Dokumen tersebut membahas tentang penanganan dan pengolahan daging, mulai dari pentingnya kualitas daging, teknik pemotongan dan pengolahan yang baik, hingga berbagai jenis daging dan manfaat gizinya. Proses pengolahan daging meliputi pelayuan, rigor mortis, dan berbagai teknik seperti pengalengan untuk memperpanjang umur simpan daging.
1. Widyaiswara Muda Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu 1
PENANGANAN DAN PENGOLAHAN DAGING
Oleh :
Lutfia Hanim Mufida, S.Pt, MP*
Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi disamping telur, susu
dan ikan. Daging mengandung protein, lemak, mineral, air serta vitamin dalam susunan
yang beerbeda tergantung jenis makanan dan jenis ternak. Ternak yang berbeda
mempunyai komposisi daging yang berbeda. Sebagai bahan pangan, daging merupakan
sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Daging bersifat mudah
rusak akibat proses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak ditangani dengan baik.
Kualitas daging ditentukan oleh faktor sebelum pemotongan (antemortem) dan
faktor setelah pemotongan (postmortem), termasuk kondisi sebelum pemotongan, abatoir
dan teknik pemotongan, serta teknologi prosesing yang diaplikasikan. Untuk itu, regulasi
higienis daging, termasuk standar higienis abatoir dan pemotongan harus mampu menjamin
kondisi higienis industri daging. Sistem pemotongan tradisional harus memperhitungkan
standar higienis untuk menjamin prosesing daging di abatoir dan kualitas daging yang
optimal. Sistem abatoir modern dengan teknik pemotongan serta standar grading karkas dan
daging penting untuk dipromosikan dan diaplikasikan. Demikian pula sistem HACCP perlu
diperhitungkan dan diaplikasikan mulai dari produsen hingga produk-produk daging untuk
menjamin standar kualitas daging yang berkualitas baik, higienis dan aman bagi konsumen.
Pemotongan ternak sapi/kerbau/kambing/domba harus terpisah dari babi, dengan
syarat pemotongan adalah : ternak sehat, cukup istirahat, betina tidak produktif dan dalam
keadaan darurat. Cara pelaksanaan pemotongan yang benar adalah sebagai berikut: a.
Ternak tidak diperlakukan kasar; b. Ternak tidak mengalami stress; c. Penyembelihan dan
pengeluaran darah harus cepat dan sempurna; d. Kerusakan karkas minimal; e. Higienis; f.
Ekonomis; Aman bagi pekerja
Pelayuan disebut juga aging, conditioning atau hanging, yaitu dengan
menggantungkan karkas selama waktu tertentu di dalam ruangan dengan temperatur diatas
titik beku karkas (-1,5° C). Pelayuan biasanya dilakukan pada ruangan pendingin dengan
temperatur pada kisaran 15° - 16° C selama 24 jam, atau dapat pula dilakukan pada kisaran
temperatur 0° - 3° C dengan waktu yang lebih lama. Selama proses pelayuan terjadi proses
autolisis, yaitu perombakan tenunan daging oleh enzim yang terdapat di dalam daging,
sehingga daging menjadi lebih empuk dan berkembangnya flavor daging yang lebih baik.
Daging biasanya dilayukan dalam bentuk karkas atau setengah karkas. Pelayuan dengan
cara menggantung karkas akan mengurangi pemendekan otot akibat rigor mortis karena
secara fisik, penggantungan menyebabkan gaya berat karkas menahan proses kontraksi
2. Widyaiswara Muda Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu 2
otot. Selain itu dengan adanya pelayuan maka memberikan kesempatan enzim proteolitik
untuk mendegradasi protein-protein serat sehingga menjadikan daging terasa lebih empuk.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi luas permukaan yang dapat diinfeksi oleh mikroba.
Tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam laktat dari
glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat, (2)
pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar daging menjadi kering, sehingga
kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan, (4) untuk memperoleh daging yang
memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa khas.
Rigor mortis merupakan proses yang harus diperhatikan karena kesalahan
penanganan bisa berpengaruh pada kualitas daging. Karkas yang pre rigor atau sedang rigor
disimpan beku maka bila karkas/daging dicairkan (thawing) akan terjadi pengkerutan yang
hebat hingga bisa mencapai 50% karena terjadi rigor mortis kembali (thaw rigor). Hal ini
menyebabkan ukuran karkas atau daging menjadi lebih kecil dari ukuran semula. Oleh
karena itu pembekuan karkas atau daging biasanya dilakukan pada keadaan posrigor.
