SlideShare a Scribd company logo
1 of 218
Download to read offline
Makin maraknya beberapa kasus pajak di media akhir-akhir, baik berupa penghindaran pajak (tax
avoidance) maupun penggelapan pajak (tax evasion) membuat banyak masyarakat yang semakin
ingin mengetahui tentang perpajakan lebih dekat, khususnya kalangan pemula ( mahasiswa)
Sejak dilakukannya reformasi Tahun 1983, perpajakan menjadi primadona bagi pemasukan negara
menggantikan peranan minyak dan gas bumi yang cadangannya semakin menipis. Pentingnya peranan
perpajakan dalam kontribusinya membangun negeri ini membawa konsekuensi pada sumber daya
manusia, dalam hal ini wajib pajak, yang harus siap dalam mengimplementasikan peraturan dan
perundang-undangan perpajakan agar dalam pelaksanaannya tidak mengalami kesalahan yang
ujungnya akan merugikan wajib pajak itu sendiri.
Tidak kalah peranannya dalam menyukseskan penerimaan negara dari sektor perpajakan ini adalah
perguruan tinggi yakni dengan memberi mata kuliah perpajakan kepada mahasiswanya agar mereka
siap dengan dinamika perkembangan perpajakan terutama perpajakan indonesia yang selalu dinamis
dan berubah dari waktu ke waktu mengikuti perekonomian, politik dan lain-lain.
Buku ini sengaja di desain berdasarkan hasil pengalaman dan penelitian penulis dalam memberikan
Mata Kuliah Perpajakan agar mahasiswa dapat dengan mudah memahami tentang dunia perpajakan
secara sistematis, yang mungkin selama ini mata kuliah perpajakan menjadi momok bagi mahasiswa
yang belum mengenal lebih dekat.
Pada kesempatan ini juga, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang
tuaku, istriku drg. Dina Krisnawati dan my twinnie yang masih dalam alam rahim, beserta keluarga
besarku yang senantiasa mendoakan dan menemani penulis dalam penyelesaian buku ini, serta Bapak
Dr. Mohamad Adam, SE,ME selaku Ketua STIE Rahmaniyah yang telah banyak memberi ijin kepada
penulis, Bapak Drs.H Sofyan Abdurrachman yang telah banyak berjasa dan memberikan bantuan baik
moril maupun materill sekaligus menjadi inspirasi bagi penulis, serta Bapak Jaka Sriyana, Ph.D
selaku tim reviewer banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga buku ini
dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa buku ini jauh dari kata sempurna, dan penulis selalu berusaha memperbaiki
dan menerima apabila ada saran dan masukan dari pembaca demi pencerdasan anak bangsa yang
sedang menimbah ilmu di bangku kuliah..
Akhirnya, semoga Buku Pengantar Perpajakan ; Dengan Teori dan Kasus ini dapat bermanfaat bagi
kita semua...aamiin...!
Sekayu, Agustus 2014
Irlan Fery Idris
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Prakata
Daftar Isi
BAB I ; PENGANTAR PERPAJAKAN
1. Sejarah Tentang Perpajakan 1
2. Defenisi Perpajakan 6
3. Fungsi Pajak 7
4. Syarat Pemungutan Pajak 7
5. Struktur Pepajakan di Indonesia 8
6. Tinjauan dan Pendekatan Pajak berbagai Aspek 10
7. Tata Cara Pemungutan Pajak 11
8. Prinsip-prinsip Perpajakan yang baik 11
9. Perbedaan Pajak dan jenis pungutan lainnya 13
BAB II ; PENGELOMPOKAN JENIS PAJAK, SISTEM PEMUNGUTAN, DAN TARIF PAJAK
1. Pengelompokan Pajak Berdasarkan Golongan, Sifat dan Lembaga Pemungutnya. 16
2. Sistem Pemungutan Pajak 18
3. Berbagai jenis tarif Pajak 18
BAB III ; PERPAJAKAN DARI SUDUT PANDANG HUKUM
1. Dasar-dasar teori tentang pemungutan Pajak. 21
2. Kedudukan Hukum Pajak 22
3. Hukum pajak Materil dan Hukum Pajak Formil 23
4. Yuridiksi Pemungutan Pajak 24
5. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak 25
BAB IV ; SURAT KETETAPAN PAJAK
1. Pengertian Macam-macam Ketetapan Pajak 27
2. Sanksi administrasi dalam ketetapan pajak 28
3. Fungsi dan cara penerbitan ketetapan pajak. 29
BAB V ; KEBERATAN DAN BANDING
1. Tata Cara Penyelesaian Keberatan pajak 32
2. Tata cara Penyelesaian Banding 33
3. Daluwarsa Penagihan pajak 33
BAB VI ; PEMERIKSAAN DAN PENYELIDIKAN PAJAK
1. Pengertian, Sasaran, Tujuan, Duluarsa, Wewenang dan
Prosedur Pemeriksaan Pajak. 34
2. Pengertian, Wewenang dan Kewajiban Penyidikan perpajakan. 36
BAB VII ; PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
1. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 37
2. Pengertian dan istilah-istilah, pejabat dn jurusita pajak, 37
3. Penagihan dengan seketika dan sekaligus, penyitaan, lelang,
pencegahan dan penyanderaan dan ketentuan pidana. 38
BAB VIII ; KEWAJIBAN, HAK DAN SANKSI WAJIB PAJAK
1. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak 43
2. Kewajiban Pembukuan/Pencatatan 44
3. Sanksi Perpajakan 45
BAB IX ; PAJAK PENGHASILAN UMUM (PPh UMUM)
1. Subjek Pajak 50
2. Subjek Pajak Dalam Negeri 51
3. Subjek pajak Luar Negeri 53
4. Badan Usaha Tetap 54
BAB X ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ( PPh 21 )
1. Dasar Hukum PPh Pasal 21 56
2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 56
3. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 57
4. Penerima Penghasilan yang tidak diportong PPh Pasal 21 57
5. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 59
6. Yang tidak termasuk Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 59
7. Ketentuan lainya 60
8. Perhitungan PPh pasal 21, Tarif dan penerapannya 61
BAB XI ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
1. Pengertian PPh Pasal 22 75
2. Pemungut Pajak PPh Pasal 22 75
3. Objek Pemungutan PPh Pasal 22 76
4. Cara Menghitung pph Pasal 22 78
BAB XII ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
1. Pengertian PPh Pasal 23 83
2. Pemotongan Pajak PPh Pasal 23 83
3. Yang dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23 84
4. Objek Pemotongan PPh Pasal 23 84
5. Pengeculian Objek Pemotongan PPh Pasal 23 85
6. Cara Menghitung pph Pasal 22 85
7. Dasar Pemotongan 85
8. Tarif Pemotongan 86
9. Cara Menghitung PPh Pasal 23 86
BAB XIII; PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
1. Dasar Hukum 92
2. Pengertian PPh Pasal 24 92
3. Pengertian Umum PPh Pasal 24 92
4. Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri 94
5. Penggabungan Penghasilan 94
6. Penentuan Sumber Penghasilan 95
7. Jumlah Kredit Pajak Yang diperbolehkan. 96
8. Penghasilan Luar Negeri dari beberapa negara 97
9. Kompensasi Kerugian diluar dan didalam negeri 98
BAB XIV ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
1. Dasar Hukum PPh Pasal 25 100
2. Pengertian PPh Pasal 25 100
3. PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan 101
4. Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal tertentu 102
5. Angsuran PPh Pasal 25 dalam WP tertentu 103
6. Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal WP tidak mempunyai
NPWP berpergian ke Luar Negeri. 103
BAB XV ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
1. Pengertian PPh Pasal 26 110
2. Pemotong PPh Pasal 26 110
3. Pihak yang dipotong PPh Pasal 26 112
4. Penghasilan yang dipotong PPH Pasal 26 113
5. Tarif dan dasar Pengenaan 113
6. Tata cara Penyetoran dan Pelaporan 114
7. PPh Pasal 26 ayat (4) (Atas Penghasilan Kena Pajak BUT) 114
BAB XVI ; PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUATAN ATAS BARANG MEWAH
(PPN DAN PPnBM)
1. Pengertian PPN 117
2. Karakteristik PPN 120
3. Objek, Bukan Objek dan Tarif PPN 124
4. Pengusaha kena Pajak dan kewajiban perpajaannya 127
5. Kewajiban membangun sendiri dan perhitungn PPN nya 131
6. Penjualan aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjual belikan & perhitngan 131
7. Pemungut PPN 132
8. Fasilitas di bidang PPN 137
9. Penjuan atas barang mewah (PPNBM) 137
BAB XVII ; PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)
1. Latar Belakang PBB 140
2. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan 141
3. Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB 142
4. Manfaat PBB 143
5. Subjek Pajak PBB 143
6. Objek Pajak PBB 143
7. Objek Pajak yang dikecualikan oleh PBB 145
8. Cara menghitung dan menetapkan PBB 146
9. Contoh soal 147
BAB XVIII ; BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
1. Pengertian BPHTB 149
2. Subjek Pajak BPHTB 149
3. Objek Pajak BPHTB 149
4. Bukan Objek Pajak BPHTB 151
5. Dasar Pengenaan Pajak BPHTB 151
6. Tarif Pajak BPHTB 152
7. NPOP BPHTB 152
8. Cara menghitung BPHTB 153
9. Contoh soal 161
10. Kertas kerja 165
Susunan naskah Sejarah, Undang-undang Mengenai Pajak Bumi dan Bangunan 178
Peraturan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Tentang
Tahapan Persiapan Pengalihan PBB sebagai pajak daerah 202
Glosarium
Daftar Pustaka..
1
PENGANTAR PERPAJAKAN ;
1. Sejarah Perpajakan
Sejarah Perpajakan pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-
cuma) kepada penguasa atau raja yang sifatnya dapat dipaksakan. Pada awalnya jenis
pajak ini digunakan untuk kepentingan penguasa semata tanpa adanya imbalan balik
(kontraprestasi). Namun, dalam perkembangannya upeti tersebut telah mengarah kepada
kepentingan rakyat itu sendiri, seperti untuk menjaga keamanan,memelihara jalan,
membangun saluran air, dan sebagainya.
Dengan adanya perkembangan dalam suatu masyarakat, maka sifat upeti (pemberian)
yang semulanya dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, selanjutnya dibuat
suatu aturan-aturan yang lebih baik lagi (sifat memaksa tetap ada, namun unsur keadilan
lebih diperhatikan). Guna memenuhi unsur inilah maka rakyat diikutsertakan dalam
membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga
hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri.
Di Indonesia sendiri sejak zaman kolonial Belanda telah banyak diberlakukan
Undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, antara lain; Ordonansi
Rumah Tangga (Stbl 1908 Nomor 13), Aturan bea meterai (Stbl 1921 Nomor 498),
Ordonansi Pajak Pendapatan (Stbl 1944 Nomor 17), Undang-undang Pajak Pembangunan
I (UU Nomor 14 Th. 1947).
Dengan adanya perkembangan perekonomian dimasyarakat, maka beberapa undang-
undang mengalami penyesuaian, antara lain:
1
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
menjelaskan di depan kelas ;
 Sejarah Tentang Perpajakan
 Definisi Perpajakan
 Fungsi Pajak
 Sarat Pemungutan Pajak
 Struktur Pepajakan di Indonesia
 Tinjauan dan Pendekatan Pajak berbagai Aspek
 Tata Cara Pemungutan Pajak
 Prinsip-prinsip Perpajakan yang baik
 Perbedaan Pajak dan jenis pungutan lainnya
2
1. UU Pajak Penjualan Tahun 1951 dirubah dengan UU Nomor 2 Th. 1968;
2. UU Nomor 21 Tahun 1959 tentang pajak Dividen yang dirubah dengan UU Nomor 10
Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti;
3. UU Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;
4. UU Nomor 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing;
5. UU Nomor 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK, dan PPs atau
Tata Cara MPS-MPO.
Karena terlalu banyaknya Undang-undang yang dikeluarkan sehingga mengakibatkan
kesulitan dalam pelaksanaan dan realisasinya tidak memenuhi keadilan, maka pada tahun
1983 Pemerintah bersama DPR sepakat melakukan reformasi Undang-undang yang ada
dengan mengundangkan 5 paket Undang-undang perpajakan, bahkan sistem pajak yang
semulanya diatur oleh pemerintah (official assessment system ) dirubah menjadi wajib
pajak sendiri yang menghitung, melapor dan menyetor sendiri pajaknya (self assesstment
system).
Kelima UU yang dimaksud adalah :
1. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2. UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);
3. UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM);
4. UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
5. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).
Keempat dari kelima UU tersebut mengalami perubahan dengan mengubah beberapa
pasal yaitu sebagai berikut:
1. UU Nomor 6 Tahun 1983 diubah dengan UUNomor 9 Tahun 1994;
2. UU Nomor 7 Tahun 1983 diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1994;
3. UU Nomor 8 Tahun 1983 diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994;
4. UU Nomor 12 Tahun 1985 diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994.
