1. 2014
ASPEK HUKUM DAN BISNIS
Andrean Wilianoto (2012100063)
Desita Ega (2012100065)
Indri Purwaningsih (2012100057)
Muhammad Hafidz (2012100054)
Ollie Marcella (2012100076)
2. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
Kata Pengantar
Puji Syukur kepada Tuhan yang maha Esa karena dengan
rahmatNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang kami terima ini
sebagai penutup dari serangkaian perkuliahan Aspek Hukum yang
berlangsung pada semester 3 ini. Dan terima kasih juga kepada Bapak
Febriansyah selaku dosen Aspek Hukum dan Bisnis, yang telah
membantu
kami
pembelajaran
para
yang
mahasiswa
kami
dan
dapatkan
mahasiswi
selama
dalam
kegiatan
proses
perkuliahan,
khususnya kelompok 4 dalam proses pengerjaan dan intruksi yang telah
diberikan.
Dalam penulisan makalah kami mendapatkan tugas Ekonomi yang
masuk dalam bidang mata kuliah Aspek Hukum dan Bisnis yang bertopik,
tentang pidana, sistem hukum dan prosedur hukum dalam kasus korupsi /
KPK
dalam
negara
Indonesia.
Juga
menemukan
proses
dan
pembentukan hukum untuk suatu kasus KPK. Di dalam makalah ini
penulis akan menginformasikan dan menjelaskan juga menganalisis
tentang faktor beserta teori yang mengarah pada kekuatan hukum serta
konsistensitas perlakuan hukum di negara Indonesia.
Makalah ini juga memiliki tujuan yaitu dengan menjabarkan
pengertian serta kasus yang sudah resmi berkaitan dengan judul supaya
dapat dibaca dan dimengerti dengan baik oleh pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Atas segala
kekurangan dan kelebihan dari makalah, harap memaklumi segala
kekuraangannya, dan Selamat membaca.
Bekasi, 6 Oktober 2013
Penulis
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 2
January 1,
2014
3. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang memliki banyak sumber daya
alam yang melimpah serta memiliki penduduk yang
terbesar diantara
negara lainnya. Namun di dalam kelebihannya itu banyak hal yang
menjadikan Indonesia sebagai negara terburuk juga dalam perekonomian.
Mengapa? akibat adanya kesenjangan antara elit politisi dan masyarakat
biasa akan mengantarkan keterpurukan kesejahteraan keluarga dan
tingkat kemakmuran masyarakat indonesia, Salah satu tindakan kriminal
yang memiliki dampak internasional adalah korupsi.
Kekurangan di Indonesia menjadikan salah satu icon terburuk
untuk negara yang memiliki banyak kelebihan ini. Sama hal nya seperti
pedang bermata dua, memiliki dua sisi yang berbeda, di balik ketajaman
dua sisi mata pedang tersebut, namun manusia yang menggunakannya
juga akan merasakan impact dari dua sisi mata pedang tersebut, sama hal
nya dengan Negara ini memiliki banyak kelebihan namun potensi untuk
mengolah sumber daya tersebut sangatlah kurang dan minim sekali
sumber daya manusia yang benar – benar mampu untuk mengolah dan
mengangkat tingkat kemakmuran masyarakat indonesia oleh karena itu
mengakibatkan banyak tindakan kriminal terjadi di Negara ini.
Sebagai survei bahwa tindakan korupsi memiliki peringkat tertinggi
dalam tindakan kriminal,Korupsi diIndonesia berkembang secara sistemik.
Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran
hukum melainkan sekedar
suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian
perbandingan korupsi antar negara,Indonesia selalu menempati posisi
paling rendah. Perkembangan korupsi diIndonesia juga mendorong
pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan
korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 3
January 1,
2014
4. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah.
Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dibagi dalam 3 periode,
yaitu pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.
Orde Lama
Dasar Hukum: KUHP (awal), UU 24 tahun 1960
Antara 1951 - 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal
seperti Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar.
Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran
tersebut kemudian di bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa
kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana
atas intervensi PM Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri
luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok
Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan
Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam
kasus
tersebut
mantan
Menteri
Penerangan
kabinet Burhanuddin
Harahap (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur
Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961
karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di
Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya
korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan
dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di
bawah Penguasa Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI.
Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada
masa ini, namun kurang berhasil.
Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan lahan korupsi
paling subur. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang
diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 4
January 1,
2014
5. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
Mayjen Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar
Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti
oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya. Proses hukum Suharto saat itu
dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Suharto
ke Seskoal Bandung. Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak
pencalonan Suharto menjadi ketua Senat seskoal.
Orde Baru
Dasar Hukum: UU 3 tahun 1971
Korupsi orde baru dimulai dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis
strategis.
Reformasi
Dasar Hukum:
UU 31 tahun 1999, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa
institusi:
1. Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi)
2. Komisi Pemberantasan Korupsi
3. Kepolisian
4. Kejaksaan
5. BPKP
6. Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi massa (mis: ICW)
B. DASAR TEORI
Undang-undang di Indonesia yang mengatur mengenai tindak
pidana korupsi adalah UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 5
January 1,
2014
6. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”).
Orang yang membantu pelaku tindak pidana korupsi dikenakan
ancaman pidana yang sama dengan yang dikenakan kepada pelaku
korupsi (lihatPasal 15 UU Tipikor). Ketentuan ini juga berlaku untuk setiap
orang yang berada di luar wilayah Indonesia yang membantu pelaku
tindak pidana korupsi (Pasal 16 UU Tipikor).
Kemudian, mengenai ancaman pidana untuk orang yang turut serta
melakukan tindak pidana korupsi, kita perlu perlu merujuk pada ketentuan
umum hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (“KUHP”). Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP, orang yang turut
serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku tindak
pidana. Jadi, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP orang yang turut serta
melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana
yang sama dengan pelaku tindak pidana korupsi.
Sebagai contoh, dalam artikel Rekanan Kemenpora Terbukti
Menyuap,seorang pengurus rekanan Kemenpora divonis bersalah dalam
kasus pembangunan wisma atlet di Palembang dengan dakwaan yang
didasarkan selain ketentuan UU Tipikor, juga didasarkan dengan Pasal 55
ayat (1) KUHP. Contoh lainnya dapat dilihat pada Putusan MA No.
2389K/Pid.Sus/2011 tanggal 22 Februari 2012 yang memvonis terdakwa
bersalah melakukan turut serta korupsi secara bersama-sama.
Jadi, orang yang turut serta melakukan korupsi maupun orang yang
membantu melakukan korupsi keduanya diancam dengan pidana yang
sama dengan orang yang melakukan korupsi.
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 6
January 1,
2014
7. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
Dasar hukum:
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(Wetboek van Strafrecht)Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915
2.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang
Nomor
20
Tahun
2001
tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Putusan:
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2389K/Pid.Sus/2011 tanggal 22
Februari 2012
C. CARA PENGERJAAN
1. Carilah data sekunder dengan jenis data jurnal resmi
2. Maksimal 3 jurnal yang di tentukan melalui topik tertentu
3. Buat dalam makalah
4. Makalah dibuat berdasarkan prosedur dan syarat yang ditentukan
oleh dosen
5. Analisa dan bandingkan antara jurnal satu dengan yang lainnya
D. RUMUSAN MASALAH
1. Jabarkan data melalui 3 jurnal yang di dapat?
2. Bagaimana proses penetapan tersangka?
3. Analisa dan bandingkan proses hukum, melalui pasal-pasal atau
hukum vonis yang diberikan?
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 7
January 1,
2014
8. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
BAB II
PEMBAHASAN
A. ISI MASING-MASING JURNAL
JURNALPERTAMA : EFEKTIFITAS JAKSA SEBAGAI PENYIDIK TINDAK
PIDANA KORUPSI PADA KEJAKSAAN TINGGI SULAWESI SELATAN
Analisis, Juni 2012, Vol.1. No.1 : 86 – 92 ISSN 2252-7230
Dalam kasus korupsi ini kami melakukan pencarian data sekunder
melalui jurnal resmi, yan berhubungan dengan korupsi.
Seperti yang
sudah dijelaskan Indonesia dalam perkembangan korupsi mengalami
peningkatan yang
menjadikan nilai hukum di Indonesia tidak
mendapatkan konsistensinya dalam penerapan tindakan kriminal tersebut.
Jurnal yang pertama merupakan penyidikkan yang dilakukan oleh
kejaksaan Sulawesi Selatan. Dalam jurnal tersebut dituliskan bahwa,
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada khususnya dalam melakukan
penyidikan tindak pidana korupsi. Penelitian ini dilaksanakan di Kejaksaan
Tinggi Sulawesi Selatan di Makassar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini normatif empiris yaitu
survei lapangan dengan mewawancarai dan memberikan quisioner
kepada para jaksa di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, sedangkan
untuk mendapatkan data sekunder dilakukan studi kepustakaan dan
dokumentasi.
