Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
14. perbedaan hukum tanggung jawab produk di negara civil law system
1. 14. Perbedaan Hukum Tanggung Jawab
Produk di Negara Civil Law System
dan Common Law System
2. 1. Perkembangan
Tanggung Jawab
Produk di Negara-
Negara Maju
Permasalahan hukum yang berkaitan
dengan masalah tanggung jawab produk
(product liability), bukan hanya menyangkut
hukum nasional, tetapi juga berkaitan
dengan hukum internasional (asing).
Hal ini dikarenakan semakin
berkembangnya perdagangan internasional,
maka persoalan tanggung jawab produk
menjadi masalah yang melampaui batas-
batas negara.
3. 2. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability)
dalam Tanggung Jawab Produk
Suatu produk untuk sampai kepada konsumen
biasanya melalui perantaraan seperti agen,
grosir, distributor, dan pedagang eceran.
Jika konsumen menuntut pelaku usaha
(produsen) dengan dasar perbuatan melawan
hukum melalui pengadilan, akan memakan
waktu yang lama dan biaya yang tinggi.
Sementara, tidak semua konsumen mempunyai
kemampuan ekonomi yang baik
4. Alasan mengapa prinsip tanggung jawab
mutlak (strict liability) diterapkan dalam hukum
tentang product liability adalah :
1. Di antara korban atau konsumen di satu pihak
dan produsen di lain pihak, beban kerugian
(risiko) seharusnya ditanggung oleh pihak yang
memproduksi/mengeluarkan barang-barang
cacat/berbahaya tersebut di pasaran.
2. Proses industrialisasi memunculkan masalah
hukum jika produk yang dihasilkan mengandung
cacat yang dapat merugikan konsumen.
Instrumen hukumnya adalah dengan melakukan
gugatan perbuatan melawan hukum (tort).
5. Gugatan perbuatan melawan hukum (tort)
dalam praktiknya sulit dilakukan, karena:
2. Dengan menempatkan/mengedarkan
barang-barang dipasaran, berarti produsen
menjamin bahwa barang-baang tersebut
aman dan pantas untuk dipergunakan dan
bilamana terbukti tidak demikian, dia harus
bertanggung jawab.
1. Untuk tuntutan yang didasarkan perbuatan
melawan hukum, menggunakan prinsip
tanggung jawab atas dasar adanya unsur
kesalahan (based on fault liability), dimana
pihak penggugat (konsumen) harus membukti
kan adanya unsur kesalahan dipihak tergugat
(produsen). Bila penggugat gagal membukti-
kan adanya unsur kesalahan dipihak tergugat,
maka gugatannya gagal.
3. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip
tanggung jawab mutlak pun produsen yang
melakukan kesalahan tersebut dapat
dituntut melalui proses penuntutan
beruntun, yaitu konsumen kepada
pedagang eceran, pengecer kepada grosir,
grosir kepada distributor, distributor kepada
agen, dan agen kepada produsen.
6. Alasan-alasan lain yang memperkuat penerapan prinsip strict
liability tersebut yang didasarkan pada social climate theory:
Manufacturer
Pihak yang berada dalam posisi keuangan yang lebih baik
untuk menanggung beban kerugian dan pada setiap kasus
yang mengharuskannya mengganti kerugian dia akan
meneruskan kerugian tersebut dan membagi risikonya
kepada banyak pihak dengan cara menutup asuransi yang
preminya dimasukkan ke dalam perhitungan harga dari
barang hasil produksinya. Hal ini dikenal dengan deep
pockets theory.
01
manufacturing
Terdapatnya kesulitan dalam membuktikan adanya
unsur kesalahan dalam suatu proses manufacturing
yang demikian kompleks pada perusahaan besar
(industri) bagi seorang konsumen/korban/penggugat
secara individual.
02
7. Hal-hal yang dapat membebaskan tanggung jawab produsen
4. Terjadinya cacat pada produk
tersebut akibat keharusan
memenuhi kewajiban yang
ditentukan dalam peraturan
yang dikeluarkan oleh
pemerintah.
