2. ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan, kesabaran, serta kekuatan kepada penulis dalam menyusun produk mata kuliah
Studio Perencanaan ini. Dalam menyelesaikan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini tidak
lepas dari pihak-pihak yang telah mendukung, membantu, serta memberi masukan untuk
menjadikan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini lebih baik. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Fajar Hari Mardiansyah, Dr. –Ing. Wisnu Pradoto, Dr. –Ing. Wiwandari Handayani,
Sariffuddin, MT, dan Anang Wahyu Sejati, MT selaku tim dosen pengampu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan akhir ini;
2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dalam semangat dan doa untuk
kelancaran penyusunan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini;
3. Pak Komaris yang telah meminjamkan rumahnya sebagai tempat tinggal sementara
kelompok Bondokenceng selama satu minggu di Kabupaten Kendal;
4. Serta masih banyak lagi pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan
akhir ini yang tidak dapat disebut satu per satu.
Dalam penyusunan produk mata kuliah Studio Perencanaan ini, penulis menyadari
bahwa produk yang telah tersusun ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis berharap,
produk perencanaan yang telah disusun dapat bermanfaat untukbekal pembelajaran
kedepannya.
Semarang, 6 Januari 2016
Penulis
Kelompok 2B Studio Perencanaan
3. STUDIO PERENCANAAN
BONDOKENCENG, KABUPATEN KENDAL
(TKP 437P)
Kelompok 2B
Septian Edo A P 21040113130136
Arief Adhika Widyatama 21040112170001
Sari Sadtyaningrum 21040112170002
Kiki Andriani 21040113120006
Guntur Pamungkas 21040113120010
Ahmad Dayrobi 21040113120012
Halimatussa’diah 21040113120016
Putri Auliza Wulandari 21040113120018
Rizka Nur Oktafiani 21040113120020
Aida Ulfa Faza 21040113120028
Deanira Chikita Edelweis 21040113120034
Dhita Mey Diana 21040113120038
Aqib Abdul Aziz 21040113120040
Bayu Rizqi 21040113120050
Nafisah Anas 21040113120054
Intan Hasiani Pasaribu 21040113120056
Siti Kurniawati 21040113120062
Godlive Handel Immanuel 21040113120064
Intan Hapsari Hasmantika 21040113130068
Brillian Syafiria 21040113140076
Iswahyudi Anton 21040113130082
Mazaya Ghaizani N 21040113140086
Noval Pinasthika 21040113130090
Artha Segnita 21040113130094
Sally Indah N 21040113130096
Ayu Setya Kemalasari 21040113140102
Nurul Almira 21040113130104
Yoshe Rezky A M P 21040113130106
Laras Kun Rahmanti 21040113130114
Yoga Bagas Saputra 21040113130116
Ahmad Aulia Nur Haq 21040113130120
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
4.
5. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan dan Sasaran 3
1.3.1 Tujuan 3
1.3.2 Sasaran 3
1.4 Ruang Lingkup Perencanaan 3
1.4.1 Ruang Lingkup Substansi 3
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah 3
1.5 Kerangka Pikir 5
1.6 Sistematika Penulisan 5
BAB II PROFIL WILAYAH 7
2.1 Konstelasi Wilayah 8
2.2 Aspek Keruangan 8
2.2.1 Karakteristik Fisik Lahan 8
2.2.2 Infrastruktur 12
2.2.3 Karakteristik Keruangan Wilayah 24
2.3 Aspek Non-Fisik 26
2.3.1 Kependudukan 26
2.3.2 Perekonomian 30
2.3.3 Kebijakan Pemerintah 36
BAB III POTENSI DAN PERMASALAHAN 41
3.1 Potensi Wilayah 41
3.2 Masalah Wilayah 44
BAB IV TUJUAN DAN KONSEP PERENCANAAN 51
4.1 Tujuan 51
4.2 Konsep Perencanaan Wilayah 52
4.2.1 Justifikasi Konsep 54
4.2.2 Best Practice Smart Growth 55
4.3 Sasaran 56
BAB V STRATEGI DAN INDIKASI PROGRAM 57
5.1 Sasaran 1 57
5.1.1 Strategi 1 57
5.1.2 Strategi 2 59
5.2 Sasaran 2 60
5.2.1 Strategi 1 60
5.3 Sasaran 3 63
5.3.1 Strategi 1 63
5.4 Sasaran 4 66
5.4.1 Strategi 1 66
5.5 Sasaran 5 67
6. iv
5.5.1 Strategi 1 67
5.5.2 Strategi 2 67
5.6 Sasaran 6 68
5.6.1 Strategi 1 68
5.6.2 Strategi 2 69
5.6.3 Strategi 3 70
5.6.4 Strategi 4 71
BAB VI STRUKTUR DAN POLA RUANG 73
6.1 Dasar Penyusunan Rencana Struktur dan Pola Ruang 73
6.1.1 Proyeksi Penduduk Bondokenceng 73
6.1.2 Rencana Pusat Permukiman 73
6.2 Rencana Struktur Ruang 75
6.3 Rencana Pola Ruang 78
DAFTAR PUSTAKA 81
7. v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Administrasi Bondokenceng 4
Gambar 1.2 Kerangka Pikir 5
Gambar 2.1 Konstelasi Wilayah 7
Gambar 2.2 Peta Hidrogeologi Bondokenceng 8
Gambar 2.3 Peta Hidrologi Bondokenceng 8
Gambar 2.4 Peta Rawan Bencana Banjir Bondokenceng 9
Gambar 2.5 Peta LP2B Bondokenceng yang Rawan Bencana Banjir 9
Gambar 2.6 Peta Daya Dukung Lahan Bondokenceng 10
Gambar 2.7 Peta Penggunaan Lahan Bondokenceng 11
Gambar 2.8 Peta Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Bondokenceng 11
Gambar 2.9 Peta Kesesuaian Lahan Bondokenceng 11
Gambar 2.10 Peta Jalan Berdasarkan Fungsi di Bondokenceng 13
Gambar 2.11 Peta Jalan Rusak Berdasarkan Fungsidi Bondokenceng 14
Gambar 2.12 Kondisi Jalan Rusak Berat dan Sedang di Bondokenceng 14
Gambar 2.13 Peta Trayek Kurus dan Trayek Gemuk di Bondokenceng 15
Gambar 2.14 Peta Trayek Angkutan Umum Bondokenceng 15
Gambar 2.15 Peta Lokasi Stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo 16
Gambar 2.16 Presentase Pengguna Air Bersih Bondokenceng 17
Gambar 2.17 Drainase Sekunder Kecamatan Cepiring 18
Gambar 2.18 TPS di Kelurahan Ketapang, Kota Kendal 19
Gambar 2.19 Jamban pada Pinggir Sungai 19
Gambar 2.20 Ketersediaan Infrastruktur Pendidikan di Bondokenceng 20
Gambar 2.21 Peta Jangkauan Sarana Pendidikan di Bondokenceng 21
Gambar 2.22 Peta Jangkauan Sarana Kesehatan di Bondokenceg 21
Gambar 2.23 Peta Jangkauan Sarana Peribadatan di Bondokencengg 21
Gambar 2.24 Sarana Peribadatan di Bondokenceng 22
Gambar 2.25 Kantor Kelurahan dan Kantor Urusan Agama di Bondokenceng 23
Gambar 2.26 Peta Pusat Kawasan Permukiman Bondokenceng 24
Gambar 2.27 Struktur Ruang Eksisting Bondokenceng 25
Gambar 2.28 Pola Ruang Eksisting Bondokenceng 25
Gambar 2.29 Grafik Jumlah Penduduk Bondokenceng Tahun 2005-2014 26
Gambar 2.30 Peta Kepadatan penduduk Penduduk Bondokenceng Tahun 2014 26
Gambar 2.31 Piramida Penduduk tiap kecamatan di Bondokenceng Tahun 2014 27
Gambar 2.32 Presentase Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Bondokenceng 28
Gambar 2.33 Grafik Jumlah Pengangguran di Bondokenceng Tahun 2014 28
Gambar 2.34 Presentase Jumlah Pengangguran di Bondokenceng terhadap Kabupaten
Kendal Tahun 2014 28
Gambar 2.35 Grafik Jumla Keluarga Miskin di Bondokenceng Tahun 2014 29
Gambar 2.36 Presentase Jumlah Penduduk Miskin di Bondokenceng terhadap
Kabupaten Kendal Tahun 2014 29
Gambar 2.37 Peta Sebaran UMKM 30
Gambar 2.38 UMKM Unggulan di Bondokenceng 30
Gambar 2.39 Kegiatan Pertanian di Bondokenceng 32
Gambar 2.40 Peta Prioritas Pengembangan Komoditas Padi Sawah Sektor Pertanian di
Bondokenceng 33
Gambar 2.41 Peta LP2B di Bondokenceng 33
8. vi
Gambar 2.42 Produksi Hasil Perikanan Air Tawar Bondokenceng 34
Gambar 2.43 Produksi Hasil Perikanan Air Payau Bondokenceng 34
Gambar 2.44 Peta Potensi Wisata Alam di Bondokenceng 35
Gambar 2.45 Pantai Kartikajaya dan Pantai Muara Kencana 36
Gambar 3.1 Peta Potensi Bondokenceng 43
Gambar 3.2 Skema Potensi Bondokenceng 44
Gambar 3.3 Skema Masalah Bondokenceng 48
Gambar 3.4 Skema Tantangan Bondokenceng 49
Gambar 4.1 Skema Konsep Bondokenceng 52
Gambar 5.1 Dokumentasi Gerakan Sejuta Biopori Kota Bandung 58
Gambar 5.2 Peta Rencana Persebaran Embung Bondokenceng 58
Gambar 5.3 Peta Rencana Jaringan Persampahan Bondokenceng 60
Gambar 5.4 Pasar Segaman Purbalingga 61
Gambar 5.5 Peta Rencana Persebaran SMP di Bondokenceng 62
Gambar 5.6 Peta Rencana Persebaran SMA di Bondokenceng 62
Gambar 5.7 Peta Rencana Persebaran Puskesmas di Bondokenceng 63
Gambar 5.8 Peta Rencana Persebaran Perbaikan Jalan Rusak Bondokenceng 64
Gambar 5.9 Multmodal Mexico City 64
Gambar 5.10 Metro di Las Vegas 64
Gambar 5.11 Peta Rencana Trayek Angkutan Umum Bondokenceng 65
Gambar 5.12 Electronic Road Pricing di Singapura 65
Gambar 5.13 Tampilan Menu Website Pemerintahan Korea Selatan 66
Gambar 5.14 Pertanian di Kota Chendu, Tiongkok 68
Gambar 5.15 Sentra Industri Batik di Kota Pekalongan 68
Gambar 5.16 Peta Rencana Pengembangan Sentra industri Bondokenceng 69
Gambar 5.17 Taman Raya Ngurah Rai, Bali 70
Gambar 5.18 Rencana Sentra Industri Kendal 70
Gambar 5.19 Taman Raya Ngurah Rai, Bali 70
Gambar 5.20 Desain 3D Lokasi Wisata Bondokenceng 71
Gambar 6.1 Grafik Proyeksi Penduduk 2005-2035 73
Gambar 6.2 Peta Rencana Pusat Permukiman 2035 74
Gambar 6.3 Peta Rencana Struktur Ruang Tahun 2035 76
Gambar 6.4 Peta Rencana Pola Ruang Tahun 2035 78
9. vii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Tabel Skoring Daya Dukung Lahan Bondokenceng 10
Tabel II.2 Panjang Jalan Rusak per Kecamatan Bondokenceng 13
Tabel II.3 Penyediaan Prasarana Persampahan Bondokenceng 18
Tabel II.4 Presentase Besaran Daya Listrik yang Digunakan Oleh Penduduk
Bondokenceng 20
Tabel II.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wilayah
Bondokenceng Tahun 2014 27
Tabel II.6 UMKM Unggulan di Bondokenceng 31
Tabel II.7 Tinggkat Prioritas Padi Sawah Bondokenceng Tahun 2010-2014 32
Tabel II.8 Status Dan Peran Organisasi di Kabupaten Kendal 38
Tabel III.1 Potensi, Kendala dan Tantangan di Bondokenceng 41
Tabel III.2 Masalah dan Fakta 44
Tabel III.3 Tantangan 49
Tabel VI.1 Penambahan Sarana 74
Tabel VI.2 Kebutuhan Infrastruktur 75
Tabel VI.3 Sistem Pusat Pelayanan dalam Struktur Ruang 76
10.
11. 1
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber:www.2indonesia.com
1.1Latar Belakang
Perencanaan adalah suatu proses
menentukan apa yang ingin dicapai di masa
yang akan datang serta menetapkan tahapan-
tahapan yang dibutuhkan untuk
mencapainya (Alder, 1999). Perencanaan
wilayah dan kota merupakan salah satu
cabang perencanaan yang berkaitan dengan
perancangan dan penempatan kegiatan-
kegiatan dan infrastruktur secara efisien
pada suatu lahan yang luas (Wahyono,
2007:30).
Dalam laporan ini, yang menjadi wilayah
perencanaan ialah wilayah Bondokenceng
yang mencakup lima kecamatan di
Kabupaten Kendal yaitu Kecamatan Patebon,
Pegandon, Kota Kendal, Cepiring, serta
Ngampel. Kelima kecamatan tersebut
dibedakan menjadi Area Regional serta
Fokus Area. Terdapat 2 fokus area yakni
Fokus Area Kota Kendal dan Fokus Area
Pegandon-Ngampel. Penetapan fokus area
didasarkan dari isu-isu yang ada di masa
sekarang dan berdampak di masa depan.
Adapun isu-isu strategis tersebut ialah
adanya pembangunan KIK (Kawasan Industri
Kendal) dan Trans Tol Jawa. Fokus Area Kota
Kendal dipilih karena pada wilayah ini perlu
dilakukan peningkatan fungsi dan kapasitas
terkait fungsinya sebagai ibukota Kabupaten
Kendal untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Selain itu, letaknya yang dekat
dengan kawasan industri di Kaliwungu juga
membuat fokus area ini perlu direncanakan
sebagai permukiman baru bagi para tenaga
kerja industri. Adapun Fokus Area Pegandon-
Ngampel dipilih untuk menghadapi rencana
pembangunan pintu keluar jalan Tol Trans
Jawa. Kedua fokus area ini perlu
direncanakan agar tidak berkembang
menjadi permukiman sprawl, serta harus
saling terhubung dan terintegrasi sebagai
satu kesatuan yang saling mendukung dalam
satu kawasan Bondokenceng.
Dari sudut pandang permasalahan, kawasan
Bondokenceng memiliki permasalahan
utama yaitu:
“Belum optimalnya Bondokenceng dalam
menjalankan peran dan fungsinya sebagai
pusat pelayanan (ibukota) Kabupaten
Kendal”.
Dari permasalahan ini, dirumuskan tujuan
perencanaan yaitu:
“Mewujudkan Bondokenceng sebagai
pusat pelayanan dan permukiman,
terintegrasi dan berdaya saing pada tahun
2035”.