Berkenaan dengan sifat rigor mortis ini maka dalam pelayuan biasanya dilakukan
pada temperatur antara 15-16 °C. Pada temperatur ini rigor mortis masih bisa berlangsung
sehingga tidak menimbulkan pengkerutan. Pelayuan pada temperatur rendah akan
menyebabkan pengkerutan dingin (cold shortening). Temperatur di bawah 15 o
C
menyebabkan karkas yang belum rigor atau sedang rigor menjadi tidak bisa melangsungkan
rigor mortis dan bila dikembalikan ke temperatur ruang maka rigor mortis yang tertunda tadi
berlangsung kembali tetapi diikuti dengan pengkerutan karkas/daging.
Daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup
lengkap. Daging bersifat mudah rusak akibat proses mikrobilogis, kimia dan fisik bila tidak
ditangani dengan baik, daging yang tidak sehat bila dikonsumsi dapat menyebabkan sumber
penyakit akibat keracunan makanan bagi manusia, untuk itu perlu diketahui berbagai jenis
dan kriteria daging yang sehat dan baik.
Daging Asuh (aman, sehat, utuh dan halal) adalah daging yang diperoleh dengan
beberapa persyaratan yaitu bagian yang diperoleh dari pemotongan ternak, baik ternak
besar seperti sapi, kerbau dan kuda, ternak kecil kambing, domba maupun ternak unggas di
RPH/RPA, disembelih menurut syariat agama Islam, pemeriksaan ante mortem/post mortem,
karkas/daging diberi cap/stempel, tidak ditambah bahan/zatyang mengubah warna daging,
kecuali dengan pendinginan, diangkut dengan kendaraan tertutup, khusus suhu (4–10 o
C).
Hal yang harus diperhatikan dari penyediaan daging adalah : 1. Kesehatan Ternak,
jika ternak sehat maka daging sehat dan jika ternak sakit maka daging sakit; 2. Kebersihan
Ternak, jika sebelum penyembelihan dilakukan penyiraman ternak maka mikroorganisme
3. Widyaiswara Muda Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu 3
dalam daging bisa diminimalisir; dan 3. Kebersihan Ruang Pemotongan, Peralatan dan
Petugas, hal ini dilakukan untuk meminimalkan kontaminasi daging.
Daging adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim
dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin atau daging beku.
Daging dapat didefinisikan juga sebagai jaringan otot hewan yang telah dipotong, dapat
digunakan sebagai bahan pangan yang aman dikonsumsi, sebagai bahan pangan daging
mempunyai nilai nutrisi yang tinggi yang mengandung asam-asam amino esensial yang
lengkap dan seimbang, disamping mengandung komponen lainnya seperti air, lemak,
karbohidrat dan komponen anorganik sehingga sangat baik untuk kebutuhan hidup manusia.
Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan
otot termasuk dalam definisi ini (Soeparno, 2005).
Daging yang umum dikonsumsi dapat diperoleh dari ternak ruminansia besar dan
kecil (sapi, kerbau, domba, kambing), ternak unggas (ayam, itik), dan aneka ternak (kelinci,
rusa, kuda, babi). Daging juga dapat dibedakan atas daging merah dan daging putih
tergantung perbedaan histologi, biokimia, dan asal ternak. Daging merah adalah daging
yang memiliki serat yang sempit, kaya akan pigmen daging (mioglobin), mitokondria dan
enzim respirasi berhubungan dengan tingginya aktivitas otot serta kandungan glikogen yang
rendah. Daging putih merupakan daging yang berserat lebih besar dan lebar, sedikit
mioglobin, mitokondria dan enzim respirasi berhubungan dengan aktivitas otot yang
singkat/cepat serta kandungan glikogen yang tinggi. Daging putih mempunyai kadar protein
lebih tinggi dibanding daging merah namun daging merah memiliki kadar lemak jenuh dan
kolesterol lebih tinggi dibanding daging putih. Beberapa macam warna daging dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Beberapa Macam Jenis Daging
4. Widyaiswara Muda Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu 4
Daging sapi berwarna merah terang/cerah, mengkilap, dan tidak pucat. Secara fisik
daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika dipegang masih terasa basah dan tidak
lengket di tangan. Dari segi aroma, daging sapi sangat khas (gurih). Daging domba dan
kambing Ciri-ciri daging domba dan kambing hampir sama dengan daging sapi. Namun
daging domba dan kambing memiliki serat lebih kecil dibandingkan serat daging sapi, serta
aroma daging kambing yang khas goaty. Daging ayam Daging ayam berwarna putih
keabuan dan cerah. Kulit ayam berwarna putih kekuningan dan bersih. Jika disentuh daging
terasa lembab tidak lengket. Serat daging ayam halus, mudah dikunyah/digiling, mudah
dicerna, berflavor lembut, aroma tidak menyengat, dan tidak berbau amis. Daging kelinci
Daging kelinci tidak berbau, berwarna putih hampir sama dengan daging ayam, seratnya
halus. Kandungan kolesterol daging kelinci rendah sehingga baik dikonsumsi oleh penderita
jantung, manula, dan obesitas, dipercaya dapat mengobati asma karena mengandung
kitotefin serta asam lemak omega-3 dan omega-9.
Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari
bahan pangan nabati. Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam
amino esensialnya yang lengkap dan seimbang. Daging juga mengandung kolesterol,
walaupun dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan
maupun otak. Kadar kolesterol daging sekitar 500 mg/100 gram lebih rendah dari kolesterol
otak (1.800-2.000 mg/100 g) atau kolesterol kuning telur (1.500 mg/100 g).
Komposisi tersebut tidak selalu tetap karena dipengaruhi oleh faktor genetik,
fisiologis, nutrisi, umur, jenis kelamin dan berat hidup. Kualitas produk akhir yang optimal
dapat dicapai dengan memilih daging yang baik. Daging sapi yang baik adalah yang memiliki
penampakan yang mengkilat dengan warna merah segar, seratnya halus, lemaknya
berwarna kuning, elastis dan tidak berbau busuk.
Beberapa kandungan nutrisi ternak yang ada di beberapa jenis daging dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi beberapa jenis daging (%)
No Jenis Daging Kalori Protein Lemak
1 Daging sapi 207 18,8 14
2 Daging kerbau 85 18,7 0,5
3 Daging kambing 154 16,6 9,2
4 Daging domba 206 17,1 14,8
5 Daging ayam 302 18,2 25
6 Daging itik 326 16,0 28,6
7 Daging Kelinci 160 21,0 8,0
5. Widyaiswara Muda Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu 5
Daging segar mudah busuk atau rusak karena perubahan kimiawi dan kontaminasi
mikroba. Oleh karena itu berbagai cara pengolahan dan pengawetan daging perlu
dikembangkan. Tujuan dari pengolahan dan pengawetan daging ialah untuk memperpanjang
daya simpan dan untuk meningkatkan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen serta
dapat mempertahankan nilai gizinya sehingga diharapkan dapat memperluas rantai
pemasaran daging olahan tersebut. Pada Gambar 2 dapat dilihat gambar daging segar yang
layak dan aman dikonsumsi oleh manusia.
Pemilihan bagian-bagian daging untuk suatu produk adalah penting, karena
jaringan atau organ ternak mengandung air, protein, lemak, vitamin, mineral dan pigmentasi
yang bervariasi. Potongan daging merupakan pemetaan daging hasil dari potongan karkas
yang bertujuan untuk mengklasifikasikan daging berdasarkan golongan atau kelasnya
sehingga potongan daging tersebut bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan produk yang
akan dibuat.
Proses Pengolahan Daging
Pengolahan daging merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan
bahan pangan ternak dari keadaan segar menjadi berbagai macam produk olahan yang bisa
meningkatkan nilai tambah dan diversifikasi produk. Tingginya tingkat konsumsi produk
olahan peternakan (terutama daging) merupakan suatu peluang usaha tersendiri untuk
dikembangkan. Bergesernya pola konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan
peternakan, terutama daging, sehingga mendorong untuk dikembangkannya teknologi dalam
hal pengolahan daging.
Pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi merupakan metoda
pengolahan yang telah lama digunakan orang dan merupakan metoda pengolahan pangan
yang paling populer digunakan di industri. Aplikasi panas pada proses pengolahan pangan
tentunya dimulai pada saat manusia menemukan api, yaitu ketika manusia mulai memasak
makanannya. Namun secara industri hal tersebut menjadi sangat berkembang dengan
ditemukannya proses pengalengan makanan yang dapat memperpanjang masa simpan
produk pangan beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Beberapa keuntungan dari proses pemanasan atau pemasakan ini adalah
terbentuknya tekstur dan cita rasa khas dan disukai; rusaknya atau hilangnya beberapa
komponen anti gizi (misalnya protein terdenaturasi); terbunuhnya mikroorganisme sehingga
meningkatkan keamanan dan keawetan pangan; menyebabkan inaktifnya enzim-enzim
perusak, sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan. Dua faktor yang harus
diperhatikan dalam pengolahan dengan panas yaitu : (1) jumlah panas yang diberikan harus
6. Widyaiswara Muda Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu 6
cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan mikroba patogen dan (2) jumlah panas
yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa makanan.
