SlideShare a Scribd company logo
1 of 47
KUMPULAN ARTIKEL
1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA DALIL-DALIL TENTANG ISTIDROJ
2. DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG DISEGERAKAN
SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH TERHADAP HAMBANYA.,
(DALIL, TERJEMAHAN, PENJELASAN, SERTA CONTOH KASUS).
3. BERITA KENABIAN RASULULLAH SAW YANG DIMUAT DI DALAM KITAB-
KITAB SUCI AGAMA LAIN (Kristen, Hindu, Yahudi, dll)
4. AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER SAINS DAN TEKNOLOGI
5. PENGERTIAN DAN ORANG-ORANG SALAFUSSALIH YANG
SESUNGGUHNYA: GENERASI SAHABAT, TABIIN, DAN TABIITTABIIN
Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah
Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Disusun Oleh:
Nama :Feby Aulia Rizki
NIM : D1A021026
Prodi/Kelas : Hukum/A1
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2021
DAFTAR ISI
BAB 1 ISTIDRAJ.....................................................................................................................1
A. Pengertian Istidraj..........................................................................................................1
B. Konsep Istidraj................................................................................................................3
C. Dalil-dalil tentang Istidraj..............................................................................................5
1. Peringatan untuk Orang Kafir.......................................................................................5
2. Siksaan Setelah Kesenangan...........................................................................................5
3. Harta dan Kesenangan Tidak Selalu Berarti Kebaikan ..............................................6
4. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan kepada Kaum Nabi yang Ingkar ........................6
5. Istidraj Mengantarkan pada Kebinasaan ....................................................................7
6. Setan Membuai Manusia, Lalu Berlepas Tangan.........................................................7
7. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan pada Orang yang Tidak Beriman.......................7
8. Allah Memberikan Kuasa pada Orang yang Mendustakan Al Quran, untuk
Kemudian Membinasakan Mereka....................................................................................8
9. Sesungguhnya Nikmat adalah Ujian..............................................................................8
BAB 2 DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG
DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH TERHADAP
HAMBANYA ...........................................................................................................................9
A. Dalil, Terjemahan dan Penjelasannya ..........................................................................9
B. Contoh Kasus.................................................................................................................11
BAB 3 BERITA KENABIAN RASULULLAH SAW YANG DIMUAT DALAM KITAB
KITAB SUCI AGAMA LAIN ..............................................................................................13
A. Kitab Suci Injil ..............................................................................................................13
B. Kitab Suci Taurat..........................................................................................................14
C. Kitab Suci Zabur...........................................................................................................15
D. Kitab Suci Hindu...........................................................................................................16
BAB 4 AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER SAINS DAN TEKNOLOGI .........................18
A. Pendahuluan............................................................................................................18
B. Dimensi Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an...................................................19
C. Prinsip – Prinsip Dasar Kegiatan Ilmiah dalam al-Qur’an................................24
D. Sains dan Teknologi Modern: Pertimbangan Epistemologis..............................26
E. Implikasi Pandangan al-Qur’an tentang sain dalam proses pembelajaran.....30
BAB 5 GENERASI SALAF (SALAFUS SHALIH)............................................................32
A. Sahabat Nabi ...........................................................................................................32
B. Tabiin .......................................................................................................................39
C. Tabi’ut Tabi’in........................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................42
1
BAB 1
ISTIDRAJ
A. Pengertian Istidraj
Ditinjau dari segi bahasa, istidraj diambil dari kata ‘daraja’ yang dalam bahasa
Arab berarti naik dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya. Namun secara istilah,
istidraj memiliki makna azab berwujud kenikmatan. Ketika seorang muslim banyak
melakukan maksiat dan jarang beribadah, namun hidupnya terus dilimpahi kenikmatan,
ini adalah tanda istidraj dari Allah SWT. Ia terjebak dalam kenikmatan hidup, padahal
dia semakin lalai menunaikan ibadah serta kewajiban lainnya. Hasbi ash-Shiddieqy
menjelaskan istidrāj adalah pemanjaan agar terjerumus kepada kehinaan, secara
berangsur-angsur, setapak demi setapak dan didekatkan dengan azab dalam keadaan
mereka tidak menyadarinya. Sama halnya dengan penjelasan Quraish Shihab, bahwa
istidrāj adalah memindahkan dari satu tahap ke tahap berikutnya hingga mencapai
puncak dengan jatuhnya siksa. Kata tersebut popular, dalam arti perlakuan yang secara
lahiriah baik. Istidrāj bisa terjadi dalam bentuk limpahan nikmat yang diduga kebaikan,
atau merasa terhindar dari hukuman padahal merupakan pancingan untuk melakukan
pelanggaran yang lebih besar sehingga sanksi hukuman yang diterima juga lebih besar.
Allah Swt membiarkan dan tidak disegerakan azabnya.
Al-Thabari berpendapat bahwa istidrāj adalah tipuan halus kepada orang yang
diberi tenggang waktu. Ia merasa bahwa yang memberikan tenggang waktu telah berbuat
baik kepadanya, sehingga pada akhirnya ia terjerumus dalam hal yang tidak disenangi.
Menurut Abu Bakar Jabir, istidrāj berarti menghukum dengan bertahap, setingkat demi
setingkat. Ketika mereka melakukan maksiat yang baru, Allah Swt akan memberikan
nikmat yang baru sehingga saat dihukum mereka tidak menyadarinya. Begitu juga Sayyid
Quthb, ia berpendapat bahwa istidrāj adalah suatu kekuatan yang tidak diperhitungkan
dengan semestinya dan dilupakan oleh orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah
Swt. Begitu juga penangguhan tersebut ditimpakan kepada mereka tanpa diketahui.
Wahbah al-Zuhaili menjelaskan istidrāj adalah penahapan, artinya membawa turun
seseorang dari satu tingkat ke tingkat selanjutnya karena ingin menjerumus-kannya.
Maksud di sini adalah Allah Swt akan mendekatkan azab kepada mereka secara bertahap
2
dengan bentuk pengabaian, selalu diberi kesehatan, ditambah kenikmatan, di mana
mereka tidak mengetahui bahwa itu adalah istidrāj.
Al-Syaukani menjelaskan bahwa istidrāj adalah Allah Swt membuat mereka
lupa untuk mensyukurinya sehingga mereka tenggelam dalam kesesatan dan tidak akan
bisa keluar dari kesesatan tersebut kecuali setelah mereka mendapatkan kedudukan di sisi
Allah Swt. Abdurrauf mengatakan istidrāj adalah terpedaya dengan suatu nikmat yang
diberikan oleh Allah Swt, sehingga lupa terhadap pemberi nikmat. Seseorang yang
memandang bahwa nikmat yang diterimanya adalah suatu kelebihan, tetapi ia terkecoh
dengannya, sehingga tanpa mereka menyadari mereka sedang diuji. Akibat dengan
rahmat yang mereka peroleh itu menjadi sebab terperosok mereka ke jalan kebatilan. Ia
menambahkan bahwa mereka diberikan peluang sehingga tidak mengetahui saat tibanya
istidrāj. Menurutnya, Allah Swt menurunkan mereka satu derajat lebih rendah, lalu
menambahkan siksaan dan bencana dan mereka bertambah-tambah dalam Kedurhakaan
yaitu dengan berbuat dosa dan maksiat. Allah Swt mengambil dari mereka sedikit-sedikit
dan tidak memberi balasan yang spontan. Kemudian menambahkan azab sedikit demi
sedikit atau dipertangguhkan azab, lalu mereka bertambah berbuat Kejahatan.
Menurut Jalalain, istidrāj adalah ketika manusia mengabaikan peringatan yang
telah diberikan dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan. Namun, mereka tetap tidak
mau mengambil pelajaran dan nasihat darinya. Lalu dibukakan kepada mereka pintupintu
kesenangan. Apabila mereka bergembira dengan apa yang diberikan dengan perasaan
sombong, maka akan Allah Swt siksa mereka dengan azab yang pedih. Seperti yang
dinyatakan Ali al-Shabuni, Allah Swt memberikan limpahan nikmat Kepada mereka, lalu
mengira bahwa nikmat itu menunjukkan bahwa Allah Swt menyayangi mereka, sehingga
mereka menjadi fasik dan tenggelam dalam kesesatan sehingga keputusan siksa menimpa
mereka. Al-Ghazali menjelaskan bahwa Allah Swt memiliki makar bagi pendosa. Mereka
lupa karena dengan kelezatan sesaat atau kemenangan yang menipu dan kegoncangan
negara yang disertai dengan kecongkakan dan kesombongan. Keadaan seperti ini
merupakan dikte Allah Swt kepada orang-orang yang melakukan kebatilan, kemudian
menarik mereka ke jurang kehancuran tanpa mereka sedari. Menurut Hamka, istidrāj
berarti naik dengan berangsur sedikit demi sedikit. Laksana naik tangga, tangga demi
tangga, sehingga sampai ke puncak atau mencapai klimaks. Naik berangsurangsur sampai
3
di puncak, atau turun berangsur-angsur sampai ke alas. Semuanya ini dengan tidak
disadari oleh yang bersangkutan, sebab mereka telah melupakan Allah Swt, maka Ia pun
menjadikan mereka lupa diri. Hamka menjelaskan lagi, bahwa istidrāj artinya dikeluarkan
dari garis lurus kebenaran tanpa disadari. Diperlakukan apa yang mereka kehendaki dan
dibukakan segala pintu kenikmatan, sampai mereka lupa diri. Mereka umpama lupa
bahwa setelah panas pasti adanya hujan, sesudah lautan yang tenang pasti tibanya
gelombang. Mereka berbuat berbagai maksiat dari keinginan hawa nafsunya yang tidak
terkekang. Akhirnya diri mereka sesat dan siksaan Allah Swt datang kepada mereka. Dari
penjelasan di atas, ulama tafsir sepakat bahwa istidrāj merupakan suatu penangguhan
siksaan atau azab dari Allah Swt terhadap mereka yang melakukan kezaliman dan
kemaksiatan. Kapan terlaksana siksaan dan azab yang ditangguh tersebut, para mufasir
berbeda pendapat. Ada yang menafsirkan bahwa azab atau siksaan akan terjadi di dunia
dan akhirat. Siksaan azab diakhirat akan lebih buruk berbanding siksaan azab di dunia
karena seburuk-buruk tempat kembalian adalah di neraka. Ada yang berpendapat bahwa
tangguhan azab dan siksaan Allah Swt akan ditimpakan ketika di akhirat. Ini adalah
rencana Allah Swt agar mereka menanggung dosa-dosa secara total dan datang di padang
mahsyar dengan berlumuran dosa .
B. Konsep Istidraj
Al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir Syarh Al-Jami Al-Shaghir mengatakan,
perkara dunia yang diinginkan hamba dalam Hadits ini berupa harta, anak, dan
kedudukan. Dengan kenikmatan itu justru hamba tersebut semakin gencar dalam berbuat
maksiat. Akhirnya Allah berikan hamba tersebut istidraj (jebakan) berupa dibukanya
pintu kenikmatan lain dan hamba tersebut merasa senang dan nyaman dengan
kemaksiatannya disertai dengan hilangnya keinginan bertaubat, apalagi menyesali
perbuatannya. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menggambarkan bentuk kehidupan hamba
dalam istidraj ini adalah dibukanya berbagai pintu rezeki dan sumber penghidupan
(kedudukan, jabatan, kehormatan) hingga terperdaya dan beranggapan diri mereka di atas
segala-galanya. Terdapat lima tahapan yang akan dialami oleh hamba yang tidak
mengindahkan ajaran Islam sebagai sebuah istidraj.
4
Pertama, Falamma nasuu maa dzukkiru (ketika hamba melupakan
peringatanperingatan agama). Al Thabari dalam tafsirnya berkomentar melupakan
perintah agama adalah meninggalkan perintah Allah yang disampaikan Rasulnya.
AlRaghib al-Asfahani menjelaskan, melupakan itu timbul ada kalanya disebabkan oleh
hati yang lemah disertai dengan kelalaian yang disengaja. Artinya, melupakan itu bukan
berarti tidak tahu, tidak ingat atau tidak sadar, tapi juga dalam bentuk kesengajaan,
mungkin karena dianggap ajaran Islam itu tidak sesuai dengan konteks masyarakat
modern atau alasan-alasan sejenisnya.
Kedua, Fatahna ‘alaihim abwaba kulli syai’ (Kami pun membuka semua pintu
kesenangan untuk mereka hamba). Diantara bentuk-bentuk kesenangan duniawi yang
hamba dapatkan adalah dimudahkan mendapatkan rezeki melimpah di dunia. Hamba
tersebut akan dimudahkan mendapatkan kesenangan duniawi apa saja yang
diinginkannya. Dengan kesenangan-kesenanga tersebut, si hamba selalu berbuat maksiat,
tidak memiliki keinginan bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.
Ketiga, Hatta idza farihu bima utu (Hingga bila mereka gembira dengan apa
yang diberikan). Ketika hamba sedang dalam puncak kebahagiaan menikmati kesenangan
duniawinya berupa harta benda, anak banyak, dan kedudukan tinggi di kalangan manusia,
namun hidupnya masih jauh dari ketaatan, jauh dari rasa empati pada orang lain, jauh dari
masjid dan jauh dari majelis ilmu.
Keempat, Akhadznahum baghtatan (Kami siksa mereka dengan
sekonyongkonyong). Artinya Allah akan menyiksa hamba tersebut di saat lalai. Qatadah
berkomentar, bahwa siksaan yang menimpa suatu kaum secara tiba-tiba adalah urusan
Allah. Dan tidak sekali-kali Allah menyiksa suatu kaum, melainkan di saat mereka tidak
menyadarinya dan dalam keadaan lalai serta tenggelam dalam kesenangan.
Kelima, Fa idza hum mublisun (ketika itu mereka terdiam putus asa).
Maksudnya, mereka akan putus harapan dari semua kebaikan. Hamba tersebut telah
terperdaya dengan kesenangan duniawi dimana Hasan al-Basri mengatakan, siapa yang
diberi keluasan oleh Allah, lalu ia tidak menyadari hal itu merupakan ujian baginya, maka
dia terperdaya. Sama halnya seorang yang disempitkan oleh Allah, lalu ia tidak menyadari
dirinya sedang diperhatikan oleh Allah, maka dia juga terperdaya.
5
Ketika Allah membiarkan seorang hamba sengaja meninggalkan shalat, meninggalkan
puasa, tidak ada perasaan berdosa ketika bermaksiat seperti saat membuka aurat, berat
untuk bersedekah, merasa bangga dengan apa yang dimiliki dan mengabaikan semua atau
mungkin sebagian perintah Allah, benci terhadap aturan Allah, merasa umurnya panjang
dan menunda-nunda taubat, enggan menuntut dan menambah pengetahuan (khususnya
agama) serta lupa akan kematian, tapi Allah tetap memberikan hamba tersebut rezeki
melimpah, kesenangan terus menerus, dikagumi dan dipuja puji banyak orang, tidak
pernah diberikan sakit, tidak pernah diberikan musibah, prestasi akademiknya tambah
sukses, hidupnya aman-aman saja, maka hamba tersebut harus berhati-hati karena
semuanya itu adalah istidraj. Keadaan tersebut adalah bentuk kesengajaan dan pembiaran
oleh Allah pada hamba yang sengaja berpaling dari perintah-Nya dan Allah menunda
segala bentuk azab-Nya. Allah membiarkan hamba tersebut semakin lalai dan diperbudak
dunia. Semoga kita dihindarkan dari jenis hamba seperti ini dan digolongkan oleh Allah
sebagai hamba yang bisa menggunakan kenikmatan duniawi dalam ketaatan.
C. Dalil-dalil tentang Istidraj
1. Peringatan untuk Orang Kafir
ۗ ْ‫م‬ِ‫ه‬ ُْ ِ
‫فس‬ ْْ َ‫ن‬ّ ِ
‫ال‬ ٌ‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ْ‫ي‬ ِ‫ل‬ ُْْ‫م‬‫ن‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ْْٓ‫و‬ُ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ك‬ َ‫ْن‬‫ي‬ِ‫ذ‬‫ال‬ َ‫ن‬ ‫ب‬َ‫س‬ َْْ‫ح‬‫ي‬ َ‫ال‬َ‫و‬
ُ‫ه‬َ‫ل‬َ‫و‬ ۚ ‫ا‬ً‫م‬ْ‫ث‬ِِْ‫ا‬ ‫ا‬ ْْٓ‫و‬ُ‫د‬‫َا‬‫د‬َْ ْْ َ‫يز‬ِ‫ل‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ْ‫ي‬ِ‫ل‬ُْْ‫م‬‫ن‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ن‬ِ ‫ا‬
ٌ‫ْن‬‫ي‬ِ‫مه‬ ٌ‫ب‬َ‫ا‬‫َذ‬‫ع‬َ ْ‫م‬
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian
tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami
memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka;
dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS.Ali ‘Imran: 178)
2. Siksaan Setelah Kesenangan
َ‫ش‬َ ِّ‫ل‬ُ‫ك‬ُ َ‫اب‬ َ‫و‬ َْ ْ‫اب‬ ْ‫م‬ِ‫ْه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ َ‫ا‬‫ن‬ َْْ‫ح‬َ‫ت‬‫ف‬ ٖ‫ه‬ ِ‫ب‬ ‫ا‬ ْ‫و‬ُ‫ر‬ ُْ ِّ‫ذك‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫ا‬ ْ‫ُو‬‫س‬َ‫ن‬ ‫ما‬ ََْ‫ل‬‫ف‬
ْ‫م‬ُ‫ه‬ٰ‫ن‬ْ‫ذ‬ ََْ‫خ‬‫ا‬ ‫ا‬ ُْ ْْٓ‫و‬ ُْ ْ‫اوت‬ ْٓ‫ا‬‫ا‬ َ‫م‬ِ‫ب‬ ‫ا‬ ْ‫و‬ ُِْ‫ح‬َ‫فر‬َ‫ا‬‫ذ‬ ِِْ‫ا‬ ْٓ‫ى‬ ّٰ‫ت‬َ‫ح‬ ۗ‫ء‬ ْ‫ي‬
ْ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ا‬‫ِذ‬‫ا‬ ِْ َ‫ف‬ ًَْ‫تة‬ْ‫غ‬َ‫ب‬
َ‫ن‬ْ‫ُو‬‫س‬ِ‫ل‬ْ‫ل‬‫م‬
6
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada
mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka;
sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka,
Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam
berputus asa.” (QS.Al An’am: 44).
3. Harta dan Kesenangan Tidak Selalu Berarti Kebaikan
ۙ
َ‫ن‬ ِْْ‫ي‬ََ‫وب‬ ‫ال‬ ‫م‬ ‫من‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫نمههم‬ ‫نما‬ ‫ا‬ ‫ايسسلون‬
َ‫ن‬ْ‫و‬ ُْ ُ‫عر‬ ْ‫ش‬ ْْ َ‫ي‬ ‫ال‬ َْْ‫ل‬‫ب‬ ِۗ‫ت‬ ٰ
‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫فى‬ ْ‫م‬ َُْ‫ه‬‫ل‬ ُ‫ع‬ ِ‫ار‬ ُْ َ‫نس‬
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami
berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan
kebaikankebaikan kepada mereka tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al
Mu’minun: 55-56)
4. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan kepada Kaum Nabi yang Ingkar
َ‫َان‬‫ك‬َ‫م‬ ‫ا‬ََْ‫ل‬ َْ‫به‬ ُ‫م‬ ‫ث‬
َ‫ا‬‫ن‬َ‫ء‬ََۤ‫ا‬‫ب‬ٰ‫ا‬ ‫س‬ َ‫م‬ ْ‫ه‬َ‫ق‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫الو‬َ‫ق‬‫و‬ ‫ا‬ ْ‫و‬َ‫ف‬َ‫ع‬َ ‫ى‬ ّٰ‫ت‬ ََْ‫ح‬ ‫ة‬َََ‫س‬َ‫س‬ْ‫ل‬‫ا‬ َِْ‫ة‬ِّ‫ئ‬‫السي‬ َْ ّْ
َْ ّْ
َ‫و‬ ُ‫ء‬َۤ‫را‬ ‫الض‬
ُُْ‫عر‬ْ‫ش‬ ْْ َ‫ي‬ َ‫ال‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ ًَْ‫تة‬ْ‫غ‬َ‫ب‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ٰ‫ن‬ْ‫ذ‬ ََْ‫خ‬َ‫ا‬‫ف‬ ُ‫ء‬َۤ‫را‬ ‫الس‬ َْ ّْ
َ‫ن‬ْ‫و‬
َ‫ن‬ ِّ‫م‬ ‫ت‬ٰ‫ك‬َْ َ‫بر‬ ْ‫م‬ ِ‫ه‬ َْ ْ‫َلي‬‫ع‬َ ‫ا‬َ‫ن‬ َْْ‫ح‬َ‫ت‬‫ف‬َ‫ل‬ ‫ا‬ َْ ْ‫قو‬ ‫ا‬ َ‫و‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫َو‬َ‫م‬ٰ‫ا‬ ‫ى‬ُْٰٓ
‫قر‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ل‬ َْْ‫ه‬‫ا‬ َ‫ن‬ ‫ا‬ َْ ْ‫لو‬َ‫و‬
ِ‫ء‬َۤ‫ا‬َ‫م‬‫الس‬ َْ ّْ
َ‫ن‬ ُْ ْ‫لو‬ِ‫س‬ْ‫ك‬َ‫ي‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫َانو‬‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ٰ‫ن‬ْ‫ذ‬ ََْ‫خ‬‫ا‬َ‫ف‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫بو‬ ‫َذ‬‫ك‬ ْ‫ن‬ِ‫ك‬ٰ‫ل‬َ‫و‬ ِ
‫ض‬ َْ ْ‫ر‬ ْ
‫اال‬ َ‫و‬
“Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan
dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: “Sesungguhnya nenek
moyang kamipun telah merasai penderitaan dan kesenangan“, maka Kami timpakan
siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya.”
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah
mereka kerjakan.”(QS.Al A’raf: 95-96).
7
5. Istidraj Mengantarkan pada Kebinasaan
َ‫ن‬ْ‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ْث‬‫ي‬َ‫ح‬ ْ‫ن‬ ِّ‫م‬ ْ‫م‬ ُ‫ه‬ُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َْْ‫ه‬‫ْت‬‫س‬َََ‫س‬ ‫ا‬ َْ ِ‫تن‬ٰ‫ي‬ٰ‫ا‬ِ‫ب‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫بو‬ ‫َذ‬‫ك‬ َ‫ْن‬‫ي‬ِ‫ذ‬‫ال‬ َ‫و‬
ٌ‫ن‬ ِْْ‫ي‬‫ت‬َ‫م‬ ْ‫ي‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ك‬ ‫ِن‬ ِ‫ا‬ۗ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ْ‫ي‬ِ‫ل‬ ُْْ‫م‬‫ا‬ َ‫و‬
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan
menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang
tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya
rencana-Ku amat teguh.” (QS.Al A’raf: 182-183).
6. Setan Membuai Manusia, Lalu Berlepas Tangan
ِّ‫ن‬ ِِْ‫ا‬ َ‫و‬ ِ
‫الَاس‬ َ‫ن‬ ِ‫م‬ َ‫م‬ْ‫و‬َ‫ي‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫م‬ُ‫ك‬ َُْ‫ل‬ َ‫ب‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫غ‬ َ‫ال‬ َ‫ا‬َ‫ق‬َ‫و‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬‫ا‬ ََْ‫ع‬ َْْ ‫ا‬ ُ‫ن‬ ٰ‫ْط‬‫ي‬ ‫الش‬ ُ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ َ‫ين‬ َ‫ز‬ ِْْ‫ذ‬ِ ‫ا‬ َ‫و‬
َ‫ج‬ ْ‫ي‬
ِ‫ن‬َٰ‫ت‬‫ئ‬ِ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫ت‬َ‫ء‬َۤ‫ا‬ َْ َ‫تر‬ ‫ما‬ َ‫ل‬َ‫ف‬ ْۚ‫م‬ُ‫ك‬ُ ‫ل‬ َْ ٌّ‫ار‬
ࣖ
ِّ‫ن‬ ِِْ‫ا‬ َ‫ا‬َ‫ق‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ ْْ َ‫لي‬ِ‫ق‬َ‫ع‬َ ‫ى‬ٰ‫َل‬‫ع‬َ َ‫َص‬‫ك‬َ‫ن‬
ْْٓ‫ي‬ِّ‫ن‬ِِْ‫ا‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ُ ْ‫ن‬ِّ‫م‬ ٌ‫ء‬ َْۤ‫ي‬ َْ ِ‫بر‬ ْ‫ي‬
ُ‫اف‬ ََْ‫خ‬‫ا‬ ْْٓ‫ي‬ِّ‫ن‬ ِِْ‫ا‬ َ‫ن‬ْ‫و‬ َْ َ‫تر‬ َ‫ال‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫ى‬َٰ
‫ار‬
ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ِ‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫ه‬ْ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫ش‬َ ُ ّٰ َۗ‫و‬ َ ّْ ٰ
ْ
“Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka
dan mengatakan: “Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadapmu
pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu“. Maka tatkala kedua
pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya
berkata: “Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu, sesungguhnya saya dapat
melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada
Allah“. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS.Al Anfal: 48).
7. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan pada Orang yang Tidak Beriman
ۗ
َ‫ن‬ ْ‫ُو‬‫ه‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ ‫فهم‬ ‫الهم‬ ََْ‫ع‬ َْْ‫ا‬ ‫هم‬َ‫ل‬ ‫نا‬ ‫ي‬ ‫ز‬ َِِ‫ر‬ ِ‫باالخ‬ ‫ن‬ْ‫َو‬ِ‫م‬ُُ‫ي‬ ‫ال‬ ‫ْن‬‫ي‬ِ‫ذ‬‫ال‬ ‫ِن‬ ِ‫ا‬
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami
jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka
bergelimang (dalam kesesatan).” (QS.An Naml: 4)
8
8. Allah Memberikan Kuasa pada Orang yang Mendustakan Al Quran, untuk
Kemudian Membinasakan Mereka
َ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ْث‬‫ي‬َ‫ح‬ ْ‫ن‬ ِّ‫م‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َْْ‫ه‬‫ْت‬‫س‬َََ‫س‬ ِۗ‫ث‬ْ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫س‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ا‬‫ذ‬ ٰ‫ه‬ِ‫ب‬ ‫ب‬ِ‫ذ‬َ‫ك‬‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ ْ‫ي‬ِ‫ن‬ َْ ْ‫ر‬َ‫ذ‬‫ف‬
َۙ‫ن‬ْ‫و‬ُ‫م‬
“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang
mendustakan Perkataan ini (Al Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan
berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,” (QS.Al
Qalam: 44).
9. Sesungguhnya Nikmat adalah Ujian
َ‫م‬‫ِن‬ ِ‫ا‬ َ‫ل‬‫ا‬ َ‫ق‬ ۙ‫نا‬ ِّ‫م‬ًِ َ‫م‬ْ‫ع‬ِ‫ن‬ ُ ‫ه‬َْٰ‫ل‬‫و‬ َ‫خ‬ َ‫ا‬‫ذ‬ ِِْ‫ا‬ ُ‫م‬ ‫ث‬ ۖ‫ا‬ َ‫َان‬‫ع‬ ََْ‫د‬ ‫ر‬ ٌّ ُ‫ض‬ َ‫ان‬َ‫س‬ْ‫ن‬ِ ْ
‫اال‬ ‫س‬ َ‫م‬ َ‫ا‬‫ِذ‬‫ا‬ ِْ َ‫ف‬
ْٓ‫اا‬
ْ‫م‬ُ‫ه‬ َْ َ‫ثر‬ َْ ْ‫اك‬ ‫ن‬ ِ‫ك‬ٰ‫ول‬ ٌ ِ َْ ْ‫تن‬ِ‫ف‬ َ‫ي‬ ِ‫ه‬ ْ‫ل‬َۗ‫ب‬ ‫م‬ْ‫ل‬ِ‫ع‬ ‫ى‬ٰ‫َل‬‫ع‬َ ُْ‫ه‬‫ْت‬‫ي‬ِ‫ت‬ ُْ ْ‫او‬
َ‫ن‬ْ‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ َ‫ال‬
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila
Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata, “Sesungguhnya aku diberi
nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi
kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” (QS.Az Zumar: 49).
9
BAB 2
DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG
DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH
TERHADAP HAMBANYA
A. Dalil, Terjemahan dan Penjelasannya
Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ‫د‬‫ا‬ ََْ‫ر‬‫أ‬ َ‫ا‬ِ‫ذ‬‫إ‬
َ‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫ه‬ِ‫د‬ ْْ َ‫عب‬ِ‫ب‬ ُ َْ ّْ
َ‫د‬‫ا‬ ََْ‫أر‬ َ‫ا‬ َ‫إذو‬ َ‫ا‬‫ي‬ْ‫ن‬ ‫اله‬ ِ‫فى‬ َ‫ة‬َ‫ب‬ُ‫و‬ُ‫ق‬‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ ‫ه‬َ‫ل‬ َ‫ل‬‫َج‬‫ع‬َ َْ ّْ
‫ال‬ ِ‫ه‬ِ‫د‬ ْْ َ‫عب‬ِ‫ب‬ ُ َْ ّْ
‫ر‬ ‫ش‬ َْ ّْ
ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َْ ْ‫ن‬ِ‫ذ‬‫ب‬ ُ ‫ه‬ََْ‫ع‬َ َ‫ك‬َ‫س‬ َْْ‫م‬‫أ‬
َ‫م‬ َْ ْ‫يو‬ ِ‫ه‬ ِ‫ب‬ ‫فى‬ ُْ َ‫يو‬ ‫ى‬ ‫ت‬َ‫ح‬
ِ‫ة‬َ‫م‬َ‫ا‬‫ي‬ِ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬
“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan
hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan
mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari
kiamat kelak.” (HR.Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani).
Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ِ‫ء‬َ َ‫لَل‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫م‬َ‫ظ‬ِ‫ع‬ َ‫ع‬ َ‫م‬ ِ‫اء‬َ‫ز‬َ‫ج‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫م‬َ‫ظ‬ِ‫ع‬ ِ‫ن‬ ‫إ‬
ِ‫ن‬ ‫إ‬ َ‫و‬
َ‫ط‬ ِ‫خ‬َ‫س‬ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ض‬ِّ‫الر‬ ُ‫ه‬ َ‫ل‬َ‫ف‬َ‫ى‬ ِ
‫ض‬َ‫ر‬ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ َ
‫ْتَل‬‫ب‬‫ا‬ ‫ا‬ً‫م‬ْ‫و‬َ‫ق‬ ‫ب‬ ََْ‫ح‬‫أ‬ َ‫ا‬ِ‫ذ‬‫إ‬ َ َْ ّْ
ُ ‫ه‬َ‫ل‬َ‫ف‬
ُ‫ط‬َ‫خ‬‫الس‬ َْ ّْ
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat.
Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk
mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa
siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan
kata Syaikh Al Albani).
Faedah dari dua hadits di atas:
10
1. Musibah yang berat (dari segi kualitas dan kuantitas) akan mendapat balasan
pahala yang besar.
2. Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih
mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih- pada anaknya,
‫وا‬ ‫الذهب‬ ‫بَي‬ ‫يا‬
‫يختلر‬ ‫والمُمن‬ ‫بالَار‬ ‫يختلران‬ ‫لفضة‬
‫باللَلء‬
“Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya
dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.”
3. Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan
mendapat pahala yang besar.
4. Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang
pedih.
5. Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman.
6. Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya
di dunia dengan diberikan musibah yang ia tidak suka sehingga ia keluar dari
dunia dalam keadaan bersih dari dosa.
7. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas
dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak. Ath Thibiy
berkata, “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas
hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.”
(Lihat Faidhul Qodir, 2: 583, Mirqotul Mafatih, 5: 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7: 65)
8. Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk
bersikap sabar dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan maksudnya
untuk meminta musibah datang karena ada larangan meminta semacam ini.” Jika
telah mengetahui faedah-faedah di atas, maka mengapa mesti bersedih? Sabar
dan terus bersabar, itu solusinya.
11
B. Contoh Kasus
Bersandar kepada Hadits shahih riwayat At-Tirmizi, Rasulullah SAW
bersabda, “Dua kejahatan yang disegerakan balasannya di dunia adalah zina dan
durhaka kepada dua ibu bapak”.
Pertama, Zina, bisa zina mata, zina hati apalagi sampai melakukan hubungan
suami istri, maka azab Allah biasanya kontan. Akan dicabut barokah hidup kita.
Bahkan dalam kesempatan yang lain dikisahkan, Allah akan memberikan balasan
orang zina dengan enam perkara, tiga di dunia dan tiga lagi di akhirat. Yang di dunia
adalah hilang keceriaan wajah, pendek umur dan senantiasa dalam keadaan susah.
Sedangkan tiga ditangguhkan di akherat adalah kemurkaan Allah, balasan yang buruk
dan azab di neraka. Islam tidak mengenal konsep abu-abu dalam beriman. Artinya,
ketika seseorang sedang berzina, di manapun dan dengan siapapun, maka saat itu ia
sedang tidak beriman. Laksana kepala tanpa penutup. Islam dia, namun pada saat
kejadian itu, imannya sedang runtuh. Itulah sebabnya kadang antara Islam dan iman
seseorang tidak sejalan.
Zina hanya akan menghasilkan penyesalan yang panjang. Kenikmatan yang
diperoleh sesaat, tidak sebanding dengan derita yang dialami. Baik dirinya maupun
pasangan korban. Maraknya kasus pelecehan seksual di kalangan anak-anak yang
dilakukan oleh orang-orang terdekat (keluarga, teman) menjadi pertanda bagaimana
pelampiasan nafsu syahwat yang bertabrakan dengan koridor agama apapun. Ditambah
dengan lemahnya pengawasan orang tua dan lingkungan membuat praktekpraktek
semacam itu marak.
Untuk mengatasi masalah tersebut, tidak ada jalan lain kecuali membentengi
diri dan keluarga dengan agama. Dalam Al-quran bahkan sangat jelas, larangan jangan
dekati zina. Mendekati saja dilarang apalagi melakukannya. Maka, usaha usaha
ekonomi yang dibumbui dengan unsur zina, yakinlah lambat laun akan gulung tikar.
Mungkin awalnya terlihat jaya, banyak pelanggan dan sebagainya. Namun karena jauh
dari ridha Allah, usaha ekonomi itupun akan jatuh. Apapun bentuk usaha itu. Bagi kita
yang tanpa sadar terperangkap dalam situasi semacam, maka tidak ada kata lain,
kecuali taubat dan segera mengejar ampunan-Nya.
12
Kedua, durhaka kepada ibu bapak. Banyak di antara kita yang menyepelekan
orang tua. Abai dan tidak menaruh hormat. Bahkan tidak sedikit yang mengingkari
nasab. Menyesal mengapa dirinya dilahirkan oleh orang tua yang jelek, miskin, tidak
berpendidikan dan sebagainya. Kalau itu yang terjadi pada kita, maka marilah segera
raih ridha orang tua dengan berbuat baik kepada-nya. Berlaku sopan, berkata lembut
dan menuruti perintahnya sepanjang tidak untuk menyekutukan Allah SWT.
Dalam surat Luqman ayat 12-19 sangat jelas dan rigit, bagaimana kita harus
bersikap kepada keduanya. Bahkan sampai ketika mereka berbeda keyakinan
sekalipun, kita tetap harus berbuat baik kepadanya dengan tetap mendoakannya.
Apalagi orang tua kita seiman-seagama.
Rasul bersabda, Ridha Allah adalah ridha orang tua dan murka Allah adalah
juga karena murka orang tua kita. Maka sudah selayaknya kita buat orang tua kita
tersenyum dengan sikap kita. Pengorbanannya tidak dapat ditukar dengan harta benda
dan perbuatan baik kita kepada mereka. Dalam surat Al-Ahqaf ayat 15, “Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya, “ Dalam
surat An-Nisa ayat 36, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapakmu, kaum kerabat,
anak yatim, orang miskin, tetangan dekat danjauh, rekan karib dan ibnu sabil serta
hamba sahaya.”
Barangkali selama ini kita berusaha, bekerja di rumah atau di kantor/instansi,
rasanya selalu mendapatkan batu sandungan tidak henti, maka tidak ada salahnya kita
koreksi diri, jangan-jangan selama ini kita sering menyakiti hati orang tua, hingga
membuat mereka tidak ridha dengan langkah hidup kita. Yuk, kita cium tangan
mereka, kita gapai ridhanya dengan semangat membahagiakannya, baik di dunia,
apalagi di akhirat.
13
BAB 3
BERITA KENABIAN RASULULLAH SAW YANG DIMUAT DI DALAM
KITAB-KITAB SUCI AGAMA LAIN
A. Kitab Suci Injil
Dalam kitab Ulangan, 18:15, yang berbunyi, "Bahwa seorang Nabi dari
antara kamu dari antara segala saudaramu dan yang seperti aku ini yaitu akan
dibangkitkan oleh Tuhan Allahmu bagi kamu maka dia haruslah kamu dengar."
Di beberapa ayat dalam Kitab Ulangan itu disebutkan akan diutusnya Nabi
Muhammad SAW dengan semua yang dikatakannya membawa atau menyebut nama
Tuhan dan bukan nama dewa. Nabi Muhammad SAW juga wafat tidak karena dibunuh
orang. Selain itu, apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad tentu terjadi, meski baru
terjadi pada masa beberapa abad sesudah wafatnya dan yang terjadi pada masa
hidupnya. "Bahwa kalau Nabi itu berkata atas nama Tuhan, lalu barang yang
dikatakannya itu tak jadi atau tak datang, itulah perkataan yang bukan sabda Tuhan,
melainkan Nabi itu berkata dengan angkaranya: jangan kamu takut akan dia."
(Ulangan, 18:22).
Kemudian dalam Injil Yahya juga disebutkan ayat yang mengarah pada akan
kedatangan Nabi Muhammad. Seperti dalam Yahya, 14:26, yang berbunyi, "Tetapi
penghibur, yaitu Ruhul Kudus, yang akan disuruh oleh Bapa sebab namaku, yaitu akan
mengajarkan segala perkara itu kepadamu dan mengingatkan kamu segala perkara
yang telah kukatakan kepadamu itu." "Maka sekarang sudah kukatakan kepadamu
sebelum jadinya, supaya apabila ia jadi kelak, boleh kamu percaya" (Yahya, 14:29).
Di dalam Kitab Injil Barnabas, kedatangan Nabi Muhammad SAW lebih jelas
dinyatakan. Barnabas sendiri adalah nama seorang sahabat atau pembela Nabi Isa.
Karenanya, Injil Barnabas ditulisnya sendiri dari wasiat yang didengarnya dari Nabi
Isa AS. Di dalam kitab itu memberitakan kedatangan Nabi SAW, bahkan dijelaskan
14
pula tentang peristiwa disalibnya Nabi Isa, bukanlah Nabi Isa yang disalib, melainkan
Yahuda. Injil Barnabas termasuk injil yang kuno, yang tertulis pada abad pertama
Masehi. Dalam ayat di kitab Injil Barnabas, misalnya, disebutkan bahwa saat Nabi Isa
AS memberitahu para hawari (penolong) bahwa beliau akan berpaling meninggalka n
alam. Saat itu, Isa berkata agar hati mereka tidak bergoncang dan tidak takut. Sebab,
Isa bukanlah yang menjadikan mereka, tetapi Allah yang menjadikan dan memelihara
mereka. "Adapun tentang ketentuan tugasku, sesungguhnya aku datang untuk
menyediakan jalan bagi Rasulullah yang akan datang dengan membawa tugas
kelepasan alam ini." (Barnabas, 72:10).
Dalam kitab Injil Yohanes XIV:15-16 misalnya, di situ Nabi Isa as. berkata
“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahku. Aku akan minta
kepada Bapa dan Ia akan memberikan kepadamu seorang penolong yang lain supaya
ia menyertai kamu selama-lamanya.” Merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad
dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih (M Quraish Shihab, 2018), teks
tersebut merupakan kabar gembira tentang kehadiran Nabi Muhammad saw.
Pada kitab Injil Yohanes bab 14 ayat 30 disebutkan Al Masih berkata; "Nanti
aku tidak akan berbicara banyak dengan kalian, karena pemimpin dunia itu sedang
datang kepadaku, dan tak ada sesuatu pun yang dimilikinya ada padaku." Dalam Injil
perjanjian baru edisi Indonesia ayat ini berbunyi: "Tidak banyak lagi aku berkata-kata
dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas
diri-Ku." (Yohanes 14:30).
B. Kitab Suci Taurat
Dalam kitab Taurat Pertama Pasal ke-9 disebutkan: “Sesungguhnya Hajar
ketika berpisah dengan Sarah dan diajak bicara oleh malaikat. Malaikat berkata:
‘Wahai Hajar, dari mana engkau datang? dan kemana engkau ingin pergi? Maka ketika
Hajar menerangkan keadaannya, malaikat itu berkata:Kembalilah karena aku akan
memperbanyak keturunanmu dan tumbuhan mu sampai tidak terhitung. Dan engkau
akan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Ismail. Karena Allah telah mendengar
kerendahan dan ketundukan mu. Dan anakmu menjadi manusia paling kuat. Kuasanya
15
berada di atas kuasa semuanya, dan tempat tinggalnya berada di batasbatas semua
saudaranya.”
Dalam Taurat, kabar tentang Nabi Muhammad saw. juga terdapat dalam
Kitab Yeyasa bab ke-42. Bunyi teksnya: “Agar manusia dan kota-kotanya meninggi
suaranya, rumah-rumah yang ditinggali oleh Qaidir, agar penduduk Sali’ berdendang
dari puncak-puncak gunung untuk memanggil, memberikan kemuliaan kepada Tuhan,
dan mengabarkan dengan tasbihnya di pulau-pulau.”
Dalam Ulangan 18: 17-19, Nabi Musa a.s. menubuatkan: “Lalu berkatalah
TUHAN kepadaku: Apa yang dikatakan mereka itu baik; seorang nabi akan
Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan
menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala
yang Kuperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku
yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Kutuntut
pertanggungjawaban.”
C. Kitab Suci Zabur
Dalam Perjanjian Lama, Mazmur 25:12-13, disebutkan, “Siapakah orang
yang takut kepada Tuhan, Kepadanya Tuhan menunjukkan jalan yang harus dipilihnya.
Orang itu sendiri akan menetapkan dalam kebahagiaan dan anak cucunya akan
mewarisi bumi.”
Dalam kitab Zabur-Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Mazmur
dan dalam bahasa Inggris Psalms- bab 72 ayat 8 dikatakan sebagai berikut;
"Kerajaannya akan membentang dari laut ke laut. Dari sungai itu sampai ke ujung
bumi. Di depannya tunduk penduduk daerah pelosok. Raja-raja Tarsyisy dan
pulaupulau membawa hadiah-hadiah kepadanya. Raja-raja Syaba dan Saba'
menyampaikan upeti. Semua raja tunduk di depannya. Semua bangsa menjadi
hambanya. Karena dia menyelamatkan orang miskin peminta tolong yang tertindas dan
tidak memiliki penolong. Dia menyantuni orang fakir dan yang membutuhkan. Dia
16
menyelamatkan jiwa-jiwa sengsara dan mengeluarkan jiwa mereka dari kegelapan dan
kekejaman. Dia menjaga hidup mereka, karena hidup begitu berharga di matanya.
Semoga hiduplah sang raja. Semoga emas Syiba diberikan kepadanya. Semoga
mereka berdoa untuk selamanya, dan meminta berkah Tuhan untuknya setiap siang.
Semoga banyak tanaman gandum di bumi, dan di puncak-puncak gunung, dan
semuanya mekar seperti cedar Lebanon, dan penduduk kota berbunga seperti rumput
di tanah. Namanya akan abadi selamanya. Namanya akan kekal seperti kekalnya
matahari. Umat manusia akan mengambil berkah dengannya, dan semua bangsa
menyatakan bahwa dia baik.
D. Kitab Suci Hindu
Disebutkan dalam Bhavisa Purana dalam Pratisarag Parv III, Khand 3,
Adhyay 3, Shalokas 10 to 27 : “Aryadarma akan tampil di muka bumi ini. ‘Agama
kebenaran’ akan memimpin dunia ini. Saya diutus oleh Isyparmatma. Dan pengikut
saya adalah orang yang berada di lingkungan itu, yang kepalanya tidak dikucir, mereka
akan memelihara jenggot dan akan mendengarkan wahyu, mereka akan mendengarkan
panggilan sholat (adzan), mereka akan memakan apa saja kecuali daging babi, mereka
tidak akan disucikan dengan tanaman semak-semak/umbi-umbian tapi mereka akan
suci di medan perang. Meraka akan dipanggil “Musalaman” (perantara kedamaian).”
Dalam Atharvaveda book 20 Hymn 127 Shlokas 1-14 disebutkan tentang
Kuntupsuktas yang mengisyaratkan bahwa nabi Muhammad akan terungkap kemudian
mantra 1 mengatakan : ia akan disebut Narasangsa. “Nars” artinya orang, “sangsa”
artinya “yang terpuji”. Jadi Narasangsa artinya : orang yang terpuji. Kata
“Muhammad” dalam bahasa arab juga berarti : orang yang terpuji. Jadi Narasangsa
dalam bahasa Sansekerta adalah identik dg Muhammad dalam bahasa arab. Jadi
Narasangsa adalah figur yang sama dengan Nabi Muhammad. Ia akan disebut
“Kaurama” yang bisa berarti : pangeran kedamaian, dan bisa berarti : orang yg pindah
(hijrah). Nabi Muhammad adalah seorang pangeran kedamaian yang hijrah dari
Makkah ke Madinah. Ia akan dilindungi dari musuh yang akan dikalahkannya yang
berjumlah 60.090 orang. Jumlah itu adalah sebanyak penduduk Makkah pada masa
Muhammad hidup yaitu sekitar 60.000 orang.
17
Mantra 2 mengatakan : ia adalah resi yang naik unta. Ini berarti ia bukan
seorang bangsawan India, karena dikatakan dalam Mansuriti(11) : 202 mengatakan
bahwa Brahma tidak boleh menaiki unta atau keledai. Jadi tokoh ini jelas bukan dari
golongan Brahmana (pendeta tinggi Hindu), tapi seorang asing. Mantra 3 mengatakan
: ia adalah “Mama Rishi” atau resi agung. Ini cocok dengan Nabi agung umat Islam
yaitu Nabi Muhammad SAW. Mantra 4 mengatakan : ia adalah Washwereda (Rebb)
artinya orang yang terpuji. Nabi Muhammad yang juga dipanggil dengan nama Ahmad
adalah berarti juga “orang yang terpuji” yang terjemahan bahasa Sansekerta-nya
adalah Rebb.
Dalam Atharvaveda book 20 hymn 21 : 6 dinyatakan bahwa di sana
disebutkan dengan istilah : “akkaru” yang artinya : “yang mendapat pujian”. Dia akan
mengalahkan 10.000 musuh tanpa pertumpahan darah. Hal ini merujuk pada perang
Ahzab yang mana Nabi Muhammad mengalahkan musuh yang berjumlah 10.000
orang tanpa pertumpahan darah. Dalam Atharvaveda book 20 hymn 21 : 7 dinyatakan
bahwa Abandu akan mengalahkan 20 penguasa. Abandu juga berarti seorang yatim
atau seorang yang mendapat pujian. Ini mengarah pada nabi Muhammad yang seorang
yatim sejak lahir dan arti kata Muhammad/Ahmad yang berarti yang terpuji, yang akan
mengalahkan kepala-suku-suku dari suku-suku di sekitar Makkah yg berjumlah sekitar
20 suku. Dalam Samaveda Agni Mantra 64 dinyatakan bahwa ia tidak disusui oleh
ibunya. Hal ini persis dengan Nabi Muhammad yang tidak disusui oleh ibunya tapi
oleh seorang wanita bernama Halimah. Dalam Samaveda Uttararchika Mantra 1500
dinyatakan bahwa Ahmad akan dianugrahi undang-undang abadi, yang jelas mengacu
pada Nabi Muhammad yang akan dianugrahi kitab suci Al-Qur’an. Tapi karena orang
India yang berbahasa sansekerta tidak paham kata Ahmad, maka diterjemahkan
menjadi “a” dan “mahdi” yaitu “saya sendiri”, jadi diartikan “saya sendiri yang
menerima undang-undang abadi”. Padahal seharusnya “Muhammad sendiri yang
dianugrahi undang-undang abadi”.
18
BAB 4
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER SAINS DAN TEKNOLOGI
A. Pendahuluan
Pendidikan Islam yang mengalami masa tunas pada masa Dinasti Bani
Umayyah mencapai puncaknya pada masa Dinasti Bani Abbasiyah. Kemajuan
pendidikan Islam pada masa ini dikarenakan penguasa dari Dinasti Bani Abbasiyah
mengambil kebijakan dengan mengangkat orang-orang Persia menjadi pejabat-
pejabat penting di istana, terutama dari keluarga Baramikah, sebuah keluarga yang
telah lama bersentuhan dengan filsafat dan ilmu pengetahuan Hellenisme yang
mempengaruhi umat Islam untuk belajar dan mengembangkan pemikiran Islam. Hal
