1. Diagnosis dan Tatalaksana
Frambusia
Dr. Ermadi Satriyo Sudibyo, M.Sc, Sp.KK, FINSDV, FAADV
RSUD Banyumas/Perdoski Cabang Purwokerto
Refreshing Penyakit Frambusia untuk Fasyankes Kab. Banyumas, 22 November 2023
2. Curriculum Vitae
Nama : Ermadi Satriyo Sudibyo
Tempat/tanggal lahir : Temanggung/15 Oktober 1976
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya Beji Karangsalam No. 37 Purwokerto 53152
Telepon/HP : (62) 08122668430
Email : satriyo.sudibyo@gmail.com
Pendidikan
S1-Profesi FK Universitas Islam Sultan Agung Semarang lulus 2001
S2-PPDS FK-KMK Universitas Gajah Mada Yogyakarta lulus tahun 2012
Organisasi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Perdoski)
Pekerjaan
Ketua KSM Dermatologi Venereologi dan Estetika RSUD Banyumas
Ketua Komite Farmasi dan Terapi RSUD Banyumas
Dokter Pendidik Klinis FK-KMK UGM dan FK Unsoed
Anggota Satuan Pengawas Internal (SPI) RSUD Banyumas
3. OUTLINE
A. PENDAHULUAN
B. SEJARAH
C. DEFINISI OPERASIONAL
D. EPIDEMIOLOGI
E. ETIOLOGI
F. PATOGENESIS
G. MANIFESTASI KLINIS
H. KRITERIA DIAGNOSIS
I. FLOW CART PENATALAKSANAN
J. DIAGNOSIS BANDING
K. TERAPI
L. KEBERHASILAN TERAPI
4. Merupakan penyakit tropis terabaikan
(Neglected Tropical Diseases).
A. PENDAHULUAN
Nama lain: yaya (Caribbean), yaw (Afrika); patek,
puru, buba, pian, parangi, ambalo (Indonesia).
Penyakit menular langsung antar manusia yang
disebabkan oleh infeksi kronis Treponema Pertenue,
pada umumnya terlihat sebagai lesi kulit serta dapat
menyebabkan cacat pada tulang.
Frambusia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia sehingga perlu dilakukan
penyelenggaraan penanggulangan secara terus
menerus, efektif, dan efisien.
5. B. SEJARAH
Pada abad ke-17, dokter Willen Piso (Belanda) untuk
pertama kalinya menggunakan istilah Frambusia
(Yaws) untuk mendeskripsikan penyakit yang
ditemuinya di Amerika Selatan.
Pada tahun 1679, dokter Thomas Sydenham
(Inggris) mendeskripsikan lesi frambusia klasik yang
ditemukan pada budak Afrika dan berpikir itu adalah
penyakit yang sama sebagai sifilis.
Pada tahun 1905, Aldo Castellani (Italia) seorang ahli
mikrobiologi menemukan spirochaeta di ulkus
pasien frambusia dari Ceylon (Sri Lanka).
6. C. EPIDEMIOLOGI
Tahun 2014, dilaporkan adanya 1.521 kasus Frambusia di Indonesia, yaitu di Banten,
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Papua Barat.
Survei serologi tahun 2012 di beberapa kabupaten/kota di Indonesia, menunjukkan
prevalensi Frambusia: 20–120 per 100.000 penduduk usia 1–15 tahun.
Systematic review (2015) menyebutkan dari kurun waktu 2010 – 2013 ditemukan
256.343 kasus dilaporkan ke WHO yang berasal dari 13 negara endemik. Prevalensi
penyakit aktif di daerah endemik tersebut 0,31% - 14%, dan prevalensi penyakit
laten 2,4% - 31%. Hampir 84% dari kasus yang dilaporkan berasal dari tiga negara:
Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Ghana.
A
B
C
7. D. DEFINISI OPERASIONAL
Suspek adalah seseorang yang menunjukkan satu atau lebih gejala/tanda klinis
selama > 2 minggu, sebagai berikut:
• Papul atau papilloma
• Ulkus fambusia (tidak sakit)
• Makula papula
• Hiperkeratosis di telapak tangan atau kaki (early)
• Perubahan pada tulang dan sendi (early)
Probable adalah kasus suspek yang memiliki kontak erat dengan kasus frambusia
• Kontak lebih dari 20 jam per minggu
• Waktu kontak antara 9-90 hari sebelum munculnya lesi Frambusia
Konfirmasi adalah kasus suspek atau kasus probable frambusia dengan hasil positif
pada uji serologi (Rapid Diagnostic Test/RDT). Jika hasil tes tersebut meragukan,
dapat dilakukan pemeriksaan Rapid Plasma Reagen (RPR) atas rekomendasi pakar.
