SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
115
PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika
PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN
Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jl A. Yani No. 70 Bogor 16161
Naskah masuk : 8 Agustus 2011 Naskah diterima : 30 September 2011
ABSTRACT
This paper describes roles of farmers’ groups in agricultural technology application. A farmers’ group is
defined as a group of farmers informally consolidate themselves based on their common goals in farming
activities. Initial spirit of establishing a farmers’ group is to strengthen farmers’ bargaining position, especially in
terms of collective purchasing of farm inputs and selling their agricultural products efficiently. Indonesia has a long
experience in formation of farmers’ groups since Mass Intensification (BIMAS) and Special Intensification (INSUS)
were launched in 1970s-1980s. Currently, most of farmers groups in Indonesia are not formed by farmers
themselves, but they are mostly formed as a response to the government program that requires farmers to
become members of a farmers’ group. Most of government support for farmers, such as distribution of subsidized
fertilizer, agricultural extension, subsidized farm credits and other programs are distributed to farmers’ group or
farmers’ groups association. Introduction and promotion of a new technology is also delivered through farmers’
groups. Thus, the roles of a farmers’ group are not only as the means of distributing government assistance and
extension services, but also as the agent for new technology adoption.
Key words : farmers, farmers’ group, technology, adoption
ABSTRAK
Makalah ini merupakan tinjauan (review) dari berbagai literatur dan hasil penelitian terdahulu, ditujukan
untuk mendeskripsikan peran kelompok tani dalam penerapan teknologi pertanian. Kelompok tani didefinisikan
sebagai sekelompok petani yang secara informal mengkonsolidasi diri berdasarkan kepentingan bersama dalam
berusahatani. Semangat awal pembentukan kelompok tani adalah untuk memperkuat posisi tawar, terutama
dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil secara kolektif. Indonesia mempunyai pengalaman
panjang pembentukan kelompok tani, sejak diluncurkannya program BIMAS, INSUS dan Supra Insus di era
1970-an dan 1980-an. Saat ini kebanyakan kelompok tani di Indonesia tidak lagi dibentuk atas inisiatif petani
dalam memperkuat diri, melainkan kebanyakan merupakan respon dari program-program pemerintah yang
mengharuskan petani berkelompok. Umumnya program-program bantuan pemerintah seperti: penyaluran pupuk
bersudsidi, penyuluhan teknologi pertanian, kredit usahatani bersubsidi, dan program-program lain disalurkan
melalui kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan). Petani yang ingin mendapat teknologi baru dan
berbagai program bantuan pemerintah harus menjadi anggota kelompok atau anggota Gapoktan. Dengan
demikian, peran kelompok tani tidak hanya sebagai media untuk menyalurkan bantuan-bantuan pemerintah,
tetapi juga sebagai agen penerapan teknologi baru.
Kata kunci : petani, kelompok tani, penerapan, teknologi
PENDAHULUAN
Secara filosofis, kelompok tani di-
bentuk untuk memecahkan permasalahan
yang dihadapi petani yang tidak bisa diatasi
secara individu. Sadjad (2010) mengungkap-
kan bahwa pembentukan kelompok tani
merupakan proses pewujudan pertanian yang
terkonsolidasi (consolidated agriculture),
116
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128
sehingga bisa berproduksi secara optimal dan
efisien. Sebab dengan pertanian terkonsolidasi
dalam kelompok tani, pengadaan sarana
produksi dan penjualan hasil bisa dilakukan
secara bersama. Dengan demikian, volume
sarana produksi yang dibeli dan volume hasil
yang dijual menjadi lebih besar, sehingga
biaya pangadaan per satuan sarana dan
pemasaran per satuan hasil menjadi lebih
rendah. Rasionalisasi usahatani yang menge-
jar efisiensi dan nilai tambah ini akan
mereduksi petani tradisional. Darajat (2011),
mengungkapkan bahwa kelompok tani meru-
pakan salah satu upaya pemberdayaan petani
untuk meningkatkan produktivitas, penda-
patan, dan kesejahteraan petani.
Demikian juga diseminasi teknologi
pertanian kepada petani akan lebih efisien jika
dilakukan pada kelompok tani, karena dapat
menjangkau petani yang lebih banyak dalam
satuan waktu tertentu. Karena kelompok tani
dianggap sebagai organisasi yang efektif untuk
memberdayakan petani, meningkatkan pro-
duktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan
petani dengan bantuan fasilitasi pemerintah
melalui program dari berbagai kebijakan
pembangunan pertanian, maka perlu dikaji
pula perannya dalam mempercepat penerapan
teknologi. Keberadaan kelompok tani sejak
awal dimaksudkan sebagai wahana pember-
dayaan petani. Dalam perkembangannya ber-
bagai intervensi yang dilakukan pemerintah,
pada banyak kasus justru memperlemah
kemandirian kelompok tani.
Adanya inkonsistensi kebijakan dalam
penanganan kelompok tani, telah membuat
kelembagaan ini berada dalam posisi sulit.
Pada sisi lain semakin banyaknya petani yang
masuk katagori ”part–time farmer” menyebab-
kan kegiatan kelompok tidak bisa berjalan
ideal. Ke depan diperlukan berbagai peru-
bahan pendekatan dalam penanganan kelom-
pok tani. Perubahan tersebut terutama terkait
dengan konsistensi dan sinergi yang
menguatkan.
Bagaimana hal itu akan dilakukan,
artikel ini mengupasnya secara komprehensif
yang diawali dengan sejarah pembentukan
kelompok tani, dan kaitannya dengan kondisi
Indonesia. Pada bagian selanjutnya di analisis
peran kelompok tani dalam penerapan
teknologi serta berbagai masalah dalam
penerapan teknologi serta berbagai masalah
dalam optimalisasi peran kelompok tani ke
depan. Penelahaan dalam tulisan ini didasar-
kan studi pustaka yang komprehensif serta
penajaman dengan mendalami kasus tertentu.
PROFIL SEJARAH PEMBENTUKAN
KELOMPOK TANI DAN
PERKEMBANGANNYA
Profil Sejarah Pembentukan Kelompok Tani
Kelompok tani yang pertama kali di
dunia muncul di Amerika Serikat, tepatnya di
Negara Bagian California. Pada tahun 1922
dua orang petani, John C. Tyler dan Thomas
E. Leavey berpikir bahwa masyarakat petani
dan peternak di perdesaan juga berhak
mempunyai akses terhadap asuransi dari
perusahaan asuransi dan koperasi (Wikipedia,
2011a). Semula pada tahun 1920-an petani
dan peternak di Amerika Serikat berhak atas
asuransi premium dan saling menggadaikan
asuransi untuk memperoleh harga yang tidak
mahal. Sejak itu Tyler dan Leavy bergabung
untuk mendirikan perusahaan asuransi bagi
petani, peternak dan masyarakat perdesaan
lain. Ide awal dari berkelompok tersebut
adalah memudahkan akses terhadap suatu
kebijakan yang penting bagi petani/peternak/-
pekerja perdesaan, yaitu asuransi, pinjaman,
dan keringanan harga sarana produksi. Pesan
dari keberadaan dan fungsi kelompok tani di
California pada dasarnya menjadi mediator
bagi petani individu untuk mengakses
kemudahan dari suatu kebijakan di suatu
negara. Saat ini kelompok yang semula
berjumlah dua orang telah menjadi sebuah
perusahaan asuransi besar di negara bagian
California dengan nama “Farmer Insurance
Group” (Wikipedia, 2011a).
Kelompok tani didefinisikan sebagai
kumpulan orang-orang tani atau petani, yang
terdiri atas petani dewasa, pria dan wanita, tua
dan muda, yang terikat secara informal dalam
suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian
dan kebutuhan bersama serta berada di
lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang
kontak tani (Deptan RI, 1980 dalam
Mardikanto, 1996). Kelompok tani merupakan
kelembagaan tani yang langsung meng-
organisir para petani dalam mengembangkan
usahataninya. Kelompok tani merupakan
organisasi yang dapat dikatakan berfungsi dan
117
PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika
ada secara nyata, disamping berfungsi
sebagai wahana penyuluhan dan penggerak
kegiatan anggotanya. Beberapa kelompok tani
juga mempunyai kegiatan lain, seperti gotong
royong, usaha simpan pinjam dan arisan kerja
untuk kegiatan usahatani (Hermanto, 2007).
Kelompok tani berfungsi menjadi titik
penting untuk menjalankan dan menterjemah-
kan konsep hak petani ke dalam kebijakan,
strategi, dan program yang layak dalam satu
kesatuan utuh dan sebagai wadah
transformasi dan pengembangan ke dalam
langkah operasional. Kelompok tani penting
sebagai wadah pembinaan petani yang
tergabung di dalamnya, sehingga dapat mem-
perlancar pembangunan pertanian (Mosher,
1968 dalam Djiwandi, 1994).
Di era pemerintahan Presiden
Soeharto yang dikenal dengan rezim Orde
Baru, kelompok tani identik dengan sebutan
Kelompencapir, yang artinya kelompok
pendengar, pembaca dan pemirsa. Dalam
perkembangannya kelompencapir menjadi
kelompok pembaca, penulis dan pemikir.
Kelompencapir ini beranggotakan petani dan
nelayan di Indonesia. Pada era tahun 1980-
an kelompok tani mengambil peranan
penting dalam berbagai implementasi kebi-
jakan pemerintah (Wikipedia, 2011b).
Pada masa pemerintahan Soeharto,
kelompok tani sangat nyata sebagai bagian
integral pembangunan pertanian, sebagai
obyek upaya pemberdayaan petani dan
subyek usaha pertanian dalam rangka mening-
katkan produktivitas, pendapatan dan kesejah-
teraannya. Pengalaman menunjukkan, kebera-
daan kelompok tani telah memberikan
sumbangan yang sangat signifikan pada
pencapaian berbagai program pembangunan
pertanian. Kelompok tani makin berperan
sejak tahun 1979, yaitu ketika dilaksanakan
pola intensifikasi khusus (Insus) dengan
menggunakan pendekatan kelompok (Pelita,
2011).
Di tahun 1987, dengan penerapan
pola Supra Insus, dimana intensifikasi
dilakukan atas dasar kerjasama antar
kelompok tani pada hamparan yang lebih luas
maka terjadi penggabungan kelompok yang
ada dalam satu wilayah administratif (desa)
atau yang berada dalam satu aliran irigasi
petak pengairan tersier. Istilah gabungan
kelompok tani (Gapoktan) kemudian dikenal
sebagai wadah kerjasama antar kelompok
tani. Dalam perkembangannya, banyak
program pemerintah untuk petani disalurkan
melalui wadah gapoktan dan kelompok tani,
oleh karena itu pembentukan kelompok tani
diatur dengan surat edaran Menteri Pertanian,
sehingga kelompok tani cenderung menjadi
organisasi formal, mengalami pergeseran dari
kelompok sosial (social group) menjadi
kelompok tugas (task group) (Pelita, 2011).
Pembentukan kelompok tani saat ini
lebih diarahkan kepada kemudahan pelak-
sanaan tugas pemerintah menyalurkan sarana
produksi (saprodi) kepada petani, sehingga
lebih terkoordinasi. Kelompok tani pada awal-
nya dilakukan melalui pendekatan domisili,
namun kemudian dimodifikasi mengikuti
hamparan lahan pertanian. Dua pendekatan
kelompok tani tersebut memiliki keunggulan
dan kelemahan masing-masing. Pengelom-
pokan petani menurut hamparan lahan
pertanian dapat memudahkan penyaluran
saprodi. Kelemahannya adalah usaha untuk
membuat kelompok tani menjadi dinamis
menjadi bersifat krusial dan sering menggangu
kelancaran sarana produksi. Situasi ini terjadi
karena petani yang dikelompokkan menurut
hamparan lahan tidak selalu saling mengenal
satu dengan yang lain (Pelita, 2011).
Fenomena lain menunjukkan selama
periode tahun 1990-an sampai 2000-an telah
terjadi lonjakan jumlah kelompok tani yang
sangat fantastis yang terkategori dalam 37
persen kelompok tani pemula, 37 persen
kelompok lanjut, 22 persen kelompok madya
dan 7 persen kelompok utama. Akan tetapi
peningkatan jumlah kelompok tani yang sangat
fantastis ternyata belum diikuti peningkatan
kualitas, yaitu kelompok tani belum mampu
mandiri dalam berbagai hal seperti dalam
menentukan jenis komoditi usahanya,
menentukan pasar, menentukan mitra usaha,
menentukan harga komoditi dan sebagainya.
Semuanya masih tetap ditentukan dari atas.
Peningkatan jumlah dan kelas kelompok tani
yang sangat luar biasa itu pun ternyata belum
disertai peningkatan pendapatan petani. Na-
mun demikian, peningkatan jumlah kelompok
tani harus dipandang sebagai peningkatan
modal dasar konsolidasi pembangunan
pertanian, terutama dari sisi sumber daya
manusia (Pelita, 2011).
118
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128
Sesuai dengan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 93/Kpts/OT.210/3/1997
tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani-
Nelayan, ”kelompok tani-nelayan” adalah
kumpulan petani-nelayan yang tumbuh
berdasarkan keakraban dan keserasian, serta
kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan
sumberdaya pertanian untuk bekerjasama
meningkatkan produktivitas usahatani dan
kesejahteraan anggotanya. Artinya kelompok
tani merupakan lembaga yang menyatukan
para petani secara horizontal dan dapat
dibentuk beberapa unit dalam satu desa, bisa
berdasarkan komoditas, areal tanam pertanian
dan gender (Syahyuti, 2007).
Gema kelompok lebih didominasi
kelompok tani dibandingkan nelayan. Menurut
Mintoro (1997), kelembagaan nelayan tangkap
juga mengatur kemudahan nelayan memper-
siapkan keperluannya untuk operasi penang-
kapan di laut dan proses pasca tangkap agar
mendapatkan harga jual ikan sebaik-baiknya
dengan pelaku utama adalah nelayan dan
pemilik modal (toke). Toke ini sering
merangkap sebagai pedagang ikan. Artinya
kelompok nelayan juga mempunyai agenda
dan fungsi kerja yang sama dengan kelompok
tani.
Sumber daya manusia dalam kelom-
pok tani tersebut akan terorganisir menjadi
pengurus dan anggota dalam satu manajemen
untuk mengelola sarana produksi pertanian,
alat mesin pertanian, dan input usahatani yang
lain, termasuk jenis teknologi yang akan
digunakan untuk berusahatani, pascapanen
dan pemasaran hasil produksi. Dengan
demikian, fungsi kelompok tani sebagai agent
of change di tingkat petani. Oleh karena itu
petani sebaiknya membentuk dan bergabung
dalam suatu kelompok tani, karena ke-
anggotaan dalam suatu kelompok akan lebih
memudahkan mendapat akses informasi,
kredit, teknologi dan kemudahan dari suatu
kebijakan pemerintah (Kutsiyah et al., 2009).
Perkembangan Kelompok Tani di Indonesia
Keberadaan kelompok tani di Indo-
nesia telah lama ada sebagai lembaga
komunikasi antar petani dalam menjalankan
aktivitasnya. Berikut akan dibahas perkem-
bangan kelompok tani berdasarkan perannya
yang telah mengalami dinamika seiring de-
ngan perubahan rezim pemerintahan.
Secara teoritis, kelompok tani diartikan
sebagai kumpulan petani yang terikat secara
informal atas dasar keserasian dan kepen-
tingan bersama dalam usahatani. Kementerian
Pertanian mendefinisikan kelompok tani
sebagai kumpulan petani/peternak/pekebun
yang dibentuk atas dasar kesamaan
kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan
(sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban
untuk meningkatkan dan mengembangkan
usaha anggota. Idealnya, kelompok tani
dibentuk oleh dan untuk petani, guna
mengatasi masalah bersama dalam usahatani
serta menguatkan posisi tawar petani, baik
dalam pasar sarana maupun pasar produk
pertanian. Organisasinya bersifat non-formal,
namun dapat dikatakan kuat, karena dilandasi
kesadaran bersama dan azas kekeluargaan
(Anonimous, 2009).
Rezim Orde Baru
Selama pemerintahan Soeharto, 1965-
1997, istilah dan keberadaan petani akrab
dengan masyarakat Indonesia. Program
pertanian pemerintah banyak dimplementasi-
kan dan dilakukan dengan melibatkan kelom-
pok tani, sehingga Indonesia memiliki
pengalaman panjang tentang pembentukan
kelompok tani. Ini dimulai pada tahun 1979
ketika program Intensifikasi Khusus (Insus)
diluncurkan. Insus adalah modifikasi perbaikan
program Bimbingan Massal (BIMAS), dengan
menyertakan inovasi sosial yaitu membentuk
dan mendorong kelompok tani untuk mela-
kukan kegiatan usahatani secara berkelom-
pok. Dalam praktek ini, sebuah kelompok tani
yang terdiri dari 50 sampai 100 petani
mencakup areal seluas 25 sampai 50 ha,
didorong untuk bekerja sebagai unit organi-
sasi, dimana perencanaan dan pengambilan
keputusan usahatani dilakukan oleh kelompok.
Lembaga pendamping dari pemerintah adalah
memfasilitasi dan melayani bila diperlukan
(Affandi, 1985 dalam Darwanto 1993).
Ide awal pembentukan kelompok tani,
selain untuk mempermudah pelaksanaan
program Insus, juga untuk meningkatkan
posisi tawar petani melalui pembelian input
kolektif untuk menjadi lebih efisien, melakukan
sinkronisasi sistem tanam, pengendalian hama
119
PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika
bersama, serta pemasaran produk secara
kolektif. Semua kegiatan penyuluhan dan
promosi dari program pemerintah diberikan
kepada kelompok. Pada tahun 1987
pemerintah Indonesia meluncurkan program
Supra Insus, dimana intensifikasi dilakukan
atas dasar kerjasama antar kelompok tani
dalam hamparan yang sama. Beberapa
kelompok tani kemudian digabung dalam satu
wadah kerjasama, yaitu Gabungan Kelompok
Tani, disingkat dengan Gapoktan. Namun
disayangkan adanya perubahan paradigma
kelompok tani dari kelompok sosial menjadi
kelompok formal yang kemudian berkembang
menjadi kelompok tugas (task groups). Tujuan
utama pembentukan kelompok tani adalah
untuk mempermudah pelaksanaan program-
program pemerintah, seperti penyaluran pupuk
bersubsidi, penyuluhan pertanian, dan
program lainnya (Darajat, 2011).
Rezim Reformasi
Dalam perkembangan selanjutnya,
sebagian besar kelompok tani di Indonesia
tidak dibentuk oleh dan untuk petani,
melainkan lebih banyak merupakan respon
dari program-program pemerintah yang
mengharuskan petani berkelompok. Hampir
semua program bantuan pemerintah untuk
petani disalurkan melalui kelompok tani. Oleh
karena itu, petani disyaratkan untuk berkelom-
pok menjadi kelompok tani formal. Kelompok
tani ini menjadi alat untuk mendistribusikan
berbagai bentuk bantuan dan sekaligus seba-
gai wadah untuk berinteraksi antar peserta
program dan dengan petugas pelaksana
program. Sampai saat ini berbagai kebijakan
pembangunan pertanian masih menjadikan
kelompok formal sebagai keharusan, jika ingin