ini semakin nyata setelah penguasa dari Dinasti ini memproklamirkan aliran
Mu’tazilah, sebuah aliran teologi rasional sebagai mazhab resmi negara. Pada masa
ini pendidikan Islam mencapai zaman keemasannya. Filsafat Islam, ilmu
pengetahuan, sains dan pemikiran Islam mencapai kemajuan yang sangat pesat
sehingga menjadikan Islam sebagai pusat keilmuan yang tiada tandingnya di dunia
dan filsafat serta ilmu pengetahuannya menjadi kiblat dunia pada saat itu.
Perseteruan antara agama dan ilmu pengetahuan (sains) merupakan isu klasik
yang sampai saat ini masih berkembang di dunia Barat dalam wujud sekularisme.
Tetapi, Islam tidak mendekati persoalan sains ini dari perspektif tersebut karena al-
Qur’an dan al-Sunnah telah memberikan sistem yang lengkap dan sempurna yang
mencakup semua aspek kehidupan manusia, termasuk kegiatan-kegiatan ilmiah atau
penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Jadi, kegiatan ilmiah merupakan bagian yang
integral dari keseluruhan sistem Islam di mana masing-masing bagian memberikan
sumbangan terhadap yang lainnya.
Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya membaca (baca: mengamati) gejala
alam dan merenungkannya. Al-Qur’an mengambil contoh dari kosmologi, fisika,
biologi, ilmu kedokteran dan lainnya sebagai tanda kekuasaan Allah untuk dipikirkan
oleh manusia. Tidak kurang dari tujuh ratus lima puluh ayat – sekitar seperdelapan
19
al-Qur’an– yang mendorong orang beriman untuk menelaah alam, merenungkan dan
menyelidiki dengan kemampuan akal budinya serta berusaha memperoleh
pengetahuan dan pemahaman alamiah sebagai bagian dari hidupnya. Kaum muslim
zaman klasik memperoleh ilham dan semangat untuk mengadakan penyelidikan
ilmiah di bawah sinar petunjuk al-Qur’an, di samping dorongan lebih lanjut dari
karya-karya Yunani dan sampai batas-batas tertentu oleh terjemahan naskah-naskah
Hindu dan Persia. Dengan semangat ajaran al-Qur’an, para ilmuwan muslim tampil
dengan sangat mengesankan dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. Pengaruh al-
Qur’an ini tidak saja diakui oleh kalangan ilmuwan muslim zaman dahulu, seperti al-
Ghazali, (1983:45-48 ) dan al-Suyuthi, ( Dhahabi, 1961: 420) bahkan sarjana
Baratpun mengakuinya, seperti R. Levy (1975:400) (1975: 400) dan George Sarton.
(tt:23).
B. Dimensi Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an
Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan satu sama
lain. Sains, menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang
diperoleh sebagai konsensus para pakar, melalui penyimpulan secara rasional mengenai
hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data pengukuran yang diperoleh dari observasi
pada gejala-gejala alam. Sedangkan teknologi adalah himpunan pengetahuan manusia
tentang proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains, dalam
kerangka kegiatan yang produktif ekonomis (Baiquni, 1995: 58-60).
Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat
praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-Qur’an bukanlah ensiklopedi sains dan
teknologi apalagi al-Qur’an tidak menyatakan hal itu secara gamblang.
Akan tetapi, dalam kapasitasnya sebagai huda li al-nas, al-Qur’an memberikan
informasi stimulan mengenai fenomena alam dalam porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh
ratus lima puluh ayat (Ghulsyani, 1993: 78). Bahkan, pesan (wahyu) paling awal yang
diterima Nabi SAW mengandung indikasi pentingnya proses investigasi (penyelidikan).
20
Informasi alQur’an tentang fenomena alam ini, menurut Ghulsyani, dimaksudkan untuk
menarik perhatian manusia kepada Pencipta alam Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana
dengan mempertanyakan dan merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia
agar berjuang mendekat kepada-Nya (Ghulsyani, 1993). Dalam visi al-Qur’an, fenomena
alam adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap alam itu
akan membawa manusia lebih dekat kepada Tuhannya.
Pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi dapat ditelusuri dari pandangan al-
Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu pada tingkatan yang hampir
sama dengan iman seperti tercermin dalam surat al-Mujadalah ayat
11:
“… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu atau menjadi
ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai istilah yang berkaitan dengan
hal ini. Misalnya, mengajak melihat, memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian
(Fathir: 27; al-Hajj: 5; Luqman: 20; alGhasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-Anbiya’: 30),
membaca (al‘Alaq: 1-5) supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am: 97; Yunus: 5),
supaya mendapat jalan (al-Nahl: 15), menjadi yang berpikir atau yang menalar berbagai
fenomena (al-Nahl: 11; Yunus: 101; al-Ra’d: 4; al-Baqarah: 164; al-Rum: 24; al-Jatsiyah:
5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali ‘Imran: 7; 190-191; al-Zumar: 18), dan mengambil
pelajaran (Yunus: 3).
Sedangkan pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi, dapat diketahui dari
wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw.:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan pengantaran kalam (tulis baca). Dia
Mengajarkan manusia apa yyang tidak diketahuinya.” (QS al-‘Alaq:1-5)
Kata iqra’, menurut Quraish Shihab, diambil dari akar kata yang berarti
menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah,
21
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun
tidak. Sedangkan dari segi obyeknya, perintah iqra’ itu mencakup segala sesuatu yang
dapat dijangkau oleh manusia. (Shihab, 1996:433)
Atas dasar itu, sebenarnya tidak ada alasan untuk membuat dikotomi ilmu agama
dan ilmu non agama. Sebab, sebagai agama yang memandang dirinya paling lengkap tidak
mungkin memisahkan diri dari persoalan-persoalan yang bereperan penting dalam
meningkatkan kesejahteraan umatnya. Berkaitan dengan hal ini, Ghulsyani mengajukan
beberapa alasan untuk menolak dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama sebagai berikut:
1. Dalam sebagian besar ayat al-Qur’an, konsep ilmu secara mutlak muncul dalam
maknanya yang umum, seperti pada ayat 9 surat al-Zumar:
“Katakanlah: adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui.”
Beberapa ayat lain yang senada di antaranya QS 2:31; QS 12:76; QS 16: 70.
2. Beberapa ayat al-Qur’an secara eksplisit menunjukkan bahwa ilmu itu tidak hanya
berupa prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama saja. Misalnya, firman Allah pada
surat Fathir ayat 27-28:
“Tidakkahkamu melihat bahwasanya Allahmenurunkan hujan dari langit laluKami
hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya. Dan di
antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka ragam
warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatangmelatadan binatang-binatangternakada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-
hamba-Nya hanyalah “ulama”. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun."
Dengan jelas kata ulama (pemilik pengetahuan) pada ayat di atas dihubungkan dengan
orang yang menyadari sunnatullah (dalam bahasa sains: “hukum-hukum alam”) dan
misteri-misteri penciptaan, serta merasa rendah diri di hadapan Allah Yang Maha Mulia.
3. Di dalam al-Qur’an terdapat rujukan pada kisah Qarun. “Qarun berkata:
Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (QS al-Qashash:
78) (Ghulsyani, 1993: 44-45)
22
Di samping itu, subyek yang dituntut oleh wahyu pertama (al-‘Alaq: 1-5) adalah
manusia, karena potensi ke arah itu hanya diberikan oleh Allah swt. kepada jenis makhluk
ini. Pemberian potensi ini tentunya tidak terlepas dari fungsi dan tanggung jawab manusia
sebagai khalifah Allah di atas muka bumi. Sedangkan bumi dan langit beserta isinya telah
‘ditundukkan’ bagi kepentingan manusia. Mari perhatikan firman Allah di dalam surat al-
Jatsiyah ayat 13:
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya (sebagai rahmat dari-Nya). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.”
Kata sakhkhara (menundukkan) pada ayat di atas atau kata yang semakna dengan
itu banyak ditemukan di dalam alQur’an yang menegaskan bahwa Allah swt.
menundukkan semua ciptaan-Nya sesuai dengan peraturan-peraturan (sunnatullah) Nya,
sehingga manusia dapat mengambil manfaat sepanjang manusia mau menggunakan akal
dan pikirannya serta mengikuti langkah dan prosedur yang sesuai dengan sunnatullah itu.
Misalnya, menurut Baiquni, (1997: 1516 ) tertiupnya sehelai daun yang kering dan pipih
oleh angin yang membawanya membumbung tinggi ke atas adalah karena aliran udara di
sekitarnya. Orang yang melakukan pengamatan dan penelitian untuk menemukan jawaban
atas pertanyaan: “bagaimana daun itu diterbangkan?”, niscaya akan sampai kepada
sunnatullah yang menyebabkan daun itu bertingkah laku seperti yang tampak dalam
pengamatannya. Pada dasarnya, sebuah benda yang bentuknya seperti daun itu, yang
panjang dan bagian pinggir dan lebarnya melengkung ke bawah, akan mengganggu aliran
udara karena pada bagian yang melengkung itu aliran udara tidak selancar di tempat lain.
Akibatnya, tekanan udara di lengkungan itu lebih tinggi dari pada bagian lainnya sehingga
benda itu terangkat. Orang yang melakukan pengamatan dan penelitian itu menemukan
sunnatullah yang dalam ilmu pengetahuan disebut aerodinamika. Dengan pengetahuan
yang lengkap dalam bidang aerodinamika dan pengetahuan tentang sifat-sifat material
tertentu manusia mampu menerapkan ilmunya itu untuk membuat pesawat terbang yang
dapat melaju dengan kecepatan tertentu.
Untuk dapat memahami sunnatullah yang beraturan di alam semesta ini, manusia
telah dibekali oleh Allah SWT dua potensi penting, yaitu potensi fitriyah (di dalam diri
manusia) dan potensi sumber daya alam (di luar diri manusia). Di samping itu, al-Qur’an
23
juga memberikan tuntunan praktis bagi manusia berupa langkah-langkah penting
bagaimana memahami alam agar dicapai manfaat yang maksimal. Suatu cara
penghampiran yang sederhana dalam mempelajari ilmu pengetahuan ditunjukkan al-
Qur’an dalam surat al-Mulk ayat 3-4 yang intinya mencakup proses kagum, mengamati,
dan memahami. Dalam konteks sains, al-Qur’an mengembangkan beberapa
langkah/proses sebagai berikut.
Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk mengenali secara
seksama alam sekitarnya seraya mengetahui sifat-sifat dan proses-proses alamiah yang
terjadi di dalamnya. Perintah ini, misalnya, ditegaskan di dalam surat Yunus ayat 101.
“Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan (dengan nazhor) apa yang ada di
langit dan di bumi….”
Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak
sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang seksama
terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari gejala alam yang diamati (Baiquni,
1997:20). Perintah ini tampak lebih jelas lagi di dalam firman Allah di surat al-Ghasyiyah
ayat 17-20:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan (dengan nazhor) onta bagaimana ia
diciptakan. Dan langit bagaimana ia diangkat. Dan gunung-gunung bagaimana
mereka ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dibentangkan.”
Kedua, al-Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan pengukuran
terhadap gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam surat al-Qamar ayat 149.
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.”
Ketiga, al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam terhadap
fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat untuk mencapai kesimpulan
yang rasional. Persoalan ini dinyatakan dalam surat al-Nahl ayat 1112.
“Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanamantanaman zaitun, korma,
anggur, dan segala macam buahbuahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi mereka yang mau berpikir.
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu; dan
bintang-bintang itu ditundukkan (bagimu) dengan perintah-Nya. Sebenarnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar.”
24
Tiga langkah yang dikembangkan oleh al-Qur’an itulah yang sesungguhnya yang
dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi (pengamatan), pengukuran-
pengukuran, lalu menarik kesimpulan (hukum-hukum) berdasarkan observasi dan
pengukuran itu.
Meskipun demikian, dalam perspektif al-Qur’an, kesimpulan-kesimpulan ilmiah
rasional bukanlah tujuan akhir dan kebenaran mutlak dari proses penyelidikan terhadap
gejala-gejala alamiah di alam semesta. Sebab, seperti pada penghujung ayat yang
menjelaskan gejala-gejala alamiah, kesadaran adanya Allah dengan sifat-sifat-Nya Yang
Maha Sempurna menjadi tujuan hakiki di balik fakta-fakta alamiah yang dinampakkan.
Memahami tanda-tanda kekuasaan Pencipta hanya mungkin dilakukan oleh orang-
orang yang terdidik dan bijak yang berusaha menggali rahasia-rahasia alam serta memiliki
ilmu (keahlian) dalam bidang tertentu. Ilmu-ilmu kealaman seperti matematika, fisika,
kimia, astronomi, biologi, geologi dan lainnya merupakan perangkat yang dapat digunakan
untuk memahami fenomena alam semesta secara tepat. Dengan bantuan ilmu-ilmu serta
didorong oleh semangat dan sikap rasional, maka sunnatullah dalam wujud keteraturan
tatanan (order) di alam ini tersingkap.
C. Prinsip – Prinsip Dasar Kegiatan Ilmiah dalam al-Qur’an
Atas dasar pandangan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan (sains dan teknologi),
dapat dirumuskan beberapa prinsip dasar yang menopang dan memantapkan kegiatan
ilmiah manusia sebagai berikut.
1. Prinsip Istikhlaf
Prinsip istikhlaf merupakan salah satu prinsip dasar yang digariskan oleh al-Qur’an
dalam mendukung dan memantapkan kegiatan imiah. Konsep istikhlaf ini
berkaitan erat dengan fungsi kekhalifahan manusia. Dalam Islam, konsep kekhalifahan
memiliki sifat yang multi dimensional.
Pertama, konsep kekhalifahan telah menempatkan manusia sebagai pengatur dunia
ini dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Untuk itu, imanusia dibekali dengan
dua kekuatan pokok, wahyu Allah dan kemampuan berpikir (akal). Apabila dua kekuatan
25
itu dipergunakan sebagaimana mestinya, maka manusia akan meraih keberhasilan dalam
kehidupan kini dan kehidupan nanti.
Kedua, sebagai khalifah Allah, manusia adalah makhluk yang paling bertanggung
jawab terhadap Allah dibandingkan makhluk-makhluk lainnya. Tanggung jawab ini
merupakan konsekuensi logis dari anugerah kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya.
Ketiga, sebagai khalifah Allah, manusia adalah makhluk yang memiliki peranan
penting untuk mengolah potensipotensi alam semesta. Manusia paling berperan dalam
mengelola seluruh aspek kehidupan, baik aspek fisik, sosial, dan spiritual yang didasarkan
pada hukum-hukum Allah.
Sungguhpun demikian, karena pusat kehidupan alam semesta ini adalah Allah (Dia
yang menciptakan, menggerakkan segala sesuatu, dan mengawasinya), bukan manusia,
maka manusia memiliki kemampuan terbatas.
2. Prinsip Keseimbangan
Prinsip dasar lainnya yang digariskan oleh al-Qur’an adalah keseimbangan antara
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, spiritual dan material. Prinsip ini dibahas secara luas
dan mendalam di dalam al-Qur’an dengan mengambi berbagai bentuk ungkapan. Manusia
disusun oleh Allah dengan susunan dan ukuran tertentu, lalu diperuntukkan bumi ini
dengan kehendak-Nya untuk memenuhi kebutuhan susunan yang membentuk manusia itu.
Dengan demikian, al-Qur’an menghendaki terwujudnya keseimbangan yang adil
antara dua sisi kejadian manusia (spiritual dan material) sehingga manusia mampu berbuat,
berubah dan bergerak secara seimbang.
3. Prinsip Taskhir
Taskhir juga merupakan prinsip dasar yang membentuk pandangan al-Qur’an
tentang alam semesta (kosmos). Dan, tidak dapat dipungkiri, manifestasi prinsip ini ke
dalam kehidupan riil manusia harus ditopang oleh ilmu pengetahuan.
Alam semesta ini (langit, bumi, dan seisinya) telah dijadikan oleh Allah untuk
tunduk kepada manusia. Allah telah menentukan dimensi, ukuran, dan sunnah-sunnah-Nya
26
yang sesuai dengan fungsi dan kemampuan manusia dalam mengelola alam semesta secara
positif dan aktif. Tetapi, bersamaan dengan itu, al-Qur’an juga meletakkan nilai-nilai dan
norma-norma yang mengatur hubungan antara manusia dan alam semesta. Oleh sebab itu,
al-Qur’an sangat mengecam ekspoitasi yang melampaui batas.
Prinsip taskhir yang ditopang oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan
metodologinya merupakan faktor kondusif bagi manusia dalam membangun bentuk-
bentuk peradaban yang sesuai dengan cita-cita manusia dan kemanusiaan.
4. Prinsip Keterkaitan antara Makhluk dengan Khalik
Prinsip penting lainnya adalah keterkaitan antara sistem penciptaan yang
mengagumkan dengan Sang Pencipta Yang Maha Agung. Ilmu pengetahuan adalah alat
yang mutlak untuk memberikan penjelasan dan mengungkapkan keterkaitan itu.
Ilmuwan-ilmuwan Muslim klasik telah menghabiskan sebagian besar umurnya
untuk mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap fenomena alam dan akhirnya
mereka sampai kepada kesimpulan yang pasti dan tidak dapat dipungkiri bahwa
sesungguhnya di balik semua realitas yang diciptakan (makhluk) pasti ada yang
menciptakan. Proses penciptaan yang berada pada tingkat sistem yang begitu rapih, teliti,
serasi, tujuannya telah ditentukan, dan keterikatannya terarah, pastilah bersumber dari
kehendak Yang Maha Tinggi, Maha Kuasa, dan Maha Mengatur.
Berdasarkan empat prinsip di atas, maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan (sains
dan teknologi) merupakan kebutuhan dasar manusia yang Islami selama manusia
melakukannya dalam rangka menemukan rahasia alam dan kehidupan serta
mengarahkannya kepada Pencipta alam dan kehidupan tersebut dengan cara-cara yang
benar dan memuaskan.
D. Sains dan Teknologi Modern: Pertimbangan Epistemologis
Berdasarkan prinsip-prinsip al-Qur’an di atas, beberapa isu penting di seputar
epistemologi sains dan teknologi modern patut dipertimbangkan.
27
Persoalan apakah sains dan teknologi itu netral ataukan sarat nilai menjadi
perhatian dan polemik di kalangan ilmuwan Barat sejak Spengler menerbitkan
bukunya The Decline of the West setelah Perang Dunia I.
Argumen bahwa sains itu netral – bahwa sains bisa digunakan untuk
kepentingan yang baik atau buruk; bahwa pengetahuan yang mendalam tentang atom
bisa digunakan untuk menciptakan bom nuklir dan juga bisa menyembuhkan
penyakit kanker; bahwa ilmu genetika bisa dipergunakan untuk mengembangkan
teknoogi pertanian dan juga bisa dipergunakan untuk “menyaingi Tuhan” (ingat
rekayasa genetika) – semua tampak amat meyakinkan. Tetapi, benarkah sains dapat
dipisahkan dari penerapannya (teknologi)? Padahal, sejak masa renaissance (masa
kelahiran sains modern) tujuan sains adalah untuk diterapkan dengan menempatkan
manusia sebagai penguasa alam dan memberinya kebebasan untuk mengeksploitasi
alam untuk kepentingan manusia sendiri, apapun akibat yang ditimbulkannya.
Dampak-dampak fisis dari penerapan sains ini tentunya sudah dirasakan dalam
realitas kehidupan dahulu dan saat ini. Dengan demikian, pada hakekatnya sains tidak
dapat dipisahkan dari penerapannya, baik atau buruk, sehingga sains tidak netral.
Pernyataan ini, sudah barang tentu, mengundang pertanyaan: “sistem nilai siapa yang
mempengaruhi sains?”
Berdasarkan penelitian Shaharir, (1992: 20) ada indikasi kuat bahwa sains
banyak dipengaruhi oleh sistem nilai yang dianut komunitas ahli sains yang terkait,
yang setengahnya tidak serasi dengan nilai Islam. Oleh sebab itu, nilai-nilai yang
menyertai sains modern harus diantisipasi secara cermat agar kita tidak terperangkap
dalam nilai-nilai yang tidak Islami itu.
Di sisi lain, sejak awal kemunculannya, sains telah mengembangkan suatu pola
di mana rasionalisme dan empirisme menjadi pilar utama metode keilmuan (scientific
method). Pola berpikir sains ini ternyata telah berpengaruh luas pada pola pikir
manusia di hampir semua bidang kehidupannya. Sehingga, penilaian manusia atas
realitasrealitas – baik realitas sosial, individual, bahkan juga keagamaan – diukur
28
berdasarkan kesadaran obyektif di mana eksperimen, pengalaman empiris, dan
abstraksi kuantitatif adalah cara-cara yang paling bisa dipercaya. Akibatnya, seperti
pengalaman AB Shah (1987) (ilmuwan India) yang ingin memanfaatkan sains untuk
memajukan masyarakat India, sains telah memungkinkan manusia untuk memandang
setiap persoalan secara obyektif dan membebaskan manusia dari ikatan-ikatan
takhayul. Akan tetapi, sayangnya, sains juga membebaskan manusia dari agamanya.
Tampaknya, menurut AB Shah, dunia pengalaman kita sudah semakin sempit. Yang
nyata adalah yang empiris, rasional. Selain itu, termasuk agama, adalah mitos, obsesi
dan khayalan.
Di samping itu, sains juga membawa nilai-nilai sekularisme. Sains
memisahkan secara jelas antara dunia material dengan spiritual, antara pengamat
dengan yang diamati, antara subyek dengan obyek, antara manusia dengan alam.
Akibatnya, karena sains hanya mengamati fakta dan aspek yang dapat diukur, sifat
ruhaniah dari alam dan bendabenda yang ada di dalamnya dihilangkan. Inilah yang
disebut sekularisme oleh Naquib al-Attas. (1991)
Belum diketahui secara persis sejauh mana dampak nilai-nilai yang menyertai
perkembangan sains itu terhadap masyarakat Muslim. Akan tetapi, apa yang
dikemukan di atas (bahkan mungkin lebih dari itu) bukanlah rekaan dan mengada-
ada. Inilah ancaman serius bagi generasi sekarang dan generasi mendatang, yang oleh
Ziauddin Sardar (1987: 86) digambarkan sebagai imperialisme epistemologis. Dalam
ungkapannya:“Epistemologi peradaban Barat kini telah menjadi suatu cara pemikiran
dan pencarian yang dominan dengan mengesampingkan cara-cara pengetahuan
alternatif lainnya. Jadi, semua masyarakat Muslim, dan bahkan sesungguhnya
seluruh planet ini, dibentuk dengan citra manusia Barat.”
Perangkap epistemoogi peradaban (termasuk di dalamnya sains dan teknologi)
Barat demikian kuatnya yang, tampaknya, tidak memungkinkan bagi siapapun untuk
menghindar darinya. Bagi umat Muslim, sungguhpun belum mampu menciptakan
epistemologi alternatif sebagai tandingan, dalam kapasitas kemampuan masing-
29
masing umat harus kembali kepada al-Qur’an seraya mencermati pesan-pesan
ilahiyah yang terkandung dalam fenomena alam semesta.
Harus diyakini sepenuhnya bahwa semua yang diciptakan oleh Allah memiliki
kerangka tujuan ilahiyah. Berpijak pada ajaran Tauhid – di mana Allah adalah
Pencipta alam semesta, segala sesuatu berasal dari-Nya dan kembali kepada-Nya –
seyogyanya setiap langkah yang diambil ditujukan untuk memperoleh keridlaan-Nya
dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Penyelidikan untuk menyingkap rahasia
alam semesta tanpa terkecuali terkait dengan kerangka tujuan ini.
Al-Qur’an tidak menghendaki penyelidikan terhadap alam semesta hanya
untuk pemuasan keinginan (science for science), seperti yang berlaku di Barat.
Menurut al-Qur’an, sains hanyalah alat untuk mencapai tujuan akhir. Pemahaman
seseorang terhadap alam harus mampu membawa kesadarannya kepada Allah Yang
Maha Sempurna dan Maha Tak Terbatas. Dalam perspektif inilah al-Qur’an
menampakkan dimensi spiritual dalam kisah Nabi Ibrahim a.s. di dalam surat al-
An’am: 76-79.
Keyakinan Tauhid yang kokoh akan membuka cakrawala peneliti kepada
pandangan alam yang lebih komprehensif. Ia tidak lagi melihat alam secara parsial
dan sebagai bagian yang terpisah dari dirinya, melainkan kesalinghubungan dalam
kesatuan di balik keragaman. Inilah yang diisyaratkan al-Qur’an bahwa setiap benda
yang diciptakan oleh Allah berada dalam satu kerangka tujuan, sehingga benda
terkecilpun memiliki nilai.
Ajaran Tauhid juga dapat membimbing manusia kepada kesadaran adanya
realitas supranatural di luar realitas eksternal yang dapat diindera. Oleh sebab itu, ada
banyak hal yang tidak bisa diraih lewat indera dan dengan demikian tumbuh suatu
kesadaran bahwa pada hakekatnya pengetahuan manusia itu sangat terbatas.
30
E. Implikasi Pandangan al-Qur’an tentang sain dalam proses pembelajaran
Merujuk kepada pandangan Barbour tentang relasi agama dan sains, secara
umum ada empat pola yang menggambarkan hubungan tersebut. Keempat hubungan
itu adalah berupa konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Hubungan yang
bersifat konflik menempatkan agama dan sains dalam dua sisi yang terpisah dan
saling bertentangan. Pandangan ini menyebabkan agama menjadi terkesan menegasi
kebenaran-kebenaran yang diungkap dunia sains dan sebagainya.
Persepsi yang menggambarkan hubungan keduanya sebagai interdependensi
menganggap adanya distribusi wilayah kekuasaan agama yang berbeda dari wilayah
sains. Keduanya tidak saling menegasi. Ilmu pengetahuan bertugas memberi jawaban
tentang proses kerja sebuah penciptaan dengan mengandalkan data publik yang
obyektif. Sementara agama berkuasa atas nilai-nilai dan kerangka makna yang lebih
besar bagi kehidupan seseorang.
Yang ketiga adalah persepsi yang menempatkan sains dan agama bertautan
dalam model dialog. Model ini menggambarkan sains dan agama itu memiliki
dimensi irisan yang bisa diperbandingkan satu sama lain. Pertanyaan sains bisa
dipecahkan melalui kajian-kajian agama dan sebaliknya.
Keempat, hubungan antara sains dan agama itu dinyatakan sebagai hubungan
terintegrasi. Integrasi ini bisa digambarkan dalam dua bentuk yakni teologi natural
(natural theology) yang memandang bahwa temuan-temuan ilmiah itu merupakan
sarana mencapai Tuhan, dan teologi alam (theology of nature) yang menganggap
bahwa pertemuan dengan Tuhan harus senantiasa di-up grade sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan (Barbour, 2005).
Sejak pertama kali diturunkan, al-Quran telah mengisyaratkan pentingnya
ilmu pengetahuan dan menjadikan proses pencariannya sebagai ibadah. Di samping
itu, al-Quran juga menegaskan bahwa satu-satunya sumber ilmu pengetahuan adalah
Allah SWT. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya tidak ada dikotomi ilmu
dalam pandangan al-Quran. Tidak ada satu ayat pun di dalam al-Quran, yang secara
31
tegas maupun samar, yang memberi petunjuk bahwa agama dan sain merupakan dua
sisi yang berbeda. Dengan demikian, dalam pandangan al-Quran, sains dan agama
merupakan dua hal yang terintegrasi.
Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses mengamati, menemukan,
memahami, dan menghayati sunnatullah, yang berupa fenomena alamiah maupun
sosial, kemudian mengaplikasikan pemahaman tersebut bagi kemaslahatan hidup
manusia dan lingkungannya serta menjadikan kesadaran adanya Allah dengan sifat-
sifat-Nya Yang Maha Sempurna sebagai tujuan hakiki dari kegiatan pembelajaran.
Tujuan ini akan membimbing peserta belajar kepada kesadaran adanya realitas
supranatural di luar realitas eksternal yang dapat ia indera Oleh sebab itu, prinsip-
prinsip dasar kegiatan ilmiah yang digariskan al-Quran, (istikhlaf, keseimbangan,
taskhir, dan keterkaitan antara makhluk dengan Khalik) harus dijadikan titik tolak
dalam mempelajari subyek apapun.
Pada tataran praktis, proses pembelajaran di lembagalembaga pendidikan
formal, dari jenjang tingkat dasar hingga perguruan tinggi, masih menghadapi
perosalan serius yang bermuara pada dikotomi pandidikan. Ada beberapa persoalan
yang signifikansi dampak dari dikotomi pendidikan ini, yaitu: 1) munculnya
ambivalensi orientasi pendidikan yang berdampak pada munculnya split personality
dalam diri peserta didik; 2) kesenjangan antara sistem pendidikan dengan ajaran
Islam berimplikasi pada out put pendidikan yang jauh dari citacita pendidikan Islam.
Untuk meretas persoalan dikotomi tersebut, maka perlu dilakukan upaya
integrasi dalam pendidikan, sebagaimana yang telah di lakukan sekelompok ahli
pendidikan atau cendekiawan Muslim yang peduli pada persoalan tesebut. Ada tiga
tahapan upaya kerja integrasi yang telah di kembangkan yaitu: 1) integrasi kurikulum,
2) integrasi pembelajaran, 3) integrasi ilmu (Islamisasi ilmu).
Integrasi kurikulum mencakup pengintegrasian nilainilai ilahiyah dalam
keseluruhan materi pelajaran, mulai dari perumusan standar kompetensi sampai
dengan evaluasi pembelajaran. Integrasi pembelajaran yang dimaksud adalah
menanamkan motivasi dan pandangan al-Quran tentang sains kepada peserta didik di
32
saat proses pembelajran berlangsung. Dua langkah awal (integrasi kurikulum dan
integrasi pembelajaran) merupakan langkah strategis ke arah integrasi ilmu.
Kalaupun upaya integrasi di atas belum bisa dilakukan, setidaknya,
pembelajaran sains (kealaman maupun sosial) harus mampu menghantarkan peserta
didik kepada kesadaran yang permanen tentang keberadaan Allah. Sementara
pembelajaran agama harus mampu memotivasi peserta didik untuk melakukan
kegiatan ilmiah secara terus-menerus. Inilah yang sesungguhnya yang menjadi inti
pandangan al-Quran tentang sains.
BAB 5
GENERASI SALAF (SALAFUS SHALIH)
A. Sahabat Nabi
- Definisi
Kebanyakan ulama secara umum mendefinisikan sahabat Nabi sebagai
orang-orang yang mengenal Nabi Muhammad, mempercayai ajarannya, dan
meninggal dalam keadaan Islam. Dalam bukunya “al-Iṣābah fī Tamyīz al-
Ṣaḥābah”, Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H/1449 M) menyampaikan bahwa:
"Sahabat (,‫ي‬ ‫صحاب‬ ash-shahabi) adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi
dalam keadaan beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan Islam."
Terdapat definisi yang lebih ketat yang menganggap bahwa hanya mereka
yang berhubungan erat dengan Nabi Muhammad saja yang layak disebut sebagai
sahabat Nabi. Dalam kitab “Muqadimmah” karya Ibnu ash-Shalah (w. 643
H/1245 M), Dikatakan kepada Anas, “Engkau adalah sahabat Rasulullah dan yang
paling terakhir yang masih hidup". Anas menjawab, “Kaum Arab (badui) masih
tersisa, adapun dari sahabat beliau, maka saya adalah orang yang paling akhir yang
masih hidup.”
33
Demikian pula ulama tabi'in Said bin al-Musayyib (w. 94 H/715 M)
berpendapat bahwa: “Sahabat Nabi adalah mereka yang pernah hidup bersama Nabi
setidaknya selama setahun, dan turut serta dalam beberapa peperangan
bersamanya.”
Sementara Imam an-Nawawi (w. 676 H /1277 M) juga menyatakan bahwa:
“Beberapa ahli hadis berpendapat kehormatan ini (sebagai Sahabat Nabi) terbatas
bagi mereka yang hidup bersamanya (Nabi Muhammad) dalam waktu yang lama,
telah menyumbang (harta untuk perjuangannya), dan mereka yang berhijrah (ke
Madinah) dan aktif menolongnya; dan bukan mereka yang hanya menjumpainya
sewaktu-waktu, misalnya para utusan Arab badui; serta bukan mereka yang
bersama dengannya setelah Pembebasan Mekkah, ketika Islam telah menjadi kuat.”
- Jumlah Sahabat Nabi
Tidak mungkin bisa dipastikan mengenai jumlah sahabat Nabi secara tepat
karena berbagai faktor seperti perbedaan definisi dan luasnya daerah persebaran
mereka selama hidup, jika kita hanya merujuk pada jumlah sahabat Nabi yang
tercatat dalam berbagai buku biografi karangan Ulama yang membahas mereka
seperti kitab Thabaqat Al-Kabir karya Ibnu Sa'ad, kitab Al-Isti'ab karya Ibnu
Abdil Barr dan Mu'jam as-Shahabah karya Ibnu Qani', maka kita hanya akan
mendapati sekitar 2700-an sahabat laki laki dan 380-an sahabat perempuan,
sedangkan Imam Al-Qasthalani dalam kitab al-Mawahib nya menyatakan bahwa
jumlah sahabat Nabi ketika peristiwa Fathu Makkan adalah berjumlah sekitar 7000
orang, lalu dalam peristiwa perang Tabuk bertambah menjadi 70.000, dan yang
terakhir pada peristiwa Haji Wada' jumlah mereka mencapai sekitar 124.000
orang, wallahu a'lam.
- Tingkatan dan status
Identifikasi terhadap Sahabat Nabi, termasuk tingkatan dan statusnya,
merupakan hal yang penting dalam Dunia Islam karena digunakan untuk
mengevaluasi keabsahan suatu hadis maupun perbuatan Nabi Muhammad yang
diriwayatkan oleh mereka.
Menurut Al-Hakim an-Naisaburi dalam karyanya Al-Mustadrak, tingkatan
Sahabat terbagi dalam dua belas tingkatan, yaitu:
34
1. Para Khulafa'ur Rasyidin dan selebihnya dari Sepuluh yang Dijanjikan
Surga ketika masih hidup
2. Para sahabat yang masuk Islam di Makkah sebelum Umar dan
mengikuti majelis Daarul Arqam
3. Para sahabat yang ikut serta berhijrah ke negeri Habasyah
4. Para sahabat Kaum Anshar yang ikut serta dalam Bai'at Aqabah Pertama
5. Para sahabat Kaum Anshar yang ikut serta dalam Bai'at Aqabah Kedua
6. Para sahabat Kaum Muhajirin yang berhijrah sebelum sampainya Nabi
Muhammad di Madinah dari Quba
7. Para sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar
8. Para sahabat yang berhijrah antara Perang Badar dan Perjanjian Hudaibiyyah
9. Para sahabat yang ikut serta dalam Baiat Ridwan pada saat ekspedisi
Hudaibiyyah
10. Para sahabat yang masuk Islam dan berhijrah ke Madinah setelah Perjanjian
Hudaibiyyah
11. Para sahabat yang masuk Islam setelah Fathu Makkah
12. Para sahabat anak-anak yang melihat Nabi Muhammad di waktu atau tempat
apapun setelah Fathu Makkah
Terdapat sekelompok Sahabat Nabi yang dipandang lebih tinggi statusnya
di antara kalangan mereka sendiri, yaitu sebagai ulama yang
dimintakan fatwanya untuk berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Sahabat
Nabi yang memberikan fatwa diperkirakan ada sekitar 130 orang, laki-laki dan
perempuan. Menurut Ibnu Qayyim, para ulama Sahabat Nabi terbagi sbb.
1. Para sahabat yang banyak berfatwa, yaitu tujuh orang: Umar bin Khattab, Ali
bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Aisyah Ummul Mukminin, Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Abbas
2. Para sahabat yang pertengahan dalam berfatwa, antara lain: Abu Bakar,
Ummu Salamah, Anas bin Malik, Abu Sa'id al-Khudri, Abu Hurairah, Utsman
bin Affan, Abdullah bin Amr bin al-Ash, Abdullah bin Zubair, dll.
3. Para sahabat yang sedikit berfatwa, hanya satu-dua masalah, yaitu: Abu
Darda, Abu al-Yasar, Abu Salamah al-Makhzumi, Abu Ubaidah bin al-Jarrah,
35
Hasan bin Ali, Husain bin Ali, Nu'man bin Basyir, Ubay bin Ka'ab, Abu
Ayyub, Abu Thalhah, Abu Dzar, Ummu Athiyyah, Shafiyah Ummul
Mukminin, Hafshah, dan Ummu Habibah.
- Sahabat Nabi dalam Pandangan Islam
Banyak sekali ayat al-Qur'an dan hadist Nabi yang mencatat mengenai
keutamaan para sahabat karena mereka merupakan orang-orang yang membela
Nabi Muhammad baik dalam keadaan senang maupun susah, bahkan diantara
mereka sudah ada yang dijaminkan surga melalui lisan Nabi sendiri sewaktu
beliau masih hidup yang dikenal sebagai "Asyarah al-Mubassyarin bi-l-
jannah" (sepuluh orang yang dijanjikan surga), diantara ayat al-qur'an yang
menjelaskan tentang keutamaan mereka yaitu :
"Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan
tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di
atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-
orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang
besar". (Q.S. Al-Fath : 29).
kemudian ayat lainnya yang menjelaskan ridha Allah atas mereka :
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikutimerekadengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar". (Q.S. At-Taubah : 100).
36
Sedangkan Nabi Muhammad sendiri mewasiatkan kepada kaum muslimin
untuk berhati-hati dalam berucap dan bersikap terhadap para Sahabat Beliau yang
tertuang dalam hadits-nya sebagai berikut :
" ‫ومن‬ ،‫بهم‬ ‫أح‬ ‫بي‬ ‫بح‬ ‫ف‬ ‫بهم‬ ‫أح‬ ‫من‬ ‫ف‬ ،‫عدي‬ ‫ب‬ ‫ضا‬ ‫غر‬ ‫تخذوهم‬ ‫ت‬ ‫ال‬ ،‫ي‬ ‫صحاب‬ ‫أ‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫هللا‬ ‫هللا‬
‫آذاهم‬ ‫ومن‬ ،‫ضهم‬ ‫غ‬ ‫أب‬ ‫ضي‬ ‫غ‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ف‬ ‫ضهم‬ ‫غ‬ ‫أب‬ ‫آذى‬ ‫ومن‬ ،‫هللا‬ ‫أذى‬ ‫قد‬ ‫ف‬ ‫ي‬ ‫أذان‬ ‫ومن‬ ،‫ي‬ ‫أذان‬ ‫قد‬ ‫ف‬
‫أخذه‬ ‫ي‬ ‫أن‬ ‫شك‬ ‫يو‬ ‫ف‬ ‫"هللا‬. Ingatlah Allah ! Ingatlah Allah dalam memperlakukan
para sahabat-ku ! Jangan menjadikan mereka sebagai sasaran (atas berbagai
tuduhan) setelah-ku, maka barangsiapa yang mencintai mereka, niscaya aku juga
mencintainya, dan barangsiapa yang membenci mereka, niscaya aku juga akan
membencinya, dan barangsiapa menyakiti mereka, sungguh ia telah menyakitiku
juga, dan barangsiapa menyakitiku maka ia telah menyakiti Allah, dan
barangsiapa menyakiti Allah, maka ditakutkan jikalau ia akan mendapat siksa.
Dan masih banyak dalil dalam al-Qur'an dan as-Sunnah yang menunjukkan
keutamaan mereka baik secara umum maupun secara individu dan kelompok,
atas dasar inilah kalangan Ahlu Sunnah menyimpulkan beberapa kesepakatan
mengenai sahabat Nabi sebagai berikut :
1. Seluruh sahabat Nabi adalah bersifat 'udul (adil dan jujur) dimana tidak
boleh kita membenarkan sebagian perkataan mereka dan mengingkari
perkataan sahabat lainnya, hal ini berimplikasi besar dalam ilmu al-jarh wa
at-ta'dil dalam periwayatan hadits.
2. Para sahabat Nabi tidak pernah disebutkan dalam ayat al-Qur'an, kecuali
Allah telah memuji mereka atas perbuatan dan sikap mereka,
atau mengampuni atas seluruh kesalahan dan kekhilafan mereka tanpa
terkecuali.
3. Orang yang didapati mencaci dan menghina salah satu sahabat Nabi, maka
mereka dianggap sebagai seorang zindiq (bahasa arab : anerak ,(‫ق‬ ‫دي‬ ‫زن‬
mereka telah mengingkari apa yang termaktub dalam al-Qur'an dan hadits
sebagaimana yang tertulis di atas, bahkan madzhab Hanabilah (Imam
Hambali) menyatakan bahwa mereka yang "hanya" mengingkari
sifat shuhbah (pelabelan sahabat) terhadap salah satu sahabat yang jelas
termaktub dalam al-Qur'an seperti Abu Bakar (dalam kisah hijrah dan
37
singgah dalam gua) sebagai kafir, karena secara tidak langsung telah
mengingkari keabsahan ayat dalam al-Qur'an itu sendiri.
Imam Malik bin Anas juga berpendapat sama mengenai takfir atas orang
yang mengingkari atau bahkan mencaci para sahabat Nabi, karena tertulis dalam
surat al-Fath di atas : "tanaman itumenyenangkan hati penanam-penanamnya
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir", sembari beliau
berkata : "Maka barangsiapa yang diresahkan hatinya oleh para Sahabat Nabi
maka ia telah kafir".
- Sahabat Nabi dalam Pandangan Kelompok Syi’ah
Dari segi definisi, Syi'ah melihat bahwa pelabelan Sahabat (ṣuhbah) hanya
bisa dibenarkan dengan lamanya berhubungan dengan Nabi, meskipun mereka
juga tidak menentukan jangka waktu tertentu. Syi'ah lebih suka menggunakan
istilah aṣhab daripada shahabi karena istilah kedua tersebut dianggap tidak
disebutkan dalam al-Qur'an atau as-Sunnah dan tidak ada asal-usulnya dalam
bahasa Arab, tetapi istilah tersebut tetap digunakan meskipun dalam tingkatan
kuantitas yang lebih rendah dalam literatur Syiah. Syiah menghargai status para
sahabat, kebajikan, dan dukungan mereka untuk Nabi, kaum Syiah percaya
bahwa para sahabat memang mematuhi manhaj (aturan) Al-quran dalam evaluasi
mereka terhadap status sahabat, namun disisi lain mereka menyoroti ayat Al-
quran yang dianggap diturunkan untuk untuk menyalahkan dan mencerca mereka
di beberapa situasi dan kasus. Tentu saja hal semacam ini ditolak mentah-mentah
dan ditentang oleh kalangan ahli sunnah karena dianggap sembrono dalam
menafsirkan ayat dan riwayat yang shahih menurut syi'ah sendiri secara sepihak.
Kaum syi'ah juga menganggap bahwasanya tidak ada satu ayatpun yang
menjamin kesucian para sahabat karena setiap ayat dan hadits tersebut harus
dimaknai secara terbatas, maka mereka menyatakan bahwa nasib para sahabat
tidak ada bedanya dengan orang-orang setelahnya, dimana jika mereka berbuat
baik maka akan dibalas dengan pahala dan surga, sedang apabila berbuat
kesalahan dan dosa maka mereka akan mendapat ganjaran dan siksa. Selain itu,
para ahli ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil syi'ah juga memperlakukan riwayat dari para
sahabat sama dengan riwayat dari selain mereka, berbeda halnya dengan apa yang
38
dipercaya dan dilakukan oleh kalangan ahlu sunnah. Sebagai tambahan mereka
juga memperselisihkan berbagai peristiwa sejarah dalam islam mengenai sikap
para sahabat terhadap Imam Ali bin Abi Thalib -karramallahu wajhah- yang
berimplikasi terhadap lahirnya kelompok yang lebih ekstrim dalam hal 'aqidah
(kepercayaan) di kalangan orang Syi'ah.
- Para Sahabat yang Terakhir Meninggal
 Sahabat yang terakhir meninggal secara umum (paling akhir) adalah Abu
Thufail yang wafat pada tahun 102 H, adapula yang menyatakan tahun 110
H.
 Sahabat dari kalangan Ashabul 'Aqabah (yang ikut Bai'at 'Aqabah) yang
terakhir meninggal adalah Jabir bin Abdullah.
 Sahabat dari kalangan Ahlu Badar yang terakhir meninggal adalah Ka'ab bin
'Amr.
 Sahabat dari kalangan sepuluh orang yang dijanjikan surga yang terakhir
meninggal adalah Sa'ad bin Abi Waqqas.
 Sahabat dari kalangan penduduk Makkah yang terakhir meninggal
adalah Abdullah bin Umar.
 Sahabat dari kalangan penduduk Madinah yang terakhir meninggal
adalah Sahal bin Sa'ad.
 Sahabat dari kalangan penduduk Kufah yang terakhir meninggal
adalah Abdullah bin Abi Aufa.
 Sahabat dari kalangan penduduk Basra yang terakhir meninggal adalah Anas
bin Malik.
 Sahabat dari kalangan penduduk Mesir yang terakhir meninggal
adalah Abdullah bin Harits bin Juz`.
 Sahabat dari kalangan penduduk Syam yang terakhir meninggal
adalah Abdullah bin Busr.
 Sahabat dari kalangan penduduk Khurasan yang terakhir meninggal
adalah Buraidah bin Hushaib.