Melihat dari isu dan permasalahan ini, maka
diusunglah suatu konsep perencanaan yang
dapat menyelesaikan permasalahan
perencanaan dan mewujudkan tujuan
perencanaan. Konsep tersebut ialah konsep
Smart Growth. Konsep ini memusatkan
pertumbuhan suatu kota hanya pada pusat
kota untuk menghindari urban sprawl serta
berkaitan juga dengan pengembangan
transportasi publik dan juga mixed-use land.
Sedangkan untuk Fokus Area Kota Kendal
mengusung konsep Superblock dan Fokus
Area Pegandon-Ngampel mengusung konsep
New Urbanism. Kedua konsep tersebut
merupakan implementasi dari konsep Smart
Growth, tetapi disesuaikan dengan
12. 2
permasalahan dan tujuan dari masing-
masing fokus area.
Setelah menentukan semua kebutuhan
terkait perencanaan baik Regional maupun
Fokus Area, kemudian dibentuk sasaran-
sasaran serta indikasi-indikasi program dari
tiap sasaran. Selain itu, ditentukan pula
jangka waktu pelaksanaan tiap program
serta pihak-pihak terkait sesuai dengan
perannya agar perencanaan dapat
dilaksanakan dengan sistematis, terorganisir,
efektif, dan efisien. Hasil dari perencanaan ini
kemudian divisualisasikan ke dalam Rencana
Strukur Ruang, Rencana Jaringan, Rencana
Pola Ruang, serta Rancangan Desain
Perkotaan bagi masing-masing Fokus Area.
1.2Rumusan Masalah
Perencanaan wilayah bukanlah suatu hal
yang mudah untuk dilakukan. Selalu ada
permasalahan dan tantangan yang akan
dihadapi, baik di masa sekarang ataupun di
masa yang akan datang. Permasalahan utama
yang ada di wilayah Bondokenceng adalah
belum optimalnya Bondokenceng dalam
menjalankan peran dan fungsinya sebagai
pusat pelayanan (ibukota) di Kabupaten
Kendal. Hal ini dibuktikan oleh beberapa hal
seperti pelayanan sarana penunjang yang
belum menjangkau seluruh wilayah,
rendahnya kualitas SDM, kinerja ekonomi
yang belum optimal, sistem jaringan
infrastruktur yang belum terintegrasi dan
lahan terbangun yang tidak kompak.
Ironisnya, Bondokenceng yang seharusnya
menjadi pusat keramaian dan pusat
pelayanan justru masih kalah bersaing
dengan wilayah lain seperti Kaliwungu.
Selain permasalahan utama tersebut,
Bondokenceng memiliki sejumlah isu yang
sedang berkembang, yaitu isu pembangunan
KIK di Kaliwungu dan pembangunan Tol
Trans Jawa. Dengan adanya pembangunan
KIK di Kaliwungu tentu saja akan
berpengaruh besar terhadap Bondokenceng.
Kaliwungu akan menjadi suatu tujuan baru
bagi sejumlah tenaga kerja industri dan
otomatis akan mengalami ledakan penduduk
terkait pembangunan KIK. Jika kapasitas
Kaliwungu sudah tidak mencukupi tentu saja
Bondokenceng menjadi tujuan baru bagi para
pendatang tersebut. Pendatang tersebut
tentunya membutuhkan tempat untuk
bertempat tinggal. Hal inilah yang nantinya
akan menimbulkan titik-titik permukiman
baru di Bondokenceng dan berpotensi untuk
terjadi urban sprawl. Sedangkan untuk
pembangunan jalan Tol Trans Jawa ini
berdampak pada Bondokenceng karena
menurut rencana, pintu keluar Tol Trans
Jawa berada di Kelurahan Margomulyo,
Kecamatan Pegandon. Dengan adanya pintu
keluar tol ini, tentu saja akan mendorong
munculnya pusat-pusat permukiman baru di
sekitarnya. Hal inilah yang nantinya juga
berpotensi untuk mendorong terjadinya
urban sprawl di Bondokenceng.
Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu konsep
perencanaan yang tepat dan sesuai untuk
mengembangkan wilayah Bondokenceng.
Konsep ini harus mampu untuk
mengembangkan fungsi perkotaan dari
Bondokenceng agar dapat menjalankan
fungsinya sebagai ibukota Kabupaten, tetapi
tidak menghilangkan peran Bondokenceng
sebagai salah satu wilayah ketahanan pangan
Bondokenceng
Bondokenceng./Bon.do.ken.ceng/(n.)
merupakan wilayah perencanaan yang
terdiri dari lima kecamatan, yaitu
Kecamatan Patebon, Kecamatan Pegandon,
Kecamatan Kota Kendal, Kecamatan
Cepiring, dan Kecamatan Ngampel, yang
memiliki luas wilayah 166,87 km2
, dimana
berbatasan langsung dengan Kawasan
Industri Kendal (KIK) yang berada di
Kaliwungu. Bondokenceng sebagai orde 1
di Kabupaten Kendal memiliki dua fokus
area yaitu Fokus Area Kota Kendal dengan
konsep perencanaan superblock dan Fokus
Area Pegandon-Ngampel dengan konsep
perencanaan new urbanism.
13. 3
(LP2B). Selain itu konsep tersebut nantinya
diharapkan mampu untuk mengatasi semua
permasalahan yang ada di masa sekarang
serta dapat menjawab tantangan-tantangan
di masa mendatang yang ada di Bondo-
kenceng.
1.3 Tujuan dan Sasaran
1.3.1Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah
untuk menjelaskan karakteristik
Bondokenceng beserta isu-isu dan
permasalahan yang ada di dalamnya. Dari isu
dan permasalahan tersebut, dapat dijelaskan
tujuan perencanaan yang berpedoman pada
konsep perencanaan yang dipilih. Tujuan
tersebut kemudian dijabarkan ke dalam
sasaran-sasaran dan indikasi program,
jangka waktu pelaksanaan program, serta
pihak-pihak terkait sesuai dengan perannya.
Dengan begitu, kegiatan perencanaan ini
nantinya diharapkan akan mampu untuk
mengatasi permasalahan yang ada serta
mengembangkan potensi yang ada, hingga
akhirnya akan mampu memajukan wilayah
studi tersebut.
1.3.2 Sasaran
Untuk mencapai tujuan diperlukan beberapa
sasaran, yaitu:
1.Menyusun profil wilayah secara lengkap
dan benar, sehingga mampu
menggambarkan kondisi wilayah dengan
tepat pada tiga aspek utama, yaitu
ekonomi dan sosial, keruangan, dan
kelembagaan;
2.Menentukan isu-isu strategis dan
permasalahan yang ada di wilayah
perencanaan;
3.Membagi ruang lingkup wilayah
perencanaan menjadi ruang lingkup
Regional dan Fokus Area;
4.Menentukan tujuan perencanaan;
5.Merumuskan konsep perencanaan;
6.Menyusun sasaran serta indikasi
program;
7.Menentukan jangka waktu pelaksanaan
program dan pihak pelaksana;
8. Memetakan hasil perencanaan berupa
Rencana Strukur Ruang, Rencana
Jaringan, Rencana Pola Ruang, serta
Rancangan Desain Perkotaan bagi masing-
masing Fokus Area.
1.4Ruang Lingkup Perencanaan
1.4.1Ruang Lingkup Substansi
Ruang lingkup substansi pada laporan akhir
ini meliputi kondisi eksisting wilayah,
analisis kondisi eksisting dan perencanaan
wilayah Regional dan Fokus Area Kota
Kendal dan Fokus Area Pegandon-Ngampel.
Adapun konsep yang diterapkan pada
regional adalah konsep Smart Growth, Fokus
Area Kota Kendal dengan konsep Superblock
dan Fokus Area Pegandon-Ngampel dengan
konsep New Urbanism. Adapun aspek-aspek
yang dikaji adalah sebagai berikut:
Aspek karaktersitik fisik alamiah, yang
mencakup fisik lahan; daya dukung lahan;
penggunaan lahan; dan kesesuaian lahan.
Aspek infrastruktur, yang mencakup
jaringan transportasi; jaringan
permukimaan perkotaan; serta jaringan
fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Aspek keruangan, yang meliputi
kawasan pusat permukiman.
Aspek kependudukan, yang meliputi
jumlah penduduk; kepadatan penduduk;
dan proyeksi penduduk.
Aspek perekonomian, yang mencakup
tipologi klassen; komoditas unggulan; dan
potensi lokal.
Aspek kebijakan pemerintah, yang
mencakup arahan kebijakan dan strategi;
kemitraan pemerintah dan swasta; serta
persepi masyarakat terhadap pelayanan
pemerintah.
1.4.2Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah studi aspek Regional
bertindak sebagai ruang lingkup wilayah
makro. Wilayah studi makro terdiri dari lima
kecamatan, yaitu Kecamatan Patebon,
Kecamatan Pegandon, Kecamatan Kota
Kendal, Kecamatan Cepiring, dan Kecamatan
14. 4
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011
Gambar 1.1
Peta Administrasi Bondokenceng
Ngampel. Wilayah makro ini disebut
Bondokenceng, yang memiliki luas
wilayah 166,87 km2, dimana sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa; dan sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan
Kangkung; sebelah timur berbatasan deng-
an Kecamatan Brangsong dan Kecamatan
Kaliwungu Selatan; sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Patean dan
Kecamatan Singorojo.
15. 5
1.5 Kerangka Pikir
Berikut merupakan alur atau proses perencanaan di wilayah Bondokenceng guna mengatasi
permasalahan serta mengembangkan potensi yang ada.
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011
Gambar 1.2
Kerangka Pikir
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari penyusunan
laporan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, ruang lingkup
perencanaan (ruang lingkup substansi dan
ruang lingkup wilayah), kerangka pikir, dan
sistematika penulisan laporan yang
digunakan sebagai landasarn dalam
mencapai hasil penyusunan laporan
berdasarkan masalah dan potensi yang ada.
BAB II PROFIL WILAYAH
Bab ini berisi penjelasan tentang konstelasi
wilayah perencanaan baik makro maupun
mikro; aspek keruangan yang meliputi
karakteristik fisik alamiah, infrastruktur,
dan karakteristik keruangan wilayah; dan
aspek non fisik yang meliputi
kependudukan, perekonomian, dan
kebijakan pemerintah. Untuk wilayah
makro merupakan kawasan Regional yaitu
Bondokenceng,
BAB III POTENSI DAN PERMASALAHAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai potensi
dan permasalahan di Bondokenceng.
Potensi dan permasalahan Bondokenceng
ditinjau dari aspek fisik dan sumber daya
alam, penggunaan lahan,
populasi/demografi, ekonomi, infrastruktur
dan fasilitas, kelembagaan masyarakat,
serta aspek sosial. Penstrukturan
16. 6
permasalahan ditinjau dari hubungan
antara satu aspek dengan aspek lain serta
prioritasi permasalahan.
BAB IV TUJUAN DAN KONSEP PERENCA-
NAAN
Bab ini berisi tentang tujuan perencanaan di
Bondokenceng serta konsep yang akan di
terapkan guna untuk mencapai tujuan
dalam perencanaan.
BAB V STRATEGI DAN INDIKASI
PROGRAM
Bab ini berisi tentang strategi dan indikasi
program dalam perencanaan di
Bondokenceng yang didapatkan.
BAB VI STRUKTUR DAN POLA RUANG
Bab ini berisi tentang Struktur Ruang
berdasarkan Permen 17 Tahun 2009 serta
Pola Ruang berdasarkan Permen 17 Tahun
2009 dan PP No 8 Tahun 2013.
“There are fashions in building. Behind
the fashions lie economic and
technological reasons, and these
fashions exclude all but a few
genuinely different possibilities in city
dwelling construction at any one
time.”- Jane Jacobs
Sumber: www.pinterest.com
17.
18. 7
PROFIL WILAYAH
2.1Konstelasi Wilayah
Konstelasi wilayah yang dibahas adalah
hubungan antara kawasan Bondokenceng
sebagai wilayah studi mikro dengan
Kabupaten Kendal. Kabupaten Kendal
merupakan salah satu kabupaten yang
termasuk dalam rencana pembangunan
tingkat nasional. Hal tersebut ditunjukkan
dengan masuknya Kabupaten Kendal ke
dalam Kawasan Perkotaan Kedungsepur
(Kendal – Demak – Ungaran – Semarang -
Purwodadi) yang menjadi Pusat Kegiatan
Nasional. Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
memiliki fungsi untuk melayani kegiatan
skala internasional, nasional, atau beberapa
provinsi sekitarnya. Kawasan Kedungsepur
ini memiliki sektor unggulan pertanian,
industri, pariwisata, dan perikanan.
Wilayah studi mikro pada laporan ini terdiri
dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan
Patebon, Kecamatan Pegandon, Kecamatan
Kota Kendal, Kecamatan Cepiring, dan
Kecamatan Ngampel. Kecamatan Kota
Kendal sebagai ibukota dari Kabupaten
Kendal memiliki fungsi pelayanan yang
lebih besar dari kecamatan-kecamatan
lainnya di Kabupaten Kendal. Kecamatan
Kota Kendal membentuk kawasan
perkotaan dengan wilayah sekitarnya, yaitu
Kecamatan Patebon, Pegandon, Cepiring,
dan Ngampel yang menjadi kawasan
perkotaan. Wilayah Bondokenceng memiliki
fungsi sebagai pusat pelayanan skala
kabupaten (orde 1) yang secara langsung
melayani Kawasan PKL Weleri dan PKL
Kaliwungu yang berada pada orde di
bawahnya, yakni orde 2.
Sumber: Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.1
Konstelasi Wilayah
Provinsi Jawa
Tengah
Kabupaten
Kendal
Wilayah
Bondokenceng
BAB II
19. 8
2.2 Aspek Keruangan
Pembahasan aspek keruangan meliputi karakteristik fisik alamiah, infrastruktur, dan
karakteristik keruangan wilayah.
2.2.1Karakteristik Fisik Lahan
A. Hidrogeologi
Wilayah Bondokenceng memiliki
persediaan air tanah yang mencukupi
karena memiliki variasi akuifer yang
termasuk produktif. Hidrogeologi di
wilayah Bondokenceng didominasi oleh
akuifer produktif dengan penyebaran
yang luas. Kondisi ini mampu memenuhi
kebutuhan air bersih harian masyarakat
setempat di mana masyarakat dapat
mendapatkan pasokan air baku dari
daerahnya sendiri, tanpa harus meng-
impor dari daerah lain.
B. Hidrologi
Pada Bondokenceng, terdapat tiga sub
daerah aliran sungai, yaitu sub DAS
Blorong, sub DAS Bodri, dan sub DAS
Lutut. Seluruh wilayah Bondokenceng
mendapat pasokan air dari sungai
Blorong, Bodri, dan Lutut, yang
mengindikasikan bahwa sistem jaringan
irigasi yang menunjang pertanian dapat
dikelola di wilayah Bondokenceng.
Bondokenceng dilewati oleh Sub Das
Bodri yang dominan, dimana daerah
aliran sungai Bodri ini yang menjadi
sangat bermanfaat bagi sebagian besar
masyarakat di Bondokenceng dalam
pemenuhan kebutuhan pengairan sawah
irigasi. Sungai Bodri menjadi salah satu
potensi di wilayah Bondokenceng.
