Berdasarkan pembahasan di atas, beberapa penyebab terjadinya kasus korupsi Gubernur Sultra Nur Alam adalah:1. Nur Alam ingin memperkaya diri sendiri dan korporasi yang berada di bawah kewenangannya. 2. Adanya kesempatan untuk menerima gratifikasi dari perusahaan tambang sebagai imbalan atas perizinan yang diberikannya.3. Ketiadaan sistem pengawasan dan pertanggungjawaban yang memadai atas pengelola
Kasus korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terkait penyalahgunaan wewenang dalam memberikan izin pertambangan kepada PT Anugerah Harisma Barakah yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,5 triliun. Nur Alam divonis 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar oleh Pengadilan Tinggi setelah terbukti menerima suap Rp40,2 miliar.
Similar to Berdasarkan pembahasan di atas, beberapa penyebab terjadinya kasus korupsi Gubernur Sultra Nur Alam adalah:1. Nur Alam ingin memperkaya diri sendiri dan korporasi yang berada di bawah kewenangannya. 2. Adanya kesempatan untuk menerima gratifikasi dari perusahaan tambang sebagai imbalan atas perizinan yang diberikannya.3. Ketiadaan sistem pengawasan dan pertanggungjawaban yang memadai atas pengelola
Similar to Berdasarkan pembahasan di atas, beberapa penyebab terjadinya kasus korupsi Gubernur Sultra Nur Alam adalah:1. Nur Alam ingin memperkaya diri sendiri dan korporasi yang berada di bawah kewenangannya. 2. Adanya kesempatan untuk menerima gratifikasi dari perusahaan tambang sebagai imbalan atas perizinan yang diberikannya.3. Ketiadaan sistem pengawasan dan pertanggungjawaban yang memadai atas pengelola (20)
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Berdasarkan pembahasan di atas, beberapa penyebab terjadinya kasus korupsi Gubernur Sultra Nur Alam adalah:1. Nur Alam ingin memperkaya diri sendiri dan korporasi yang berada di bawah kewenangannya. 2. Adanya kesempatan untuk menerima gratifikasi dari perusahaan tambang sebagai imbalan atas perizinan yang diberikannya.3. Ketiadaan sistem pengawasan dan pertanggungjawaban yang memadai atas pengelola
1. AKUNTANSI PEMERINTAHAN
“Kasus Korupsi Gubernur Sultra Nur Alam”
Disusun oleh :
V – D
Satrio Agung Pangestu 0221 16 112
Gabriela Rosa 0221 16 113
Resti Putri Pratiwi 0221 16 114
Diki Maulana Akbar 0221 16 128
Nada Purnama Lisardi 0221 16 149
Ananda Mega P.A 0221 15 044
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERSITAS PAKUAN
2018-2019
2. i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama ALLAH SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala
ilmpahan rahmat, karunia serta hidayahnya yang senantiasa membimbing kami
dalam menjalani perkuliahan ini. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada
baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang senantiasa memberikan kami
panutan untuk lebih baik lagi. Berkat limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas Mata kuliah Akuntansi Pemerintahan.
Dengan tugas ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
materi dari beberapa sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan pada saat
pembuatan tugas kami ini. Untuk ini kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada Bapak Selaku dosen mata kuliah Akuntansi Pemerintahan .
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, oleh karena itu dengan tanda
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki paper ini.
Bogor, 10 Oktober 2018
Penyusun
3. ii
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar.........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan.................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kasus Korupsi Gubernur Sultra Nur Alam..............................................3
2.2 Penyebab Terjadinya Kasus.....................................................................4
2.3. Modus Operasi........................................................................................4
2.4 Akibat Dan Dampak Yang Ditimbulkan.................................................5
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan.............................................................................................6
3.2 Saran.......................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................7
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan
korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang
sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan – peraturan,
antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi,
diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental dan strategis,
Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi
telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet peraturan, dan partisipasi
masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan sikap, dan pikiran kita dari tindak korupsi.
Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam mencegah
dan memberantas korupsi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal
tersebut merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi
tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan pencegahan
korupsi di Indonesia. Berbagai upaya pemberantasan korupsi, pada umumnya masyarakat
masih dinilai belum menggambarkan upaya sunguh-sunguh dari pemerintah dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran
bahwa masih belum lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat
menduga masih ada praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk
kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan
strategi agar maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat
tercapai. Selain itu, diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis untuk
membangun budaya anti korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan tinggi.
Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial,
fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena itu
pula upaya penanganan korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui startegi atau
pendekatan negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya.