39
B. Tabiin
Tabiin atau Tabi'in (bahasa Arab: ‫التابعون‬, har. 'pengikut'), adalah
orang Islam awal yang masa hidupnya ketika atau setelah masa hidup Nabi
Muhammad namun tidak mengalami bertemu dengan Nabi Muhammad. Usia
mereka rata-rata lebih muda dari sahabat nabi, bahkan ada yang masih anak-anak
atau remaja pada masa sahabat masih hidup. Tabiin merupakan murid sahabat
nabi.
- Rentang masa
Masa tabiin dimulai sejak wafatnya sahabat nabi terakhir, Abu Thufail al-
Laitsi, pada tahun 100 H (735 M) di kota Makkah; dan berakhir dengan wafatnya
Tabiin terakhir, Khalaf bin Khulaifat, pada tahun 181 H (812 M).
Setelah masa tabiin berakhir, maka diteruskan dengan masa tabiut
tabiin atau generasi ketiga umat Islam setelah Nabi Muhammad wafat.
- Tingkatan
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam karyanya Taqrib at-
Tahdzib membagi para tabiin menjadi empat tingkatan berdasarkan usia dan
sumber periwayatannya, yaitu:
 Para tabiin kelompok utama/senior (kibar at-tabi'in), yang telah wafat
sekitar tahun 95 H/713 M. Mereka seangkatan dengan Said bin al-
Musayyab (lahir 13 H - wafat 94 H),
 Para tabiin kelompok pertengahan (al-wustha min at-tabi'in), yang telah
wafat sekitar tahun 110 H/728 M. Mereka seangkatan dengan Al-Hasan al-
Bashri (lahir 21 H - wafat 110 H) dan Muhammad bin Sirin (lahir 33 H -
wafat 110 H),
 Para tabiin kelompok muda (shighar at-tabi'in) yang kebanyakan
meriwayatkan hadis dari para tabiin tertua, yang telah wafat sekitar tahun
125 H/742 M. Mereka seangkatan dengan Qatadah bin Da'amah (lahir 61 H
- wafat 118 H) dan Ibnu Syihab az-Zuhri (lahir 58 H - wafat 124 H),
 Para tabiin kelompok termuda yang kemungkinan masih berjumpa dengan
para sahabat nabi dan para tabiin tertua walau tidak meriwayatkan hadis dari
40
sahabat nabi, yang telah wafat sekitar tahun 150 H/767 M. Mereka
seangkatan dengan Sulaiman bin Mihran al-A'masy (lahir 61 H - wafat 148
H).
Mayoritas ulama penulis biografi para periwayat hadis (asma ar-rijal) juga
membagi para tabiin menjadi tiga tingkatan berdasarkan Sahabat Nabi yang
menjadi guru mereka, yaitu:[3]
 Para tabiin yang menjadi murid para sahabat yang masuk Islam sebelum
peristiwa Fathu Makkah,
 Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang masuk Islam setelah
peristiwa Fathu Makkah,
 Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang belum berusia dewasa
ketika Nabi Muhammad saw. wafat.
C. Tabi’ut Tabi’in
Tabi'ut Tabi'in atau Atbaut Tabi'in (bahasa Arab: ‫التابعين‬ ‫)تابع‬ adalah
generasi setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang Islam teman
sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi.
Tabi'ut Tabi'in adalah di antara tiga kurun generasi terbaik dalam sejarah
manusia, setelah Tabi'in dan Shahabat. Tabi'ut Tabi'in disebut juga murid Tabi'in.
Menurut banyak literatur Hadis: Tabi'ut Tabi'in adalah orang Islam dewasa
yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi'in dan sampai wafatnya beragama
Islam. Dan ada juga yang menulis bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam
keadaan sehat ingatannya. Karena Tabi'in yang terakhir wafat sekitar 110-120
Hijriah.
Tabi'in sendiri serupa seperti definisi di atas hanya saja mereka bertemu dengan
Sahabat. Sahabat yang terakhir wafat sekitar 80-90 Hijriah.
- Daftar Ulama Tabi’ut Tabi’in
 Abu Hanifah namun dianggap oleh sebagian ulama sebagai Tabi'in, karena
dia bertemu dengan Sahabat Anas bin Malik (jangan bingung dengan Imam
41
Malik bin Anas) dan meriwayatkan hadis darinya juga dari beberapa shahabat
yang lain.
 Malik bin Anas
 Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i
 Ahmad bin Hanbal
42
DAFTAR PUSTAKA
Al-Audah, Salman bin Fahd., Fadli Ilahi, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, diterjemah oleh:
Rakhmat, dkk., Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1993. Cet. 1
Atiqoh, Nurul. Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar Dalam Tafsir Al-Misbah
Karya Quraish Shihab Dalam Perspektif Dakwah. Fakultas
Dakwah, IAIN Walisongo, Semarang, 2011
Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama (potret Agama dalam dinamika konflik,
pluralism, dan modernitas), Bandung: Pustaka Setia, 2011
Rizekiyah, Nayla. 2017. Implementasi Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif
Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa (tinjauan komparatif dalam
tafsir Al-Manar dan tafsir Al-Ibriz). Fakultas Ushuluddin.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya.
Al-Asyqar, Umar Sulaiman. 2011. Ensiklopedia Kiamat, Jakarta: Pustaka
AZZAM.
Hakim, Manshur Abdul. 2006. Kiamat. Jakarta: Gema Insani
Imam Qurthubi. 2013. Ensiklopedia Kematian dan Hari Akhir. Jakarta:
Pustaka AZZAM.
LIPI dan Kemenag RI. 2015. Kiamat dalam Perspektif Al-Quran dan Sains.
Jakarta: Widya Cahaya.
Al-Mubayyadh, Muhammad Ahmad. 2014. Ensiklopedia Akhir Zaman.
Surakarta: Granada Mediatama.
Raharja, Deny. 2017. Inilah Penyebab Munculnya Ad-Dukhan Asap Tanda
43
Kiamat Pertama Ustadz Zulkifli
Sasongko, Wisnu. 2008. ARMAGEDOON: Antara Petaka dan Rahmat.
Jakarta: Gema Insani.
Thawilah, Abdul Wahab Abdussalam. 2006. Mengungkap Berita Besar dalam
Kitab Suci, Solo: Tiga Serangkai.
Mustafa Hasan, Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam. Bandung:
Pustaka Setia, 2013
Hasan, Hamzah. Pidana Hukum Islam II. Makasar: Syahadah, 2016 Sumber
Website:
https://smol.id/2020/07/09/ini-fitnah-akhir-zaman-yang-bikin-ulama-nangis/
https://www.popmama.com/big-kid/10-12-years-old/ninda/ciri-yajuj-
danmajuj-tanda-hari-kiamat
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/almuashirah/article/view/2241
https://kalam.sindonews.com/read/293770/70/munculnya-imam-mahdijelang-
kiamat-ini-tanda-tandanya-1610035306
https://www.steikassi.ac.id/berita/detail/kenabian-muhammad-saw-
telahdiramalkan-dalam-kitab-weda
https://www.suaramuhammadiyah.id/2019/05/20/terjebak-istidraj-
dalamkenikmatan/
https://umroh.com/blog/perhatikan-ayat-tentang-istidraj-jangan-
sampaiterbuai/
https://rumaysho.com/3131-ujian-dan-musibah-tanda-allah-cinta.html
https://menara62.com/inilah-dua-dosa-besar-yang-disegerakan-balasannya/
Attas, Syed Naquib al-. 1991. Islam dan Sekularisme, Bandung: Pustaka Salman.
Baiquni, Achmad (a). 1995. Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
44
---------------- (b). 1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman,
Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa.
Barbour, Ian G. 2005. MenemukanTuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama,
Bandung: Mizan.
Dzahabi, al-. 1961. al-Tafsir wa al-Mufassirun, Jilid II, Kairo: Daar al-Kutub al-
Haditsah.
Ghulsyani, Mahdi. 1993. Filsafat Sains Menurut al-Qur’an, Bandung: Mizan.
Levy, R. 1975. The Social Structure of Islam, Cambridge.
Sardar, Ziauddin. 1987. Masa Depan Islam, Bandung: Pustaka Salman.
Sarton, George. tanpa tahun. Introduction to the History of
Science, Jilid 1.
Shah, A.B. 1987. Metodologi Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Yayasan Obor.
Zain, Shaharir bin Mohamad. 1992. “Islam dan Pembangunan Sains dan
Teknologi” , Makalah, disampaikan dalam Konggres “Menjelang Abad
21: Islam dan Wawasan 2020, di Kuala Lumpur tahun 1992.
Shihab, Quraish. 1996. Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_Nabi
https://id.wikipedia.org/wiki/Tabiin
https://id.wikipedia.org/wiki/Tabi%27ut_tabi%27in