Sumber : Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.3
Peta Hidrologi Bondokenceng
Sumber : Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.2
Peta Hidrogeologi Bondokenceng
20. 9
C. Rawan Bencana Banjir
Terdapat 44% luas lahan dari wilayah
Bondokenceng yang merupakan daerah
rawan bencana banjir. Presentase
tersebut tergolong dalam angka
kerawanan banjir yang tinggi. Daerah
rawan bencana banjir tersebar di bagian
utara Bondokenceng yang merupakan
daerah pusat perkembangan Kabupaten
Kendal.
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara, penyebab bencana banjir di
Bondokenceng adalah masih buruknya
sistem drainase yakni adanya sedimentasi
dan pencemaran sungai oleh
sampah.Kerawanan bencana banjir
menjadi salah satu pertimbangan
perencanaan pengembangan wilayah
Bondokenceng.Pertimbangan tersebut
ditujukan agar pengembangan wilayah
Bondokenceng dapat memberikan solusi
terhadap kerawanan banjir.
LP2B (Lahan Pertanian Pangan Ber-
kelanjutan) merupakan lahan pertanian
pangan yang menjadi salah satu potensi
dalam mewujudkan ketahanan pangan di
Bondokenceng. Namun, jika melihat peta
dalam Gambar 2.4, terlihat bahwa
terdapat LP2B yang termasuk dalam
daerah rawan bencana banjir. Hal ini
berdampak pada kemungkinan gagal
panen oleh para petani. LP2B yang rawan
banjir ini menjadi salah satu masalah
yang dapat menggangu rencana
pengembangan pertanian yang ada di
Bondokenceng.
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.4
Peta Rawan Bencana Banjir Bondokenceng
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.5
Peta LP2B Bondokenceng yang Rawan
Bencana Banjir
21. 10
D. Daya Dukung Lahan
Berdasarkan hasil skoring antara
topografi, klimatologi, dan litologi
Bondokenceng didominasi oleh kawasan
budidaya. Sehingga seluruh Bondo-
kenceng dapat dimanfaatkan untuk
aktivitas manusia, baik aktivitas per-
tanian maupun permukiman. Skoring
daya dukung lahan dan persebaran dari
kawasan penyangga dan kawasan
budidaya dapat dilihat pada Tabel II.1.
Tabel II.1
Tabel Skoring Daya Dukung Lahan Bondokenceng
Topografi Litologi Klimatologi
Jumlah FungsiKemi-
ringan
Kelas Skor
Jenis
Tanah
Kelas Skor
Curah
Hujan
Kelas Skor
0-8% I 20 Aluvial I 15
20,8
mm/thn
III 30 65
Kawasan
budidaya
8-15% II 40 Latosol II 30
21,7
mm/thn
III 30 100
Kawasan
budidaya
Medite
ran
III 45
22
mm/thn
III 30
Kawasan
budidaya
Sumber : SK Mentri Kehutanan No.873//UM/II/1980 dan No.683/KPTS/UM/1981
Berdasarkan data skoring pada Tabel
II.1, didapat persebaran fungsi kawasan
atau peta daya dukung lahan di
Bondokenceng yang didominasi oleh
kawasan budidaya. Analisis daya dukung
lahan ini memberikan informasi tentang
fungsi kawasan yang memungkinkan di
suatu wilayah. Kawasan budidaya
Bondo-kenceng ini dapat dimanfaatkan
untuk budidaya kawasan permukiman,
kawa-san budidaya tanaman tahunan
atau tanaman musiman.
Sumber : Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.6
Peta Daya Dukung Lahan
Bondokenceng
22. 11
E. Penggunaan Lahan
Berdasarkan karakteristik penggunaan
lahan, mayoritas lahan di Bondokenceng
dimanfaatkan untuk kegiatan agraris,
seperti pertanian, perkebunan, dan
tegalan. Hal tersebut dapat dilihat dari
persentase penggunaan lahan mayoritas
yaitu sawah irigasi sebanyak 37%. Sesuai
dengan karakteristik aktivitasnya,
Bondokenceng didominasi lahan non
terbangun. Hal tersebut dibuktikan
dengan perbandingan persentase lahan
terbangun dan lahan non terbangun
meliputi pertanian dan pertambakan
yang cukup besar, yaitu 20,90%
berbanding 79,10%. Pemanfaatan lahan
sebagai pertambakan terdapat pada
bagian utara karena lokasinya yang
berdekatan dengan laut. Lahan pertanian
tersebar secara merata di wilayah
Bondokenceng dengan berbagai macam
komoditas. Kecamatan Kota Kendal,
Kecamatan Patebon, dan Kecamatan
Cepiring lebih dimanfaatkan untuk
pertanian padi. Sedangkan Kecamatan
Pegandon dan Kecamatan Ngampel lebih
dimanfaatkan untuk pertanian bawang
dan tembakau.
Persebaran lahan pertanian pangan
berkelanjutan yang ada di Bondokenceng
mencapai 40% dari luas wilayah (lihat
Gambar 2.8). Pemerintah Kabupaten
Kendal telah menetapkan Perda No.13
tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan, dimana
lahan pertanian tersebut tidak dapat
dialihfungsikan menjadi lahan ter-
bangun. Pada kondisi eksisting, para
petani LP2B melakukan rotasi tanam
antara 3-4 kali dalam setahun. Tanaman
yang ditanam antara lain padi dan
tembakau.
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013(Olah Data)
Gambar 2.7
Peta Penggunaan Lahan Bondokenceng
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.8
Peta Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) Bondokenceng
23. 12
F. Kesesuaian Lahan
Berdasarkan penggunaan lahan yang ada,
tidak ada lahan terbangun yang terdapat di
kawasan penyangga ataupun kawasan
lindung sehingga persentase lahan yang
tidak sesuai adalah 0%. Dari hasil analisis
ini dapat disimpulkan bahwa di wilayah
Bondokenceng dalam penggunaan lahannya
sudah sesuai dengan karakteristik fisik
wilayah.
2.2.2Infrastruktur
A. Jaringan Transportasi
Pembahasan mengenai jaringan transportasi meliputi jaringan jalan dan sistem transportasi
umum.
1. Jalan
Jenis Jalan Berdasarkan Fungsi Jalan
Berdasarkan fungsinya, jalan di
Bondokenceng terdiri atas jalan arteri
primer, jalan kolektor, jalan lokal, serta
jalan lingkungan (Gambar 2.10).
Keberadaan jalan arteri primer atau jalan
Pantura ini telah berpengaruh terhadap
perkembangan Kabupaten Kendal,
khususnya Bondokenceng. Hal tersebut
ditunjukkan dengan perkembangan yang
lebih cepat pada kecamatan yang dilewati
jalan Pantura (Kecamatan Kota Kendal,
Patebon serta Cepiring) dibandingkan 2
kecamatan yang tidak dilewati jalur
pantura, yaitu Kecamatan Pegandon dan
Ngampel. Aktivitas yang berkembang pada
daerah yang dilewati jalan Pantura lebih
condong pada aktivitas perdagangan,
pelayanan dan jasa, pendidikan skala
regional, kesehatan skala regional,dan
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2013 (Olah Data)
Gambar 2.9
Peta Kesesuaian Lahan Bondokenceng
Kesesuaian Lahan merupakan hasil penggabungan atau
overlay dari penggunaan lahan dengan daya dukung lahan. Jika
lahan terbangun terdapat di kawasan penyangga atau kawasan
lindung, maka kawasan tersebut dapat dikategorikan sebagai
kawasan yang membahayakan aktivitas yang ada, dan masuk
dalam kategori penggunaan lahan yang tidak sesuai.
24. 13
Tabel II.2
Panjang Jalan Rusak Per Kecamatan Bondokenceng
Kecamatan
Panjang jalan
rusak sedang(km)
Panjang jalan
rusak berat(km)
Panjang jalan
total (km)
Persentase
jalan rusak (%)
Kota Kendal 7,86 0 84,2 9,33
Patebon 11,8 0,8 140,7 8,95
Cepiring 9,4 4,7 85,4 16,51
Pegandon 1,3 12,2 43 31,39
Ngampel 0,7 6,6 74,59 9,78
Total 31,06 24,3 427,89 13,4
Sumber:Observasi Lapangan Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011 (Olah Data)
Gambar 2.10Peta Jalan Berdasarkan Fungsi di Bondokenceng
Jalan Berdasarkan Kondisinya
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa
kondisi jalan yang ada di Bondokenceng
cukup baik, dengan 86,6% jalan sedang
dan baik, sedangkan 13,4% mempunyai
kondisi jalan rusak. Kondisi jalan rusak
di Bondokenceng diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu jalan rusak sedang
(jalan dengan perkerasan mengelupas
hanya sebagian dari total badan jalan)
dan jalan rusak berat (jalan dengan
perkerasan aspal berlubang pada hampir
seluruh bagian badan jalan).
Rekapitulasi kerusakan jalan
Bondokenceng pada Tabel II.2.
industri. Kawasan tersebut merupakan
kawasan padat penduduk dan menjadi
pusat aktivitas di Bondokenceng.
25. 14
(a) (b)
Sumber: Observasi Lapangan Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.12Kondisi jalan rusak berat di Jalan Pegandon Raya (a); dan Kondisi jalan rusak sedang
di Jalan Lokal Penghubung Donosari-Bulugede (b)
Sementara itu, kondisi jalan rusak sedang ditemui di jalan lokal penghubung desa di Kecamatan
Patebon bagian barat, yaitu Desa Bulugede, Margosari, Tambakrejo, maupun Donosari. Kondisi
jalan lokal penghubung desa-desa tersebut bergelombang, berlubang serta perkerasannya
mengelupas. Jalan rusak menyebabkan mobilitas masyarakat menjadi terhambat, kegiatan
pengangkutan hasil komoditas pertanian terganggu, resiko kecelakaan hingga menyebabkan
trayek kurus. Trayek yang melewati jalan-jalan rusak tersebut memiliki pelayanan yang tidak
optimal serta jam operasinya hanya setengah hari.
Sumber: Bappeda Kabupaten Kendal, 2011 (Olah Data)
Gambar 2.11
Peta Jalan Rusak Berdasarkan Fungsi di
Bondokenceng
Berdasarkan Gambar 2.11, dapat dilihat
bahwa jalan rusak berat terpanjang ada di
Kecamatan Pegandon, yaitu Jalan
Pegandon Raya. Jalan kolektor ini
memiliki kondisi jalan yang berlubang
serta perkerasan aspal yang mengelupas
menyebabkan adanya genangan air saat
musim hujan. Berdasarkan hasil
wawancara dari masyarakat sekitar,
pengaduan masyarakat terkait kerusakan
jalan belum dapat dipenuhi dengan
maksimal dan cepat karena terbatasnya
dana APBD.
26. 15
Sistem Transportasi Umum
Terdapat total 7 trayek angkutan umum
dengan 3 di antaranya merupakan ‘trayek
kurus’, yaitu trayek dengan frekuensi
perjalanan dan jumlah armada yang
rendah. Ketiga trayek tersebut adalah
trayek 1 di Kecamatan Ngampel, trayek 7
di Kecamatan Cepiring, dan trayek 20 di
Kecamatan Pegandon-Ngampel (Gambar
2.13). Ketiga ‘trayek kurus’ tersebut
berada pada jalan dengan kondisi rusak
berat, hal tersebut dapat menjadi penyebab
rendahnya frekuensi perjalanan dan
jumlah armada yang melayani trayek.
Pelayanan trayek angkutan umum yang
terbatas tersebut mengakibatkan belum
puasnya masyarakat terhadap pelayanan
angkutan umum.
Selain itu, hasil survei menunjukkan bahwa
masyarakat belum puas terhadap pelayanan
angkutan umum dikarenakan lama waktu
tunggu angkutan umum yang rata-rata
masih di atas 15 menit. Sebesar 55%
responden harus menunggu lebih dari 15
menit, 32,5% responden menungguantara 5-
10 menit dan selebihnya, sebesar 12,5%
menunggu kurang dari 5 menit. Pada tiga
kecamatan dengan ‘trayek kurus’, persentase
tersebut berubah menjadi 69% menunggu
lebih dari 15 menit, 28% menunggu antara 5
hingga 15 menit sementara hanya 3% di
antaranya menunggu selama kurang dari 5
menit.
Belum puasnya masyarakat terhadap
pelayanan angkutan umum berpengaruh
pada keengganan masyarakat untuk
menggunakan angkutan umum dan
preferensi masyarakat terhadap penggunaan
kendaraan pribadi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perjalanan yang
dilakukan oleh masyarakat Bondokenceng
masih sangat tergantung pada kendaraan
pribadi. Kondisi tersebut berpotensi
menimbulkan terjadinya kesenjangan akibat
dari kemudahan dalam mengakses
transportasi umum dan kesempatan untuk
melakukan perjalanan serta kesenjangan
secara spasial dalam hal pemerataan
fasilitas.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 2.13 Peta Trayek Kurus dan Trayek
Gemuk di Bondokendeng
Sumber: www.pinterest.com
27. 16
(a) (b)
Sumber: Observasi Lapangan kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.15 Peta Lokasi Stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo, Pegandon (a); dan Stasiun
Kalibodri di Kelurahan Tegorejo, Pegandon (b)
(b)
Fasilitas Transportasi Umum: Stasiun
Berdasarkan observasi lapangan, terdapat
stasiun Kalibodri di Kelurahan Tegorejo,
Kecamatan Pegandon. Secara eksisting,
stasiun ini berfungsi sebagai stasiun barang,
yaitu pengangkutan material bangunan
seperti kerikil dari Batang-Weleri-Kalibodri-
Kaliwungu-Demak-Grobogan.
Sebelumnya, stasiun ini pernah beroperasi
sebagai stasiun penumpang. Akan tetapi di
tahun 2010 kegiatan angkut penumpang
ditutup karena kurangnya minat penduduk
sehingga pihak pengelola cenderung
rugi.Secara umum, kondisi stasiun ini bersih
dan terawat. Terdapat beberapa fasilitas
umum seperti ruang tunggu, toilet umum,
tempat parkir serta loket. Berdasakan
analisis lokasi, keberadaan stasiun Kalibodri
ini cukup strategis, hanya berjarak sekitar
100 meter dari Jalan Raya Pegandon.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 2.14 Peta Trayek Angkutan Umum
Bondokenceng
28. 17
B. Analisis Jaringan Infrastruktur
Analisis jaringan permukiman perkotaan
meliputi jaringan air bersih, jaringan
drainase, jaringan persampahan, jaringan
sanitasi, jaringan listrik, dan
telekomunikasi.
Jaringan Air Bersih
Sumber air bersih di Bondokenceng
adalah PDAM dan sumur gali. Menurut
telaah dokumen dari setiap kelurahan,
diketahui bahwa persentase pengguna
air bersih dari PDAM dibandingkan
dengan sumur gali, yaitu 52% dan 48%.
