan jangan diberikan bila telah terjadi kejang pada pasien, karena
                 flumazenil ini dapat menimbulkan kejang.


Etiologi Koma
        Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi tiga kategori besar :
    1. Kelainan struktur intrakranial (33 %)
        Kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak ( computed
        tomography [CT] or magnetic resonance imaging [MRI] atau melalui lumbal
        punksi [LP].
    2. Kelainan metabolik atau keracunan (66%)
        Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif.
    3. Kelainan psikiatris (1%)


        Stupor atau koma disebabkan oleh penyakit mempengaruhi kedua hemisfer otak
atau batang otak. Lesi unilateral dari satu hemisfer tidak menyebabkan stupor atau koma
kecuali massa tersebut besar hingga menekan hemisfer kontralateral atau batang otak.
Koma yang disebabkan kelainan fokal di batang otak terjadi karena terganggunya reticular
activating system. Kelainan metabolik dapat menyebabkan gangguan kesadaran karena efek
yang luas terhadap formasio retikularis dan korteks serebral.
        Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat ditangani
antara lain :
        a.         Herniasi dan penekanan batang otak : space ocupying lession yang
                   menyebabkan koma merupakan keadaan emergensi bedah saraf.


                                                                                         3
b.        Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : peningkatan TIK dapat
                 menyebabkan gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischemic injury.
       c.        Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis bakterialis atau
                 herpes encephalitis dapat dicegah dengan terapi secepatnya.


       Penyebab koma seringkali dapat ditentukan melalui anamnesis perjalanan penyakit
melalui keluarga, teman, personel ambulan, atau orang lain yang terakhir kontak dengan
pasien dengan menanyakan :
       1. Kejadian terakhir
       2. Riwayat medis pasien
       3. Riwayat psikiatrik
       4. Obat-obatan
       5. Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol


       Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga ditegakkan
melalui pemeriksaan fisik :
   a. Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial dengan
       peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi.
   b. Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness ( keracunan
       CO), atau kuning
   c. Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk
   d. Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi
   e. THT : otorea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya duramater
       pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan serangan kejang.
   f. Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) : kekakuan
       disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid.
   g. Pemeriksaan neurologis : untuk menentukan dalamnya koma dan lokalisasi dari
       penyebab koma.
Pemeriksaan Neurologis
   1. Status generalis : terbukannya kelopak mata dan rahang yang lemas menandakan
       dalamya koma. Deviasi dari kepala dan gaze menandakan suatu lesi hemisfer



                                                                                         4
ipsilateral yang luas. Myoklonus ( menandakan suatu proses metabolik), twitching
   otot yang ritmik (indikasi dari kejang), tetani.
2. Tingkat kesadaran : dapat ditentukan melalui skala koma Glasgow untuk
   memudahkan kita untuk mencatat perkembangan pasien. Untuk lebih mudahnya
   gangguan kesadaran pada pasien dapat dideskripsikan berdasarkan letargi, stupor,
   dan koma.
3. Pernafasan : pola pernafasan yang abnormal dapat membantu kita menentukan
   lokalisasi dari koma. Diantaranya :
       a. Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati merabolik
       b. Central neurogenic hiperventilation : CNS limfoma atau kerusakan batang
           otak karena herniasi tentorial
       c. Apneustic breathing : kerusakan pons
       d. Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar
       e. Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn medular (lesi di fosa
           posterior)
4. Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks ancam terhadap mata
   sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam pada salah satu sisi mata menandakan
   terjadinya suatu hemianopia.
5. Funduskopi : edema papil terjadi pada peningkatan TIK setelah lebih dari 12 jam
   dan jarang terjadi secara akut. Tidak adanya suatu edema papil menyingkirkan
   adanya peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit diidentifikasikan, tetapi
   bila kita temukan menandakan TIK yang normal. Perdarahan subhialoid yang
   berbentuk seperti globul bercak darah pada permukaan retina biasanya berhubungan
   dengan terjadinya suatu perdarahan subarakhnoid.
6. Pupil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya.
       a. Simetris dan reaktif terhadap rangsang cahaya menandakan midbrain dalam
           keadaan intak. Pupil yang reaktif tanpa disertai respon dari kornea dan
           okulosefalik menandakan suatu keadaan koma yang disebabkan kelainan
           metabolik.
       b. Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler menandakan suatu lesi
           fokal di midbrain.