More Related Content

What's hot

Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....
Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....
Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....
dinda396631
 
Tilawah al-Quran ayat kefahaman
Tilawah al-Quran ayat kefahamanTilawah al-Quran ayat kefahaman
Tilawah al-Quran ayat kefahaman
kakramgc
 

What's hot (13)

Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....
Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....
Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....
 
Ramdhan Zoelva, Agama Islam, Ilmu Hukum, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Ramdhan Zoelva, Agama Islam, Ilmu Hukum, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosRamdhan Zoelva, Agama Islam, Ilmu Hukum, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Ramdhan Zoelva, Agama Islam, Ilmu Hukum, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
 
Muhammad Agus Ripai L1C020060 UAS Agama Islam
Muhammad Agus Ripai L1C020060 UAS Agama IslamMuhammad Agus Ripai L1C020060 UAS Agama Islam
Muhammad Agus Ripai L1C020060 UAS Agama Islam
 
Pasya rama hidayat l1 b021063_uts_pai
Pasya rama hidayat l1 b021063_uts_paiPasya rama hidayat l1 b021063_uts_pai
Pasya rama hidayat l1 b021063_uts_pai
 
Tilawah al-Quran ayat kefahaman
Tilawah al-Quran ayat kefahamanTilawah al-Quran ayat kefahaman
Tilawah al-Quran ayat kefahaman
 
Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....
Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....
Dinda Restu Inantha, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th....
 
Lale sekar idaman pertiwi lib021046 uas_pai
Lale sekar idaman pertiwi lib021046 uas_paiLale sekar idaman pertiwi lib021046 uas_pai
Lale sekar idaman pertiwi lib021046 uas_pai
 
Noversa mas wilananda, agama islam, teknik elektro, dr. taufiq ramdani, s.th....
Noversa mas wilananda, agama islam, teknik elektro, dr. taufiq ramdani, s.th....Noversa mas wilananda, agama islam, teknik elektro, dr. taufiq ramdani, s.th....
Noversa mas wilananda, agama islam, teknik elektro, dr. taufiq ramdani, s.th....
 
Kumpulan Artikel Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam oleh Lalu Teguh Atma Wijaya
Kumpulan Artikel Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam oleh Lalu Teguh Atma WijayaKumpulan Artikel Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam oleh Lalu Teguh Atma Wijaya
Kumpulan Artikel Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam oleh Lalu Teguh Atma Wijaya
 
Yanuar rizki,agama islam, ilmu komunikasi, dr.taufiq ramdani,s.th.i.,m.sos
Yanuar rizki,agama islam, ilmu komunikasi, dr.taufiq ramdani,s.th.i.,m.sosYanuar rizki,agama islam, ilmu komunikasi, dr.taufiq ramdani,s.th.i.,m.sos
Yanuar rizki,agama islam, ilmu komunikasi, dr.taufiq ramdani,s.th.i.,m.sos
 
Agama uts teknik elektro a_lalu sirdi zunistira
Agama uts teknik elektro a_lalu sirdi zunistiraAgama uts teknik elektro a_lalu sirdi zunistira
Agama uts teknik elektro a_lalu sirdi zunistira
 
Amilia Damayanti Purba, Agama Ialam, Ilmu Komunikasi, Dr, Taufiq Ramdani, S. ...
Amilia Damayanti Purba, Agama Ialam, Ilmu Komunikasi, Dr, Taufiq Ramdani, S. ...Amilia Damayanti Purba, Agama Ialam, Ilmu Komunikasi, Dr, Taufiq Ramdani, S. ...
Amilia Damayanti Purba, Agama Ialam, Ilmu Komunikasi, Dr, Taufiq Ramdani, S. ...
 