Sementara, berdasarkan konsep RPAM,
diharapkan dapat tercapai pelayanan air
minum yang memiliki syarat kualitas,
yaitu standar air minum yang sesuai
dengan Permenkes No. 429/Menkes/
Per/V/2010 tentang Persyaratan Kua-
litas Air Minum, kemudian secara
kuantitas pasokan air minum mengacu
pada Standar Kebutuhan Pokok Air
Minum mengacu pada standar
Kebutuhan Pokok Air Minum sebesar 10
m3 per kepala keluarga per bulan atau
60 liter per orang per hari (Kementrian
PU, 2013). Jaringan permukiman
perkotaan yang ideal memiliki jaringan
air bersih yang aman dan berkelanjutan.
Setiap rumah tangga yang mengakses
air minum dari sistem perpipaan,
karena sumber air melalui sistem
perpipaan memiliki keunggulan pada
aspek kuantitas dan kualitas
penyediaan air yang dapat diandalkan.
Keunggulan sumber air perpipaan
adalah dapat meminimalisasi efek dari
perubahan cuaca dan iklim serta faktor
lainnya di luar kontrol manusia yang
dapat mempengaruhi kuantitas dan
kualitas air dengan perencanaan teknik
yang baik. Sehingga, kondisi yang ada
saat ini belum menunjukkan kondisi
jaringan perpipaan yang ideal untuk
permukiman perkotaan.
Sumber: Analisis Telaah Dokumen Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.16
Presentase Pengguna Air Bersih Bondokenceng
52%
48%
Persentase Pengguna Air Bersih di Bondokenceng
PDAM
Sumur Gali
29. 18
Jaringan Drainase
Berdasarkan hasil observasi, kondisi
jaringan drainase di Wilayah
Bondokenceng secara keseluruhan
masih buruk. Adapun buruknya
jaringan drainase di Wilayah
Bondokenceng ditunjukkan oleh
adanya sampah di jaringan drainase
primer, sekunder, dan tersier sehingga
menghambat aliran air. Berdasarkan
hasil observasi, 71,43% saluran
drainase di Wilayah Bondokenceng
dicemari oleh sampah yang berdampak
pada memburuknya kualitas saluran
drainase. Hal tersebut ditunjukkan
dengan pendangkalan sungai oleh
material pasir dan sampah yang pada
akhirnya akan memperkecil kemam-
puan sungai dalam mengalirkan run off
air hujan dan memberikan dampak
berupa resiko banjir.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 2.17Drainase Sekunder Kecamatan
Cepiring
Jaringan Persampahan
Berdasarkan analisis standar pelayanan persampahan dari data sekunder BPS Kabupaten
Kendal (2013), pelayanan TPS di Wilayah Bondokenceng belum menjangkau keseluruhan
wilayah. Hanya terdapat 26 TPS di Wilayah Bondokenceng. Pola persebaran TPS
cenderung terkonsentrasi di Kecamatan Kota Kendal. Mengacu pada ketentuan SNI
Nomor 2003-1733 Tahun 2004, kinerja jaringan persampahan di Wilayah Bondokenceng
dapat dilihat pada Tabel II.3.
Tabel II.3
Penyediaan Prasarana Persampahan Bondokenceng
Kecamatan
Jumlah
Penduduk
Ketersediaan TPS TPS berdasarkan SNI
Kota Kendal 55.518 26 (tidak merata) 27
Cepiring 28.929 0 14
Patebon 50.534 0 25
Pegandon 37.193 0 19
Ngampel 34.564 0 17
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
30. 19
Jaringan Sanitasi
Pada wilayah Bondokenceng, terdapat 17.63% penduduk yang belum memiliki jamban
pribadi dan belum ada IPAL serta Bio Digester sebagai sarana sanitasi.Hal tersebut juga
didukung oleh data hasil observasi dan wawancara mengenai perilaku masyarakat dimana
masih ada yang membuang air limbah di sungai karena kurangnya suplai air bersih dan
tidak memiliki jamban pribadi serta ketidakterjangkauan MCKumum pada seluruh wilayah
Bondokenceng khususnya di Kecamatan Cepiring dan Kecamatan Pegandon. Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa sarana infrastruktur permukiman perkotaan belum layak
pada kawasan perencanaan.
(a) (b)
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio Perencanaan
Gambar 2.19
(a) dan (b) Jamban pada Pinggir Sungai
Jaringan Listrik
Berdasarkan hasil survei, seluruh wilayah Bondokenceng 100% sudah terlayani oleh
jaringan listrik dari PLN dengan aliran daya sebesar 450 Watt, 900 Watt, dan juga 1.300
Watt. Tabel II.4 adalah data hasil survei terkait presentasi daya listrik yang digunakan
oleh penduduk di Bondokenceng.
Gambar 2.18 memperlihatkan kondisi TPS
yang ada pada Kecamatan Kota Kendal.
Terlihat pada foto tersebut TPS tidak mampu
menampung volume sampah yang ada.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B
Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.18 TPS di Kelurahan
Ketapang, Kota Kendal
31. 20
Tabel II.4
Persentase Besaran Daya Listrik Yang
Digunakan Oleh Penduduk Bondokenceng
Indikator
(Persentase terhadap total KK)
Kondisi
eksisting
Pengguna daya listrik 450 Watt 34%
Pengguna daya listrik 900 Watt 46%
Pengguna daya listrik 1300 Watt 20%
Sumber: Data Survei Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015 (Olah Data)
Berdasarkan pengolahan hasil survei,
diketahui bahwa mayoritas penduduk di
wilayah Bondokenceng adalah pengguna
daya listrik 900 watt. Mayoritas penduduk
dengan daya listrik 900 watt menunjukkan
bahwa sebagian penduduk Bondokenceng
cenderung membutuhkan banyak energi
listrik untuk aktivitas komersil.
Jaringan Telekomunikasi
Berdasarkan hasil survei, wilayah
Bondokenceng sudah 80% terlayani oleh
jaringan telekomunikasi berupa jaringan
telekomunikasi nirkabel dan 100% sudah
terlayani oleh jaringan telekomunikasi non-
nirkabel. Hal tersebut diketahui dari
seluruh masyarakat yang sudah mengakses
televisi dan radio.
C. Analisis Jangkauan Pelayanan Fasi-
litas Umum dan Sosial
Analisis jangkauan pelayanan fasilitas
umum dan sosial meliputi sarana
pendidikan, sarana peribadatan, sarana
perekonomian dan sarana pemerintahan
a. Sarana Pendidikan
Berdasarkan peta persebaran dan
jangkauan pelayanan sarana pendidikan di
Bondokenceng (lihat Gambar 2.21), dapat
dilihat bahwa fasilitas pendidikan SMP
belum dapat menjangkau seluruh kawasan
pemukiman. Masih banyaknya area yang
belum terlayani pendidikan SMP
mengindikasikan adanya kesulitan
masyarakat untuk mengakses pendidikan
lanjutan setelah SD. Sulitnya akses tersebut
akan berdampak pada tingkat pendidikan
akhir masyarakat dan dayasaing SDM di
Bondokenceng. Selain dampak terhadap
kualitas masyarakat di Bondokenceng,
belum menjangkaunya pelayanan fasilitas
pendidikan SMP mengindikasikan bahwa
Wilayah Bondokenceng belum mampu
menjalankan fungsinya sebagai pusat
pelayanan yang mampu memberikan
kemudahan akses terhadap pendidikan.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2014 (Olah Data)
Gambar 2.20 Ketersediaan Infrastruktur Pendidikan di
Bondokenceng
Sumber: www.pinterest.com
32. 21
(a) (b) (c)
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.21 Peta Jangkauan Sarana Pendidikan di Bondokenceng
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.22
Peta Jangkauan Sarana Kesehatan di Bondokenceng
b. Sarana Kesehatan
Wilayah Bondokenceng memiliki fasilitas
kesehatan berupa rumah sakit, puskesmas,
posyandu, klinik bersalin, balai
pengobatan, dan apotek.
Berdasarkan peta jangkauan sarana
kesehatan dapat disimpulkan bahwa
jangkauan pelayanan sarana kesehatan
berupa puskesmas belum menjangkau
seluruh masyarakat yang ada di Bondo-
kenceng. Hal tersebut diketahui dari
belum terjangkaunya beberapa kawasan
permukiman oleh eksisting puskesmas
dan rumah sakit, khususnya di bagian
selatan Bondokenceng. Belum terjangka-
unya pelayanan puskesmas di Bondo-
kenceng menunjukkan adanya ketimpa-
ngan dalam akses infrastruktur kesehatan
yang mengindikasikan belum baiknya
pelayanan kesehatan Bondokenceng yang
dalam hal ini menunjang permukiman di
Bondokenceng.
33. 22
c. Sarana Peribadatan
Pemenuhan kebutuhan sarana peribadatan didasarkan oleh ketentuan standar penyediaan
sarana peribadatan dan disesuaikan oleh karakteristik agama dari masyarakat yang
bersangkutan. Sarana peribadatan di Wilayah Bondokenceng adalah masjid, musholla, dan
gereja. Hal tersebut dikarenakan karakter agama dari masyarakat yang dominan adalah
penduduk dengan agama Islam, Kristen, dan Katolik. Adapun berdasarkan analisis
jangkauan pelayanan, sarana peribadatan di di Bondokenceng sudah menjangkau seluruh
wilayah.
(a) (b)
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.23Peta Jangkauan Sarana Peribadatan di Bondokenceng
d.
(a) (b) (c)
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2015
Gambar 2.24 Masjid di Kecamatan Kota Kendal; (b) Gereja di Kecamatan Patebon; (c) Masjid di
Kecamatan Ngampel
34. 23
d. Sarana Pemerintahan
Kebutuhan ruang untuk sarana
pemerintahan dalam hal ini kantor desa
minimal adalah 1000 m2 dengan luas
lantai minimal 500 m2 dengan lokasi
yang dapat dijangkau oleh kendaraan
umum dan berada di tengah hunian
warga, dapat diakses keluar/masuk
bangunan dan dapat berintegrasi
dengan bangunan yang ada di
sekitarnya. Sarana pemerintahan yang
tersedia di Bondokenceng berupa
kantor kecamatan dan untuk sarana
pemerintahan di masing-masing
kelurahan di Bondokenceng berupa
kantor kelurahan atau kantor desa.
Kondisi kantor kelurahan di setiap
kecamatan di Bondokenceng tergolong
baik, yakni bangunan sudah merupakan
bangunan permanen dengan kondisi
kantor kelurahan yang bersih. Selain
kantor kecamatan maupun kantor
kelurahan, di Bondokenceng terdapat
berbagai macam sarana pemerintahan
seperti Kantor Urusan Agama, Dinas
Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan
Kehutanan, dan lain-lain yang terletak
di Kelurahan Jambearum, Kecamatan
Patebon. Kondisi sarana pemerintahan
tersebut baik dan terawat, lokasinya
strategis dengan aksesibilitas tinggi.
(a) (b)
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2015
Gambar 2.25
(a) Kantor Kelurahan Korowelang Kulon, Kecamatan Cepiring; (b) Kantor Urusan Agama
di Kecamatan Patebon
Menurut SNI 03-1733-2004 pengertian sarana
pemerintahan dan pelayanan umum adalah
kantor-kantor pelayanan/administrasi
pemerintahan dan administrasi kependudukan
serta pos-pos pelayanan keamanan dan
keselamatan. Dasar penyediaan sarana
pemerintahan dan pelayanan umum serta
fasilitas sosial untuk melayani setiap unit
administrasi pemerintahan baik yang informal
(RT dan RW) maupun yang formal (kelurahan
dan kecamatan), dan bukan didasarkan pada
jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana
tersebut. Dasar penyediaan sarana juga
mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan
yang ada.
35. 24
e. Sarana Perekonomian
Sarana perekonomian merupakan indikator kualitas pelayanan dari fungsi penunjang
permukiman. Sarana perekonomian dapat menjadi trigger dari aktivitas-aktivitas
masyarakat. Adapun dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah penduduk yang akan
dilayani juga mempertimbangkan bentukan grup sesuai konteks lingkungannya.
Penempatan sarana perekonomian mempertimbangkan jangkauan radius area layanan
terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani area
tertentu. Sarana perekonomian yang tersedia di Bondokenceng berupa bank, pasar,
pertokoan, mini market, dan lain – lain.
2.2.3 Karakteristik Keruangan Wilayah
A. Identifikasi Kawasan Pusat Per-
mukiman
Berdasarkan hasil analisis sistem pusat
pemukiman di wilayah Bondokenceng
menggunakan analisis skalogram,
terdapat beberapa wilayah sebagai
pusat permukiman dengan hirarki
pelayanan yang berbeda-beda.
Pusat permukiman di wilayah
Bondokenceng dibagi menjadi tiga orde,
orde 1 merupakan daerah yang
memiliki kelengkapan sarana yang
paling lengkap dibandingkan wilayah
lainnya sehingga mampu melayani
wilayah di sekitarnya, yang termasuk
orde 1 yaitu Kelurahan Kebondalem.
Pusat Permukiman orde 2 meliputi
Kelurahan Pegandon, Kelurahan
Tegorejo, dan Kelurahan Penanggulan.
Orde 3 meliputi Kelurahan Purokerto,
Kelurahan Cepiring, Kelurahan
Buganging, Kelurahan Pakauman, dan
Kelurahan Langenharjo.
Interaksi antar pusat pelayanan orde 1,
orde 2, dan orde 3 dipengaruhi oleh
aksesibilitas. Interaksi tersebut dihu-
bungkan melalui jaringan jalan arteri
yaitu Jalan Pantura serta jalan lokal
yaitu Jalan Patebon-Pegandon yang
didukung kondisi jalan yang baik serta
ketersediaan angkutan umum yang
mudah dijangkau sehingga akan
memberikan kemudahan bagi masya-
rakat untuk mengakses sarana-sarana
antar pusat permukiman.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio
Perencanaan 2015
Gambar 2.26
Peta Pusat Kawasan Permukiman
Bondokenceng
B. Struktur Ruang
Dalam beberapa tahun ke depan, terdapat
beberapa tantangan yang akan dihadapi
Bondokenceng yaitu pembangunan Trans Tol
Jawa Semarang-Batang dengan pintu keluar
masuk di Kelurahan Margomulyo, Kecamatan
Pegandon serta penyediaan permukiman dan
layanan penyediaan permukiman akibat adanya
isu pembangunan KIK di Kaliwungu. Gambar
2.27 adalah rencana struktur ruang Bondo-
kenceng tahun 2015-2035:
36. 25
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio
Perencanaan 2015
Gambar 2.27
Struktur Ruang Eksisting Bondokenceng
C. Pola Ruang
Berdasarkan pola ruang eksisting, wilayah
Bondokenceng memiliki 13 peruntukan
kawasan yang terdiri dari 12 Kawasan
Budidaya berupa Kawasan Permukiman,
Kawasan Perkantoran, Kawasan Pemerin-
tahan, Kawasan HANKAM, Kawasan
Peruntukkan Industri, Kawasan Perdaga-
ngan dan Jasa, Kawasan Tambak, Kawasan
Hutan Produksi Tetap, Kawasan Rawa
Budidaya, Kawasan Perkebunan, Kawasan
Pertanian Beririgasi dan Kawasan Pertanian
Pangan Lahan Kering serta 1 Kawasan
Lindung berupa RTH Kota. Dari 13
peruntukkan kawasan tersebut dapat
dilihat bahwa wilayah Bondokenceng
didominasi oleh kawasan pertanian
beririgasi, pertanian lahan kering serta RTH
Kota sehingga berpotensi untuk dilakukan
pembangunan di masa depan.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perenca-
naan 2015
Gambar 2.28
Pola Ruang Eksisting Bondokenceng
Jika diperhatikan kawasan pemukiman
yang ada di wilayah Bondokenceng
memiliki kesamaan pola persebaran
yaitu mengikuti jalan (jaringan
transportasi) yang menyebar dan tidak
kompak sehingga masih terdapat
kawasan permukiman yang belum
terintegrasi dengan permukiman
lainnya. Oleh karena itu, diperlukan
adanya arahan peruntukkan pola ruang
yang kompak untuk memudahkan
koordinasi serta pelayanan fasilitas
pada pusat permukiman lainnya.
