1. MAKALAH
“ PENERAPAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA
DALAM ASPEK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI”
Disusun untuk memenuhi mata kuliah Pembangunan Pertanian
Semester Ganjil Tahun 2010
Oleh
Raden Bondan Eddyana B
150110080162
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2. BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk menggantungkan hidup pada
sector pertanian sehingga secara langsung sector tersebut telah memiliki peran vital dan potensi
dalam menentukan perkembangan kemajuan negara kita. Sektor pertanian berperan dalam
perekonomian nasional melalui pembentukan Produk DomestikBruto (PDB), perolehan devisa,
penyediaan pangan dan bahan baku industri,pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja
dan peningkatanpendapatan masyarakat. Selain kontribusi langsung, sektor pertanian
jugamemiliki kontribusi yang tidak langsung berupa efek pengganda (multipliereffect), yaitu
keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi.
Salah satu bukti bahwa pertanian merupakan sector potensi antara lain pada masa krisis,
sektor pertanian terbukti bertahan dan pulih lebih cepat dibanding sektor-sektor lain, sehingga
berperansebagai penyangga pembangunan nasional terutama dalampenyediaan kebutuhan
pangan pokok, perolehan devisa, penyedia lapangankerja, dan penanggulangan kemiskinan.
Kemudian pasca krisis, pembangunan pertanian menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Karena sektor pertaniantelah mampu melepaskan diri dari ancaman keterpurukan
yangberkepanjangan, terlepas dari ancaman kontraksi berkelanjutan dan melepaskan diri dari
perangkap spiral pertumbuhan rendah dan berada pada fase percepatan pertumbuhan menuju
pertumbuhanberkelanjutan.Keberhasilan tersebut tidak lepas dari kebijakan dan pelaksanaan
program pembangunan pertanian pada periode tahun 2000-2004 yangmemfokuskan pada upaya
mengatasi dampak krisis, melalui implementasiPembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis
sebagai Grand Strategypembangunan pertanian.
Pertumbuhan berkelanjutan tidak akan bertahan jika tidak ada sebuah konstruksi
pembangunan sebagai pilar pertumbuhan dan pembangunan tidak akan bisa dimulai ketika
sebuah kebijakan yang melandasinya belum disusun. Kebijakan pembangunan pertanian
bertujuan untuk membentuk struktur pola pembangunan tersebut dalam kurun waktu panjang dan
pendek sehingga peningkatan kehidupan sector pertanian semakin berkembang, tidak seperti saat
ini dimana terutama pelaku sector tersebut berada dalam garis kemiskinan.
3. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mencapai masyarakat yangberkehidupan
modern, di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia telah menumbuhkan keyakinan
bahwa semua dapat dicapai melalui proses industrialisasi. Strategipembangunan melalui
industrialisasi menjadi paradigma pembangunan yang popular dengan menyejajarkan negara
berkembang dengan negara-negara yang maju danmodern di negara-negara barat (Subejo,2005).
Pola pikirindustrialisasimenyebabkan sektor pertanian menjadi sektor yang hanya
mendapat prioritas kedua. Soetrisno (1999:1-2) mengungkapkan indikator keberhasilan suatu
pembangunan adalah mengecilnya sumbangansektor pertanian pada total pendapatan negara.
Sebaliknya, apabila kontribusi danketergantungan suatu negara pada sektor pertanian masih
tinggi dianggap sebagai negara yangterbelakang.
Industrialisasi diprioritaskan sebagai salah satu upaya penyelesaian yang effektif dalam
mempercepat pembangunan pertanian terutama masalah pangan namun persoalan bidang
pertanian tidak hanya berkait dengankonsumsi dan produksi namun tentang faktor dukung sektor
pertanian yang komprehensif. Ada empat aspek yang menjadi prasyarat melaksanakan
pembangunan pertanian antara lain akses terhadapkepemilikan tanah,akses input dan proses
produksi, akses terhadap pasar dan akses terhadap kebebasan.(Bahari, 1994).
Beberapa masalah mendasar yang masih banyak dihadapi oleh petani dan sector
pertanian di Indonesia adalah masih lemahnya interlinkage antara penyedia input, pasar, industri
pengolahan dan lembaga keuangan dengan para petani (Subejo, 2005).
Dalam sebuah pembangunan peran serta semua pihak sangat menentukan keberhasilan
kebijakan yang akan diterapkan, terutama petani. Pembangunan pertanian akan tidak
menghasilkan sesuatu jika pelaku utama sector tersebut tidak mampu berkembang secara
dinamis. Salah satu upaya penunjang pembangunan tersebut yaitu kebijakan untuk meningkatkan
SDM yang ada. Peningkatan SDM tidak hanya dibatasi peningkatan produktivitas petani namun
juga peningkatankemampuan petani agar dapat lebih berperan dalam proses pembangunan.Satu
hal yang perlu mendapatkan perhatian alam peningkatan SDM adalah rendahnya partisipasi
petani dalam pengambilan keputusan pembangunan pertanian (Subejo,2005).Rendahnya
4. produktivitas disebabkan ketimpangan dalam pemilikan dan penguasaantanah untuk proses
produksi pertanian.