                                                                                  5
c. Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada tingkat pons.
          Intoksikasi dari opiat dan kholinergik (pilokarpin) juga dapat menyebabkan
          pupil seperti ini.
       d. Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap CN III pada
          herniasi unkus. Ptosis dan exodeviasi juga terlihat pada kejadian tersebut.
       e. Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi sentral, iskemia
          hipoksia global, keracunan barbiturat, scopolamine, atau gluthethimide.
7. Pergerakan bola mata (gaze):
       a. Perhatikan posisi saat istirahat :
               i. Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu lesi
                  hemisper kontralateral dari sisi yang hemiparesis
              ii. Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan :
                      1. lesi di pons kontralateral hemiparesis
                      2. lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis
                      3. aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis
             iii. Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari
                  midbrain, disertai dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus
                  refrakter dikenal sebagai sindroma parinoud
              iv. Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae
                  tidak menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan
                  disfungsi hemisfer bilateral dan aktifnya refleks okulosefalik
              v. Occular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan bola
                  mata ke arah bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat
                  menunjukkan kerusakan bilateral dari pusat gaze horisontal pada
                  pons.
              vi. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan
                  menunjukkan suatu psikogenik unresponsive.
       b. Refleks okulosefalik (doll’s eye), respons yang intak terjadi pergerakan bola
          mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila tidak terjadi refleks ini
          menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan




                                                                                         6
integritas dari struktur batang otak, yang sering terlihat pada koma
           metabolik.
       c. Refleks okulovestibular (kalori dingin), respons yang normal terdiri dari
           deviasi tonik ke arah rangsangan air dingin yang dimasukkan ke lubang
           telinga dan terjadi nistagmus cepat ke arah kontralateral.
                 i. Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus
                    menandakan koma disebabkan disfungsi bihemisfer
                ii. Paresis konjugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau
                    pons
                iii. Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak
                iv. Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam yang
                    mendepresi fungsi batang otak.
8. Refleks kornea : menandakan intaknya batang otak setinggi CN 5( aferen) dan CN 7
   (eferen)
9. Refleks muntah : dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal tube.
10. Respons motorik :merupakan indikator terbaik dalam menentukan dalam dan
   beratnya keadaan koma. Yang diperhatikan yaitu :
       a. Pergerakan spontan : lihat adanya suatu asimetri
       b. Tonus otot : peningkatan tonus otot bilateral pada ekstremitas bawah
           merupakan tanda penting terjadinya suatu herniasi serebri.
       c. Induksi pergerakan melalui :
                 i. Perintah verbal : normal
                ii. Rangsang nyeri : dengan menggosokkan kepalan tangan pemeriksa
                    pada sternum dan penekanan pada nailbed dengan menggunakan
                    handel dari hammer.
11. Respon sensoris : respons asimetris dari stimulasi menandakan suatu lateralisasi
   defisit sensoris.
12. Refleks :
       a. Refleks tendon dalam : bila asimetris menunjukkan lateralisasi defisit
           motoris yang disebabkan lesi struktural




                                                                                     7
b. Refleks plantar : respon bilateral Babinski’s menunjukkan coma akibat
              struktural atau metabolik.


Pemeriksaan Penunjang
 Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi pasien dengan koma
karena dapat mengancam nyawa, maka pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan
dalam membantu penegakkan diagnosis, yaitu antara lain :
   1. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila kita curigai
       terdapat tumor atau abses. Dan mintakan print out dari bone window pada kejadian
       trauma kepala
   2. Punksi Lumbal : dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
       encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila diagnosis tidak dapat ditegakkan
       melalui CT atau MRI kepala.
   3. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa status kejang,
       keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis tidak ditegakkan melalui
       pemeriksaan CT dan LP.


Keadaa pseudokoma harus kita curigai bila semua pemeriksaan diagnostik telah kita
lakukan dan masih tidak dapat menegakkan diagnosis penyebab dari koma tersebut.
Diantaranya yaitu :
   1. Koma psikogenik
   2. Locked in syndrome : kerusakan pons bilateral
   3. Mutism akinetik : kerusakan pada frontal dan thalamus


Manajemen Pasien dengan Koma
   1. Penanganan emergensi dekompresi pada lesi desak ruang (space occupying lesions /
       SOL ) dapat menyelamatkan nyawa pasien.
   2. Bila terjadi suatu peningkatan TIK, berikut adalah penanganan pertamanya :
           a. Elevasi kepala
           b. Intubasi dan hiperventilasi
           c. Sedasi jika terjadi agitasi yang berat ( midazolam 1 – 2 mg iv )



