SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri".
Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah". Dengan demikian
pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau
daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri.
Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang
mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari
ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan
ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan pelaksana,
kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan
pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan,
pemerataan, dan keanekaragaman.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini ada 4 masalah utama yang perlu dibahas yaitu:
1. Apa landasan hukum sistem otonomi Daerah?
2. Bagaimana karakter hubungan Pemerintah NKRI dengan Daerah?
3. Bagaimana realisasi otonomi daerah dalam pemerintahan NKRI?
4. Apa hasil penerapan kebijakan otonomi daerah di wilayah NKRI?
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan mengenai sistem otonomi daerah di dalam Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara RI, adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui landasan hukum sistem otonomi Daerah.
2. Mengetahui karakter hubungan Pemerintah NKRI dengan Daerah.
3. Mengetahui realisasi otonomi daerah dalam pemerintahan NKRI.
4. Mengetahui penerapan kebijakan otonomi daerah di wilayah NKRI.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum Otonomi Daerah
Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk
dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan
daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam
Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara
umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”
Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan
ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”
Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk
menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah
sebagai berikut.
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.”
UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut.
“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.”
Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.
Sementara itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah atau
desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem otonomi daerah, dibentuk pula perangkat peraturan
perundang-undangan yang 5 Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, No. 32
Tahun 2004, LN No. 125 tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 1. mengatur mengenai perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 25 Tahun 1999) yang
kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004).
Selain itu, amanat UUD 1945 yang menyebutkan bahwa, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-
masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”
direalisasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PP Nomor 6 Tahun
2005).
2.2 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Menurut amanat UU Nomor 32 Tahun 2004, publik seharusnya dilibatkan dalam pembuatan
kebijakan. Namun, di beberapa daerah yang sudah mengadopsi sistem otonomi daerah, kenyataan
yang terjadi masih jauh dari harapan. Pengambilan keputusan belum melibatkan publik dan masih
berada di lingkaran elite lokal provinsi dan kabupaten/kota. Keterlibatan publik dalam pembuatan
kebijakan itu tercermin dari pembuatan peraturan daerah (perda).
Otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa perubahan politik di tingkat
lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai simbol dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah
otonomi daerah, peran legislatif menjadi lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.
Sebagai contoh dari gambaran tersebut, sejak pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Deli Serdang, Sumatera Utara, telah membuat 43 perda. Dari 43 perda itu, sebagian
berkaitan dengan peningkatan pendapatan daerah, yaitu perda tentang retribusi dan pajak. Pembuatan
perda semuanya berasal dari eksekutif, kemudian dibawa untuk dibahas di DPRD. Setelah dilakukan
pengesahan, perda-perda itu baru disosialisasikan ke publik. Meskipun Pemkab Deli Serdang cukup
produktif dalam mengeluarkan peraturan, tidak demikian dengan pelayanan publik yang mereka
berikan.
Walaupun pelaksanaan otonomi daerah lebih memikirkan peningkatan pendapatan daerah, seperti
yang ditunjukkan dari ringkasan penelitian tentang desentralisasi di 13 kabupaten/kota di Indonesia,
implementasi otonomi daerah selain telah mendekatkan pemerintah setempat dengan masyarakat, juga
mendorong bangkitnya partisipasi warga.
Otonomi daerah, di lain pihak, memperkenalkan kecenderungan baru, yaitu banyaknya lembaga sosial
masyarakat baru yang bertujuan untuk mengatasi konflik, perbedaan etnis, dan masalah sosial-
ekonomi dengan bantuan minimal dari pemerintah lokal. Pemerintah lokal juga mencoba
mengadopsikan peran aktif mengasimilasi kepentingan golongan minoritas. Untuk mengatasi masalah
asimilasi, pada awal 1970-an, Presiden Soeharto membentuk Badan Kesatuan Bangsa dan Pembaruan
Masyarakat (BKBPM), dan setelah reformasi, mengubah namanya menjadi Badan Kesatuan Bangsa
(BKB). Badan ini memberikan dana kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bertujuan
untuk menjalankan program asimilasi dan membangkitkan sensitif suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) dan saling pengertian antarkelompok minoritas. Program BKB juga
menggunakan LSM dan aparat pemerintah dalam membangun program asimilasi kebudayaan dan
kelompok etnis plural.
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari
pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang
diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana
tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
Dalam kehidupan modern yang kita jalani dewasa ini, eksistensi pemerintahan tidak dapat dipungkiri
lagi. Kehadiran pemerintah menjangkau hampir semua segi kehidupan, mulai dari kelahiran anak
(akte kelahiran), nikah (harus pakai akte nikah), bahkan sampai seseorang meninggal dunia (harus
mengurus akte kematian).
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam mana
masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Pemerintahan modern, dengan kata lain, pada
hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani
dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai kemajuan
bersama. Oleh karena itu, secara umum, tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang
pelayanan, yaitu :
1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak
terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintah yang sah melalui cara-cara
kekerasan;
2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya perselisihan di antara warga masyarakat,
menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai;
3. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan
status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka. Jaminan keadilan ini terutama harus
tercermin melalui keputusan-keputusan pengadilan, dimana kebenaran diupayakan pembuktiannya
secara maksimal, dan dimana konstitusi dan hukum yang berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan
secara adil dan tidak memihak, serta dimana perselisihan bisa didamaikan;
4. Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin
dikerjakan oleh lembaga non-pemerintah. Ini antara lain mencakup pembangunan jalan, penyediaan
fasilitas pendidikan yang terjangkau oleh mereka yang berpendapatan rendah, pelayanan pos dan
pencegahan penyakit menular;
5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial : membantu orang miskin dan
