Dokumen tersebut membahas proses pembuatan kornet daging sapi, mulai dari persiapan bahan baku berupa daging sapi, proses pengolahan meliputi penggilingan, pencampuran, pengisian ke dalam kaleng, vakum, penutupan, sterilisasi, pendinginan hingga pengemasan. Proses ini bertujuan menghasilkan produk kornet daging sapi yang aman dan tahan lama.
1. 1
TUGAS KE I
TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
PROSES PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN (DAGING)
MENJADI PRODUK PANGAN (CORNED BEEF)
DISUSUN OLEH:
NAMA : TITIN INDRAWATI
NIM : J1B 013 116
PRODI : TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2016
2. 2
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1.Sumber Gizi Pada Bahan
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu
sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting
dalam struktur dan fungsi sel makhluk hidup termasuk manusia (Leith. 1989).
Protein dibagi menjadi protein nabati dan protein hewani. Protein hewani
yang sering dikonsumsi adalah daging ayam, daging kambing dan daging sapi.
Daging sapi merupakan daging yang jarang dikonsumsi secara langsung.Berbagai
macam jenis olahan daging beredar di masyarakat saat ini.Salah satu produk
olahan daging yang telah banyak dijual di pasaran yakni kornet.Kini kornet dapat
dijumpai dalam bentuk kalengan di swalayan maupun supermarket.Pembuatan
kornet cukup mudah.Kornet dibuat dengan teknologi presscooking, dimana
daging yang digunakan adalash daging yang dicuring terlebih dahulu. Tujuan
curing sendiri adalah untuk mempertahan kan warna merah cerah pada daging,
serta menambah lama daya simpan daging kornet (Leith. 1989).
1.2.Definisi Kornet
Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging
sapi yang banyak digunakan dalam resep masakan Indonesia. Kornet daging sapi
diolah dengan cara diawetkan dalam air garam (brine), yaitu air yang dicampur
dengan larutan garam jenuh. Kemudian dimasak dengan cara simmering, yaitu
direbus dengan api kecil untuk menghindari hancurnya tekstur daging sapi.
Biasanya digunakan potongan daging yang mengandung serat memanjang, seperti
brisket. Nama "corned beef" berasal dari garam kasar yang digunakan. Corn
artinya butiran, yaitu butiran garam (Leith, 1989).
Tujuan pembuatan daging kornet adalah untuk memperoleh produk daging
yang berwarna merah, meningkatkan daya awet dan daya terima produk, serta
menambah keragaman produk olahan daging. Dengan diproses menjadi kornet,
masalah penyimpanan daging sapi segar dapat diatasi. Kornet kalengan dapat
3. 3
disimpan pada suhu kamar dengan masa simpan sekitar dua tahun.Daging kornet
dapat dihidangkan sebagai campuran perkedel, telur dadar, mi rebus, pengisi roti,
serta makanan lainnya (Nugroho, 2008).
Gambar produk Corned Beef
4. 4
BAB II
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
2.1. Alat
Peralatan yang diperlukan dalam melakukan proses pengolahan kornet
daging sapi adalah sebagai berikut:
1. chopper untuk menggiling daging, sehingga dihasilkan daging cincang,
2. mixer untuk mencampur adonan, sehingga menjadi homogen,
3. alat pengukus untuk memasak adonan daging,
4. exhauster untuk menyedot dan menghampakan udara di dalam kaleng,
5. mesin penutup kaleng untuk menutup kaleng secara hermetis (kedap
udara,
6. retort untuk memanaskan kaleng dan isinya, sehingga tercipta kondisi
yang steril. (Nugroho. 2008).
2.2. Bahan
Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling.Bahan
tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi,
air, lemak, gula, dan bumbu.
1. Daging sapi
Daging adalah urat yang melekat pada kerangka kecuali urat dari
bagian bibir, hidung dan telinga dari hewan yang sehat sewaktu
dipotong.Daging terdiri dari otot, jaringan penghubung dan jaringan
lemak. Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi
disamping telur, susu dan ikan. Daging mengandung protein, lemak,
mineral, air serta vitamin dalam susunan yang berbeda tergantung jenis
makanan dan jenis hewan (Nugroho. 2008).
