1. MAKALAH
OTONOMI DAERAH
(Dosen Pengampu : Drs. M. Taufik, MH.)
Di Susun oleh :
Kelompok 1/1B
1. Ayunda Dewi (141540134020005)
2. Devilia Megasari (141540134080011)
3. Fika Wardiyanti (141540134280031)
4. Husnul Hotimah (141540134320035)
5. Munika Setiyana (141540134460049)
6. Retno Syafitri (141540134550058)
7. Wahyu Andani (141540134740077)
8. Yulista Hanndika Putri (141540134790082)
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2014/2015
i
2. KATA PENGANTAR
ii
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena
atas hikmah dan hidayahnya penyusun bisa menyelesaikan makalah ini dengan
lancar dan tanpa suatu halangan apapun. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan tentang Otonomi Daerah.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. M. Taufik, MH, dosen-dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan kelas 1B DIII
Kebidanan,serta teman- teman kelas 1B DIII Kebidanan ,sehingga makalah selesai
tepat pada waktunya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Purwokerto, 13 November 2014
Penyusun
3. DAFTAR ISI
Cover ....................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................. ii
Daftar Isi ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN................................................................... 4
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 16
A. Kesimpulan ...................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
iii
4. BAB I
PENDAHULUAN
1
A. LATAR BELAKANG
Otonomi daerah menjadi sesuatu yang disakralkan pasca Reformasi
1998, banyaknya perdebatan seputar otonomi daerah sebagai manifestasi dari
desentralisasi kekuasaan pemerintahan mendorong Pemerintah untuk secara
sungguh‐sungguh merealisasikan konsep otonomi daerah secara jujur, penuh
kerelaan dan konsekuen mengingat wacana dan konsep otonomi daerah
memiliki sejarah yang sangat panjang seiring berdirinya Republik ini.
Menurut aspek yuridis formal, sejak pertama kali muncul dalam UU No. 1
tahun 1945 sampai dengan UU No. 5 tahun 1974, semangat otonomi daerah
sudah kelihatan dan menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan di
daerah. Hanya saja semangat para penyelenggara pemerintahan masih jauh
dari idealisme konsep otonomi daerah itu sendiri.
Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang
terdiri dari provinsi-provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan daerah
otonom dan memiliki hak otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Hak otonomi
bukan berarti untuk memecah daerah-daerah yang ada di Indonesia melainkan
untuk lebih memajukan daerah dengan melibatkan peran aktif masyarakat
daerah, peran aktif masyarakat di daerah dapat dilakukan dengan cara
pemberian otonomi tersebut.
Sejak tahun 1945 sampai era Orde Baru, pemerintahan bersifat sentral
dan di era Reformasi ini diganti dengan asas desentralisasi atau otonomi yang
pertama kali diturunkan berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian dilanjutkan
dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada masyarakatnya
5. untuk mengelola dan memanajemen potensi yang dimiliki masing-masing
daerah yang diwadahi oleh pemerintah daerah. Bagian Penjelasan Umum
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa:
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas- luasnya
dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua
urusan Pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan
dalam undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan
daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.
Hal tersebut telah jelas bahwa pemberian otonomi kepada daerah pada
intinya adalah untuk memberikan keleluasaan daerah dalam
menyelenggarakan urusan Pemerintahan yang tumbuh, hidup, dan
berkembang di daerah demi terciptanya peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat, pegembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan serta keserasian hubungan antara pusat dan daerah sesuai dengan
prakarsa dan aspirasi masyarakat di daerah.
2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hakekat otonomi daerah?
2. Apa saja asas-asas penyelenggara pemerintah daerah?
3. Jelaskan landasan otonomi daerah?
4. Bagaimana implikasi kebijakan otonomi daerah di bidang politik,
ekonomi dan pendidikan?
5. Apa permasalahan dan upaya mengatasi masalah yang terjadi dalam
otonomi daerah pada masa reformasi?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian hakekat otonomi daerah?
2. Untuk mengetahui asas-asas penyelenggara pemerintah daerah?
3. Untuk mengetahui landasan otonomi daerah?
6. 4. Untuk mengetahui implikasi kebijakan otonomi daerah di bidang politik,
3
ekonomi dan pendidikan?