menjadi peserta dari program yang
mengandung bantuan untuk petani (Syahyuti,
2009).
Dalam program Supra Insus, penyu-
luhan tentang intensifikasi padi, khususnya
promosi penggunaan varietas unggul, peng-
gunaan pupuk, dan pengendalian hama
menggunakan pestisida diberikan melalui
kelompok tani. Untuk mempercepat implemen-
tasi program intensifikasi padi, terutama Supra
Insus, pemerintah Indonesia memberikan
petani kredit usahatani untuk produksi padi
yang disebut Kredit Usaha Tani (KUT). Kredit
tersebut adalah kredit bersubsidi yang
diberikan dalam bentuk sarana produksi, biaya
persiapan lahan, dan biaya hidup. Kredit
disalurkan melalui koperasi unit desa (KUD)
sebelum ke kelompok tani (Swastika, 1995).
Hanya petani anggota kelompok yang diberi
kredit bersubsidi tersebut. Kondisi ini
mendorong tiap desa membentuk kelompok
tani agar dapat memanfaatkan fasilitas
bantuan pemerintah. Tidak mengherankan jika
pada tahun 2006 telah terbentuk sedikitnya
293.568 kelompok tani di seluruh Indonesia
dan sekitar 3.000 Gapoktan (Budhi dan
Aminah, 2009).
PERAN KELOMPOK TANI DALAM
PENERAPAN TEKNOLOGI
PERTANIAN
Keunggulan Kelompok sebagai Wadah
Kerjasama
Ketua kelompok beserta anggotanya
merupakan komponen penting tergantung
pada ukuran, fungsi dari kelompok tersebut
(Stockbridge et al. 2003). Namun, yang
terpenting adalah partisipasi anggota sebagai
pemilik organisasi, pelaku kerjasama antara
kelompok dengan pemerintah maupun pihak
swasta dalam bentuk kemitraan, plasma atau
skim yang lain. Apabila anggota kelompok
tidak aktif berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok, maka kelompok tersebut
kemungkinan akan gagal mencapai tujuan
kelompok (Stockbridge et al., 2003) karena
kelompok tani merupakan gabungan antara
pemilik, manajer, nasabah dan pekerja yang
pada hakekatnya adalah anggota kelompok itu
sendiri (Gambar 1).
Berdasar Gambar 1, dijelaskan bahwa
peran kelompok adalah mendorong pem-
bangunan ekonomi melalui: (1) apabila
terdapat resiko yang dihadapi kelompok, maka
kelompok dapat memanfaatkan kekuatan
dalam mengurangi enefisiensi dalam lembaga
sosial dan perubahan teknologi dan (2) bila
kelompok dipantau oleh petani anggota yang
minatnya terhadap perubahan sosial secara
efisien, maka banyak perubahan dapat dicapai
dengan melibatkan proses kecil sampai
dengan besar serta tahap-tahap pencapaian
tujuan.
120
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128
Meskipun pustaka teori kerjasama
kelompok terbatas, menurut teori di atas, maka
keberadaan kelompok tani sangat penting.
Pemerintah dan pihak swasta dapat
bekerjasama dengan petani anggota dengan
menjalin kemitraan. Artinya, kerjasama dalam
bentuk apa pun diharapkan dapat mengungkit
peran serta aktif kelompok untuk meningkat-
kan taraf ekonomi atau kesejahteraan
kelompok. Le Vay (1982) mengulas bahwa
koperasi dan organisasi/kelompok yang
bertujuan untuk mencapai keuntungan akan
melibatkan anggotanya untuk mencapai
tujuan. Artinya, kemampuan kelompok untuk
meningkatkan modal melakukan kerjasama
adalah nyata. Bahkan, secara ekonomis,
kelompok tani pun dapat diasumsikan sebagai
suatu perusahaan swasta dengan tujuan
jangka panjang untuk memaksimalkan
keuntungan. Peran informasi dan teknologi
merupakan modal untuk mencapai tujuan
tersebut. Oleh karena itu, kelompok tani meru-
pakan pelaku perubahan, termasuk teknologi.
Kelompok tani merupakan bentuk
kerjasama yang tepat untuk kegiatan yang
melibatkan penggunaan alat dan mesin
pertanian, kerjasama pengolahan dan pema-
saran hasil dan penguatan modal kerja
(Wikipedia, 2011a). Pengolahan dan pema-
saran hasil pertanian hanya dapat dilakukan
apabila petani dalam kelompok tersebut
terlibat dalam penggunaan teknologi. Hal ini
mengindikasikan bahwa kelompok tani efektif
dimanfaatkan untuk alih teknologi.
Peran Kelompok Tani dalam Penerapan
Teknologi
Teknologi yang diintroduksikan kepada
kelompok merupakan pengungkit (leverage)
dimensi infrastruktur dan teknologi kelompok,
namun kelompok tani bukan merupakan
leverage dimensi hukum dan kelembagaan
(Suyitman et al., 2009). Pada umumnya
pengaruh penggunaan teknologi baru terhadap
peningkatan produktivitas tidak diragukan lagi,
misalnya produktivitas meningkat dengan
pesatnya adopsi benih unggul (Gunawan et
al., 1989, Soentoro, 1989). Kelangkaan relatif
suatu sumberdaya terhadap sumberdaya lain
membimbing masyarakat untuk menciptakan
teknologi baru, artinya lembaga pasar yang
menentukan arah dan laju perkembangan
teknologi. Campur tangan dari pemerintah
terhadap lembaga pasar selalu ada menurut
norma yang dianut dan tujuan tertentu yang
hendak dicapai dalam arah dan laju
pengembangan teknologi (Gunawan et al.,
1989).
Berbagai teknologi pertanian seperti:
pengaturan waktu tanam, pergiliran jenis
tanaman dan varietas, tata air, pengendalian
Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi/Kelompok, (Handy, 1999 dalam
Stockbridge et al., 2003).
121
PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika
organisme pengganggun tanaman (OPT),
konservasi tanah dan air, dan sebagainya
hanya efektif diterapkan jika dilakukan
bersama-sama oleh anggota kelompok tani.
Sebab, jika hanya dilakukan oleh petani
secara individu, tanpa ada konsolidasi dengan
petani lain, tidak akan memberikan hasil yang
diharapkan (Muis et al. 2008).
Dalam beberapa program nasional
dari Kementerian Pertanian, misalnya Prima
Tani, kelompok tani difungsikan sebagai
praktisi penerapan teknologi dalam suatu
sistem inovasi ‘tahap awal penumbuhan
(Simatupang, 2004). Aliran pengetahuan dan
informasi (diseminasi) teknologi yang
bersumber dari hasil penelitian disampaikan
melalui penyuluh. Petani dan kelompoknya
diposisikan sebagai praktisi agribisnis
penerima atau pengguna teknologi tersebut.
Memasuki tahap pemantapan, peran kelompok
tani adalah menggerakkan anggotanya dalam
mengadopsi teknologi yang telah menjadi
barang publik, sehingga menjadi masukan
bagi lembaga penelitian yang menghasilkan
teknologi untuk menumbuhkan dan
mengembangkan teknologi tersebut menjadi
usaha komersial. Dalam tiga tahapan sistem
inovasi teknologi Prima Tani, jelas peran
kelompok tani adalah sebagai baromater
keberhasilan suatu inovasi teknologi dengan
keberhasilan umpan balik adopsi kelompok
kepada pihak penyedia teknologi untuk
melanjutkan ke tahap inovasi yang lebih maju.
Kelompok tani yang ada saat ini
menunjukkan banyak peran penting dalam
penyelenggaraan program pembangunan
pertanian. Pembentukan Sarjana Membangun
Desa sebagai pendamping kelompok tani
ternak menunjukkan hasil yang cukup baik.
Kelompok tani yang memperoleh bantuan
selain menjalankan program pemerintah juga
melakukan percobaan pola pemberian pakan
pada ternak dengan bahan yang tersedia di
sekitar lokasi setempat. Kelompok tani ternak
menjadi lebih komersial dengan mengusaha-
kan pembuatan pupuk organik berbahan baku
limbah padat dan cair ternak. Selain melaku-
kan pembuatan pupuk organik kelompok tani
ternak juga mengaplikasikan instalasi biogas,
sehingga kelompok tani ternak mendapat
tambahan pendapatan dan penurunan biaya
operasional rumah tangga. Bahkan peternak
yang berprofesi sebagai petani dapat meng-
integrasikan usahatani dengan ternak dengan
cara memanfaatkan pupuk organik untuk
tanaman dan memberi pakan ternak dari
limbah tanaman. Pola ini sudah banyak
diadopsi dan diduplikasi di berbagai wilayah
Indonesia. Artinya, kelompok tani berperan
pula dalam memajukan teknologi dari yang
bersifat sederhana sampai yang komplek.
Kemajuan teknologi itu penting, namun
lebih penting lagi jika diperoleh dari hasil
penelitian. Teknologi dan penelitian tidak dapat
dilepaskan dalam proses produksi, karena
keduanya merupakan faktor produksi dalam
perkembangan sektor pertanian secara
agregat (Hutabarat, 1999). Umpan balik dari
petani anggota kelompok yang mengadopsi
teknologi merupakan masukan yang baik
untuk penelitian teknologi selanjutnya. Karena
dalam proses alih dan adopsi teknologi, tidak
ada suatu teknologi pun yang cocok
diterapkan di semua lokasi dan memberi hasil
memuaskan, sehingga perlu penyuluhan untuk
membawa hasil-hasil penelitian dan teknologi
terbaru kepada kelompok yang lain. Hal ini
penting untuk menghindari resiko awal adopsi
tetapi juga tidak terlambat dalam menangkap
peluang pasar (Hutabarat, 1999).
Basuno (2003) menyebutkan bahwa
optimalisasi proses diseminasi paket teknologi
di masa depan masih perlu banyak pem-
benahan, terutama berkaitan dengan
pembagian peran secara tegas antara peneliti
dan penyuluh. Kedua motor penggerak proses
penyampaian teknologi kepada petani melalui
kelompok tersebut juga harus didukung oleh
fasilitas penunjang kegiatan agar dapat lebih
fokus dan mencapai sasaran, yaitu teknologi
tepat guna bagi kelompok atau petani sasaran.
Teknologi pertanian yang didiseminasikan
kepada sejumlah petani atau kelompok tani
harus diterima kelompok yang bersangkutan
dan disebut sebagai masa kritis teknologi.
Apabila masa kritis tidak tercapai maka
teknologi tidak akan diadopsi dan hilang begitu
saja.
Agar adopsi teknologi dapat berlanjut,
jumlah orang dalam kelompok yang meng-
adopsi dengan berhasil harus mencapai masa
kritis disertai persyaratan berupa tersedianya
masukan-masukan pertanian yang dibutuhkan
secara berkelanjutan. Keberlanjutan teknologi
tersebut ditunjukkan oleh penggunaan tekno-
logi secara terus-menerus sampai teknologi
122
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128
tersebut kehilangan manfaatnya atau sampai
ditemukan teknologi baru yang lebih baik untuk
menggantikannya (Basuno, 2003). Untuk
meningkatkan indek dan status keberlanjutan
teknologi perlu penyebarluasan dan diseminasi
teknologi melalui kursus, pelatihan dan
penyuluhan pertanian yang di Indonesia
umumnya diberikan kepada kelompok tani
(Suyitman et al. 2009).
Efektivitas penggunaan teknologi di
tingkat petani melalui pemberdayaan kelom-
pok secara partisipatif berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan luas panen, misalnya
kasus teknologi kincir air non tradisional dalam
mendukung program swasembada pangan di
Sumatera Barat (Putri dan Pamekas, 2011).
Dewasa ini, dimana isu perubahan iklim
hangat dibicarakan oleh banyak kalangan,
keterlibatan kelompok tani sebagai pelaku di
lapangan yang berhadapan langsung dengan
risiko dan dampak negatif perubahan iklim
harus diperhatikan. Pembentukan forum
diskusi iklim akan mampu merevitalisasi
lembaga-lembaga terkait (penelitian, penyu-
luhan) serta kelompok tani. Informasi dari
kelompok tani diharapkan dapat memberi
informasi iklim yang berkualitas baik, karena
bersumber dari pihak yang berkepentingan
(Pasaribu, 2007). Artinya, teknologi juga dapat
diciptakan berdasarkan masukan dari petani
atau kelompok tani berdasarkan pengalaman,
sehingga menjadi referensi peneliti untuk
mengembangkan teknologi yang ada guna
mengantisipasi kejadian di masa mendatang
dengan lebih baik.
POTENSI DAN KENDALA KELOMPOK TANI
DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI DAN
PROSPEKNYA
Untuk memprediksi prospek kelompok
tani dalam penerapan teknologi, diperlukan
informasi tentang potensi dan kendala terkait
dengan proses tersebut.
Potensi
Secara ekonomis diperkirakan petani
yang menguasai asset besar akan lebih
responsif terhadap teknologi baru (Gunawan et
al., 1989). Petani dalam satu kelompok
hamparan lahan akan memperoleh manfaat
teknologi baru lebih dulu dibandingkan dengan
petani perorangan dengan asset lahan sempit.
Petani dalam kelompok sebagai pelaku inovasi
yang akan menggunakan teknologi umumnya
patuh pada kesepakatan kelompok. Nilai
positif dari aspek tersebut akan mendorong
kelompok untuk mengadopsi inovasi teknologi
guna meningkatkan kesejahteraan kelompok
dan anggotanya.
Pendekatan konsolidasi lahan dalam
satu kelompok dapat dilakukan untuk
menghindari polarisasi kepemilikan lahan
garapan di pedesaan seperti pola dalam
program supra insus, sehingga terbentuk
satuan unit usaha kelompok yang relatif luas
(Rachman, 1989a). Pola ini merupakan pola
permberdayaan masyarakat dalam suatu
kelompok dan merupakan salah satu model
penguatan modal sosial yang berguna untuk
perbaikan pengelolaan usahatani di pedesaan
(Pranadji, 2006). Tata nilai yang dihayati,
kompetensi sumber daya manusia, manaje-
men sosial, keorganisasian masyarakat,
struktur sosial, dan kepemimpinan yang baik
merupakan elemen penting modal sosial.
Pemahaman individu anggota yang berkonsoli-
dasi dalam kelompok serta penggarapan
lahannya akan menghasilkan persepsi yang
seragam dan memperkuat kelompok untuk
mewujudkan nilai-nilai positif dari adopsi
teknologi.
Teknologi mampu mendorong peru-
bahan tatanan kelembagaan di pedesaan dan
perubahan kelembagaan akan berdampak
pada struktur tenaga kerja dan pendapatan
masyarakat pedesaan (Gunawan et al. 1989).
Artinya perubahan teknologi akan meng-
akibatkan redistribusi pendapatan usahatani.
Pemilihan inovasi pertanian yang tepat guna
(good innovation) akan meningkatkan minat
petani untuk menggunakan teknologi yang
diintroduksikan (Musyafak dan Tatang, 2005).
Inovasi baru tersebut harus didampingi dengan
penyuluhan yang efektif, sehingga adopsi
teknologi akan mencapai sasarannya dan
tenaga penyuluh pertanian dapat diberdaya-
kan secara optimal.
Kelompok tani yang sudah tidak asing
dengan fungsi traktor dan mempunyai kemam-
puan finansial yang cukup dapat mendorong
laju adopsi teknologi dengan mengembangkan
usaha penyewaan traktor dengan upah
borongan per luas lahan. Rachman (1989b)
123
PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika
mengungkapkan bahwa berkembangnya sis-
tem upah borongan dapat mengontrol
kelebihan tenaga kerja, menciptakan lapangan
kerja, dan kelompok yang menguasai teknologi
tertentu menerima pekerjaan tersebut. Traktor
yang disewakan dapat diperoleh dari pem-
belian secara kredit atau tunai dari modal
kelompok.
Dipilihnya kelompok tani sebagai
pengelola traktor tangan bantuan atau kredit,
agar skala ekonomi usaha jasa alat tersebut
mudah tercapai melalui pengolahan lahan milik
anggota, sehingga kelompok tani secara
bersama dapat menyelenggarakan aktivitas
ekonomi dan sosial yang saling menguntung-
kan. Salah satu peran kelompok tani dalam
pengembangan traktor tangan yang diadopsi
adalah makin meningkatnya penyebaran
bantuan traktor roda dua yang sebagian besar
berasal dari bantuan pemerintah Jepang
melalui program Second Kennedy Round (
Susilowati et al. 1997).
Munculnya lembaga pembiayaan
usahatani (kredit) dan pemasaran yang dapat
diakses kelompok tani dan petani merupakan
pendorong kelompok tani untuk melanjutkan
usahatani yang telah dikelola menggunakan
teknologi yang telah diadopsi. Peningkatan
kelembagaan permodalan sangat diperlukan,
karena permodalan merupakan aspek yang
paling lemah dan belum dapat diakses secara
merata oleh petani (Sudaryanto dan Adang,
2003). Dukungan modal dan akses terhadap
informasi teknologi besar pengaruhnya dalam
meningkatkan kinerja kelompok. Kemudahan
mengakses modal mendorong petani untuk
menggunakan teknologi yang umumnya perlu
investasi atau padat modal. Inovasi teknologi
pada umumnya bertujuan memperbaiki
kualitas dan produktivitas serta pada gilirannya
akan memperkuat lembaga kelompok tani dari
sisi ekonomi.
Kendala
Kemajemukan budaya dan tata nilai
masyarakat Indonesia yang demikian besar
menciptakan persepsi yang berbeda terhadap
introduksi teknologi baru. Di daerah dengan
budaya masyarakat yang tidak mengenal
buruh (termasuk buruh tani), misalnya suku
Bugis, akan cenderung mempertahankan cara
sambat-sinambat, sehingga kelompok yang
mengadopsi teknologi terbatas pada kelompok
yang mengalami keterbatasan tenaga kerja
(Gunawan et al., 1989). Misalnya transmigran
yang memerlukan tambahan tenaga kerja
untuk mengerjakan lahannya yang relatif luas
(2,5 ha/KK), akan lebih tertarik untuk ber-
kelompok dari pada mengerjakan sendiri.
Namun, etos kerja dan profesiona-
lisme pengurus kelompok tani yang masih
rendah dalam mengelola organisasi menjadi
kendala dalam memajukan kelompok tani.
Yani (2009) mengungkapkan bahwa rendah-
nya kesadaran anggota kelompok untuk
mempertahankan kelompoknya agar tetap
utuh dan solid, merupakan kendala yang
sering dihadapi oleh suatu kelompok.
Pemberdayaan petani menjadi sangat penting
dalam pembangunan pertanian saat ini dan
masa-masa yang akan datang. Pemberdayaan
petani akan mengarah pada kemandirian
petani dalam berusahatani. Kemandirian
petani dapat ditumbuhkembangkan dalam
suatu kegiatan kelompok. Dalam penyuluhan
pertanian, pendekatan kelompok merupakan
metode yang efektif digunakan.
Penyuluhan merupakan proses mem-
beri pelajaran pada petani melalui kelompok.
Fungsi kelompok di antaranya sebagai forum
belajar, wahana kerjasama, dan unit produksi
usahatani. Dalam proses pengambilan kepu-
tusan untuk terlibat dalam kegiatan kelompok
sangat terkait pada persepsi seseorang
terhadap kelompoknya. Persepsi yang benar
terhadap suatu objek sangat diperlukan,
karena persepsi merupakan dasar pemben-
tukan sikap dan perilaku (Yani, 2009).
Misalnya dalam kasus perbaikan pengelolaan
agroekosistem lahan kering di pedesaan,
kerusakanan tata nilai masyarakat pedesaan
menjadi faktor penting penyebab terjadinya
ketidakberdayaan masyarakat dan kemero-
sotan agroekosistem lahan kering setempat.
Upaya perbaikan tidak saja perlu disejajarkan
dengan pemberdayaan masyarakat, namun
juga perlu diintegrasikan dengan transformasi
sosial budaya dan perekonomian pedesaan
(Pranadji, 2006) yang bersifat majemuk.
Pendekatan masyarakat pertanian,
yaitu petani, yang berlandaskan tipologi
kemajemukan masyarakat dan diiringi dengan
pemahaman dan apresiasi terhadap kearifan
lokal (local wisdom) setempat untuk mengen-
dalikan alih fungsi lahan lebih diminati
124
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128
masyarakat. Strategi ini bertumpu pada parti-
sipasi masyarakat dengan melibatkan peran
serta aktif pihak yang berkepentingan, ter-
