Tiga prinsip utama pertanggungjawaban dalam hukum perlindungan konsumen dijelaskan dalam dokumen tersebut, yaitu: (1) prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan, (2) prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab, dan (3) prinsip tanggung jawab mutlak.
2. ◎ A. Prinsip-Prinsip Hukum
Perlindungan Konsumen
◎ Di Indonesia, kata “konsumen” pertama
kali masuk substansi GBHN pada 1983,
Pembangunan nasional pada umumnya
dan pembangunan ekonomi pada
khususnya, menurut GBHN harus
menguntungkan konsumen. Dan dalam
GBHN 1988 dinyatakan, pembangunan
ekonomi itu harus menjamin kepentingan
konsumen.
2
3. Model Kebijakan
Perlindungan Konsumen
3
Kedua, kebijakan
kompensatoris, yaitu
kebijakan yang berisikan
perlindungan terhadap
kepentingan ekonomi
konsumen (hak atas
kesehatan dan
keamanan).
Menurut Hans W. Micklitz
Pertama, kebijakan yang
bersifat komplementer,
yaitu kebijakan yang
mewajibkan pelaku usaha
memberikan informasi
yang memadai kepada
konsumen (hak atas
informasi).
5. Beberapa hal yang diinginkan oleh
konsumen pada saat hendak membeli suatu
produk:
1. Diperolehnya
informasi yang
jelas mengenai
produk yang
akan dibeli
.
2. Keyakinan
bahwa produk
yang dibeli tidak
berbahaya baik
bagi kesehatan
maupun
keamanan
jiwanya
3. Produk yang dibeli
cocok sesuai dengan
keinginannya, baik
dari segi kualitas,
ukuran, harga dan
sebagainya.
5
4. Konsumen
mengetahui cara
penggunaannya.
5. Jaminan
bahwa produk
yang dibelinya
dapat berguna
dan berfungsi
dengan baik
6. Jaminan bahwa apabila
barang yang dibeli tidak sesuai
atau tidak dapat digunakan
maka konsumen memperoleh
penggantian baik berupa produk
maupun uang
6. Hak Konsumen dalam dalam Resolusi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor
39/248 Tahun 1985
1. Perlindungan
konsumen dari
bahaya-bahaya
terhadap
kesehatan dan
keamanan.
2. Promosi dan
perlindungan dari
kepentingan
sosial, ekonomi
konsumen
3. Tersedianya
informasi yang
memadai bagi
konsumen
6
4. Pendidikan
Konsumen.
5. Tersedianya
upaya ganti rugi
yang efektif
6. Kebebasan untuk
membentuk organisasi
konsumen atau organisasi
lainnya
7. 1. Let the buyer
beware (caveat
emptor),
Konsumen harus
berhati-hati
sehingga tidak
perlu ada proteksi
apapun bagi si
konsumen
3. The Privity of
Contract
Saling
melindungi
setelah terjalin
suatu hubungan
kontraktual
B. Kedudukan Konsumen
2. The Due Care
Theory,
pelaku usaha
mempunyai
kewajiban untuk
berhati-hati dalam
memasyarakatkan
produk, baik
barang maupun
jasa
7
8. C.Prinsip-Prinsip Tanggung
Jawab Dalam Hukum
1. Prinsip
tanggung
jawab
berdasarkan
unsur
kesalahan
3. Prinsip
praduga
untuk tidak
selalu
bertanggung
jawab
2.Prinsip
praduga
untuk selalu
bertanggung
jawab
4. Prinsip
tanggung
jawab
mutlak
(Strict
Liability)
6. Prinsip
Product
Liability,
Professional
Liability
5. Prinsip
tanggung
jawab
dengan
pembatasan
9. ◎ Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat
dimintakan pertanggungjawabannya secara
hukum jika ada unsur kesalahan yang
dilakukannya.
◎ Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur
kesalahan (fault liability atau liability based on
fault) ini prinsip yang cukup umum berlaku
dalam hukum pidana dan perdata.
9
1. Prinsip tanggung jawab
berdasarkan unsur kesalahan
10. Dalam doktrin hukum dikenal asas
vicarious liability dan corporate
liability.
1. Vicarious Liability (atau disebut
juga respondeat superior, let the
master answer), mengandung
pengertian, majikan bertanggung
jawab atas kerugian pihak lain
yang ditimbulkan oleh orang-
orang/karyawan yang berada di
bawah pengawasannya.
Jika karyawan itu dipinjamkan ke
pihak lain, maka tanggung
jawabnya beralih pada pemakai
karyawan tadi.
2. Corporate liability pada prinsipnya
memiliki pengertian yang sama
dengan vicarious liability. Menurut
doktrin ini, lembaga (korporasi) yang
menangung suatu kelompok pekerja
mempunyai tanggung jawab terhadap
tenaga-tenaga yang dipekerjakannya.
10
11. 2.Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab
11
◎ Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu
dianggap bertanggungjawab (presumption of
liability principle), sampai ia dapat
membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi, beban
pembuktian ada pada si tergugat.
◎ Dalam hukum pengangkutan, khususnya
pengangkutan udara, prinsip tanggung jawab
ini pernah diakui, sebagaimana dapat dilihat
dalam Pasal 17, 18 Ayat (1), Pasal 19 jo pasal
20 Konvensi Warsawa 1929 atau Pasal 24, 25,
28 jo Pasal 29 Ordonansi Pengangkutan
Udara No. 100 Tahun 1939, kemudian dalam
perkembangannya dihapuskan dengan
Protokol Guatemala 1971.