memelihara orang-orang cacat, jompo dan anak-anak terlantar, menampung serta menyalurkan para
gelandangan ke sektor kegiatan yang produktif, dan semacamnya;
6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mengendalikan laju
inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik dan antar
bangsa, serta kebijakan lain secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan
masyarakat;
7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti air,
tanah, dan hutan. Pemerintah juga berkewajiban mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan
untuk pemanfaatan sumber daya alam yang mengutamakan keseimbangan antara eksploitasi dan
reservasi.
Sementara itu, untuk melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut, pemerintah mempunyai beberapa
fungsi. Pada umumnya pemerintah menjalankan dua fungsi pokok, fungsi pemerintahan umum. Yaitu
mengatur kehidupan politik, sosial, ketertiban, pertahanan keamanan, termasuk kependudukan. Fungsi
ini merupakan monopoli pemerintah, dalam arti pihak lain tidak mempunyai kewenangan untuk
melaksanakannya. Fungsi penyediaan pelayanan masyarakat dalam arti luas, antara lain, kesehatan,
pendidikan, pos, telekomunikasi, dan sebagainya. Fungsi ini bukan monopoli pemerintah, terbuka
untuk fihak swasta yang melakukannya. Selain dua fungsi tersebut, dalam negara berkembang
pemerintah juga dibebani fungsi ke tiga yaitu fungsi pembangunan.
Tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang tertera di atas menggambarkan adanya jangkauan yang
luas dan kompleks, dengan tanggung jawab yang sangat berat, terpikul di atas pundak setiap
pemerintahan. Untuk melakukan tugas pokok dan fungsi tersebut, adalah hal yang sangat sulit jika
dilaksanakan secara terpusat (concentrated) oleh Pemerintah Pusat. Untuk itu, tugas pokok dan fungsi
tersebut harus diserahkan atau didelegasikan sebagian dalam bentuk kewenangan melalui asas
desentralisasi kepada daerah (otonom) untuk diselenggarakan.
Pilihan terhadap orientasi pemerintahan yang desentralistis didasarkan pada beberapa alasan yang
ditinjau dari beberapa dimensi, yaitu :
1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan pada salah satu pihak saja, yang pada akhirnya dapat menimbulkan
tirani;
2. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian,
untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak
demokrasi;
3. Dari sudut organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi)
adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama
diurus oleh pemerintah setempat pengurusannya diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat
di tangan pusat tetap diurus oleh Pemerintah Pusat;
4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan
kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak
kebudayaan atau latar belakang sejarahnya;
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah
dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.
Desentralisasi dalam tinjauan etimologis (Latin ; “de” lepas, “centrum” pusat) dapat diartikan
melepaskan dari pusat. Pengertian ini dapat dikonotasikan sebagai pencerminan adanya pelepasan
dalam konteks penyerahan kekuasaan atau kewenangan dari pusat ke daerah. Scligman
mengemukakan bahwa desentralisasi merupakan suatu proses penyerahan wewenang (authority) dari
pemerintah yang lebih tinggi yang mempunyai kekuasaan (power) kepada pemerintah yang lebih
rendah derajatnya, yang menyangkut bidang legislatif atau administratif. Senada dengan hal tersebut,
selanjutnya Ruiter meneruskan bahwa kewenangan tersebut untuk secara mandiri dan berdasarkan
kepentingan, sendiri mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang
yang terjadi dari hal tersebut.
Format desentralisasi terdapat dalam dua bentuk, yakni : desentralisasi administratif atau
dekonsentrasi, yang berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat lokal, dan desentralisasi
politik atau devolusi, yang berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu
terhadap sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal.
Desentralisasi adalah merupakan penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Daerah
Otonom, untuk secara mandiri dapat mengembangkan kreatifitas dan prakarsa dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Hak dan wewenang untuk mengurus rumah tangga sendiri (local self government) ini
dikenal dengan otonomi daerah.
Wewenang dalam konsep organisasi dan manajemen diartikan sebagai hak suatu unit kerja atau
seseorang pejabat untuk melakukan sesuatu tugas dengan penuh tanggung jawab. Terry (2000 : 101)
berpendapat bahwa pada organisasi-organisasi resmi yang berjalan, wewenang harus didelegasikan
atau dibagi dari seorang manajer atau kelompok kerja organisasi pada pihak-pihak lain untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban khusus. Pendelegasian wewenang adalah untuk memutuskan
perkara yang cenderung menjadi kewajibannya. Walaupun demikian, manajer yang mendelegasikan
wewenang tidak menyerahkan secara permanen baik wewenang maupun tanggung jawabnya. Hal-hal
yang dilakukan itu merupakan penyerahan hak untuk mengelola tugas-tugas di dalam batas-batas
yang telah ditentukan, namun wewenang akhir tetap berada pada manajer yang memegang wewenang
untuk mengelola seluruh kegiatan dan memikul tanggung jawab terakhir.
Lebih lanjut Terry (2000 : 101) mengemukakan bahwa pendelegasian wewenang merupakan suatu
faktor yang vital di dalam organisasi dan manajemen, karena :
1. Menetapkan hubungan oraganisatoris format di antara anggota-anggota;
2. Memberikan kekuasaan manajerial;
3. Mengembangkan bawahan dengan cara memberi izin kepada mereka untuk mengambil keputusan.
Dalam melaksanakan pendelegasian wewenang, Nitisemito (1996 : 136-137) berpendapat bahwa hal-
hal yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Kemampuan mengkategorikan antara tugas yang penting dan yang kurang penting;
2. Wewenang dan tanggung jawab harus dikemukakan dengan jelas;
3. Dalam pendelegasian wewenang diperlukan tanggapan, rasa tanggung jawab, inisiatif dan
kreatifitas yang diberi wewenang, untuk itu dibutuhkan kepercayaan dari pemberi wewenang;
4. Dalam pendelegasian wewenang tidak setengah dan dalam batas kemampuan.
Melengkapi pendapat di atas, menurut Purbopranoto dalam Nihin (1999 : 47), untuk mewujudkan
pemerintahan yang dikehendaki “good governance” adalah melalui asas-asas umum pemerintahan
yang baik, antara lain sebagai berikut : asas jangan mencampuradukkan kewenangan, bahwa
keputusan badan-badan pemerintah yang dikeluarkan harus sesuai dengan tujuan dan kewenangan
yang diberikan kepada badan-badan pemerintah itu, atau dengan perkataan lain, bahwa tidak boleh
menggunakan kewenangan untuk lain tujuan selain daripada tujuan yang telah ditetapkan oleh
kewenangan tersebut.
Apabila rambu-rambu tersebut diikuti dengan baik, maka akan memberi manfaat yang signifikan.
Terry (2000 : 105) mengemukakan bahwa manfaat yang diperoleh dari desentralisasi wewenang, yaitu
antara lain : mendorong efektifitas hubungan, terdapat kesempatan yang lebih besar berkembang.
Penyerahan atau pembagian kewenangan daerah dari Pemerintah Pusat kepada daerah, membawa
konsekuensi pada terbaginya urusan dan tugas pemerintahan. Beberapa sistem dalam pembagian
kewenangan, yaitu antara lain :
1. Sistem Residu; Dalam sistem ini, secara umum telah ditentukan lebih dahulu tugas-tugas yang
menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga Daerah.
2. Sistem Material; Dalam sistem ini tugas Pemerintah Daerah ditetapkan satu per satu secara
limitative atau terinci. Selain dari tugas yang telah ditentukan, merupakan urusan Pemerintah Pusat.
3. Sistem Formal; Dalam sistem ini urusan yang termasuk dalam urusan rumah tangga Daerah tidak