                                                                                     8
d. Diuresis osmotik dengan manitol 20% 1 g/kg BB iv
            e. Dexametason 10 mg iv tiap 6 jam pada kasus edema serebri oleh tumor atau
                 abses setelah terapi ini monitor ICP harus dipasang.
   3. Kasus encephalitis yang dicurigai oleh infeksi virus herpes dapat diberikan
       acyclovir 10 mg/kg iv tiap 8 jam
   4. Kasus meningitis lakukan terapi secara empiris. Lindungi pasien dengan ceftriaxon
       2x1 g iv dan ampicillin 4x1 g iv sambil menunggu hasil kultur


Terapi Umum
   1. Proteksi jalan nafas : adekuat oksigenasi dan ventilasi
   2. Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan edema serebri atau
       peningkatan TIK
   3. Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube,
       hindari penggunaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi dan refluks
   4. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan
       gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit
   5. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan
       plester
   6. Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium 100
       mg 3x1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari stress
       ulcer akibat pemberian steroid dan intubasi
   7. Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter tiap 6 jam
   8. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur
   9. Profilaksis deep vein trombosis (DVT) : pemberian 5000 iu sc tiap 12 jam,
       penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya


Prognosis
       Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dari dalamnya
suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi obat lebih baik
prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial.




                                                                                         9

More Related Content

What's hot

Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBSPenggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBSPangesti Diah Yuli
 
Makalah epilepsi upn feb 2013
Makalah epilepsi   upn feb 2013Makalah epilepsi   upn feb 2013
Makalah epilepsi upn feb 2013muhammadfahman
 
Bickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitisBickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitisade navidya
 
Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )Stiawan Akbar
 
Neuromusculer d dan neuropati 2
Neuromusculer d dan neuropati 2Neuromusculer d dan neuropati 2
Neuromusculer d dan neuropati 2Ekky Rahmawan
 
164844572 114530743-case-sgb-rila
164844572 114530743-case-sgb-rila164844572 114530743-case-sgb-rila
164844572 114530743-case-sgb-rilahomeworkping8
 
Epilepsi revisi pak arif Baiq Qorin
Epilepsi revisi pak arif Baiq QorinEpilepsi revisi pak arif Baiq Qorin
Epilepsi revisi pak arif Baiq QorinOkis2
 
Bedah saraf kejang epilepsi
Bedah saraf kejang epilepsiBedah saraf kejang epilepsi
Bedah saraf kejang epilepsiwidia ningsih
 
80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebriCornelius Liza
 

What's hot (20)

Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBSPenggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
Penggunaan Plasmapheresis & Immunoglobulin (IVIg) pada GBS
 
Askep tumor otak
Askep tumor otakAskep tumor otak
Askep tumor otak
 
Epilepsi
EpilepsiEpilepsi
Epilepsi
 
38128375 epilepsi
38128375 epilepsi38128375 epilepsi
38128375 epilepsi
 
Makalah epilepsi upn feb 2013
Makalah epilepsi   upn feb 2013Makalah epilepsi   upn feb 2013
Makalah epilepsi upn feb 2013
 
Askep tumor otak
Askep tumor otakAskep tumor otak
Askep tumor otak
 
Eeg encefalopati
Eeg encefalopatiEeg encefalopati
Eeg encefalopati
 
Bickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitisBickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitis
 
129281580 referat-koma
129281580 referat-koma129281580 referat-koma
129281580 referat-koma
 
Askep tumor otak yani 44444 AKPER PEMDA MUN
Askep tumor otak yani 44444 AKPER PEMDA MUNAskep tumor otak yani 44444 AKPER PEMDA MUN
Askep tumor otak yani 44444 AKPER PEMDA MUN
 
Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )
 
Epilepsi
EpilepsiEpilepsi
Epilepsi
 
Kelompok 5 Skenario 1.pptx
Kelompok 5 Skenario 1.pptxKelompok 5 Skenario 1.pptx
Kelompok 5 Skenario 1.pptx
 
SGB
SGBSGB
SGB
 
Epilepsi
EpilepsiEpilepsi
Epilepsi
 
Neuromusculer d dan neuropati 2
Neuromusculer d dan neuropati 2Neuromusculer d dan neuropati 2
Neuromusculer d dan neuropati 2
 