5. Untuk mengetahui permasalahan dan upaya mengatasi masalah yang
terjadi dalam otonomi daerah pada masa reformasi?
7. BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
4
A. HAKIKAT OTONOMI DAERAH
Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, autos yang berarti
sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan. Dengan demikian,
otonomi pada dasarnya memuat makna kebebasan dan kemandirian. Otonomi
daerah berarti kebebasan dan kemandirian daerah dalam menentukan langkah-langkah
sendiri (Widarta, 2001:2).
Sarundajang (1999:35) menyatakan bahwa otonomi daerah pada
hakekatnya adalah:
1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak
tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan Pemerintah
(pusat) yang diserahkan kepada daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur
dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu daerah;
2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga
sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya
itu diluar batas-batas wilayah daerahnya;
3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah
tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang
diserahkan kepadanya;
4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan hak mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah lain.
Dalam menyelenggarakan Pemerintahannnya dianut tiga asas yaitu:
1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
Pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.
8. 3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa dari Pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau
desa serta dari Pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu menurut Muslimin bahwa otonomi diartikan
sebagai Pemerintahan sendiri.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
sedangkan daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5
1
B. ASAS-ASAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Dalam pelaksanaan otonomi, dikenal tiga bentuk asas dalam
penyelenggaraan Pemerintahan daerah yakni :
1. Asas Desentralisasi
a. Menurut Rondinelli, desentralisasi merupakan sebagai transfer tanggng
jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari
Pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementerian
Pemerintah pusat, unit yang ada di bawah level Pemerintah, otoritas
atau korporasi publik semi otonom, otoritas regional atau fungsional
dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non Pemerintah dan
organisasi nirlaba (Rosyada, 2005:150).
b. Menurut M. Turner dan D. Hulme berpandangan bahwa yang
dimaksud dengan desentralisasi adalah transfer kewenangan untuk
menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari seseorang
1 Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
9. atau agen Pemerintah pustaa kepada beberapa individu atau agen lain
yang lebih dekat ke publik yang dilayani (Rosyada, 2005:151).
6
2. Asas Dekonsentrasi
Menurut Laica Marzuki, dekonsentrasi merupakan ambtelijke
decentralisastie atau delegatie van bevoegdheid, yakni pelimpahan
kewenangan dari alat perlengkapan Negara di pusat kepada instansi
bawahan, guna melaksanakan pekerjaan tertentu dalam penyelenggaraan
Pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya karena
instansi bawahan melaksanakan tugas atas nama Pemerintah pusat.
Sedangkan menurut Bagir Manan, dekonsentrasi hanya
bersangkutan dengan penyelenggaraan administrasi negara, karena itu
bersifat kepegawaian (ambtelijk). Kehadiran dekonsentarsi semata-mata
untuk ”melancarkan” penyelenggaraan Pemerintahan sentral di daerah.
3. Asas Tugas Pembantuan
Daerah otonom selain melaksanakan asas desentralisasi juga dapat
diserahi kewenangan untuk melaksanakan tugas pembantuan
(medebewind). Tugas pembantuan dalam Pemerintahan daerah adalah
tugas untuk ikut melaksanakan peraturan perundang-undangan bukan saja
yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat akan tetapi juga yang ditetapkan
oleh Pemerintah daerah tingkat atasnya.
Menurut Irawan Soejito (1981: 117), tugas pembantuan itu dapat
berupa tindakan mengatur (tugas legislatif) atau dapat pula berupa tugas
eksekutif (beschikken). Daerah yang mendapat tugas pembantuan
diwajibkan untuk mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.
Amrah Muslim menafsirkan tugas pembantuan (medebewind) adalah
kewenangan Pemerintah daerah menjalankan sendiri aturan-aturan dari
Pemerintah pusat atau Pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan termasuk
yang diperintahkan atau diminta (vorderen) dalam rangka tugas
10. pembantuan. Tugas pembantuan dalam hal-hal tertentu dapat dijadikan
semacam “terminal” menuju penyerahan penuh suatu urusan kepada
daerah atau tugas pembantuan merupakan tahap awal sebagai persiapan
menuju kepada penyerahan penuh.2
C. LANDASAN OTONOMI DAERAH
Dari sisi sejarah perkembangan penyelenggaraan Pemerintahan di
Daerah telah dihadirkan berbagai Peraturan Perundangan yang mengatur
penyelengaraan mengenai Pemerintahan Daerah antara lain:
1. UU No. 1 tahun 1945. Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih
menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah
kepanjangan tangan Pemerintahan Pusat.