masuk petani dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, hingga penilaian, diiringi dengan
sosialisasi dan advokasi (Iqbal dan
Sumaryanto, 2007). Dalam kasus ini, tampak
bahwa kelompok tani mengambil bagian
penting tidak saja dalam teknologi konservasi
lahan, namun juga strategi mengendalikan alih
fungsi lahan secara partisipatif. Lembaga
kelompok tani akan banyak berperan dalam
mendorong anggotanya agar aktif melaksana-
kan cara berusahatani yang baik, sehingga
dapat menahan laju konservasi lahan. Apabila
pemberdayaan kelembagaan masyarakat,
misalnya kelompok tani, dapat diwujudkan
maka perbaikan pengelolaan sumber daya
yang lain (air dan lahan) untuk memantapkan
ketahanan pangan akan relatif mudah terwujud
(Pranadji, 2005).
Suradisastra et al. (2009) mengung-
kapkan bahwa evolusi kelembagaan terjadi
karena pengaruh faktor pendorong internal
(pushing factor) yang menstimulasi anggota
kelembagaan untuk berubah sikap ke arah
yang berbeda dengan kondisi saat itu, sesuai
dengan kebutuhan anggota. Keberadaan
faktor penarik eksternal (pulling factor)
mempercepat proses evolusi kelembagaan ke
arah yang diharapkan masyarakat. Penye-
rasian strategi kelembagaan sosio-teknis
tradisional ke lembaga ekonomi modern harus
mempertimbangkan proses reposisi peran
pengurus dan struktur organisasi. Oleh karena
itu diperlukan langkah pembinaan dan
perumusan model kelembagaan yang bersifat
umum, namun strategi implementasinya
bersifat spesifik lokasi. Fungsi kelembagaan
menunjukan keragaman dan bersifat spesifik
lokasi tergantung pada kondisi sosial kelem-
bagaan, ekologi dan ketersediaan teknologi
pendukung.
Budaya dan tata nilai mempengaruhi
sikap petani dalam suatu kelompok tani,
sehingga dalam satuan organisasi dapat
menimbulkan konflik yang menghambat
pemberdayaan kelompok untuk lebih maju dan
kuat. Oleh karena itu penyeragaman persepsi
dalam satu keanggotaan kelompok sangat
penting untuk menghindari konflik internal.
Kekompakan kelompok tani merupakan modal
awal untuk mempercepat proses adopsi
teknologi termasuk pengendalian konservasi
lahan dan dampak perubahan iklim.
Keterbukaan pasar tenaga kerja dan
meningkatnya mobilitas tenaga akan dapat
mengakibatkan kelangkaan tenaga kerja
dalam kelompok. Sebab individu anggota
kelompok dimungkinkan bermigrasi ke kota
untuk bekerja di sektor di luar pertanian. Pada
bagian ini diperlukan peran tenaga penyuluh
untuk memotivasi dan memberi edukasi
kepada petani agar tidak mudah menyerah
bekerja di sektor pertanian. Di lain pihak,
penyuluh juga perlu dedikasi tinggi dan
berempati kepada nasib petani dalam
melakukan tugasnya menyampaikan pesan
teknologi dan target sasaran yang akan dituju
(Musyafak dan Tatang, 2005). Fenomena
terkini dimana kelompok tani bermunculan dan
digunakan sebagai “alat“ mencairkan dana dari
pemerintah tanpa proses evaluasi dan
pendampingan secara berkelanjutan akan
menimbulkan ketergantungan individu maupun
kelompok tani kepada bantuan, mengeliminasi
sikap kemandirian petani.
Sejati et al. (2002) berpendapat bahwa
pembangunan pertanian di pedesaan belum
pernah fokus pada teruwujudnya struktur dan
keorganisasian masyarakat pedesaan yang
sehat. Struktur dan keorganisasian ekonomi
pedesaan yang ada dewasa ini tidak memberi
kemungkinan yang cukup berarti bagi
terwujudnya perekonomian pedesaan yang
kuat dan memiliki kemandirian yang tinggi.
Lebih lanjut, strategi keorganisasian masya-
rakat pedesaan dalam bingkai pembangunan
nasional dan dikendalikan pemerintah pusat,
lebih dipandang sebagai instrumen untuk
melancarkan program pembangunan fisik atau
budaya material. Dua hal yang penting dalam
menyiapkan keorganisasian ekonomi berbasis
sumberdaya agraris setempat adalah : (1)
mengefisienkan sistem usahatani melalui
pembenahan kelembagaan pertanahan dan
pelayanan permodalan; (2) memperbaiki
keorganisasian agribisnis untuk menciptakan
nilai tambah bagi masyarakat pedesaan.
Di lain pihak, ketidakjelasan posisi
tenaga penyuluh menghambat fungsi pela-
yanan penunjang (delivery system) dan
menghapus ‘good will transfer’ penyuluh untuk
menyampaikan teknologi pertanian kepada
kelompok dan petani. Penyuluh banyak yang
kehilangan fungsinya bila bergabung dalam
125
PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika
struktur manajemen pemerintah. Sedangkan
penyuluh yang mempertahankan eksistensinya
terkendala dengan bias anggaran kegiatan
pengkajian, sehingga tidak tertarik lagi dengan
kegiatan deseminasi teknologi, sehingga
beberapa penyuluh beralih profesi sebagai
tenaga pengkaji atau peneliti. Pemanfaatan
keberadaan kelompok tani untuk tujuan politis
dan ketidakpastian posisi penyuluh pertanian
dapat menciptakan frustasi kelompok dan
berakibat kemandulan kelompok tani (Basuno,
2003).
Prospek
Kondisi saat ini, mengindikasikan
bahwa kelompok tani tidak semua berfungsi
sebagaimana mestinya. Kinerja setiap kelom-
pok tani dalam menjalankan perannya dalam
pembangunan pertanian sangat dipengaruhi
oleh sumberdaya manusia, yaitu anggota
kelompok tani tersebut. Antusias dan keteram-
pilan anggota kelompok dalam merespon dan
mengelola program pemerintah baik yang
berupa bantuan langsung maupun pinjaman
modal sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan program itu sendiri. Dorongan
dan fasilitas dari pemerintah sesungguhnya
hanya pengungkit saja. Oleh karena itu,
kelompok tani akan berhasil menjalankan
perannya bila dapat memaksimalkan fasilitas
yang tersedia yang disediakan pemerintah
maupun yang dimiliki sendiri.
KESIMPULAN
Kelompok tani di Indonesia saat ini
tidak lagi dibentuk atas inisiatif petani dalam
memperkuat diri, melainkan kebanyakan meru-
pakan respon dari program-program pemerin-
tah yang mengharuskan petani berkelompok.
Program-program bantuan pemerintah seperti:
penyaluran pupuk bersudsidi, penyuluhan
teknologi pertanian, kredit usahatani ber-
subsidi, dan program-program lain disalurkan
melalui kelompok tani atau gabungan
kelompok tani (Gapoktan). Oleh karena itu,
petani yang ingin mendapat fasilitas bantuan
program pemerintah harus menjadi anggota
kelompok.
Namun demikian, tidak dapat dipung-
kiri bahwa kelompok tani di Indonesia
mempunyai peran yang sangat vital dalam
penerapan atau adopsi teknologi. Diseminasi
teknologi yang dilakukan baik oleh peneliti dan
penyuluh di Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) maupun penyuluh dari Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) hampir seluruh-
nya melalui kelompok. Kinerja kelompok tani
menjadi barometer keberhasilan penyaluran
inovasi teknologi dari lembaga penelitian
kepada petani.
Kelompok tani juga memainkan ber-
bagai peran, diantaranya sebagai forum
belajar berusahatani dan berorganisasi, waha-
na kerjasama, dan unit produksi usahatani.
Selain itu, kelompok tani juga berperan dalam
memberi umpan balik tentang kinerja suatu
teknologi, sehingga menjadi bahan evaluasi
untuk perbaikan lebih lanjut oleh peneliti.
Potensi yang mempercepat dan mem-
perkuat adopsi teknologi secara berkelanjutan
oleh kelompok tani antara lain adalah: (i)
besarnya jumlah anggota kelompok tani, (ii)
luasnya hamparan lahan sehingga terjadi
konsolidasi lahan usahatani, (iii) kepatuhan
petani terhadap kesepakatan kelompok, (iv)
pemahaman individu anggota yang ber-
konsolidasi dalam kelompok terhadap tujuan
bersama, (v) kesamaan persepsi untuk
mewujudkan nilai-nilai positif dari adopsi
teknologi oleh kelompok, dan (vi) munculnya
lembaga pembiayaan yang dapat diakses
terutama oleh kelompok tani.
Selain potensi, kendala yang dihadapi
oleh kelompok dalam adopsi teknologi antara
lain adalah: (i) kemajemukan budaya mencip-
takan persepsi yang berbeda terhadap
introduksi teknologi baru, (ii) etos kerja dan
profesionalisme pengurus kelompok yang
umumnya masih rendah, (iii) kesadaran
sebagian anggota yang rendah mempersulit
untuk mempertahankan keutuhan kelompok,
(iv) konflik kepentingan antara beberapa
anggota kelompok, sehingga menyulitkan pen-
capaian tujuan kelompok dalam adopsi
teknologi.
Untuk memanfaatkan potensi yang
ada serta meminimalkan dampak negatif dari
kendala yang dihadapai, maka diperlukan
berbagai langkah kebijakan strategis antara
lain: (i) peningkatan kapasitas petani untuk
bekerjasama dalam kelompok melalui berba-
gai sekolah lapang atau pelatihan kelembaga-
an petani, (ii) menumbuhkembangkan kesa-
126
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128
maan persepsi tentang pentingnya kerjasama
dalam kelompok untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan demikian akan tercipta rasa
kebersamaan (kekompakan) yang kuat dari
tiap anggota kelompok yang merupakan modal
dasar keberhasilan kelompok dalam proses
adopsi teknologi.
Penunjukan pengurus kelompok se-
baiknya dilakukan berdasarkan keterampilan
sosial dan usahatani, sehingga pengurus
dapat berperan sebagai pemimpin kelompok,
membimbing anggota pada satu persepsi yang
sama atas program kelompok, program
pemerintah dan tujuan yang hendak dicapai
dalam kelompok. Oleh karena itu, aspek
sumberdaya manusia kelompok tani sangat
berperan dalam mengoptimalkan peran
kelompok sebagai pelaku alih teknologi dan
inovasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2009. Kelompok Tani.
http://azisturindra.wordpress.com/2009/12/
02/ kelompok-tani/; Downloaded: 14 April
2011
Basuno, E. 2003. Kebijakan Sistem Diseminasi
Teknologi Pertanian: Belajar dai BPTB
NTB. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 1
(3), September 2003: 238-254. Puslitbang
Sosek Pertanian. Bogor.
Darajat, S. 2011. Kelompok Tani, Ujung Tombak
Pertanian Masa Depan.
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=41182.
Downloaded: 21 April 2011.
Darwanto, D.H. 1993. Rice Varietal Improvement
And Productivity Growth In Indonesia. PhD
Thesis. Faculty of Graduate School,
University of The Philippines Los Baños.
Djiwandi. 1994. Pengaruh Dinamika Kelompok Tani
Terhadap Kecepatan Adopsi Teknologi
Usahatani di Kabupaten Sukoharjo.
Prosiding Laporan Penelitian.
Gunawan, M., A. Pakpahan, dan E. Pasandaran.
1989. Perubahan Kelembagaan Pertanian
pada Pasca Adopsi Padi Unggul. Prosiding
Patanas “Evolusi Kelembagaan Pedesaan
di Tengah Perkembangan Teknologi
Pertanian”: 32-46. Pusat Penelitian Agro
Ekonomi.
Hermanto. 2007. Rancangan Kelembagaan Tani
dalam Implementasi Prima Tani di
Sumatera Selatan. Analisis Kebijakan
Pertanian. Vol. 5 (2), Juni 2007 : 110-125.
Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan
Pertanian. Bogor.
Hutabarat, B. 1999. Ekonomi Produksi dan
Manajemen Usaha Tani dalam Percepatan
Adopsi Teknologi, Peningkatan Produksi,
dan Kesempatan Kerja; Rangkuman dan
Gagasan dalam Penentuan Arah
Penelitian di Masa Depan. Dinamika
Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
Pertanian. Ed. Rusastra et.al.: 270-284.
Puslit Sosek Pertanian. Bogor.
Iqbal, M. dan Sumaryanto. 2007. Strategi
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian
Bertumpu pada Partisipasi Masyarakat.
Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 5 (2),
Juni 2007: 167-182. Pusat Analisis Sosek
dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Kutsiyah, F., M. Mustadjab, R. Anindita, dan A. E.
Yustika. 2009. Analisis Kinerja Program
Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat
melalui Lembaga Pesantren di Madura.
Jurnal Agro Ekonomi Vol. 27 (2), Oktober
2009: 109-134. Pusat Analisis Sosek dan
Kebijakan Pertanian. Bogor.
Le Vay, C. 1983. Agricultural Co-operative Theory:
A Review. Journal of Agricultural
Economics, 34(1): 1-44.
Mardikanto, T. 1996. Penyuluhan Pembangunan
Kehutanan. Departemen Kehutanan.
Jakarta.
Mintoro, A. 1997. Gejala Disintegrasi dalam
Akselerasi Modernisasi pada
Kelembagaan Nelayan Tangkap di Provinsi
Sumatera Utara. Prosiding Industrialisasi,
Rekayasa Sosial dan Peranan Pemerintah
dalam Pembangunan Pertanian. Ed.
Tahlim et al.: 355-363. Puslit Sosek
Pertanian.
Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Mem-
bangun Pertanian. Syarat-Syarat Pokok
Pembangunan dan Modernisasi. CV
Yasaguna
Muis, Amran, C. Khairani, Sukarjo, Y.P. Rahadjo.
2008. Petunjuk Teknis Teknologi Pen-
dukung Pengembangan Agribisnis di Desa
P4MI. BPTP Sulawesi Tengah.
http://pfi3pdata.litbang.deptan.go.id/dokum
en/one/31/file/Juknis-Pelatihan.pdf.
Downloaded: 21 April 2011.
Musyafak, A. dan T.M. Ibrahim. 2005. Strategi
Percepatan Adopsi dan Difusi Inovasi
Pertanian Mendukung Prima Tani. Analisis
Kebijakan Pertanian Vol. 3 (1), Maret 2005:
20-37. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor.
127
PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika
Pasaribu, M. S. 2007. Revitalizing Institution to
Enhance Climate Forecast Application in
East Nusa Tenggara Province, Indonesia.
Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 5 (3),
September 2007: 239-253. Pusat Analisis
Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Pelita. 2011. Laporan: Kelompok Tani, Ujung
Tombak Pertanian Masa Depan.
http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=
40915, 15 April 2011.
Pranadji, T. 2005. Pemberdayaan Kelembagaan
dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan
Air. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 3 (3),
September 2005: 256-267. Pusat Analisis
Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Pranadji, T. 2006. Penguatan Modal Sosial untuk
Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan
dalam Pengelolaan Agroekosistem Lahan
Kering. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 24 (2),
Oktober 2006: 178-206. Pusat Analisis
Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Putri, R. dan R. Pamekas. 2011. Pemberdayaan
Masyarakat untuk Pengoptimalan Tekno-
logi Kincir Air di Sumatera Barat.
http://www.pdf-archive.
com/2011/03/16/31-ratih-putri-r-r-
pamekas/31-ratih-putri-r-r-pamekas.pdf, 15
April 2011.
Rachman, B. 1989a. Skala Usaha dan Efisiensi
Alokasi Masukan Usahatani Padi pada
Berbagai Sistem Penguasaan Lahan di
Jawa Barat. Prosiding Patanas “Evolusi
Kelembagaan Pedesaan di Tengah
Perkembangan Teknologi Pertanian”: 78-
93, Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan
Litbang Pertanian.
Rachman, B. 1989b. Sistem Hubungan Kerja dan
Distribusi Pendapatan di Pedesaan Jawa
Barat. Prosiding Patanas “Evolusi
Kelembagaan Pedesaan di Tengah
Perkembangan Teknologi Pertanian”: 110-
118. Pusat Penelitian Agro Ekonomi.
Sadjad, S. 2010. Kelompok Tani, Apa
Lanjutannya?. http://www.sinartani.com/
agri-wacana/kelompok-tani-apa-
lanjutannya-1234154859.htm.
Downloaded: 3 April 2011.
Sejati, W.K., Syahyuti, T. Pranadji, B. Wiryono, dan
H. Tarigan. 2002. Strategi Keorganisasian
Petani untuk Pengembangan Kemandirian
Perekonomian Pedesaan. Laporan Hasil
Penelitian. Puslitbang Sosek Pertanian.
Simatupang, P. 2004. Prima Tani sebagai Langkah
Awal Pengembangan Sistem dan Usaha
Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan
Pertanian Vol. 2 (3), September 2004:
209-225. Puslitbang Sosek Pertanian.
Bogor.
Soentoro. 1989. Keragaan Hubungan Kerja dan
Penguasaan Tanah pada Pasca Adopsi
Teknologi. Prosiding Patanas “Evolusi
Kelembagaan Pedesaan di Tengah
Perkembangan Teknologi Pertanian”: 59-
77. Pusat Penelitian Agro Ekonomi.
Stockbridge, M., Andrew D., Jonathan K., Jamie M.,
and Nigel Poole. 2003. Farmer Organi-
zations for Market Access: An International
Review. www.dfid.gov.uk/r4d/Pdf/Outputs/
R8275_040518_IntRev_FO_MktAccs.Pdf.
14 November 2011.
Sudaryanto, T. dan A. Agustian. 2003. Peningkatan
Daya Saing Usahatani Padi: Aspek
Kelembagaan. Analisis Kebijakan Pertani-
an Vol. 1 (3), September 2003: 255-274.
Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor.
Suradisastra, K., E.L. Hastuti, B. Wiryono, G.S.
Budi, dan H. Tarigan. 2009. Perumusan
Model Kelembagaan Petani untuk
Revitalisasi Kegiatan Ekonomi Pedesaan.
Laporan Sinergi Penelitian Pertanian
dengan Perguruan Tinggi dan LPDN
dengan LPD (SINTA). Pusat Analisis
Sosek dan Kebijakan Pertanian.
Susilowati, S.H., A. Purwoto, dan P. Simatupang.
1997. Efektivitas Kelompok Tani sebagai
Wadah untuk Pengembangan Traktor
Melalui Program Dana Bergulir. Prosiding
Industrialisasi, Rekayasa Sosial dan
Peranan Pemerintah dalam Pembangunan
Pertanian. Ed. Tahlim et al.: 127-138.
Puslit Sosek Pertanian.
Suyitman, S.H. Sutjahjo, C. Herison, dan Muladno.
2009. Status Keberlanjutan Wilayah
Berbasis Peternakan di Kabupaten
Situbondo untuk Pengembangan Kawasan
Agropolitan. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 27
(2), Oktober 2009: 165-191. Pusat Analisis
Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Swastika, D.K.S. 1995. The Decomposition of Total
Factor Productivity Growth: The Case of
Irrigated Rice Farming in West Java,
Indonesia. PhD Thesis. Faculty of
Graduate School, University of The
Philippines Los Baños.
Syahyuti. 2009. Lembaga dan Organisasi Petani
dalam Pengaruh Negara dan Pasar. Forum
Agro Ekonomi. Vol.28(1). pp. 35-53.
Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabung-
an Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai
Kelembagaan Ekonomi di Perdesaan.
Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 5 (1),
Maret 2007: 15-35. Pusat Analisis Sosek
dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
128
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128
Taryoto, A.H., F. Sulaiman, T. Pranadji, B.
Rachman, E.L. Hastuti, Syahyuti, dan
Sunarsih. 1996. Analisis Kelembagaan Alih
Teknologi Pertanian dalam Perkembangan
Kelembagaan Pedesaan. Laporan
Penelitian. Puslit Sosek Pertanian.
Wikipedia. 2011a. Farmer Insurance Group.
http://en.wikipedia.org/wiki/Farmers
Insurance_Group, 15 April 2011.
Wikipedia. 2011b. Kelompencapir.. http:// en.
wikipedia.org/wiki/Kelompencapir, 15 April
2011.
Yani, Diarsi Eka. 2009. Persepsi Anggota terhadap
Peran Kelompok Tani pada Penerapan
Teknologi Usahatani Belimbing. http://
repository.ipb.ac.id/ handle/123456789/
4109, 17 April 2011.