Selanjutnya pada tahun 1997 pemerintah kembali mengadakan perubahan atas UU
perpajakan yang ada dan membuat beberapa UU yang berkaitan dengan masalah
perpajakan dalam rangka mendukung UU yang sudah ada, yaitu:
1. UU Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
2. UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
3. UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
4. UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
3
5. UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
Dalam rangka memberikan rasa keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada wajib
pajak, pada tahun 2000 pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap Undang-
undang perpajakan yang dibuat pada tahun 1983, yang selengkapnya seperti dibawah ini:
1. UU Nomor 16 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 6 Tahun 1983
sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 9 Th. 1994;
2. UU Nomor 17 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 7 Tahun 1983
sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 10 Th. 1994;
3. UU Nomor 18 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 8 Tahun 1983
sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 11 Tahun 1994;
4. UU Nomor 19 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 19 Tahun 1997;
5. UU Nomor 20 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 20 Tahun 1997.
Pada beberapa tahun terakhir, pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap
undang-undang perpajakan karena melihat faktor perekonomian yang semakin meningkat.
Beberapa Undang-undang yang dirubah antara lain ;
1. UU Nomor 16 Tahun 2000 dirubah menjadi UU nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
2. UU Nomor 17 Tahun 2000 dirubah menjadi UU nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak penghasilan.
3. UU Nomor 18 Tahun 2000 dirubah menjadi UU nomor 42 tahun 2009 tentang PPN
dan PPN BM.
4. UU Nomor 19 Tahun 2000tentang Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengalami
perubahan karena kontruksi UU Pajak bumi dan bangunan formatnya sama dengan
Undang-undang Bea Perolehan atas tanah dan bangunan.
4
RAKYAT RAJA/PENGUASA
UPETI (pemberian secara cuma-cuma),
Berupa padi, ternak & hasil tanaman.
Untuk Kepentingan Raja/Penguasa
- Dipaksakan
- Harus Dilaksanakan
- Ada Tekanan
Tidak Ada Imbalan/Prestasi/T
Kepentingan Sepihak
Gambar 1.1
Pemungutan pajak sebelum adanya undang-undang pajak
Selanjutnya mengalami perkembangan …………….
RAKYAT RAJA/PENGUASA
UPETI (pemberian secara cuma-cuma),
Berupa padi, ternak & hasil tanaman.
Mengarah kpd Kepentingan Rakyat
- Dipaksakan
- Harus Dilaksanakan
- Ada Tekanan
- Ada Unsur Keadilan
Ada Imbalan/Prestasi :
- Menjaga Keamanan
- Memelihara Jalan
- Membangun Irigasi
- Sarana Sosial Lainny
Gambar 1.2
- Pemungutan pajak setelah perubahan undang-undang pajak
5
Akhirnya ………………………..
Gambar 1.3
Pemungutan pajak setelah adanya tuntutan
Undang-undang nomor 28 tahun 2007
Dibuat
Aturan-Aturan
Undang-Undang
(Mengatur tata cara pemungutan, jenis
pajak yang dipungut, siapa yang
membayar dan berapa besarnya
P A J A K
6
2. Definisi Perpajakan
1. Prof. Dr. P.J.A. Adriani
Menurut Prof .Dr. P.J.A Adriani dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak (1991:2)
adalah ;
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan
2. Mr. Dr. N. J. Feldman
Menurut Mr. Dr. N.J. Fiedlman, Pengertian Pajak adalah ;
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa,
menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum, tanpa adanya kontra-
prestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran
Umum.
3. Prof. Dr. M.J.H. Smeets
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma
umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra-prestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai
pengeluaran Pemerintah.
4. Dr. Soeparman Soemahamidjaja
Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum
5. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
Menurut Prof .Dr. Rochmat Soemitro dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan
Pajak Pendapatan (1990:5) adalah ;
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki empat unsur, yaitu:
1. Iuran dari rakyat kepada Negara
2. Berdasarkan undang-undang
3. Tanpa jasa timbal balik (kontraprestasi)
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara
7
3. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak secara umum, yaitu:
1. Fungsi Anggaran
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran, baik bersifat fisik maupun non fisik.
2. Fungsi Mengatur
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
Pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
a. pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi terhadap minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia.
4. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak harus adil ( syarat keadilan)
Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing Sedang adil dalam
pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2.
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian.
4. Pemungutan pajak harus efesien (syarat finansial)
Biaya pajak harus ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
8
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Contoh:
 Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
 Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya 1 tarif, yaitu 10%.
 Pajak perseroaan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan
maupun perseorangan (orang pribadi).
5. Struktur Perpajakan Di Indonesia
Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin
dan juga digunakan untuk membiayai pembangunan yang bersumber dari dana
pembayaran oleh masyarakat. Untuk itu struktur pajak di Indonesia terdiri dari ;
1). Pajak Pusat/Negara:
1. Dirjen Pajak :
a. PPh
Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah undang-undang No.7 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.36 tahun 2008.
Undang-undang Pajak penghasilan mulai tahun 1983 dan merupakan pengganti
undang-undang pajak perseroan 1925, undang-undang Pajak pendapatan 1944.
b. PPN & PPn BM
Dasar hukum pengenaan PPN dan PPn BM adalah Undang-undang No. 8 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang No.42 Tahun
2009. UU PPN dan PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan
merupakan pengganti UU Pajak penjualan tahun 1951.
c. Bea Materai
Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-undang no.13 Tahun 1985.
UU bea Materai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan peraturan
dan undang-undang bea materai yang lama ( aturan bea materai 1921).
2. Dirjen Bea dan Cukai :
9
a. Bea Masuk
b. Cukai
2). Pajak Daerah :
Dasar Hukum pemungutan Pajak Daerah & Retrebusi Daerah adalah Undang-undang
No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retrebusi daerah. Pajak daerah terdiri dari :
1. Pajak Propinsi / daerah Tingkat I :
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota Daerah Tingkat II :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan & Pengolahan Bahan Galian Gol. C
g. Pajak Parkir
h. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
i. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
j. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
10
6. Tinjauan & Pendekatan Pajak Dari Berbagai Aspek
a. Aspek Ekonomi
b. Aspek Hukum
c. Aspek Keuangan
d. Aspek Sosiologi
a. Aspek Ekonomi
Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan
masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Pajak sebagai sumber motor penggerak
kehidupan ekonomi masyarakat.
b. Aspek Hukum
Pajak merupakan masalah keuangan negara, adapun dasar yang digunakan untuk
mengatur masalah keuangan negara tersebut yaitu pasal 23 (2) UUD 1945, dan untuk
teknis pelaksanaan perpajakan yang mengatur masalah perpajakan terdapat UU
Perpajakan.
c. Aspek Keuangan
Pajak dipandang sebagai aspek penting dalam penerimaan negara yang menjadikan pajak
sebagai primadona penerimaan negara.
d. Aspek Sosiologi
Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan juga
digunakan untuk membiayai pembangunan, bearti pembangunan ini dibiayai oleh
masyarakat.
11
7. Tata Cara Pemungutan Pajak
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasar 3 stelsel:
a. Stelsel Nyata (Real stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak. Kelebihannya
adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahannya adalah
pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan diketahui).
b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-
undang (penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya).
Kebaikanstelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus
menunggu pada akhir tahun, sedangkan kelemahannyaadalah pajak yang
dibayarkan tidak sesuai dengan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel real dan stelsel fictieve. Pada
awal tahun, besarnya pajak yang dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian
pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.
Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut
anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya jika lebih kecil,
kelebihannya dapat diminta kembali atau dapat dihitung untuk tahun pajak yang
selanjutnya.
8. Prinsip-Prinsip Perpajakan Yang Baik
1. Prinsip Manfaat
Artinya secara umum, barang-barang dan jasa-jasa yang disediakan oleh pemerintah
merupakan barang untuk kepentingan umum/untuk dimanfaatkan oleh masyarakat
luas.
2. Prinsip Kemampuan Membayar
Artinya negara memperoleh penghasilan dari wajib pajak melalui sumbangan sesuai
dengan kemampuannya.
12
3. Efisiensi
Artinya pengenaan pajak harus mempertimbangkan aspek efisiensinya karena dengan
adanya pengenaan pajak maka akan menaikan harga barang atau jasa tersebut.
4. Pertumbuhan Ekonomi
Artinya sistem perpajakan yang baik harus dapat mengacu pada pertumbuhan
ekonomi, dapat memberi dorongan bagi pembukaan lapangan kerja yang mendorong
pertumbuhan secara bersaing diberbagai sektor ekonomi.
5. Kecukupan Penerimaan
Artinya penerapan jenis pajak harus layak dan memadai sebagai sumber dana untuk
membiayai pengeluaran pemerintah, jangan sampai cost of collection lebih besar dari
perolehan pajaknya.
6. Stabilitas
Artinya dalam pengenaan pajak perlu adanya stabilitas penerimaan pajak karena jika
penerimaan pajak bersifat fluktuatif, maka program pemerintah yang telah
direncanakan dalam APBN dapat terganggu.
7. Kesederhanaan
Artinya suatu sistem perpajakan haruslah sederhana dan mudah dipahami masyarakat,
terutama wajib pajak.
8. Rendahnya Biaya Administrasi dan Biaya Kepatuhan
Artinya sistem perpajakan yang baik harus memiliki biaya administrasi dan kepatuhan
yang rendah.
9. Netralitas
Artinya sistem perpajakan yang baik harus dapat menghilangkan terjadinya distorsi
dalam prilaku konsumsi dan produksi oleh masyarakat, yang dapat membantu
menarik investor lain untuk melakukan investasi.
13
9. Perbedaan Pajak Dengan Jenis Pungutan Lainnya
1. Pengertian Retribusi
Retribusi adalah jenis pungutan yang diberikan atas pembayaran berupa jasa atau
pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap
orang atau badan dengan kepentingan tertentu, Misalnya : Retribusi atas penyediaan
tempat penginapan, retribusi tempat pencucian mobil, pembayaran aliran listrik,
pembayaran abodemen air minum, retribusi tempat penitipan anak, IMB.
Sifat pelaksanaan pada retribusi lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis.
Jenis-Jenis Retribusi ;
Jenis-jenis Retribusi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Jenis-Jenis Retribusi daerah adalah :
1. Retribusi Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk
tujuan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Retribusi umum, terdiri dari :
a. Pelayanan kesahatan
b. Pelayanan persampahan/kebersihan
c. Penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil
d. Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