Jumlah panas yang diberikan dalam proses pengolahan pangan tidak boleh lebih
dari jumlah minimal panas yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba yang dimaksud.
Dalam proses pemanasan ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu jika suhu yang
digunakan rendah maka waktu pemanasan harus lebih lama, sedangkan jika suhu tinggi
waktu pemanasan singkat. Sebagai contoh misalnya jumlah panas yang diterima bahan jika
kita memanaskan selama 10 jam di dalam air mendidih (100 ºC) kira-kira sama dengan
memanaskan bahan tersebut selama 20 menit pada suhu 121 ºC.
Beberapa produk olahan daging menggunakan bahan selain daging sebagai
tambahan yang akan menentukan kualitas produk. Produk-produk yang menggunakan
bahan lain adalah sosis, bakso, meatloaf, nugget dan lain-lain. Berikut ini adalah jenis dan
fungsi bahan-bahan non daging pada produk olahan daging.
a. Garam, sebagaimana telah disebutkan di atas, garam berperan sebagai pembangkit flavor
dan mengawetkan. Hampir semua produk olahan daging menggunakan garam.
b. Pemanis, biasanya gula. Berperan sebagai pembentuk flavor khas dan menetralisir efek
pengerasan garam serta mengawetkan. Beberapa produk olahan menggunakan gula.
c. Bumbu-bumbu. Digunakan sebagai flavoring dan bersifat mengawetkan, terutama
bawang putih. Hampir semua produk olahan daging menggunakan bumbu-bumbu.
d. Fosfat dalam bentuk sodium tripolifosfat (STPP), berfungsi untuk meningkatkan
kekenyalan produk dan mengurangi pengkerutan daging selama proses pengolahan serta
menghambat oksidasi produk. Beberapa olahan tidak menggunakan fosfat, jadi bersifat
pilihan saja. Tetapi sosis dan bakso menggunakan STPP.
e. Garam sendawa/salpeter, digunakan bila pada produk curing.
f. Bahan extender, pengikat (binder) atau pengisi (filler). Bahan-bahan ini biasanya
digunakan pada pembuatan sosis, meatloaf, bakso dan lain-lainnya. Fungsi ketiga bahan
tersebut adalah untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya ikat air produk,
meningkatkan flavor, mengurangi pengkerutan selama pemasakan, meningkatkan
karakteristik irisan produk dan mengurangi biaya formulasi. Bahan extender biasanya
adalah adalah tepung sereal dari gandum, barley, jagung atau padi; ekstrak pati dari
tepung sereal atau dari kentang; dan sirup jagung. Penambahan bahan extender ini akan
memperbesar volume dan berat serta komposisi produk olahan. Bahan binder adalah
bahan bukan daging yang mampu meningkatkan daya mengikat air dan emulsifikasi
lemak. Bahan-bahan ini adalah bahan yang mengandung protein tinggi, bisa berupa
produk susu kering maupun tepung kedelai. Bahan filler biasanya adalah bahan yang
7. Widyaiswara Muda Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu 7
mampu meningkatkan daya mengikat air produk tetapi kecil pengaruhnya terhadap
emulsifikasi lemak. Bahan-bahan ini adalah bahan-bahan yang mengandung karbohidrat.
Bahan extender dan filler seringkali sama saja. Bahkan ketiga istilah tersebut juga sering
dicampur baurkan karena semua bahan tersebut juga memiliki fungsi ketiga-tiganya.
Daftar Pustaka
Anonim, 1993. Karkas dan Bagian-bagiannya. Lembar Informasi Pertanian Vol. 1, Balai
Informasi Pertanian DKI Jakarta
Badan Standarisasi Nasional, 2008. SNI 3932. Mutu Karkas dan Daging Sapi. Jakarta
Belitz H.D and W. Grosch, 1987, Food Chemistry. Translation from The 2nd German Edition
by D. Hadziyef, Springer Verlag, Berlin
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton. 1986. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari
Purnomo dan Adiono, U.I. Press. Jakarta
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging, Penerjemah A. Parakkasi, Penerbit UI-Press, Jakarta.
Purnomo, H., 1996. Dasar-Dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT Grasindo. Jakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.