164844572 114530743-case-sgb-rila
164844572 114530743-case-sgb-rila164844572 114530743-case-sgb-rila
164844572 114530743-case-sgb-rila
 
Epilepsi revisi pak arif Baiq Qorin
Epilepsi revisi pak arif Baiq QorinEpilepsi revisi pak arif Baiq Qorin
Epilepsi revisi pak arif Baiq Qorin
 
Bedah saraf kejang epilepsi
Bedah saraf kejang epilepsiBedah saraf kejang epilepsi
Bedah saraf kejang epilepsi
 
80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri
 

Similar to Manajemen pasien stupor dan koma

Farmakoterapi EPILEPSI, farmasi, penyakit
Farmakoterapi EPILEPSI, farmasi, penyakitFarmakoterapi EPILEPSI, farmasi, penyakit
Farmakoterapi EPILEPSI, farmasi, penyakitLisaSofitriana
 
Epilepsi dan anti epilepsi . dyah sekar nirwana
Epilepsi dan anti epilepsi . dyah sekar nirwanaEpilepsi dan anti epilepsi . dyah sekar nirwana
Epilepsi dan anti epilepsi . dyah sekar nirwanaDyah Sekar Nirwana
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Aulia Amani
 
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.pptKP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.pptssuser0c40b4
 
Kb 3 asuhan dengan kejang dan tetanus neonatrum
Kb 3 asuhan  dengan kejang dan tetanus neonatrumKb 3 asuhan  dengan kejang dan tetanus neonatrum
Kb 3 asuhan dengan kejang dan tetanus neonatrumpjj_kemenkes
 
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Patofisiologi kelainan sistem persarafan
Patofisiologi kelainan sistem persarafanPatofisiologi kelainan sistem persarafan
Patofisiologi kelainan sistem persarafanardiners
 
Askep stroke2
Askep stroke2Askep stroke2
Askep stroke2yonraen
 

Similar to Manajemen pasien stupor dan koma (20)

Cedera kepala
Cedera kepalaCedera kepala
Cedera kepala
 
Askep[ bunda AKPER PEMKAB MUNA
Askep[ bunda AKPER PEMKAB MUNAAskep[ bunda AKPER PEMKAB MUNA
Askep[ bunda AKPER PEMKAB MUNA
 
Farmakoterapi EPILEPSI, farmasi, penyakit
Farmakoterapi EPILEPSI, farmasi, penyakitFarmakoterapi EPILEPSI, farmasi, penyakit
Farmakoterapi EPILEPSI, farmasi, penyakit
 
Epilepsi dan anti epilepsi . dyah sekar nirwana
Epilepsi dan anti epilepsi . dyah sekar nirwanaEpilepsi dan anti epilepsi . dyah sekar nirwana
Epilepsi dan anti epilepsi . dyah sekar nirwana
 
askep Seizure atau epilepsi
askep Seizure atau epilepsiaskep Seizure atau epilepsi
askep Seizure atau epilepsi
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)
 
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.pptKP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
KP 3.3.3.3 - PENYAKIT NEUROMUSCULAR JUNCTION.ppt
 
Kejang demam pada anak
Kejang demam pada anakKejang demam pada anak
Kejang demam pada anak
 
Kb 3 asuhan dengan kejang dan tetanus neonatrum
Kb 3 asuhan  dengan kejang dan tetanus neonatrumKb 3 asuhan  dengan kejang dan tetanus neonatrum
Kb 3 asuhan dengan kejang dan tetanus neonatrum
 
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam
Asuhan keperawatan pada anak kejang demamAsuhan keperawatan pada anak kejang demam
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam
 
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada anak kejang demam AKPER PEMKAB MUNA
 
Tugas eke AKPER PEMKAB MUNA
Tugas eke  AKPER PEMKAB MUNATugas eke  AKPER PEMKAB MUNA
Tugas eke AKPER PEMKAB MUNA
 
Gadar_Neurologi.ppt
Gadar_Neurologi.pptGadar_Neurologi.ppt
Gadar_Neurologi.ppt
 
Demam pada anak
Demam pada anakDemam pada anak
Demam pada anak
 
Patofisiologi kelainan sistem persarafan
Patofisiologi kelainan sistem persarafanPatofisiologi kelainan sistem persarafan
Patofisiologi kelainan sistem persarafan
 