e. Parkir ditepi jalan umum
f. Pelayanan Pasar
g. Air bersih
h. Pengujian kendaraan bermotor
i. Pemeriksaan alat pemadam kebakaran
j. Penggantian biaya cetak peta
k. Pengujian kapal perikanan
l. Penyedotan WC/Kakus
m. Pengendalian menara komunikasi.
14
2. Retribusi Jasa Usaha, adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan
menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat juga disediakan oleh
sector swasta. Retrebusi jasa usaha menurut PP no 38 tahun 2007 terdiri dari ;
a. Pemakaian kekayaan daerah
b. Pasar grosir dan atau pertokoan
c. Terminal
d. Tempat khusus parkir
e. Tempat penitipan anak
f. Tempat penginapan/villa
g. Penyedotan kakus
h. Rumah potong hewan
i. Tempat pendaratan kapal
j. Tempat rekreasi dan oleh raga
k. Penyeberangan diatas air
l. Pengolahan limbah cair
m. Penjualan produksi usaha daerah
3. Retribusi Perizinan tertentu,adalah pelayanan perijinan tertentu oleh pemerintah
daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retrebusi perijinan menurut PP nomor 38 tahun
2007 terdiri dari ;
a. Izin peruntukan penggunaan tanah
b. Izin mendirikan bangunan
c. Izin tempat penjualan minuman beralkohol
d. Izin gangguan
e. Izin trayek
f. Izin pengambilan hasil hutan
g. Izin usaha perikanan
15
2. Pengertian Sumbangan
Sumbangan adalah jenis pungutan sukarela yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan
sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar hukum.
Misalnya : Sumbangan pembangunan tempat ibadah, sumbangan untuk bencana alam,
sumbangan swadaya masyarakat untuk perbaikan jalan dilingkungan tempat tinggal.
Perbedaan Pajak Dgn Jenis Pungutan Lain
CIRI-CIRI YANG
MELEKAT
PAJAK RETRIBUSI SUMBANGAN
1. Pemungutannya
berdasarkan UU
YA
YA TIDAK
2. Ada kontra prestasi
langsung TIDAK YA YA
3. Dilakukan oleh negara YA YA TIDAK
4. Digunakan untuk
pengeluaran rutin &
pembangunan bagi
kepentingan masyarakat
umum.
YA YA TIDAK
16
PENGELOMPOKAN, JENIS PAJAK,
SISTEM PEMUNGUTAN DAN TARIF PAJAK
1. Pengelompokkan Pajak
A. Menurut Golongannya
Berdasarkan golongannya, pajak di kelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu ;
a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dilimpahkan ke orang lain.
Contoh:Pajak Penghasilan (PPh)
b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan
atau dibebankan ke orang lain.
Contoh:Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pada industry rokok, pajak yang
seharusnya di tanggung oleh perusahaan bisa dilimpahkan pada konsumen
pengguna rokok tersebut.
B. Menurut Sifatnya
Berdasarkan sifatnya, pajak di kelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu ;
a) Pajak Subjektif yaitu pajak yang ditinjau dari subjeknya, maksudnya
memperhatikan kondisi/keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh:Pajak Penghasilan (PPh)
b) Pajak Obyektif, yaitu pajak yang ditinjau dari mobjeknya, tanpa
memperhatikan kondisi / keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah( PPN-
BM ).
2
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
di depan kelas Tentang ;
 Pengelompokan Pajak Berdasarkan Golongan, Sifat dan Lembaga Pemungutnya.
 Sistem Pemungutan Pajak
 Berbagai jenis tarif Pajak
17
C. Menurut Lembaga Pemungutnya
a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh: PPh, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai.
b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
 Pajak Propinsi, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat I contoh:
Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan pajak
kendaraan di atas air.
 Pajak Kabupaten/kota, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat II
suatu kabupaten atau kotamadya.
contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan (PPJ), pajak parkir, pajak bahan galian golongan C, dan bermacam
pajak yang disesuaikan dengan potensi di suatu daerah tersebut. Dan pada peraturan
terbaru dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, diatur masa Transisi Bahwa
BPHTB mulai di pungut oleh daerah tanggal 1 Januari 2011 dan PBB ( Pajak Bumi
dan Bangunan yang awalnya menjadi bagian dari pajak Pusat, dialihkan menjadi
Pajak Daerah dengan nama PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
perkotaan)yang pemberlakuannya mulaitanggal 1 Januari 2011, dan paling lambat
tanggal 1 Januari 2014.
18
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
1.) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2.) Wajib pajak bersifat pasif
3.) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
1.) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri.
2.) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang.
3.) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
4. Tarif Pajak
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, Yaitu tarif pajak
dan dasar pengenaan pajak.
Tarif pajak dibedakan menjadi 4 macam :
1. Tarif Sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga
besarnya pajak yang terutang sebanding dengan besarnya nilai yang dikenai pajak.
19
Contoh:
Di Indonesia tarif proporsional diterapkan pada PPN (tarif 10%), PPh Pasal 26 (tarif
20%), PPh Pasal 23 (tarif 15% dan 2% untuk jasa lain), PPh WP badan dalam negeri
dan BUT (tarif Pasal 17 ayat (1)b atau 28%); dan lain-lain.
2. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh:
No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
1 Rp 1.000.000; Rp 6.000;
2 Rp 2.000.000; Rp 6.000;
3 Rp 5.750.000; Rp 6.000;
4 Rp 50.000.000; Rp 6.000;
Di Indonesia besarnya tarif Bea Meterai cek dan bilyet giro untuk berapapun
jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp 6.000;
3. Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar
Contoh: UU PPh
a. Tarif pajak orang pribadi dalam negeri UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 yang ditetapkan
atas PKP Wajib Pajak pribadi
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000; 5%
Rp 50.000.000; s/dRp 250.000.000; 15%
Rp 250.000.000;s/dRp 500.000.000; 25%
>Rp 500.000.000; 30%
b. Tarif pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
20
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
< Rp 50.000.000; 10%
Rp 50.000.000;s/dRp 100.000.000; 15%
>Rp 100.000.000; 30%
Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi:
 Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar
 Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
 Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 UU PPh tersebut merupakan tarif progresif
progresif.
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak
semakin besar.
Contoh:
Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak
Rp 50.000.000; 30%
Rp 100.000.000; 20%
Rp 200.000.000; 10%
Gambar 2.1
Daftar Lapisan Kena pajak Orang Pribadi dan Badan
21
PERPAJAKAN
DARI SUDUT PANDANG HUKUM
1. Dasar-Dasar Teori Tentang Pajak
Mengapa kita sebagai rakyat harus membayar pajak,? Atas dasar apa negara
mempunyai hak untuk memungut pajak ? untuk menjawab pertnyaan-pertanyaan tersebut,
terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi hak kepada negara
untuk memungut pajak. Teori-teori tersebutmenurut Prof.Mardiasmo (2009) antara lain
adalah :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh
karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi
asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya
perlindungan) masing-masing orang, semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar
sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat
digunakan 2 pendekatan yaitu:
- Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang.
- Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi.
3
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
di depan kelas Tentang ;
 Dasar-dasar teori tentang pemungutan Pajak.
 Kedudukan Hukum Pajak
 Hukum pajak Materil dan Hukum Pajak Formil
 Yuridiksi Pemungutan Pajak
 Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak
22
Contoh :
Tuan Tino Tuan Bedo
Penghasilan / bulanan Rp 6 juta Rp 6 juta
Status menikah bujangan
Dengan 3 anak
Secara objektif PPh untuk TuanTino sama besarnya dengan Tuan Bedo, karena
mempunyai penghasilan yang sama besarnya.
Secara subjektif PPh untuk Tuan Tino lebih kecil dari pada Tuan Bedo, karena
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan Tino lebih besar.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dapat negaranya.
Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa
pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak
berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.
Selanjutnya negara akam menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan
2. Kedudukan Hukum Pajak
Menurut Prof Dr. Rochmat Soemitro, SH, Hukum Pajak mempunyai kedudukan
di antara hukum-hukum sebaga berikut :
1. Hukum Perdata, Mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya, hukum ini
dapat dirinci lagi sebagai berikut :
 Hukum Tata Negara
 Hukum Tata Usaha ( Hukum Administratif )
 Hukum Pajak
 Hukum Pidana
23
Dengan demikian kedudukan hokum pajak merupakan bagian dari hokum public,
dalam mempelajari bidang hukum,berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogate
Lex Generalis yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan
umum atau jika sesuatu ketentuan yang diatur dalam peraturan umum.dalam hal ini
peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah hokum
public atau hokum lain yang sudah ada sebelumnya.
Hukum pajak menganut paham imperatif yakni pelaksanaannya tidak dapat
ditunda. misalnya dalam hal pengajuan keberatan, sebelum ada keputusan dari
direktur jenderal pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka wajib pajak yang
mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah
ditetapkan.berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitas yakni
pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain.
3. Hukum Pajak Materil dan Hukum Pajak Formil
Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah ( Fiscus) selaku pemungut
pajak dengan rakyat sebagai wajib Pajak, ada 2 macam Hukum Pajak yakni :
1. Hukum pajak material, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan,
perbuatan, peristiwa, hokum yang dikenai pajak ( objek pajak ), siapa yang dikenakan
pajak ( subjek ), berapa besar pajak yang dikenakan ( tarif ), segala sesuatu tentang
timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hokum antara pemerintah dan wajib
pajak.
Contoh : Undang-undang Pajak Penghasilan.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk / tata cara untuk mewujudkan hokum materiil
menjadi kenyataan ( cara melaksanakan hukum pajak materiil ). Hukum ini memuat
antara lain :
 Tata cara penyelenggaraan ( prosedur ) penetapan suatu utang pajak.
 Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajb pajak
mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
 Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan / pencatatan
dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
24
4. Yuridiksi Pemungutan Pajak
Dasar hukum pengenaan pajak di Indonesia adalah Pasal 23 ayat (2) Undang-
undang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi, “Segala pajak untuk kegunaan kas negara
berdasarkan undang-undang.” Setelah amandemen UUD 1945, ketentuan tentang
pajak ada di Pasal 23A, yang berbunyi "Pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang." Ketentuan ini
sesuai dengan suatu dalil yang berkembang di Inggris yaitu No Taxation without
representation. Semua jenis pungutan yang membebani rakyat harus didasarkan pada
undang-undang. Khusus untuk Pajak Penghasilan, yang berlaku saat ini, Indonesia
memiliki Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
(selanjutnya disebut UU PPh 1984).
Berdasarkan Pasal 2 UU PPh 1984, Indonesia membangun yurisdiksi
pemajakan berdasarkan dua kaitan fiskal (fiscal allegiance) yaitu: subjektif dan
objektif. Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh 1984 yang mengatur subjek pajak dalam