More Related Content

What's hot

Permasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinya
Permasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinyaPermasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinya
Permasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinyaOperator Warnet Vast Raha
 
Forest Incentives for Non Timber Forest Product
Forest Incentives for Non Timber Forest ProductForest Incentives for Non Timber Forest Product
Forest Incentives for Non Timber Forest ProductSidi Rana Menggala
 
Petani Indonesia Yang Modern Dan Profesional
Petani Indonesia Yang Modern Dan ProfesionalPetani Indonesia Yang Modern Dan Profesional
Petani Indonesia Yang Modern Dan ProfesionalHikmat Hikmatullah
 
KELEMBANGAN PETANI : PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITASNYA
KELEMBANGAN PETANI : PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITASNYA KELEMBANGAN PETANI : PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITASNYA
KELEMBANGAN PETANI : PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITASNYA Repository Ipb
 
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 halEkonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 halAchmad Ridha
 
Makalah sistem Ekonomi Pertanian
Makalah sistem Ekonomi PertanianMakalah sistem Ekonomi Pertanian
Makalah sistem Ekonomi Pertaniandita wahyu
 
Masalah Perkebunan di Indonesia
Masalah Perkebunan di IndonesiaMasalah Perkebunan di Indonesia
Masalah Perkebunan di IndonesiaHeri Saputra
 
Jurnal Tanah Air Walhi Desember 2012
Jurnal Tanah Air Walhi Desember 2012Jurnal Tanah Air Walhi Desember 2012
Jurnal Tanah Air Walhi Desember 2012Yossy Suparyo
 

What's hot (20)

Terobosan penyuluhan (yuti)
Terobosan penyuluhan (yuti)Terobosan penyuluhan (yuti)
Terobosan penyuluhan (yuti)
 
Permasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinya
Permasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinyaPermasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinya
Permasalahan pertanian di indonesia dan cara mengatasinya
 
Studi banding
Studi bandingStudi banding
Studi banding
 
Studi banding tentang pertanian
Studi banding tentang pertanianStudi banding tentang pertanian
Studi banding tentang pertanian
 
Forest Incentives for Non Timber Forest Product
Forest Incentives for Non Timber Forest ProductForest Incentives for Non Timber Forest Product
Forest Incentives for Non Timber Forest Product
 
Petani Indonesia Yang Modern Dan Profesional
Petani Indonesia Yang Modern Dan ProfesionalPetani Indonesia Yang Modern Dan Profesional
Petani Indonesia Yang Modern Dan Profesional
 
Ekonomi pertanian 2012
Ekonomi pertanian 2012Ekonomi pertanian 2012
Ekonomi pertanian 2012
 
Ekonomi pertanian
Ekonomi pertanianEkonomi pertanian
Ekonomi pertanian
 
Ff bermartabat (yuti) - 5
Ff   bermartabat (yuti) - 5Ff   bermartabat (yuti) - 5
Ff bermartabat (yuti) - 5
 
KELEMBANGAN PETANI : PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITASNYA
KELEMBANGAN PETANI : PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITASNYA KELEMBANGAN PETANI : PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITASNYA
KELEMBANGAN PETANI : PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITASNYA
 
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 halEkonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
 
Buku ekonomi pertanian
Buku ekonomi pertanianBuku ekonomi pertanian
Buku ekonomi pertanian
 
konsep dasar ekonomi pertananian
konsep dasar ekonomi pertananian  konsep dasar ekonomi pertananian
konsep dasar ekonomi pertananian
 