secara apriori ditetapkan atau dengan Undang-Undang. Daerah boleh mengatur dan mengurus segala
sesuatu yang dianggap penting bagi daerahnya, asal tidak mencakup urusan yang telah diatur oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatnya.
4. Sistem Riil; Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan kepada daerah
didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan riil dari Daerah
maupun Pemerintah Pusat serta pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi.
Faktor yang menjadi dasar pembagian wewenang antara pusat dan daerah adalah : Fungsi yang
sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara sebagai kesatuan politik,
wewenangnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat; fungsi yang menyangkut pelayanan masyarakat
yang perlu disediakan secara seragam atau standard untuk seluruh daerah, kewenangan ini lebih
sesuai dikelola oleh Pemerintah Pusat mengingat lebih ekonomis bila diusahakan dalam skala besar
(economic of scale); fungsi pelayanan yang bersifat lokal. Fungsi ini melibatkan masyarakat luas
tetapi tidak memerlukan tingkat pelayanan yang seragam, untuk melaksanakan fungsi tersebut
wewenangnya dapat diserahkan pada Pemerintah Daerah.
2.3 Pelaksanaan Otonomi Daerah
Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang berdasarkan kepada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomi
daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung
jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan
pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
kewenangan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan
otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di
bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup, dan berkembang di daerah,
sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan
pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam
wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi,
berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semkain baik, pengembangan
kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat
dan daerah serta antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah :
1. Penyelengaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertangung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah.
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan
karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah administratif.
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
.
2.4 Otonomi Daerah dan Masa Depannya
Perhatian dalam prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan otonomi Daerah dapat diperkirakan
prospek ke depan dari Otonomi Daerah tersebut. Untuk mengetahui prospek tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang kita gunakan disini adalah
aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi
dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada hakekatnya adalah
upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan dapat mememnuhi
aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat
dan Daerah.
Dari aspek ideologi, sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah hidup
dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain pengakuan Ketuhanan,
semangat persatuan dan kesatuan nasional, pengakuan hak azasi manusia, demokrasi, dan keadilan
dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat diterima dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur
Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa
Indonesia.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Untuk melaksanakan amanat memang tidak mudah, apalagi amanat yang di dalam Undang-undang
dasar 1945. Amandemen kedua tahun 2000 mengatur pelaksanaan sistem pemerintahan khususnya
pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan
daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri
tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.
Bangsa Indonesia menaruh harapan yang besar terhadap keberhasilan format kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah dalam memperkuat integrasi nasional dan semangat kebangsaan. Kekecewaan
masyarakat lokal di tahun 1950an dan 1960an ternyata hanya bisa diselesaikan secara semu oleh
pemerintah Orde Baru. Pemberontakan daerah diselesaikan dan represi politik dan militer, dan
tuntutan alokasi sumberdaya ekonomi diselesaikan dengan pola pembangunan yang sentralistis dan
otoriter. Gejolak politik daerah memang tidak ada, namun sebenarnya hanya sekedar tidak bisa
mencuat ke permukaan belaka.
Indonesia pasca 1999 mencoba untuk merumuskan kebijakan baru. Kekecewaan masyarakat daerah
yang muncul dalam bentuk semangat ingin merdeka dari Aceh, Papua, Kalimantan Timur dan Riau di
akhir dekade 1990an tidak direspon semata-mata dengan kekuatan represif. Justru yang dilakukan
oleh pemerintah pusat adalah melalui kebijakan desentralisasi, baik itu desentralisasi politik,
desentralisasi fungsi maupun desentralisasi fiskal. Kebijakan inilah yang membuat mobilitas vertikal
masyarakat daerah menjadi terbuka, ekspresi politik semakin mungkin dilakukan, dan otonomi
pengelolaan sumberdaya semakin terbuka.
b. Saran
Dalam penulisan makalah ini, diperlukan pengkajian yang lebih mendalam mengenai pengukuran
dampak terkait penerapan otonomi daerah terhadap kehidupan rakyat NKRI, dengan menggunakan
instrumen penelitian yang lebih fokus pada usaha mendapatkan deskripsi keadaan yang terjadi,
sehingga dapat menjadi masukan bagi penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan yang merupakan amanah dari rakyat
NKRI dengan keanekaragaman karakteristik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Attamimi, A, Hamid, 1990. Peranan keputusan Presiden RI dalam penyelanggarakan
Pemerintahan Negara. Desertasi Jakarta : UII.
2. Bambang PS Brodjonegoro. 2008. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi.
Jakarta:FEUI.
3. Devas, Nick. 1989. Financing Local Government in Indonesia, Ohio University Press, Ohio.
4. Kaho, Josef Riwu, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Identifikasi
Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya, Jakarta, Rajawali Press.
5. Mubarak M. Zaki, dkk. (eds). 2006. Blue Print Otonomi Daerah Indonesia. Jakarta: Yayasan
Harkat Bangsa bekerja sama dengan Partnership for Governance Reform in Indonesia (PGRI)
dan European Union (EU).
MAKALAH
PEMBAGIAN WEWENANG
DISUSUN OLEH :
NAMA : LA ODE JULHIJANI
STAMBUK : 21209325
FAKULTAS : HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................1
1.3 Tujuan dan Manfaat..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 2
A. Peradilan dan Keadilan di Bidang perpajakan................................................. 2
B. Sejarah Peradilan pajak Indonesia..................................................................... 5
BAB III PENUTUP................................................................................................. 9
A. KESIMPULAN................................................................................................... 9
B. SARAN.............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................10
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas rahmat dan hidayah yang telah Allah berikan
kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah
diberikan untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi tentang “PEMBAGIAN
WEWENANG”
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat membantu. mahasiswa dalam proses
pembelajaran.
Saya menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu
keritik dan saran dari saudara atau saudari sangat saya harapkan untuk kesempurnaan
makalah pada kemudian hari.
Raha, Juni 2014
Penulis

