1. SEDIAAN SEMI SOLID
FA1_KELOMPOK 2_UBK26
1. WIDIYASTUTI (211FF05019)
2. ZULFAN (211FF05020)
3. RINI ARSINI (211FF05021)
4. ADINDA KUMALA S. (211FF05022)
5. ANDRI ZAINUDDIN (211FF05023)
6. CHILDA (211FF05024)
7. DANIEL SAPUTRA (211FF05025)
8. DESY NATALIA (211FF05026)
9. GERI AHMAD R. (211FF05027)
10. HEDIANA SANDI (211FF05028)
11. KARTIKA SARI (211FF05029)
12. LINGGA ARDHANA R. (211FF05030)
13. LISMA HERMAWATI(211FF05031)
14. LISNA CINTAWATI (211FF05032)
15. MARIA LAURENTIA(211FF05033)
16. MARIA M TEROK (211FF05034)
17. MEGI ASTASIA S. (211FF05035)
18. MELANI FARADILA S. (211FF05036)
2. (FI Edisi 6, 2020)
DEFINISI
SEMI SOLID
Sediaan semisolid adalah
sediaan setengah padat yang
dibuat untuk tujuan pengobatan
topikal melalui kulit. Bentuk
sediaan semi solid bervariasi
tergantung dengan bahan
pembawa yang digunakan.
3. BENTUK SEDIAAN SEMI SOLID
Sediaan semi padat yang
mengandung satu atau
lebih bahan obat.
(FI ed VI 2020 hal. 57)
Salep adalah sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir. (FI
ed.VI hal.62)
Krim adalah bentuk sediaan
setengah padat
mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. (FI ed.VI
hal.55)
Sediaan semi padat terdiri dari
suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, yang
terpenetrasi oleh suatu cairan.
(FI ed VI,Hal. 48)
4. 4
FAKTOR
PEMILIHAN
BASIS
SEDIAAN
1. Mudah digunakan (dioleskan)
2. Praktis, mudah dibawa
3. Mudah dibersihkan
4. Mudah pengabsorbsinya
5. Waktu tinggal lebih lama
KEUNTUNGA
N
1. Basis hidrokarbon:
Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda
2. Basis Absorpsi
Kurang tepat bila digunakan sebagai pendukung
bahan antibiotik dan bahan kurang stabil karena
adanya air mempunyai sifat hidrofil atau dapat
mengikat air
KERUGIA
N
1. Umur
penderita
2. Lokasi/bagian
tubuh dimana
obat harus
bekerja
3.Kecepatandan
lamakerjaobatya
ngdikehendaki
4.Keadaanumum
penderita
5. Preformulasi merupakan langkah awal yang
dilakukan ketika akan membuat formula suatu obat.
Preformulasi meliputi pengkajian tentang
karakteristik/ sifat-sifat dari bahan obat dan bahan
tambahan obat yang akan diformulasikan.
Karakteristik preformulasi:
1. Pemerian Zat Aktif dan Zat Tambahan
2. Kelarutan bahan obat
3. Stabilitas
4. Polimorfisme kristal
5. Pka
6. Ukuran partikel
7. pH
8. Titik lebur
PREFORMUL
ASI
6. TUJUAN
PREFORMULA
SI
• Untuk menentukan bentuk
sediaan yang tepat.
2.
• Untuk menentukan formula yang
tepat sehingga bisa menentukan
bahan-bahan yang akan
digunakan untuk membuat
sediaan.
3.
• Untuk mengetahui kestabilan dari
masing-masing bahan yang akan
digunakan dalam membuat
sediaan.
7. FORMULASI
Zat aktif Basis Zat tambahan
Menuut dirjen POM (2006).
Bahan zat) aktif adalah
bahan yang ditujukan
untuk menghasilkan khasiat
farmakologi atau efek
langsung dalam diagnosis .
Penyembuhan, peredaan,
pengobatan dan
pencegahan penyakit
Zat pembawa adalah
bagian inaktif dari sediaan
tropikal. Dapat berbentuk
cair atau padat. Yang
membawa bahan aktif
berkontak dengan kulit.
( YanhendrI dan Yenny.
2012).
Bahan selain zat atif
yang ditambahkan
dalam formulasi suatu
tujuan dan fungsi.
(Putri Rezky,dkk.,2016)
Contoh:
Keratolytic: Salicylic Acid
Acne: Sulphur
Anti-inflammatory:
Corticosteroid
Contoh:
Adeps lanae/Lanolin,
Vaselin
Contoh:
Pengawet, Dapar,
Humektan, Antioksidan,
Pengkompleks ,
Peningkat penetrasi
11. Prinsip Kerja
Homogenizer bekerja dengan cara menekan
cairan dimana cairan tersebut dipaksa melalui
suatu celah yang sangat sempit lalu dibenturkan
ke suatu dinding atau ditumbuhkan pada peniti-
peniti yang ada didalam celah tersebut.
Cara kerja dari homogenizer ini sangat efektif
sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-
rata kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer
dapat menaikkan temperatur emulsi sehingga
dibutuhkan pendinginan (Lieberman HA &
Lachman, 1994).
12.