Pak sahyuti ff
Pak sahyuti ffPak sahyuti ff
Pak sahyuti ff
 
konsep dasar ekonomi pertanian
konsep dasar ekonomi pertanian konsep dasar ekonomi pertanian
konsep dasar ekonomi pertanian
 
Makalah sistem Ekonomi Pertanian
Makalah sistem Ekonomi PertanianMakalah sistem Ekonomi Pertanian
Makalah sistem Ekonomi Pertanian
 
Advokasi Berbasis Hak di Industri Ekstraktif
Advokasi Berbasis Hak di Industri EkstraktifAdvokasi Berbasis Hak di Industri Ekstraktif
Advokasi Berbasis Hak di Industri Ekstraktif
 
87437613 fasilitator-komunikasi-pembangunan
87437613 fasilitator-komunikasi-pembangunan87437613 fasilitator-komunikasi-pembangunan
87437613 fasilitator-komunikasi-pembangunan
 
Masalah Perkebunan di Indonesia
Masalah Perkebunan di IndonesiaMasalah Perkebunan di Indonesia
Masalah Perkebunan di Indonesia
 
Jurnal Tanah Air Walhi Desember 2012
Jurnal Tanah Air Walhi Desember 2012Jurnal Tanah Air Walhi Desember 2012
Jurnal Tanah Air Walhi Desember 2012
 

Similar to Peran Kelompok Tani

TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)Lia Kristiana
 
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Sri Wahyuni
 
Penyuluhan swadaya sangat potensial
Penyuluhan swadaya sangat potensialPenyuluhan swadaya sangat potensial
Penyuluhan swadaya sangat potensialSyahyuti Si-Buyuang
 
TUJUAN DAN FUNGSI DARI KOPERASI
TUJUAN DAN FUNGSI DARI KOPERASITUJUAN DAN FUNGSI DARI KOPERASI
TUJUAN DAN FUNGSI DARI KOPERASIDUTAWAHYULESTARI
 
Ekonomi koperasi (revisi)
Ekonomi koperasi (revisi)Ekonomi koperasi (revisi)
Ekonomi koperasi (revisi)devifebria
 
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxKelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxghaibgp
 
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxKelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxghaibgp
 
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIANDASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIANssuser4fd4ff2
 
Lamp 1-permentan-no.-273-tahun-2007-pedoman-pembinaan-kelembagaan-petani-penu...
Lamp 1-permentan-no.-273-tahun-2007-pedoman-pembinaan-kelembagaan-petani-penu...Lamp 1-permentan-no.-273-tahun-2007-pedoman-pembinaan-kelembagaan-petani-penu...
Lamp 1-permentan-no.-273-tahun-2007-pedoman-pembinaan-kelembagaan-petani-penu...Andrew Hutabarat
 
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...Deny P. Sambodo
 
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docxMakalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docxArinaNuruldayati
 
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docxMakalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docxArinaNuruldayati
 
Pemberdayaan Petani dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian
Pemberdayaan Petani dalam Pembangunan Pedesaan dan PertanianPemberdayaan Petani dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian
Pemberdayaan Petani dalam Pembangunan Pedesaan dan PertanianSyahyuti Si-Buyuang
 
Pemberdayaan masyarakat dan pngembangan bum desa
Pemberdayaan masyarakat dan pngembangan bum desaPemberdayaan masyarakat dan pngembangan bum desa
Pemberdayaan masyarakat dan pngembangan bum desaSugeng Budiharsono
 
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN OLEH KELOMPOK NELAYAN DI DESA PALANG KECAMATA...
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN OLEH KELOMPOK NELAYAN DI DESA PALANG KECAMATA...PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN OLEH KELOMPOK NELAYAN DI DESA PALANG KECAMATA...
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN OLEH KELOMPOK NELAYAN DI DESA PALANG KECAMATA...MOH AFIFI A. JAMI'
 
Lembaga sosial dan kelembagaan dalam masyarakat pertanian atau
Lembaga sosial dan kelembagaan  dalam masyarakat pertanian atauLembaga sosial dan kelembagaan  dalam masyarakat pertanian atau
Lembaga sosial dan kelembagaan dalam masyarakat pertanian atauSyarif Udin
 

Similar to Peran Kelompok Tani (20)

TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
TM 3_Kelembagaan Pertanian (PIP_1)
 
Art9 4e
Art9 4eArt9 4e
Art9 4e
 
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian
 
Penyuluhan swadaya sangat potensial
Penyuluhan swadaya sangat potensialPenyuluhan swadaya sangat potensial
Penyuluhan swadaya sangat potensial
 
TUJUAN DAN FUNGSI DARI KOPERASI
TUJUAN DAN FUNGSI DARI KOPERASITUJUAN DAN FUNGSI DARI KOPERASI
TUJUAN DAN FUNGSI DARI KOPERASI
 
Ekonomi koperasi (revisi)
Ekonomi koperasi (revisi)Ekonomi koperasi (revisi)
Ekonomi koperasi (revisi)
 
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxKelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
 
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptxKelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
Kelompok Peng Ekonomi Kelompok 2.pptx
 
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIANDASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
DASAR -DASAR PENYULUHAN AHLI DI PENYULUH PERTANIAN
 
Lamp 1-permentan-no.-273-tahun-2007-pedoman-pembinaan-kelembagaan-petani-penu...
Lamp 1-permentan-no.-273-tahun-2007-pedoman-pembinaan-kelembagaan-petani-penu...Lamp 1-permentan-no.-273-tahun-2007-pedoman-pembinaan-kelembagaan-petani-penu...
Lamp 1-permentan-no.-273-tahun-2007-pedoman-pembinaan-kelembagaan-petani-penu...
 
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
Di mana uang kami advokasi anggaran di indonesia kumpulan kisah advokasi angg...
 
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docxMakalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
 
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docxMakalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
Makalah_Ekonomi_Pertanian_Peranan_Kelemb.docx
 
Strategi pengembangan kelompok tani
Strategi pengembangan kelompok taniStrategi pengembangan kelompok tani
Strategi pengembangan kelompok tani
 
Vaisal mulawarman 2012
Vaisal mulawarman 2012Vaisal mulawarman 2012
Vaisal mulawarman 2012
 
Pemberdayaan Petani dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian
Pemberdayaan Petani dalam Pembangunan Pedesaan dan PertanianPemberdayaan Petani dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian
Pemberdayaan Petani dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian
 
Pemberdayaan masyarakat dan pngembangan bum desa
Pemberdayaan masyarakat dan pngembangan bum desaPemberdayaan masyarakat dan pngembangan bum desa
Pemberdayaan masyarakat dan pngembangan bum desa
 
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN OLEH KELOMPOK NELAYAN DI DESA PALANG KECAMATA...
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN OLEH KELOMPOK NELAYAN DI DESA PALANG KECAMATA...PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN OLEH KELOMPOK NELAYAN DI DESA PALANG KECAMATA...
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN OLEH KELOMPOK NELAYAN DI DESA PALANG KECAMATA...
 
87437613 fasilitator-komunikasi-pembangunan
87437613 fasilitator-komunikasi-pembangunan87437613 fasilitator-komunikasi-pembangunan
87437613 fasilitator-komunikasi-pembangunan
 
Lembaga sosial dan kelembagaan dalam masyarakat pertanian atau
Lembaga sosial dan kelembagaan  dalam masyarakat pertanian atauLembaga sosial dan kelembagaan  dalam masyarakat pertanian atau
Lembaga sosial dan kelembagaan dalam masyarakat pertanian atau
 

More from Andrew Hutabarat

More from Andrew Hutabarat (20)

Jabs 0910 213
Jabs 0910 213Jabs 0910 213
Jabs 0910 213
 
Format proposal 2
Format proposal 2Format proposal 2
Format proposal 2
 
Format laporan acara 1
Format laporan acara 1Format laporan acara 1
Format laporan acara 1
 
Sistem Komputer
Sistem KomputerSistem Komputer
Sistem Komputer
 
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada TanamanKonsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
 
Contoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiahContoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiah
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 indKuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
 
Integrated weed
Integrated weedIntegrated weed
Integrated weed
 
Ekotan 15
Ekotan 15Ekotan 15
Ekotan 15
 
The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014
 
Site dan mode of action
Site dan mode of actionSite dan mode of action
Site dan mode of action
 
Seed bank
Seed bankSeed bank
Seed bank
 
Managemen gulma
Managemen gulmaManagemen gulma
Managemen gulma
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
 
I gulma l2
I gulma l2I gulma l2
I gulma l2
 
Ecologi gulma
Ecologi gulmaEcologi gulma
Ecologi gulma
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
 
Ekotanjut1
Ekotanjut1Ekotanjut1
Ekotanjut1
 
The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015
 

Recently uploaded

Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxssuser8905b3
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 

Recently uploaded (20)

Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 

Peran Kelompok Tani

  • 1. 115 PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl A. Yani No. 70 Bogor 16161 Naskah masuk : 8 Agustus 2011 Naskah diterima : 30 September 2011 ABSTRACT This paper describes roles of farmers’ groups in agricultural technology application. A farmers’ group is defined as a group of farmers informally consolidate themselves based on their common goals in farming activities. Initial spirit of establishing a farmers’ group is to strengthen farmers’ bargaining position, especially in terms of collective purchasing of farm inputs and selling their agricultural products efficiently. Indonesia has a long experience in formation of farmers’ groups since Mass Intensification (BIMAS) and Special Intensification (INSUS) were launched in 1970s-1980s. Currently, most of farmers groups in Indonesia are not formed by farmers themselves, but they are mostly formed as a response to the government program that requires farmers to become members of a farmers’ group. Most of government support for farmers, such as distribution of subsidized fertilizer, agricultural extension, subsidized farm credits and other programs are distributed to farmers’ group or farmers’ groups association. Introduction and promotion of a new technology is also delivered through farmers’ groups. Thus, the roles of a farmers’ group are not only as the means of distributing government assistance and extension services, but also as the agent for new technology adoption. Key words : farmers, farmers’ group, technology, adoption ABSTRAK Makalah ini merupakan tinjauan (review) dari berbagai literatur dan hasil penelitian terdahulu, ditujukan untuk mendeskripsikan peran kelompok tani dalam penerapan teknologi pertanian. Kelompok tani didefinisikan sebagai sekelompok petani yang secara informal mengkonsolidasi diri berdasarkan kepentingan bersama dalam berusahatani. Semangat awal pembentukan kelompok tani adalah untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil secara kolektif. Indonesia mempunyai pengalaman panjang pembentukan kelompok tani, sejak diluncurkannya program BIMAS, INSUS dan Supra Insus di era 1970-an dan 1980-an. Saat ini kebanyakan kelompok tani di Indonesia tidak lagi dibentuk atas inisiatif petani dalam memperkuat diri, melainkan kebanyakan merupakan respon dari program-program pemerintah yang mengharuskan petani berkelompok. Umumnya program-program bantuan pemerintah seperti: penyaluran pupuk bersudsidi, penyuluhan teknologi pertanian, kredit usahatani bersubsidi, dan program-program lain disalurkan melalui kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan). Petani yang ingin mendapat teknologi baru dan berbagai program bantuan pemerintah harus menjadi anggota kelompok atau anggota Gapoktan. Dengan demikian, peran kelompok tani tidak hanya sebagai media untuk menyalurkan bantuan-bantuan pemerintah, tetapi juga sebagai agen penerapan teknologi baru. Kata kunci : petani, kelompok tani, penerapan, teknologi PENDAHULUAN Secara filosofis, kelompok tani di- bentuk untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi petani yang tidak bisa diatasi secara individu. Sadjad (2010) mengungkap- kan bahwa pembentukan kelompok tani merupakan proses pewujudan pertanian yang terkonsolidasi (consolidated agriculture),
  • 2. 116 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128 sehingga bisa berproduksi secara optimal dan efisien. Sebab dengan pertanian terkonsolidasi dalam kelompok tani, pengadaan sarana produksi dan penjualan hasil bisa dilakukan secara bersama. Dengan demikian, volume sarana produksi yang dibeli dan volume hasil yang dijual menjadi lebih besar, sehingga biaya pangadaan per satuan sarana dan pemasaran per satuan hasil menjadi lebih rendah. Rasionalisasi usahatani yang menge- jar efisiensi dan nilai tambah ini akan mereduksi petani tradisional. Darajat (2011), mengungkapkan bahwa kelompok tani meru- pakan salah satu upaya pemberdayaan petani untuk meningkatkan produktivitas, penda- patan, dan kesejahteraan petani. Demikian juga diseminasi teknologi pertanian kepada petani akan lebih efisien jika dilakukan pada kelompok tani, karena dapat menjangkau petani yang lebih banyak dalam satuan waktu tertentu. Karena kelompok tani dianggap sebagai organisasi yang efektif untuk memberdayakan petani, meningkatkan pro- duktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan petani dengan bantuan fasilitasi pemerintah melalui program dari berbagai kebijakan pembangunan pertanian, maka perlu dikaji pula perannya dalam mempercepat penerapan teknologi. Keberadaan kelompok tani sejak awal dimaksudkan sebagai wahana pember- dayaan petani. Dalam perkembangannya ber- bagai intervensi yang dilakukan pemerintah, pada banyak kasus justru memperlemah kemandirian kelompok tani. Adanya inkonsistensi kebijakan dalam penanganan kelompok tani, telah membuat kelembagaan ini berada dalam posisi sulit. Pada sisi lain semakin banyaknya petani yang masuk katagori ”part–time farmer” menyebab- kan kegiatan kelompok tidak bisa berjalan ideal. Ke depan diperlukan berbagai peru- bahan pendekatan dalam penanganan kelom- pok tani. Perubahan tersebut terutama terkait dengan konsistensi dan sinergi yang menguatkan. Bagaimana hal itu akan dilakukan, artikel ini mengupasnya secara komprehensif yang diawali dengan sejarah pembentukan kelompok tani, dan kaitannya dengan kondisi Indonesia. Pada bagian selanjutnya di analisis peran kelompok tani dalam penerapan teknologi serta berbagai masalah dalam penerapan teknologi serta berbagai masalah dalam optimalisasi peran kelompok tani ke depan. Penelahaan dalam tulisan ini didasar- kan studi pustaka yang komprehensif serta penajaman dengan mendalami kasus tertentu. PROFIL SEJARAH PEMBENTUKAN KELOMPOK TANI DAN PERKEMBANGANNYA Profil Sejarah Pembentukan Kelompok Tani Kelompok tani yang pertama kali di dunia muncul di Amerika Serikat, tepatnya di Negara Bagian California. Pada tahun 1922 dua orang petani, John C. Tyler dan Thomas E. Leavey berpikir bahwa masyarakat petani dan peternak di perdesaan juga berhak mempunyai akses terhadap asuransi dari perusahaan asuransi dan koperasi (Wikipedia, 2011a). Semula pada tahun 1920-an petani dan peternak di Amerika Serikat berhak atas asuransi premium dan saling menggadaikan asuransi untuk memperoleh harga yang tidak mahal. Sejak itu Tyler dan Leavy bergabung untuk mendirikan perusahaan asuransi bagi petani, peternak dan masyarakat perdesaan lain. Ide awal dari berkelompok tersebut adalah memudahkan akses terhadap suatu kebijakan yang penting bagi petani/peternak/- pekerja perdesaan, yaitu asuransi, pinjaman, dan keringanan harga sarana produksi. Pesan dari keberadaan dan fungsi kelompok tani di California pada dasarnya menjadi mediator bagi petani individu untuk mengakses kemudahan dari suatu kebijakan di suatu negara. Saat ini kelompok yang semula berjumlah dua orang telah menjadi sebuah perusahaan asuransi besar di negara bagian California dengan nama “Farmer Insurance Group” (Wikipedia, 2011a). Kelompok tani didefinisikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa, pria dan wanita, tua dan muda, yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani (Deptan RI, 1980 dalam Mardikanto, 1996). Kelompok tani merupakan kelembagaan tani yang langsung meng- organisir para petani dalam mengembangkan usahataninya. Kelompok tani merupakan organisasi yang dapat dikatakan berfungsi dan
  • 3. 117 PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika ada secara nyata, disamping berfungsi sebagai wahana penyuluhan dan penggerak kegiatan anggotanya. Beberapa kelompok tani juga mempunyai kegiatan lain, seperti gotong royong, usaha simpan pinjam dan arisan kerja untuk kegiatan usahatani (Hermanto, 2007). Kelompok tani berfungsi menjadi titik penting untuk menjalankan dan menterjemah- kan konsep hak petani ke dalam kebijakan, strategi, dan program yang layak dalam satu kesatuan utuh dan sebagai wadah transformasi dan pengembangan ke dalam langkah operasional. Kelompok tani penting sebagai wadah pembinaan petani yang tergabung di dalamnya, sehingga dapat mem- perlancar pembangunan pertanian (Mosher, 1968 dalam Djiwandi, 1994). Di era pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal dengan rezim Orde Baru, kelompok tani identik dengan sebutan Kelompencapir, yang artinya kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa. Dalam perkembangannya kelompencapir menjadi kelompok pembaca, penulis dan pemikir. Kelompencapir ini beranggotakan petani dan nelayan di Indonesia. Pada era tahun 1980- an kelompok tani mengambil peranan penting dalam berbagai implementasi kebi- jakan pemerintah (Wikipedia, 2011b). Pada masa pemerintahan Soeharto, kelompok tani sangat nyata sebagai bagian integral pembangunan pertanian, sebagai obyek upaya pemberdayaan petani dan subyek usaha pertanian dalam rangka mening- katkan produktivitas, pendapatan dan kesejah- teraannya. Pengalaman menunjukkan, kebera- daan kelompok tani telah memberikan sumbangan yang sangat signifikan pada pencapaian berbagai program pembangunan pertanian. Kelompok tani makin berperan sejak tahun 1979, yaitu ketika dilaksanakan pola intensifikasi khusus (Insus) dengan menggunakan pendekatan kelompok (Pelita, 2011). Di tahun 1987, dengan penerapan pola Supra Insus, dimana intensifikasi dilakukan atas dasar kerjasama antar kelompok tani pada hamparan yang lebih luas maka terjadi penggabungan kelompok yang ada dalam satu wilayah administratif (desa) atau yang berada dalam satu aliran irigasi petak pengairan tersier. Istilah gabungan kelompok tani (Gapoktan) kemudian dikenal sebagai wadah kerjasama antar kelompok tani. Dalam perkembangannya, banyak program pemerintah untuk petani disalurkan melalui wadah gapoktan dan kelompok tani, oleh karena itu pembentukan kelompok tani diatur dengan surat edaran Menteri Pertanian, sehingga kelompok tani cenderung menjadi organisasi formal, mengalami pergeseran dari kelompok sosial (social group) menjadi kelompok tugas (task group) (Pelita, 2011). Pembentukan kelompok tani saat ini lebih diarahkan kepada kemudahan pelak- sanaan tugas pemerintah menyalurkan sarana produksi (saprodi) kepada petani, sehingga lebih terkoordinasi. Kelompok tani pada awal- nya dilakukan melalui pendekatan domisili, namun kemudian dimodifikasi mengikuti hamparan lahan pertanian. Dua pendekatan kelompok tani tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Pengelom- pokan petani menurut hamparan lahan pertanian dapat memudahkan penyaluran saprodi. Kelemahannya adalah usaha untuk membuat kelompok tani menjadi dinamis menjadi bersifat krusial dan sering menggangu kelancaran sarana produksi. Situasi ini terjadi karena petani yang dikelompokkan menurut hamparan lahan tidak selalu saling mengenal satu dengan yang lain (Pelita, 2011). Fenomena lain menunjukkan selama periode tahun 1990-an sampai 2000-an telah terjadi lonjakan jumlah kelompok tani yang sangat fantastis yang terkategori dalam 37 persen kelompok tani pemula, 37 persen kelompok lanjut, 22 persen kelompok madya dan 7 persen kelompok utama. Akan tetapi peningkatan jumlah kelompok tani yang sangat fantastis ternyata belum diikuti peningkatan kualitas, yaitu kelompok tani belum mampu mandiri dalam berbagai hal seperti dalam menentukan jenis komoditi usahanya, menentukan pasar, menentukan mitra usaha, menentukan harga komoditi dan sebagainya. Semuanya masih tetap ditentukan dari atas. Peningkatan jumlah dan kelas kelompok tani yang sangat luar biasa itu pun ternyata belum disertai peningkatan pendapatan petani. Na- mun demikian, peningkatan jumlah kelompok tani harus dipandang sebagai peningkatan modal dasar konsolidasi pembangunan pertanian, terutama dari sisi sumber daya manusia (Pelita, 2011).
  • 4. 118 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128 Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 93/Kpts/OT.210/3/1997 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani- Nelayan, ”kelompok tani-nelayan” adalah kumpulan petani-nelayan yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya. Artinya kelompok tani merupakan lembaga yang menyatukan para petani secara horizontal dan dapat dibentuk beberapa unit dalam satu desa, bisa berdasarkan komoditas, areal tanam pertanian dan gender (Syahyuti, 2007). Gema kelompok lebih didominasi kelompok tani dibandingkan nelayan. Menurut Mintoro (1997), kelembagaan nelayan tangkap juga mengatur kemudahan nelayan memper- siapkan keperluannya untuk operasi penang- kapan di laut dan proses pasca tangkap agar mendapatkan harga jual ikan sebaik-baiknya dengan pelaku utama adalah nelayan dan pemilik modal (toke). Toke ini sering merangkap sebagai pedagang ikan. Artinya kelompok nelayan juga mempunyai agenda dan fungsi kerja yang sama dengan kelompok tani. Sumber daya manusia dalam kelom- pok tani tersebut akan terorganisir menjadi pengurus dan anggota dalam satu manajemen untuk mengelola sarana produksi pertanian, alat mesin pertanian, dan input usahatani yang lain, termasuk jenis teknologi yang akan digunakan untuk berusahatani, pascapanen dan pemasaran hasil produksi. Dengan demikian, fungsi kelompok tani sebagai agent of change di tingkat petani. Oleh karena itu petani sebaiknya membentuk dan bergabung dalam suatu kelompok tani, karena ke- anggotaan dalam suatu kelompok akan lebih memudahkan mendapat akses informasi, kredit, teknologi dan kemudahan dari suatu kebijakan pemerintah (Kutsiyah et al., 2009). Perkembangan Kelompok Tani di Indonesia Keberadaan kelompok tani di Indo- nesia telah lama ada sebagai lembaga komunikasi antar petani dalam menjalankan aktivitasnya. Berikut akan dibahas perkem- bangan kelompok tani berdasarkan perannya yang telah mengalami dinamika seiring de- ngan perubahan rezim pemerintahan. Secara teoritis, kelompok tani diartikan sebagai kumpulan petani yang terikat secara informal atas dasar keserasian dan kepen- tingan bersama dalam usahatani. Kementerian Pertanian mendefinisikan kelompok tani sebagai kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Idealnya, kelompok tani dibentuk oleh dan untuk petani, guna mengatasi masalah bersama dalam usahatani serta menguatkan posisi tawar petani, baik dalam pasar sarana maupun pasar produk pertanian. Organisasinya bersifat non-formal, namun dapat dikatakan kuat, karena dilandasi kesadaran bersama dan azas kekeluargaan (Anonimous, 2009). Rezim Orde Baru Selama pemerintahan Soeharto, 1965- 1997, istilah dan keberadaan petani akrab dengan masyarakat Indonesia. Program pertanian pemerintah banyak dimplementasi- kan dan dilakukan dengan melibatkan kelom- pok tani, sehingga Indonesia memiliki pengalaman panjang tentang pembentukan kelompok tani. Ini dimulai pada tahun 1979 ketika program Intensifikasi Khusus (Insus) diluncurkan. Insus adalah modifikasi perbaikan program Bimbingan Massal (BIMAS), dengan menyertakan inovasi sosial yaitu membentuk dan mendorong kelompok tani untuk mela- kukan kegiatan usahatani secara berkelom- pok. Dalam praktek ini, sebuah kelompok tani yang terdiri dari 50 sampai 100 petani mencakup areal seluas 25 sampai 50 ha, didorong untuk bekerja sebagai unit organi- sasi, dimana perencanaan dan pengambilan keputusan usahatani dilakukan oleh kelompok. Lembaga pendamping dari pemerintah adalah memfasilitasi dan melayani bila diperlukan (Affandi, 1985 dalam Darwanto 1993). Ide awal pembentukan kelompok tani, selain untuk mempermudah pelaksanaan program Insus, juga untuk meningkatkan posisi tawar petani melalui pembelian input kolektif untuk menjadi lebih efisien, melakukan sinkronisasi sistem tanam, pengendalian hama