Demam pada anak
Demam pada anakDemam pada anak
Demam pada anak
 
Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep gawat darurat pada gigitan ular
Askep gawat darurat pada gigitan ularAskep gawat darurat pada gigitan ular
Askep gawat darurat pada gigitan ular
 
Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep stroke2
Askep stroke2Askep stroke2
Askep stroke2
 

Manajemen pasien stupor dan koma

  • 1. MANAJEMEN PASIEN STUPOR DAN KOMA Pendahuluan Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat dikategorikan sebagai stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat bila terjadi akut. Banyak variasi penyebab baik itu keadaan metabolik atau suatu proses intrakranial yang dapat mengakibatkan pasien dalam keadaan stupor atau koma ini. Adapun manajemen pada pasien seperti ini haruslah berfokus untuk menstabilkan keadaan pasien, menegakkan diagnosis, dan menatalaksana pasien berdasarkan penyebab dari penyakit tersebut. Tinjauan pustaka ini bertujuan sebagai tambahan referensi untuk mahasiswa kedokteran, paramedis dan para dokter non neurologis yang bekerja di Rumah Sakit dalam menangani dan mentatalaksana pasien dengan kelainan neurologis yang datang di ruang gawat darurat, intensive care unit, bangsal, atau pun klinik. Hal yang perlu Dipikirkan Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk pertama kali ada beberapa pertanyaan dalam benak kita sebagai pertimbangan yaitu : 1. Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut ? 2. Apakah jalan napas baik ? Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang disebabkan karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi karena hilangnya kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT) dengan intubasi merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigenasi yang adekuat. Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi lebih baik kita memanggil dokter Anestesi untuk melakukan intubasi. Pada pasien stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 % oksigen dengan face mask sampai hipoksemia tidak kita temukan. 3. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar oleh toksin ? 1
  • 2. Lakukan deskripsi pasien dengan cepat mengenai riwayat penyakit sekarang dan dahulu baik medis maupun neurologis. 4. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien sebelumnya ? Kerabat, teman, personil ambulance, atau orang lain yang terakhir kali kontak dan mengetahui keadaan pasien sebaiknya kita suruh tunggu untuk menanyakan keadaan pasien sebelum kejadian. Setelah keadaan umum pasien kita dapat langkah selanjutnya adalah memberikan terapi emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, antara lain : 1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan intubasi bila telah mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life Support (ATLS) ataupun Advance Cardiac Life Support (ACLS). 2. Pasang jalur intrravena (iv line) 3. Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini harus dilakukan secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang dapat ditangani secara cepat sebagai penyebab stupor atau koma yang dapat disertai keadaan lain seperti sepsis, henti jantung, atau trauma) 4. Lakukan pemeriksaan darah antara lain : • Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum, kreatinin) • Hitung darah lengkap • Analisa gas darah • Kalsium dan magnesium • Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT) 5. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakukan pemeriksaan skrining toksikologi, tes fungsi tiroid, fungsi hepar, kortisol serum, dan kadar ammonia. 6. Lakukan pemasangan folley catheter 7. Lakukan pemeriksaan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan rontgen thoraks. 8. Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan ’dilapangan’ atau bila etiologi dari penyebab koma tidak jelas. Diantaranya : • Thiamin 100 mg iv ( dimana pemberian tiamin dapat mengembalikan pasien dari koma yang disebakan karena defisiensi thiamin akut (Wernicke 2
  • 3. ensefalopati). Harus diberikan sebelum pemberian dekstrose karena hiperglikemi dapat menyebabkan konsumsi thiamin yang berlebihan dan memperburuk keadaan pasien. • 50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv • Naloxone (Narcan) 0.4 – 0.8 mg iv, pada keadaan koma yang disebabkan intoksikasi opiat. Dosis dapat diberikan sampai 10 mg. • Flumazenil (Romazicon) 0.2 – 1.0 mg iv, diberikan pada pasien yang koma dicurigai karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis dapat diberikan hingga 3 mg dan jangan diberikan bila telah terjadi kejang pada pasien, karena flumazenil ini dapat menimbulkan kejang. Etiologi Koma Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi tiga kategori besar : 1. Kelainan struktur intrakranial (33 %) Kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak ( computed tomography [CT] or magnetic resonance imaging [MRI] atau melalui lumbal punksi [LP]. 2. Kelainan metabolik atau keracunan (66%) Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif. 3. Kelainan psikiatris (1%) Stupor atau koma disebabkan oleh penyakit mempengaruhi kedua hemisfer otak atau batang otak. Lesi unilateral dari satu hemisfer tidak menyebabkan stupor atau koma kecuali massa tersebut besar hingga menekan hemisfer kontralateral atau batang otak. Koma yang disebabkan kelainan fokal di batang otak terjadi karena terganggunya reticular activating system. Kelainan metabolik dapat menyebabkan gangguan kesadaran karena efek yang luas terhadap formasio retikularis dan korteks serebral. Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat ditangani antara lain : a. Herniasi dan penekanan batang otak : space ocupying lession yang menyebabkan koma merupakan keadaan emergensi bedah saraf. 3