Kasus suspek/probable RDT (-) yang kemudian disebut kasus RDT (-) adalah kasus
suspek atau kasus probable dengan hasil pengujian RDT negatif (-).
8. Definisi operasional…
Papul
• Peninggian kulit ukuran/diameter < 1 cm
Papiloma
• Papul bertangkai
Makula
• Perubahan warna kulit (hiperpigmentasi/hipopigmentasi/eritem
dengan ukuran/diameter < 1 cm)
Patch
• Perubahan warna kulit (hiperpigmentasi/hipopigmentasi/eritem
dengan ukuran/diameter > 1 cm)
Plak
• Peninggian kulit dengan ukuran/diameter > 1 cm
Erosi
• Diskontinuitas jaringan tidak sampai menembus stratum basalis
Ulkus
• Diskontinuitas jaringan sampai menembus stratum basalis
Fisura
• Celah linear dengan kedalaman dapat mencapai dermis
9. E. ETIOLOGI
Treponema pallidum adalah bakteri termasuk dalam famili Spirochaetaceae
yang berbentuk spiral, bersifat gram negatif. T. pallidum memiliki 3 subspecies
yang secara morfologis dan serologis identik, yaitu
T. pallidum ssp pallidum yang menyebabkan sifilis
T. pallidum ssp endemicum yang menyebabkan endemik sifilis/bejel
T. pallidum ssp pertenue yang menyebabkan penyakit frambusia/yaws
Secara genetik, T. pallidum ssp. pertenue 99,8% identik dengan T. pallidum ssp.
pallidum. Perbedaannya terdapat pada satu pasang basa pada gen tpp15, satu
perbedaan nukleotida pada gen gpd, pasangan basa delesi pada gen tpr, variasi
urutan pada gen arp, dan variasi urutan spacer intergenic IGR19.
Ukuran panjangnya 10 - 15 μm
dan diameter 0,2 μm
Permukaan bakteri dikelilingi
oleh membran luar sitoplasma
yang longgar. Protein membran
luar berperan pada aktivitas
opsonik dalam fagositosis.
10. Etiologi…
Motilitasnya menyerupai
pembuka gabus (corkscrew),
mampu bergerak cepat pada
media menyerupai gel, seperti
jaringan ikat.
Hanya dapat dilihat dengan
mikroskop medan
gelap/fluoresensi.
Replikasinya sangat lambat, yaitu
1 bakteri setiap 30-33 jam.
Tidak tumbuh pada media kultur
tetapi bisa diisolasi dan
direproduksi pada hewan
percobaan, seperti seperti kelinci
dan hamster.
Tes invitro menunjukkan bahwa T.
pallidum ssp. pertenue sensitif
terhadap penisilin, tetrasiklin,
eritromisin.
11. F. PATOGENESIS
Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui lecet kecil di kulit (port d’ entrée),
setelah menembus epidermis, menuju matriks ekstraseluler dan menempel
pada fibronektin.
Setelah beberapa menit, spirochetes akan mencapai kelenjar getah bening
dan menyebar luas dalam hitungan jam. Kelenjar getah bening dapat
membesar dan penuh dengan treponema selama beberapa minggu.
Setelah berhasil masuk ke dalam kulit, pada reaksi awal akan terjadi
inflamasi neutrofilik diikuti oleh sel-sel plasma.
Dengan pewarnaan imunohistokimia T. pertenue banyak ditemukan di
epidermis atas dalam susunan cluster ekstraseluler .
Respon imun terhadap T. pertenue berupa respon imun humoral dan seluler.
Sebagai mikroorganisme tingkat rendah dengan tingkat metabolisme yang
rendah, T. pertenue mampu mempertahankan infeksi hanya dengan
beberapa sel hidup, sehingga dalam keadaan laten dapat menghindari
stimulasi sistem kekebalan tubuh.
12. G. MANIFESTASI KLINIS
Manusia adalah satu-satunya sumber penularan, melalui kontak langsung
dengan luka atau cairan serum.
Masa inkubasi antara 10-90 hari (rata-rata 21 hari).
Masa penularan bervariasi dan dapat berlangsung lama, dimana lesi dapat
muncul pada kulit penderita secara intermiten selama beberapa tahun.