  • 5. 119 PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika bersama, serta pemasaran produk secara kolektif. Semua kegiatan penyuluhan dan promosi dari program pemerintah diberikan kepada kelompok. Pada tahun 1987 pemerintah Indonesia meluncurkan program Supra Insus, dimana intensifikasi dilakukan atas dasar kerjasama antar kelompok tani dalam hamparan yang sama. Beberapa kelompok tani kemudian digabung dalam satu wadah kerjasama, yaitu Gabungan Kelompok Tani, disingkat dengan Gapoktan. Namun disayangkan adanya perubahan paradigma kelompok tani dari kelompok sosial menjadi kelompok formal yang kemudian berkembang menjadi kelompok tugas (task groups). Tujuan utama pembentukan kelompok tani adalah untuk mempermudah pelaksanaan program- program pemerintah, seperti penyaluran pupuk bersubsidi, penyuluhan pertanian, dan program lainnya (Darajat, 2011). Rezim Reformasi Dalam perkembangan selanjutnya, sebagian besar kelompok tani di Indonesia tidak dibentuk oleh dan untuk petani, melainkan lebih banyak merupakan respon dari program-program pemerintah yang mengharuskan petani berkelompok. Hampir semua program bantuan pemerintah untuk petani disalurkan melalui kelompok tani. Oleh karena itu, petani disyaratkan untuk berkelom- pok menjadi kelompok tani formal. Kelompok tani ini menjadi alat untuk mendistribusikan berbagai bentuk bantuan dan sekaligus seba- gai wadah untuk berinteraksi antar peserta program dan dengan petugas pelaksana program. Sampai saat ini berbagai kebijakan pembangunan pertanian masih menjadikan kelompok formal sebagai keharusan, jika ingin menjadi peserta dari program yang mengandung bantuan untuk petani (Syahyuti, 2009). Dalam program Supra Insus, penyu- luhan tentang intensifikasi padi, khususnya promosi penggunaan varietas unggul, peng- gunaan pupuk, dan pengendalian hama menggunakan pestisida diberikan melalui kelompok tani. Untuk mempercepat implemen- tasi program intensifikasi padi, terutama Supra Insus, pemerintah Indonesia memberikan petani kredit usahatani untuk produksi padi yang disebut Kredit Usaha Tani (KUT). Kredit tersebut adalah kredit bersubsidi yang diberikan dalam bentuk sarana produksi, biaya persiapan lahan, dan biaya hidup. Kredit disalurkan melalui koperasi unit desa (KUD) sebelum ke kelompok tani (Swastika, 1995). Hanya petani anggota kelompok yang diberi kredit bersubsidi tersebut. Kondisi ini mendorong tiap desa membentuk kelompok tani agar dapat memanfaatkan fasilitas bantuan pemerintah. Tidak mengherankan jika pada tahun 2006 telah terbentuk sedikitnya 293.568 kelompok tani di seluruh Indonesia dan sekitar 3.000 Gapoktan (Budhi dan Aminah, 2009). PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Keunggulan Kelompok sebagai Wadah Kerjasama Ketua kelompok beserta anggotanya merupakan komponen penting tergantung pada ukuran, fungsi dari kelompok tersebut (Stockbridge et al. 2003). Namun, yang terpenting adalah partisipasi anggota sebagai pemilik organisasi, pelaku kerjasama antara kelompok dengan pemerintah maupun pihak swasta dalam bentuk kemitraan, plasma atau skim yang lain. Apabila anggota kelompok tidak aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, maka kelompok tersebut kemungkinan akan gagal mencapai tujuan kelompok (Stockbridge et al., 2003) karena kelompok tani merupakan gabungan antara pemilik, manajer, nasabah dan pekerja yang pada hakekatnya adalah anggota kelompok itu sendiri (Gambar 1). Berdasar Gambar 1, dijelaskan bahwa peran kelompok adalah mendorong pem- bangunan ekonomi melalui: (1) apabila terdapat resiko yang dihadapi kelompok, maka kelompok dapat memanfaatkan kekuatan dalam mengurangi enefisiensi dalam lembaga sosial dan perubahan teknologi dan (2) bila kelompok dipantau oleh petani anggota yang minatnya terhadap perubahan sosial secara efisien, maka banyak perubahan dapat dicapai dengan melibatkan proses kecil sampai dengan besar serta tahap-tahap pencapaian tujuan.
  • 6. 120 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128 Meskipun pustaka teori kerjasama kelompok terbatas, menurut teori di atas, maka keberadaan kelompok tani sangat penting. Pemerintah dan pihak swasta dapat bekerjasama dengan petani anggota dengan menjalin kemitraan. Artinya, kerjasama dalam bentuk apa pun diharapkan dapat mengungkit peran serta aktif kelompok untuk meningkat- kan taraf ekonomi atau kesejahteraan kelompok. Le Vay (1982) mengulas bahwa koperasi dan organisasi/kelompok yang bertujuan untuk mencapai keuntungan akan melibatkan anggotanya untuk mencapai tujuan. Artinya, kemampuan kelompok untuk meningkatkan modal melakukan kerjasama adalah nyata. Bahkan, secara ekonomis, kelompok tani pun dapat diasumsikan sebagai suatu perusahaan swasta dengan tujuan jangka panjang untuk memaksimalkan keuntungan. Peran informasi dan teknologi merupakan modal untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, kelompok tani meru- pakan pelaku perubahan, termasuk teknologi. Kelompok tani merupakan bentuk kerjasama yang tepat untuk kegiatan yang melibatkan penggunaan alat dan mesin pertanian, kerjasama pengolahan dan pema- saran hasil dan penguatan modal kerja (Wikipedia, 2011a). Pengolahan dan pema- saran hasil pertanian hanya dapat dilakukan apabila petani dalam kelompok tersebut terlibat dalam penggunaan teknologi. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok tani efektif dimanfaatkan untuk alih teknologi. Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi Teknologi yang diintroduksikan kepada kelompok merupakan pengungkit (leverage) dimensi infrastruktur dan teknologi kelompok, namun kelompok tani bukan merupakan leverage dimensi hukum dan kelembagaan (Suyitman et al., 2009). Pada umumnya pengaruh penggunaan teknologi baru terhadap peningkatan produktivitas tidak diragukan lagi, misalnya produktivitas meningkat dengan pesatnya adopsi benih unggul (Gunawan et al., 1989, Soentoro, 1989). Kelangkaan relatif suatu sumberdaya terhadap sumberdaya lain membimbing masyarakat untuk menciptakan teknologi baru, artinya lembaga pasar yang menentukan arah dan laju perkembangan teknologi. Campur tangan dari pemerintah terhadap lembaga pasar selalu ada menurut norma yang dianut dan tujuan tertentu yang hendak dicapai dalam arah dan laju pengembangan teknologi (Gunawan et al., 1989). Berbagai teknologi pertanian seperti: pengaturan waktu tanam, pergiliran jenis tanaman dan varietas, tata air, pengendalian Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi/Kelompok, (Handy, 1999 dalam Stockbridge et al., 2003).
  • 7. 121 PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika organisme pengganggun tanaman (OPT), konservasi tanah dan air, dan sebagainya hanya efektif diterapkan jika dilakukan bersama-sama oleh anggota kelompok tani. Sebab, jika hanya dilakukan oleh petani secara individu, tanpa ada konsolidasi dengan petani lain, tidak akan memberikan hasil yang diharapkan (Muis et al. 2008). Dalam beberapa program nasional dari Kementerian Pertanian, misalnya Prima Tani, kelompok tani difungsikan sebagai praktisi penerapan teknologi dalam suatu sistem inovasi ‘tahap awal penumbuhan (Simatupang, 2004). Aliran pengetahuan dan informasi (diseminasi) teknologi yang bersumber dari hasil penelitian disampaikan melalui penyuluh. Petani dan kelompoknya diposisikan sebagai praktisi agribisnis penerima atau pengguna teknologi tersebut. Memasuki tahap pemantapan, peran kelompok tani adalah menggerakkan anggotanya dalam mengadopsi teknologi yang telah menjadi barang publik, sehingga menjadi masukan bagi lembaga penelitian yang menghasilkan teknologi untuk menumbuhkan dan mengembangkan teknologi tersebut menjadi usaha komersial. Dalam tiga tahapan sistem inovasi teknologi Prima Tani, jelas peran kelompok tani adalah sebagai baromater keberhasilan suatu inovasi teknologi dengan keberhasilan umpan balik adopsi kelompok kepada pihak penyedia teknologi untuk melanjutkan ke tahap inovasi yang lebih maju. Kelompok tani yang ada saat ini menunjukkan banyak peran penting dalam penyelenggaraan program pembangunan pertanian. Pembentukan Sarjana Membangun Desa sebagai pendamping kelompok tani ternak menunjukkan hasil yang cukup baik. Kelompok tani yang memperoleh bantuan selain menjalankan program pemerintah juga melakukan percobaan pola pemberian pakan pada ternak dengan bahan yang tersedia di sekitar lokasi setempat. Kelompok tani ternak menjadi lebih komersial dengan mengusaha- kan pembuatan pupuk organik berbahan baku limbah padat dan cair ternak. Selain melaku- kan pembuatan pupuk organik kelompok tani ternak juga mengaplikasikan instalasi biogas, sehingga kelompok tani ternak mendapat tambahan pendapatan dan penurunan biaya operasional rumah tangga. Bahkan peternak yang berprofesi sebagai petani dapat meng- integrasikan usahatani dengan ternak dengan cara memanfaatkan pupuk organik untuk tanaman dan memberi pakan ternak dari limbah tanaman. Pola ini sudah banyak diadopsi dan diduplikasi di berbagai wilayah Indonesia. Artinya, kelompok tani berperan pula dalam memajukan teknologi dari yang bersifat sederhana sampai yang komplek. Kemajuan teknologi itu penting, namun lebih penting lagi jika diperoleh dari hasil penelitian. Teknologi dan penelitian tidak dapat dilepaskan dalam proses produksi, karena keduanya merupakan faktor produksi dalam perkembangan sektor pertanian secara agregat (Hutabarat, 1999). Umpan balik dari petani anggota kelompok yang mengadopsi teknologi merupakan masukan yang baik untuk penelitian teknologi selanjutnya. Karena dalam proses alih dan adopsi teknologi, tidak ada suatu teknologi pun yang cocok diterapkan di semua lokasi dan memberi hasil memuaskan, sehingga perlu penyuluhan untuk membawa hasil-hasil penelitian dan teknologi terbaru kepada kelompok yang lain. Hal ini penting untuk menghindari resiko awal adopsi tetapi juga tidak terlambat dalam menangkap peluang pasar (Hutabarat, 1999). Basuno (2003) menyebutkan bahwa optimalisasi proses diseminasi paket teknologi di masa depan masih perlu banyak pem- benahan, terutama berkaitan dengan pembagian peran secara tegas antara peneliti dan penyuluh. Kedua motor penggerak proses penyampaian teknologi kepada petani melalui kelompok tersebut juga harus didukung oleh fasilitas penunjang kegiatan agar dapat lebih fokus dan mencapai sasaran, yaitu teknologi tepat guna bagi kelompok atau petani sasaran. Teknologi pertanian yang didiseminasikan kepada sejumlah petani atau kelompok tani harus diterima kelompok yang bersangkutan dan disebut sebagai masa kritis teknologi. Apabila masa kritis tidak tercapai maka teknologi tidak akan diadopsi dan hilang begitu saja. Agar adopsi teknologi dapat berlanjut, jumlah orang dalam kelompok yang meng- adopsi dengan berhasil harus mencapai masa kritis disertai persyaratan berupa tersedianya masukan-masukan pertanian yang dibutuhkan secara berkelanjutan. Keberlanjutan teknologi tersebut ditunjukkan oleh penggunaan tekno- logi secara terus-menerus sampai teknologi
  • 8. 122 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128 tersebut kehilangan manfaatnya atau sampai ditemukan teknologi baru yang lebih baik untuk menggantikannya (Basuno, 2003). Untuk meningkatkan indek dan status keberlanjutan teknologi perlu penyebarluasan dan diseminasi teknologi melalui kursus, pelatihan dan penyuluhan pertanian yang di Indonesia umumnya diberikan kepada kelompok tani (Suyitman et al. 2009). Efektivitas penggunaan teknologi di tingkat petani melalui pemberdayaan kelom- pok secara partisipatif berpengaruh signifikan terhadap peningkatan luas panen, misalnya kasus teknologi kincir air non tradisional dalam mendukung program swasembada pangan di Sumatera Barat (Putri dan Pamekas, 2011). Dewasa ini, dimana isu perubahan iklim hangat dibicarakan oleh banyak kalangan, keterlibatan kelompok tani sebagai pelaku di lapangan yang berhadapan langsung dengan risiko dan dampak negatif perubahan iklim harus diperhatikan. Pembentukan forum diskusi iklim akan mampu merevitalisasi lembaga-lembaga terkait (penelitian, penyu- luhan) serta kelompok tani. Informasi dari kelompok tani diharapkan dapat memberi informasi iklim yang berkualitas baik, karena bersumber dari pihak yang berkepentingan (Pasaribu, 2007). Artinya, teknologi juga dapat diciptakan berdasarkan masukan dari petani atau kelompok tani berdasarkan pengalaman, sehingga menjadi referensi peneliti untuk mengembangkan teknologi yang ada guna mengantisipasi kejadian di masa mendatang dengan lebih baik. POTENSI DAN KENDALA KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI DAN PROSPEKNYA Untuk memprediksi prospek kelompok tani dalam penerapan teknologi, diperlukan informasi tentang potensi dan kendala terkait dengan proses tersebut. Potensi Secara ekonomis diperkirakan petani yang menguasai asset besar akan lebih responsif terhadap teknologi baru (Gunawan et al., 1989). Petani dalam satu kelompok hamparan lahan akan memperoleh manfaat teknologi baru lebih dulu dibandingkan dengan petani perorangan dengan asset lahan sempit. Petani dalam kelompok sebagai pelaku inovasi yang akan menggunakan teknologi umumnya patuh pada kesepakatan kelompok. Nilai positif dari aspek tersebut akan mendorong kelompok untuk mengadopsi inovasi teknologi guna meningkatkan kesejahteraan kelompok dan anggotanya. Pendekatan konsolidasi lahan dalam satu kelompok dapat dilakukan untuk menghindari polarisasi kepemilikan lahan garapan di pedesaan seperti pola dalam program supra insus, sehingga terbentuk satuan unit usaha kelompok yang relatif luas (Rachman, 1989a). Pola ini merupakan pola permberdayaan masyarakat dalam suatu kelompok dan merupakan salah satu model penguatan modal sosial yang berguna untuk perbaikan pengelolaan usahatani di pedesaan (Pranadji, 2006). Tata nilai yang dihayati, kompetensi sumber daya manusia, manaje- men sosial, keorganisasian masyarakat, struktur sosial, dan kepemimpinan yang baik merupakan elemen penting modal sosial. Pemahaman individu anggota yang berkonsoli- dasi dalam kelompok serta penggarapan lahannya akan menghasilkan persepsi yang seragam dan memperkuat kelompok untuk mewujudkan nilai-nilai positif dari adopsi teknologi. Teknologi mampu mendorong peru- bahan tatanan kelembagaan di pedesaan dan perubahan kelembagaan akan berdampak pada struktur tenaga kerja dan pendapatan masyarakat pedesaan (Gunawan et al. 1989). Artinya perubahan teknologi akan meng- akibatkan redistribusi pendapatan usahatani. Pemilihan inovasi pertanian yang tepat guna (good innovation) akan meningkatkan minat petani untuk menggunakan teknologi yang diintroduksikan (Musyafak dan Tatang, 2005). Inovasi baru tersebut harus didampingi dengan penyuluhan yang efektif, sehingga adopsi teknologi akan mencapai sasarannya dan tenaga penyuluh pertanian dapat diberdaya- kan secara optimal. Kelompok tani yang sudah tidak asing dengan fungsi traktor dan mempunyai kemam- puan finansial yang cukup dapat mendorong laju adopsi teknologi dengan mengembangkan usaha penyewaan traktor dengan upah borongan per luas lahan. Rachman (1989b)
  • 9. 123 PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika mengungkapkan bahwa berkembangnya sis- tem upah borongan dapat mengontrol kelebihan tenaga kerja, menciptakan lapangan kerja, dan kelompok yang menguasai teknologi tertentu menerima pekerjaan tersebut. Traktor yang disewakan dapat diperoleh dari pem- belian secara kredit atau tunai dari modal kelompok. Dipilihnya kelompok tani sebagai pengelola traktor tangan bantuan atau kredit, agar skala ekonomi usaha jasa alat tersebut mudah tercapai melalui pengolahan lahan milik anggota, sehingga kelompok tani secara bersama dapat menyelenggarakan aktivitas ekonomi dan sosial yang saling menguntung- kan. Salah satu peran kelompok tani dalam pengembangan traktor tangan yang diadopsi adalah makin meningkatnya penyebaran bantuan traktor roda dua yang sebagian besar berasal dari bantuan pemerintah Jepang melalui program Second Kennedy Round ( Susilowati et al. 1997). Munculnya lembaga pembiayaan usahatani (kredit) dan pemasaran yang dapat diakses kelompok tani dan petani merupakan pendorong kelompok tani untuk melanjutkan usahatani yang telah dikelola menggunakan teknologi yang telah diadopsi. Peningkatan kelembagaan permodalan sangat diperlukan, karena permodalan merupakan aspek yang paling lemah dan belum dapat diakses secara merata oleh petani (Sudaryanto dan Adang, 2003). Dukungan modal dan akses terhadap informasi teknologi besar pengaruhnya dalam meningkatkan kinerja kelompok. Kemudahan mengakses modal mendorong petani untuk menggunakan teknologi yang umumnya perlu investasi atau padat modal. Inovasi teknologi pada umumnya bertujuan memperbaiki kualitas dan produktivitas serta pada gilirannya akan memperkuat lembaga kelompok tani dari sisi ekonomi. Kendala Kemajemukan budaya dan tata nilai masyarakat Indonesia yang demikian besar menciptakan persepsi yang berbeda terhadap introduksi teknologi baru. Di daerah dengan budaya masyarakat yang tidak mengenal buruh (termasuk buruh tani), misalnya suku Bugis, akan cenderung mempertahankan cara sambat-sinambat, sehingga kelompok yang mengadopsi teknologi terbatas pada kelompok yang mengalami keterbatasan tenaga kerja (Gunawan et al., 1989). Misalnya transmigran yang memerlukan tambahan tenaga kerja untuk mengerjakan lahannya yang relatif luas (2,5 ha/KK), akan lebih tertarik untuk ber- kelompok dari pada mengerjakan sendiri. Namun, etos kerja dan profesiona- lisme pengurus kelompok tani yang masih rendah dalam mengelola organisasi menjadi kendala dalam memajukan kelompok tani. Yani (2009) mengungkapkan bahwa rendah- nya kesadaran anggota kelompok untuk mempertahankan kelompoknya agar tetap utuh dan solid, merupakan kendala yang sering dihadapi oleh suatu kelompok. Pemberdayaan petani menjadi sangat penting dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa-masa yang akan datang. Pemberdayaan petani akan mengarah pada kemandirian petani dalam berusahatani. Kemandirian petani dapat ditumbuhkembangkan dalam suatu kegiatan kelompok. Dalam penyuluhan pertanian, pendekatan kelompok merupakan metode yang efektif digunakan. Penyuluhan merupakan proses mem- beri pelajaran pada petani melalui kelompok. Fungsi kelompok di antaranya sebagai forum belajar, wahana kerjasama, dan unit produksi usahatani. Dalam proses pengambilan kepu- tusan untuk terlibat dalam kegiatan kelompok sangat terkait pada persepsi seseorang terhadap kelompoknya. Persepsi yang benar terhadap suatu objek sangat diperlukan, karena persepsi merupakan dasar pemben- tukan sikap dan perilaku (Yani, 2009). Misalnya dalam kasus perbaikan pengelolaan agroekosistem lahan kering di pedesaan, kerusakanan tata nilai masyarakat pedesaan menjadi faktor penting penyebab terjadinya ketidakberdayaan masyarakat dan kemero- sotan agroekosistem lahan kering setempat. Upaya perbaikan tidak saja perlu disejajarkan dengan pemberdayaan masyarakat, namun juga perlu diintegrasikan dengan transformasi sosial budaya dan perekonomian pedesaan (Pranadji, 2006) yang bersifat majemuk. Pendekatan masyarakat pertanian, yaitu petani, yang berlandaskan tipologi kemajemukan masyarakat dan diiringi dengan pemahaman dan apresiasi terhadap kearifan lokal (local wisdom) setempat untuk mengen- dalikan alih fungsi lahan lebih diminati