Hewan yang berbeda mempunyai komposisi daging yang berbeda
pula.Komposisi daging terdiri dari 75% air, 18% protein, 4% protein yang
dapat larut (termasuk mineral) dan 3% lemak. Daging tersebut kaya
protein yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan membentuk
emulsi yang baik.Ternak rata-rata menghasilkan karkas (bagian badan
hewan) 55%, macam-macam hasil sampingan 9%, kulit 6% dan bahan
5. 5
lainnya 30%. Daging yang baik ditentukan oleh warna, bau, penampakan
dan kekenyalan.Semakin daging tersebut lembab atau basah serta lembek
(tidak kenyal) menunjukan kualitas daging yang kurang baik (Leith.
1989).
Sebaiknya daging hewan yang baru saja disembelih tidak cepat-
cepat dimasak, tetapi ditunggu beberapa lama atau dilayukan terlebih
dahulu.Untuk daging sapi atau daging kerbau dapat dimasak sesudah
pelayuan selama 12-24 jam; daging kambing, domba, babi sesudah 8-12
jam, sedangkan untuk daging pedet (anak sapi) sesudah 4-8 jam.Usaha
pengawetan daging diperlukan untuk memenuhi selera atau kebutuhan
konsumen serta mempermudah dalam pengangkutan(Leith. 1989).
Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging
untuk jangka waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya
tetap terjaga.Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap
serangan jamur (kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak
mudah rusak. Ada beberapa cara pengawetan yaitu: pendinginan,
pelayuan, pengasapan, pengeringan, pengalengan dan pembekuan(Leith.
1989).
Pengawetan dengan cara pengeringan dilakukan dengan
penambahan garam, gula dan bahan kimia seperti nitrat (NO3) dan nitrit
(NO2). Penambahan garam, untuk pengawetan daging kira-kira
sepersepuluh dari berat daging.Disamping sebagai pengawet, garam juga
berfungsi sebagai penambah rasa.Penambahan gula juga dimaksudkan
sebagai penambahan rasa pada bahan yang diolah.Untuk melunakkan
daging sebelum diolah, daging dibungkus dengan daun pepaya yang
mengandung enzim papain atau dilumuri dengan parutan buah nenas yang
mengandung enzim bromolin. Contoh hasil olahan dan pengawetan daging
adalah abon, dendeng sayat, dendeng giling, dendeng ragi, daging asap,
kornet, sosis dan sebagainya(Nugroho. 2008).
6. 6
Gambar 1.Daging sapi segar
2.Garam dapur (NaCl)
Garam dapur (NaCI) merupakan bahan penolong dalam proses
pembentukan emulsi daging kornet. Garam mampu memperbaiki sifat-
sifat fungsional produk daging dengan cara mengekstrak protein
miofibriler dari serabut daging selama proses penggilingan dan pelunakan
daging. Garam berinteraksi dengan protein daging selama pemanasan,
sehingga protein membentuk massa yang kuat, dapat menahan air, dan
membentuk tekstur yang baik.Selain itu, garam memberi cita rasa asin
pada produk, serta bersama-sama senyawa fosfat, berperan dalam
meningkatkan daya menahan air dan meningkatkan kelarutan protein
serabut daging.Garam juga bersifat bakteriostatik dan bakteriosidal,
sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan mikroba
pembusuk lainnya(Nugroho. 2008).
Gambar 2. Garam dapur
7. 7
3.Nitrit
Fungsi nitrit adalah menstabilkan warna merah daging, membentuk
flavor yang khas, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan
beracun, serta memperlambat terjadinya ketengikan.Jumlah nitrit yang
diizinkan tersisa pada produk akhir adalah 50 ppm (mg/kg). Kemampuan
nitrit dalam mempertahankan warna merah daging adalah dengan cara
bereaksi dengan pigmen mioglobin (pemberi warna merah daging)
membentuk nitrosomioglobin berwarna merah cerah yang bersifat
stabil(Nugroho. 2008).
Gambar 3. Garam nitrit
4.Alkali Fosfat
Penambahan senyawa alkali fosfat pada daging akan meningkatkan
daya ikat air dan protein daging dan mengurangi pengerutan kornet yang
dihasilkan. Alkali fosfat akan meningkatkan pH dan menyebabkan
terbukanya ikatan-ikatan antargugus protein daging yang akan
memudahkan pengikatan air. Bersama-sama dengan asam askorbat,
senyawa fosfat dapat menghambat proses ketengikan oksidatif, dan bisa
memperbaiki tekstur. Fosfat dapat meningkatkan keempukan dan juiciness
daging kornet, meningkatkan daya terima warna, keseragaman dan
stabilitas produk, serta melindungi dari kemungkinan pencokelatan selama
penyimpanan(Nugroho. 2008).
