2. A. Pengertian Tanggung Jawab Produk
◦ Produk secara umum diartikan sebagai barang
yang secara nyata dapat dilihat dan dipegang
(tangible goods), baik yang bergerak maupun
tidak bergerak.
◦ Namun dalam kaitannya dengan masalah
tanggung jawab produsen (Product liability)
produk bukan hanya berupa tangible goods,
tetapi juga termasuk yang bersifat intangible.
2
3. “
◦ Tanggung jawab produk atau tanggung
gugat produk merupakan istilah yang
diterjemahkan dari product liability.
◦ Tanggung jawab produk juga mengacu
pada tanggung jawab produsen, yang dalam
istilah bahasa Jerman disebut produzenten
haftung.
◦ Product liability sering diistilahkan dengan
tanggung jawab produk cacat, tanggung
jawab produk, atau tanggung jawab
produsen.
3
4. Dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, istilah tanggungjawab produk
tidak dikenal, yang ada adalah
tanggungjawab pelaku usaha.
NE Algra & HR HWR Gokkel memberikan
definisi product liability
(Produktenaansprakelijkheid) sebagai :
“tanggungjawab pemilik pabrik untuk barang-
barang yang dihasilkannya, misalnya yang
berhubungan dengan kesehatan pembeli,
pemakai (konsumen) atau keamanan produk .
5. ◦ Suatu tanggungjawab secara hukum dari
orang atau badan yang menghasilkan
suatu produk (producer, manufacture) atau
dan orang atau badan yang menghasilkan
suatu produk (processor, assembler) atau
dari orang atau badan yang menjual atau
mendistribusikan (seller, distributor) produk
tersebut, juga terhadap orang/badan yang
terlibat dalam rangkaian komersial tentang
bengkel dan pergudangan, demikian juga
para agen dan pekerja dari badan-badan
usaha tersebut.
5
Tanggung jawab produk
6. B.Perkembangan Konsep Tanggung Jawab Produk
Tanggung jawab produk (product liability) baru dikenal kurang
lebih 65 tahun lalu, yaitu dalam perasuransian di Amerika Serikat
sehubungan dengan dimulainya produksi besar-besaran.
Baik kalangan produsen (producer, manufacturer) maupun penjual
(seller, distributor) mengasuransikan barang-barangnya terhadap
kemungkinan adanya risiko akibat produk-produk yang cacat atau
menimbulkan kerugian terhadap para konsumen.
6
7. C. Prinsip
Warranty
(Jaminan)
dan
Promise
(Janji)
◦ Sesungguhnya bagi seorang pembeli yang
tertipu atau korban dar ketidakjujuran (deceit)
dari penjual, hukum sudah sejak lama
menyediakan cara penyelesaiannya (remedies),
yaitu hak untuk menuntut berdasarkan adanya
suatu jaminan (warranty) yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan suatu
“kontrak”.
7
8. Penyebab
beberapa
kesulitan
pihak korban
untuk
memperoleh
kompensasi
(ganti rugi)
1. Tuntutan berdasarkan
perbuatan melawan
hukum, yaitu
berdasarkan prinsip
tanggungjawab atas
dasar adanya unsur
kesalahan (based on
fault liability theory), di
mana pihak
penggugat/korban
harus membuktikan
adanya unsur kesalahan
di pihak tergugat
(produsen).
2. Oleh karena
tuntutan harus
melalui pengadilan,
maka biasanya
makan waktu yang
lama, apalagi bila
para pihak
menempuh semua
upaya hukum yang
tersedia (banding,
kasasi, atau
peninjauan kembali).
3. Tuntutan
melalui
pengadilan juga
memerlukan biaya
yang cukup besar
(biaya
persidangan,
pengacara, tenaga
ahli ).
8
9. 9
Alasan-alasan diterapkannya prinsip tanggung
jawab mutlak adalah sebagai berikut :
1. Di antara korban/konsumen di satu pihak dan
produsen di lain pihak, beban kerugian (risiko)
seharusnya ditanggung oleh pihak yang
memproduksi.
2. Dengan menempatkan/mengedarkan barang-
barang di pasaran, berarti produsen menjamin
bahwa barang-barang tersebut aman.
3. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip
tanggung jawab mutlak pun produsen yang
melakukan kesalahan tersebut dapat dituntut
melalui proses penuntutan beruntun.
10. Alasan-alasan lain yang memperkuat penerapan
prinsip strict liability tersebut yang didasarkan pada
Social Climate Theory :
1. Manufacturer adalah pihak yang berada dalarn
posisi keuangan yang lebih baik untuk
menanggung beban kerugian, dan pada setiap
kasus yang mengharuskannya mengganti
kerugian dia akan meneruskan kerugian tersebut
dan membagi risikonya kepada banyak pihak
dengan cara menutup asuransi yang preminya
dimasukkan ke dalam perhitungan harga dan
barang hasil produksinya (deep pockets theory).
10
11. 2. Terdapat kesulitan dalam
membuktikan adanya unsur kesalahan
dalam suatu proses manufacturing
yang demikian kompleks pada
perusahaan besar (industri) bagi
seorang konsumen/korban/
penggugat secara individual.
11
12. Pengadilan
memberikan
patokan dalam
menerapkan strict
liability pada
keadaan-keadaan
tertentu dengan
menyatakan
bahwa product
liability tidak
berlaku di antara
para pihak
1. merupakan
transaksi dalam
dunia
perdagangan
(bukan untuk
dipakai sendiri).
2. posisi
ekonominya
relatif
memiliki
kekuatan
yang sama
3. mengadakan
kesepakatan
mengenai
spesifikasi-
spesifikasi dan
produk tersebut
12
4. mengadakan
negosiasi
mengenai risiko
atas kerugian.