Selain itu, adanya potensi kawasan
peruntukkan industri mendukung
pengolahan komoditas-komoditas
pertanian yang dihasilkan sehingga
menjadikan sektor industri penyum-
bang PDRB tertinggi dan berdaya saing
serta potensial untuk dikembangkan di
wilayah Bondokenceng.
Menurut PERMEN 17
Tahun 2009, Pola
ruang adalah
distribusi
peruntukanruang
dalam suatu
wilayah yang meliputi
peruntukkan ruang
untuk fungsi lindung
dan peruntukkan
ruang untuk fungsi
budidaya.
37. 26
2.3 Aspek Non-Fisik
Aspek non-fisik membahas berkaitan
dengan kependudukan, perekonomian, dan
kebijakan pemerintah.
2.3.1 Kependudukan
A. Jumlah Penduduk
Pada aspek kependudukan wilayah
Bondokenceng, jumlah penduduk
mengalami fluktuasi. Umumnya setiap
tahun jumlah penduduk di wilayah
Bondokenceng meningkat, hanya saja
pada tahun 2010 dan 2013 mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya,
kemudian jumlahnya meningkat kem-
bali di tahun 2014. Kenaikan jumlah
penduduk dari tahun 2013 ke tahun
2014 mengindikasikan bahwa adanya
jumlah kematian yang semakin
berkurang sehingga dapat menunjuk-
kan bahwa kualitas kesehatan di
wilayah Bondokenceng sudah mulai
mengalami peningkatan, dan disertai
dengan peningkatan kuantitas dan
kualitas jumlah fasilitas kesehatannya.
Selain itu, migrasi masuk juga menjadi
salah satu faktor penyebab meningkat-
nya jumlah penduduk di tahun 2013.
Migrasi masuk ini disebabkan oleh
adanya industri KIK di Kaliwungu yang
membuat para pencari kerja di luar
Kabupaten Kendal berpindah ke
wilayah Bondokenceng dan sekitarnya
untuk tempat tinggal. Gambar 2.29
adalah jumlah penduduk wilayah
Bondo-kenceng tahun 2005-2014.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.29 Grafik Jumlah Penduduk
Bondokenceng Tahun 2005-2014
B. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan salah satu unsur
penting dalam perencanaan wilayah, yakni berkaitan
dengan skenario pengembangan suatu wilayah.
Berdasarkan peta kepadatan penduduk (Gambar
2.28), kepadatan penduduk di Bondokenceng ter-
pusat di Kecamatan Kota Kendal serta sebagian di
Kecamatan Patebon, dan KecamatanCepiring.
Pemusatan kepadatan penduduk tersebut di-
karenakan ketiga kecamatan tersebut merupakan
pusat kegiatan Bondokenceng yang juga dilalui oleh
jalur Pantura. Secara eksisting banyak lahan
terbangun di wilayah dengan kepadatan tinggi, yakni
Kecamatan Kota Kendal, Patebon, dan Cepiring,
khususnya di sekitar jalur pantura. Adapun wilayah
dengan kepadatan terendah yakni Kecamatan
Pegandon secara eksisting masih didominasi oleh
lahan non terbangun berupa sawah.
Gambar 2.30
Peta Kepadatan Penduduk Bondokenceng Tahun 2014
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
38. 27
C. Jumlah Penduduk menurut
Kelompok Umur
Berdasarkan grafik piramida penduduk
wilayah Bondokenceng (Gambar 2.29)
terlihat bahwa grafik berbentuk
piramida ekspansif (piramida penduduk
muda), dimana menggambarkan angka
kelahiran yang lebih tinggi daripada
angka kematiannya.
Dengan tingginya angka kelahiran dan
rendahnya angka kematian pada
wilayahBondokenceng, pertumbuhan
penduduk dapat dikatakan cepat.
Piramida penduduk (Gambar 2.31)
dapat menunjukkan bahwa usia
produktif, yaitu usia 15-64 tahun di
wilayah Bondokenceng masih relatif
tinggi dibandingkan dengan usia
lainnya. Hal tersebut dapat
menyebabkan adanya bonus demografi
di wilayah Bondo-kenceng.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.31
Piramida Penduduk tiap Kecamatan di
Bondokenceng Tahun 2014
D. Kualitas Sumber Daya Manusia
a. Tingkat Pendidikan
Rendah dan tingginya tingkat pendidikan ini dapat diukur melalui banyaknya tingkat
pendidikan terakhir yang ditempuh oleh masyarakat wilayah Bondokenceng dalam
kurun waktu 1 tahun.
Tabel II.5
Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Wilayah Bondokenceng Tahun 2014
No. Kecamatan
Tingkat Pendidikan
Tidak/Belum
Tamat SD
Tamatan SD
Sederajat
Tamatan SMP
Sederajat
Tamatan SMA
Sederajat
Tamatan
Akademi/PT
1. Patebon 11.307 13.660 12.570 10.722 3.319
2. Pegandon 13.236 11.692 9.970 6.469 1.522
3. Kota Kendal 10.714 11.876 9.400 11.168 3.907
4. Cepiring 8.229 11.115 7.192 7.392 1.332
5. Ngampel* 12.072 16.636 8.173 6.406 1.407
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Keterangan: Data jumlah penduduk berdasarkan tamatan pendidikan di Kecamatan Ngampel
menggunakan data tahun 2013. Berdasarkan tabel di atas, maka tingkat pendidikan di wilayah
Bondokenceng dapat dihasilkan diagram seperti pada Gambar 2.32.
39. 28
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Berdasarkan diagram persentase jumlah
penduduk menurut tingkat pendidikan
diketahui bahwa penduduk Bondokenceng
masih didominasi oleh tamatan SD
sederajat, yaitu sebesar 29,34%. Untuk
tingkat tamatan Akademik/PT hanya
sebesar 5,19%. Hal tersebut menandakan
bahwa tingkat pendidikan di wilayah
Bondokenceng masih rendah sehingga
dapat dikatakan bahwa kualitas SDM di
Bondokenceng masih jauh di bawah
standar.
Standar pendidikan yang dicanangkan oleh
pemerintah sendiri adalah program wajib
belajar 12 tahun. Kualitas SDM di wilayah
Bondokenceng harus ditingkatkan melalui
program pendidikan dan pelatihan
keterampilan untuk mempersiapkan diri
dalam menghadapi persaingan kerja di
industri KIK yang berlokasi diKaliwungu.
b. Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk
dalam angkatan kerja yang sedang mencari
pekerjaan dan belum mendapatkannya.
Pengangguran umumnya disebabkan
karena jumlah angkatan kerja tidak
sebanding dengan lapangan pekerjaan yang
ada.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.33
Grafik Jumlah Pengangguran di
Bondokenceng Tahun 2014
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.34
Persentase Jumlah Pengangguran di
Bondokenceng terhadap Kabupaten Kendal
Tahun 2014
Gambar 2.32
Persentase Jumlah Penduduk menurut
Tingkat Pendidikan
di Bondokenceng Tahun 2014
40. 29
Berdasarkan Gambar 2.33, diketahui bah-
wa pada tahun 2014 jumlah pengangguran
paling banyak terdapat di Kecamatan Kota
Kendal, yaitu sebesar 18.585 jiwa. Sedang-
kan jumlah pengangguran paling rendah
terdapat di Kecamatan Patebon, yaitu
sebesar 0 jiwa. Hal itu dikarenakan jumlah
penduduk yang bekerja lebih banyak
daripada jumlah penduduk usia kerja.
Sedangkan Kecamatan Ngampel tidak
terdapat data penduduk menurut mata
pencaharian. Jumlah pengangguran di
Bondokenceng berkontribusi sebanyak
36,05% dari jumlah pengangguran di
Kabupaten Kendal, yaitu sebanyak 128.280
jiwa. Angka tersebut tentunya sangat
berpengaruh bagi kondisi perekonomian
Kabupaten Kendal, karena hal tersebut
dapat mengakibatkan kurangnya penda-
patan daerah yang seiring dengan ber-
kurangnya pendapatan masyarakat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pengang-
guran akan menyebabkan timbulnya
kemiskinan di wilayah Bondokenceng,
bahkan di Kabupaten Kendal.
c. Angka Kemiskinan
Jumlah kemiskinan di Bondokenceng dapat
digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan yang ada di wilayah tersebut.
Tingkat kemiskinan yang tinggi di suatu
daerah akan menimbulkan permasalahan
yang terkait dengan kualitas sumber daya
manusia. Gambar 2.35 adalah diagram
jumlah keluarga miskin di Bondokenceng
tahun 2014 pada tiap kecamatan.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.35
Grafik Jumlah Keluarga Miskin di
Bondokenceng Tahun 2014
Berdasarkan grafik jumlah keluarga miskin
pada tiap kecamatan dapat dilihat rata-rata
jumlah keluarga miskin pada masing-masing
kecamatan masih cukup tinggi. Kecamatan
yang memiliki jumlah penduduk miskin
tertinggi terdapat di Kecamatan Cepiring
dengan total 5.200 jiwa. Persentase dari
jumlah penduduk total penduduk miskin di
Bondokenceng sebesar 20,20%, meningkat
0,15% dari tahun sebelumnya. Angka
tersebut merupakan angka yang cukup
berpengaruh pada banyaknya jumlah
penduduk miskin yang ada di Kabupaten
Kendal. Perbandingan jumlah penduduk
miskin di Bondokenceng terhadap
Kabupaten Kendal pada tahun 2014 dapat
dilihat pada Gambar 2.36.
Sumber: BPS Kabupaten Kendal, 2015 (Olah Data)
Gambar 2.36
Persentase Jumlah Penduduk Miskin di
Bondokenceng
Terhadap Kabupaten Kendal Tahun 2014
41. 30
2.3.2 Perekonomian
A. Usaha Mikro Kecil Menengah
Terdapat berbagai jenis Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) yang tersebar di
Bondokenceng. Adapun jenis UMKM yang
berpotensi untuk dikembangkan tersebut
meliputi industri batik Jambe Kusuma,
industri makanan ringan, industri batu
bata, dan industri hasil pengolahan ikan.
Pertama industrybatik Jambe
Kusuma,pada awalnya digagas oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag) melalui pelatihan keteram-
pilan membatik yang kemudian
dikembangkan oleh salah satu warga, Ibu
Lestari, pada tahun 2010. Industri ini
dianggap potensial karena beberapa kali
telah mengikuti pameran karya di
berbagai kota serta mendapatkan
penghargaan dari ajang-ajang yang
diadakan oleh pemerintah setempat.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B StudioPerencanaan,
2015
Namun, promosi mengenai batik khas
Kendal ini masih sangat terbatas. Kedua,
industri kerupuk petis di Kelurahan Jotang.
Usaha kerupuk petis memang sudah
tersebar di beberapa kelurahan di Bondo-
kenceng, seperti Kelurahan Jotang,
Tunggulrejo, dan Sijeruk. Harga dari satu
kemasan kerupuk petis dijual oleh
produsen sebesar Rp3.500 yang kemudian
dijual di pedagang retail dengan harga
Rp5.000.
Proses pembuatan kerupuk petis ini terdiri
dari pembuatan adonan, pemotongan,
penjemuran, pemberian bumbu, hingga
pengemasan. Kendala yang dihadapi oleh
pelaku industri kerupuk petis adalah pada
pemasaran, dimana belum ada sentra
pusat oleh-oleh di Bondokenceng sebagai
tempat pemasaran lokal. Para pelaku
industri juga masih bekerja masing-masing
tanpa adanya paguyuban yang menaungi
usaha mereka.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 2.38
UMKM Unggulan di Bondokenceng
Gambar 2.37
Peta Sebaran UMKM
42. 31
Ketiga, industri batu bata di sempadan
Sungai Bodri, Kelurahan Ketapang.
Pelaku usaha industri batu bata
tersebut memanfaatkan tanah endapan
Sungai Bodri sebagai bahan baku
pembuatan batu bata. Meski telah
mendapatkan dukungan serta bantuan
dari Dinas PSDA, tetapi para pelaku
usaha masih menemui kendala pada
proses penjemuran batu bata yang
masih membutuhkan waktu yang lama.
Terakhir, industri bandeng presto di
Kelurahan Bandengan. Lokasi
Kelurahan Bandengan yang berbatasan
langsung dengan laut membuat
keberadaanbudidaya tambak menja-
mur dan menjadi salah satu peluang
usaha.
Tabel II.6
UMKM Unggulan di Bondokenceng
No
Jenis
UMKM
Lokasi
Tahun
Berdiri
Tenaga Kerja
Asal Bahan
Baku
Alat
Produk
si
Lokasi
PemasaranJumlah Asal
1
Batik
Jambe
Kusuma
Kelurahan
Jambearum
2010 15
Warga
setempat
Pekalongan
Wajan
Canting
Malam
Kompor
Kab. Kendal
Semarang
Jakarta
Surabaya
Hongkong
Korea
Malaysia
2
Kerupuk
Petis
Kelurahan
Jotang
2000 12
Warga
setempat
Kendal
Tungku
Cetakan
Kab. Kendal
Semarang
Pemalang
Kalimantan
3
Batu
Bata
Kelurahan
Ketapang
2005 10
Tersebar
di Kab.
Kendal
Tanah dari
Kali Bodri
Cetakan
batu
bata
Tungku
Kab. Kendal
Semarang
4
Bandeng
Presto
Kelurahan
Bandengan
2003 5
Warga
setempat
Kelurahan
Bandengan
Dandan
g preto
Kompor
Kab. Kendal
Semarang
Sidoarjo
Bandung
Sumber: Hasil Wawancara Pelaku UMKM Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
B. Pertanian
Komoditas sektor pertanian di Bondo-
kenceng merupakan komoditas utama yang
menyumbangkan kontribusi pada
perekonomian wilayah, tergambar pada
PDRB Bondokenceng dengan kontribusi
sebesar 18%. Komoditas sektor pertanian
tersebut terdiri dari penggunaan
lahan yang masih didominasi oleh sawah
irigasi, yaitu 37% yang menyebabkan
sektor pertanian memberikan kontribusi
yang cukup besar di Bondokenceng.
Komoditas sektor pertanian tersebut
berupa padi, jagung, bawang, kacang hijau,
kacang kedelai, kacang tanah, dan ubi kayu.