More Related Content

What's hot

Hubungan Fungsional Pemerintahan Pusat dan Daerah
Hubungan Fungsional Pemerintahan Pusat dan DaerahHubungan Fungsional Pemerintahan Pusat dan Daerah
Hubungan Fungsional Pemerintahan Pusat dan Daerahani anjaswati
 
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerahPkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerahScout Dan
 
Pkn, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah
Pkn, Hubungan Pemerintahan Pusat dan DaerahPkn, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah
Pkn, Hubungan Pemerintahan Pusat dan DaerahLisa Tri Setiawati
 
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )Muna Muna
 
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi DareahMasalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi DareahMiftah Ridho
 
Sistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahSistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahDadang Solihin
 
Hubugan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah menurut UUD 1945
Hubugan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah menurut UUD 1945Hubugan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah menurut UUD 1945
Hubugan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah menurut UUD 1945Titania Intan Permatasari
 
Sistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahSistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahDadang Solihin
 
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerahHubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerahnatal kristiono
 
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangMakalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangAulia Hamunta
 
Sistem Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Sistem Pemerintahan dan Pembangunan DaerahSistem Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Sistem Pemerintahan dan Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Negara kesatuan dengan kemandirian daerah
Negara kesatuan dengan kemandirian daerahNegara kesatuan dengan kemandirian daerah
Negara kesatuan dengan kemandirian daerahUngGhi Giviallo
 
Hukum Pemerintahan Daerah
Hukum Pemerintahan DaerahHukum Pemerintahan Daerah
Hukum Pemerintahan DaerahMuhamad Yogi
 
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Jerry Makawimbang
 
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )Dheea Resta
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Oswar Mungkasa
 