Lesi stadium 1 (primer) merupakan lesi yang sangat menular karena cairan
(getah, eksudat) yang keluar mengandung banyak bakteri.
Bakteri tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi masuk melalui luka lecet
(port d’ entry), goresan atau luka infeksi kulit lainnya. Bakteri yang telah
masuk ke dalam tubuh akan berkembang biak dan dapat menyebar melalui
peredaran darah.
Lesi awal akan menghilang, tetapi kemudian muncul lesi-lesi baru. Apabila
lesi tidak mendapat perawatan, dapat menimbulkan kerusakan jaringan kulit
lebih luas, bahkan dapat menimbulkan kerusakan pada tulang.
Manifestasi klinis Frambusia terbagi dalam beberapa stadium yang sesuai
dengan perubahan bentuk lesinya yaitu stadium primer, stadium sekunder,
dan stadium tersier. Antara lesi primer dengan lesi sekunder terdapat
periode laten 1 (2-5 tahun), sedangkan antara lesi sekunder dengan lesi
tersier terdapat periode laten 2 (5-10 tahun).
13. Manifestasi klinis…
STADIUM 1 (PRIMER)
Sekitar 65%-85% lesi primer timbul pada tungkai
dan kaki, sebagian kecil dapat juga timbul di wajah.
Stadium primer diawali dengan timbulnya papul
pada tempat masuknya bakteri. Papul eritem
(berwarna kemerahan), tidak nyeri (tidak sakit
ketika ditekan), kadang gatal. Papul timbul antara 9-
90 hari (rata-rata 3 minggu) sejak terinfeksi.
Papul berkembang menjadi papiloma. Permukaan
papiloma menonjol atau sering disebut bertangkai,
basah (serum), mudah berdarah, kemerahan dan
berbenjol-benjol kecil seperti bunga kol atau
raspberry. Serum mengandung banyak bakteri
Frambusia. Serum dapat mengering di atas papul
atau papiloma membentuk keropeng atau krusta
yang menutup papiloma. Lesi ini disebut krusta
papiloma.
14. Manifestasi klinis…
STADIUM 1 (PRIMER)…
Beberapa papul dan papiloma dapat bergabung
membentuk plak dan dapat menjadi ulkus
(chancre of yaws, frambesioma). Ulkus dapat
mencapai lapisan subkutan, dengan dasar
granulasi berbenjol-benjol seperti permukaan
buah raspberry, dengan tepi ulkus meninggi dan
keras. Satelit-satelit papul juga bisa
bermunculan di sekitar ulkus. Kadang-kadang
pada stadium ini bisa terjadi demam atau sendi-
sendi ngilu disertai pembesaran kelenjar getah
bening regional (lipat ketiak, leher, lipat paha).
Setelah 3-6 bulan sejak timbulnya lesi primer,
semua lesi dapat sembuh sendiri dengan
meninggalkan bekas berupa atropi kulit (kulit
menipis dan mengkilat), hipopigmentasi (bercak
keputihan seperti panu), atau seperti jaringan
parut. Keadaan ini disebut stadium laten 1 dan
dapat berkembang menjadi stadium sekunder.
18. Manifestasi klinis…
Lesi primer
PLoS Neglected Tropical Diseases 8(9):e3016
plak ulseratif
makula/patch
hiperpigmentasi
skar atrofi dengan
hipopigmentasi
19. Manifestasi klinis…
Lesi primer
Image by Brian Cassey. Papua New Guinea, 2018
ulkus dengan tepi meninggi dan keras, dasar
berupa jaringan granulasi menyerupai raspberry
22. Manifestasi klinis…
STADIUM 2 (SEKUNDER)
Stadium sekunder adalah munculnya kembali lesi baru karena adanya
penyebaran bakteri ke dalam peredaran darah dan jaringan getah bening.
Lesi ini muncul setelah 2 tahun sejak lesi primer sembuh, terutama di
wajah, lengan, tungkai dan pantat, dengan bentuk lesi sama dengan
stadium primer.
Pada stadium ini, getah bening mengalami peradangan, membesar dan
sakit. Dapat disertai nyeri sendi (arthralgia). Lesi dapat terjadi di telapak
kaki, permukaan kaki mengalami penebalan (hiperkeratosis), pecah-pecah
(fisura) dan nyeri, sehingga penderita berjalan dengan posisi aneh
(terpaksa), ini disebut “crab yaws”. Lesi dapat juga mengenai tulang muka,
rahang dan tungkai bagian bawah berupa peradangan tulang
(osteoperiostatis).