Mahendra Ananda Putra_L1C020053_UAS PAI
Mahendra Ananda Putra_L1C020053_UAS PAIMahendra Ananda Putra_L1C020053_UAS PAI
Mahendra Ananda Putra_L1C020053_UAS PAI
 

Similar to Kumpulan Artikel Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...
Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...
Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...
Putrybq
 
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullahMenyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Muhsin Hariyanto
 
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullahMenyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Muhsin Hariyanto
 
Agama a (f1_b021016)_muhammad fathul hadi (autosaved)
Agama a (f1_b021016)_muhammad fathul hadi (autosaved)Agama a (f1_b021016)_muhammad fathul hadi (autosaved)
Agama a (f1_b021016)_muhammad fathul hadi (autosaved)
MuhammadFathulHadi1
 
Laporan praktikum akhlak tasawuf
Laporan praktikum akhlak tasawufLaporan praktikum akhlak tasawuf
Laporan praktikum akhlak tasawuf
Aznil Muhammad
 
Makalah ilmu kalam final!
Makalah ilmu kalam final!Makalah ilmu kalam final!
Makalah ilmu kalam final!
Amadeus Alief
 
Aqidah islamiyah
Aqidah islamiyahAqidah islamiyah
Aqidah islamiyah
nyongkoh
 
Akhlaqul Karimah (Mujahadah,Husnuzan,Ukhuwah)
Akhlaqul Karimah (Mujahadah,Husnuzan,Ukhuwah)Akhlaqul Karimah (Mujahadah,Husnuzan,Ukhuwah)
Akhlaqul Karimah (Mujahadah,Husnuzan,Ukhuwah)
Tyo Maulana
 

Similar to Kumpulan Artikel Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (20)

Uas agama islam aulia putri sifani 2021
Uas agama islam aulia putri sifani 2021Uas agama islam aulia putri sifani 2021
Uas agama islam aulia putri sifani 2021
 
Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...
Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...
Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...
 
Tugas makalah agama islam muhammad firdaus julianda putra
Tugas makalah agama islam muhammad firdaus julianda putraTugas makalah agama islam muhammad firdaus julianda putra
Tugas makalah agama islam muhammad firdaus julianda putra
 
Beni Nungroho Sudiantoro, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S....
Beni Nungroho Sudiantoro, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S....Beni Nungroho Sudiantoro, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S....
Beni Nungroho Sudiantoro, Agama Islam, Teknik Elektro, Dr. Taufiq Ramdani, S....
 
KUMPULAN ARTIKEL
KUMPULAN ARTIKEL KUMPULAN ARTIKEL
KUMPULAN ARTIKEL
 
Pedang roh edisi_47
Pedang roh edisi_47Pedang roh edisi_47
Pedang roh edisi_47
 
Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...
Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...
Baiq Septia Rizkia Putri, Agama Islam, Ilmu Komunikasi, Dr. Taufiq Ramdani, S...
 
M Alfandiansyah kumpulan artikel
M Alfandiansyah kumpulan artikelM Alfandiansyah kumpulan artikel
M Alfandiansyah kumpulan artikel
 
Portofolio Pendidikan Agama Islam
Portofolio Pendidikan Agama IslamPortofolio Pendidikan Agama Islam
Portofolio Pendidikan Agama Islam
 
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullahMenyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
 
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullahMenyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
Menyingkap rahasia keberhasilan dakwah rasulullah
 
Tariq addakwah
Tariq addakwahTariq addakwah
Tariq addakwah
 
Agama a (f1_b021016)_muhammad fathul hadi (autosaved)
Agama a (f1_b021016)_muhammad fathul hadi (autosaved)Agama a (f1_b021016)_muhammad fathul hadi (autosaved)
Agama a (f1_b021016)_muhammad fathul hadi (autosaved)
 
Laporan praktikum akhlak tasawuf
Laporan praktikum akhlak tasawufLaporan praktikum akhlak tasawuf
Laporan praktikum akhlak tasawuf
 
SKRIP – LIDAH TERGAMAM APABILA TANGAN BERTUTUR.docx
SKRIP – LIDAH TERGAMAM APABILA TANGAN BERTUTUR.docxSKRIP – LIDAH TERGAMAM APABILA TANGAN BERTUTUR.docx
SKRIP – LIDAH TERGAMAM APABILA TANGAN BERTUTUR.docx
 
Makalah ilmu kalam final!
Makalah ilmu kalam final!Makalah ilmu kalam final!
Makalah ilmu kalam final!
 
Aqidah islamiyah
Aqidah islamiyahAqidah islamiyah
Aqidah islamiyah
 
Perumusan Ahlul Sunnah Wal Jamaah
Perumusan Ahlul Sunnah Wal JamaahPerumusan Ahlul Sunnah Wal Jamaah
Perumusan Ahlul Sunnah Wal Jamaah
 
Akhlaqul Karimah (Mujahadah,Husnuzan,Ukhuwah)
Akhlaqul Karimah (Mujahadah,Husnuzan,Ukhuwah)Akhlaqul Karimah (Mujahadah,Husnuzan,Ukhuwah)
Akhlaqul Karimah (Mujahadah,Husnuzan,Ukhuwah)
 
Kumpulan Artikel-UTS agama Islam
Kumpulan Artikel-UTS agama IslamKumpulan Artikel-UTS agama Islam
Kumpulan Artikel-UTS agama Islam
 

Recently uploaded

Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Khiyaroh1
 
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptxAksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
AgusSuarno2
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
ErikaPutriJayantini
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
iwidyastama85
 

Recently uploaded (20)

Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
 
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptxAksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
Aksi Nyata Cegah Perundungan Mulai dari Kelas [Guru].pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerakAksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptxMETODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
 
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar MengajarVariasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Variasi dan Gaya Mengajar, Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
 
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan AnakPWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
 
Analisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.ppt
Analisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.pptAnalisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.ppt
Analisis Regresi Analisis Regresi dan Korelasi.ppt
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docxMateri E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
Materi E-modul Ekosistem kelas X SMA.docx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
 
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
PPDB SMAN 1 SURADE - PROV JABAR 2024 / 2025
 
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
 
Materi Kimfar Asam,Basa,Buffer dan Garam
Materi Kimfar Asam,Basa,Buffer dan GaramMateri Kimfar Asam,Basa,Buffer dan Garam
Materi Kimfar Asam,Basa,Buffer dan Garam
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
 