8. 8
Gambar 4. Alkali fosfat
5.Air
Air yang ditambahkan ke dalam massa daging berfungsi untuk
membantu melarutkan garam-garam yang ada, sehingga dapat tersebar dan
terserap dengan baik dalam massa produk. Selain itu, air juga dapat
memperbaiki sifat fluiditas emulsi dan meningkatkan tekstur (kekenyalan)
produk akhir(Nugroho. 2008).
Gambar 5. Air
6.Bahan Pengisi
Penambahan bahan pengisi dan pengikat pada produk daging
adalah untuk meningkatkan stabilitas, daya ikat air, flavor dan
karakteristik irisan produk, serta untuk mengurangi pengerutan selama
9. 9
pemasakan dan mengurangi biaya formulasi. Bahan pengisi yang dapat
ditambahkan adalah tepung tapioka, terigu, atau susu skim. Penambahan
bahan pengisi pada produk daging harus tidak melebihi 3,5 persen dari
produk(Nugroho. 2008).
Gambar 6. Tepung terigu
7.Lemak
Penambahan lemak pada pembuatan daging kornet berfungsi untuk
membentuk produk yang kompak dan empuk, serta memperbaiki rasa dan
aroma. Bertambahnya kadar air dan lemak di dalam kornet akan
menambah juiciness dan keempukannya(Nugroho. 2008).
Gambar 7. Margarin / lemak
8. Gula dan bumbu
Fungsi utama gula dalam pembuatan kornet adalah untuk memodifikasi
rasa, menurunkan kadar air, dan sebagai pengawet. Bumbu merupakan
bahan aromatik yang diperoleh dari tumbuhan atau diproduksi secara
sintetis.Bumbu memberikan cita rasa enak yang diinginkan dalam kornet
(Nugroho. 2008).
11. 11
BAB III
DIAGRAM ALIR TAHAPAN/PROSES PENGOLAHAN
3.1 Pembuatan Kornet
Daging sapi digiling dengan chopper pada suhu rendah sehingga selama
penggilingan, suhu dapat dipertahankan tetap di bawah 16°C. Hal tersebut
dilakukan dengan menambahkan es batu atau air dingin.Hasil gilingan berupa
daging cincang yang masih kasar.Setelah dicincang, daging dimasukkan ke dalam
mixer untuk mencampur daging, bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang
homogen.Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan
pada suhu rendah (10-16°C) (Wagiyono. 2003).
Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng
yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas.Pengisian dilakukan dengan
menyisakan sedikit ruang kosong di dalam kaleng, disebut head space. Kaleng
yang telah diisi, kemudian divakum (exhausting) dengan cara melewatkannya
melalui ban berjalan ke dalam exhauster box bersuhu 90-95°C selama 15 menit.
Setelah keluar dari exhauster box, kaleng dalam keadaan panas langsung ditutup
dengan mesin penutup kaleng (Wagiyono. 2003).
Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara
memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan
0,55 kg/cm2, selama 15 menit. Agar daging tidak mengalami pemanasan yang
berlebihan, kaleng yang telah disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak
pendingin yang berisi air selama 20-25 menit.Setelah permukaan kaleng
dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap untuk diberi label dan dikemas
(Wagiyono. 2003).
12. 12
3.2 Diagram Alir
Diagram alir pembuatan kornet atau corned beef dapat dilihat sebagai
berikut :
Daging Sapi
Chopping suhu rendah
Mixing
Filling
Exhausting
Seaming
Sterilisasi
Cooling
Labelling
Corned Beef
13. 13
BAB IV
DESKRIPSI SETIAP PROSES PENGILAHAN
4.1. Penjelasan Proses Pembuatan Kornet
a. Pembersihan Bahan Baku (Daging Sapi)
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air bersih yang mengalir,
guna menghilangkan kotoran yang menempel pada bahan. Selain itu
menghilangkan bagian-bagian yang tidak bisa dimakan.
b. Chopping
Daging sapi digiling dengan chopper pada suhu rendah sehingga selama
penggilingan, suhu dapat dipertahankan tetap di bawah 16°C. Hal tersebut
dilakukan dengan menambahkan es batu atau air dingin. Hasil gilingan berupa
daging cincang yang masih kasar.