Lesi yang terjadi pada stadium ini dapat hilang dengan sendirinya, dan
sebagian penderita (10%) masuk ke stadium laten 2 yang dapat
berlangsung selama 5-10 tahun.
23. Manifestasi klinis…
Lesi sekunder
Infect Dis Poverty. 2020 Jan 30;9(1):1
Pantat: multiple papul, plak
sewarna kulit dengan
permukaan kering dan sedikit
skuama
Paha: makula dan patch
hipopigmentasi
27. Manifestasi klinis…
STADIUM 3 (TERSIER)
Dalam stadium ini, tulang, sendi dan jaringan yang terserang bakteri
Frambusia dapat mengalami kerusakan (destruktif) menjadi cacat, dan
dapat terbentuk gumma/gangosa/gondou, juxta articular nodes.
Gumma adalah benjolan menahun, mengalami perlunakan, ulserasi,
destruktif terhadap jaringan di bawahnya. Dapat timbul di kulit maupun
tulang dan sendi.
Lancet 2002 Oct 12;360(9340):1168-70
28. Manifestasi klinis…
Stadium 3 (tersier)
Courtessy Larry M. Bush , MD, FACP, Charles E. Schmidt College of Medicine, Florida Atlantic University
gangosa di wajah
29. Manifestasi klinis…
STADIUM LATEN (LATEN YAWS)
Stadium Laten merupakan fase tanpa gejala klinis, tetapi bakteri
Frambusia masih aktif dan hasil uji serologi positif. Stadium ini terjadi
ketika penderita dengan lesi Frambusia dapat sembuh tanpa pengobatan.
Adanya stadium laten inilah yang akan menyulitkan upaya memutus mata
rantai penularan Frambusia, karena penderita akan terus menjadi sumber
penularan baru tanpa diketahui sumbernya.
Bakteri Frambusia dapat bertahan sampai 5 tahun dalam tubuh seseorang
dan di tengah-tengah masyarakat.
30. Manifestasi klinis Frambusia
Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3
a. Papul :
Tunggal (mother yaws)
Lebih dari 1 (multiple
yaws)
b. Papiloma
c. Nodul
d. Ulkus
e. Krusta papiloma
Dapat sembuh sendiri dan
masuk dalam stadium laten 1
(2-5 tahun)
Lesi di kulit dalam bentuk sama
dengan Stadium I, tetapi
tersebar di beberapa tempat,
terutama muka, lengan, tungkai,
dan pantat.
Lesi dapat terjadi pada tempat
khusus :
a. Telapak tangan/ telapak kaki:
penebalan
(hiperkeratotik),
pecah-pecah (fisurasi)
nyeri
b. Kelainan tulang: peradangan
tulang (osteoperiostitis) jari-
jari kaki/tangan, bengkak,
nyeri
c. Kelainan kuku
Dapat sembuh sendiri dan
masuk dalam stadium laten 2
(5-10 tahun)
a. Mengalami perlunakan dan
merusak sehingga menjadi
cacat)
b. Gangosa (hidung keropos)
c. Juxta articular nodes
(benjolan pada sendi) bisa
menjadi bengkok, kelainan
tulang seperti pedang
d. Gondou: benjolan di tulang
e. Telapak tangan/ telapak kaki:
hiperkeratotik
fisurasi
nyeri
Early (dini) Late (lanjut)
Sangat menular Tidak/kurang menular
31. H. Kriteria diagnosis
Diagnosis Frambusia (yaws) dapat ditegakkan dengan melalui
a. Pemeriksaan klinis
Diagnosis diutamakan berdasarkan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan dilakukan
di tempat dengan pencahayaan yang baik dan terang, dengan memperhatikan
etika di mana pemeriksaan laki-laki dan perempuan dilakukan terpisah.
Beberapa kondisi di bawah ini dapat membantu menetapkan diagnosis klinis
frambusia:
1) Umur penderita (banyak terjadi pada anak berumur kurang dari 15 tahun).
2) Gejala klinis berupa lesi pada kulit/tulang sesuai dengan stadium
perkembangan frambusia.
3) Ciri dan lokasi lesi terjadi di tungkai, kaki, pergelangan kaki, atau di lengan
dan wajah.
Berdasarkan pemeriksaan klinis dapat ditetapkan kasus:
suspek
probabel/atau
bukan kasus frambusia
Kasus suspek dan probabel perlu dilakukan pemeriksaan serologis (Rapid
Diagnostic Test/RDT) untuk kepastian diagnosis.
