1. Dokumen tersebut membahas tentang definisi, jenis-jenis, dan contoh bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan dan dilarang menurut peraturan kesehatan Indonesia.
2. BTP digunakan untuk memperbaiki mutu pangan dengan menambah warna, rasa, daya simpan, tetapi harus sesuai dengan dosis yang diizinkan.
3. Kafein, sebagai contoh BTP, memiliki berbagai efek fisiologis seperti men
2. Definisi
• Menurut Permenkes 722, 1988 adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pegepakan, pengemasan,
penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan
atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
• Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang
sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran
tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan
atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna,
bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan,
dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama.
3. JENIS-JENIS BTP
Berdasarkan tujuan penggunaannya dalam pangan, pengelompokan BTP
yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut peraturan Mentri
Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna
pada makanan. Contoh pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine, dan
nafthol yellow.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis
pada makanan yang tidak atau hampir tidak memiliki nilai gizi. Contohnya
adalah Sakarin, Siklamat dan Aspartam.
3. Pengawet yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat
terjadinya fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan
yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya: asam asetat,
asam propionat dan asam benzoat.
4. Antioksidan yaitu BTP yang dapat memghambat atau mencegah
proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
Contohnya adalah TBHQ (tertiary butylhydroquinon).
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya
makanan serbuk, tepung atau bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.
4. 6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan,
menembah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya Monosodium
Glutamate (MSG).
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang
dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat asam makanan.
Contohnya agar, alginate, lesitin dan gum.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses
pemutihan atau pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu
pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat dan kalium bromat.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu
terbentuknya dan memantapkan system disperse yang homogen pada makanan.
10. Pengeras yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya
makanan. Contohnya adalah kalsium sulfat, kalsium klorida dan kalsium glukonat.
11. Sekuestan, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam
makanan, sehingga memantapkan aroma, warna dan tekstur. Contohnya asam
fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium edetat).
12. BTP lain yang termasuk bahan tambahan pangan tapi tidak termasuk
golongan diatas. Contohnya antara lain: enzim, penambah gizi dan humektan.
5. Penyimpanan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang
sering dilakukan oleh produsen pangan yaitu :
• 1 Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya
untuk pangan.
• 2 Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan.
Secara khusus penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk :
• 1 Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan
mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia
yang dapat menurunkan mutu pangan.
• 2 Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak
dimulut.
• 3 Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga
menambah selera.
• 4 Meningkatkankualitas pangan.
• 5 Menghemat biaya.
6. BTP yang diizinkan
1. pewarna
Beberapa pewarna alami yang diizinkan
dalam pangan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.
772/Menkes/RI/Per/IX/88 diantaranya
adalah :
• 1 Karamel, yaitu pewarna alami
berwarna coklat yang dapat digunakan
untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg),
acar ketimun dalam botol (300 mg/kg),
dan yogurt beraroma (150 mg/kg).
• 2 Beta-karoten, yaitu pewarna alami
berwarna merah-orange yang dapat
digunakan untuk mewarnai acar
ketimun dalam botol (300 mg/kg), es
krim (100 mg/kg), keju (600 mg/kg),
lemak dan minyak makan (secukupnya).
• 3 Kurkumin, yaitu pewarna alami
berwarna kuning-orange yang dapat
digunakan untuk mewarnai es krim dan
sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan
minyak makan (secukupnya).
7.
8. • Penyebab Rasa dan Aroma, Penguat Rasa
Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di
Indonesia adalah vetsin atau bumbu masak, dan terdapat
dengan berbagai merek dipasaran. Penyedap rasa tersebut
mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat
(MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya
untuk merangsang dan menghantar sinyal-sinyal antar sel otak.
Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.
772/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya,
yang berarti tidak boleh berlebihan.
10. KAFEIN
Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine
bersama sama senyawa tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang
sistem saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein ialah serbuk putih yang pahit
(Phytomedical Technologies, 2006) dengan rumus kimianya C6 H10 O2, dan
struktur kimianya 1,3,7- trimetilxantin (Farmakologi UI, 1995).
11. • 1,3,7-trimethylxanthine, alias kafein, adalah zat
farmakologis alami yang paling banyak dikonsumsi.
Ditemukan dalam biji kopi, daun teh, biji kakao (cokelat), dan
kacang kola, maka dari itu konsumsi kafein hampir tidak
dapat dihindari.
• Sekitar 71% kafein tersebut berasal dari kopi, 16% dari teh,
dan 12% dari minuman ringan dan minuman berenergi
• Kafein memiliki berbagai efek pada tubuh manusia; seperti
mempengaruhi hormon, metabolisme, otot, jantung, ginjal,
dan fungsi pernapasan. Kafein juga mempengaruhi sistem
saraf pusat, di mana ia bertindak sebagai stimulan dengan
mengganggu pengikatan zat kimia otak, adenosine, pada
reseptornya.
13. Efek kafein
Kafein diabsorpsi secara cepat dan sempurna, dengan 99% di
absorpsi dalam 45 menit setelah asupan. Ketika dikonsumsi
dalam bentuk minuman, kafein diabsorpsi secara cepat oleh
saluran cerna dan terdistribusi melalui cairan tubuh. Kadar
puncak kafein di dalam tubuh tercapai dalam 15-120 menit,
namun bervariasi tergantung waktu pengosongan lambung.