2. UU No. 22 tahun 1948. Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih
menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di
kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga
masih menjadi alat Pemerintah pusat.
3. UU No. 1 tahun 1957. Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih
bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada
DPRD, tetapi juga masih alat Pemerintah pusat.
4. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959. Pada masa ini kebijakan otonomi
daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala
daerah diangkat oleh Pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong
praja.
5. UU No. 18 tahun 1965. Kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada
desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas- luasnya bagi
daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap
saja.
6. UU No. 5 tahun 1974. Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah
terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan Pemerintahan di
2 Davey, K.J. (1988). Pembiayaan Pemerintah Daerah. Jakarta: UI Press.
7
11. daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan.
7. UU No. 22 tahun 1999. Pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam
penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan dengan
mengedepankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Seiring dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
Tahun 1945, kebijakan tentang Pemerintahan Daerah mengalami perubahan
yang cukup mendasar. Perubahan dilatarbelakangi oleh kehendak untuk
menampung semangat otonomi daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan
masyarakat daerah. Otonomi daerah memberi keleluasaan kepada daerah
mengurus urusan rumah tangganya sendiri secara demokratis dan bertanggung
jawab dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada masa
reformasi diberlakukannya UU no. 22 dan 29 tahun 1999 tentang otonomi
daerah. Dengan berbagai macam perubahan dan kebutuhan, UU tersebut
akhirnya direvisi menjadi UU no. 32 dan 33 tahun 2004 Pemerintah daerah
diberikan wewenang untuk mengatur segala urusan rumah tangganya masing-masing.
Tuntutan bagi Pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki dengan menjalankan roda Pemerintahan yang efektif dan efisien
sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.
D. Implikasi Kebijakan Otonomi Daerah di bidang Politik, Ekonomi dan
8
Pendidikan
3 Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah
Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejalan dengan
diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan
penyelenggaraan Pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung
jawab. Adanya perimbangan tugas fungsi dan peran antara Pemerintah pusat
3 Prof.Drs. HAW. Widjaja, , 2005, penyelenggaraan otonomi daerah di indonesia, Palembang :
Rajawali Pers.
12. dan Pemerintah daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus
memiliki penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan
yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan
Pemerintahan daerah. Dengan demikian diharapkan masing-masing daerah
akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif di dalam pelaksanaan
Pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing. Adapun
implikasi otonomi daerah dalam beberapa bidang yaitu sebagai berikut :
1. Bidang Politik
Kebijaksanaan otonomi daerah yang baru membawa implikasi yang
luas diantaranya terhadap pembinaan birokrasi di daerah, sekalipun segala
sesuatu yang menyangkut masalah kepegawaian masih tetap menggunakan
peraturan perundangan yang sudah ada, yaitu Undang-Undang Pokok
Kepegawaian. Hal ini dinyatakan dengan tegas dalam pasal 75 UU no.22
tahun 1999 yang menyatakan “ Norma, standar dan prosedur mengenai
pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,
tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban, serta kedudukan hukum
pegawai negeri sipil daerah, ditetapkan dengan perundang-undangan.
Akan tetapi daerah mempunyai wewenang yang luas, khususnya
propinsi, kabupaten, dan kota untuk membuat perencanaan kepegawaian
yang sesuai dengan kebutuhan pada waktu tertentu. Demikian pula daerah
mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan, pendidikan dan
latihan bagi aparat penyelenggara pemerintah daerah. Hal itu dinyatakan
dengan tegas pula dalam pasal 76 UU no.22 tahun 1999, yaitu “daerah
mempunyai wewenang untuk melakukan pengangkatan, pemberhentian,
penetapan pensiun, gaji tunjangan, dan kesejahteraan pegawai serta
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan daerah berdasarkan
perundang-undangan.