1. Jika produsen tidak
mengedarkan produknya (put
into circulation)
3. Produk tersebut tidak dibuat oleh
produsen baik untuk dijual atau
diedarkan untuk tujuan ekonomis
maupun untuk diedarkan dalam
rangka bisnis.
2. Cacat yang menyebabkan
kerugian tersebut tidak ada
pada saat produk diedarkan
oleh produsen atau terjadinya
cacat tersebut baru timbul
kemudian.
8. 5. Secara ilmiah dan teknik (state of scientific an
technical knowledge, state or art defense) pada saat
produk tersebut diedarkan tidak mungkin cacat.
6. Dalam hal produsen dari suatu komponen, bahwa
cacat tersebut disebabkan oleh desain dari produk itu
sendiri di mana komponen telah dicocokkan atau
disebabkan kesalahan pada petunjuk yang diberikan
oleh pihak produsen tersebut.
7. Bila pihak yang menderita kerugian atau pihak ketiga
turut menyebabkan terjadinya kerugian tersebut
(contributory nigligence).
8. Kerugian yang terjadi diakibatkan oleh Acts of God
atau force majeur.
9. Sejarah perkembangan pertanggungjawaban produk di
negara-negara yang menganut civil law system di kawasan
Eropa, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh Product Liability
Directive 1985 yang ditetapkan oleh Masyarakat Eropa
(European Community).
Belanda yang menganut civil law system, sebagai salah satu
anggota dari Masyarakat Eropa harus pula
mengimplementasikan Directive tersebut di dalam hukum
nasionalnya.
Burgerlijk Wetboek (BW) 1838 yang kemudian menjadi Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia,
merupakan BW ketiga yang pernah berlaku di negeri
Belanda.
3. Tanggung Jawab Produk di Negara
yang Menganut Civil Law System
10. Di dalam konsep pertanggungjawaban ini, unsur
kesalahan bukan ditiadakan (without fault), melainkan
dialihkan beban pembuktiannya (shifting the burden of
proof) dari pihak yang dirugikan kepada pihak yang
merugikan.
Jika konsep ini digunakan dalam pertanggungjawaban
produk, maka konsumen yang menuntut ganti rugi
meskipun masih harus membuktikan adanya ketiga
unsur dalam perbuatan melawan hukum, namun tidak
perlu membuktikan adanya unsur kesalahan pada
produsen.
Sebaliknya segera setelah terjadi peristiwa
yang merugikan konsumen, produsen
langsung dianggap bersalah (presumption of
fault), sehingga sebagai konsekuensinya
produsen harus membuktikan bahwa ia tidak
bersalah.
11. Liability based on risk pada dasarnya merupakan
derivasi (turunan) dari pertanggungjawaban atas dasar
perbuatan melawan oleh Purwahid Patrik :
“Tanggung gugat berdasarkan risiko adalah tanggung gugat yang
tidak memperhatikan kesalahan dari pembuat, artinya ada
kesalahan atau tidak ada kesalahan jika pembuat menimbulkan
kerugian kepada orang lain ia harus menanggung risikony hukum
(tortious liability), sebagaimana dikemukakan a atau ia harus
bertanggung gugat atas kerugian itu.
Yang menurut hukum inggris dikatakan sebagai tanggung gugat
mutlak (absolute liability atau strict liability) bahwa orang berbuat
dengan risiko dan bertanggung gugat terhadap kerugian yang
diakibatkannya.
4. Tanggung Jawab Produk di Negara yang
Menganut Common Law System
12. Tanggung jawab mutlak adalah doktrin yang membebankan
tanggung jawab kepada suatu pihak, apapun kesalahannya, begitu
ditemukan unsur-unsur “kerusakan” yang berpotensi/hampir
menyebabkan cidera, kerusakan, atau kerugian dan ditemukan
unsur-unsur pengendalian dari perusahaan produsen sebuah produk
yang dapat dibuktikan.
Warren Freedman dalam merumuskan strict liability sebagai berikut :
E.M. Meijers menamakan
pertanggungjawaban seperti ini
sebagai quasi onrechtmatigedaad.