13. Q U A N T I I T E S
P R E S E N T A T I O N
Evaluasi Sediaan
Semi Solid
Evaluasi Sediaan
Evaluasi Kimia
Evaluasi Biologi
14. Tujuan : mengukur konsistensi atau kekentalan sediaan.
Prinsip :pengukuran konsistensi krim pada suhu kamar menggunakan viskometer
Brookfield Helipath stand dengan spindel pada kecepatan (putaran per menit) tertentu.
Hasil : konsintensi dinyatakan dalam cps (centi poise). (Donovan& Flanagan, 1996)
Viskositas (Donovan& Flanagan, 1996)
Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen.
Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen.
Penafsiran hasil : Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca terlihat
merata (homogen). (Lachman, 1994)
Homogenitas
Tujuan: Memeriksa kesesuaian warna, bau, tekstur dan melihat pemisahan fase pada
sediaan di mana sedapat mungkin sesuai dengan spesifikasi sediaan yang telah
ditentukan selama formulasi.
Prinsip: pemeriksaan bau, warna, tekstur dan stabilitas sediaan menggunakan panca
indera.
Penafsiran hasil: warna, bau dan tekstur memenuhi spesifikasi formulasi (Lachman,
1994)
Organoleptis
Evaluasi Sediaan
Uji daya sebar
Prinsip : Meletakkan sediaan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri
kaca yang sama dan ditekan (selama 1 – 2 menit). Kemudian diameter penyebaran diukur
pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu
secara teratur). (Voight, 1994)
Uji daya lekat
Uji daya lekat adalah uji yang dilakukan secara visual dengan melihat apakah sediaan
dapat melekat sempurna apa tidak pada objeknya ketika diaplikasikan pada kulit. Daya
lekat merupakan kemampuan sediaan untuk menempel pada lapisan epidermis. (Zats &
Gregory, 1996)
Uji pH
Tujuan : mengetahui pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui kesesuaiannya
dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : pengukuran pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yang ditargetkan. pH
normal kulit manusia berkisar antara 4,5–6,5. (FI V, 2014)
Uji stabilitas
Prinsip : Sediaan krim dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi. Lalu, alat sentrifugasi
dinyalakan. Tutup alat dibuka dan dimasukkan tabung sentrifugasi ke dalam lubang lubang
tersebut (posisi harus sejajar). Kemudian, kecepatan putaran alat diatur ±30.000 rpm dan
ditunggu selama 15-30 menit. Tabung sedimentasi selanjutnya dikeluarkan dan diamati
pemisahan pada kedua formula sediaan krim. (Lachman,1994)
15. Waktu retensi puncak utama kromatogram Larutan uji
sesuai dengan Larutan baku seperti diperoleh pada
Penetapan kadar (FI VI, 2020: 907).
I d e n t i f i k a s i
Evaluasi Biologi
Evaluasi Sediaan
Tujuan : Menentukan efektifitas pengawet
antimikroba yang ditambahkan pada sediaan
dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau
bahan pembawa berair .
Prinsip : Pengurangan jumlah mikroba yang
dimasukkan kedalam sediaan yang
mengandung pengawet dalam selang waktu
tertentu
hasil: Suatu pengawet dinyatakan efektif di
dalam sampel yang diuji, jika jumlah bakteri
viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak
lebih dari 0,1% dari jumlah awal. Jumlah
kapang dan khamir viabel selama 14 hari
pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah
awal. Jumlah tiap mikroba uji selama hari
tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang. (FI IV, hlm 854-855)
U j i e f e k t i v i t a s
p e n g a w e t
Evaluasi Kimia
P e n e t a p a n K a d a r
Penetapan kadar dilakukan dengan cara kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT). (FI VI, 2020: 907)
Prinsip: Menguji sterilitas suatu bahan
dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan
mikroba pada inkubasi bahan uji
Hasil:
- Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika
pada interval waktu tertentu dan pada
akhir periode inkubasi, diamati tidak
terdapat kekeruhan atau pertumbuhan
mikroba pada permukaan, kecuali
teknik pengujian dinyatakan tidak
absah. Jika ternyata uji tidak absah,
maka dilakukan pengujian Tahap Kedua.
- Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika
tidak ditemukan pertumbuhan mikroba
pada pengujian terhadap minimal 2 kali
jumlah sampel uji tahap I. (FI IV, hlm
855-863)
U j i S t e r i l i t a s
16. Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dirjen POM. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Donovan , M. D., dan Flanagan, D. R. (1996). Bioavalability of Disperse Dosage Forms,
dalam Liberman, H. A., Lachman, L., Schwartz, J. B., Pharmaceutical Dosage Forms:
Disperse System, 2nd Ed., Marcell Dekker Inc., New York, 2, 316.
Lachman, L., & Lieberman, H. A.( 1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi Kedua,
1091-1098, UI Press, Jakarta.
Voight, R. (1994). Buku Pengantar Teknologi Farmasi, 572-574, diterjemahkan oleh Soedani,
N., Edisi V, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.
Zats, J. L., Gregory P. K., Liebermen, H. A., Rieger, M. M., dan Banker, G. S. (1996),
Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, Marcel Dekker Inc, New
York.