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 8
January 1,
2014
9. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
Pengambilan sampel dilakukan khusus di Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Selatan di Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
efektifitas pelaksanaan kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan di
makassar menunjukkan efektifitas yang cukup baik, hal tersebut tertuang
dalam trend peningkatan penyidikan tindak pidana korupsi dan data
penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Selatan di Makassar yang dari tahun ke tahun terus meningkat.
Selain itu Sulawesi Selatan memiliki tingkatan jaksa yang memiliki
latar belakang sebagai berikut : Dari yang struktural maupun fungsional,
dari golongan jaksa yang pada level bawah yaitu golonga III/a hingga
golongan jaksa yang pada level tertinggi yaitu golongan IV/d, sehingga
dalam jurnal tersebut openulis berharap dapat mengakomodasi jaksa
secara keseluruhan pada wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Selatan.
Memiliki beberapa poin dalam jurnal kali ini. Dalam pendahuluan dalam
jurnal tersebut tertulis adanya 4 kali perubahan UU tindak pidana korupsi,
yaitu :
1. Yang pertama berubah adalah PERPU no 24 tahun 1960
tentang pengusutan, penuntunan dan pemeriksaan tindak
pidana korupsi menjadi UU no 1 tahun 1961.
2. Yang kemudian berubah untuk kedua kalinya menjadi UU no 3
tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Yang berubah kembali untuk ketiga kalinya menjadi UU no 3
tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
4. Dan yang keempat disempurnakan berubah menjadi UU NI 21
tahun 2000 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999.
Undang-undang no 31 tahun 1999 yang kemudian diubah
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 9
January 1,
2014
10. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
menjadi UU no 20 tahun 2001 menjadi andalan untuk
memberantas tindak korupsi.
Undang-undang
tersebut
diharapkan
dapat
membantu
penyelesaian tindak pidana korupsi yang sangat merugikan
keuangan negara dan merugikan masyarakat.
Hasil dan pembahasan dalam jurnal ini adalah :
UU no 31 tahun 1999 yang diubah menjadi UU no 20 tahun
2001 menjadi filter pemberantasan korupsi . Kejaksaan
Republik Indonesia juga diharapkan sebagai ujung tombak
dalam pemberantasan korupsi.
Dalam UU no 16 tahun 2004 yang menyatakan bahwa
Kejaksaan RI menjadi dasar tenatng tugas dan kewenangan
yang dimiliki oleh Kejaksaan RI. Tugas dan kewenangan ini
dilakukan
penuh
dengan
tanggung
jawab
dan
dengan
profesionalisme yang tinggi didukung dengan perarturan dan
perundang-undangan yang berlaku serta perarturan penunjang
berupa petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan pimpinan.
Kejaksaan diharapkan menjadi motor penggerak penegakan
hukum di Indonesia dalam bidang penyidikan tindak pidana
korupsi. Kejaksaan tinggi Sulawesi Selatan sudah membuktikan
keefektifitasnya dalam menyidik tindak kasus korupsi terbukti
dalam peningkatan penyidikan tindak pidana korupsi yang
meningkat setiap tahunnya.
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 10
January 1,
2014
11. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
Peranan penyidik dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi
Yaitu :
Kasus korupsi yang telah diselidiki oleh penyidik kepolisian
sejak tahun 2008 hingga 2011 dimakassar belum berjalan
dengan sempurna. Ada beberapa kasus yang tidak dilakukan
penggeledahan terhadap tersangka, padahal hal tersebut
menjadi
salah
satu
prioritas
penyidik
dalam
rangka
mengefektifkan proses penyelesaian perkara korupsi, dalam hal
mengumpulkan bukti sebanyak mungkin.
Indikator keberhasilan penyidik tindak pidana korupsi dalam
mengemban tugas memberantas KKN antara lain adalah
keberhasilan membangun animo dan mendorong aspirasi
masyarakat agar memiliki akses untuk berperan aktif membantu
mengungkap tindak pidana korupsi dengan cara memberikan
informasi sebanyak mungkin kepada institusi penyidik.