negeri, berbunyi, “Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun
pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.”
Menurut ketentuan ini, orang pribadi dapat disebut Wajib Pajak dalam negeri jika
memenuhi salah satu syarat berikut: tempat tinggal atau domisili, keberadaan, atau
niat bertempat tinggal di Indonesia. Ketiga syarat ini merupakan cara pengujian,
dimanakah seseorang berdomisili.
Sedangkan untuk subjek pajak badan, ketentuan tentang domisili diatur dalam
Pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh 1984. Suatu badan dapat disebut Wajib Pajak dalam
negeri jika memenuhi syarat sebagai berikut: badan tersebut didirikan di Indonesia,
atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Kepastian domisili ini sangat penting karena berkaitan dengan hak pemajakan
berdasarkan asas domisili. Asas domisili yaitu asas mengenai pengenaan pajak yang
menentukan bahwa negara tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan
lebih berhak mengenakan pajak atas hasil-hasil yang diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri yang berasal dari sumber di mana saja sumber itu ada, baik sumber itu berada
di dalam negeri maupun di luar negeri.
Selain asas domilisi, terdapat satu asas lagi yang berlaku dalam UU PPh 1984 dan
25
diterima secara global, yaitu asal sumber. Yurisdiksi sumber Indonesia mendasarkan
kepada dua unsur, yaitu: menjalankan suatu aktivitas ekonomi secara signifikan, dan
menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari negara tersebut.
Menurut asas sumber, negara tempat sumber itu terletak, lebih berhak mengenakan
pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu, tak pandang dimana orang yang memiliki
sumber itu berada (di luar negeri yang mengenakan pajak). Siapapun, orang pribadi
atau badan, yang menerima atau memperoleh penghasilan, baik penghasilan dari usaha
(active income) atau penghasilan dari modal (passive income), dari Indonesia dapat
dikenakan Pajak Penghasilan. Dasar hukum asas ini adalah Pasal 2 ayat (4) UU PPh
1984.
5. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formal
Utang Pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus,
ajaran ini diterapkan pada official assessment system.
2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang, seseorang dikenai
pajak karena suatu keadaan dan perbuatan, ajaran ini diterapkan pada self
assessment sytem.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. Daluwarsa
4. Pembebasan dan Penghapusan
6. Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan ( pasif ) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang ( mungkin ) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
26
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditunjukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain :
- Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
undang-undang.
- Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang ( menggelapkan pajak ).
27
SURAT KETETAPAN PAJAK
Surat ketetapan pajak adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu
periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.
Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang
lengkap biasanya meliputi :
 Surat Tagihan Pajak
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat ketetapan tersebut dihasilkan dari proses pemeriksaan
(pajak) yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak maupun penyidik pajak
atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi pajak.
Surat ketetapan administrasi lainnya dapat berupa Surat Tagihan Pajak yang mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.
MACAM – MACAM KETETAPANPAJAK, antara lain :
A. Surat Tagihan Pajak (STP)
4
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
di depan kelas Tentang ;
 Pengertian Macam-macam Ketetapan Pajak
 Sanksi administrasi dalam ketetapan pajak
 Fungsi dan cara penerbitan ketetapan pajak.
28
1. Pengertian
STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa
bunga dan atau denda.
2. Penerbitan STP, dikeluarkan apabila :
a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
b. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
c. Pengusaha yang tidak dilakukan sebagai pengusaha kenna pajak tetapi telah
membuat faktur pajak atau pengusaha yang dilakukan sebagai pengusaha kena
pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.
3. Fungsi STP, antara lain :
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib pajak.
b. Sarana mengenalkan sanksi administrasi berupa bunga atau denda
c. Alat untuk menagih pajak.
4. Sanksi Administrasi STP, antara lain:
a. Jumlah kekurangan pajak yang terutang (poiin 2a dan 2b) dalam STP ditambah
sanksi administasi berupa bunga sebesar 2%sebulan (max 24 bulan), dihitung
sejak saat terutangnya pajak atau bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai
dengan diterbitkannya surat tagihan pajak.
b. Terhadap pengusaha kena pajak (poin 2c dan 2d), dikenakan sanksi
adminnistrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan.
5. Kekuatan Hukum STP, yaitu kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan
pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan suurat paksa.
B. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
1. Pengertian
29
SKPKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang
terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
2. Penerbitan SKPKB, berdasarkan :
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain ternyata jumlah pajak
yang terutang tidak atau kurang dibayar.
b. SPT tidak disampaikan dalam waktunya, dan setelah ditegur secara tertulis tidak
juga disampaikan dalam waktu menurut surat teguran.
c. Berdasarkan pemeriksaan mengenai PPN dan PPn BM ternyata tidak harus
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnnya dikenakan tarrif 0 %.
d. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak terpenuhi,
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
3. Sanksi Administrasi, antara lain:
a. Apabila SKPKBdikeluarkan alasan pada poin 2a, maka jumlah kekurangan pajak
terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebuah
(maksimum 24 bulan), dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya
SKPKB.
b. Apabila SKPKB dikeruarkan karena alasan pada poin 2b, 2c, dan 2d, maka
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :
 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.
 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, atau tidak kurang dipungut,
tidak tau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang
disetorkan.
 100% dari PPN dan PPn BM yang tidak atau kurang dibayar.
4. Fungsi SKPKB, antara lain :
1. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
2. Sarana untuk mengenalkan sanksi
3. Alat untuk menagih pajak
5. Jangka Waktu Penerbitan SKPKB
30
Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, direktur Jenderal pajak dapat
menerbitkan SKPKB.
C. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
1. Pengertian
SKPKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah diterapkan.
2. Penerbitan SKPKBT, yaitu :
a. Berdasarkan data baru dan atau data yang semula belum terungkap, menyebabkan
penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
b. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan
SKPKBT. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali.
3. Fungsi SKPKBT, antara lain :
a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya
b. Sarana untuk mengenakan sanksi
c. Alat untuk menagih pajak
4. Sanksi pajak, yaitu :
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
5. Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT, yaitu :
Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak atau tahun pajak, direktur jenderal pajak dapat penerbitan
SKPKBT.
D. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
1. Pengertian
SKPLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang atau tidak seharusnya
terutang.
2. Penerbitan SKPLB, yaitu :
31
Apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah
pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang.
3. Fungsi SKPLB,yaitu sebagai alat atau sarana mengembalikan kelebihan pembayaran
pajak.
4. Tata cara menerbitkan SKPLB, perhitungan dan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, antara lain :
1. Wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis pada direktur jenderal pajak.
2. KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPLB dalam waktu
selambat- lambatnya 12 bulan sejak permohonan diterima.
3. Apabila SKPLB tidak diterbitkan dalam jangka waktu 12 bulan, maka wajib
pajak memberitahukan kepada direktur jenderal pajak bahwa permohonan
dikabulkan.
E. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
1. Pengetian
SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.
2. Penerbitan SKPN apabila :
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
32
KEBERATAN DAN BANDING
A. Tata Cara Penyelesaian Keberatan, antara lain:
a. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas
suatu :
 Surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB)
 Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT)
 Surat ketetapan pajjak lebih bayar (SKPLB)
 Surat Ketetapan pajak nihil (SKPN)
 Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang- undang perpajakan.
b. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan mengemukakan
jumlah pajak yang terutang menurut wajib pajak dengan disertai alasan – alasan yang
jelas.
c. Keberatan harus diajukan dallam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal
pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukan jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi
Karena keadaan diluar kekuasaannya.
d. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan.
e. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat jendral
pajak atau tanda penerimaan surat keberatan melalui pos tercatat menjadi bukti
penerimaan surat keberatan.
f. Direktorat jenderal pajak dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan
diterima.
g. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan telah lewat dan direktur jenderal pajak tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.
5
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
di depan kelas Tentang ;
 Tata Cara Penyelesaian Keberatan pajak
 Tata cara Penyelesaian Banding
 Daluwarsa Penagihan pajak
33
h. Pengajuan keberatan tidak menundah kewajiban membayar pajak pelaksana penagih
pajak.
i. Apabila pengajuan keberatan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan dihitung sejak
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkan keputusan keberatan.
B. Tata Cara Penyelesaian Banding, antara lain :
a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada pengadilan pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh direktur jenderal
pajak.
b. Banding diajukan dalam waktu 3 bulan sejak tanggal keberatan dikeluarkan, dengan
cara :
1. Tertulis dalam bahasa indonesia
2. Mengemukakan alasan – alasan yang jelas dan bukti yang diperlukan
3. Melampirkan salinan surat keputusan keberatan
c. Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.
d. Permohonan banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak yang
bersangkutan.
C. DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK
 Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 10 tahun apabila :
1. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa
2. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak
langsung .
3. Terdapat surat ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak kurang
bayar tambahan yang diterbitkan terhadap wajib pajak karena melakukan tindak
pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
34
PEMERIKSAAN DAN
PENYELIDIKAN PAJAK
A. PEMERIKSAAN PAJAK
1. Pengertian
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan
mengelolah data dan atau keterangan lainya untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang- undangan nomor 28 Tahun 2007.
2. Sasaran Pemeriksaan untuk mencari adanya :
a. Interprestasi undang – undang yang tidak benar
b. Kesalahan hitung
c. Penggelapan secara khusus dr penghasilan
d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilakukan wajib
pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
3. Tujuan Pemeriksaan, antara lain :
a. Menguji kepatuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan
kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak, yang dapat
dilakukan dalam hal :
1. Surat pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayan pajak, termasuk
yang telah diberiakan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
2. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan menunjukan rugi.
3. Surat pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu
yang telah diterapkan.
4. Surat pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh
direktur jenderal pajak.
5. Apabila indekasi kewajiiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada
poin 3 tidak dipenuhi.
6
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
di depan kelas Tentang ;
 Pengertian, Sasaran, Tujuan, Duluarsa, Wewenang dan Prosedur Pemeriksaan
Pajak.
 Pengertian, Wewenang dan Kewajiban Penyidikan perpajakan.
35
b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang –
undang perpajakan,, yang tidak dillakukan dalam hal :
1. Pemberian NPWP secara jabatan
2. Penghapusan nomor pokok wajib pajak.
3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
4. Wewenang Memeriksa untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakna ketentuan peraturan
perundang – undangan perpajakan.
5. Prosedur Pemeriksaan, antara lain ;
a. Petugas pemeriksa hharus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan dan
harus memperhatikan kepada wajib pajak yang diperiksa.
b. Wajib pajak yang diperiksa harus :
c. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatatn, atau dokumen serta
keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan.
d. Direktur jenderal pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau
ruangan tertentu, bila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b diatas.
36
B. PENYIDIKAN
1. Pengertian
Penyidikan di bidang perpajakn adalah serangkaian tindakan penyidik untuk
mencari sserta mengumpulkan bukti yang diperlukan, sehingga dapat mmembuat
terang tentang tindak pidana perpajakan yang terjadi, guna menemukan tersangka
serta mengetahui besarnya pajak terutang yang diduga digelapkan.
2. Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah pegawai di lingkungan direktorat
jenderal pajak yang diangkat oleh menteri kehakiman sebagai penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
3. Wewenang Penyidik, antara lain :
a. Menerima, mencari, mmengumoulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari dan mengumpu;lkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan.
c. Memintak keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
4. Kewajiban penyidik adalah saat akan mulai menyidik harus memberitahu
penuntut umum dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntu umum
sesuai KUHAP.
37
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
1. DASAR HUKUM
Undang-undang nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan surat paksa
sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang nomor 19 tahun 2000.
2. PENGERTIAN PENGERTIAN
1. Penanggung pajak, adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang undanganperpajakan.
2. Penagihan pajak, adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan dengan menegur atau memperingatkan, melasanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyandraan, menjual barang
yang telah di sita.
3. Biaya penagihan Pajak, adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah
melaksanakan penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai, dan
jasa lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
3. PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK
Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita
Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan seketika dan sekaligus Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat
Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyandraan, dan surat lain
yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung pajak tidak
melunasi sebagian atau seluruh Utang Pajak menurut Undang-undang dan Peraturan
daerah.
7
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
di depan kelas Tentang ;
 Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
 Pengertian dan istilah-istilah, pejabat dn jurusita pajak,
 Penagihan dengan seketika dan sekaligus, penyitaan, lelang, pencegahan dan
penyanderaan dan ketentuan pidana.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
di depan kelas Tentang ;
 Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
 Pengertian dan istilah-istilah, pejabat dn jurusita pajak,
 Penagihan dengan seketika dan sekaligus, penyitaan, lelang, pencegahan dan
penyanderaan dan ketentuan pidana.
38
Menteri Keuangan berwenang menunjuk Pejabat untuk Penagihan Pajak Pusat
Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan Pajak Daerah Jurusita
Pajak adalah pelaksana tindakan penagihah pajak yang meliputi penagihan seketika dan
sekaligus pemberitahuan Surat Paksa, Penyitaan dan Penyandraan.
Tugas Jurusita Pajak :
1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seetika dan Sekaligus
2. Memberitahukan Surat Paksa
3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan
4. Melaksanakan Penyandraan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan
Dalam melasanakan penyitaan Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa
tempat tinggal penanggung Pajak, semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan
tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
4. PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS
Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan Penagihan Pajak yang
dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis pajak, mas, dan
tahun pajak.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus di terbitkan apabila :
1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untu selama-lamanya atau berniat
untuk itu;
2. Penanggung Pajak akan memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai
dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaannya
yang dilakukan di Indonesia;
3. Terdapat Tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya
atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau melakukan perubahan bentuk
lainnya;
4. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
39
5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ke tiga atau terdapat
tanda-tanda kepailitan.
Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat;
a) Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan penanggung Pajak
b) Besarnya Utang Pajak
c) Perintah untuk membayar; dan
d) Saat Pelunasan Pajak.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus di terbitkan sebelum Penerbitan
Surat Paksa.
5. SURAT PAKSA
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi;
a) Nama Wajib Paja, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
b) Dasar Penagihan;
c) Besarnya Utang Pajak; dan
1. Perintah untuk membayar.
Surat Paksa diterbitkan apabila;
1. Penanggung Pajak tida melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan surat
teguran,atau surat peringatan, atau surat sejenis lainnya;
2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus;
atau
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
40
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh jurusita Pajak kepada ;
1. Penanggung Pajak.
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama,ataupun bekerja di tempat usaha
Penanggung Pajak,apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat di
jumpai.
3. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
penunggalannyaapabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum
dibagi.
4. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisannya telah
dibagi.
Surat Paksa Terhadap Badan Diterbitkan oleh Jurusita Pajak Kepada;
1. Pengurus, Kepala perwakilan, kepala cabang, Penanggun Jawab,Pemilik Modal.
2. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila Jurusita Pajak
tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud huruf 1.
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada
Kurator, Hakim pengawas, atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib
Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuiditas, Surat Paksa diberitahukan kepada orang
atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuiditas.
6. PENYITAAN
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung
Pajak, guna dijadikan jaminan untu melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-
undangan.
Barang yang disita dapat berupa;
1. Barang bergerak termsuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnys.
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah bangunan,dan kapal dengan isi kotor tertentu.
Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah;
41
1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapan lain yang digunakan oleh Penanggung
Pajak.
2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan dapur
yang berada di rumah.
3. Perlengkapan Penanggung Pajak Yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara.
4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak.
5. Peralatan Penyandang cacat yang digunakan penanggung Pajak dan keluarga yang
menjadi tanggungannya.
Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh
Pengadilan Negeri atau Instansi lain yang berwenang.
7. LELANG
Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga
secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak di lunasi setelah dilaksanakan
penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang
yang di sita melalui kantor lelang.
Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak
yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayarutang pajak. Dalam hal penjualan
secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% dari pokok lelang dan secara tidak
lelang biaya penagihan pajak ditambah 1% dari hasil penjualan. Besarnya biaya
penagihan pajak adalah Rp50.000,- untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp
100.000,- untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Catatan:
 Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatann yang diajukan oleh Wajib
Pajak belum memperoleh keputusan keberatan.
 Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak.
 Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan
biaya penagihan Pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan Pengadilan
Pajak, atau Objek Lelang musnah.
42
8. PENCEGAHAN DAN PENYANDERAAN
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak
tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan
terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang Pajak sekurang-kurangnya
sebesarnya Rp 100.000.000,-
Pencegahan dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan
oleh Menteri Keuangan atas permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan.
Jangka waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama-
lamanya 6 (enam) bulan.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak
dengan menempatkannya di tempat tertentu. Jumlah Utang Pajak,Keputusan
Penyanderaan, dan Jangka Waktu Penyanderaan sama dengan Pencegahan terhadap
Penanggung Pajak.
9. KETENTUAN PIDANA
Penanggung Pajak dilarang:
1. Memindahkan hak, memindah tangankan, menyewa, meminjamkan,
menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita.
2. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk
pelunasan utang tertentu.
3. Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fiducia atau diagunkan untuk