What's hot (20)

Hubungan Fungsional Pemerintahan Pusat dan Daerah
Hubungan Fungsional Pemerintahan Pusat dan DaerahHubungan Fungsional Pemerintahan Pusat dan Daerah
Hubungan Fungsional Pemerintahan Pusat dan Daerah
 
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerahPkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
Pkn bab 4 a b harmonisasi pemerintah usat dan daerah
 
Pkn, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah
Pkn, Hubungan Pemerintahan Pusat dan DaerahPkn, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah
Pkn, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah
 
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
 
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi DareahMasalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
 
Sistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahSistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan Daerah
 
Hubugan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah menurut UUD 1945
Hubugan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah menurut UUD 1945Hubugan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah menurut UUD 1945
Hubugan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah menurut UUD 1945
 
Makalah wewenang pemerintah daerah
Makalah wewenang pemerintah daerahMakalah wewenang pemerintah daerah
Makalah wewenang pemerintah daerah
 
Sistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan DaerahSistem Pemerintahan Daerah
Sistem Pemerintahan Daerah
 
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerahHubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
 
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangMakalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
 
Sistem Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Sistem Pemerintahan dan Pembangunan DaerahSistem Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
Sistem Pemerintahan dan Pembangunan Daerah
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Negara kesatuan dengan kemandirian daerah
Negara kesatuan dengan kemandirian daerahNegara kesatuan dengan kemandirian daerah
Negara kesatuan dengan kemandirian daerah
 
Hukum Pemerintahan Daerah
Hukum Pemerintahan DaerahHukum Pemerintahan Daerah
Hukum Pemerintahan Daerah
 
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
 
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
 
MS. Power Point PKN (Otonomi Daerah)
MS. Power Point PKN (Otonomi Daerah)MS. Power Point PKN (Otonomi Daerah)
MS. Power Point PKN (Otonomi Daerah)
 
otonomi daerah
otonomi daerahotonomi daerah
otonomi daerah
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
 

Similar to Makalah sistem pemerintahan daerah (20)

Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Perekonomian Indonesia
Perekonomian IndonesiaPerekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia
 
Pelaksanaan otonomi daerah
Pelaksanaan otonomi daerahPelaksanaan otonomi daerah
Pelaksanaan otonomi daerah
 
Makalah Hakikat Otonomi Daerah Bagus
Makalah Hakikat Otonomi Daerah BagusMakalah Hakikat Otonomi Daerah Bagus
Makalah Hakikat Otonomi Daerah Bagus
 
Otonomi Daerah
Otonomi DaerahOtonomi Daerah
Otonomi Daerah
 
Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaOtonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di Indonesia
 
Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2
 
Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Makalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahMakalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerah
 
Pkn
PknPkn
Pkn
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
2784873.ppt
2784873.ppt2784873.ppt
2784873.ppt
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
Paparan menteri dn
Paparan menteri dnPaparan menteri dn
Paparan menteri dn
 
Naskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoliNaskah akademik perda bumd gunungsitoli
Naskah akademik perda bumd gunungsitoli
 
Otonomi daerah uraian
Otonomi daerah   uraianOtonomi daerah   uraian
Otonomi daerah uraian
 
Makalah otonomo daerah
Makalah otonomo daerahMakalah otonomo daerah
Makalah otonomo daerah
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Makalah sistem pemerintahan daerah