43. 32
Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.39
Kegiatan Pertanian di Bondokenceng
Komoditas padi merupakan komoditas yang paling besar disumbangkan oleh sektor
pertanian dengan penggunaan lahan sebesar 54,29%. Produksi pertanian padi ini menyebar
ke lima kecamatan di Bondokenceng.
Tabel II.7
Tingkat Produktivitas Padi Sawah Bondokenceng tahun 2010 - 2014
Uraian
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Padi Sawah
Luas Areal (Ha) 9.412 9.664 9.781 10.360 10.082
Produksi (Ton) 52.465 57.011 57.235 55.381 56.564
Produktivitas (Ton/Ha) 55,74 58,99 58,52 53,46 56,1
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Ketuhanan Kabupaten Kendal, 2015
Spesialisasi wilayah pada sektor
pertanian di Bondokenceng umumnya
di sektor pertanian padi sawah, dimana
dari lima kecamatan di Bondokenceng,
hanya Kecamatan Pegandon yang
memiliki spesialisasi wilayah pada
sektor pertanian jagung dengan
produksi 6.144,14 ton. Sedangkan
untuk prioritas pengembangan
komoditas padi sawah, berdasarkan
produktivitas didapatkan prioritas
pengembangan pertama yang berada di
Kecamatan Cepiring, prioritas
pengembangan kedua berada di
Kecamatan Kota Kendal, serta prioritas
pengembangan 3 dan 4 berada di
Kecamatan Patebon dan Ngampel.
Kabupaten Kendal merupakan salah
satu kabupaten di Jawa Tengah yang
telah ditetapkan sebagai kawasan
pangan berkelanjutan, dimana 55%
dari total wilayah di Bondokenceng
ditetapkan sebagai kawasan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B), Penetapan kawasan pangan
berkelanjutan ini di Bondokenceng
bertujuan untuk pembentukan
Bondokenceng yang swasembada
pangan berkelanjutan, peningkatan
diversifikasi pangan, peningkatan
kesejahteraan petani serta peningkatan
nilai tambah daya saing dan ekspor.
44. 33
Dari total luas Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B) di Bondokenceng,
yaitu 455,3 Ha, daerah yang merupakan
kawasan pangan berkelanjutan tetapi
rawan banjir adalah seluas 292,2 Ha atau
dapat dikatakan bahwa sekitar 64% dari
total Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B) merupakan daerah rawan banjir.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagai
kawasan pangan berkelanjutan, Bondo-
kenceng belum dapat optimal dalam
memproduksi pertanian pangan akibat
adanya daerah rawan banjir dan tingginya
alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
sebagai akibat pertambahan penduduk
dilihat dari penurunan luas area pertanian.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 2.40
Peta Prioritas Pengembangan
Komoditas Padi Sawah Sektor
Pertanian di Bondokenceng
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 2.41
Peta LP2B di Bondokenceng
Sumber: www.pinterest.com
45. 34
C. Perikanan
Perikanan merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang di Kecamatan
Bondokenceng. Terdapat tujuh jenis komoditas perikanan yang dihasilkan di Kecamatan
Bondokenceng diantaranya adalah lele, nila, gurame, patin, karper, bawal, dan tawes.
Gambar 2.42 merupakan grafik batang yang menggambarkan hasil perikanan di
Kecamatan Bondokenceng.
Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Kendal, 2015
Gambar 2.42
Produksi Hasil Perikanan Air Tawar Bondokenceng
Pada Gambar 2.43, dapat disimpulkan bahwa penghasil ikan air tawar yang paling banyak
di Wilayah Bondokenceng adalah Kecamatan Kota Kendal dengan 41.000 ekor ikan lele. Hal
ini ditandai dengan banyaknya budidaya ikan oleh masyaakat Bondokenceng. Berdasarkan
hasil kegiatan lapangan, ikan lele merupakan ikan yang cepat untuk berkembang biak
dengan 45 hari dan waktu yang dibutuhkan untuk budidaya ikan lele dari kecil hingga
dewasa. Selain itu, pembudidayaannya juga mudah karena bibit ikan nya murah dan banyak
yang jual serta makanan ikan lele (pellet) mudah dibuat. Sedangkan ikan karper merupakan
ikan tawar yang paling sedikir di Bondokenceng.
41000
29000
33500
29000
31000
2001000 900 600
500
1600
1500
650
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
Kota Kendal Patebon Cepiring Pegandon Ngampel
Jumlah(Kg)
Kecamatan
Jumlah Produksi Hasil Perikanan Air Tawar
Bondokenceng Tahun 2014
Lele
Karper
Nila
Gurame
Bawal
649300
10400
171814
500 4850
538700
3000
867671
0 4450
327500
1400
49000
0 510
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
900000
1000000
Bandeng U. Windu U.
Vannamel
Nila Kepiting
Jumlah(Kg)
Ikan Payau
Jumlah Produksi Hasil Perikanan Air Payau
Kabupaten Kendal Tahun 2014
Kota Kendal
Patebon
Cepiring
Sumber: Dinas Perikanan
Kabupaten Kendal, 2015
Gambar 2.43
Produksi Hasil Perikanan
Air Payau Bondokenceng
46. 35
Pada hasil Gambar 2.43, dapat disimpulkan bahwa penghasil ikan payau yang paling
banyak di Bondokenceng adalah ikan bandeng 1.515.500 ekor. Penghasil ikan bandeng
terbesar terdapat di Kecamatan Kota Kendal. Hal ini ditandai oleh banyaknya lahan di Kota
Kendal yang dijadiin sebagai daerah tambak. Akan tetapi pada Kecamatan Pegandon dan
Ngampel tidak terdapat hasil ikan payau karena kecamatan tersebut tidak memilki daerah
tambak.
D. Pariwisata
Berdasarkan hasil observasi, Bondokenceng memiliki tiga wisata alam yang berpotensi
untuk dijadikan obyek pariwisata. Potensi alam tersebut berupa pantai dan bendungan. Titik
lokasi wisata alam yang terdapat di Bondokenceng dapat dilihat pada Gambar 2.42.
Sumber: Hasil Observasi Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Gambar 2.44
Peta Potensi Wisata Alam diBondokenceng
Pantai yang berpotensi menjadi objek
pariwisata adalah Pantai Kartikajaya
dan Pantai Muara Kencana yang
terdapat di Kecamatan Patebon.
Vegetasi yang terdapat di pantai
tersebut adalah tanaman cemara,
mangrove, bakau, dan sangon.
Ketersediaan tempat parkir juga hanya
terdapat di Pantai Muara Kencan
dengan harga 2000 rupiah untuk motor
dan 3000 rupiah untuk mobil.
Sementara di Pantai Kartikajaya tidak
terdapat tempat parkir. Kondisi kedua
pantai ini tidak terawat, ditandai
dengan tidak tersedianya tempat
sampah dan kondisi toilet umum yang
kotor.
Kondisi tersebut mengindikasikan
bahwa kedua pantai ini belum
dikatakan layak untuk dijadikan obyek
pariwisata saat ini. Padahal, kedua
pantai ini sangat berpotensi untuk
dijadikan obyek pariwisata hanya saja
perlu adanya rencana pengembangan
untuk memperbaiki kondisi Pantai
Kartikajaya dan Pantai Muara Kencana.
47. 36
Sumber: Hasil Dokumentasi Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 2.45
(a) Pantai Kartikajaya, (b) Pantai Muara Kencana
Potensi alam selanjutnya yaitu berupa Bendungan Kedung Pengilon yang terdapat di Kecamatan
Ngampel. Bendungan Kedung Pengilon ini berfungsi sebagai pintu air dan tempat untuk
menampung air hujan sehingga meminimalisir kemungkinan banjir di daerah sekitarnya. Pada
mulanya, Kedung Pengilon dijadikan obyek wisata warga setempat karena terkenal banyak
ditumbuhi pohon jambu mete. Banyak pemuda-pemudi yang mengunjungi tempat ini selain
suasana alamnya yang indah juga karena buah jambu mete yang mudah didapatkan di sekitar
Bendungan. Meskipun pohon jambu mete sudah ditebangi oleh warga, kondisi Bendungan
Kedung Pengilon cukup bersih dan memiliki pemandangan yang alami, tumpukan sampah
hanya berupa daun pepohonan yang gugur bukan sampah masyarakat sehingga lokasi ini masih
menarik pengunjung. Karena berpotensi sebagai obyek wisata, warga setempat mengusulkan
kepada Pemerintah Daerah untuk mengembangkan Bendungan Kedung Pengilon sebagai obyek
wisata yang resmi di Kabupaten Kendal. Namun, pemerintah belum memberikan respon dan
dana pembangunan terkait pengembangan pariwisata di Bendungan Kedung Pengilon. Selain
itu, penyediaan insfrastruktur penunjang untuk lokasi wisata seperti aksesibilitas, tempat
parkir, dan toilet umum perlu dikembangkan.
2.3.3 Kebijakan Pemerintah
A. Arahan Kebijakan dan Strategi
AntarDaerah
Kabupaten Kendal bersamaan dengan
kota-kota lainnya yang tergabung dalam
Kawasan Perkotaan Kedungsepur seperti
yang ditetapkan pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional memiliki kawasan
andalan yang menjadi unggulan kawasan
perkotaan tersebut. Berdasarkan amanat
tersebut, terjadilah penyesuaian pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kendal. Sesuai dengan RTRW Kabupaten
Kendal, Kecamatan Kota Kendal, Cepiring,
Patebon, Pegandon, dan Ngampel yang
tergabung dalam Kawasan Perkotaan
Kendal (Bondokenceng) memiliki arahan
kebijakan tersendiri.
(a) (b)
48. 37
1. Kecamatan Kota Kendal
Kecamatan Kota Kendal merupakan
kecamatan yang menjadi Ibukota
Kabupaten Kendal. Senada dengan itu
Kecamatan Kota Kendal pun ditetapkan
sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Kota
Kendal yang berfungsi sebagai PKL
diharuskan untuk dapat melayani seluruh
Kabupaten Kendal. Bentuk pelayanan
yang diberikan berbentuk pusat
pelayanan pemerintah tingkat daerah,
pusat perdagangan dan jasa yang dapat
melayani regional, dan pendidikan.
Sementara itu, dalam bentuk arahan
kebijakan terkait dengan kegiatan yang
dapat dilakukan di Kecamatan Kota
Kendal adalah:
Kegiatan perdagangan modern
dengan tetap mempertimbangkan
usaha kecil dan pasar tradisional
agar dapat tumbuh dan berjalan
secara serasi serta saling
menguntungkan;
Kegiatan pembangunan
perumahan baru, pertokoan, pasar
negeri, usaha perdagangan dan
jasa skala kecil yang bertujuan
untuk memenuhi fasilitas yang
diperlukan permukiman baru
pada Kecamatan Kota Kendal;
Kegiatan berupa jasa keuangan
berupa unit bank umum, BPR, dan
Baitul Mal wa Tanwil (BMT); serta
Kegiatan berupa fasilitas
pendidikan pra sekolah hingga
pendidikan tingkat menengah.
2. Kecamatan Cepiring dan Patebon
Kecamatan Cepiring dan Patebon
merupakan kecamatan yang terletak
berdampingan dan berbatasan secara
langsung. Baik Kecamatan Cepiring
maupun Patebon memiliki karakteristik
yang cenderung mirip, kedua kecamatan
ini berfokus pada pertanian dan
pertambakan hanya saja terdapat
industri yang cukup besar di Kecamatan
Cepiring berupa pabrik gula. Akibat dari
karakteristik yang cenderung sama,
kedua kecamatan ini ditetapkan sebagai
Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
Sebagai kecamatan yang berfungsi
sebagai PKL baik Cepiring maupun
Patebon dalam pelaksanaan kegiatan
yang berlangsung di dalamnya
diharuskan dapat melayani antar desa
yang dimilikinya. Bentuk arahan
kebijakan terkait dengan kegiatan yang
dilakukan Kecamatan Cepiring dan
Patebon adalah kegiatan pengembangan
fasilitas perkotaan berupa:
Perdagangan dan jasa skala kecil,
yang dapat melayani tiap desa yang
dimiliki sehingga dapat saling
terhubung;
Pendidikan tingkat pra sekolah
hingga tingkat dasar pada tiap desa;
Kesehatan, yang dapat melayani
seluruh desa berupa puskesmas dan
puskesmas pembantu;
Olah raga; serta
Peribadatan.
3. Kecamatan Ngampel
Kecamatan Ngampel merupakan
kecamatan yang memiliki fokus utama
pada sektor pertanian dan tanaman
pangan hortikultura. Kecamatan
Ngampel ditetapkan sebagai Pusat
Pelayanan Lingkungan (PPL). Senada
dengan Kecamatan Cepiring dan Patebon,
Ngampel pun memiliki arahan kebijakan
yang sama dengan kedua kecamatan
tersebut hanya saja Kecamatan Ngampel
memiliki karakteristik yang berbeda.
4. Kecamatan Pegandon
Kecamatan Pegandon adalah kecamatan
yang dikenal dengan Sentra Keripik
Rambak dan pertanian tanaman pangan
49. 38
hortikultura yang berkembang cukup
pesat. Kecamatan Pegandon ditetapkan
sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).
Sebagai PPK, Pegandon dalam
pelaksanaan kegiatan yang berlangsung
di dalamnya diharuskan untuk melayani
kegiatan skala kecamatan. Bentuk arahan
kebijakan terkait dengan kegiatan yang
dilakukan Kecamatan Pegandon adalah
kegiatan pengembangan fasilitas
perkotaan berupa:
Perdagangan dan jasa skala
menengah yang dapat melayani
secara keseluruhan Kecamatan
Pegandon;
Perumahan, terkait dengan rencana
akan dibangunnya Trans Tol Jawa
(TTJ) pada Kecamatan Pegandon
sehingga diprediksi akan ada pusat-
pusat permukiman baru pada
kecamatan ini;
Pendidikan, meningkatnya jumlah
perumahan yang akan terbangun
juga akan diiringi dengan kebutuhan
pendidikan di Kecamatan Pegandon;
Kesehatan, yang dapat melayani
seluruh desa berupa puskesmas dan
puskesmas pembantu;
Olah raga; serta
Peribadatan
B. Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat
Kabupaten Kendal memiliki sejumlah lembaga dengan berbagai tujuan, yang
dikelompokkan ke dalam lembaga pemerintah dan non pemerintah. Secara umum,
organisasi pemerintahan memiliki beberapa tujuan yaitu untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, memuaskan masyarakat, dan memberi legitimasi terhadap organisasi
pemerintah. Organisasi non-pemerintahan sebenarnya memiliki tugas dan tujuan yang
hampir sama dengan organisasi pemerintah, namun hanya berbeda dari segi pelaksana dan
ruang lingkupnya.
Tabel II.8
Status dan Peran Organisasi di Kabupaten Kendal
No Nama Organisasi Status Peran
1
Bappeda
Kabupaten Kendal
Pemerintah
Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan terkait
fungsi sebagai lembaga teknis daerah yang
bertanggung jawab terhadap perencanaan
pembangunan.