32. Kriteria diagnosis…
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan serologis frambusia menggunakan pemeriksaan yang sama
dengan pemeriksaan sifilis yaitu dengan TPHA-RDT dan dievaluasi dengan
RPR/VDRL.
Manfaat pemeriksaan serologis adalah:
mengkonfirmasi kasus frambusia yang meragukan (suspek dan probabel)
menemukan penderitaa dalam masa laten yang tidak menunjukkan gejala
klinis tetapi ternyata seropositif. Penderita seperti ini adalah sumber
penularan frambusia tersembunyi.
Sampai sekarang, belum ada pemeriksaan serologi spesifik untuk Frambusia.
Pemeriksaan serologi yang ada, biasanya digunakan untuk pemeriksaan
serologi sifilis, hasil pemeriksaan ini tidak bisa membedakan T. pallidum
(sifilis) dan T. pertenue (frambusia).
Terdapat 2 metode pemeriksaan yang umumnya dilakukan, yaitu
Treponemal Test: Treponema pallidum hemagglutination Assay (TPHA)
Non Treponemal Test: Rapid Plasma Reagen (RPR) atau Veneral Disease
Research Laboratories (VDRL)
33. Kriteria diagnosis…
Rapid Diagnostic Treponemal test (RDT test)
Memiliki sensitivitas 85-98% dan spesifisitasnya 93-98% dibandingkan
pemeriksaan TPHA atau pemeriksaan (Treponema pallidum Particle
Agglutination) TPPA. Pemeriksaan RDT ini praktis digunakan di lapangan
dengan sampel darah jari sewaktu dan hasilnya dapat dibaca dalam waktu
20 menit.
Pemeriksaan RDT ini tidak dapat membedakan antara kasus frambusia
dengan infeksi aktif dan yang sudah mendapat pengobatan. Oleh karena itu,
kasus frambusia yang pernah diobati dan sembuh, bisa saja dinyatakan
positif dengan pemeriksaan RDT.
Dalam kegiatan penemuan kasus, jika ditemukan tanda klinis yang khas,
cukup dilakukan pemeriksaan RDT.
Namun untuk survei serologis, apabila didapatkan hasil RDT positif,
sebaiknya diuji kembali dengan pemeriksaan TPHA/VDRL untuk
membuktikan apakah penularan masih terus berlangsung.
34. I. FLOW CART PENATALAKSANAAN
Pasien datang dengan keluhan kulit berupa:
Papul eritem/plak/krusta papilloma/
plak ulseratif/ulkus
1) Umur penderita < 15 tahun
2) Lesi di kulit/tulang sesuai dengan
stadium perkembangan frambusia
3) Lokasi lesi di tungkai, kaki, pergelangan
kaki, atau di lengan dan wajah
Pemeriksaan RDT
Suspek/probable frambusia
Obati sebagai frambusia
Positif TPHA/VDRL
Survey serologis
Confirmed frambusia
Diagnosis banding
Bukan
frambusia
Terapi yang sesuai
38. J. Diagnosis banding…
Stadium 2 (Sekunder)
Tinea korporis/kruris (SKDI 4A) Skabies (SKDI 4A)
Diagnosis
banding
Pantat: multiple papul,
plak sewarna kulit
dengan permukaan
kering dan sedikit
skuama
Paha: makula dan
patch hipopigmentasi
39. K. TERAPI
Regimen terapi frambusia
First line Benzatin benzilpenisilin
(Penisilin G)
umur > 10 tahun dosis 1,2 juta IU/IM SD
umur < 10 tahun dosis 0,6 juta IU/IM SD
Second line Azitromisin Dosisi 30 mg/kgBB SD (maksimal 2 gr)
Umur 2-5 th 500 mg SD
Umur 6-9 th 1000 mg SD
Umur 10-15 th 1500 mg SD
Umur 16-69 th 2000 mg SD
Alternatif
dewasa
Tetrasiklin, doksisiklin, eritromisin
Alternatif
anak
Eritromisin
40. L. TERAPI
Keberhasilan terapi ditunjukkan dengan:
Lesi frambusia menjadi tidak menular dalam 24 jam
Nyeri sendi hilang dalam waktu 24-48 jam
Semua lesi klinis, kecuali lesi-lesi tersier, sembuh dalam waktu 2-4 minggu
Titer TPHA/VDRL menurun hingga minimum dalam 6-12 bulan dan
negative atau titer tetap rendah hingga 2 tahun