  • 10. 124 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128 masyarakat. Strategi ini bertumpu pada parti- sipasi masyarakat dengan melibatkan peran serta aktif pihak yang berkepentingan, ter- masuk petani dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga penilaian, diiringi dengan sosialisasi dan advokasi (Iqbal dan Sumaryanto, 2007). Dalam kasus ini, tampak bahwa kelompok tani mengambil bagian penting tidak saja dalam teknologi konservasi lahan, namun juga strategi mengendalikan alih fungsi lahan secara partisipatif. Lembaga kelompok tani akan banyak berperan dalam mendorong anggotanya agar aktif melaksana- kan cara berusahatani yang baik, sehingga dapat menahan laju konservasi lahan. Apabila pemberdayaan kelembagaan masyarakat, misalnya kelompok tani, dapat diwujudkan maka perbaikan pengelolaan sumber daya yang lain (air dan lahan) untuk memantapkan ketahanan pangan akan relatif mudah terwujud (Pranadji, 2005). Suradisastra et al. (2009) mengung- kapkan bahwa evolusi kelembagaan terjadi karena pengaruh faktor pendorong internal (pushing factor) yang menstimulasi anggota kelembagaan untuk berubah sikap ke arah yang berbeda dengan kondisi saat itu, sesuai dengan kebutuhan anggota. Keberadaan faktor penarik eksternal (pulling factor) mempercepat proses evolusi kelembagaan ke arah yang diharapkan masyarakat. Penye- rasian strategi kelembagaan sosio-teknis tradisional ke lembaga ekonomi modern harus mempertimbangkan proses reposisi peran pengurus dan struktur organisasi. Oleh karena itu diperlukan langkah pembinaan dan perumusan model kelembagaan yang bersifat umum, namun strategi implementasinya bersifat spesifik lokasi. Fungsi kelembagaan menunjukan keragaman dan bersifat spesifik lokasi tergantung pada kondisi sosial kelem- bagaan, ekologi dan ketersediaan teknologi pendukung. Budaya dan tata nilai mempengaruhi sikap petani dalam suatu kelompok tani, sehingga dalam satuan organisasi dapat menimbulkan konflik yang menghambat pemberdayaan kelompok untuk lebih maju dan kuat. Oleh karena itu penyeragaman persepsi dalam satu keanggotaan kelompok sangat penting untuk menghindari konflik internal. Kekompakan kelompok tani merupakan modal awal untuk mempercepat proses adopsi teknologi termasuk pengendalian konservasi lahan dan dampak perubahan iklim. Keterbukaan pasar tenaga kerja dan meningkatnya mobilitas tenaga akan dapat mengakibatkan kelangkaan tenaga kerja dalam kelompok. Sebab individu anggota kelompok dimungkinkan bermigrasi ke kota untuk bekerja di sektor di luar pertanian. Pada bagian ini diperlukan peran tenaga penyuluh untuk memotivasi dan memberi edukasi kepada petani agar tidak mudah menyerah bekerja di sektor pertanian. Di lain pihak, penyuluh juga perlu dedikasi tinggi dan berempati kepada nasib petani dalam melakukan tugasnya menyampaikan pesan teknologi dan target sasaran yang akan dituju (Musyafak dan Tatang, 2005). Fenomena terkini dimana kelompok tani bermunculan dan digunakan sebagai “alat“ mencairkan dana dari pemerintah tanpa proses evaluasi dan pendampingan secara berkelanjutan akan menimbulkan ketergantungan individu maupun kelompok tani kepada bantuan, mengeliminasi sikap kemandirian petani. Sejati et al. (2002) berpendapat bahwa pembangunan pertanian di pedesaan belum pernah fokus pada teruwujudnya struktur dan keorganisasian masyarakat pedesaan yang sehat. Struktur dan keorganisasian ekonomi pedesaan yang ada dewasa ini tidak memberi kemungkinan yang cukup berarti bagi terwujudnya perekonomian pedesaan yang kuat dan memiliki kemandirian yang tinggi. Lebih lanjut, strategi keorganisasian masya- rakat pedesaan dalam bingkai pembangunan nasional dan dikendalikan pemerintah pusat, lebih dipandang sebagai instrumen untuk melancarkan program pembangunan fisik atau budaya material. Dua hal yang penting dalam menyiapkan keorganisasian ekonomi berbasis sumberdaya agraris setempat adalah : (1) mengefisienkan sistem usahatani melalui pembenahan kelembagaan pertanahan dan pelayanan permodalan; (2) memperbaiki keorganisasian agribisnis untuk menciptakan nilai tambah bagi masyarakat pedesaan. Di lain pihak, ketidakjelasan posisi tenaga penyuluh menghambat fungsi pela- yanan penunjang (delivery system) dan menghapus ‘good will transfer’ penyuluh untuk menyampaikan teknologi pertanian kepada kelompok dan petani. Penyuluh banyak yang kehilangan fungsinya bila bergabung dalam
  • 11. 125 PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika struktur manajemen pemerintah. Sedangkan penyuluh yang mempertahankan eksistensinya terkendala dengan bias anggaran kegiatan pengkajian, sehingga tidak tertarik lagi dengan kegiatan deseminasi teknologi, sehingga beberapa penyuluh beralih profesi sebagai tenaga pengkaji atau peneliti. Pemanfaatan keberadaan kelompok tani untuk tujuan politis dan ketidakpastian posisi penyuluh pertanian dapat menciptakan frustasi kelompok dan berakibat kemandulan kelompok tani (Basuno, 2003). Prospek Kondisi saat ini, mengindikasikan bahwa kelompok tani tidak semua berfungsi sebagaimana mestinya. Kinerja setiap kelom- pok tani dalam menjalankan perannya dalam pembangunan pertanian sangat dipengaruhi oleh sumberdaya manusia, yaitu anggota kelompok tani tersebut. Antusias dan keteram- pilan anggota kelompok dalam merespon dan mengelola program pemerintah baik yang berupa bantuan langsung maupun pinjaman modal sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan program itu sendiri. Dorongan dan fasilitas dari pemerintah sesungguhnya hanya pengungkit saja. Oleh karena itu, kelompok tani akan berhasil menjalankan perannya bila dapat memaksimalkan fasilitas yang tersedia yang disediakan pemerintah maupun yang dimiliki sendiri. KESIMPULAN Kelompok tani di Indonesia saat ini tidak lagi dibentuk atas inisiatif petani dalam memperkuat diri, melainkan kebanyakan meru- pakan respon dari program-program pemerin- tah yang mengharuskan petani berkelompok. Program-program bantuan pemerintah seperti: penyaluran pupuk bersudsidi, penyuluhan teknologi pertanian, kredit usahatani ber- subsidi, dan program-program lain disalurkan melalui kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan). Oleh karena itu, petani yang ingin mendapat fasilitas bantuan program pemerintah harus menjadi anggota kelompok. Namun demikian, tidak dapat dipung- kiri bahwa kelompok tani di Indonesia mempunyai peran yang sangat vital dalam penerapan atau adopsi teknologi. Diseminasi teknologi yang dilakukan baik oleh peneliti dan penyuluh di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) maupun penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) hampir seluruh- nya melalui kelompok. Kinerja kelompok tani menjadi barometer keberhasilan penyaluran inovasi teknologi dari lembaga penelitian kepada petani. Kelompok tani juga memainkan ber- bagai peran, diantaranya sebagai forum belajar berusahatani dan berorganisasi, waha- na kerjasama, dan unit produksi usahatani. Selain itu, kelompok tani juga berperan dalam memberi umpan balik tentang kinerja suatu teknologi, sehingga menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan lebih lanjut oleh peneliti. Potensi yang mempercepat dan mem- perkuat adopsi teknologi secara berkelanjutan oleh kelompok tani antara lain adalah: (i) besarnya jumlah anggota kelompok tani, (ii) luasnya hamparan lahan sehingga terjadi konsolidasi lahan usahatani, (iii) kepatuhan petani terhadap kesepakatan kelompok, (iv) pemahaman individu anggota yang ber- konsolidasi dalam kelompok terhadap tujuan bersama, (v) kesamaan persepsi untuk mewujudkan nilai-nilai positif dari adopsi teknologi oleh kelompok, dan (vi) munculnya lembaga pembiayaan yang dapat diakses terutama oleh kelompok tani. Selain potensi, kendala yang dihadapi oleh kelompok dalam adopsi teknologi antara lain adalah: (i) kemajemukan budaya mencip- takan persepsi yang berbeda terhadap introduksi teknologi baru, (ii) etos kerja dan profesionalisme pengurus kelompok yang umumnya masih rendah, (iii) kesadaran sebagian anggota yang rendah mempersulit untuk mempertahankan keutuhan kelompok, (iv) konflik kepentingan antara beberapa anggota kelompok, sehingga menyulitkan pen- capaian tujuan kelompok dalam adopsi teknologi. Untuk memanfaatkan potensi yang ada serta meminimalkan dampak negatif dari kendala yang dihadapai, maka diperlukan berbagai langkah kebijakan strategis antara lain: (i) peningkatan kapasitas petani untuk bekerjasama dalam kelompok melalui berba- gai sekolah lapang atau pelatihan kelembaga- an petani, (ii) menumbuhkembangkan kesa-
  • 12. 126 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128 maan persepsi tentang pentingnya kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian akan tercipta rasa kebersamaan (kekompakan) yang kuat dari tiap anggota kelompok yang merupakan modal dasar keberhasilan kelompok dalam proses adopsi teknologi. Penunjukan pengurus kelompok se- baiknya dilakukan berdasarkan keterampilan sosial dan usahatani, sehingga pengurus dapat berperan sebagai pemimpin kelompok, membimbing anggota pada satu persepsi yang sama atas program kelompok, program pemerintah dan tujuan yang hendak dicapai dalam kelompok. Oleh karena itu, aspek sumberdaya manusia kelompok tani sangat berperan dalam mengoptimalkan peran kelompok sebagai pelaku alih teknologi dan inovasi. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2009. Kelompok Tani. http://azisturindra.wordpress.com/2009/12/ 02/ kelompok-tani/; Downloaded: 14 April 2011 Basuno, E. 2003. Kebijakan Sistem Diseminasi Teknologi Pertanian: Belajar dai BPTB NTB. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 1 (3), September 2003: 238-254. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor. Darajat, S. 2011. Kelompok Tani, Ujung Tombak Pertanian Masa Depan. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=41182. Downloaded: 21 April 2011. Darwanto, D.H. 1993. Rice Varietal Improvement And Productivity Growth In Indonesia. PhD Thesis. Faculty of Graduate School, University of The Philippines Los Baños. Djiwandi. 1994. Pengaruh Dinamika Kelompok Tani Terhadap Kecepatan Adopsi Teknologi Usahatani di Kabupaten Sukoharjo. Prosiding Laporan Penelitian. Gunawan, M., A. Pakpahan, dan E. Pasandaran. 1989. Perubahan Kelembagaan Pertanian pada Pasca Adopsi Padi Unggul. Prosiding Patanas “Evolusi Kelembagaan Pedesaan di Tengah Perkembangan Teknologi Pertanian”: 32-46. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Hermanto. 2007. Rancangan Kelembagaan Tani dalam Implementasi Prima Tani di Sumatera Selatan. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 5 (2), Juni 2007 : 110-125. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Hutabarat, B. 1999. Ekonomi Produksi dan Manajemen Usaha Tani dalam Percepatan Adopsi Teknologi, Peningkatan Produksi, dan Kesempatan Kerja; Rangkuman dan Gagasan dalam Penentuan Arah Penelitian di Masa Depan. Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Ed. Rusastra et.al.: 270-284. Puslit Sosek Pertanian. Bogor. Iqbal, M. dan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu pada Partisipasi Masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 5 (2), Juni 2007: 167-182. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Kutsiyah, F., M. Mustadjab, R. Anindita, dan A. E. Yustika. 2009. Analisis Kinerja Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat melalui Lembaga Pesantren di Madura. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 27 (2), Oktober 2009: 109-134. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Le Vay, C. 1983. Agricultural Co-operative Theory: A Review. Journal of Agricultural Economics, 34(1): 1-44. Mardikanto, T. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Mintoro, A. 1997. Gejala Disintegrasi dalam Akselerasi Modernisasi pada Kelembagaan Nelayan Tangkap di Provinsi Sumatera Utara. Prosiding Industrialisasi, Rekayasa Sosial dan Peranan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian. Ed. Tahlim et al.: 355-363. Puslit Sosek Pertanian. Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Mem- bangun Pertanian. Syarat-Syarat Pokok Pembangunan dan Modernisasi. CV Yasaguna Muis, Amran, C. Khairani, Sukarjo, Y.P. Rahadjo. 2008. Petunjuk Teknis Teknologi Pen- dukung Pengembangan Agribisnis di Desa P4MI. BPTP Sulawesi Tengah. http://pfi3pdata.litbang.deptan.go.id/dokum en/one/31/file/Juknis-Pelatihan.pdf. Downloaded: 21 April 2011. Musyafak, A. dan T.M. Ibrahim. 2005. Strategi Percepatan Adopsi dan Difusi Inovasi Pertanian Mendukung Prima Tani. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 3 (1), Maret 2005: 20-37. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor.
  • 13. 127 PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN Sri Nuryanti dan Dewa K.S. Swastika Pasaribu, M. S. 2007. Revitalizing Institution to Enhance Climate Forecast Application in East Nusa Tenggara Province, Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 5 (3), September 2007: 239-253. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Pelita. 2011. Laporan: Kelompok Tani, Ujung Tombak Pertanian Masa Depan. http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id= 40915, 15 April 2011. Pranadji, T. 2005. Pemberdayaan Kelembagaan dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 3 (3), September 2005: 256-267. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Pranadji, T. 2006. Penguatan Modal Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolaan Agroekosistem Lahan Kering. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 24 (2), Oktober 2006: 178-206. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Putri, R. dan R. Pamekas. 2011. Pemberdayaan Masyarakat untuk Pengoptimalan Tekno- logi Kincir Air di Sumatera Barat. http://www.pdf-archive. com/2011/03/16/31-ratih-putri-r-r- pamekas/31-ratih-putri-r-r-pamekas.pdf, 15 April 2011. Rachman, B. 1989a. Skala Usaha dan Efisiensi Alokasi Masukan Usahatani Padi pada Berbagai Sistem Penguasaan Lahan di Jawa Barat. Prosiding Patanas “Evolusi Kelembagaan Pedesaan di Tengah Perkembangan Teknologi Pertanian”: 78- 93, Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. Rachman, B. 1989b. Sistem Hubungan Kerja dan Distribusi Pendapatan di Pedesaan Jawa Barat. Prosiding Patanas “Evolusi Kelembagaan Pedesaan di Tengah Perkembangan Teknologi Pertanian”: 110- 118. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Sadjad, S. 2010. Kelompok Tani, Apa Lanjutannya?. http://www.sinartani.com/ agri-wacana/kelompok-tani-apa- lanjutannya-1234154859.htm. Downloaded: 3 April 2011. Sejati, W.K., Syahyuti, T. Pranadji, B. Wiryono, dan H. Tarigan. 2002. Strategi Keorganisasian Petani untuk Pengembangan Kemandirian Perekonomian Pedesaan. Laporan Hasil Penelitian. Puslitbang Sosek Pertanian. Simatupang, P. 2004. Prima Tani sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 2 (3), September 2004: 209-225. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor. Soentoro. 1989. Keragaan Hubungan Kerja dan Penguasaan Tanah pada Pasca Adopsi Teknologi. Prosiding Patanas “Evolusi Kelembagaan Pedesaan di Tengah Perkembangan Teknologi Pertanian”: 59- 77. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Stockbridge, M., Andrew D., Jonathan K., Jamie M., and Nigel Poole. 2003. Farmer Organi- zations for Market Access: An International Review. www.dfid.gov.uk/r4d/Pdf/Outputs/ R8275_040518_IntRev_FO_MktAccs.Pdf. 14 November 2011. Sudaryanto, T. dan A. Agustian. 2003. Peningkatan Daya Saing Usahatani Padi: Aspek Kelembagaan. Analisis Kebijakan Pertani- an Vol. 1 (3), September 2003: 255-274. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor. Suradisastra, K., E.L. Hastuti, B. Wiryono, G.S. Budi, dan H. Tarigan. 2009. Perumusan Model Kelembagaan Petani untuk Revitalisasi Kegiatan Ekonomi Pedesaan. Laporan Sinergi Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi dan LPDN dengan LPD (SINTA). Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Susilowati, S.H., A. Purwoto, dan P. Simatupang. 1997. Efektivitas Kelompok Tani sebagai Wadah untuk Pengembangan Traktor Melalui Program Dana Bergulir. Prosiding Industrialisasi, Rekayasa Sosial dan Peranan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian. Ed. Tahlim et al.: 127-138. Puslit Sosek Pertanian. Suyitman, S.H. Sutjahjo, C. Herison, dan Muladno. 2009. Status Keberlanjutan Wilayah Berbasis Peternakan di Kabupaten Situbondo untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 27 (2), Oktober 2009: 165-191. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Swastika, D.K.S. 1995. The Decomposition of Total Factor Productivity Growth: The Case of Irrigated Rice Farming in West Java, Indonesia. PhD Thesis. Faculty of Graduate School, University of The Philippines Los Baños. Syahyuti. 2009. Lembaga dan Organisasi Petani dalam Pengaruh Negara dan Pasar. Forum Agro Ekonomi. Vol.28(1). pp. 35-53. Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabung- an Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai Kelembagaan Ekonomi di Perdesaan. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 5 (1), Maret 2007: 15-35. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
  • 14. 128 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 115 - 128 Taryoto, A.H., F. Sulaiman, T. Pranadji, B. Rachman, E.L. Hastuti, Syahyuti, dan Sunarsih. 1996. Analisis Kelembagaan Alih Teknologi Pertanian dalam Perkembangan Kelembagaan Pedesaan. Laporan Penelitian. Puslit Sosek Pertanian. Wikipedia. 2011a. Farmer Insurance Group. http://en.wikipedia.org/wiki/Farmers Insurance_Group, 15 April 2011. Wikipedia. 2011b. Kelompencapir.. http:// en. wikipedia.org/wiki/Kelompencapir, 15 April 2011. Yani, Diarsi Eka. 2009. Persepsi Anggota terhadap Peran Kelompok Tani pada Penerapan Teknologi Usahatani Belimbing. http:// repository.ipb.ac.id/ handle/123456789/ 4109, 17 April 2011.