  • 4. b. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : peningkatan TIK dapat menyebabkan gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischemic injury. c. Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis bakterialis atau herpes encephalitis dapat dicegah dengan terapi secepatnya. Penyebab koma seringkali dapat ditentukan melalui anamnesis perjalanan penyakit melalui keluarga, teman, personel ambulan, atau orang lain yang terakhir kontak dengan pasien dengan menanyakan : 1. Kejadian terakhir 2. Riwayat medis pasien 3. Riwayat psikiatrik 4. Obat-obatan 5. Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga ditegakkan melalui pemeriksaan fisik : a. Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial dengan peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi. b. Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness ( keracunan CO), atau kuning c. Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk d. Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi e. THT : otorea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya duramater pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan serangan kejang. f. Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) : kekakuan disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid. g. Pemeriksaan neurologis : untuk menentukan dalamnya koma dan lokalisasi dari penyebab koma. Pemeriksaan Neurologis 1. Status generalis : terbukannya kelopak mata dan rahang yang lemas menandakan dalamya koma. Deviasi dari kepala dan gaze menandakan suatu lesi hemisfer 4
  • 5. ipsilateral yang luas. Myoklonus ( menandakan suatu proses metabolik), twitching otot yang ritmik (indikasi dari kejang), tetani. 2. Tingkat kesadaran : dapat ditentukan melalui skala koma Glasgow untuk memudahkan kita untuk mencatat perkembangan pasien. Untuk lebih mudahnya gangguan kesadaran pada pasien dapat dideskripsikan berdasarkan letargi, stupor, dan koma. 3. Pernafasan : pola pernafasan yang abnormal dapat membantu kita menentukan lokalisasi dari koma. Diantaranya : a. Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati merabolik b. Central neurogenic hiperventilation : CNS limfoma atau kerusakan batang otak karena herniasi tentorial c. Apneustic breathing : kerusakan pons d. Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar e. Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn medular (lesi di fosa posterior) 4. Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks ancam terhadap mata sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam pada salah satu sisi mata menandakan terjadinya suatu hemianopia. 5. Funduskopi : edema papil terjadi pada peningkatan TIK setelah lebih dari 12 jam dan jarang terjadi secara akut. Tidak adanya suatu edema papil menyingkirkan adanya peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit diidentifikasikan, tetapi bila kita temukan menandakan TIK yang normal. Perdarahan subhialoid yang berbentuk seperti globul bercak darah pada permukaan retina biasanya berhubungan dengan terjadinya suatu perdarahan subarakhnoid. 6. Pupil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya. a. Simetris dan reaktif terhadap rangsang cahaya menandakan midbrain dalam keadaan intak. Pupil yang reaktif tanpa disertai respon dari kornea dan okulosefalik menandakan suatu keadaan koma yang disebabkan kelainan metabolik. b. Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler menandakan suatu lesi fokal di midbrain. 5
  • 6. c. Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada tingkat pons. Intoksikasi dari opiat dan kholinergik (pilokarpin) juga dapat menyebabkan pupil seperti ini. d. Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap CN III pada herniasi unkus. Ptosis dan exodeviasi juga terlihat pada kejadian tersebut. e. Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi sentral, iskemia hipoksia global, keracunan barbiturat, scopolamine, atau gluthethimide. 7. Pergerakan bola mata (gaze): a. Perhatikan posisi saat istirahat : i. Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu lesi hemisper kontralateral dari sisi yang hemiparesis ii. Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan : 1. lesi di pons kontralateral hemiparesis 2. lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis 3. aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis iii. Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari midbrain, disertai dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus refrakter dikenal sebagai sindroma parinoud iv. Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae tidak menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan disfungsi hemisfer bilateral dan aktifnya refleks okulosefalik v. Occular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan bola mata ke arah bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat menunjukkan kerusakan bilateral dari pusat gaze horisontal pada pons. vi. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan menunjukkan suatu psikogenik unresponsive. b. Refleks okulosefalik (doll’s eye), respons yang intak terjadi pergerakan bola mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila tidak terjadi refleks ini menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan 6