9
2. Bidang Ekonomi
Sektor perekonomian sangat sensitif apabila dihubungkan dengan
proses otonomi daerah. Pembangunan ekonomi suatu daerah seharusnya
13. lebih baik apabila diselenggarakan dengan konsep desentralisasi.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana suatu masyarakat
menciptakan suatu lingkungan yang mempengaruhi hasil-hasil indikator
ekonomi seperti kenaikan kesempatan kerja. Lingkungan yang dimaksud
sebagai sumber daya perencanaan meliputi lingkungan fisik, peraturan dan
perilaku (Blakley, 1989)
Dalam proses pengembangan ekonomi lokal, Pemerintah daerah
bersama dengan organisasi berbasis masyarakat mendorong dan
merangsang kegiatan yang dapat meningkatkan aktivitas usaha serta
penciptaan lapangan pekerjaan. Dalam pelaksanaan otonomoi daerah,
pembangunan ekonomi lokal (PEL) memiliki pengaruh besar terhadap
suatu daerah. Hal ini tidak lain adalah untuk penguatan daya saing
ekonomi lokal untuk pengembangan ekonomi daerah. Kemandirian dalam
melakukan kegitan ekonomi dapat menambah pendapatan asli daerah
(PAD), selain itu tingkat pemberdayaan masyarakat kecil juga dapat
terlaksana.
Ciri utama suatu daerah yang mampu menjalankan otonomi daerah
dapat dilihat dari kemampuan daerah untuk membiayai pembangunan di
daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada Pemerintah pusat
dengan proporsi yang sangat kecil. Artinya kemandirian keuangan adalah
hal yang paling diutamakan dalam terwujudnya otonomi daerah. Dengan
adanya kemandirian tersebut, suatu daerah diharapkan mampu dalam
pengumpulan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang menjadi bagian
terbesar dalam mobilisasi dana penyelenggaraan Pemerintahan daerah dan
sudah sewajarnya PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi
daerah. Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari
sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil
pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain- lain pendapatan
asli daerah yang sah.4
4 Mubyarto, 2000, Pemulihan Ekonomi Rakyat Menuju Kemandirian Masyarakat Desa,
Yogyakarta : Aditya Media.
10
14. 11
3. Bidang Pendidikan
Pada otonomi daerah banyak Undang-undang yang mengatur
khusus mengenai pendidikan salah satu undang-undang yang
diimplementasikan dalam pendidikan yaitu UU Nomor 2 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, UU No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang
mengatur konsep, sistem dan pola pendidikan juga kewenangan di sektor
pendidikan yang digariskan bagi pusat maupun daerah.
Kebijakan otonomi daerah dalam pendidikan memberikan dampak
baik positif maupun negatif. Daerah yang dapat memanfaatkan kondisi
yang ada tentu saja akan memberikan dampak positif dari otonomi daerah
tersebut. Fenomena muncul raja-raja kecil didaerah diakibatkan ketika
kontrol Pemerintah pusat tidak lagi berperan dalam pengambilan keputusan
dan pengawasan hal ini menjadi dampak negatif jika Pemerintah belum
siap dalam desentralisasi. 5Kebijakan desentralisasi ini kemungkinan akan
menimbulkan jurang pemisah antara daerah yang maju dan tidak.
Pemerataan yang tidak berhasil terlihat jelas dari kualitas pendidikan yang
dihasilkan tiap daerah. Kemungkinan yang terjadi karena tidak meratanya
pendistribusian tenaga guru. Daerah yang kaya akan jauh lebih banyak
menyedot tenaga guru yang berkualitas. Akhirnya daerah-daerah tertentu di
Indonesia akan kelebihan guru dan daerah yang lainnya kekurangan tenaga
guru.6
5 Nugroho D., Riant, 2000, Otonomi Daerah Desentralisasi Tanpa Revolusi : Kajian dan Kritik
atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia.Jakarta : PT Elex Media Kompetindo
6 Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
15. E. Permasalahan Dan Upaya Mengatasi Masalah Yang Terjadi Dalam
Otonomi Daerah Pada Masa Reformasi
1. Permasalahan Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi
daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setelah
berlakunya peraturan tersebut, daerah diberi berbagai kewenangan untuk
mengatur urusan rumah tangganya, hal ini menimbulkan berbagai masalah
timbul akibat kewenangan tersebut. Permasalahan yang timbul antara lain:
a. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang
sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah.