Kendala-kendala yang dihadapi penyidik yaitu :
a. Kurangnya peran serta masyarakat melapor tindak pidana
korupsi
b. Keterbatasan personil jaksa dibidang tindak pidana khusus
terdapat 7 orang jaksa, 4 orang fungsional, dan 3 orang
struktural. Kurangnya personil jaksa.
Integritas seorang penyidik merupakan tata sikap yang terwujud
melalui pola pikir perilaku jujur dan konsisten. Pola pikir dan perilaku yang
jujur dan konsisten harus dimiliki oleh seorang penyidik dalam
menjalankan tugas-tugas menegakkan hukum. Dengan begitu, pelaku
tindak korupsi tidak akan mempengaruhi keputusan-keputusan yang
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 11
January 1,
2014
12. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
dibuat apalagi pelaku tindak korupsi tersebut mengajak berkomproni
dalam urusan hukum.
JURNAL KEDUA : UPAYA JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM
MENGEMBALIKAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA AKIBAT TINDAK
PIDANA KORUPSI
Analisis, Juni 2012, Vol.1. No.1 : 61 – 69 ISSN 2252-7230
1. Dalam pendahuluan dijelaskan bahwa kejaksaan adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang
penuntunan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Selain itu tugas kejaksaan adalah melakukan penyidikan tindak
pidana korupsi dan di bidang hukum perdata dan tata usaha
negara. Penegakan hukum yang efektif terhadap tindak pidana
korupsi diharapkan memenuhi 2 tujuan yaitu :
a. Agar pelaku tindak pidana korupsi tersebut dihukum dengan
hukuman pidana yang adil dan setimpal dengan perbuatannya.
b. Agar kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat dari
tindak pidana korupsi tersebut dapat dikembalikan semaksimal
mungkin.
Dalam jurnal ini di tuliskan bahwa pasal yang dibentuk untuk tugas
kejaksaan Makasar yaitu. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD RI Tahun 1945)
menyebutkan
bahwa
Negara
Indonesia
berdasarkan
atas
hukum
(rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtssataat).
Prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi
setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 12
January 1,
2014
13. January 1,
2014
ASPEK HUKUM DAN BISNIS
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil.
Pada Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004
menyebutkan Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan
negara
dibidang
penuntutan
serta
kewenangan
lain
berdasarkan undang-undang. UU No 3 tahun 1971 tidak menyatakan
digunakan instrumen perdata untuk mengembalikan kerugian keuangan
negara. Dalam praktek instrumen perdata ini digunakan oleh jaksa,
berkaitan
dengan
adanya
penjatuhan
hukuman
tambahan
yaitu
pembayaran uang pengganti terhadap vide pasal 34. Hal ini jaksa
pengacara Negara melakukan upaya perdata terhadap terpidana, agar
membayar uang pengganti sebagaimana di tetapkan oleh hakim yang
memutus perkara korupsi yang bersangkutan penyidikan yang dilakukan
penyidik belum sesuai dengan pasal 28 UUPTPK dimana dalam berita
acara pemeriksaan tersangka tidak mencantumkan harta benda milik
tersangka.
Secara tegas, peran jaksa pengacara negara dinyatakan
dalam pasal 32 pasal 33, pasal 34 dan pasal 38 C UUPTPK,
undang-undang no 20 tahun 2001 perubahan atas no 31
tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
tetap mempertahankan jenis pidana tambahan ini.
Ketentuan dalam pasal 28 ayat 1 huruf b menyatakan :
bahwa terhadap pelaku tindak pidana korupsi dapat
dijatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran pengganti
yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta
benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan dalam
waktu satu bulan terpidana tidak membayar uang pengganti
maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang
untuk menutupi uang pengganti.
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 13
14. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
Selain tugas penuntutan . secara eksplisit Kejaksaan mempunyai
kewenangan lain dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dan
di bidang hukum perdata dan tata usaha negara.Penegakan hukum yang
efektif terhadap tindak pidana korupsi di harapkan mampu memenuhi dua
tujuan. Tujuan pertama adalah agar pelaku tindak pidana korupsi tersebut
dihukum yang kedua tujuanya adalah agar tindak korupsi dapat
membayar kerugian negara secara maksimal.