pelunasan utang tertentu.
4. Merusak, mencabut,atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara
Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun dan didenda paling banyak Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah).
Setiap orang yang engan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau
menggagalkan tindakan dalam melakukan etentuan undang-undang yang dilakukan Jurusita
Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empet) bulan 2 (dua) minggu dan
denda paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
43
KEWAJIBAN, HAK, DAN
SANKSI WAJIB PAJAK
A. KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK
1. Kewajiban Wajib Pajak
a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
d. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukan ke kantor
pelayanan pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
e. Menyelenggarakan pembukuan / pencatatan.
f. Jika diperiksa wajib :
 Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen lain
yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
perpajakan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.
 Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau dokumen
serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakan , maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh
permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
2. Hak – hak wajib pajak, antara lain :
a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding
b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT
c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukan
d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT
e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.
8
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
di depan kelas Tentang ;
 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
 Kewajiban Pembukuan/Pencatatan
 Sanksi Perpajakan
44
f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat
ketetapan pajak
g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak
h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak
k. Mengajukan keberatan dan banding.
3. Kewajiban pembukuan / pencatatan, antara lain :
1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan penyusunan laporan kurang
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan penyusunan laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak
terakhir.
2. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan wajib pajak badan di indonesia, wajib menyelenggarakan
pembukuan.
3. Pembukuan dan pencatatan harus :
 Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan usaha
yang sebenarnya.
 Diselenggarakan di indonesia
 Menggunakan huruf latin angka arab.
 Menggunakan satuan mata uang rupiah dan mata uang asing yang
diijinkan oleh menteri keuangan.
4. Sanksi tidak memenuhi kewajiban pembukuan :
a. Tidak mengadakan pembukuan/pencatatan, pajak yang terutang diterapkan
dengan SKP ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%,
dan khusus untuk PPh pasal 29 ditambah kenaikan sebesar 50%.
45
b. Dengan sengaja :
1. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolah – olah benar.
2. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
3. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku,catatan, atau
dokumen lainya.
Dipidana dengan penjara selama – lamanya 6 tahun dan denda setinggi –
tingginya 4 kali jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar.
B. Sanksi Perpajakan, dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Sanksi Administrasi adalah kerugian kepada negara, khususnya yang berupa
buanga dan kenaikan.
a. Bunga 2% per bulan
No Masalah Cara membayar/menagih
1. Pembetulan sendiri SPT (SPT setahun
atau SPT masa) tetapi belum diperiksa
SSP
2. Dari penelitian rutin :
PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar.
PPh pasal 21,22,23,dan 26 serta PPN
yang terlambat dibayar.
SKPKB,STP,SKPKBT tidak/kurang
dibayar atau terlambat dibayar.
SPT salah tulis/salah hitung
SSP/STP
SSP/STP
SSP/STP
SSP/STP
SSP/STP
3. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang
bayar (maksimum 24 bulan)
SSP/SPKB
4. Pajak diangsur/ditunda :
SKPKB,SKKPP,STP
SSP/SPKB
5. SPT tahunan PPh ditunda, pajak
kurang dibayar.
SSP/STP
46
Denda Administrasi
No Masalah Cara membayar/ menagih
1. Tidak/terlambat memasukan /
menyampaikan.
STP ditambah Rp. 50.000.00 atau
Rp 100.000.00
2. Pembetulan sendiri,SPT tahunan atau
SPT masa tetapi belum disidik
SSP ditambah 200%
3. Khusus PPN:
a. Tidak melaporkan usaha
b. Tidak membbuat / mengisi faktur
c. Melanggar larangan membuat
faktur (PKP yang tidak
dikukuhkan)
SSP/SPKPB (ditambah 2% denda
dari dasar pengenaan)
4. Khusus PBB
a. SPT,SKPKB tidak/ kurang
dibayar atau terrlambat dibayar
b. Dilakukan pemeriksaan, pajak
kurang dibayar
STP+denda 2% (maksimum 24
bulan).
SKPKB+denda administrasi dari
selisih pajak yang terutang.
b. Kenaikan 50% dan 100%
No Masalah Cara menagih
1. Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan
secara jabatan :
a. Tidak termasuk SPT :
1. SPT tahunan (PPh 29)
2. SPT tahunan (PPh 21,23,26 dan
PPN).
b. Tidak menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28
KUP
c. Tidak memperlihatkan buku/dokumen,
tidak memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan, sebagaimana yang
SKPKB ditambah kenaikan
50%
SKPKB ditambah kenaikan
100%
SKPKB
50% PPh pasal 29
100% PPh pasal 21,23,26 dan
PPN
47
dimaksud pasal 29.
2. Dikeluarkan SKPKBT karena : ditemukan
data baru, data semula yang belum
terungkap setelah dikeluarkan SKPKB
SKPKBT 100%
3. Khusus PPN :
Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan,
dimana PKP tidak seharusnya
mengkompensasi selisih lebih, menghitung
tarif 0% diberi restitusi pajak.
SKPKB 100%
2. Sanksi pidana adalah siksaan atau penderitaan, merupakan suatu alat terakhir
atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipenuhi.
 Sanksi Pidana, antara lain :
1. Ketentuan sanksi pidana,ada 3 macam yaitu denda pidana,kurungan dan
penjara.
 Denda pidana biasaya berupa denda administrasi yang hanya diancam/
dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan
perpajakan.
 Pidana kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Karena pidana kurungan diancam kepada si pelanggar
norma itu ketentuan sama dengan ketentuan mengenai denda pidana
sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.
 Pidana penjara diancam terhadap kejahatan, ancaman pidana penjara
tidak dapat ditunjukan kepada pihak ke3, adanya pejabat dan kepada
wajib pajak.
2. Sanksi pidana dibidang perpajakan diatur / ditetapkan dalam UU No. 6 tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 tahun 1985
sebagaimana telah diubah dengan UU no. 12 tahun 1994 tentang pajak bumi
dan bangunan.
48
Yang
dikenakan
Sanksi
pidana
Norma Sanksi pidana
I. Wajib
pajak
1. Kealpaan tidak
menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT tetapi
tidak benar/lengkap atau
melampirkan keterangan
yang tidak benar
2. Sengaja tidak
menyampaikan SPT, tidak
meminjamkan pembukuan,
catatan atau dokumen lain,
dan hal – hal lain
sebagaimana dimaksud
dalam pasal 39 KUP.
3. Sengaja tidak
menyampaikan SPOP atau
menyampaikan SPOP tetapi
isinya tidak benar
sebagaimana dimaksudkan
dalam pasal 24 UU PBB.
4. Dengan sengaja
menyampaikan SPOP,
memperhatikan/
meminjamkan
surat/dokumen palsu dan
hal-hal lain sebagai mana
diatur dalam pasal 25 (1)
UU PBB.
Pidana kurungan selama – lamanya 1
dan atau denda setinggi-tingginya 2
kali jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar.
a. Pidana penjara selama-lamanya 6
tahun dan denda setinggi –
tingginya 4 kali jumlah pajak yang
kurang atau tidak dibayar.
b. Ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada huruf a dilipat
duakan apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana
dibidang perpajakan sebelum
lewat 1 tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan.
 Pidana kurungan selama-lamanya
6 bulan dan atau setinggi-
tingginya 2 kali jumlah pajak
terutang.
a. Pidana penjara selama-lamanya 2
tahun dan atau denda setinggi-
tingginya 5 kali jumlah pajak
yang terutang.
b. Sanksi (a) dilipat 2 kan jika
49
sebelum lewat 1 tahun teritung
sejak selesainya menjalani
sebagian/seluruh pidana yang
dijatuhkan melakukan tindak
piidana lagi.
II. Pejabat Kealpaan tidak memenuhi
kewajiban merahasiakan hal
sebagaimana dimaksud dalam
pasal 34 KUP (tindak
pelanggaran).
Pidana kurungan selama – lamanya 1
tahun dan atau denda setinggi-
tingginya Rp 4.000.000.
pihak
ketiga
Sengaja tidak memperlihatkan
atau meminjamkan surat atau
dokumen lainya dan atau tidak
menyampaikan keterangan
yang diperlukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 25 (1)
huruf d dan e UU PBB.
Pidana kurungan selama-lamanya 1
tahun atau denda setinggi-tinggihnya
Rp 2.000.000.
50
PAJAK PENGHASILAN UMUM
( PPh Umum )
1. SUBJEK PAJAK
Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
a. Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan
Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan
pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
b. Badan;
Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
Dalam Undang-undang bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri,
terpisah dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan Subjek Pajak badan, untuk pengenaan Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap
mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan.
9
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
menjelaskan di depan kelas Tentang ;
 Subjek Pajak
 Subjek Pajak Dalam Negeri
 Subjek pajak Luar Negeri
 Badan Usaha Tetap
51
Badan Usaha Milik Negara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah,
misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh
penghasilan merupakan Subjek Pajak.
Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk
sebagai Subjek Pajak, yaitu :
1) Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD;
3) Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah;
dan
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Sebagai Subjek
Pajak, perusahaan reksadana baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya
termasuk dalam pengertian badan.
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau
ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
c. Bentuk Usaha Tetap.
2. Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah :
a.) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang
pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang
52
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia ditimbang menurut keadaan.
Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di
Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.
b.) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c.) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam
negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri mengikuti status pewaris. Adapun untuk
pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban
ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya
beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek
Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu
bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena
pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud
melekat pada objeknya.
Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau
memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dengan
perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban
subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajak orang pribadi
yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP.
53
3. Subjek Pajak Luar Negeri
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah :
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia;
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan
penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri
terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :
 Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri
dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.
 Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif
umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pajak sepadan.
 Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak,
sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang
bersifat final.
54
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan
pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Pajak Penghasilan dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
4. Bentuk Usaha Tetap
Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
 tempat kedudukan manajemen;
 cabang perusahaan;
 kantor perwakilan;
 gedung kantor;
 pabrik;
 bengkel;
 pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang
digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
 perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
 proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
 pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
 orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
 agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di
Indonesia.
55
5. Penjelasan tambahan mengenai BUT:
 Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of
business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-
mesin dan peralatan.
 Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
 Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen
yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi
atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha
tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang
mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam
kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya
sendiri.
 Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia
dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi
tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko
di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung
risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut
terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung
bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
56
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
(PPh Pasal 21)
1. Dasar Hukum PPh Pasal 21
Sandaran hukum PPh Pasal 21 adalah Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
(selanjutnya disebut UU PPh).
2. Orang yang memotong PPh Pasal 21 adalah:
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah.
3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT
Taspen, PT Asabri.
4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli,
orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan, dan
magang.
5. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
6. Penyelenggara kegiatan.
10
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan
di depan kelas Tentang ;
 Dasar Hukum PPh Pasal 21
 Pemotong Pajak PPh Pasal 21
 Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
 Penerima Penghasilan yang tidak diportong PPh Pasal 21
 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
 Yang tidak termasuk Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
 Ketentuan lainya
 Perhitungan PPh pasal 21, Tarif dan penerapannya
57
3. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
1. Pegawai tetap.
2. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek,
peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan
kegiatan sejenis.
3. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang
menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
4. Penerima honorarium.
5. Penerima upah.
6. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan
Aktuaris).
7. Peserta Kegiatan.
4. Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat:
o bukan warga negara Indonesia dan
o di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau
kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
5. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara
teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium
anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang
lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan
anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot,
tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa,
58
premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan
nama apa pun;
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan
pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti,
tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan
sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
3. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau
diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau
mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau pemagangan yang
merupakan calon pegawai;
4. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan
kerja;
5. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, terdiri atas:
1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai,
dan Aktuaris)
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman
lainnya;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial;
7. agen iklan;
8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
10. peserta perlombaan;
11. petugas penjaja barang dagangan;
59
12. petugas dinas luar asuransi;
13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan
sebagai calon pegawai;
6. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya.
7. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan
honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat
Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang
sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk
janda/duda atau anak-anaknya.
6. Yang Tidak Termasuk Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
1. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
2. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apa pun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib
Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan
khusus (deemed profit);
3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara
Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
5. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 3 ayat 1 UU PPh). Ketentuannya
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008.
7. Ketentuan Lainnya
1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta
maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan
sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima
uang pesangon, penerima dana pensiun.
60
2. Pemotong PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan
(form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun
bulanan dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim.
3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka
Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2) diberikan oleh pemberi kerja
selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja
atau pensiun.
4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak
PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun
takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.
8. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Tarif dan Penerapannya
1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon
pegawai, serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif
Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP
dihitung berdasarkan sebagai berikut:
1. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari
penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000
sebulan); dikurangi iuran pensiun/iuran jaminan hari tua, dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5%
dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000
sebulan); dikurangi PTKP.
3. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto dikurangi
PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.
4. Distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis: penghasilan bruto tiap
bulan dikurangi PTKP per bulan.
2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan
pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung
tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau
kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus;
61
peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif
berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto.
3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-
undang PPh x 50% dari perkiraan penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.
4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai
tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi
dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 atau tidak
dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah
dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 1.320.000, maka besarnya
PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP
sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua
yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:
1. 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000 (dikecualikan dari
pemotongan pajak).
2. 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000.
3. 10% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000.
4. 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 s.d. Rp 200.000.000.
5. 25% dari penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000.
6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri yang menerima honorarium dan imbalan lain
yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong
PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang
dibayarkan kepada PNS Gol. II/d ke bawah, anggota TNI/Polri berpangkat Peltu atau
Aiptu ke bawah.
62
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Merujuk pada peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012
Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, maka aturan besarnya PTKP
terbaru berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013, sebagai Berikut ;
Keterangan
Setahun
(rupiah)
Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi 24.300.000
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 2.025.000
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami.
24.300.000
Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung sepenuhnya, maksimal tiga
orang untuk setiap keluarga
2.025..000
Tarif Pajak
Tarif PPh Pasal 21 menurut Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 adalah:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (rupiah) Tarif Pajak
Sampai dengan 50.000.000 5%
Di atas 50.000.000 s.d. 250.000.000 15%
Di atas 250.000.000 s.d. 500.000.000 25%
Di atas 500.000.000 30%
63
BEBERAPA CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 (PPH PASAL 21)
A. PEGAWAI TETAP
Gaji Bulanan Karyawan
Contoh:
Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2009. la
memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 3.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar
Rp. 25.000,- sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).
Penghitungan PPh Ps. 21
Penghitungan PPh Ps. 21 terutang
- Gaji Sebulan ………………………………… ............................……… 3.000.000
- Pengh. bruto ……………… …………………………............................ Rp. 3.000.000
Pengurangan
- Biaya Jabatan: 5%x 3.000.000…………………………………150.000
- Iuran pensiun :…………………………………………….…… .25.000
Total Pengurangan…………………… ……....………...............Rp. 175.000
Pengh netto sebulan ………………………………………....………..……..Rp. 2.825.000
Pengh. Netto setahun 12 x 2.825.000 =……………………….……......…….. 33.900.000
PTKP setahun:
WP sendiri …………………..24.300.000
Tambahan WP kawin …….... 2.025.000
Total PTKP ……………………………... 26.325.000
PKP = Rp. 33.900.000 – Rp. 26.325.000
PKP setahun = Rp. 7.575.000
PPh Ps. 21 = 5 % x Rp.7.575.000
= Rp. 378.500,-
PPh Ps. 21 sebulan = Rp. 378.500/ 12 Bulan
= Rp. 31.562, / Bulan.
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan
Irlan fery buku perpajakan