c. Curing
Setelah dicincang, daging dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur
daging, bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen yang disebut
dengan curing. Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus
dilakukan pada suhu rendah (10-16°C). Menurut Soeparno (2005) curing adalah
cara processing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam
NaCl, Na-nitrat dan atau Na-nitrit dan gula (dekstrosa atau sukrosa), serta bumbu-
bumbu. Maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma,
tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama
processing serta memperpanjang masa simpan produk daging.
d. Filling
Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng
yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas. kemudian ditimbang dengan
timbangan kasar. Pengisian dilakukan dengan metode hot filling. Hot filling
adalah kombinasi proses pengawetan dengan pemanasan (pasteurisasi) dengan
metode lainnya (pengawetan sekunder) untuk memberikan tingkat keamanan
produk yang diinginkan. Produk pangan diisikan ke dalam kemasan dalam
keadaan panas (hot fiiling), umumnya pada suhu 180°F. Pemanasan yang
diberikan tidak membunuh spora dan pada proses pendinginan terbentuk kondisi
vakum (anaerobik).. Setelah dilakukan filling, kaleng disusun dalam nampan dan
14. 14
diletakkan ke atas conveyor belt. Lalu dalam perjalanannya menuju ke exhauster
box, kaleng-kaleng tersebut ditimbang kembali dengan timbangan digital yang
lebih akurat. Beratnya bervariasi tergantung jenis kaleng yang digunakan.
Pengisian dilakukan dengan menyisakan sedikit ruang kosong di dalam kaleng,
disebut head space. Ukuran head space bervariasi, umumnya kurang dari ¼ tinggi
kaleng.
e. Exhausting
Kaleng yang telah diisi, kemudian divakum (exhausting) dengan cara
melewatkannya melalui ban berjalan ke dalam exhauster box bersuhu 90-95°C
selama 15 menit.
f. Seaming
Setelah keluar dari exhauster box, kaleng dalam keadaan panas langsung
ditutup dengan mesin penutup kaleng. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng,
maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya).
Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya
awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama
bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di
dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kerusakan.
g. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang tercecer di
permukaan kaleng akibat proses filling. Apabila kotoran tidak dibersihkan,
dikhawatirkan mikroba akan dapat tumbuh dan mengkontaminasi produk setelah
dibuka, karena proses sterilisasi hanya difokuskan pada produk yang berada dalam
kaleng.
h. Sterilisasi
Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara
memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan
0,55 kg/cm2, selama 15 menit.
i. Cooling
Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang
telah disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air
selama 20-25 menit. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul
perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari
15. 15
air pendingin ke dalam produk. Perlu dipastikan bahwa air pendingin yang
digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses
pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat
setelah katup uap dimadkan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran
kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga
tidak menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak.
j. Pemberian label pada kemasan
Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk
siap untuk diberi label dan dikemas
3.4. Nilai Gizi Kornet
Syarat mutu daging kornet telah ditentukan berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI).Namun, dalam praktiknya masih ada produk yang tidak sesuai
dengan standar tersebut. Membaca secara seksama label pada kemasan produk
merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Komposisi zat gizi kornet dalam kaleng sangat beragam, tergantung pada
jenis daging yang digunakan, mutu bahan baku sebelum diolah, cara pengolahan,
cara dan lama penyimpanan produk serta kondisi kaleng selama penyimpanan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa daging kornet dalam kaleng mempunyai
nilai gizi yang cukup baik, khususnya protein, vitamin, dan mineral (SNI. 2006).
3.5. Ciri-ciri Kerusakan Kornet
Daging kornet yang ada di pasaran umumnya dikemas dengan
kaleng.Kaleng mempunyai sifat yang baik sebagai pengemas karena mampu
menahan gas, uap air, jasad renik, debu, dan kotoran.Kaleng juga memiliki
kekuatan mekanik yang tinggi, tahan terhadap perubahan suhu yang ekstrem, dan
toksisitasnya relatif rendah. Umur simpan daging kornet dalam kaleng dapat
mencapai 2 tahun atau lebih, tergantung proses pengolahan, jenis kaleng,
penyimpanan, dan distribusi (Astawan. 2012).
Kebusukan kornet dalam kaleng dapat disebabkan oleh proses pembuatan
yang tidak benar, kebocoran wadah karena penutupan yang kurang baik, atau
penyimpanan pada suhu yang tidak tepat dan terlalu lama. Kebusukan tersebut
16. 16
tidak selalu dapat dideteksi dari penampakan wadah karena tidak selalu diikuti
oleh perubahan bentuk wadah (Astawan. 2012).