Dalam kasus korupsi dalam jurnal ini disebutkan 2 hal tindakan
yang memiliki hukuman pidana dan perdata dalam mengupayakan
keadilan dalam kasus korupsi. Pidana dapat dilakukan oleh penyidik
sebagai penuntun yaitu untuk pengadilan dan eksekusi atas putusan
hakim. Selanjutnya upaya perdata dilakukan oleh Jaksa Pengacara
Negara dimana gugatan perdata untuk tindak pidana korupsi dilakukan
ketika upaya pidana tidak dimungkinkan untuk di proses lagi.
Hal itu dijelaskan kembali dalam paragraf ini kapan menggunakan
tindakan pidana kapan pula tindakan perdata. Upaya pidana dalam jurnal
ini dijelaskan bahwa pidana tidak akan mungkin tertuang dalam pasal 32,
pasal 33, paal 34 dan pasal 38 C. Undang-undang pemberantasan tindak
pidana korupsi (selanjutnya disebut UUPTPK). Lalu mengenai penjelasan
tentang upaya tindakan perdata di lakukan dalam keadaan sebagai berikut
jika terpidana atau tersangka mengalami :
1. Setelah dilakukan penyidikan ditemukan unsur tidak cukup bukti
adanya tindak pidana korupsi.
2. Tersangka meninggal dunia pada saat penyidikan.
3. Terdakwa meninggal dunia pada saat pemeriksaan sidang pengadilan.
4. Terdakwa diputus bebas.
5. Diduga terdapat hasil korupsi yang belum dirampas untuk Negara
walaupun putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap.
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 14
January 1,
2014
15. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
B. ANALISA
Pelaksanaan kewenangan kejaksaan tinggi di sulawesi selatan
cukup baik dilihat dari penyidikan kasus tindak korupsi yang meningkat
setiap tahunnya. Tetapi masih harus dilakukan perbaikan-perbaikan
karena memiliki kendala-kendala , salah satunya adalah sumber daya
penyidik itu sendiri yang mampu menangani kasus-kasus tindak korupsi
dan penyediaan alat-alat teknologi yang mendukung proses penyidikan
seperti
alat
penyadapan
yang
membantu
mempercepat
proses
penyidikan.
Para penyidik berperan aktif dalam membantu kasus pidana
korupsi, Indikator keberhasilan penyidik tindak pidana korupsi dalam
mengemban tugas memberantas KKN, antara lain adalah keberhasilan
membangun animo dan mendorong aspirasi masyarakat agar memiliki
akses untuk berperan aktif membantu mengungkap tindak pidana korupsi
dengan cara memberikan informasi sebanyak mungkin kepada institusi
penyidik.
Peranan dan fungsi utamanya jaksa pengacara negara
adalah bagaimana mengembalikan kerugian keuangan
negara yang diakibatkan oleh pelaku tindak pidana korupsi
yang
merupakan
salah
satu
tujuan
utama
dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Peran jaksa pengacara negara dalam mengembalikan
kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
bersifat
menunggu
memungkinkan
lagi.
pada
Dan
proses
pidana
perlu
dilakukan
yang
tidak
perubahan
UUPTPK karena belum mampu memenuhi kebutuhan
pemberantasan
korupsi
terutama
berkaitan
dengan
pengembalian kerugian negara yang di korupsi.
Untuk kedua jurnal yang telah di jelaskan dalam analisa bahwa
penyidik merupakan bagian yang terpenting dalam pemberatasan
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 15
January 1,
2014
16. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
January 1,
2014
masalah korupsi. Lalu diikuti oleh pengacara dan jaksa yang mengatur
jalannya proses penyidikan korupsi. Dan dalam aturan pasal
menurut
UUD diurutkan sebagai berikut :
1.
UUD RI 1945
2.
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004
3.
Pasal 32 pasal 33, pasal 34 dan pasal 38 C UUPTPK, undangundang no 20 tahun 2001 perubahan atas no 31 tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
4.
Pasal 28 ayat 1 huruf b menyatakan pelaku tindak pidana
korupsi.
5.
UU perubahan tindak korupsi yang berubah 4 kali
6.
UU No 31 tahun 1999 yang diubah menjadi UU No 20 tahun
2001 menjadi filter pemberatasan korupsi.
Undang-Undang diatas merupakan dasar hukum yang menguatkan
pada kasus tindak pidana korupsi. jadi jurnal tersebut memiliki aturan
sesuai UU yang telah tersedia dan ditetapkan oleh konstitusi. Jadi
memudahkan penetapan tersangka bersalah atau tidak nya.