Berdasarkan pengertian, korupsi di Indonesia difahami sebagai perilaku pejabat dan atau
organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-
norma atau peraturan-peraturan yang ada. Korupsi difahami sebagai kejahatan negara (state
corruption). Korupsi terjadi karena monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak,
ditambah adanya kesempatan, dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar
bila korupsi sangat sulit untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah
satu karakter atau sifat negara, sehingga negara=Kekuasaan=Korupsi. Maka dari itu, mari
kita berusaha untuk menghilangkan korupsi di Indonesia ini.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah
5. 2
2. Untuk mengetahui cara menganalisis Kasus Penyimpangan/ Korupsi
3. Untuk mengetahui Pengelolaan Keuangan Daerah
1.3 Rumusan Masalah
1 Bagaimana Pengelolaan Keuangan pada suatu Daerah ?
2 Bagaimana Kasus Penyimpangan / Korupsi Pada Pemerintahan Daerah dapat terjadi ?
3 Bagaimana Akibat dan dampak dari Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan
Daerah ?
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Korupsi Gubernur Sultra Nur Alam
Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam diketahui memiliki tiga KTP. Salah
satunya digunakan Nur Alam untuk berinvestasi di Axa Mandiri, yang diduga untuk
menampung uang suap kepadanya. Hal itu terungkap saat Nur Alam memberikan
keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu
(28/2/2018).
Nur Alam mengaku memiliki tiga KTP. Masing-masing yakni, KTP DKI Jakarta, KTP
Kendari dan satu lagi KTP yang mencantumkan jabatannya sebagai gubernur. Nur Alam
diduga menggunakan KTP tersebut di antaranya untuk membeli sebidang tanah berikut
bangunan di Komplek Perumahan Premier Estate Blok I/9 seharga Rp 1,7 miliar.
Kemudian, digunakan untuk membuka polis dan rekening investasi di Axa Mandiri
Financial Services.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap mantan Gubernur
Sulawesi Tenggara Nur Alam. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu diperberat
hukumannya dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara. Selain itu, Nur Alam juga diwajibkan
membayar denda Rp 1 miliar. "Menerima permintaan banding jaksa penuntut umum dan
mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta," ujar Kepala Humas
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Johanes Suhadi saat dikonfirmasi, Jumat (20/7/2018).
Putusan itu dibacakan pada 12 Juli 2018 oleh lima anggota majelis hakim. Adapun
ketua majelis hakim dalam putusan banding ini adalah hakim tinggi Elang Prakoso
Wibowo. Selain itu, Pengadilan Tinggi juga menguatkan putusan pengadilan tingkat
pertama yang menghukum Nur Alam membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar. Kemudian,
mencabut hak politik Nur Alam selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Nur
Alam sebelumnya divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi Jakarta.
Menurut majelis hakim, Nur Alam terbukti menyalahgunakan wewenang selaku
Gubernur dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan,
Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Kemudian, Persetujuan
Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma
Barakah (AHB). Nur Alam terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,5 triliun. Menurut
majelis hakim, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp
2,7 miliar. Kemudian, memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia, sebesar Rp 1,5
triliun.
Selain itu, Nur Alam juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari
Richcorp International Ltd. Menurut jaksa, uang dari Richcorp itu ada kaitan dengan
perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB. Adapun hasil penjualan nikel oleh PT AHB
dijual pada Richcorp International. Menurut jaksa, karena bukan dari sumber yang sah,
uang tersebut harus dianggap sebagai suap. Nur Alam dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo
Pasal 18 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal
55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
7. 4
2.2 Penyebab Terjadinya Kasus
1. Bapak Nur alim Ingin memperkaya diri sendiri, dan korporasi dalam jabatannya sebagai
Gubernur. Menurut jaksa, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya
dirinya sebesar Rp 2,7 miliar. Kemudian, memperkaya korporasi, yakni PT Billy
Indonesia sebesar Rp 1,5 miliar.
3. Adanya Kesempatan yaitu, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2
miliar dari Richcorp International Ltd. Menurut jaksa, uang dari Richcorp itu ada kaitan
dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB. Adapun, hasil penjualan nikel
oleh PT AHB dijual pada Richcorp International. Menurut jaksa, karena bukan dari
sumber yang sah, maka uang tersebut harus dianggap sebagai suap. Nur Alam dinilai
terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
2.3 Modus Operasi
Jaksa KPK mengungkap modus korupsi yang dilakukan Nur Alam ketika menjabat
sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra). Modusnya yaitu dengan menerbitkan surat
izin usaha pertambangan yang dibikin seolah-olah sesuai prosedur, padahal tidak.