Kumpulan Artikel Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

  • 1. KUMPULAN ARTIKEL 1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA DALIL-DALIL TENTANG ISTIDROJ 2. DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH TERHADAP HAMBANYA., (DALIL, TERJEMAHAN, PENJELASAN, SERTA CONTOH KASUS). 3. BERITA KENABIAN RASULULLAH SAW YANG DIMUAT DI DALAM KITAB- KITAB SUCI AGAMA LAIN (Kristen, Hindu, Yahudi, dll) 4. AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER SAINS DAN TEKNOLOGI 5. PENGERTIAN DAN ORANG-ORANG SALAFUSSALIH YANG SESUNGGUHNYA: GENERASI SAHABAT, TABIIN, DAN TABIITTABIIN Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Pendidikan Agama Islam Dosen Pengampu: Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos Disusun Oleh: Nama :Feby Aulia Rizki NIM : D1A021026 Prodi/Kelas : Hukum/A1 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2021
  • 2. DAFTAR ISI BAB 1 ISTIDRAJ.....................................................................................................................1 A. Pengertian Istidraj..........................................................................................................1 B. Konsep Istidraj................................................................................................................3 C. Dalil-dalil tentang Istidraj..............................................................................................5 1. Peringatan untuk Orang Kafir.......................................................................................5 2. Siksaan Setelah Kesenangan...........................................................................................5 3. Harta dan Kesenangan Tidak Selalu Berarti Kebaikan ..............................................6 4. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan kepada Kaum Nabi yang Ingkar ........................6 5. Istidraj Mengantarkan pada Kebinasaan ....................................................................7 6. Setan Membuai Manusia, Lalu Berlepas Tangan.........................................................7 7. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan pada Orang yang Tidak Beriman.......................7 8. Allah Memberikan Kuasa pada Orang yang Mendustakan Al Quran, untuk Kemudian Membinasakan Mereka....................................................................................8 9. Sesungguhnya Nikmat adalah Ujian..............................................................................8 BAB 2 DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH TERHADAP HAMBANYA ...........................................................................................................................9 A. Dalil, Terjemahan dan Penjelasannya ..........................................................................9 B. Contoh Kasus.................................................................................................................11 BAB 3 BERITA KENABIAN RASULULLAH SAW YANG DIMUAT DALAM KITAB KITAB SUCI AGAMA LAIN ..............................................................................................13 A. Kitab Suci Injil ..............................................................................................................13 B. Kitab Suci Taurat..........................................................................................................14 C. Kitab Suci Zabur...........................................................................................................15 D. Kitab Suci Hindu...........................................................................................................16
  • 3. BAB 4 AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER SAINS DAN TEKNOLOGI .........................18 A. Pendahuluan............................................................................................................18 B. Dimensi Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an...................................................19 C. Prinsip – Prinsip Dasar Kegiatan Ilmiah dalam al-Qur’an................................24 D. Sains dan Teknologi Modern: Pertimbangan Epistemologis..............................26 E. Implikasi Pandangan al-Qur’an tentang sain dalam proses pembelajaran.....30 BAB 5 GENERASI SALAF (SALAFUS SHALIH)............................................................32 A. Sahabat Nabi ...........................................................................................................32 B. Tabiin .......................................................................................................................39 C. Tabi’ut Tabi’in........................................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................42
  • 4. 1 BAB 1 ISTIDRAJ A. Pengertian Istidraj Ditinjau dari segi bahasa, istidraj diambil dari kata ‘daraja’ yang dalam bahasa Arab berarti naik dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya. Namun secara istilah, istidraj memiliki makna azab berwujud kenikmatan. Ketika seorang muslim banyak melakukan maksiat dan jarang beribadah, namun hidupnya terus dilimpahi kenikmatan, ini adalah tanda istidraj dari Allah SWT. Ia terjebak dalam kenikmatan hidup, padahal dia semakin lalai menunaikan ibadah serta kewajiban lainnya. Hasbi ash-Shiddieqy menjelaskan istidrāj adalah pemanjaan agar terjerumus kepada kehinaan, secara berangsur-angsur, setapak demi setapak dan didekatkan dengan azab dalam keadaan mereka tidak menyadarinya. Sama halnya dengan penjelasan Quraish Shihab, bahwa istidrāj adalah memindahkan dari satu tahap ke tahap berikutnya hingga mencapai puncak dengan jatuhnya siksa. Kata tersebut popular, dalam arti perlakuan yang secara lahiriah baik. Istidrāj bisa terjadi dalam bentuk limpahan nikmat yang diduga kebaikan, atau merasa terhindar dari hukuman padahal merupakan pancingan untuk melakukan pelanggaran yang lebih besar sehingga sanksi hukuman yang diterima juga lebih besar. Allah Swt membiarkan dan tidak disegerakan azabnya. Al-Thabari berpendapat bahwa istidrāj adalah tipuan halus kepada orang yang diberi tenggang waktu. Ia merasa bahwa yang memberikan tenggang waktu telah berbuat baik kepadanya, sehingga pada akhirnya ia terjerumus dalam hal yang tidak disenangi. Menurut Abu Bakar Jabir, istidrāj berarti menghukum dengan bertahap, setingkat demi setingkat. Ketika mereka melakukan maksiat yang baru, Allah Swt akan memberikan nikmat yang baru sehingga saat dihukum mereka tidak menyadarinya. Begitu juga Sayyid Quthb, ia berpendapat bahwa istidrāj adalah suatu kekuatan yang tidak diperhitungkan dengan semestinya dan dilupakan oleh orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt. Begitu juga penangguhan tersebut ditimpakan kepada mereka tanpa diketahui. Wahbah al-Zuhaili menjelaskan istidrāj adalah penahapan, artinya membawa turun seseorang dari satu tingkat ke tingkat selanjutnya karena ingin menjerumus-kannya. Maksud di sini adalah Allah Swt akan mendekatkan azab kepada mereka secara bertahap
  • 5. 2 dengan bentuk pengabaian, selalu diberi kesehatan, ditambah kenikmatan, di mana mereka tidak mengetahui bahwa itu adalah istidrāj. Al-Syaukani menjelaskan bahwa istidrāj adalah Allah Swt membuat mereka lupa untuk mensyukurinya sehingga mereka tenggelam dalam kesesatan dan tidak akan bisa keluar dari kesesatan tersebut kecuali setelah mereka mendapatkan kedudukan di sisi Allah Swt. Abdurrauf mengatakan istidrāj adalah terpedaya dengan suatu nikmat yang diberikan oleh Allah Swt, sehingga lupa terhadap pemberi nikmat. Seseorang yang memandang bahwa nikmat yang diterimanya adalah suatu kelebihan, tetapi ia terkecoh dengannya, sehingga tanpa mereka menyadari mereka sedang diuji. Akibat dengan rahmat yang mereka peroleh itu menjadi sebab terperosok mereka ke jalan kebatilan. Ia menambahkan bahwa mereka diberikan peluang sehingga tidak mengetahui saat tibanya istidrāj. Menurutnya, Allah Swt menurunkan mereka satu derajat lebih rendah, lalu menambahkan siksaan dan bencana dan mereka bertambah-tambah dalam Kedurhakaan yaitu dengan berbuat dosa dan maksiat. Allah Swt mengambil dari mereka sedikit-sedikit dan tidak memberi balasan yang spontan. Kemudian menambahkan azab sedikit demi sedikit atau dipertangguhkan azab, lalu mereka bertambah berbuat Kejahatan. Menurut Jalalain, istidrāj adalah ketika manusia mengabaikan peringatan yang telah diberikan dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan. Namun, mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran dan nasihat darinya. Lalu dibukakan kepada mereka pintupintu kesenangan. Apabila mereka bergembira dengan apa yang diberikan dengan perasaan sombong, maka akan Allah Swt siksa mereka dengan azab yang pedih. Seperti yang dinyatakan Ali al-Shabuni, Allah Swt memberikan limpahan nikmat Kepada mereka, lalu mengira bahwa nikmat itu menunjukkan bahwa Allah Swt menyayangi mereka, sehingga mereka menjadi fasik dan tenggelam dalam kesesatan sehingga keputusan siksa menimpa mereka. Al-Ghazali menjelaskan bahwa Allah Swt memiliki makar bagi pendosa. Mereka lupa karena dengan kelezatan sesaat atau kemenangan yang menipu dan kegoncangan negara yang disertai dengan kecongkakan dan kesombongan. Keadaan seperti ini merupakan dikte Allah Swt kepada orang-orang yang melakukan kebatilan, kemudian menarik mereka ke jurang kehancuran tanpa mereka sedari. Menurut Hamka, istidrāj berarti naik dengan berangsur sedikit demi sedikit. Laksana naik tangga, tangga demi tangga, sehingga sampai ke puncak atau mencapai klimaks. Naik berangsurangsur sampai
  • 6. 3 di puncak, atau turun berangsur-angsur sampai ke alas. Semuanya ini dengan tidak disadari oleh yang bersangkutan, sebab mereka telah melupakan Allah Swt, maka Ia pun menjadikan mereka lupa diri. Hamka menjelaskan lagi, bahwa istidrāj artinya dikeluarkan dari garis lurus kebenaran tanpa disadari. Diperlakukan apa yang mereka kehendaki dan dibukakan segala pintu kenikmatan, sampai mereka lupa diri. Mereka umpama lupa bahwa setelah panas pasti adanya hujan, sesudah lautan yang tenang pasti tibanya gelombang. Mereka berbuat berbagai maksiat dari keinginan hawa nafsunya yang tidak terkekang. Akhirnya diri mereka sesat dan siksaan Allah Swt datang kepada mereka. Dari penjelasan di atas, ulama tafsir sepakat bahwa istidrāj merupakan suatu penangguhan siksaan atau azab dari Allah Swt terhadap mereka yang melakukan kezaliman dan kemaksiatan. Kapan terlaksana siksaan dan azab yang ditangguh tersebut, para mufasir berbeda pendapat. Ada yang menafsirkan bahwa azab atau siksaan akan terjadi di dunia dan akhirat. Siksaan azab diakhirat akan lebih buruk berbanding siksaan azab di dunia karena seburuk-buruk tempat kembalian adalah di neraka. Ada yang berpendapat bahwa tangguhan azab dan siksaan Allah Swt akan ditimpakan ketika di akhirat. Ini adalah rencana Allah Swt agar mereka menanggung dosa-dosa secara total dan datang di padang mahsyar dengan berlumuran dosa . B. Konsep Istidraj Al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir Syarh Al-Jami Al-Shaghir mengatakan, perkara dunia yang diinginkan hamba dalam Hadits ini berupa harta, anak, dan kedudukan. Dengan kenikmatan itu justru hamba tersebut semakin gencar dalam berbuat maksiat. Akhirnya Allah berikan hamba tersebut istidraj (jebakan) berupa dibukanya pintu kenikmatan lain dan hamba tersebut merasa senang dan nyaman dengan kemaksiatannya disertai dengan hilangnya keinginan bertaubat, apalagi menyesali perbuatannya. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menggambarkan bentuk kehidupan hamba dalam istidraj ini adalah dibukanya berbagai pintu rezeki dan sumber penghidupan (kedudukan, jabatan, kehormatan) hingga terperdaya dan beranggapan diri mereka di atas segala-galanya. Terdapat lima tahapan yang akan dialami oleh hamba yang tidak mengindahkan ajaran Islam sebagai sebuah istidraj.
  • 7. 4 Pertama, Falamma nasuu maa dzukkiru (ketika hamba melupakan peringatanperingatan agama). Al Thabari dalam tafsirnya berkomentar melupakan perintah agama adalah meninggalkan perintah Allah yang disampaikan Rasulnya. AlRaghib al-Asfahani menjelaskan, melupakan itu timbul ada kalanya disebabkan oleh hati yang lemah disertai dengan kelalaian yang disengaja. Artinya, melupakan itu bukan berarti tidak tahu, tidak ingat atau tidak sadar, tapi juga dalam bentuk kesengajaan, mungkin karena dianggap ajaran Islam itu tidak sesuai dengan konteks masyarakat modern atau alasan-alasan sejenisnya. Kedua, Fatahna ‘alaihim abwaba kulli syai’ (Kami pun membuka semua pintu kesenangan untuk mereka hamba). Diantara bentuk-bentuk kesenangan duniawi yang hamba dapatkan adalah dimudahkan mendapatkan rezeki melimpah di dunia. Hamba tersebut akan dimudahkan mendapatkan kesenangan duniawi apa saja yang diinginkannya. Dengan kesenangan-kesenanga tersebut, si hamba selalu berbuat maksiat, tidak memiliki keinginan bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Ketiga, Hatta idza farihu bima utu (Hingga bila mereka gembira dengan apa yang diberikan). Ketika hamba sedang dalam puncak kebahagiaan menikmati kesenangan duniawinya berupa harta benda, anak banyak, dan kedudukan tinggi di kalangan manusia, namun hidupnya masih jauh dari ketaatan, jauh dari rasa empati pada orang lain, jauh dari masjid dan jauh dari majelis ilmu. Keempat, Akhadznahum baghtatan (Kami siksa mereka dengan sekonyongkonyong). Artinya Allah akan menyiksa hamba tersebut di saat lalai. Qatadah berkomentar, bahwa siksaan yang menimpa suatu kaum secara tiba-tiba adalah urusan Allah. Dan tidak sekali-kali Allah menyiksa suatu kaum, melainkan di saat mereka tidak menyadarinya dan dalam keadaan lalai serta tenggelam dalam kesenangan. Kelima, Fa idza hum mublisun (ketika itu mereka terdiam putus asa). Maksudnya, mereka akan putus harapan dari semua kebaikan. Hamba tersebut telah terperdaya dengan kesenangan duniawi dimana Hasan al-Basri mengatakan, siapa yang diberi keluasan oleh Allah, lalu ia tidak menyadari hal itu merupakan ujian baginya, maka dia terperdaya. Sama halnya seorang yang disempitkan oleh Allah, lalu ia tidak menyadari dirinya sedang diperhatikan oleh Allah, maka dia juga terperdaya.
  • 8. 5 Ketika Allah membiarkan seorang hamba sengaja meninggalkan shalat, meninggalkan puasa, tidak ada perasaan berdosa ketika bermaksiat seperti saat membuka aurat, berat untuk bersedekah, merasa bangga dengan apa yang dimiliki dan mengabaikan semua atau mungkin sebagian perintah Allah, benci terhadap aturan Allah, merasa umurnya panjang dan menunda-nunda taubat, enggan menuntut dan menambah pengetahuan (khususnya agama) serta lupa akan kematian, tapi Allah tetap memberikan hamba tersebut rezeki melimpah, kesenangan terus menerus, dikagumi dan dipuja puji banyak orang, tidak pernah diberikan sakit, tidak pernah diberikan musibah, prestasi akademiknya tambah sukses, hidupnya aman-aman saja, maka hamba tersebut harus berhati-hati karena semuanya itu adalah istidraj. Keadaan tersebut adalah bentuk kesengajaan dan pembiaran oleh Allah pada hamba yang sengaja berpaling dari perintah-Nya dan Allah menunda segala bentuk azab-Nya. Allah membiarkan hamba tersebut semakin lalai dan diperbudak dunia. Semoga kita dihindarkan dari jenis hamba seperti ini dan digolongkan oleh Allah sebagai hamba yang bisa menggunakan kenikmatan duniawi dalam ketaatan. C. Dalil-dalil tentang Istidraj 1. Peringatan untuk Orang Kafir ۗ ْ‫م‬ِ‫ه‬ ُْ ِ ‫فس‬ ْْ َ‫ن‬ّ ِ ‫ال‬ ٌ‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ْ‫ي‬ ِ‫ل‬ ُْْ‫م‬‫ن‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ْْٓ‫و‬ُ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ك‬ َ‫ْن‬‫ي‬ِ‫ذ‬‫ال‬ َ‫ن‬ ‫ب‬َ‫س‬ َْْ‫ح‬‫ي‬ َ‫ال‬َ‫و‬ ُ‫ه‬َ‫ل‬َ‫و‬ ۚ ‫ا‬ً‫م‬ْ‫ث‬ِِْ‫ا‬ ‫ا‬ ْْٓ‫و‬ُ‫د‬‫َا‬‫د‬َْ ْْ َ‫يز‬ِ‫ل‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ْ‫ي‬ِ‫ل‬ُْْ‫م‬‫ن‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ن‬ِ ‫ا‬ ٌ‫ْن‬‫ي‬ِ‫مه‬ ٌ‫ب‬َ‫ا‬‫َذ‬‫ع‬َ ْ‫م‬ “Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS.Ali ‘Imran: 178) 2. Siksaan Setelah Kesenangan َ‫ش‬َ ِّ‫ل‬ُ‫ك‬ُ َ‫اب‬ َ‫و‬ َْ ْ‫اب‬ ْ‫م‬ِ‫ْه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ َ‫ا‬‫ن‬ َْْ‫ح‬َ‫ت‬‫ف‬ ٖ‫ه‬ ِ‫ب‬ ‫ا‬ ْ‫و‬ُ‫ر‬ ُْ ِّ‫ذك‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫ا‬ ْ‫ُو‬‫س‬َ‫ن‬ ‫ما‬ ََْ‫ل‬‫ف‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ٰ‫ن‬ْ‫ذ‬ ََْ‫خ‬‫ا‬ ‫ا‬ ُْ ْْٓ‫و‬ ُْ ْ‫اوت‬ ْٓ‫ا‬‫ا‬ َ‫م‬ِ‫ب‬ ‫ا‬ ْ‫و‬ ُِْ‫ح‬َ‫فر‬َ‫ا‬‫ذ‬ ِِْ‫ا‬ ْٓ‫ى‬ ّٰ‫ت‬َ‫ح‬ ۗ‫ء‬ ْ‫ي‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ا‬‫ِذ‬‫ا‬ ِْ َ‫ف‬ ًَْ‫تة‬ْ‫غ‬َ‫ب‬ َ‫ن‬ْ‫ُو‬‫س‬ِ‫ل‬ْ‫ل‬‫م‬
  • 9. 6 “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS.Al An’am: 44). 3. Harta dan Kesenangan Tidak Selalu Berarti Kebaikan ۙ َ‫ن‬ ِْْ‫ي‬ََ‫وب‬ ‫ال‬ ‫م‬ ‫من‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫نمههم‬ ‫نما‬ ‫ا‬ ‫ايسسلون‬ َ‫ن‬ْ‫و‬ ُْ ُ‫عر‬ ْ‫ش‬ ْْ َ‫ي‬ ‫ال‬ َْْ‫ل‬‫ب‬ ِۗ‫ت‬ ٰ ‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫فى‬ ْ‫م‬ َُْ‫ه‬‫ل‬ ُ‫ع‬ ِ‫ار‬ ُْ َ‫نس‬ “Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikankebaikan kepada mereka tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 55-56) 4. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan kepada Kaum Nabi yang Ingkar َ‫َان‬‫ك‬َ‫م‬ ‫ا‬ََْ‫ل‬ َْ‫به‬ ُ‫م‬ ‫ث‬ َ‫ا‬‫ن‬َ‫ء‬ََۤ‫ا‬‫ب‬ٰ‫ا‬ ‫س‬ َ‫م‬ ْ‫ه‬َ‫ق‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫الو‬َ‫ق‬‫و‬ ‫ا‬ ْ‫و‬َ‫ف‬َ‫ع‬َ ‫ى‬ ّٰ‫ت‬ ََْ‫ح‬ ‫ة‬َََ‫س‬َ‫س‬ْ‫ل‬‫ا‬ َِْ‫ة‬ِّ‫ئ‬‫السي‬ َْ ّْ َْ ّْ َ‫و‬ ُ‫ء‬َۤ‫را‬ ‫الض‬ ُُْ‫عر‬ْ‫ش‬ ْْ َ‫ي‬ َ‫ال‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬‫و‬ ًَْ‫تة‬ْ‫غ‬َ‫ب‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ٰ‫ن‬ْ‫ذ‬ ََْ‫خ‬َ‫ا‬‫ف‬ ُ‫ء‬َۤ‫را‬ ‫الس‬ َْ ّْ َ‫ن‬ْ‫و‬ َ‫ن‬ ِّ‫م‬ ‫ت‬ٰ‫ك‬َْ َ‫بر‬ ْ‫م‬ ِ‫ه‬ َْ ْ‫َلي‬‫ع‬َ ‫ا‬َ‫ن‬ َْْ‫ح‬َ‫ت‬‫ف‬َ‫ل‬ ‫ا‬ َْ ْ‫قو‬ ‫ا‬ َ‫و‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫َو‬َ‫م‬ٰ‫ا‬ ‫ى‬ُْٰٓ ‫قر‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ل‬ َْْ‫ه‬‫ا‬ َ‫ن‬ ‫ا‬ َْ ْ‫لو‬َ‫و‬ ِ‫ء‬َۤ‫ا‬َ‫م‬‫الس‬ َْ ّْ َ‫ن‬ ُْ ْ‫لو‬ِ‫س‬ْ‫ك‬َ‫ي‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫َانو‬‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ٰ‫ن‬ْ‫ذ‬ ََْ‫خ‬‫ا‬َ‫ف‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫بو‬ ‫َذ‬‫ك‬ ْ‫ن‬ِ‫ك‬ٰ‫ل‬َ‫و‬ ِ ‫ض‬ َْ ْ‫ر‬ ْ ‫اال‬ َ‫و‬ “Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: “Sesungguhnya nenek moyang kamipun telah merasai penderitaan dan kesenangan“, maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya.” “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”(QS.Al A’raf: 95-96).
  • 10. 7 5. Istidraj Mengantarkan pada Kebinasaan َ‫ن‬ْ‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ْث‬‫ي‬َ‫ح‬ ْ‫ن‬ ِّ‫م‬ ْ‫م‬ ُ‫ه‬ُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َْْ‫ه‬‫ْت‬‫س‬َََ‫س‬ ‫ا‬ َْ ِ‫تن‬ٰ‫ي‬ٰ‫ا‬ِ‫ب‬ ‫ا‬ ُْ ْ‫بو‬ ‫َذ‬‫ك‬ َ‫ْن‬‫ي‬ِ‫ذ‬‫ال‬ َ‫و‬ ٌ‫ن‬ ِْْ‫ي‬‫ت‬َ‫م‬ ْ‫ي‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ك‬ ‫ِن‬ ِ‫ا‬ۗ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ْ‫ي‬ِ‫ل‬ ُْْ‫م‬‫ا‬ َ‫و‬ “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.” (QS.Al A’raf: 182-183). 6. Setan Membuai Manusia, Lalu Berlepas Tangan ِّ‫ن‬ ِِْ‫ا‬ َ‫و‬ ِ ‫الَاس‬ َ‫ن‬ ِ‫م‬ َ‫م‬ْ‫و‬َ‫ي‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫م‬ُ‫ك‬ َُْ‫ل‬ َ‫ب‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫غ‬ َ‫ال‬ َ‫ا‬َ‫ق‬َ‫و‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬‫ا‬ ََْ‫ع‬ َْْ ‫ا‬ ُ‫ن‬ ٰ‫ْط‬‫ي‬ ‫الش‬ ُ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ َ‫ين‬ َ‫ز‬ ِْْ‫ذ‬ِ ‫ا‬ َ‫و‬ َ‫ج‬ ْ‫ي‬ ِ‫ن‬َٰ‫ت‬‫ئ‬ِ‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫ت‬َ‫ء‬َۤ‫ا‬ َْ َ‫تر‬ ‫ما‬ َ‫ل‬َ‫ف‬ ْۚ‫م‬ُ‫ك‬ُ ‫ل‬ َْ ٌّ‫ار‬ ࣖ ِّ‫ن‬ ِِْ‫ا‬ َ‫ا‬َ‫ق‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ ْْ َ‫لي‬ِ‫ق‬َ‫ع‬َ ‫ى‬ٰ‫َل‬‫ع‬َ َ‫َص‬‫ك‬َ‫ن‬ ْْٓ‫ي‬ِّ‫ن‬ِِْ‫ا‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ُ ْ‫ن‬ِّ‫م‬ ٌ‫ء‬ َْۤ‫ي‬ َْ ِ‫بر‬ ْ‫ي‬ ُ‫اف‬ ََْ‫خ‬‫ا‬ ْْٓ‫ي‬ِّ‫ن‬ ِِْ‫ا‬ َ‫ن‬ْ‫و‬ َْ َ‫تر‬ َ‫ال‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫ى‬َٰ ‫ار‬ ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ِ‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫ه‬ْ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫ش‬َ ُ ّٰ َۗ‫و‬ َ ّْ ٰ ْ “Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: “Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadapmu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu“. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata: “Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah“. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS.Al Anfal: 48). 7. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan pada Orang yang Tidak Beriman ۗ َ‫ن‬ ْ‫ُو‬‫ه‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ ‫فهم‬ ‫الهم‬ ََْ‫ع‬ َْْ‫ا‬ ‫هم‬َ‫ل‬ ‫نا‬ ‫ي‬ ‫ز‬ َِِ‫ر‬ ِ‫باالخ‬ ‫ن‬ْ‫َو‬ِ‫م‬ُُ‫ي‬ ‫ال‬ ‫ْن‬‫ي‬ِ‫ذ‬‫ال‬ ‫ِن‬ ِ‫ا‬ “Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam kesesatan).” (QS.An Naml: 4)
  • 11. 8 8. Allah Memberikan Kuasa pada Orang yang Mendustakan Al Quran, untuk Kemudian Membinasakan Mereka َ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ ُ‫ْث‬‫ي‬َ‫ح‬ ْ‫ن‬ ِّ‫م‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َْْ‫ه‬‫ْت‬‫س‬َََ‫س‬ ِۗ‫ث‬ْ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫س‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫ا‬‫ذ‬ ٰ‫ه‬ِ‫ب‬ ‫ب‬ِ‫ذ‬َ‫ك‬‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ ْ‫ي‬ِ‫ن‬ َْ ْ‫ر‬َ‫ذ‬‫ف‬ َۙ‫ن‬ْ‫و‬ُ‫م‬ “Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan Perkataan ini (Al Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,” (QS.Al Qalam: 44). 9. Sesungguhnya Nikmat adalah Ujian َ‫م‬‫ِن‬ ِ‫ا‬ َ‫ل‬‫ا‬ َ‫ق‬ ۙ‫نا‬ ِّ‫م‬ًِ َ‫م‬ْ‫ع‬ِ‫ن‬ ُ ‫ه‬َْٰ‫ل‬‫و‬ َ‫خ‬ َ‫ا‬‫ذ‬ ِِْ‫ا‬ ُ‫م‬ ‫ث‬ ۖ‫ا‬ َ‫َان‬‫ع‬ ََْ‫د‬ ‫ر‬ ٌّ ُ‫ض‬ َ‫ان‬َ‫س‬ْ‫ن‬ِ ْ ‫اال‬ ‫س‬ َ‫م‬ َ‫ا‬‫ِذ‬‫ا‬ ِْ َ‫ف‬ ْٓ‫اا‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ َْ َ‫ثر‬ َْ ْ‫اك‬ ‫ن‬ ِ‫ك‬ٰ‫ول‬ ٌ ِ َْ ْ‫تن‬ِ‫ف‬ َ‫ي‬ ِ‫ه‬ ْ‫ل‬َۗ‫ب‬ ‫م‬ْ‫ل‬ِ‫ع‬ ‫ى‬ٰ‫َل‬‫ع‬َ ُْ‫ه‬‫ْت‬‫ي‬ِ‫ت‬ ُْ ْ‫او‬ َ‫ن‬ْ‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ َ‫ال‬ “Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata, “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” (QS.Az Zumar: 49).
  • 12. 9 BAB 2 DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH TERHADAP HAMBANYA A. Dalil, Terjemahan dan Penjelasannya Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, َ‫د‬‫ا‬ ََْ‫ر‬‫أ‬ َ‫ا‬ِ‫ذ‬‫إ‬ َ‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫ه‬ِ‫د‬ ْْ َ‫عب‬ِ‫ب‬ ُ َْ ّْ َ‫د‬‫ا‬ ََْ‫أر‬ َ‫ا‬ َ‫إذو‬ َ‫ا‬‫ي‬ْ‫ن‬ ‫اله‬ ِ‫فى‬ َ‫ة‬َ‫ب‬ُ‫و‬ُ‫ق‬‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ ‫ه‬َ‫ل‬ َ‫ل‬‫َج‬‫ع‬َ َْ ّْ ‫ال‬ ِ‫ه‬ِ‫د‬ ْْ َ‫عب‬ِ‫ب‬ ُ َْ ّْ ‫ر‬ ‫ش‬ َْ ّْ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َْ ْ‫ن‬ِ‫ذ‬‫ب‬ ُ ‫ه‬ََْ‫ع‬َ َ‫ك‬َ‫س‬ َْْ‫م‬‫أ‬ َ‫م‬ َْ ْ‫يو‬ ِ‫ه‬ ِ‫ب‬ ‫فى‬ ُْ َ‫يو‬ ‫ى‬ ‫ت‬َ‫ح‬ ِ‫ة‬َ‫م‬َ‫ا‬‫ي‬ِ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR.Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani). Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ِ‫ء‬َ َ‫لَل‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫م‬َ‫ظ‬ِ‫ع‬ َ‫ع‬ َ‫م‬ ِ‫اء‬َ‫ز‬َ‫ج‬ْ‫ل‬‫ا‬ َ‫م‬َ‫ظ‬ِ‫ع‬ ِ‫ن‬ ‫إ‬ ِ‫ن‬ ‫إ‬ َ‫و‬ َ‫ط‬ ِ‫خ‬َ‫س‬ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ض‬ِّ‫الر‬ ُ‫ه‬ َ‫ل‬َ‫ف‬َ‫ى‬ ِ ‫ض‬َ‫ر‬ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬َ َ ‫ْتَل‬‫ب‬‫ا‬ ‫ا‬ً‫م‬ْ‫و‬َ‫ق‬ ‫ب‬ ََْ‫ح‬‫أ‬ َ‫ا‬ِ‫ذ‬‫إ‬ َ َْ ّْ ُ ‫ه‬َ‫ل‬َ‫ف‬ ُ‫ط‬َ‫خ‬‫الس‬ َْ ّْ “Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani). Faedah dari dua hadits di atas:
  • 13. 10 1. Musibah yang berat (dari segi kualitas dan kuantitas) akan mendapat balasan pahala yang besar. 2. Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih- pada anaknya, ‫وا‬ ‫الذهب‬ ‫بَي‬ ‫يا‬ ‫يختلر‬ ‫والمُمن‬ ‫بالَار‬ ‫يختلران‬ ‫لفضة‬ ‫باللَلء‬ “Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.” 3. Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan mendapat pahala yang besar. 4. Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang pedih. 5. Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman. 6. Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia dengan diberikan musibah yang ia tidak suka sehingga ia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa. 7. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak. Ath Thibiy berkata, “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.” (Lihat Faidhul Qodir, 2: 583, Mirqotul Mafatih, 5: 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7: 65) 8. Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan maksudnya untuk meminta musibah datang karena ada larangan meminta semacam ini.” Jika telah mengetahui faedah-faedah di atas, maka mengapa mesti bersedih? Sabar dan terus bersabar, itu solusinya.
  • 14. 11 B. Contoh Kasus Bersandar kepada Hadits shahih riwayat At-Tirmizi, Rasulullah SAW bersabda, “Dua kejahatan yang disegerakan balasannya di dunia adalah zina dan durhaka kepada dua ibu bapak”. Pertama, Zina, bisa zina mata, zina hati apalagi sampai melakukan hubungan suami istri, maka azab Allah biasanya kontan. Akan dicabut barokah hidup kita. Bahkan dalam kesempatan yang lain dikisahkan, Allah akan memberikan balasan orang zina dengan enam perkara, tiga di dunia dan tiga lagi di akhirat. Yang di dunia adalah hilang keceriaan wajah, pendek umur dan senantiasa dalam keadaan susah. Sedangkan tiga ditangguhkan di akherat adalah kemurkaan Allah, balasan yang buruk dan azab di neraka. Islam tidak mengenal konsep abu-abu dalam beriman. Artinya, ketika seseorang sedang berzina, di manapun dan dengan siapapun, maka saat itu ia sedang tidak beriman. Laksana kepala tanpa penutup. Islam dia, namun pada saat kejadian itu, imannya sedang runtuh. Itulah sebabnya kadang antara Islam dan iman seseorang tidak sejalan. Zina hanya akan menghasilkan penyesalan yang panjang. Kenikmatan yang diperoleh sesaat, tidak sebanding dengan derita yang dialami. Baik dirinya maupun pasangan korban. Maraknya kasus pelecehan seksual di kalangan anak-anak yang dilakukan oleh orang-orang terdekat (keluarga, teman) menjadi pertanda bagaimana pelampiasan nafsu syahwat yang bertabrakan dengan koridor agama apapun. Ditambah dengan lemahnya pengawasan orang tua dan lingkungan membuat praktekpraktek semacam itu marak. Untuk mengatasi masalah tersebut, tidak ada jalan lain kecuali membentengi diri dan keluarga dengan agama. Dalam Al-quran bahkan sangat jelas, larangan jangan dekati zina. Mendekati saja dilarang apalagi melakukannya. Maka, usaha usaha ekonomi yang dibumbui dengan unsur zina, yakinlah lambat laun akan gulung tikar. Mungkin awalnya terlihat jaya, banyak pelanggan dan sebagainya. Namun karena jauh dari ridha Allah, usaha ekonomi itupun akan jatuh. Apapun bentuk usaha itu. Bagi kita yang tanpa sadar terperangkap dalam situasi semacam, maka tidak ada kata lain, kecuali taubat dan segera mengejar ampunan-Nya.
  • 15. 12 Kedua, durhaka kepada ibu bapak. Banyak di antara kita yang menyepelekan orang tua. Abai dan tidak menaruh hormat. Bahkan tidak sedikit yang mengingkari nasab. Menyesal mengapa dirinya dilahirkan oleh orang tua yang jelek, miskin, tidak berpendidikan dan sebagainya. Kalau itu yang terjadi pada kita, maka marilah segera raih ridha orang tua dengan berbuat baik kepada-nya. Berlaku sopan, berkata lembut dan menuruti perintahnya sepanjang tidak untuk menyekutukan Allah SWT. Dalam surat Luqman ayat 12-19 sangat jelas dan rigit, bagaimana kita harus bersikap kepada keduanya. Bahkan sampai ketika mereka berbeda keyakinan sekalipun, kita tetap harus berbuat baik kepadanya dengan tetap mendoakannya. Apalagi orang tua kita seiman-seagama. Rasul bersabda, Ridha Allah adalah ridha orang tua dan murka Allah adalah juga karena murka orang tua kita. Maka sudah selayaknya kita buat orang tua kita tersenyum dengan sikap kita. Pengorbanannya tidak dapat ditukar dengan harta benda dan perbuatan baik kita kepada mereka. Dalam surat Al-Ahqaf ayat 15, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya, “ Dalam surat An-Nisa ayat 36, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapakmu, kaum kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangan dekat danjauh, rekan karib dan ibnu sabil serta hamba sahaya.” Barangkali selama ini kita berusaha, bekerja di rumah atau di kantor/instansi, rasanya selalu mendapatkan batu sandungan tidak henti, maka tidak ada salahnya kita koreksi diri, jangan-jangan selama ini kita sering menyakiti hati orang tua, hingga membuat mereka tidak ridha dengan langkah hidup kita. Yuk, kita cium tangan mereka, kita gapai ridhanya dengan semangat membahagiakannya, baik di dunia, apalagi di akhirat.