Penyelenggaraan otonomi daerah yang baik haruslah didukung
oleh kondisi SDM aparatur pemerintah yang memiliki kualitas yang
cakap sehingga dapat menjalankan berbagai kewenangan pemerintah
daerah. Namun sayangnya hal ini cukup sulit untuk diwujudkan.
Pentingnya posisi manusia karena manusia merupakan unsur dinamis
dalam organisasi yang bertindak/berfungsi sebagai subjek penggerak
roda organisasi Pemerintahan. Oleh sebab itu kualitas mentalitas dan
kapasitas manusia yang kurang memadai dengan sendirinya melahirkan
impikasi yang kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan otonomi
daerah.
7 Para aparatur Pemerintah daerah pada umumnya memiliki
kualitas yang belum memadai, hal ini juga disebabkan oleh kurangnya
kemampuan daerah dalam merekrut pegawai baru yang berada di luar
struktur Pemerintahan sebelumnya. Menurut Widjaja (2003:37) Daerah
mempunyai kewenangan untuk mengangkat perangkat daerah, namun
belum cukup jelas kewenangannya untuk merekrut perangkat daerah
7 Syahrir. dkk. (2001). Pemulihan Ekonomi dan Otonomi Daerah(refleksi pemikiran partai golkar.
12
Jakarta: LASPI.
16. baru yang berada di luar struktur Pemerintahan sebelumnya, misalnya
merekrut dari kalangan LSM, Perguruan Tinggi, kalangan Swasta
Profesional dan lain- lain. Hal ini menyebabkan daerah sulit untuk
mendapatkan calon-calon pegawai yang cakap.
b. Bergesernya Korupsi Dari Pusat Ke Daerah
Korupsi yang awalnya terjadi pada Pemerintah pusat bergeser ke
daerah karena daerah diberikan wewenang sendiri dalam mengatur
keuangannya. Banyak pejabat daerah yang masih mempunyai kebiasaan
menghambur-hamburkan uang rakyat untuk ke luar Negeri dengan
alasan studi banding. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang
sangat penting bagi kepala daerah. Hal ini juga menyebabkan adanya
kedekatan pribadi antara kepala daerah dan pengusaha yang ingin
berinvestasi di daerah. Dengan begitu maka akan terjadi pemerasan dan
penyuapan.
c. Eksploitasi Pendapatan Daerah
Salah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang
lebih besar dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses
pengumpulan pendapatan sampai pada alokasi pemanfaatan pendapatan
daerah tersebut. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus
mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin
maupun pembangunan. Daerah harus membayar seluruh gaji seluruh
pegawai daerah, pegawai pusat yang statusnya dialihkan menjadi
pegawai daerah, dan anggota legislatif daerah. Di samping itu daerah
juga dituntut untuk tetap menyelenggarakan jasa-jasa publik dan
kegiatan pembangunan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Dengan alasan di atas, biasanya Pemerintah daerah kemudian berusaha
mencari pendapatan daerah sebanyak mungkin, seperti melalui
pemungutan pajak, retribusi, hingga eksploitasi daerah yang maksimal.
13
17. d. Kurangnya Pemahaman Terhadap Konsep Desentralisasi Dan Otonomi
14
Daerah
Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah
Negara Kesatuan yang terdesentralisasi. Pada kenyataan pemahaman
terhadap desentralisasi dan otonomi daerah masih kurang. Pemerintah
pusat dan Pemerintah daerah masih belum memaksimalkan perannya
dalam Pemerintahan. Mentalitas dari aparat Pemerintah baik pusat
maupun daerah masih belum mengalami perubahan yang mendasar. Hal
ini terjadi karena perubahan sistem tidak dibarengi penguatan kualitas
sumber daya manusia yang menunjang sistem Pemerintahan yang baru.