TABEL PERBANDINGAN
JURNAL 1
JURNAL 2
Mengenai efektifitas hukum pada Mengenai upaya jaksa pengacara negara
kejaksaan tinggi sebagai penyidik dalam mengembalikan kerugian keuangan
tipikor di Sulawesi Selatan.
negara akibat tindak pidana korupsi.
Penelitian menggunakan metode Pasal yang dibentuk untuk tugas kejaksaan
normatif empiris.
makasar menggunakan UUD RI TAHUN
1945 yang menyebutkan bahwa negara
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 16
17. January 1,
2014
ASPEK HUKUM DAN BISNIS
berdasarkan
atas
Hukum
dan
tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka.
Memiliki
dasar
hukum
yang Peran jaksa pengacara dinyatakan dalam
struktural dalam wilayah hukum pasal 32/33/34 C UUPTPK.
kejaksaan
Selatan
tinggi
dengan
Sulawesi
perubahan
undang-undang sebanyak 4 kali.
Memiliki 2 kendala yang dihadapi Perlu dilakukan perubahan UUPTK karena
penyidik yaitu kurangnya peran belum
mampu
memenuhi
kebutuhan
serta masyarakat melapor dan pemberantasan korupsi terutama berkaitan
keterbatasan personil jaksa.
dengan
pengembalian
Kerugian
negara
akibat tindakan korupsi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari masing-masing kasus yang telah di analisa dan bandingkan
satu dengan yang lain, kami beranggapan dan menarik sebuah
kesimpulan bahwa masing-masing pasal dan kasus tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan dari kekuatan yang terkandug dalam pasalpasal tersebut. Setiap kasus juga memiliki proses untuk mengikat
tersangka dan prosedur bagaimana menjadi terdakwa. Sebagai contoh
nyata dalam kasus Tipikor , hal yang sering terjadi adalah kurangnya
ketegasan dan kekuatan Hukum para penegak Hukum, “habis bagaimana
bisa tegas jika aparat dan perangkat penegak HUKUMnya saja
tersandung kasus” sifat kurang kooperatif dari tersangka juga semakin
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 17
18. ASPEK HUKUM DAN BISNIS
mempersulit proses penyidikan KPK untuk menindak lanjuti Proses dan
kasus tersebut. Seperti kasus anas dan lain-lain.
Meskipun proses penyidikan tindak pidana korupsi sebagian
menggunakan aturan yang terdapat dalam KUHAP, seharusnya untuk
mempermudah pelaksanaannya, diatur tersendiri dalam Undang-Undang
khusus tentang tindak pidana korupsi yang disajikan secara lengkap, hal
ini juga untuk menghindari perbedaan persepsi atau interprestasi dalam
penerapan hukum lebih lanjut, guna mempermudah penanganan perkara
korupsi yang ditangani Kejaksaan, petunjuk teknis dan petunjuk
pelaksanaan yang diatur secara internal oleh pimpinan Kejaksaan
hendaknya tidak bersifat menghambat perkara korupsi dikarenakan
pengaruh kepentingan kepentingan tertentu.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan fungsi dan wewenang
Kejaksaan selaku penyidik tindak pidana korupsi hendaknya tidak menjadi
batu sandungan dalam proses hukum. Yang sedang berlangsung, namun
hal ini harus diupayakan segera untuk dipikirkan oleh intitusi Kejaksaan
dengan mengadakan perubahan mekanisme penanganan tindak pidana
korupsi guna mengurangi kendala yang akan dihadapi dengan cara
melakukan evaluasi tiap tahun terhadap penanganan tindak pidana
korupsi
yang
kemudian
nantinya
hasil
evaluasi
tersebut
dapat
merumuskan segala bentuk kendala yang dihadapi dan kemudian secara
bersama-sama merumuskan solusi atau kebijakan yang ditempuh.
Disarnping itu, peranan Pemerintah dan DPR sangat dibutuhkan dalam
hal
pembuatan
kebijakan
peraturan
yang
dapat
mempermudah
penanganan perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan utamanya dalam
proses penyidikan. Mengutip sebuah kata politikus di luar negri “ para
pejabat negara, lebih baik di pilih bukan dari mereka yang bekerja mencari
uang, akan tetapi mereka yang memberikan loyalitasnya kepada negara. “
*******************
PROSES PIDANA TINDAK KORUPSI
Page 18
January 1,
2014