  • 16. 13 BAB 3 BERITA KENABIAN RASULULLAH SAW YANG DIMUAT DI DALAM KITAB-KITAB SUCI AGAMA LAIN A. Kitab Suci Injil Dalam kitab Ulangan, 18:15, yang berbunyi, "Bahwa seorang Nabi dari antara kamu dari antara segala saudaramu dan yang seperti aku ini yaitu akan dibangkitkan oleh Tuhan Allahmu bagi kamu maka dia haruslah kamu dengar." Di beberapa ayat dalam Kitab Ulangan itu disebutkan akan diutusnya Nabi Muhammad SAW dengan semua yang dikatakannya membawa atau menyebut nama Tuhan dan bukan nama dewa. Nabi Muhammad SAW juga wafat tidak karena dibunuh orang. Selain itu, apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad tentu terjadi, meski baru terjadi pada masa beberapa abad sesudah wafatnya dan yang terjadi pada masa hidupnya. "Bahwa kalau Nabi itu berkata atas nama Tuhan, lalu barang yang dikatakannya itu tak jadi atau tak datang, itulah perkataan yang bukan sabda Tuhan, melainkan Nabi itu berkata dengan angkaranya: jangan kamu takut akan dia." (Ulangan, 18:22). Kemudian dalam Injil Yahya juga disebutkan ayat yang mengarah pada akan kedatangan Nabi Muhammad. Seperti dalam Yahya, 14:26, yang berbunyi, "Tetapi penghibur, yaitu Ruhul Kudus, yang akan disuruh oleh Bapa sebab namaku, yaitu akan mengajarkan segala perkara itu kepadamu dan mengingatkan kamu segala perkara yang telah kukatakan kepadamu itu." "Maka sekarang sudah kukatakan kepadamu sebelum jadinya, supaya apabila ia jadi kelak, boleh kamu percaya" (Yahya, 14:29). Di dalam Kitab Injil Barnabas, kedatangan Nabi Muhammad SAW lebih jelas dinyatakan. Barnabas sendiri adalah nama seorang sahabat atau pembela Nabi Isa. Karenanya, Injil Barnabas ditulisnya sendiri dari wasiat yang didengarnya dari Nabi Isa AS. Di dalam kitab itu memberitakan kedatangan Nabi SAW, bahkan dijelaskan
  • 17. 14 pula tentang peristiwa disalibnya Nabi Isa, bukanlah Nabi Isa yang disalib, melainkan Yahuda. Injil Barnabas termasuk injil yang kuno, yang tertulis pada abad pertama Masehi. Dalam ayat di kitab Injil Barnabas, misalnya, disebutkan bahwa saat Nabi Isa AS memberitahu para hawari (penolong) bahwa beliau akan berpaling meninggalka n alam. Saat itu, Isa berkata agar hati mereka tidak bergoncang dan tidak takut. Sebab, Isa bukanlah yang menjadikan mereka, tetapi Allah yang menjadikan dan memelihara mereka. "Adapun tentang ketentuan tugasku, sesungguhnya aku datang untuk menyediakan jalan bagi Rasulullah yang akan datang dengan membawa tugas kelepasan alam ini." (Barnabas, 72:10). Dalam kitab Injil Yohanes XIV:15-16 misalnya, di situ Nabi Isa as. berkata “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahku. Aku akan minta kepada Bapa dan Ia akan memberikan kepadamu seorang penolong yang lain supaya ia menyertai kamu selama-lamanya.” Merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih (M Quraish Shihab, 2018), teks tersebut merupakan kabar gembira tentang kehadiran Nabi Muhammad saw. Pada kitab Injil Yohanes bab 14 ayat 30 disebutkan Al Masih berkata; "Nanti aku tidak akan berbicara banyak dengan kalian, karena pemimpin dunia itu sedang datang kepadaku, dan tak ada sesuatu pun yang dimilikinya ada padaku." Dalam Injil perjanjian baru edisi Indonesia ayat ini berbunyi: "Tidak banyak lagi aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diri-Ku." (Yohanes 14:30). B. Kitab Suci Taurat Dalam kitab Taurat Pertama Pasal ke-9 disebutkan: “Sesungguhnya Hajar ketika berpisah dengan Sarah dan diajak bicara oleh malaikat. Malaikat berkata: ‘Wahai Hajar, dari mana engkau datang? dan kemana engkau ingin pergi? Maka ketika Hajar menerangkan keadaannya, malaikat itu berkata:Kembalilah karena aku akan memperbanyak keturunanmu dan tumbuhan mu sampai tidak terhitung. Dan engkau akan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Ismail. Karena Allah telah mendengar kerendahan dan ketundukan mu. Dan anakmu menjadi manusia paling kuat. Kuasanya
  • 18. 15 berada di atas kuasa semuanya, dan tempat tinggalnya berada di batasbatas semua saudaranya.” Dalam Taurat, kabar tentang Nabi Muhammad saw. juga terdapat dalam Kitab Yeyasa bab ke-42. Bunyi teksnya: “Agar manusia dan kota-kotanya meninggi suaranya, rumah-rumah yang ditinggali oleh Qaidir, agar penduduk Sali’ berdendang dari puncak-puncak gunung untuk memanggil, memberikan kemuliaan kepada Tuhan, dan mengabarkan dengan tasbihnya di pulau-pulau.” Dalam Ulangan 18: 17-19, Nabi Musa a.s. menubuatkan: “Lalu berkatalah TUHAN kepadaku: Apa yang dikatakan mereka itu baik; seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.” C. Kitab Suci Zabur Dalam Perjanjian Lama, Mazmur 25:12-13, disebutkan, “Siapakah orang yang takut kepada Tuhan, Kepadanya Tuhan menunjukkan jalan yang harus dipilihnya. Orang itu sendiri akan menetapkan dalam kebahagiaan dan anak cucunya akan mewarisi bumi.” Dalam kitab Zabur-Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Mazmur dan dalam bahasa Inggris Psalms- bab 72 ayat 8 dikatakan sebagai berikut; "Kerajaannya akan membentang dari laut ke laut. Dari sungai itu sampai ke ujung bumi. Di depannya tunduk penduduk daerah pelosok. Raja-raja Tarsyisy dan pulaupulau membawa hadiah-hadiah kepadanya. Raja-raja Syaba dan Saba' menyampaikan upeti. Semua raja tunduk di depannya. Semua bangsa menjadi hambanya. Karena dia menyelamatkan orang miskin peminta tolong yang tertindas dan tidak memiliki penolong. Dia menyantuni orang fakir dan yang membutuhkan. Dia
  • 19. 16 menyelamatkan jiwa-jiwa sengsara dan mengeluarkan jiwa mereka dari kegelapan dan kekejaman. Dia menjaga hidup mereka, karena hidup begitu berharga di matanya. Semoga hiduplah sang raja. Semoga emas Syiba diberikan kepadanya. Semoga mereka berdoa untuk selamanya, dan meminta berkah Tuhan untuknya setiap siang. Semoga banyak tanaman gandum di bumi, dan di puncak-puncak gunung, dan semuanya mekar seperti cedar Lebanon, dan penduduk kota berbunga seperti rumput di tanah. Namanya akan abadi selamanya. Namanya akan kekal seperti kekalnya matahari. Umat manusia akan mengambil berkah dengannya, dan semua bangsa menyatakan bahwa dia baik. D. Kitab Suci Hindu Disebutkan dalam Bhavisa Purana dalam Pratisarag Parv III, Khand 3, Adhyay 3, Shalokas 10 to 27 : “Aryadarma akan tampil di muka bumi ini. ‘Agama kebenaran’ akan memimpin dunia ini. Saya diutus oleh Isyparmatma. Dan pengikut saya adalah orang yang berada di lingkungan itu, yang kepalanya tidak dikucir, mereka akan memelihara jenggot dan akan mendengarkan wahyu, mereka akan mendengarkan panggilan sholat (adzan), mereka akan memakan apa saja kecuali daging babi, mereka tidak akan disucikan dengan tanaman semak-semak/umbi-umbian tapi mereka akan suci di medan perang. Meraka akan dipanggil “Musalaman” (perantara kedamaian).” Dalam Atharvaveda book 20 Hymn 127 Shlokas 1-14 disebutkan tentang Kuntupsuktas yang mengisyaratkan bahwa nabi Muhammad akan terungkap kemudian mantra 1 mengatakan : ia akan disebut Narasangsa. “Nars” artinya orang, “sangsa” artinya “yang terpuji”. Jadi Narasangsa artinya : orang yang terpuji. Kata “Muhammad” dalam bahasa arab juga berarti : orang yang terpuji. Jadi Narasangsa dalam bahasa Sansekerta adalah identik dg Muhammad dalam bahasa arab. Jadi Narasangsa adalah figur yang sama dengan Nabi Muhammad. Ia akan disebut “Kaurama” yang bisa berarti : pangeran kedamaian, dan bisa berarti : orang yg pindah (hijrah). Nabi Muhammad adalah seorang pangeran kedamaian yang hijrah dari Makkah ke Madinah. Ia akan dilindungi dari musuh yang akan dikalahkannya yang berjumlah 60.090 orang. Jumlah itu adalah sebanyak penduduk Makkah pada masa Muhammad hidup yaitu sekitar 60.000 orang.
  • 20. 17 Mantra 2 mengatakan : ia adalah resi yang naik unta. Ini berarti ia bukan seorang bangsawan India, karena dikatakan dalam Mansuriti(11) : 202 mengatakan bahwa Brahma tidak boleh menaiki unta atau keledai. Jadi tokoh ini jelas bukan dari golongan Brahmana (pendeta tinggi Hindu), tapi seorang asing. Mantra 3 mengatakan : ia adalah “Mama Rishi” atau resi agung. Ini cocok dengan Nabi agung umat Islam yaitu Nabi Muhammad SAW. Mantra 4 mengatakan : ia adalah Washwereda (Rebb) artinya orang yang terpuji. Nabi Muhammad yang juga dipanggil dengan nama Ahmad adalah berarti juga “orang yang terpuji” yang terjemahan bahasa Sansekerta-nya adalah Rebb. Dalam Atharvaveda book 20 hymn 21 : 6 dinyatakan bahwa di sana disebutkan dengan istilah : “akkaru” yang artinya : “yang mendapat pujian”. Dia akan mengalahkan 10.000 musuh tanpa pertumpahan darah. Hal ini merujuk pada perang Ahzab yang mana Nabi Muhammad mengalahkan musuh yang berjumlah 10.000 orang tanpa pertumpahan darah. Dalam Atharvaveda book 20 hymn 21 : 7 dinyatakan bahwa Abandu akan mengalahkan 20 penguasa. Abandu juga berarti seorang yatim atau seorang yang mendapat pujian. Ini mengarah pada nabi Muhammad yang seorang yatim sejak lahir dan arti kata Muhammad/Ahmad yang berarti yang terpuji, yang akan mengalahkan kepala-suku-suku dari suku-suku di sekitar Makkah yg berjumlah sekitar 20 suku. Dalam Samaveda Agni Mantra 64 dinyatakan bahwa ia tidak disusui oleh ibunya. Hal ini persis dengan Nabi Muhammad yang tidak disusui oleh ibunya tapi oleh seorang wanita bernama Halimah. Dalam Samaveda Uttararchika Mantra 1500 dinyatakan bahwa Ahmad akan dianugrahi undang-undang abadi, yang jelas mengacu pada Nabi Muhammad yang akan dianugrahi kitab suci Al-Qur’an. Tapi karena orang India yang berbahasa sansekerta tidak paham kata Ahmad, maka diterjemahkan menjadi “a” dan “mahdi” yaitu “saya sendiri”, jadi diartikan “saya sendiri yang menerima undang-undang abadi”. Padahal seharusnya “Muhammad sendiri yang dianugrahi undang-undang abadi”.
  • 21. 18 BAB 4 AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER SAINS DAN TEKNOLOGI A. Pendahuluan Pendidikan Islam yang mengalami masa tunas pada masa Dinasti Bani Umayyah mencapai puncaknya pada masa Dinasti Bani Abbasiyah. Kemajuan pendidikan Islam pada masa ini dikarenakan penguasa dari Dinasti Bani Abbasiyah mengambil kebijakan dengan mengangkat orang-orang Persia menjadi pejabat- pejabat penting di istana, terutama dari keluarga Baramikah, sebuah keluarga yang telah lama bersentuhan dengan filsafat dan ilmu pengetahuan Hellenisme yang mempengaruhi umat Islam untuk belajar dan mengembangkan pemikiran Islam. Hal ini semakin nyata setelah penguasa dari Dinasti ini memproklamirkan aliran Mu’tazilah, sebuah aliran teologi rasional sebagai mazhab resmi negara. Pada masa ini pendidikan Islam mencapai zaman keemasannya. Filsafat Islam, ilmu pengetahuan, sains dan pemikiran Islam mencapai kemajuan yang sangat pesat sehingga menjadikan Islam sebagai pusat keilmuan yang tiada tandingnya di dunia dan filsafat serta ilmu pengetahuannya menjadi kiblat dunia pada saat itu. Perseteruan antara agama dan ilmu pengetahuan (sains) merupakan isu klasik yang sampai saat ini masih berkembang di dunia Barat dalam wujud sekularisme. Tetapi, Islam tidak mendekati persoalan sains ini dari perspektif tersebut karena al- Qur’an dan al-Sunnah telah memberikan sistem yang lengkap dan sempurna yang mencakup semua aspek kehidupan manusia, termasuk kegiatan-kegiatan ilmiah atau penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Jadi, kegiatan ilmiah merupakan bagian yang integral dari keseluruhan sistem Islam di mana masing-masing bagian memberikan sumbangan terhadap yang lainnya. Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya membaca (baca: mengamati) gejala alam dan merenungkannya. Al-Qur’an mengambil contoh dari kosmologi, fisika, biologi, ilmu kedokteran dan lainnya sebagai tanda kekuasaan Allah untuk dipikirkan oleh manusia. Tidak kurang dari tujuh ratus lima puluh ayat – sekitar seperdelapan
  • 22. 19 al-Qur’an– yang mendorong orang beriman untuk menelaah alam, merenungkan dan menyelidiki dengan kemampuan akal budinya serta berusaha memperoleh pengetahuan dan pemahaman alamiah sebagai bagian dari hidupnya. Kaum muslim zaman klasik memperoleh ilham dan semangat untuk mengadakan penyelidikan ilmiah di bawah sinar petunjuk al-Qur’an, di samping dorongan lebih lanjut dari karya-karya Yunani dan sampai batas-batas tertentu oleh terjemahan naskah-naskah Hindu dan Persia. Dengan semangat ajaran al-Qur’an, para ilmuwan muslim tampil dengan sangat mengesankan dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. Pengaruh al- Qur’an ini tidak saja diakui oleh kalangan ilmuwan muslim zaman dahulu, seperti al- Ghazali, (1983:45-48 ) dan al-Suyuthi, ( Dhahabi, 1961: 420) bahkan sarjana Baratpun mengakuinya, seperti R. Levy (1975:400) (1975: 400) dan George Sarton. (tt:23). B. Dimensi Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan satu sama lain. Sains, menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, melalui penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data pengukuran yang diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam. Sedangkan teknologi adalah himpunan pengetahuan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains, dalam kerangka kegiatan yang produktif ekonomis (Baiquni, 1995: 58-60). Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-Qur’an bukanlah ensiklopedi sains dan teknologi apalagi al-Qur’an tidak menyatakan hal itu secara gamblang. Akan tetapi, dalam kapasitasnya sebagai huda li al-nas, al-Qur’an memberikan informasi stimulan mengenai fenomena alam dalam porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh ratus lima puluh ayat (Ghulsyani, 1993: 78). Bahkan, pesan (wahyu) paling awal yang diterima Nabi SAW mengandung indikasi pentingnya proses investigasi (penyelidikan).
  • 23. 20 Informasi alQur’an tentang fenomena alam ini, menurut Ghulsyani, dimaksudkan untuk menarik perhatian manusia kepada Pencipta alam Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana dengan mempertanyakan dan merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia agar berjuang mendekat kepada-Nya (Ghulsyani, 1993). Dalam visi al-Qur’an, fenomena alam adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap alam itu akan membawa manusia lebih dekat kepada Tuhannya. Pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi dapat ditelusuri dari pandangan al- Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu pada tingkatan yang hampir sama dengan iman seperti tercermin dalam surat al-Mujadalah ayat 11: “… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu atau menjadi ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai istilah yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, mengajak melihat, memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian (Fathir: 27; al-Hajj: 5; Luqman: 20; alGhasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-Anbiya’: 30), membaca (al‘Alaq: 1-5) supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am: 97; Yunus: 5), supaya mendapat jalan (al-Nahl: 15), menjadi yang berpikir atau yang menalar berbagai fenomena (al-Nahl: 11; Yunus: 101; al-Ra’d: 4; al-Baqarah: 164; al-Rum: 24; al-Jatsiyah: 5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali ‘Imran: 7; 190-191; al-Zumar: 18), dan mengambil pelajaran (Yunus: 3). Sedangkan pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi, dapat diketahui dari wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw.: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan pengantaran kalam (tulis baca). Dia Mengajarkan manusia apa yyang tidak diketahuinya.” (QS al-‘Alaq:1-5) Kata iqra’, menurut Quraish Shihab, diambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah,
  • 24. 21 mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun tidak. Sedangkan dari segi obyeknya, perintah iqra’ itu mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh manusia. (Shihab, 1996:433) Atas dasar itu, sebenarnya tidak ada alasan untuk membuat dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama. Sebab, sebagai agama yang memandang dirinya paling lengkap tidak mungkin memisahkan diri dari persoalan-persoalan yang bereperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan umatnya. Berkaitan dengan hal ini, Ghulsyani mengajukan beberapa alasan untuk menolak dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama sebagai berikut: 1. Dalam sebagian besar ayat al-Qur’an, konsep ilmu secara mutlak muncul dalam maknanya yang umum, seperti pada ayat 9 surat al-Zumar: “Katakanlah: adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.” Beberapa ayat lain yang senada di antaranya QS 2:31; QS 12:76; QS 16: 70. 2. Beberapa ayat al-Qur’an secara eksplisit menunjukkan bahwa ilmu itu tidak hanya berupa prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama saja. Misalnya, firman Allah pada surat Fathir ayat 27-28: “Tidakkahkamu melihat bahwasanya Allahmenurunkan hujan dari langit laluKami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka ragam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatangmelatadan binatang-binatangternakada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba- hamba-Nya hanyalah “ulama”. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." Dengan jelas kata ulama (pemilik pengetahuan) pada ayat di atas dihubungkan dengan orang yang menyadari sunnatullah (dalam bahasa sains: “hukum-hukum alam”) dan misteri-misteri penciptaan, serta merasa rendah diri di hadapan Allah Yang Maha Mulia. 3. Di dalam al-Qur’an terdapat rujukan pada kisah Qarun. “Qarun berkata: Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (QS al-Qashash: 78) (Ghulsyani, 1993: 44-45)
  • 25. 22 Di samping itu, subyek yang dituntut oleh wahyu pertama (al-‘Alaq: 1-5) adalah manusia, karena potensi ke arah itu hanya diberikan oleh Allah swt. kepada jenis makhluk ini. Pemberian potensi ini tentunya tidak terlepas dari fungsi dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah di atas muka bumi. Sedangkan bumi dan langit beserta isinya telah ‘ditundukkan’ bagi kepentingan manusia. Mari perhatikan firman Allah di dalam surat al- Jatsiyah ayat 13: “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat dari-Nya). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” Kata sakhkhara (menundukkan) pada ayat di atas atau kata yang semakna dengan itu banyak ditemukan di dalam alQur’an yang menegaskan bahwa Allah swt. menundukkan semua ciptaan-Nya sesuai dengan peraturan-peraturan (sunnatullah) Nya, sehingga manusia dapat mengambil manfaat sepanjang manusia mau menggunakan akal dan pikirannya serta mengikuti langkah dan prosedur yang sesuai dengan sunnatullah itu. Misalnya, menurut Baiquni, (1997: 1516 ) tertiupnya sehelai daun yang kering dan pipih oleh angin yang membawanya membumbung tinggi ke atas adalah karena aliran udara di sekitarnya. Orang yang melakukan pengamatan dan penelitian untuk menemukan jawaban atas pertanyaan: “bagaimana daun itu diterbangkan?”, niscaya akan sampai kepada sunnatullah yang menyebabkan daun itu bertingkah laku seperti yang tampak dalam pengamatannya. Pada dasarnya, sebuah benda yang bentuknya seperti daun itu, yang panjang dan bagian pinggir dan lebarnya melengkung ke bawah, akan mengganggu aliran udara karena pada bagian yang melengkung itu aliran udara tidak selancar di tempat lain. Akibatnya, tekanan udara di lengkungan itu lebih tinggi dari pada bagian lainnya sehingga benda itu terangkat. Orang yang melakukan pengamatan dan penelitian itu menemukan sunnatullah yang dalam ilmu pengetahuan disebut aerodinamika. Dengan pengetahuan yang lengkap dalam bidang aerodinamika dan pengetahuan tentang sifat-sifat material tertentu manusia mampu menerapkan ilmunya itu untuk membuat pesawat terbang yang dapat melaju dengan kecepatan tertentu. Untuk dapat memahami sunnatullah yang beraturan di alam semesta ini, manusia telah dibekali oleh Allah SWT dua potensi penting, yaitu potensi fitriyah (di dalam diri manusia) dan potensi sumber daya alam (di luar diri manusia). Di samping itu, al-Qur’an
  • 26. 23 juga memberikan tuntunan praktis bagi manusia berupa langkah-langkah penting bagaimana memahami alam agar dicapai manfaat yang maksimal. Suatu cara penghampiran yang sederhana dalam mempelajari ilmu pengetahuan ditunjukkan al- Qur’an dalam surat al-Mulk ayat 3-4 yang intinya mencakup proses kagum, mengamati, dan memahami. Dalam konteks sains, al-Qur’an mengembangkan beberapa langkah/proses sebagai berikut. Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk mengenali secara seksama alam sekitarnya seraya mengetahui sifat-sifat dan proses-proses alamiah yang terjadi di dalamnya. Perintah ini, misalnya, ditegaskan di dalam surat Yunus ayat 101. “Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan (dengan nazhor) apa yang ada di langit dan di bumi….” Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari gejala alam yang diamati (Baiquni, 1997:20). Perintah ini tampak lebih jelas lagi di dalam firman Allah di surat al-Ghasyiyah ayat 17-20: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan (dengan nazhor) onta bagaimana ia diciptakan. Dan langit bagaimana ia diangkat. Dan gunung-gunung bagaimana mereka ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dibentangkan.” Kedua, al-Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan pengukuran terhadap gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam surat al-Qamar ayat 149. “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.” Ketiga, al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam terhadap fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat untuk mencapai kesimpulan yang rasional. Persoalan ini dinyatakan dalam surat al-Nahl ayat 1112. “Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanamantanaman zaitun, korma, anggur, dan segala macam buahbuahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi mereka yang mau berpikir. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu; dan bintang-bintang itu ditundukkan (bagimu) dengan perintah-Nya. Sebenarnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar.”
  • 27. 24 Tiga langkah yang dikembangkan oleh al-Qur’an itulah yang sesungguhnya yang dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi (pengamatan), pengukuran- pengukuran, lalu menarik kesimpulan (hukum-hukum) berdasarkan observasi dan pengukuran itu. Meskipun demikian, dalam perspektif al-Qur’an, kesimpulan-kesimpulan ilmiah rasional bukanlah tujuan akhir dan kebenaran mutlak dari proses penyelidikan terhadap gejala-gejala alamiah di alam semesta. Sebab, seperti pada penghujung ayat yang menjelaskan gejala-gejala alamiah, kesadaran adanya Allah dengan sifat-sifat-Nya Yang Maha Sempurna menjadi tujuan hakiki di balik fakta-fakta alamiah yang dinampakkan. Memahami tanda-tanda kekuasaan Pencipta hanya mungkin dilakukan oleh orang- orang yang terdidik dan bijak yang berusaha menggali rahasia-rahasia alam serta memiliki ilmu (keahlian) dalam bidang tertentu. Ilmu-ilmu kealaman seperti matematika, fisika, kimia, astronomi, biologi, geologi dan lainnya merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk memahami fenomena alam semesta secara tepat. Dengan bantuan ilmu-ilmu serta didorong oleh semangat dan sikap rasional, maka sunnatullah dalam wujud keteraturan tatanan (order) di alam ini tersingkap. C. Prinsip – Prinsip Dasar Kegiatan Ilmiah dalam al-Qur’an Atas dasar pandangan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan (sains dan teknologi), dapat dirumuskan beberapa prinsip dasar yang menopang dan memantapkan kegiatan ilmiah manusia sebagai berikut. 1. Prinsip Istikhlaf Prinsip istikhlaf merupakan salah satu prinsip dasar yang digariskan oleh al-Qur’an dalam mendukung dan memantapkan kegiatan imiah. Konsep istikhlaf ini berkaitan erat dengan fungsi kekhalifahan manusia. Dalam Islam, konsep kekhalifahan memiliki sifat yang multi dimensional. Pertama, konsep kekhalifahan telah menempatkan manusia sebagai pengatur dunia ini dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Untuk itu, imanusia dibekali dengan dua kekuatan pokok, wahyu Allah dan kemampuan berpikir (akal). Apabila dua kekuatan
  • 28. 25 itu dipergunakan sebagaimana mestinya, maka manusia akan meraih keberhasilan dalam kehidupan kini dan kehidupan nanti. Kedua, sebagai khalifah Allah, manusia adalah makhluk yang paling bertanggung jawab terhadap Allah dibandingkan makhluk-makhluk lainnya. Tanggung jawab ini merupakan konsekuensi logis dari anugerah kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya. Ketiga, sebagai khalifah Allah, manusia adalah makhluk yang memiliki peranan penting untuk mengolah potensipotensi alam semesta. Manusia paling berperan dalam mengelola seluruh aspek kehidupan, baik aspek fisik, sosial, dan spiritual yang didasarkan pada hukum-hukum Allah. Sungguhpun demikian, karena pusat kehidupan alam semesta ini adalah Allah (Dia yang menciptakan, menggerakkan segala sesuatu, dan mengawasinya), bukan manusia, maka manusia memiliki kemampuan terbatas. 2. Prinsip Keseimbangan Prinsip dasar lainnya yang digariskan oleh al-Qur’an adalah keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, spiritual dan material. Prinsip ini dibahas secara luas dan mendalam di dalam al-Qur’an dengan mengambi berbagai bentuk ungkapan. Manusia disusun oleh Allah dengan susunan dan ukuran tertentu, lalu diperuntukkan bumi ini dengan kehendak-Nya untuk memenuhi kebutuhan susunan yang membentuk manusia itu. Dengan demikian, al-Qur’an menghendaki terwujudnya keseimbangan yang adil antara dua sisi kejadian manusia (spiritual dan material) sehingga manusia mampu berbuat, berubah dan bergerak secara seimbang. 3. Prinsip Taskhir Taskhir juga merupakan prinsip dasar yang membentuk pandangan al-Qur’an tentang alam semesta (kosmos). Dan, tidak dapat dipungkiri, manifestasi prinsip ini ke dalam kehidupan riil manusia harus ditopang oleh ilmu pengetahuan. Alam semesta ini (langit, bumi, dan seisinya) telah dijadikan oleh Allah untuk tunduk kepada manusia. Allah telah menentukan dimensi, ukuran, dan sunnah-sunnah-Nya
  • 29. 26 yang sesuai dengan fungsi dan kemampuan manusia dalam mengelola alam semesta secara positif dan aktif. Tetapi, bersamaan dengan itu, al-Qur’an juga meletakkan nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur hubungan antara manusia dan alam semesta. Oleh sebab itu, al-Qur’an sangat mengecam ekspoitasi yang melampaui batas. Prinsip taskhir yang ditopang oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan metodologinya merupakan faktor kondusif bagi manusia dalam membangun bentuk- bentuk peradaban yang sesuai dengan cita-cita manusia dan kemanusiaan. 4. Prinsip Keterkaitan antara Makhluk dengan Khalik Prinsip penting lainnya adalah keterkaitan antara sistem penciptaan yang mengagumkan dengan Sang Pencipta Yang Maha Agung. Ilmu pengetahuan adalah alat yang mutlak untuk memberikan penjelasan dan mengungkapkan keterkaitan itu. Ilmuwan-ilmuwan Muslim klasik telah menghabiskan sebagian besar umurnya untuk mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap fenomena alam dan akhirnya mereka sampai kepada kesimpulan yang pasti dan tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya di balik semua realitas yang diciptakan (makhluk) pasti ada yang menciptakan. Proses penciptaan yang berada pada tingkat sistem yang begitu rapih, teliti, serasi, tujuannya telah ditentukan, dan keterikatannya terarah, pastilah bersumber dari kehendak Yang Maha Tinggi, Maha Kuasa, dan Maha Mengatur. Berdasarkan empat prinsip di atas, maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan (sains dan teknologi) merupakan kebutuhan dasar manusia yang Islami selama manusia melakukannya dalam rangka menemukan rahasia alam dan kehidupan serta mengarahkannya kepada Pencipta alam dan kehidupan tersebut dengan cara-cara yang benar dan memuaskan. D. Sains dan Teknologi Modern: Pertimbangan Epistemologis Berdasarkan prinsip-prinsip al-Qur’an di atas, beberapa isu penting di seputar epistemologi sains dan teknologi modern patut dipertimbangkan.
  • 30. 27 Persoalan apakah sains dan teknologi itu netral ataukan sarat nilai menjadi perhatian dan polemik di kalangan ilmuwan Barat sejak Spengler menerbitkan bukunya The Decline of the West setelah Perang Dunia I. Argumen bahwa sains itu netral – bahwa sains bisa digunakan untuk kepentingan yang baik atau buruk; bahwa pengetahuan yang mendalam tentang atom bisa digunakan untuk menciptakan bom nuklir dan juga bisa menyembuhkan penyakit kanker; bahwa ilmu genetika bisa dipergunakan untuk mengembangkan teknoogi pertanian dan juga bisa dipergunakan untuk “menyaingi Tuhan” (ingat rekayasa genetika) – semua tampak amat meyakinkan. Tetapi, benarkah sains dapat dipisahkan dari penerapannya (teknologi)? Padahal, sejak masa renaissance (masa kelahiran sains modern) tujuan sains adalah untuk diterapkan dengan menempatkan manusia sebagai penguasa alam dan memberinya kebebasan untuk mengeksploitasi alam untuk kepentingan manusia sendiri, apapun akibat yang ditimbulkannya. Dampak-dampak fisis dari penerapan sains ini tentunya sudah dirasakan dalam realitas kehidupan dahulu dan saat ini. Dengan demikian, pada hakekatnya sains tidak dapat dipisahkan dari penerapannya, baik atau buruk, sehingga sains tidak netral. Pernyataan ini, sudah barang tentu, mengundang pertanyaan: “sistem nilai siapa yang mempengaruhi sains?” Berdasarkan penelitian Shaharir, (1992: 20) ada indikasi kuat bahwa sains banyak dipengaruhi oleh sistem nilai yang dianut komunitas ahli sains yang terkait, yang setengahnya tidak serasi dengan nilai Islam. Oleh sebab itu, nilai-nilai yang menyertai sains modern harus diantisipasi secara cermat agar kita tidak terperangkap dalam nilai-nilai yang tidak Islami itu. Di sisi lain, sejak awal kemunculannya, sains telah mengembangkan suatu pola di mana rasionalisme dan empirisme menjadi pilar utama metode keilmuan (scientific method). Pola berpikir sains ini ternyata telah berpengaruh luas pada pola pikir manusia di hampir semua bidang kehidupannya. Sehingga, penilaian manusia atas realitasrealitas – baik realitas sosial, individual, bahkan juga keagamaan – diukur