Pembangunanpertanian perlu didukung oleh upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan
khususnya yang terkait dengan pertanian. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang
disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalammerencanakan, memutuskan dan
mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collectiveaction dan networking sehingga
pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandiriansecara ekonomi, ekologi, dan
social (Subejo dan Supriyanto, 2004:2-3).
Dengan memperhatikan pola pemberdayaan masyarakat tani, maka pembangunan yang
dilakukan dapat secara langsung mendorong petani untuk memanfaatkan sumber daya yang
dimilikinya sehingga secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi,
ekonomi, sosial dan ekologi-nya untuk mencapai derajat kesejahteraan yang lebih tinggi.
5. BAB III
PEMBAHASAN
Studi Kasus :Keberhasilan Pembangunan Pertanian di Yogyakarta
Indonesia Repelita I (1969-74) membangun perekonomiannya berhasil mengatasi
masalah pangan yang dihadapi dan mencapai swasembada beras tahun 1984.
Keberhasilan pembangunan pertanian di propinsi DIY di samping diluncurkannya
program BIMAS (bimbingan massal) intensifikasi padi (bahkan juga palawija), juga terutama
karena petani memberikan tanggapan sangat positif terhadap program pemerintah ini. Program
Bimas mencakup 5 upaya (Panca Usaha) yaitu: (1) penggunaan bibit unggul, (2) pemupukan
dengan pupuk kimia, (3) pemberantasan hama dan penyakit dengan obat-obatan; (4) pengairan,
dan (5) cara bercocok tanam yang baik dan benar.
Anne Booth dalam buku ”Agricultural Development in Indonesia” (1988) melaporkan bahwa
produksi padi per hektar adalah tertinggi di Indonesia (49,7 kw) yang dapat diterangkan dari
pemupukan tertinggi (urea) 263 kg, dan rasio irigasi lahan yang tinggi (61,4) (tabel 1).
6. Jelaslah bahwa petani Yogyakarta memang menjadi contoh nasional yang mampu dengan
cepat mengadopsi teknologi baru yang memungkinkan peningkatan produksi padi secara
menyakinkan, sehingga propinsi ini meskipun luas sawahnya yang beririgasi relatif sempit, dapat
mengatasi masalah pangan penduduknya.Disamping DIY juga Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali,
dan Jawa Barat. Bahkan dibandingkan dengan Jepang dan Taiwan petani Yogyakarta dan Jawa
mampu melipatduakan hasil per hektar padi jauh lebih cepat yaitu 13 tahun, padahal petani
Jepang memerlukan waktu 65 tahun, dan petani Taiwan 32 tahun (tabel 2).
Pembangunan SDM
Berbagaipendapat tentang data-data masyarakat Yogyakarta, terutama perubahan drastis
dari salah satu daerah “termiskin” menjadi salah satu daerah ”termakmur” di Indonesia. Indek
Pembangunan Manusia DIY adalah tertinggi di Indonesia di luar DKI Jakarta. IPM yang baik
menjadi kunci yang dapat menerangkan berbagai kontradiksi tentang masyarakat DIY kurang
disadari. Kualitas manusia atau SDM yang diukur antara lain dari indek harapan hidup, indek
pendidikan, dan indek daya beli, jelas dapat menjadi ukuran keberhasilan atau kegagalan
program-program pembangunan, baik yang datang dari pemerintah maupun yang dikembangkan
7. masyarakat sendiri. Misalnya program penanggulangan kemiskinan IDT (Inpres Desa
Tertinggal) yang diluncurkan pemerintah tahun 1993 berupa hibah bergulir (revolving grant)
sebesar Rp 20 juta per desa per tahun (diberikan 3 tahun berturut-turut), paling tinggi tingkat
keberhasilannya di DIY (90%), dan Bali (87%), dua propinsi kecil yang lembaga-lembaga
adatnya sangat kuat. Artinya faktor-faktor non-ekonomi telah memberikan sumbangan besar bagi
keberhasilan program ekonomi. Inilah ekonomi kelembagaan (institutional economics) ajaran
ekonomi John R Commons yang lebih menekankan kerjasama (cooperation) dan tindakan
bersama (collective action) dalam pemecahan masalah pertarungan kepentingan-kepentingan
ekonomi (conflict of interest) ketimbang persaingan (competition). Suatu masyarakat kecil
seperti masyarakat Yogyakarta yang ”budaya”nya relatif tinggi termasuk budaya gotong-
royongnya, dapat menciptakan suasana mendukung (conducive) bagi program-program
pembangunan masyarakat terutama program-program penanggulangan kemiskinan.