  • 7. integritas dari struktur batang otak, yang sering terlihat pada koma metabolik. c. Refleks okulovestibular (kalori dingin), respons yang normal terdiri dari deviasi tonik ke arah rangsangan air dingin yang dimasukkan ke lubang telinga dan terjadi nistagmus cepat ke arah kontralateral. i. Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus menandakan koma disebabkan disfungsi bihemisfer ii. Paresis konjugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau pons iii. Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak iv. Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam yang mendepresi fungsi batang otak. 8. Refleks kornea : menandakan intaknya batang otak setinggi CN 5( aferen) dan CN 7 (eferen) 9. Refleks muntah : dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal tube. 10. Respons motorik :merupakan indikator terbaik dalam menentukan dalam dan beratnya keadaan koma. Yang diperhatikan yaitu : a. Pergerakan spontan : lihat adanya suatu asimetri b. Tonus otot : peningkatan tonus otot bilateral pada ekstremitas bawah merupakan tanda penting terjadinya suatu herniasi serebri. c. Induksi pergerakan melalui : i. Perintah verbal : normal ii. Rangsang nyeri : dengan menggosokkan kepalan tangan pemeriksa pada sternum dan penekanan pada nailbed dengan menggunakan handel dari hammer. 11. Respon sensoris : respons asimetris dari stimulasi menandakan suatu lateralisasi defisit sensoris. 12. Refleks : a. Refleks tendon dalam : bila asimetris menunjukkan lateralisasi defisit motoris yang disebabkan lesi struktural 7
  • 8. b. Refleks plantar : respon bilateral Babinski’s menunjukkan coma akibat struktural atau metabolik. Pemeriksaan Penunjang Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi pasien dengan koma karena dapat mengancam nyawa, maka pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosis, yaitu antara lain : 1. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila kita curigai terdapat tumor atau abses. Dan mintakan print out dari bone window pada kejadian trauma kepala 2. Punksi Lumbal : dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila diagnosis tidak dapat ditegakkan melalui CT atau MRI kepala. 3. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa status kejang, keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis tidak ditegakkan melalui pemeriksaan CT dan LP. Keadaa pseudokoma harus kita curigai bila semua pemeriksaan diagnostik telah kita lakukan dan masih tidak dapat menegakkan diagnosis penyebab dari koma tersebut. Diantaranya yaitu : 1. Koma psikogenik 2. Locked in syndrome : kerusakan pons bilateral 3. Mutism akinetik : kerusakan pada frontal dan thalamus Manajemen Pasien dengan Koma 1. Penanganan emergensi dekompresi pada lesi desak ruang (space occupying lesions / SOL ) dapat menyelamatkan nyawa pasien. 2. Bila terjadi suatu peningkatan TIK, berikut adalah penanganan pertamanya : a. Elevasi kepala b. Intubasi dan hiperventilasi c. Sedasi jika terjadi agitasi yang berat ( midazolam 1 – 2 mg iv ) 8
  • 9. d. Diuresis osmotik dengan manitol 20% 1 g/kg BB iv e. Dexametason 10 mg iv tiap 6 jam pada kasus edema serebri oleh tumor atau abses setelah terapi ini monitor ICP harus dipasang. 3. Kasus encephalitis yang dicurigai oleh infeksi virus herpes dapat diberikan acyclovir 10 mg/kg iv tiap 8 jam 4. Kasus meningitis lakukan terapi secara empiris. Lindungi pasien dengan ceftriaxon 2x1 g iv dan ampicillin 4x1 g iv sambil menunggu hasil kultur Terapi Umum 1. Proteksi jalan nafas : adekuat oksigenasi dan ventilasi 2. Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan edema serebri atau peningkatan TIK 3. Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube, hindari penggunaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi dan refluks 4. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit 5. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan plester 6. Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium 100 mg 3x1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer akibat pemberian steroid dan intubasi 7. Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter tiap 6 jam 8. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur 9. Profilaksis deep vein trombosis (DVT) : pemberian 5000 iu sc tiap 12 jam, penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya Prognosis Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dari dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi obat lebih baik prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial. 9