  • 31. 28 berdasarkan kesadaran obyektif di mana eksperimen, pengalaman empiris, dan abstraksi kuantitatif adalah cara-cara yang paling bisa dipercaya. Akibatnya, seperti pengalaman AB Shah (1987) (ilmuwan India) yang ingin memanfaatkan sains untuk memajukan masyarakat India, sains telah memungkinkan manusia untuk memandang setiap persoalan secara obyektif dan membebaskan manusia dari ikatan-ikatan takhayul. Akan tetapi, sayangnya, sains juga membebaskan manusia dari agamanya. Tampaknya, menurut AB Shah, dunia pengalaman kita sudah semakin sempit. Yang nyata adalah yang empiris, rasional. Selain itu, termasuk agama, adalah mitos, obsesi dan khayalan. Di samping itu, sains juga membawa nilai-nilai sekularisme. Sains memisahkan secara jelas antara dunia material dengan spiritual, antara pengamat dengan yang diamati, antara subyek dengan obyek, antara manusia dengan alam. Akibatnya, karena sains hanya mengamati fakta dan aspek yang dapat diukur, sifat ruhaniah dari alam dan bendabenda yang ada di dalamnya dihilangkan. Inilah yang disebut sekularisme oleh Naquib al-Attas. (1991) Belum diketahui secara persis sejauh mana dampak nilai-nilai yang menyertai perkembangan sains itu terhadap masyarakat Muslim. Akan tetapi, apa yang dikemukan di atas (bahkan mungkin lebih dari itu) bukanlah rekaan dan mengada- ada. Inilah ancaman serius bagi generasi sekarang dan generasi mendatang, yang oleh Ziauddin Sardar (1987: 86) digambarkan sebagai imperialisme epistemologis. Dalam ungkapannya:“Epistemologi peradaban Barat kini telah menjadi suatu cara pemikiran dan pencarian yang dominan dengan mengesampingkan cara-cara pengetahuan alternatif lainnya. Jadi, semua masyarakat Muslim, dan bahkan sesungguhnya seluruh planet ini, dibentuk dengan citra manusia Barat.” Perangkap epistemoogi peradaban (termasuk di dalamnya sains dan teknologi) Barat demikian kuatnya yang, tampaknya, tidak memungkinkan bagi siapapun untuk menghindar darinya. Bagi umat Muslim, sungguhpun belum mampu menciptakan epistemologi alternatif sebagai tandingan, dalam kapasitas kemampuan masing-
  • 32. 29 masing umat harus kembali kepada al-Qur’an seraya mencermati pesan-pesan ilahiyah yang terkandung dalam fenomena alam semesta. Harus diyakini sepenuhnya bahwa semua yang diciptakan oleh Allah memiliki kerangka tujuan ilahiyah. Berpijak pada ajaran Tauhid – di mana Allah adalah Pencipta alam semesta, segala sesuatu berasal dari-Nya dan kembali kepada-Nya – seyogyanya setiap langkah yang diambil ditujukan untuk memperoleh keridlaan-Nya dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Penyelidikan untuk menyingkap rahasia alam semesta tanpa terkecuali terkait dengan kerangka tujuan ini. Al-Qur’an tidak menghendaki penyelidikan terhadap alam semesta hanya untuk pemuasan keinginan (science for science), seperti yang berlaku di Barat. Menurut al-Qur’an, sains hanyalah alat untuk mencapai tujuan akhir. Pemahaman seseorang terhadap alam harus mampu membawa kesadarannya kepada Allah Yang Maha Sempurna dan Maha Tak Terbatas. Dalam perspektif inilah al-Qur’an menampakkan dimensi spiritual dalam kisah Nabi Ibrahim a.s. di dalam surat al- An’am: 76-79. Keyakinan Tauhid yang kokoh akan membuka cakrawala peneliti kepada pandangan alam yang lebih komprehensif. Ia tidak lagi melihat alam secara parsial dan sebagai bagian yang terpisah dari dirinya, melainkan kesalinghubungan dalam kesatuan di balik keragaman. Inilah yang diisyaratkan al-Qur’an bahwa setiap benda yang diciptakan oleh Allah berada dalam satu kerangka tujuan, sehingga benda terkecilpun memiliki nilai. Ajaran Tauhid juga dapat membimbing manusia kepada kesadaran adanya realitas supranatural di luar realitas eksternal yang dapat diindera. Oleh sebab itu, ada banyak hal yang tidak bisa diraih lewat indera dan dengan demikian tumbuh suatu kesadaran bahwa pada hakekatnya pengetahuan manusia itu sangat terbatas.
  • 33. 30 E. Implikasi Pandangan al-Qur’an tentang sain dalam proses pembelajaran Merujuk kepada pandangan Barbour tentang relasi agama dan sains, secara umum ada empat pola yang menggambarkan hubungan tersebut. Keempat hubungan itu adalah berupa konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Hubungan yang bersifat konflik menempatkan agama dan sains dalam dua sisi yang terpisah dan saling bertentangan. Pandangan ini menyebabkan agama menjadi terkesan menegasi kebenaran-kebenaran yang diungkap dunia sains dan sebagainya. Persepsi yang menggambarkan hubungan keduanya sebagai interdependensi menganggap adanya distribusi wilayah kekuasaan agama yang berbeda dari wilayah sains. Keduanya tidak saling menegasi. Ilmu pengetahuan bertugas memberi jawaban tentang proses kerja sebuah penciptaan dengan mengandalkan data publik yang obyektif. Sementara agama berkuasa atas nilai-nilai dan kerangka makna yang lebih besar bagi kehidupan seseorang. Yang ketiga adalah persepsi yang menempatkan sains dan agama bertautan dalam model dialog. Model ini menggambarkan sains dan agama itu memiliki dimensi irisan yang bisa diperbandingkan satu sama lain. Pertanyaan sains bisa dipecahkan melalui kajian-kajian agama dan sebaliknya. Keempat, hubungan antara sains dan agama itu dinyatakan sebagai hubungan terintegrasi. Integrasi ini bisa digambarkan dalam dua bentuk yakni teologi natural (natural theology) yang memandang bahwa temuan-temuan ilmiah itu merupakan sarana mencapai Tuhan, dan teologi alam (theology of nature) yang menganggap bahwa pertemuan dengan Tuhan harus senantiasa di-up grade sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan (Barbour, 2005). Sejak pertama kali diturunkan, al-Quran telah mengisyaratkan pentingnya ilmu pengetahuan dan menjadikan proses pencariannya sebagai ibadah. Di samping itu, al-Quran juga menegaskan bahwa satu-satunya sumber ilmu pengetahuan adalah Allah SWT. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya tidak ada dikotomi ilmu dalam pandangan al-Quran. Tidak ada satu ayat pun di dalam al-Quran, yang secara
  • 34. 31 tegas maupun samar, yang memberi petunjuk bahwa agama dan sain merupakan dua sisi yang berbeda. Dengan demikian, dalam pandangan al-Quran, sains dan agama merupakan dua hal yang terintegrasi. Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses mengamati, menemukan, memahami, dan menghayati sunnatullah, yang berupa fenomena alamiah maupun sosial, kemudian mengaplikasikan pemahaman tersebut bagi kemaslahatan hidup manusia dan lingkungannya serta menjadikan kesadaran adanya Allah dengan sifat- sifat-Nya Yang Maha Sempurna sebagai tujuan hakiki dari kegiatan pembelajaran. Tujuan ini akan membimbing peserta belajar kepada kesadaran adanya realitas supranatural di luar realitas eksternal yang dapat ia indera Oleh sebab itu, prinsip- prinsip dasar kegiatan ilmiah yang digariskan al-Quran, (istikhlaf, keseimbangan, taskhir, dan keterkaitan antara makhluk dengan Khalik) harus dijadikan titik tolak dalam mempelajari subyek apapun. Pada tataran praktis, proses pembelajaran di lembagalembaga pendidikan formal, dari jenjang tingkat dasar hingga perguruan tinggi, masih menghadapi perosalan serius yang bermuara pada dikotomi pandidikan. Ada beberapa persoalan yang signifikansi dampak dari dikotomi pendidikan ini, yaitu: 1) munculnya ambivalensi orientasi pendidikan yang berdampak pada munculnya split personality dalam diri peserta didik; 2) kesenjangan antara sistem pendidikan dengan ajaran Islam berimplikasi pada out put pendidikan yang jauh dari citacita pendidikan Islam. Untuk meretas persoalan dikotomi tersebut, maka perlu dilakukan upaya integrasi dalam pendidikan, sebagaimana yang telah di lakukan sekelompok ahli pendidikan atau cendekiawan Muslim yang peduli pada persoalan tesebut. Ada tiga tahapan upaya kerja integrasi yang telah di kembangkan yaitu: 1) integrasi kurikulum, 2) integrasi pembelajaran, 3) integrasi ilmu (Islamisasi ilmu). Integrasi kurikulum mencakup pengintegrasian nilainilai ilahiyah dalam keseluruhan materi pelajaran, mulai dari perumusan standar kompetensi sampai dengan evaluasi pembelajaran. Integrasi pembelajaran yang dimaksud adalah menanamkan motivasi dan pandangan al-Quran tentang sains kepada peserta didik di
  • 35. 32 saat proses pembelajran berlangsung. Dua langkah awal (integrasi kurikulum dan integrasi pembelajaran) merupakan langkah strategis ke arah integrasi ilmu. Kalaupun upaya integrasi di atas belum bisa dilakukan, setidaknya, pembelajaran sains (kealaman maupun sosial) harus mampu menghantarkan peserta didik kepada kesadaran yang permanen tentang keberadaan Allah. Sementara pembelajaran agama harus mampu memotivasi peserta didik untuk melakukan kegiatan ilmiah secara terus-menerus. Inilah yang sesungguhnya yang menjadi inti pandangan al-Quran tentang sains. BAB 5 GENERASI SALAF (SALAFUS SHALIH) A. Sahabat Nabi - Definisi Kebanyakan ulama secara umum mendefinisikan sahabat Nabi sebagai orang-orang yang mengenal Nabi Muhammad, mempercayai ajarannya, dan meninggal dalam keadaan Islam. Dalam bukunya “al-Iṣābah fī Tamyīz al- Ṣaḥābah”, Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H/1449 M) menyampaikan bahwa: "Sahabat (,‫ي‬ ‫صحاب‬ ash-shahabi) adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi dalam keadaan beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan Islam." Terdapat definisi yang lebih ketat yang menganggap bahwa hanya mereka yang berhubungan erat dengan Nabi Muhammad saja yang layak disebut sebagai sahabat Nabi. Dalam kitab “Muqadimmah” karya Ibnu ash-Shalah (w. 643 H/1245 M), Dikatakan kepada Anas, “Engkau adalah sahabat Rasulullah dan yang paling terakhir yang masih hidup". Anas menjawab, “Kaum Arab (badui) masih tersisa, adapun dari sahabat beliau, maka saya adalah orang yang paling akhir yang masih hidup.”
  • 36. 33 Demikian pula ulama tabi'in Said bin al-Musayyib (w. 94 H/715 M) berpendapat bahwa: “Sahabat Nabi adalah mereka yang pernah hidup bersama Nabi setidaknya selama setahun, dan turut serta dalam beberapa peperangan bersamanya.” Sementara Imam an-Nawawi (w. 676 H /1277 M) juga menyatakan bahwa: “Beberapa ahli hadis berpendapat kehormatan ini (sebagai Sahabat Nabi) terbatas bagi mereka yang hidup bersamanya (Nabi Muhammad) dalam waktu yang lama, telah menyumbang (harta untuk perjuangannya), dan mereka yang berhijrah (ke Madinah) dan aktif menolongnya; dan bukan mereka yang hanya menjumpainya sewaktu-waktu, misalnya para utusan Arab badui; serta bukan mereka yang bersama dengannya setelah Pembebasan Mekkah, ketika Islam telah menjadi kuat.” - Jumlah Sahabat Nabi Tidak mungkin bisa dipastikan mengenai jumlah sahabat Nabi secara tepat karena berbagai faktor seperti perbedaan definisi dan luasnya daerah persebaran mereka selama hidup, jika kita hanya merujuk pada jumlah sahabat Nabi yang tercatat dalam berbagai buku biografi karangan Ulama yang membahas mereka seperti kitab Thabaqat Al-Kabir karya Ibnu Sa'ad, kitab Al-Isti'ab karya Ibnu Abdil Barr dan Mu'jam as-Shahabah karya Ibnu Qani', maka kita hanya akan mendapati sekitar 2700-an sahabat laki laki dan 380-an sahabat perempuan, sedangkan Imam Al-Qasthalani dalam kitab al-Mawahib nya menyatakan bahwa jumlah sahabat Nabi ketika peristiwa Fathu Makkan adalah berjumlah sekitar 7000 orang, lalu dalam peristiwa perang Tabuk bertambah menjadi 70.000, dan yang terakhir pada peristiwa Haji Wada' jumlah mereka mencapai sekitar 124.000 orang, wallahu a'lam. - Tingkatan dan status Identifikasi terhadap Sahabat Nabi, termasuk tingkatan dan statusnya, merupakan hal yang penting dalam Dunia Islam karena digunakan untuk mengevaluasi keabsahan suatu hadis maupun perbuatan Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh mereka. Menurut Al-Hakim an-Naisaburi dalam karyanya Al-Mustadrak, tingkatan Sahabat terbagi dalam dua belas tingkatan, yaitu:
  • 37. 34 1. Para Khulafa'ur Rasyidin dan selebihnya dari Sepuluh yang Dijanjikan Surga ketika masih hidup 2. Para sahabat yang masuk Islam di Makkah sebelum Umar dan mengikuti majelis Daarul Arqam 3. Para sahabat yang ikut serta berhijrah ke negeri Habasyah 4. Para sahabat Kaum Anshar yang ikut serta dalam Bai'at Aqabah Pertama 5. Para sahabat Kaum Anshar yang ikut serta dalam Bai'at Aqabah Kedua 6. Para sahabat Kaum Muhajirin yang berhijrah sebelum sampainya Nabi Muhammad di Madinah dari Quba 7. Para sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar 8. Para sahabat yang berhijrah antara Perang Badar dan Perjanjian Hudaibiyyah 9. Para sahabat yang ikut serta dalam Baiat Ridwan pada saat ekspedisi Hudaibiyyah 10. Para sahabat yang masuk Islam dan berhijrah ke Madinah setelah Perjanjian Hudaibiyyah 11. Para sahabat yang masuk Islam setelah Fathu Makkah 12. Para sahabat anak-anak yang melihat Nabi Muhammad di waktu atau tempat apapun setelah Fathu Makkah Terdapat sekelompok Sahabat Nabi yang dipandang lebih tinggi statusnya di antara kalangan mereka sendiri, yaitu sebagai ulama yang dimintakan fatwanya untuk berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Sahabat Nabi yang memberikan fatwa diperkirakan ada sekitar 130 orang, laki-laki dan perempuan. Menurut Ibnu Qayyim, para ulama Sahabat Nabi terbagi sbb. 1. Para sahabat yang banyak berfatwa, yaitu tujuh orang: Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Aisyah Ummul Mukminin, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Abbas 2. Para sahabat yang pertengahan dalam berfatwa, antara lain: Abu Bakar, Ummu Salamah, Anas bin Malik, Abu Sa'id al-Khudri, Abu Hurairah, Utsman bin Affan, Abdullah bin Amr bin al-Ash, Abdullah bin Zubair, dll. 3. Para sahabat yang sedikit berfatwa, hanya satu-dua masalah, yaitu: Abu Darda, Abu al-Yasar, Abu Salamah al-Makhzumi, Abu Ubaidah bin al-Jarrah,
  • 38. 35 Hasan bin Ali, Husain bin Ali, Nu'man bin Basyir, Ubay bin Ka'ab, Abu Ayyub, Abu Thalhah, Abu Dzar, Ummu Athiyyah, Shafiyah Ummul Mukminin, Hafshah, dan Ummu Habibah. - Sahabat Nabi dalam Pandangan Islam Banyak sekali ayat al-Qur'an dan hadist Nabi yang mencatat mengenai keutamaan para sahabat karena mereka merupakan orang-orang yang membela Nabi Muhammad baik dalam keadaan senang maupun susah, bahkan diantara mereka sudah ada yang dijaminkan surga melalui lisan Nabi sendiri sewaktu beliau masih hidup yang dikenal sebagai "Asyarah al-Mubassyarin bi-l- jannah" (sepuluh orang yang dijanjikan surga), diantara ayat al-qur'an yang menjelaskan tentang keutamaan mereka yaitu : "Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang- orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar". (Q.S. Al-Fath : 29). kemudian ayat lainnya yang menjelaskan ridha Allah atas mereka : "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikutimerekadengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar". (Q.S. At-Taubah : 100).
  • 39. 36 Sedangkan Nabi Muhammad sendiri mewasiatkan kepada kaum muslimin untuk berhati-hati dalam berucap dan bersikap terhadap para Sahabat Beliau yang tertuang dalam hadits-nya sebagai berikut : " ‫ومن‬ ،‫بهم‬ ‫أح‬ ‫بي‬ ‫بح‬ ‫ف‬ ‫بهم‬ ‫أح‬ ‫من‬ ‫ف‬ ،‫عدي‬ ‫ب‬ ‫ضا‬ ‫غر‬ ‫تخذوهم‬ ‫ت‬ ‫ال‬ ،‫ي‬ ‫صحاب‬ ‫أ‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫هللا‬ ‫هللا‬ ‫آذاهم‬ ‫ومن‬ ،‫ضهم‬ ‫غ‬ ‫أب‬ ‫ضي‬ ‫غ‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ف‬ ‫ضهم‬ ‫غ‬ ‫أب‬ ‫آذى‬ ‫ومن‬ ،‫هللا‬ ‫أذى‬ ‫قد‬ ‫ف‬ ‫ي‬ ‫أذان‬ ‫ومن‬ ،‫ي‬ ‫أذان‬ ‫قد‬ ‫ف‬ ‫أخذه‬ ‫ي‬ ‫أن‬ ‫شك‬ ‫يو‬ ‫ف‬ ‫"هللا‬. Ingatlah Allah ! Ingatlah Allah dalam memperlakukan para sahabat-ku ! Jangan menjadikan mereka sebagai sasaran (atas berbagai tuduhan) setelah-ku, maka barangsiapa yang mencintai mereka, niscaya aku juga mencintainya, dan barangsiapa yang membenci mereka, niscaya aku juga akan membencinya, dan barangsiapa menyakiti mereka, sungguh ia telah menyakitiku juga, dan barangsiapa menyakitiku maka ia telah menyakiti Allah, dan barangsiapa menyakiti Allah, maka ditakutkan jikalau ia akan mendapat siksa. Dan masih banyak dalil dalam al-Qur'an dan as-Sunnah yang menunjukkan keutamaan mereka baik secara umum maupun secara individu dan kelompok, atas dasar inilah kalangan Ahlu Sunnah menyimpulkan beberapa kesepakatan mengenai sahabat Nabi sebagai berikut : 1. Seluruh sahabat Nabi adalah bersifat 'udul (adil dan jujur) dimana tidak boleh kita membenarkan sebagian perkataan mereka dan mengingkari perkataan sahabat lainnya, hal ini berimplikasi besar dalam ilmu al-jarh wa at-ta'dil dalam periwayatan hadits. 2. Para sahabat Nabi tidak pernah disebutkan dalam ayat al-Qur'an, kecuali Allah telah memuji mereka atas perbuatan dan sikap mereka, atau mengampuni atas seluruh kesalahan dan kekhilafan mereka tanpa terkecuali. 3. Orang yang didapati mencaci dan menghina salah satu sahabat Nabi, maka mereka dianggap sebagai seorang zindiq (bahasa arab : anerak ,(‫ق‬ ‫دي‬ ‫زن‬ mereka telah mengingkari apa yang termaktub dalam al-Qur'an dan hadits sebagaimana yang tertulis di atas, bahkan madzhab Hanabilah (Imam Hambali) menyatakan bahwa mereka yang "hanya" mengingkari sifat shuhbah (pelabelan sahabat) terhadap salah satu sahabat yang jelas termaktub dalam al-Qur'an seperti Abu Bakar (dalam kisah hijrah dan
  • 40. 37 singgah dalam gua) sebagai kafir, karena secara tidak langsung telah mengingkari keabsahan ayat dalam al-Qur'an itu sendiri. Imam Malik bin Anas juga berpendapat sama mengenai takfir atas orang yang mengingkari atau bahkan mencaci para sahabat Nabi, karena tertulis dalam surat al-Fath di atas : "tanaman itumenyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir", sembari beliau berkata : "Maka barangsiapa yang diresahkan hatinya oleh para Sahabat Nabi maka ia telah kafir". - Sahabat Nabi dalam Pandangan Kelompok Syi’ah Dari segi definisi, Syi'ah melihat bahwa pelabelan Sahabat (ṣuhbah) hanya bisa dibenarkan dengan lamanya berhubungan dengan Nabi, meskipun mereka juga tidak menentukan jangka waktu tertentu. Syi'ah lebih suka menggunakan istilah aṣhab daripada shahabi karena istilah kedua tersebut dianggap tidak disebutkan dalam al-Qur'an atau as-Sunnah dan tidak ada asal-usulnya dalam bahasa Arab, tetapi istilah tersebut tetap digunakan meskipun dalam tingkatan kuantitas yang lebih rendah dalam literatur Syiah. Syiah menghargai status para sahabat, kebajikan, dan dukungan mereka untuk Nabi, kaum Syiah percaya bahwa para sahabat memang mematuhi manhaj (aturan) Al-quran dalam evaluasi mereka terhadap status sahabat, namun disisi lain mereka menyoroti ayat Al- quran yang dianggap diturunkan untuk untuk menyalahkan dan mencerca mereka di beberapa situasi dan kasus. Tentu saja hal semacam ini ditolak mentah-mentah dan ditentang oleh kalangan ahli sunnah karena dianggap sembrono dalam menafsirkan ayat dan riwayat yang shahih menurut syi'ah sendiri secara sepihak. Kaum syi'ah juga menganggap bahwasanya tidak ada satu ayatpun yang menjamin kesucian para sahabat karena setiap ayat dan hadits tersebut harus dimaknai secara terbatas, maka mereka menyatakan bahwa nasib para sahabat tidak ada bedanya dengan orang-orang setelahnya, dimana jika mereka berbuat baik maka akan dibalas dengan pahala dan surga, sedang apabila berbuat kesalahan dan dosa maka mereka akan mendapat ganjaran dan siksa. Selain itu, para ahli ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil syi'ah juga memperlakukan riwayat dari para sahabat sama dengan riwayat dari selain mereka, berbeda halnya dengan apa yang
  • 41. 38 dipercaya dan dilakukan oleh kalangan ahlu sunnah. Sebagai tambahan mereka juga memperselisihkan berbagai peristiwa sejarah dalam islam mengenai sikap para sahabat terhadap Imam Ali bin Abi Thalib -karramallahu wajhah- yang berimplikasi terhadap lahirnya kelompok yang lebih ekstrim dalam hal 'aqidah (kepercayaan) di kalangan orang Syi'ah. - Para Sahabat yang Terakhir Meninggal  Sahabat yang terakhir meninggal secara umum (paling akhir) adalah Abu Thufail yang wafat pada tahun 102 H, adapula yang menyatakan tahun 110 H.  Sahabat dari kalangan Ashabul 'Aqabah (yang ikut Bai'at 'Aqabah) yang terakhir meninggal adalah Jabir bin Abdullah.  Sahabat dari kalangan Ahlu Badar yang terakhir meninggal adalah Ka'ab bin 'Amr.  Sahabat dari kalangan sepuluh orang yang dijanjikan surga yang terakhir meninggal adalah Sa'ad bin Abi Waqqas.  Sahabat dari kalangan penduduk Makkah yang terakhir meninggal adalah Abdullah bin Umar.  Sahabat dari kalangan penduduk Madinah yang terakhir meninggal adalah Sahal bin Sa'ad.  Sahabat dari kalangan penduduk Kufah yang terakhir meninggal adalah Abdullah bin Abi Aufa.  Sahabat dari kalangan penduduk Basra yang terakhir meninggal adalah Anas bin Malik.  Sahabat dari kalangan penduduk Mesir yang terakhir meninggal adalah Abdullah bin Harits bin Juz`.  Sahabat dari kalangan penduduk Syam yang terakhir meninggal adalah Abdullah bin Busr.  Sahabat dari kalangan penduduk Khurasan yang terakhir meninggal adalah Buraidah bin Hushaib. 
  • 42. 39 B. Tabiin Tabiin atau Tabi'in (bahasa Arab: ‫التابعون‬, har. 'pengikut'), adalah orang Islam awal yang masa hidupnya ketika atau setelah masa hidup Nabi Muhammad namun tidak mengalami bertemu dengan Nabi Muhammad. Usia mereka rata-rata lebih muda dari sahabat nabi, bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa sahabat masih hidup. Tabiin merupakan murid sahabat nabi. - Rentang masa Masa tabiin dimulai sejak wafatnya sahabat nabi terakhir, Abu Thufail al- Laitsi, pada tahun 100 H (735 M) di kota Makkah; dan berakhir dengan wafatnya Tabiin terakhir, Khalaf bin Khulaifat, pada tahun 181 H (812 M). Setelah masa tabiin berakhir, maka diteruskan dengan masa tabiut tabiin atau generasi ketiga umat Islam setelah Nabi Muhammad wafat. - Tingkatan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam karyanya Taqrib at- Tahdzib membagi para tabiin menjadi empat tingkatan berdasarkan usia dan sumber periwayatannya, yaitu:  Para tabiin kelompok utama/senior (kibar at-tabi'in), yang telah wafat sekitar tahun 95 H/713 M. Mereka seangkatan dengan Said bin al- Musayyab (lahir 13 H - wafat 94 H),  Para tabiin kelompok pertengahan (al-wustha min at-tabi'in), yang telah wafat sekitar tahun 110 H/728 M. Mereka seangkatan dengan Al-Hasan al- Bashri (lahir 21 H - wafat 110 H) dan Muhammad bin Sirin (lahir 33 H - wafat 110 H),  Para tabiin kelompok muda (shighar at-tabi'in) yang kebanyakan meriwayatkan hadis dari para tabiin tertua, yang telah wafat sekitar tahun 125 H/742 M. Mereka seangkatan dengan Qatadah bin Da'amah (lahir 61 H - wafat 118 H) dan Ibnu Syihab az-Zuhri (lahir 58 H - wafat 124 H),  Para tabiin kelompok termuda yang kemungkinan masih berjumpa dengan para sahabat nabi dan para tabiin tertua walau tidak meriwayatkan hadis dari
  • 43. 40 sahabat nabi, yang telah wafat sekitar tahun 150 H/767 M. Mereka seangkatan dengan Sulaiman bin Mihran al-A'masy (lahir 61 H - wafat 148 H). Mayoritas ulama penulis biografi para periwayat hadis (asma ar-rijal) juga membagi para tabiin menjadi tiga tingkatan berdasarkan Sahabat Nabi yang menjadi guru mereka, yaitu:[3]  Para tabiin yang menjadi murid para sahabat yang masuk Islam sebelum peristiwa Fathu Makkah,  Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang masuk Islam setelah peristiwa Fathu Makkah,  Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang belum berusia dewasa ketika Nabi Muhammad saw. wafat. C. Tabi’ut Tabi’in Tabi'ut Tabi'in atau Atbaut Tabi'in (bahasa Arab: ‫التابعين‬ ‫)تابع‬ adalah generasi setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang Islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi. Tabi'ut Tabi'in adalah di antara tiga kurun generasi terbaik dalam sejarah manusia, setelah Tabi'in dan Shahabat. Tabi'ut Tabi'in disebut juga murid Tabi'in. Menurut banyak literatur Hadis: Tabi'ut Tabi'in adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi'in dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga yang menulis bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat ingatannya. Karena Tabi'in yang terakhir wafat sekitar 110-120 Hijriah. Tabi'in sendiri serupa seperti definisi di atas hanya saja mereka bertemu dengan Sahabat. Sahabat yang terakhir wafat sekitar 80-90 Hijriah. - Daftar Ulama Tabi’ut Tabi’in  Abu Hanifah namun dianggap oleh sebagian ulama sebagai Tabi'in, karena dia bertemu dengan Sahabat Anas bin Malik (jangan bingung dengan Imam
  • 44. 41 Malik bin Anas) dan meriwayatkan hadis darinya juga dari beberapa shahabat yang lain.  Malik bin Anas  Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i  Ahmad bin Hanbal
  • 45. 42 DAFTAR PUSTAKA Al-Audah, Salman bin Fahd., Fadli Ilahi, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, diterjemah oleh: Rakhmat, dkk., Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993. Cet. 1 Atiqoh, Nurul. Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar Dalam Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab Dalam Perspektif Dakwah. Fakultas Dakwah, IAIN Walisongo, Semarang, 2011 Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama (potret Agama dalam dinamika konflik, pluralism, dan modernitas), Bandung: Pustaka Setia, 2011 Rizekiyah, Nayla. 2017. Implementasi Amar Ma’ruf Nahi Munkar Perspektif Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa (tinjauan komparatif dalam tafsir Al-Manar dan tafsir Al-Ibriz). Fakultas Ushuluddin. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya. Al-Asyqar, Umar Sulaiman. 2011. Ensiklopedia Kiamat, Jakarta: Pustaka AZZAM. Hakim, Manshur Abdul. 2006. Kiamat. Jakarta: Gema Insani Imam Qurthubi. 2013. Ensiklopedia Kematian dan Hari Akhir. Jakarta: Pustaka AZZAM. LIPI dan Kemenag RI. 2015. Kiamat dalam Perspektif Al-Quran dan Sains. Jakarta: Widya Cahaya. Al-Mubayyadh, Muhammad Ahmad. 2014. Ensiklopedia Akhir Zaman. Surakarta: Granada Mediatama. Raharja, Deny. 2017. Inilah Penyebab Munculnya Ad-Dukhan Asap Tanda
  • 46. 43 Kiamat Pertama Ustadz Zulkifli Sasongko, Wisnu. 2008. ARMAGEDOON: Antara Petaka dan Rahmat. Jakarta: Gema Insani. Thawilah, Abdul Wahab Abdussalam. 2006. Mengungkap Berita Besar dalam Kitab Suci, Solo: Tiga Serangkai. Mustafa Hasan, Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2013 Hasan, Hamzah. Pidana Hukum Islam II. Makasar: Syahadah, 2016 Sumber Website: https://smol.id/2020/07/09/ini-fitnah-akhir-zaman-yang-bikin-ulama-nangis/ https://www.popmama.com/big-kid/10-12-years-old/ninda/ciri-yajuj- danmajuj-tanda-hari-kiamat https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/almuashirah/article/view/2241 https://kalam.sindonews.com/read/293770/70/munculnya-imam-mahdijelang- kiamat-ini-tanda-tandanya-1610035306 https://www.steikassi.ac.id/berita/detail/kenabian-muhammad-saw- telahdiramalkan-dalam-kitab-weda https://www.suaramuhammadiyah.id/2019/05/20/terjebak-istidraj- dalamkenikmatan/ https://umroh.com/blog/perhatikan-ayat-tentang-istidraj-jangan- sampaiterbuai/ https://rumaysho.com/3131-ujian-dan-musibah-tanda-allah-cinta.html https://menara62.com/inilah-dua-dosa-besar-yang-disegerakan-balasannya/ Attas, Syed Naquib al-. 1991. Islam dan Sekularisme, Bandung: Pustaka Salman. Baiquni, Achmad (a). 1995. Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
  • 47. 44 ---------------- (b). 1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa. Barbour, Ian G. 2005. MenemukanTuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama, Bandung: Mizan. Dzahabi, al-. 1961. al-Tafsir wa al-Mufassirun, Jilid II, Kairo: Daar al-Kutub al- Haditsah. Ghulsyani, Mahdi. 1993. Filsafat Sains Menurut al-Qur’an, Bandung: Mizan. Levy, R. 1975. The Social Structure of Islam, Cambridge. Sardar, Ziauddin. 1987. Masa Depan Islam, Bandung: Pustaka Salman. Sarton, George. tanpa tahun. Introduction to the History of Science, Jilid 1. Shah, A.B. 1987. Metodologi Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Yayasan Obor. Zain, Shaharir bin Mohamad. 1992. “Islam dan Pembangunan Sains dan Teknologi” , Makalah, disampaikan dalam Konggres “Menjelang Abad 21: Islam dan Wawasan 2020, di Kuala Lumpur tahun 1992. Shihab, Quraish. 1996. Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan. https://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_Nabi https://id.wikipedia.org/wiki/Tabiin https://id.wikipedia.org/wiki/Tabi%27ut_tabi%27in