Secara umum, ciri-ciri yang dapat digunakan untuk menilai kualitas kornet
dalam kaleng menurut Astawan (2012) adalah sebagai berikut:
Flat Sour
Apabila produk di dalam kaleng memberikan cita rasa asam karena
adanya aktivitas mikroba tanpa memproduksi gas, kebusukan tersebut
dikenal dengan sebutan flat sour (kaleng tetap datar, tidak menggembung,
tetapi produk menjadi asam). Jenis kebusukan ini disebabkan oleh
aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses
sterilisasi. Hal tersebut bisa terjadi akibat sanitasi selama pengolahan yang
buruk atau karena proses pengolahan tidak tepat.
Penggembungan Kaleng (Swells)
Kaleng yang gembung dapat terjadi akibat terbentuknya gas di
dalam wadah karena adanya pertumbuhan dan aktivitas mikroba.Adanya
gas tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam kaleng,
sehingga kaleng menjadi gembung pada bagian tutup dan dasar
kaleng.Kaleng yang gembung dapat juga disebabkan oleh penuhnya
pengisian kornet, sehingga tidak cukup adanya ruang kosong di dalam
kaleng.
StackBurn
Stack burn terjadi akibat pendinginan yang tidak sempurna, yaitu
kaleng yang belum benar-benar dingin sudah disimpan. Biasanya produk
di dalam kaleng menjadi lunak, berwarna gelap, dan menjadi tidak dapat
dikonsumsi lagi.
Kaleng yang penyok
Kaleng yang penyok dapat mengakibatkan terjadinya lubang-
lubang kecil yang merupakan sumber masuknya mikroba pembusuk.
Penyoknya kaleng dapat disebabkan oleh benturan-benturan mekanis
akibat perlakukan kasar, baik selama proses pembuatan, penyimpanan,
pengangkutan, atau pemasaran. Sebagai konsumen yang kritis, sebaiknya
17. 17
Anda tetap waspada dengan tidak memilih sotiap produk yang kalengnya
dalam keadaan tidak normal.
Kaleng yang bocor
Bocornya kaleng disebabkan deh sambungan kaleng yang kurang
rapat, penyolderan kurang sempurna, atau tertusuk oleh benda
tajam.Kaleng yang bocor ditandai dengan tumbuhnya mikroba dan
timbulnya bau kurang sedap.Kaleng oval umumnya lebih jarang
mengalami kebocoran daripada yang berbentuk silinder.
Kaleng yang berkarat
Kaleng yang berkarat dapat mencerminkan bahwa produk tersebut
telah lama diproduksi atau disimpan pada tempat yang kurang tepat
(keadaan lembab).
18. 18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging
sapi.
Tujuan pembuatan kornet daging sapi adalah untuk tetap dapat
memperoleh produk daging sapi yang berwarna merah, awet dan praktis.
Peralatan yang diperlukan adalah chopper, mixer ,alat pengukus,
exhauster, mesin penutup kaleng, dan retort.
Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling. Bahan
tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan
pengisi, air, lemak, gula, dan bumbu.
Secara umum dapat dikatakan bahwa daging kornet dalam kaleng
mempunyai nilai gizi yang cukup baik, khususnya protein, vitamin, dan
mineral.
Secara umum, ciri-ciri yang dapat digunakan untuk menilai kualitas kornet
dalam kaleng adalah Flat Sour, Penggembungan Kaleng (Swells),
StackBurn, Kaleng yang penyok, Kaleng yang bocor dan kaleng yang
berkarat.
19. 19
DAFTAR PUSTAKA
Astawan , Made. Kornet. http://kulinerkita.multiply.com/reviews/item/116 [18
Maret 2016]
Leith, P.1989. The Cook’s Hand Book. Papermack Division, Macmillan Publ.
Ltd.,London
Nugroho, Catur Priyo. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Direktorat
PembinaanSekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen
PendidikanDasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta., Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Taknologi daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Wagiyono.2003. Menguji Kesukaan secara Organoleptik. Departemen
PendidikanNasional, Jakarta.
Palupi, W.D.E. Tinjauan Literatur Pengolahan Daging. Jakarta: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, 1986. 54 hal.
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:f0omK9RFZJYJ:www.wari
ntek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/piwp/dendeng_ragi.pdf+diagra
m+alir+pembuatan+kornet+pdf [18 Maret 2016]
https://www.academia.edu/5520119/Makalah-PROSES-PEMBUATAN-ORNED-
BEEF