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri". Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri. Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya. Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman. 1.2. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini ada 4 masalah utama yang perlu dibahas yaitu: 1. Apa landasan hukum sistem otonomi Daerah? 2. Bagaimana karakter hubungan Pemerintah NKRI dengan Daerah? 3. Bagaimana realisasi otonomi daerah dalam pemerintahan NKRI? 4. Apa hasil penerapan kebijakan otonomi daerah di wilayah NKRI? 1.3. Tujuan Tujuan penulisan mengenai sistem otonomi daerah di dalam Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI, adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui landasan hukum sistem otonomi Daerah. 2. Mengetahui karakter hubungan Pemerintah NKRI dengan Daerah. 3. Mengetahui realisasi otonomi daerah dalam pemerintahan NKRI. 4. Mengetahui penerapan kebijakan otonomi daerah di wilayah NKRI.
  • 2. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Dasar Hukum Otonomi Daerah Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang. Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.” Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut. “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut. “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
  • 3. pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sementara itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem otonomi daerah, dibentuk pula perangkat peraturan perundang-undangan yang 5 Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, No. 32 Tahun 2004, LN No. 125 tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 1. mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 25 Tahun 1999) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004). Selain itu, amanat UUD 1945 yang menyebutkan bahwa, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing- masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis” direalisasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PP Nomor 6 Tahun 2005). 2.2 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia Menurut amanat UU Nomor 32 Tahun 2004, publik seharusnya dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Namun, di beberapa daerah yang sudah mengadopsi sistem otonomi daerah, kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan. Pengambilan keputusan belum melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal provinsi dan kabupaten/kota. Keterlibatan publik dalam pembuatan kebijakan itu tercermin dari pembuatan peraturan daerah (perda). Otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai simbol dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif menjadi lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah. Sebagai contoh dari gambaran tersebut, sejak pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang, Sumatera Utara, telah membuat 43 perda. Dari 43 perda itu, sebagian berkaitan dengan peningkatan pendapatan daerah, yaitu perda tentang retribusi dan pajak. Pembuatan perda semuanya berasal dari eksekutif, kemudian dibawa untuk dibahas di DPRD. Setelah dilakukan pengesahan, perda-perda itu baru disosialisasikan ke publik. Meskipun Pemkab Deli Serdang cukup produktif dalam mengeluarkan peraturan, tidak demikian dengan pelayanan publik yang mereka berikan. Walaupun pelaksanaan otonomi daerah lebih memikirkan peningkatan pendapatan daerah, seperti yang ditunjukkan dari ringkasan penelitian tentang desentralisasi di 13 kabupaten/kota di Indonesia,
  • 4. implementasi otonomi daerah selain telah mendekatkan pemerintah setempat dengan masyarakat, juga mendorong bangkitnya partisipasi warga. Otonomi daerah, di lain pihak, memperkenalkan kecenderungan baru, yaitu banyaknya lembaga sosial masyarakat baru yang bertujuan untuk mengatasi konflik, perbedaan etnis, dan masalah sosial- ekonomi dengan bantuan minimal dari pemerintah lokal. Pemerintah lokal juga mencoba mengadopsikan peran aktif mengasimilasi kepentingan golongan minoritas. Untuk mengatasi masalah asimilasi, pada awal 1970-an, Presiden Soeharto membentuk Badan Kesatuan Bangsa dan Pembaruan Masyarakat (BKBPM), dan setelah reformasi, mengubah namanya menjadi Badan Kesatuan Bangsa (BKB). Badan ini memberikan dana kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bertujuan untuk menjalankan program asimilasi dan membangkitkan sensitif suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan saling pengertian antarkelompok minoritas. Program BKB juga menggunakan LSM dan aparat pemerintah dalam membangun program asimilasi kebudayaan dan kelompok etnis plural. Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Dalam kehidupan modern yang kita jalani dewasa ini, eksistensi pemerintahan tidak dapat dipungkiri lagi. Kehadiran pemerintah menjangkau hampir semua segi kehidupan, mulai dari kelahiran anak (akte kelahiran), nikah (harus pakai akte nikah), bahkan sampai seseorang meninggal dunia (harus mengurus akte kematian). Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Pemerintahan modern, dengan kata lain, pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, secara umum, tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang pelayanan, yaitu : 1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintah yang sah melalui cara-cara kekerasan; 2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya perselisihan di antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai; 3. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan
  • 5. status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka. Jaminan keadilan ini terutama harus tercermin melalui keputusan-keputusan pengadilan, dimana kebenaran diupayakan pembuktiannya secara maksimal, dan dimana konstitusi dan hukum yang berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan secara adil dan tidak memihak, serta dimana perselisihan bisa didamaikan; 4. Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non-pemerintah. Ini antara lain mencakup pembangunan jalan, penyediaan fasilitas pendidikan yang terjangkau oleh mereka yang berpendapatan rendah, pelayanan pos dan pencegahan penyakit menular; 5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial : membantu orang miskin dan memelihara orang-orang cacat, jompo dan anak-anak terlantar, menampung serta menyalurkan para gelandangan ke sektor kegiatan yang produktif, dan semacamnya; 6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat; 7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti air, tanah, dan hutan. Pemerintah juga berkewajiban mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan sumber daya alam yang mengutamakan keseimbangan antara eksploitasi dan reservasi. Sementara itu, untuk melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut, pemerintah mempunyai beberapa fungsi. Pada umumnya pemerintah menjalankan dua fungsi pokok, fungsi pemerintahan umum. Yaitu mengatur kehidupan politik, sosial, ketertiban, pertahanan keamanan, termasuk kependudukan. Fungsi ini merupakan monopoli pemerintah, dalam arti pihak lain tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakannya. Fungsi penyediaan pelayanan masyarakat dalam arti luas, antara lain, kesehatan, pendidikan, pos, telekomunikasi, dan sebagainya. Fungsi ini bukan monopoli pemerintah, terbuka untuk fihak swasta yang melakukannya. Selain dua fungsi tersebut, dalam negara berkembang pemerintah juga dibebani fungsi ke tiga yaitu fungsi pembangunan. Tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang tertera di atas menggambarkan adanya jangkauan yang luas dan kompleks, dengan tanggung jawab yang sangat berat, terpikul di atas pundak setiap pemerintahan. Untuk melakukan tugas pokok dan fungsi tersebut, adalah hal yang sangat sulit jika dilaksanakan secara terpusat (concentrated) oleh Pemerintah Pusat. Untuk itu, tugas pokok dan fungsi tersebut harus diserahkan atau didelegasikan sebagian dalam bentuk kewenangan melalui asas desentralisasi kepada daerah (otonom) untuk diselenggarakan. Pilihan terhadap orientasi pemerintahan yang desentralistis didasarkan pada beberapa alasan yang ditinjau dari beberapa dimensi, yaitu :
  • 6. 1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada salah satu pihak saja, yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani; 2. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi; 3. Dari sudut organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama diurus oleh pemerintah setempat pengurusannya diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat di tangan pusat tetap diurus oleh Pemerintah Pusat; 4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya; 5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut. Desentralisasi dalam tinjauan etimologis (Latin ; “de” lepas, “centrum” pusat) dapat diartikan melepaskan dari pusat. Pengertian ini dapat dikonotasikan sebagai pencerminan adanya pelepasan dalam konteks penyerahan kekuasaan atau kewenangan dari pusat ke daerah. Scligman mengemukakan bahwa desentralisasi merupakan suatu proses penyerahan wewenang (authority) dari pemerintah yang lebih tinggi yang mempunyai kekuasaan (power) kepada pemerintah yang lebih rendah derajatnya, yang menyangkut bidang legislatif atau administratif. Senada dengan hal tersebut, selanjutnya Ruiter meneruskan bahwa kewenangan tersebut untuk secara mandiri dan berdasarkan kepentingan, sendiri mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal tersebut. Format desentralisasi terdapat dalam dua bentuk, yakni : desentralisasi administratif atau dekonsentrasi, yang berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat lokal, dan desentralisasi politik atau devolusi, yang berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal. Desentralisasi adalah merupakan penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom, untuk secara mandiri dapat mengembangkan kreatifitas dan prakarsa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hak dan wewenang untuk mengurus rumah tangga sendiri (local self government) ini dikenal dengan otonomi daerah. Wewenang dalam konsep organisasi dan manajemen diartikan sebagai hak suatu unit kerja atau seseorang pejabat untuk melakukan sesuatu tugas dengan penuh tanggung jawab. Terry (2000 : 101) berpendapat bahwa pada organisasi-organisasi resmi yang berjalan, wewenang harus didelegasikan
  • 7. atau dibagi dari seorang manajer atau kelompok kerja organisasi pada pihak-pihak lain untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban khusus. Pendelegasian wewenang adalah untuk memutuskan perkara yang cenderung menjadi kewajibannya. Walaupun demikian, manajer yang mendelegasikan wewenang tidak menyerahkan secara permanen baik wewenang maupun tanggung jawabnya. Hal-hal yang dilakukan itu merupakan penyerahan hak untuk mengelola tugas-tugas di dalam batas-batas yang telah ditentukan, namun wewenang akhir tetap berada pada manajer yang memegang wewenang untuk mengelola seluruh kegiatan dan memikul tanggung jawab terakhir. Lebih lanjut Terry (2000 : 101) mengemukakan bahwa pendelegasian wewenang merupakan suatu faktor yang vital di dalam organisasi dan manajemen, karena : 1. Menetapkan hubungan oraganisatoris format di antara anggota-anggota; 2. Memberikan kekuasaan manajerial; 3. Mengembangkan bawahan dengan cara memberi izin kepada mereka untuk mengambil keputusan. Dalam melaksanakan pendelegasian wewenang, Nitisemito (1996 : 136-137) berpendapat bahwa hal- hal yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Kemampuan mengkategorikan antara tugas yang penting dan yang kurang penting; 2. Wewenang dan tanggung jawab harus dikemukakan dengan jelas; 3. Dalam pendelegasian wewenang diperlukan tanggapan, rasa tanggung jawab, inisiatif dan kreatifitas yang diberi wewenang, untuk itu dibutuhkan kepercayaan dari pemberi wewenang; 4. Dalam pendelegasian wewenang tidak setengah dan dalam batas kemampuan. Melengkapi pendapat di atas, menurut Purbopranoto dalam Nihin (1999 : 47), untuk mewujudkan pemerintahan yang dikehendaki “good governance” adalah melalui asas-asas umum pemerintahan yang baik, antara lain sebagai berikut : asas jangan mencampuradukkan kewenangan, bahwa keputusan badan-badan pemerintah yang dikeluarkan harus sesuai dengan tujuan dan kewenangan yang diberikan kepada badan-badan pemerintah itu, atau dengan perkataan lain, bahwa tidak boleh menggunakan kewenangan untuk lain tujuan selain daripada tujuan yang telah ditetapkan oleh kewenangan tersebut. Apabila rambu-rambu tersebut diikuti dengan baik, maka akan memberi manfaat yang signifikan. Terry (2000 : 105) mengemukakan bahwa manfaat yang diperoleh dari desentralisasi wewenang, yaitu antara lain : mendorong efektifitas hubungan, terdapat kesempatan yang lebih besar berkembang. Penyerahan atau pembagian kewenangan daerah dari Pemerintah Pusat kepada daerah, membawa konsekuensi pada terbaginya urusan dan tugas pemerintahan. Beberapa sistem dalam pembagian kewenangan, yaitu antara lain : 1. Sistem Residu; Dalam sistem ini, secara umum telah ditentukan lebih dahulu tugas-tugas yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga Daerah. 2. Sistem Material; Dalam sistem ini tugas Pemerintah Daerah ditetapkan satu per satu secara limitative atau terinci. Selain dari tugas yang telah ditentukan, merupakan urusan Pemerintah Pusat.