2
BPS Kabupaten
Kendal
Pemerintah
Sebagai fasilitator dengan menyediakan data yang
mendukung tujuan pembangunan, dianataranya
meningkatkan kesejahteraan rakyat, dapat dicapai
dengan efektif.
3
Dinas Pertanian,
Perkebunan, dan
Kehutanan
Pemerintah
Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan terkait
pengembangan bidang pertanian Kabupaen
Kendal.
4 Dishubkominfo Pemerintah
Sebagai mediator antara pihak pembuat kebijakan
dengan pihak pelaksana kegiatan terkait program
pembangunan yang terdapat di Kabupaten Kendal.
5
Dinas Pekerjaan
Umum
Pemerintah
Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis
di bidang pekerjaan umum, perumahan, penataan
ruang, tata kota, serta energi dan sumber daya
mineral.
50. 39
No Nama Organisasi Status Peran
6
Dinas Sosial dan
Kebudayaan
Pemerintah
Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis
di bidang kebudayaan, pariwisata, pemuda dan
olahraga.
7 Ciptaru Pemerintah
Dinas Cipta Karya dan tata Ruang mempunyai
tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah
daerah di bidang Pekerjaan Umum sub bidang
Cipta Karya dan tata Ruang.
8 Dispendukcapil Pemerintah
Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis
di bidang kependudukan dan catatan sipil.
9 Disperindag Pemerintah
Pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan teknis
di bidang perindustrian, perdagangan, pasar,
koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah.
10
DinasKetenagaker-
jaan
Pemerintah
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai
tugas Pokok merencanakan, mengatur
penempatan, pelatihan, menyelesaikan sengketa
tenaga kerja, memperluas kesempatan kerja,
melakukan pengawasan terhadap kegiatan
ketenagakerjaan, merencanakan dan
mempersiapkan beserta sarana dan prasarana
transmigrasi, menerima dan menempatkan
transmigrasi, mengkoordinir pembinaan serta
melakukan perencanaan dan pendataan mobilitas
transmigrasi.
11
LSM Gerakan Moral
Bangsa
Non Pemerintah
Penerima manfaat, mediator, & advokasi dalam
pelaksanaan peran terkait penyantunan rakyat
miskin dan yatim piatu.
12
Gerakan Pemuda
Ansor Kabupaten
Kendal
Non Pemerintah
Mediator dalam perwujudan visi Kabupaten
Kendal untuk menjadi kabupaten yang agamis.
13
Forum
Pemberdayaan
Perempuan
Indonesia
Kabupaten Kendal
Non Pemerintah
Advokasi dalam mewujudkan kesejahteraan,
keseteraan dan keadilan gender dengan prinsip
kepada nilai anti diskriminasi, anti sub ordinasi,
anti marjinalisasi, termasuk anti kekerasan dalam
rumah tangga, serta doubleburden/beban ganda.
15
Lembaga
Penelitian
Pengembangan dan
Konservasi
Lingkungan Hidup
Non Pemerintah
Advokasi terkait program yang diadakan oleh
pemerintah dan pelaksana kebijakan dengan
memberdayakan masyarakat.
Sumber: www.kabkendal.go.id
C. Presepsi antara Pemerintah Ter-
hadap Pelayanan Pemerintah
Kepuasan masyarakat merupakan suatu
tingkatan dimana kebutuhan, keinginan,
dan harapan dari konsumen (masya-
rakat) dapat terpenuhi, hal tersebut
akan mengakibatkan masyarakat me-
rasa puas terhadap dipenuhinya
kebutuhan dan harapan. Kepuasan
masyarakat terbentuk dari penilaian
masyarakat terhadap kinerja aparat
dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Indeks Kepuasan Masyarakat adalah
data dan informasi tentang tingkat
kepuasan masyarakat yang diperoleh
dari hasil pengukuran secara kuantitatif
dan kualitatif atas pendapat masyarakat
dalam mem-peroleh pelayanan dari
51. 40
aparatur penyelenggara pelayanan
publik dengan membandingkan antara
harapan dan kebutuhannya (Keputusan
MENPAN Nomor 25/2004).
Berdasarkan hasil wawancara dengan
sampel random, tingkat kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan publik
yaitu 35,27% menyatakan puas, 24,11%
menyatakan cukup puas, serta 40,63%
menyatakan tidak puas.
Tabel II.9
Respon dari Pelayanan Pemerintah
Kategori Frekuensi Presentase
Puas 79 35,27
Cukup Puas 54 24,11
Tidak Puas 91 40,63
Total 224 100,00
Sumber: Hasil Survey Kelompok 2B Studio Perenca-
naan, 2015
Ketidakpuasan masyarakat terhadap
pelayanan pemerintah dikarenakan
pemerintah yang kurang responsif,
birokrasi yang berbelit-belit, serta
pelayanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Selain itu, perlu
diketahui juga kinerja pelayanan
pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pada Tabel II.10 adalah
persentase kinerja pemerintah:
Tabel II.10
Respon Pemerintah dalam Pelayanan
Kebutuhan Masyarakat
Kategori Frekuensi Persentase
Sudah Memenuhi 135 60,27
Belum Memenuhi 89 39,73
Total 224 100,00
Sumber: Hasil Rekapitulasi Kuesioner Kelompok 2B
Studio Perencanaan, 2015
Sumber: www.pinterest.com
“Old ideas can sometimes
use new bulidings. New
ideas must use olde
buildings – Jane Jacobs
“If plan A didn’t
work, the Alphabet
has 25 more
letters.
52.
53. 41
BAB III
POTENSI DAN PERMASALAHAN
3.1 Potensi Wilayah
Berdasarkan hasil survei lapangan,
didapatkan beberapa hal yang potensial
untuk dikembangkan yang mendukung
tujuan Bondokenceng, yaitu sebagai pusat
aktivitas dan permukiman yang terintegrasi
dan berdaya saing. Potensi yang dimiliki
Bondokenceng meliputi adanya lahan LP2B,
peran Kota Kendal sebagai ibukota
kabupaten, keberadaan pasar induk di Kota
Kendal, adanya potensi alam (pantai dan
bendungan) yang dapat dikembangkan
sebagai tempat wisata, serta UMKM
unggulan sebagai upaya peningkatan
perekonomian masyarakat Bondokenceng.
Potensi-potensi tersebut dikaitkan dengan
kendala yang terjadi saat ini serta tantangan
yang mungkin akan dihadapi di masa yang
akan datang.
Tabel III.1
Potensi, Kendala, dan Tantangan di Bondokenceng
No Potensi Kendala Tantangan
1
LP2B sebagai potensi
ketahanan pangan
Banyak lahan yang terkena banjir dan
kekeringan sehingga lahan kurang
produktif
Pertumbuhan
penduduk yang tinggi
sehingga menyebabkan
terjadinya konversi
lahan yang mengancam
keberadaan LP2B
2
Adanya pasar induk
sebagai pusat sarana
perekonomian wilayah
Pasar induk belum dapat menjadi
pemasok untuk pasar lain
Lokasinya yang berada di Jalan Pantura
sehingga mengurangi rasa aman dan
nyaman masyarakat dalam menjangkau
Adanya pasar Weleri
dengan tingkat
pelayanan yang setara
dengan Pasar Induk
Kendal
3
Terdapat berbagai
UMKM di
Bondokenceng seperti
industri makanan
ringan, industri batik,
industri bata, dan
industri tambak
Belum adanya organisasi/paguyuban
UMKM untuk mengembangkan industri
rumah tangga
Belum adanya peralatan modern
sehingga mempengaruhi hasil produksi
Belum adanya brand UMKM sehinggga
sulit dalam proses pemasaran
Adanya persaingan
(kompetisi) antara
UMKM yang sejenis
sehingga sulit bertahan
di pasar
54. 42
No Potensi Kendala Tantangan
4
Bendungan Kedung
Pengilon sebagai objek
wisata dan sumber air
cadangan
Kapal yang digunakan belum nyaman
dan tidak sesuai standar keamanan
(tidak ada pelampung)
-
5
Terdapat obyek wisata
Pantai Muara Kencana
Fasilitas pendukung (kamar mandi
umum, mushola, tempat makan, tempat
parkir) kurang terawat
Kurangnya promosi mengenai wisata
pantai muara kencana
Tidak terjangkau dengan transportasi
umum
Belum ada upaya pemerintah untuk
mengembangkan wisata pantai muara
kencana
Belum adanya petunjuk ke Pantai Muara
Kencana
Adanya rob
Adanya abrasi
6
Terdapat obyek wisata
Pantai Kartika Jaya
Fasilitas pendukung (kamar mandi
umum, mushola, tempat makan, tempat
parkir) kurang terawat
Kurangnya promosi mengenai wisata
mangrove Kartika Jaya
Tidak terjangkau dengan transportasi
umum
Belum ada upaya pemerintah untuk
mengembangkan wisata mangrove
kartika jaya
Belum adanya jalur pejalan kaki untuk
menikmati wisata mangrove, hanya
dapat diakses melalui jalur air
7
Kota Kendal sebagai
ibukota Kabupaten
Kendal
Belum adanya fasilitas department store
yang melayani lingkup Kabupaten
Jaringan jalan dalam kota yang juga
berfungsi sebagai jalur pantura sehingga
menghambat pertumbuhan kota
Belum tersedianya terminal bus dan
tidak berfungsinya stasiun kereta api
penumpang
Munculnya pusat-pusat
aktivitas baru disekitar
kawasan KIK
Terdapat stasiun
kereta api penumpang
di Weleri
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
55. 43
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 3.1
Peta Potensi Bondokenceng
Adanya lahan LP2B dapat menjadi cadangan
bagi pemenuhan kebutuhan pangan
Bondokenceng, apalagi dengan adanya
rencana pintu Tol Trans Jawa yang akan
berdampak pada peningkatan jumlah
penduduk yang bermukim di
Bondokenceng. Pertumbuhan penduduk
juga harus diimbangi dengan peningkatan
kinerja fasilitas kota yang ada, salah satunya
adalah objek wisata. Oleh karena itu,
potensi wisata di Bondokenceng harus
dikembangkan, mengingat permintaan akan
tempat wisata yang akan terus meningkat.
Di sisi lain, pengembangan UMKM juga
harus terus digalakkan sehingga akan
tercipta pengembangan ekonomi lokal di
Bondokenceng, baik dari segi wisata
maupun home industry. Fungsi Kota Kendal
sebagai ibukota kabupaten juga dapat
mendukung percepatan pembangunan yang
pada akhirnya bertujuan pada terwujudnya
regional Bondokenceng sebagai pusat
pelayanan dan permukiman, terintegrasi,
dan berdaya saing. Keterkaitan antar
potensi tersebut dapat dilihat pada gambar
3.2.
Sumber: Dokumentasi Kelompok 2B Studio
Perencanaan, 2015
Nature constantly offers us simple pleasures
to love. Opening ourselves up to the beauty
around us is a way to bring more happiness
and peace in our lives - Unknown.
56. 44
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 3.2
Skema Potensi Bondokenceng
3.2Masalah Wilayah
Berdasarkan hasil survei lapangan didapatkan 20 permasalahan eksisting yang ada di
Bondokenceng. Permasalahan yang ada tersebut didapatkan dari fakta-fakta kondisi eksisting
yang tidak sesuai dengan kondisi ideal, ditampilkan pada Tabel III.2.
Tabel III.2
Masalah dan Fakta
No Masalah Fakta Nilai
Prioritas
1
Resiko terhambatnya
aksesibilitas
13,4% jalan mengalami kerusakan
20
2
Adanya resiko bencana
banjir di Bondokenceng
44% wilayah Bondokenceng merupakan daerah rawan
banjir
19
57. 45
No Masalah Fakta Nilai
Prioritas
3
Pelayanan transportasi
umum yang belum
maksimal
Waktu tunggu yang mencapai 20 menit, biaya angkutan
umum yang dinilai mahal (Rp5.000), dan belum
terintegrasi dengan moda transportasi lain
19
4
Ditemukannya trayek
kurus sehingga belum
mendukung konsep smart
growth (transportasi yang
terintegrasi)
Terdapat 3 dari 21 trayek merupakan trayek kurus
(trayek 1, trayek 7, dan trayek 20)
19
5
Belum optimalnya LP2B
karena sistem irigasi
pertanian belum berfungsi
optimal
81% masyarakat masih mengolah sampah cara
dengan dibakar
Keberadaan sungai Bodri, Bendungan Kedung
Pengilon, dan Bendungan Juwero hanya bisa
menjangkau 85% seluruh sawah petani, seperti di
Bulugede, Margosari, Wonosari, Botomulyo.
Bendungan yang ada juga belum optimal dalam
menampung air, sehingga ketika hujan seringkali air
meluap bahkan meluber ke sawah petani hingga
setinggi lutut orang dewasa
18
6
Terganggunya fungsi LP2B
akibat bencana banjir
16,8% wilayah dari LP2B terkena banjir
18
7
Belum adanya fasilitas
pendukung transportasi
darat
Belum terdapat terminal untuk tempat pemberhentian
transportasi darat angkutan kota, maupun antar kota
18
8
Belum meratanya
kepemilikan jamban
pribadi
19% masyarakat belum memiliki jamban pribadi 17
9
Persebaran TPS yang
belum menjangkau
seluruh wilayah
67% daerah di Bondokenceng belum memiliki TPS 17
58. 46
No Masalah Fakta Nilai
Prioritas
10
Jumlah penawaran
(supply) fasilitas
pendidkan (SD, SMP, SMA)
dan fasilitas kesehatan
(puskesmas) belum
mampu memenuhi
permintaan dari jumlah
penduduk yang ada
Berdasarkan pendekatan supply-demand terdapat
ketimpangan antara jumlah penawaran dan
permintaan dari fasilitas pendidikan (kurang 68 SD
dan 32 SMP) dan fasilitas puskesmas (kurang 3
puskesmas)
Berdasarkan pendekatan spasial, jangkauan pelayanan
SMP, SMA dan puskesmas belum dapat melayani
seluruh wilayah di Bondokenceng
16
11
Minimnya sarana
perekonomian kebutuhan
tersier
Hanya terdapat satu buah department store kecil 16
12
Lambatnya respon
pemerintah terhadap
pengaduan masyarakat
45% masyarakat belum puas terhadap respon
pemerintah
14
13
Kurangnya lembaga
pelatihan keterampilan
dari pemerintah yang
mewadahi minat
masyarakat
Kurang meratanya pelatihan keterampilan masyarakat 14
14
Terdapatnya penduduk
yang kurang berdaya saing
26% penduduk usia kerja menganggur 14
15
Belum optimalnya kinerja
Pemerintah
58,6% masyarakat belum puas dengan kinerja
pemerintah
13
16
Masih terdapatnya
penduduk miskin
8,76% penduduk merupakan penduduk miskin 13
59. 47
No Masalah Fakta
Nilai
Prioritas
17
Produktivitas pertanian
(komoditas padi,
jagungdan tembakau)
rendah dan kurang
berdaya saing
Hanya terjadi maksimal 2 kali masa panen dalam
satu tahun
Rasio tanam (ton/ha) nunggu anak pereko yaaaa.