Perbuatan terdakwa (Nur Alam) bersama-sama dengan saksi Burhanuddin dan saksi Widdi
Aswindi yang telah memberikan persetujuan pencadangan wilayah IUP eksplorasi dan IUP
operasi produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah seolah-olah sesuai prosedur
Jaksa menyebut IUP abal-abal itu diduga melanggar Undang-Undang nomor 4 tahun
2009 tentang pertambangan, mineral, dan batubara. Selain soal IUP, jaksa juga mengatakan
kegiatan pertambangan PT Anugerah Harisma Barakah menyalahi prosedur. Oleh sebab itu
negara mengalami kerugian Rp 4.325.130.590.137 atau setidaknya Rp 1.593.604.454.137
Membuat kegiatan pertambangan PT Anugerah Harisma Barakah di Pulau Kabaena
seakan-akan telah sesuai dengan ketentuan, padahal semua proses persetujuan yang
dilakukan terdakwa (Nur Alam) bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, yang
mengakibatkan kerugian negara
Selain itu, perbuatan terdakwa bersama-sama dengan saksi Burhanuddin dan saksi
Widdi Aswindi juga telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp
1.596.385.454.137
Isi surat dimaksud yakni pada pokoknya memohon pencadangan wilayah
pertambangan 3.024 Ha kepada Nur Alam selaku Gubernur Sultra yang mana lokasi
dimohonkan PT Anugerah Harisma Barakah sebagian berada di lokasi yang sama dengan
lokasi kontrak karya PT International Nickel Indonesia pada blok Malapulu di Pulau
Kabaena. Selain itu, wilayah tersebut sebagian termasuk dalam kawasan hutan yang terdiri
dari hutan lindung dan hutan produksi terbatas.
Atas perbuataannya, Nur Alam didakwa Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU nomor 31 tahun
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU
nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana
8. 5
2.4 Akibat dan dampak yang ditimbulkan
Beberapa akibat dan dampak yang ditimbulkan oleh Kasus Penyimpangan Atas
Pengelolaan Keuangan Daerah yang dilakukan oleh Gubernur Sultra Nur Alam :
1. Mengakibatkan kerusakan lingkungan di Pulau Kabaena, Bombana dan Buton.
2. Nur Alam dinilai merugikan negara sebesar Rp 4,3 triliun. Nilai itu hampir dua kali
lipat nilai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik, yang
diklaim mencapai Rp2,3 triliun.
3. Mengakibatkan kerugian negara yang berasal dari musnahnya atau berkurangnya
ekologis/lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabena yang dikelola PT AHB.
Sesuai perhitungan, kerugian terkait kerusakan tanah dan lingkungan akibat
pertambangan PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, sebesar Rp 2,7 triliun.
Jumlah tersebut dihitung oleh ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup, Basuki
Wasis.
4. Jaksa menilai, perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan musnahnya atau
berkurangnya ekologis pada lokasi tambang di Pulau Kabena yang dikelola PT Anugrah
Harisma Barakah. Dari hasil penelitian yang dilakukan ahli kerusakan tanah dan
lingkungan hidup, Basuki Wasis, terdapat tiga jenis penghitungan kerugian akibat
kerusakan lingkungan. Pertama, total kerugian akibat kerusakan ekologis. Kemudian,
kerugian ekonomi lingkungan. Ketiga, menghitung biaya pemulihan lingkungan.
Sesuai penghitungan, kerugian terkait kerusakan tanah dan lingkungan akibat
pertambangan PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, sebesar Rp2,7 triliun.
Jumlah tersebut dihitung oleh ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup, Basuki
Wasis. Atas hal itu, Nur Alam dituntut hukuman 18 tahun penjara oleh jaksa. Dia juga
dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.
9. 6
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Melihat dari uraian di atas, tidak dapat kita pungkiri korupsi memang benar-benar telah
menjadi sebuah masalah yang cukup berat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Melihat dari hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
mengenai pengaruh dan upaya penuntasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Sebuah Negara akan maju dan berkembang apabila didukung dengan pemerintahan
yang adil dan bersih dari unsur-unsur korupsi. Sikap korup para pejabat dan elit politik
merupakan penyebab timbulnya masalah kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Dibutuhkan sebuah sikap yang tegas dan profesional untuk memberantas tindak pidana
korupsi di Indonesia.
3.2 Saran
Banyak cara yang digunakan koruptor dalam melakukan aksinya. Beragam modus
dilakukan supaya praktik ilegal tersebut tak tercium oleh penegak hukum.
saran dari kami agar para anggota KPK tidak kalah pintar dengan para koruptor.