  • 8. 3. Sistem Formal; Dalam sistem ini urusan yang termasuk dalam urusan rumah tangga Daerah tidak secara apriori ditetapkan atau dengan Undang-Undang. Daerah boleh mengatur dan mengurus segala sesuatu yang dianggap penting bagi daerahnya, asal tidak mencakup urusan yang telah diatur oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatnya. 4. Sistem Riil; Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan riil dari Daerah maupun Pemerintah Pusat serta pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi. Faktor yang menjadi dasar pembagian wewenang antara pusat dan daerah adalah : Fungsi yang sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara sebagai kesatuan politik, wewenangnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat; fungsi yang menyangkut pelayanan masyarakat yang perlu disediakan secara seragam atau standard untuk seluruh daerah, kewenangan ini lebih sesuai dikelola oleh Pemerintah Pusat mengingat lebih ekonomis bila diusahakan dalam skala besar (economic of scale); fungsi pelayanan yang bersifat lokal. Fungsi ini melibatkan masyarakat luas tetapi tidak memerlukan tingkat pelayanan yang seragam, untuk melaksanakan fungsi tersebut wewenangnya dapat diserahkan pada Pemerintah Daerah. 2.3 Pelaksanaan Otonomi Daerah Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semkain baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan daerah serta antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah :
  • 9. 1. Penyelengaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. 2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertangung jawab. 3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota. 4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah. 5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah administratif. 6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah . 2.4 Otonomi Daerah dan Masa Depannya Perhatian dalam prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan otonomi Daerah dapat diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah tersebut. Untuk mengetahui prospek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang kita gunakan disini adalah aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan dapat mememnuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah. Dari aspek ideologi, sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan nasional, pengakuan hak azasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia.
  • 10. BAB III PENUTUP a. Kesimpulan Untuk melaksanakan amanat memang tidak mudah, apalagi amanat yang di dalam Undang-undang dasar 1945. Amandemen kedua tahun 2000 mengatur pelaksanaan sistem pemerintahan khususnya pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang. Bangsa Indonesia menaruh harapan yang besar terhadap keberhasilan format kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dalam memperkuat integrasi nasional dan semangat kebangsaan. Kekecewaan masyarakat lokal di tahun 1950an dan 1960an ternyata hanya bisa diselesaikan secara semu oleh pemerintah Orde Baru. Pemberontakan daerah diselesaikan dan represi politik dan militer, dan tuntutan alokasi sumberdaya ekonomi diselesaikan dengan pola pembangunan yang sentralistis dan otoriter. Gejolak politik daerah memang tidak ada, namun sebenarnya hanya sekedar tidak bisa mencuat ke permukaan belaka. Indonesia pasca 1999 mencoba untuk merumuskan kebijakan baru. Kekecewaan masyarakat daerah yang muncul dalam bentuk semangat ingin merdeka dari Aceh, Papua, Kalimantan Timur dan Riau di akhir dekade 1990an tidak direspon semata-mata dengan kekuatan represif. Justru yang dilakukan oleh pemerintah pusat adalah melalui kebijakan desentralisasi, baik itu desentralisasi politik, desentralisasi fungsi maupun desentralisasi fiskal. Kebijakan inilah yang membuat mobilitas vertikal masyarakat daerah menjadi terbuka, ekspresi politik semakin mungkin dilakukan, dan otonomi pengelolaan sumberdaya semakin terbuka. b. Saran Dalam penulisan makalah ini, diperlukan pengkajian yang lebih mendalam mengenai pengukuran dampak terkait penerapan otonomi daerah terhadap kehidupan rakyat NKRI, dengan menggunakan instrumen penelitian yang lebih fokus pada usaha mendapatkan deskripsi keadaan yang terjadi, sehingga dapat menjadi masukan bagi penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan yang merupakan amanah dari rakyat NKRI dengan keanekaragaman karakteristik.
  • 11. DAFTAR PUSTAKA 1. Attamimi, A, Hamid, 1990. Peranan keputusan Presiden RI dalam penyelanggarakan Pemerintahan Negara. Desertasi Jakarta : UII. 2. Bambang PS Brodjonegoro. 2008. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi. Jakarta:FEUI. 3. Devas, Nick. 1989. Financing Local Government in Indonesia, Ohio University Press, Ohio. 4. Kaho, Josef Riwu, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Identifikasi Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya, Jakarta, Rajawali Press. 5. Mubarak M. Zaki, dkk. (eds). 2006. Blue Print Otonomi Daerah Indonesia. Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa bekerja sama dengan Partnership for Governance Reform in Indonesia (PGRI) dan European Union (EU).
  • 12. MAKALAH PEMBAGIAN WEWENANG DISUSUN OLEH : NAMA : LA ODE JULHIJANI STAMBUK : 21209325 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI 2014
  • 13. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................................ i DAFTAR ISI..............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................1 1.3 Tujuan dan Manfaat..........................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 2 A. Peradilan dan Keadilan di Bidang perpajakan................................................. 2 B. Sejarah Peradilan pajak Indonesia..................................................................... 5 BAB III PENUTUP................................................................................................. 9 A. KESIMPULAN................................................................................................... 9 B. SARAN.............................................................................................................. 9 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................10
  • 14. KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan atas rahmat dan hidayah yang telah Allah berikan kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah diberikan untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi tentang “PEMBAGIAN WEWENANG” Dan harapan saya semoga makalah ini dapat membantu. mahasiswa dalam proses pembelajaran. Saya menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu keritik dan saran dari saudara atau saudari sangat saya harapkan untuk kesempurnaan makalah pada kemudian hari. Raha, Juni 2014 Penulis