Harga tembakau Bondokenceng berkisar
Rp20.000,00-Rp30.000,00
10
18
Potensi alam pariwisata
yang belum diolah secara
optimal
Belum dikelolanya destinasi pariwisata Pantai Muara
Kencana,Pantai Kartika Jaya dan Bendungan Kedung
Pengilon (Dinas Pariwisata Kabupaten Kendal)
10
19
Belum berkembangnya
UMKM yang ada
Kurangnya perhatian pemerintah terhadap UMKM dan
belum adanya organisasi/paguyuban UMKM
7
20
Resiko penurunan
produktivitas tambak
akibat adanya bencana rob
100 % area tambak merupakan daerah rawan rob 5
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Dalam mengembangkan regional Bondo-
kenceng sebagai ibukota yang dapat
melayani orde-orde kota dibawahnya,
terdapat masalah utama berupa belum
optimalnya Bondokenceng dalam menjalan-
kan peran dan fungsinya sebagai pusat
pelayanan (ibukota) Kabupaten Kendal.
Masalah utama ini didapatkan dari
ditemukannya 20 permasalahan regional,
yang digeneralisasikan diantaranya
pelayanan infrastruktur penunjang belum
menjangkau seluruh wilayah dan kurang
berdaya saingnya Bondokenceng pada
beberapa ektor kehidupan yang dapat di
lihat pada Gambar 3.3.
Generalisasi permasalahan pelayanan
infrastruktur penunjang belum menjangkau
seluruh wilayah dapat dilihat dari
pertumbuhan penduduk tinggi yang tidak
diimbangi dengan adanya penawaran fasi-
litas pendidikan (SD, SMP, SMA) dan fasi-
litas kesehatan (puskesmas). Dimana jika
dilihat dari distribusi spasial, fasilitas SMP,
SMA, dan puskesmas belum menjangkau
seluruh wilayah Bondokenceng.
Kemudian generalisasi masalah selanjutnya
terdapat resiko terhambatnya aksesibilitas.
Hal ini diindikasikan dengan rendanya
produktivitas masyarakat, kurang
optimalnya kinerja pemerintah, rendahnya
kualita SDM, dan kurangnya usaha
pengembangan ekonomi lokal.
Selain itu kurangnya lembaga pelatihan
keterampilan dari pemerintah yang
mewadahi minat masyarakat, minimnya
sarana perekonomian kebutuhan tersier,
belum terdapat sistem persampahan yang
terpadu, dan belum meratanya kepemilikan
jamban pribadi merupakan masalah-
masalah pendukung dari belum optimalnya
kinerja pemeintah sebagai eksekutor.
Sumber: www.pinterest.com
60. 48
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 3.3
Skema Masalah Bondokenceng
61. 49
3.3Tantangan
Tabel III.3
Tantangan
No Tantangan Driving Factors
Tahun
Prediksi
Dasar Tahun
Prediksi
1 Besarnya migrasi penduduk
Pembangunan KIK
dan pembangunan
pintu keluar-
masuk Tol Trans
Jawa di Pegandon
2025
KIK yang mulai
beroperasi tahun
2020
2
Konversi lahan akibat tingginya
permintaan lahan permukiman
3
Meningkatnya permintaan sarana
penunjang aktivitas 2020
Pembangunan Tol
Trans Jawa pada
tahun 20184 Meningkatnya volume kendaraan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Adanya driving factors di Bondokenceng
berupa pembangunan KIK dan pemba-
ngunan pintu keluar masuk Tol Trans Jawa
di Pegandon akan menimbulkan beberapa
tantangan yang dapat dilihat pada Tabel
III.3.
Tantangan-tantangan tersebut berpotensi
sebagai ancaman dan hambatan Bondoken-
ceng sebagai ibukota dan pusat pelayanan,
yang dijabarkan sebagai berikut:
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 3.4
Skema Tantangan Bondokenceng
62. 50
Migrasi penduduk ke Bondokenceng
Hal ini terjadi karena banyaknya tenaga
kerja KIK yang membutuhkan tempat
tinggal kemudian bermigrasi ke wilayah
Bondokenceng, dimana diproyeksikan
pada tahun 2035 sebagian dari pekerja
di Kaliwungu akan bertempat tinggal di
Bondokenceng, dikarenakan wilayah
Bondokenceng berjarak sangat dekat
dengan KIK dan memiliki pelayanan
terpadu.
Konversi lahan akibat tingginya
permintaan lahan permukiman
Konversi lahan ini terjadi karena
tingginya permintaan lahan
permukimanberbanding lurus dengan
tingkat migrasi di Bondokenceng.
Karena kebutuhan akan tempat tinggal
meningkat, maka diprediksikan akan
terjadi konversi lahan dari non
terbangun ke terbangun yaitu rumah-
rumah dan fasilitas.
Meningkatnya permintaan sarana
penunjang aktivitas
Tantangan ini menyebakan diperlu-
kannya pembangunan-pembangunan,
dimana fasilitas yang ada saat ini belum
mampu mencukupi kebutuhan di masa
depan agar jumlah permintaan dan
penawaran seimbang sehingga tidak
terjadinya kompetisi untuk mendapat-
kan pelayanan saranan penunjang
aktivitas.
Meningkatnya volume kendaraan
Penduduk yang bermukim di
Bondokenceng tentu membutuhkan
fasilitas transportasi untuk melakukan
aktivitas dan menuju tempat kerja, baik
di dalam maupun luar Bondokenceng,
seperti KIK yang berbanding lurus
dengan tingkat migrasi dan konversi
lahan. Tantangan ini dapat diantisipasi
dengan membuat strategi dan program
pembangunan dan pengembangan
sarana dan prasarana jaringan jalan
dan transportasi publik yang
terintegrasi sehingga volume kenda-
raan di Bondokenceng dapat dikurangi.
“The mass of your visions
depends on the size of your
dreams and distance they can
cover within a given period of
your life.”
― Israelmore Ayivor
63.
64. 51
BAB IV
TUJUAN DAN KONSEP PERENCANAAN
4.1Tujuan
Sebagai Ibukota Kabupaten Kendal, Wilayah
Bondokenceng berpotensi untuk
dikembangkan sebagai pusat pelayanan dan
permukiman yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat Bondokenceng.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
adanya integrasi antara unsur-unsur
pembangunan. Hal tersebut dimaksudkan
agar tujuan perencanaan dapat tercapai.
Tujuan perencanaan pembangunan Bondo-
kenceng adalah sebagai berikut:
“Mewujudkan Bondokenceng sebagai pusat
pelayanan dan permukiman yang ter-
integrasi dan berdaya saing pada tahun
2035”
Pada tujuan perencanaan Wilayah Bondo-
kenceng tersebut, tedapat tiga kata kunci
sebagai target pencapaian perencanaan,
yaitu pusat pelayanan dan permukiman,
wilayah yang terintegrasi, dan Bondo-
kenceng yang berdaya saing.
Pembangunan di Bondokenceng yang
berorientasi pada pembangunan pusat
pelayanan dan permukiman, terintegrasi,
dan berdaya saing diwujudkan dalam
perencanaan jangka panjang dengan kurun
waktu 20 tahun. Ketiga hal tersebut
dibutuhkan sebagai persiapan menghadapi
tantangan isu pembangunan KIK (Kawasan
Industri Kendal), Pelabuhan Niaga, dan Tol
Trans Jawa di Kabupaten Kendal.
Pusat pelayanan dan permukiman dibangun
guna memenuhi masyarakat dalam
bermukim dan beraktivitas. Masyarakat yang
akan menggunakan pusat pelayanan dan
bertempat tinggal dalam permukiman ini
ialah masyarakat Bondokenceng sendiri yang
diprediksi akan terus meningkat serta
masyarakat sekitar Bondokenceng yang akan
bermigrasi ke dalam Wilayah Bodokenceng
seiring perkembangan kawasan sekitar
Bondokenceng seperti adanya rencana
pengembangan Kawasan Industri Kaliwungu
serta pembangunan pelabuhan Kabupaten
Kendal, dan pembanguan Jalan Tol Trans
Jawa yang akan mendorong adanya
kebutuhan masyarakat pusat-pusat
pelayanan, mengingat belum optimalnya
pelayanan wilayah Bondo-kenceng sebagai
orde 1 Kabupaten Kendal.
Selain itu, Wilayah Bondokenceng juga
diharapkan akan memiliki pusat-pusat
aktivitas yang terintegrasi yang satu dengan
pusat-pusat lainnya dan dapat dijangkau juga
oleh transportasi publik. Namun, bukan
hanya terintegrasi akan pusat aktivitas,
sistem regulasi yang terintegrasi di Wilayah
Bondokenceng juga diharapkan memiliki
kemampuan pemerintah maupun lembaga
dalam menyelaraskan, menyerasikan, meng-
harmoniskan kebijakan-kebijakan serta
program-program dengan fungsi
kawasan/container. Sehingga apa yang akan
diisi (content) akan sesuai dengan wadahnya
(container), saling mendukung, serta tidak
saling berbenturan. Hal demikian dapat
direalisasikan melalui kompetensi peme-
rintah untuk saling berkoodinasi dan
berkomunikasi agar terjadi keterpaduan
yang baik antar wilayah.
Diharapkan dengan integrasi ini,
Bondokenceng secara internal maupun
secara eksternal dapat menjadi pusat
pelayanan dan permukiman yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat dan
handal.
Sedangkan untuk tujuan menjadikan Wilayah
Bondokenceng yang berdaya saing maka
diperlukan usaha dalam meningkat-kan
65. 52
kemampuan Bondokenceng untuk turut
memiliki andil dalam persaingan kesem-
patan kerja yang lebih luas nantinya.
Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan-
kebijakan yang diambil, implementasi
masing-masing kebijakan, serta kemampuan
dalam hal administratif dengan meng-
gunakan teknologi.Kemudian masyarakat
yang berkompeten ialah masyarakat yang
memiliki pendidikan, kecerdasan, kete-
rampilan, dan kemampuan mengorganisasi
pekerjaan yang tinggi sehingga masyarakat
dapat mempergunakan potensi lokal untuk
berproduksi.
4.2Konsep Perencanaan Wilayah
Penentuan konsep pengembangan wilayah
Bondokenceng didasarkan dengan
pertimbangan adanya permasalahan
eksisting, potensi wilayah dan driving
factors. Adapun masalah-masalah di
Bondokenceng antara lain: pelayanan sarana
penunjang yang belum menjangkau seluruh
wilayah, rendahnya kualitas SDM, kinerja
ekonomi yang belum optimal, sistem jaringan
infrastruktur yang belum terintegrasi, serta
lahan terbangun yang tidak kompak.
Sedangkan driving factors pada
Bondokenceng ialah pembangunan KIK dan
jalan tol Trans Jawa. Potensi lokal
Bondokenceng adalah terdapatnya dua
pantai di kecamatan Cepiring dan Patebon
dan sebuah bendungan di Kecamatan
Ngampel yang berpotensi sebagai tempat
wisata serta UMKM yang tersebar di
Bondokenceng. Berdasarkan hal tersebut
dirumuskan tujuan perencanaan Bondo-
kenceng yaitu: “Terwujudnya Bondokenceng
sebagai Pusat Pelayanan dan Permukiman,
Terintegasi, dan Berdaya Saing pada Tahun
2035”. Tujuan ini selanjutnya diturunkan
dalam tujuan Fokus Area dari Bondo-
kenceng, yaitu Fokus Area Pegandon-
Ngampel dan Fokus Area Kota Kendal.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 2B Studio Perencanaan, 2015
Gambar 4.1
Skema Konsep Bondokenceng
66. 53
Dari masalah-masalah, driving factors, serta
potensi lokal yang ada, konsep yang diambil
dalam perwujudan tujuan tersebut ialah
pendekatan konsep smart growth. Beberapa
indikator dari konsep smart growth yang
dapat mendukung tujuan perencanaan ialah:
mixed use land, lahan terbangun yang
compact, walkable city (yang diterapkan di
Fokus Area), spesialisasi wilayah, preservasi
alam, pengembangan SDM, penyediaan
transportasi publik yang terintegrasi,
pembangunan yang efektif dan efisien, serta
menggandeng stakeholder.
Berikut adalah tujuan utama dan tujuan
khusus dari konsep Smart Growth:
Tujuan umum : Untuk mengantisipasi dan
mengatasi urban sprawl
a. Tujuan khusus :Menciptakan keunikan
suatu tempat (spesialisasi wilayah)
b. Memperbaikidan memperluas jari-
ngan transportasi
c. Pemerataan pembangunan
d. Preservasi lingkungan
Secara teoritis, ada 9 prinsip Smart Growth:
1. Mixed use land, yakni penggunaan
lahan yang bervariasi, dimana dalam
satu zonasi, terdapat beberapa
penggunaan lahan yang bervariasi. Hal
demikian dapat memudahkan manusia
dalam mendapatkan pelayanan
dengan jarak terjangkau, sehingga
dapat mengurangi jarak tempuh dalam
menuju fasilitas dan mengefektifkan
transportasi.
2. Lahan terbangun yang compact,
yaitu lahan yang masih dapat dibangun
digunakan sebagai fungsi budidaya
permukiman sehingga masyarakat
tidak menempuh jalan yang jauh untuk
mendapatkan pelayanan suatu fasilitas
dan agar perkotaan yang ada menjadi
tidak terpencar (sprawl). Hal ini
terutama diterapkan pada fokus area.
3. Walkable city, yaitu desain perkotaan
yang akan diterapkan mendukung
pejalan kaki dimana penggunaan
transportasi pribadinya minim. Namun
prinsip ini tidak dapat diterapkan
dalam lingkup regional karena lingkup
regional luas dan tidak mungkin
ditempuh dengan berjalan kaki.
4. Spesialisasi wilayah, dimana setiap
wilayah dalam hal ini kecamatan akan
memiliki spesialisasi potensi ekonomi,
sehingga dalam satu kawasan
Bondokenceng, setiap wilayah dapat
memberi kontribusi yang spesifik atau
terfokus.
5. Preservasi alam, yaitu prinsip yang
mempertahankan kelestarian alam.
Hal ini diterapkan dalam ruang lingkup
regional yang tetap mempertahankan
LP2B, tambak, dan hutan. LP2B dan
tambak terutama dimaksudkan untuk
ketersediaan pangan dan hutan untuk
menjaga keseimbangan ekologi.
6. Pengembangan SDM, yaitu lapisan
masyarakat baik pemerintah, petani,
maupun warga bukan petani dapat
mengelola bidang pekerjaannya
dengan baik, dapat mengoperasikan
alat komunikasi dan teknologi.
Dalam Bondokenceng, pengembangan
SDM pada pemerintah dilakukan agar
pemerintah dapat menerapkan
teknologi komputer untuk
penyimpanan basis data dan untuk
pelayanan kepada masyarakat agar
lebih efisien. Untuk petani, agar dapat
mengembangkan lahan pertanian dan
menggunakan teknologi agar
pekerjaan yang dilakukan lebih efektif.
7. Penyediaan transportasi publik
yang terintegrasi, yakni penyediaan
sarana-sarana transportasi yang
memadai dengan waktu tunggu,