Sekali diabsorpsi, kafein tidak mengalami first pass metabolisme.
Sebuah penelitian pada manusia dewasa, 4 mg/kg (280 mg/70
kg atau 2-3 cangkir kopi) kafein mempunyai waktu paruh antara
3-6 jam (Rogers, 2007).
Kafein mengalami metabolisme di hati menjadi paraxanthine,
theobromin dan theophilline. Kemudian kafein akan
diekskresikan melalui urin.
14. • Di dalam tubuh, kafein bekerja pada tingkat sel dengan
beberapa mekanisme, yaitu: (1) meningkatkan affinitas
myofilament terhadap kalsium (Ca2+) dan meningkatkan
pelepasan Ca2+ di retikulum sarkoplasma, (2) menghambat
enzim phospodiesterase sehingga terjadi akumulasi cyclic-3,5-
adenosine monophosphat (cAMP) di berbagai jaringan
termasuk jaringan adiposa dan otot skelet, (3) menghambat
secara kompetitif reseptor adenosine (Daly dan Fredholm,
2004).
• Adenosine diproduksi di semua jaringan dan berperan dalam
proses pemecahan ATP selama metabolisme sel dan transmisi
neuron (Johnson et al., 2001). Dua kerja adenosine
melatarbelakangi efek kafein di sistem kardioveskular dan
endokrin. Pertama, adenosine bekerja pada kanal kalium
menyebabkan hiperpolarisasi membran sel neuron, otot polos
pembuluh darah, dan otot jantung (Suzuki et al., 2001). Efek
15. • Efek adenosine menyebabkan penurunan laju transmisi
neuron dan penurunan respon jantung dan pembuluh darah.
Kedua, adenosine bekerja dalam menurunkan pelepasan
neurotransmitter presinaps di sistem saraf pusat maupun
sistem saraf autonom. Hal ini akan mengurangi efek simpatis
yang terjadi di jantung, pembuluh darah, dan medulla adrenal
(Shinozuka et al., 2002).
• disimpulkan bahwa antagonisme kafein secara kompetitif
pada reseptor adenosine akan menurunkan kerja adenosine
dan menyebabkan peningkatan aktifitas sistem saraf pusat
dan sistem saraf autonom
• Peningkatan aktifitas sistem saraf autonom oleh hambatan
kafein terhadap reseptor adenosine akan menyebabkan
vasokonstriks serta peningkatan pelepasan katekolamin dari
medula adrenal. Pelepasan katekolamin ini berperan dalam
meningkatkan tekanan darah, kontraksi jantung, denyut nadi
dan lipolisis ehingga meningkatkan asam lemak bebas di
dalam darah (Wedick et al, 2011).
16. • Selain mempunyai efek terhadap sistem saraf pusat, jantung, dan
pembuluh darah. Pelepasan katekolamin yang diakibatkan oleh
kafein juga dapat mempengaruhi metabolisme tubuh, diantaranya
metabolisme glukosa.
• Katekolamin bekerja meningkatkan glikogenolisis di hepar dan otot
rangka, menghambat sekresi insulin melalui aktivasi adrenoseptor-α
(lebih dominan dibanding peningkatan sekresi insulin melalui
aktivasiadrenoseptor-β2). Adrenalin (Epinefrin) juga memacu
pemecahan lemak (lipolisis) melalui aktivasi adrenoseptor - β3 dan
meningkatkan aktivitas lipase. Dari hal yang telah disebutkan, dapat
disimpulkan bahwa pelepasan katekolamin dapat meningkatkan
kadar glukosa di dalam darah (Greer et al, 2001).
• kafein meningkatkan sekresi adrenokortikotropin hormon (ACTH)
dan kortisol (Lovallo et al., 2005). Efek metabolik yang paling
terkenal dari kortisol adalah perangsangan glukoneogenesis. Kortisol
meningkatkan enzim-enzim yang dibutuhkan untuk mengubah
asam-asam amino menjadi glukosa. Kortisol juga menekan proses
oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk
NADH+. Oleh karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan
glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian
glukosa oleh sel. Peningkatan kecepatan glukoneogenesis serta
berkurangnya kecepatan pemakaian glukosa oleh sel dapat
meningkatkan konsentrasi glukosa darah (Guyton dan Hall, 2006).
17. Daftar pustaka
• Anggrahini, Sri. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya dengan
Penggunaan Bahan Tambahan dan Kontaminan. Diakses di :
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732_pp0906016.pdf pada
tanggal 24 Mei 2013.
• Puspasari, Karen. 2007. Aplikasi Teknologi Dan Bahan Tambahan
Pangan Untuk Meningkatkan Umur Simpan Mie Basah Matang.
Diakses Di:
Http://Repository.Ipb.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/11791/F0
7kpu.Pdf pada tanggal 24 Mei 2013.
• Saparinto, Cahyo dan Hidayati, Diana. 2006. Bahan Tambahan
Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
• Viana, Aktia. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah
Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan
Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan
Deli Tahun 2011. Diakses di:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31260 pada tanggal
25 Mei 2013.