Dalam masyarakat seperti Yogya dan Bali , sudah terbentuk dan berkembang sistem
pengawasan masyarakat antarmanusia maupun oleh perorangan warga masyarakat terhadap
lembaga-lembaga/instansi-instansi pemerintah dan masyarakat, sehingga lembaga-lembaga
masyarakat cenderung lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaan pelayanan pada
masyarakat. Dari hal tersebut penyimpangan perilaku pejabat pemerintah atau pemimpin-
pemimpin masyarakat juga dapat dibatasi.
Demikian (pembangunan) SDM di DIY berhasil sebagai hasil kebijakan/program
pemerintah dan hasil bekerjanya secara normal/alami lembaga-lembaga masyarakat/adat yang
terkait erat dengan budaya setempat.
8. BAB IV
KESIMPULAN
Pembangunan merupakan suatu bentuk perwujudan kebijakan yang dilakukan oleh pihak
tertentu, bisa pemerintah dalam maupun luar negeri. Pembangunan dapat dilakukan dalam
berbagai aspek, salah satunya yaitu pertanian.
Sector pertanian merupakan salah satu sector yang memegang peranan penting baik
disadari langsung ataupun tidak. Namun pada kenyataan bahwa perhatian pemerintah terhadap
sector pertanian lebih kecil dibandingkan dengan sector lain sehingga diperlukan sebuah
kebijakan dalam penerapan pembangunan tersebut.
Kebijakan pembangunan yang diterapkan tidak langsung dapat diterima, mengingat
bahwa pelaku utama sector merupakan petani maka diperlukan juga sebuah kebijakan yang
meningkatkan nilai SDM pada daerah tersebu. Pembangunan tanpa disertai pelaku pembangunan
yang dinamis tidak akan menghasilkan perkembangan apapun dan tidak akan bertahan lama
mengingat konsep bahwa pelaku pembangunan yaitu petani sebagian besar pendidikan tidak
terlalu tinggi.
Salah satu daerah yang berhasil diterapkan kebijakan pemerintah yaitu Yogyakarta.
masyarakat seperti Yogya sudah terbentuk dan berkembang sistem pengawasan masyarakat
antarmanusia maupun oleh perorangan warga masyarakat terhadap lembaga-lembaga/instansi-
instansi pemerintah dan masyarakat, sehingga lembaga-lembaga masyarakat cenderung lebih
berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaan pelayanan pada masyarakat.
9. DAFTAR PUSTAKA
Subejo dan Supriyanto. 2004:2-3. dalam Globalisasi Dan Isu-Isu Strategis Dalam Pembangunan
Pertanian Di Indonesia. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Diakses melalui
http://subejo.staff.ugm.ac.id/wp-content/sorem-2005.pdf. Tanggal akses 01/10/2010.
Subejo.2005. dalam dalam Globalisasi Dan Isu-Isu Strategis Dalam Pembangunan Pertanian Di
Indonesia. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Diakses melalui
http://subejo.staff.ugm.ac.id/wp-content/sorem-2005.pdf. Tanggal akses 01/10/2010.
Bahari, 1994. dalam dalam Globalisasi Dan Isu-Isu Strategis Dalam Pembangunan Pertanian Di
Indonesia. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Diakses melalui
http://subejo.staff.ugm.ac.id/wp-content/sorem-2005.pdf. Tanggal akses 01/10/2010.
Soetrisno. 1999:1-2. dalam Globalisasi Dan Isu-Isu Strategis Dalam Pembangunan
Pertanian Di Indonesia. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Diakses melalui
http://subejo.staff.ugm.ac.id/wp-content/sorem-2005.pdf. Tanggal akses 01/10/2010.
Mubyarto. 2002. Kemiskinan Dan Ekonomi Rakyat Yogyakarta. Fakultas Ekonomi Universitas
Gajah Mada. Diakses melalui http://www.ekonomirakyat.org/artikel_1.html. Tanggal
akses 04/10/2010.
Yamada dan Hayami. 1979. Kemiskinan Dan Ekonomi Rakyat Yogyakarta. Fakultas Ekonomi
Universitas Gajah Mada. Diakses melalui http://www.ekonomirakyat.org/artikel_1.html.
Tanggal akses 04/10/2010.
Anne. 1988. dalam Kemiskinan Dan Ekonomi Rakyat Yogyakarta. Fakultas Ekonomi
Universitas Gajah Mada. Diakses melalui http://www.ekonomirakyat.org/artikel_1.html.
Tanggal akses 04/10/2010.