Pelayanan publik yang diharapkan, yaitu birokrasi yang sepenuhnya
mendedikasikan diri untuk untuk memenuhi kebutuhan rakyat sebagai
pengguna 8 jasa adalah pelayanan publik yang ideal. Untuk
merealisasikan bentuk pelayanan publik yang sesuai dengan asas
desentralisasi diperlukan perubahan paradigma secara radikal dari aparat
birokrasi sebagai unsur utama dalam pencapaian tata Pemerintahan
lokal.
e. Potensi Munculnya Konflik Antar Daerah
Dengan pelaksanaan otonomi daerah muncul gejala etno-sentrisme
atau fenomena primordial kedaerahan semakin kuat. Indikasi
etno-sentrisme ini terlihat dalam beberapa kebijakan di daerah yang
menyangkut pemekaran daerah, pemilihan kepala daerah, rekruitmen
birokrasi lokal dan pembuatan kebijakan lainnya. Selain itu, ancaman
disintegrasi juga dapat memicu sebuah konflik. Dengan adanya
pelimpahan pelimpahan wewenang kepada daerah menyebabkan daerah
menjadi terbagi-bagi dan muncul kesenjangan yakni ketimpangan
8Soejito, I. (1981). Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta: Bina Aksara.
8 Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda Sejak
Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
18. pembangunan antara daerah yang sumber dayanya kaya dengan daerah
yang hanya memiliki sumber daya alam yang sedikit.
dua-tiga provinsi, satu kabupaten pecah menjadi dua-tiga
kabupaten, dan seterusnya, semakin berkeping-keping NKRI semakin
mudah separatisme dan perpecahan terjadi.
2. Upaya Mengatasi Masalah Yang Terjadi Dalam Otonomi Daerah Pada
15
Masa Reformasi
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan dalam otonomi daerah adalah sebagai berikut :
a. Pemerintah pusat harus melaksanakan otonomi daerah dengan penuh
keikhlasan agar daerah dapat memperoleh hak untuk mengolah sumber
daya di daerah secara optimal.
b. Bahwa tujuan dan semangat yang melandasi otonomi daerah adalah
hasrat untuk menggali sendiri pendapatan daerahnya serta kewenangan
untuk meningkatkan PAD masing-masing daerah menuju peningkatan
kesejahteraan masing-masing daerah menuju peningkatan masyarakat
daerah.
c. Untuk menopang pelaksanaan otonomi daerah perlu dikembangkan
ekonomi kerakyatan secara sistematis, mensinergikan kegiatan
lembaga/institusiriset pada PTN/PTS di daerah dengan industri kecil
menengah dan tradisional.
d. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperbaiki dasar-dasar
ekonomi yang sudah rapuh, dengan mengembangkan usaha
kecil/menengah dan koperasi menjadi lebih produktif serta berupaya
terus untuk memberantas kemiskinan structural.
e. Memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dengan baik agar
supaya sumber kekayaan yang tersebut dapat dimanfaatkan secara
optimal dan secara lestari.
19. BAB III
PENUTUP
16
A. KESIMPULAN
Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah
dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara
optimal. Pemberian otonomi daerah adalah mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga pada
hakikatnya tujuan otonomi daerah adalah untuk memberdayakan daerah dan
mensejahterakan rakyat.
Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah
Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejalan dengan
diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan
penyelenggaraan Pemerintah daerah yang lebih luas. Hal ini dapat terlihat dari
beberapa aspek, diantaranya adalah aspek politik, ekonomi dan pendidikan..
Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap perbedaan kemampuan dan
keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya. Dalam bidang ekonomi
diharapkan munculnya kemandirian dalam mengelola keuangan daerah.
Sejalan dengan itu, Pemerintah Daerah harus dapat mendayagunakan
potensi sumber daya daerah secara optimal. Dengan semakin berkurangnya
tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap Pemerintah Pusat, Daerah
dituntut mampu meningkatkan profesionalisme aparatur Pemerintah Daerah,
melaksanakan reformasi akuntansi keuangan daerah dan manajemen keuangan
daerah, melaksanakan perencanaan strategik secara benar, sehingga akan
memacu terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan
bertanggung jawab.
20. Adapun dampak negatif dari otonomi daerah adalah munculnya
kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai
pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat,
serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dengan
daerah yang masih berkembang. Bisa dilihat bahwa masih banyak
permasalahan yang mengiringi berjalannya otonomi daerah di Indonesia.
Permasalahan-permasalahan itu tentu harus dicari penyelesaiannya agar tujuan
awal dari otonomi daerah dapat tercapai dengan baik.
17