More Related Content

What's hot

Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Bagus Cahyo Jaya Pratama Pratama
 
Pencegahan penghindaran pajak
Pencegahan penghindaran pajakPencegahan penghindaran pajak
Pencegahan penghindaran pajakkaromah95
 
Target costing dan analisis biaya untuk penetuan harga
Target costing dan analisis biaya untuk penetuan hargaTarget costing dan analisis biaya untuk penetuan harga
Target costing dan analisis biaya untuk penetuan hargaWilly Setiawan
 
Materi ppn
Materi ppnMateri ppn
Materi ppnAy Kent
 
2 pengertian dan jenis pajak
2 pengertian dan jenis pajak2 pengertian dan jenis pajak
2 pengertian dan jenis pajaknatal kristiono
 
PPN dan PPnBM
PPN dan PPnBMPPN dan PPnBM
PPN dan PPnBMIcha Icha
 
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)M Abdul Aziz
 
Peradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajakPeradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajakfree forall
 
PPN tentang PPnBM
PPN tentang PPnBMPPN tentang PPnBM
PPN tentang PPnBMkaromah95
 

What's hot (20)

Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
 
Pencegahan penghindaran pajak
Pencegahan penghindaran pajakPencegahan penghindaran pajak
Pencegahan penghindaran pajak
 
Target costing dan analisis biaya untuk penetuan harga
Target costing dan analisis biaya untuk penetuan hargaTarget costing dan analisis biaya untuk penetuan harga
Target costing dan analisis biaya untuk penetuan harga
 
teori pemungutan pajak dan penggolongan pajak
 teori pemungutan pajak dan penggolongan pajak teori pemungutan pajak dan penggolongan pajak
teori pemungutan pajak dan penggolongan pajak
 
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pajak Daerah dan Retribusi DaerahPajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
 
Dasar-dasar Perpajakan
Dasar-dasar PerpajakanDasar-dasar Perpajakan
Dasar-dasar Perpajakan
 
Bagian iv-teori-barang-publik
Bagian iv-teori-barang-publikBagian iv-teori-barang-publik
Bagian iv-teori-barang-publik
 
Makalah Pajak Penghasilan (PPh)
Makalah Pajak Penghasilan (PPh)Makalah Pajak Penghasilan (PPh)
Makalah Pajak Penghasilan (PPh)
 
Sengketa Pajak
Sengketa PajakSengketa Pajak
Sengketa Pajak
 
PPN objek
PPN objekPPN objek
PPN objek
 
Materi ppn
Materi ppnMateri ppn
Materi ppn
 
Penentuan Harga Jual
Penentuan Harga JualPenentuan Harga Jual
Penentuan Harga Jual
 
2 pengertian dan jenis pajak
2 pengertian dan jenis pajak2 pengertian dan jenis pajak
2 pengertian dan jenis pajak
 
pp
pppp
pp
 
PPN dan PPnBM
PPN dan PPnBMPPN dan PPnBM
PPN dan PPnBM
 
Bab.12 rancangan sistem pajak
Bab.12 rancangan sistem pajak Bab.12 rancangan sistem pajak
Bab.12 rancangan sistem pajak
 
Mahir BUT
Mahir BUTMahir BUT
Mahir BUT
 
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
 
Peradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajakPeradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajak
 
PPN tentang PPnBM
PPN tentang PPnBMPPN tentang PPnBM
PPN tentang PPnBM
 

Viewers also liked

Perda nomor-4-tahun-2012-tentang-retribusi-jasa-umum
Perda nomor-4-tahun-2012-tentang-retribusi-jasa-umumPerda nomor-4-tahun-2012-tentang-retribusi-jasa-umum
Perda nomor-4-tahun-2012-tentang-retribusi-jasa-umumOrkumSetdakotSibolga
 
Norma penghitungan khusus
Norma penghitungan khususNorma penghitungan khusus
Norma penghitungan khususkaromah95
 
Anggaran Negara dalam Era Otonomi Daerah
Anggaran Negara dalam Era Otonomi DaerahAnggaran Negara dalam Era Otonomi Daerah
Anggaran Negara dalam Era Otonomi DaerahDadang Solihin
 
Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15
Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15
Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15Maiya Maiya
 
Berita acara pembayaran
Berita acara pembayaranBerita acara pembayaran
Berita acara pembayaranRakha Pratama
 
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Yudi Zulkarnaen
 
Power point ABN and APBD
Power point ABN and APBDPower point ABN and APBD
Power point ABN and APBDzahermazed
 
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan irlan fery
Pengaruh pertumbuhan ekonomi  terhadap pendapatan irlan feryPengaruh pertumbuhan ekonomi  terhadap pendapatan irlan fery
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan irlan feryirlan_fery81
 
Bab1 pengantar perpajakan
Bab1 pengantar perpajakanBab1 pengantar perpajakan
Bab1 pengantar perpajakanIke Hanisyah
 
PKS Management Consultants - A brief introduction
PKS Management Consultants - A brief introductionPKS Management Consultants - A brief introduction
PKS Management Consultants - A brief introductionPramod Kumar Srivastava
 
PKS Management Consultants - Angel funding
PKS Management Consultants - Angel fundingPKS Management Consultants - Angel funding
PKS Management Consultants - Angel fundingPramod Kumar Srivastava
 

Viewers also liked (20)

Leaflet Tax Amnesti
Leaflet Tax AmnestiLeaflet Tax Amnesti
Leaflet Tax Amnesti
 
Rangkuman pajak-1-setelah-revisi
Rangkuman pajak-1-setelah-revisiRangkuman pajak-1-setelah-revisi
Rangkuman pajak-1-setelah-revisi
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
 
Perda nomor-4-tahun-2012-tentang-retribusi-jasa-umum
Perda nomor-4-tahun-2012-tentang-retribusi-jasa-umumPerda nomor-4-tahun-2012-tentang-retribusi-jasa-umum
Perda nomor-4-tahun-2012-tentang-retribusi-jasa-umum
 
Norma penghitungan khusus
Norma penghitungan khususNorma penghitungan khusus
Norma penghitungan khusus
 
Anggaran Negara dalam Era Otonomi Daerah
Anggaran Negara dalam Era Otonomi DaerahAnggaran Negara dalam Era Otonomi Daerah
Anggaran Negara dalam Era Otonomi Daerah
 
Pph pasal 21
Pph pasal 21Pph pasal 21
Pph pasal 21
 
Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15
Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15
Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15
 
Berita acara pembayaran
Berita acara pembayaranBerita acara pembayaran
Berita acara pembayaran
 
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
 
Power point ABN and APBD
Power point ABN and APBDPower point ABN and APBD
Power point ABN and APBD
 
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan irlan fery
Pengaruh pertumbuhan ekonomi  terhadap pendapatan irlan feryPengaruh pertumbuhan ekonomi  terhadap pendapatan irlan fery
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan irlan fery
 
Bab1 pengantar perpajakan
Bab1 pengantar perpajakanBab1 pengantar perpajakan
Bab1 pengantar perpajakan
 
PKS Management Consultants - A brief introduction
PKS Management Consultants - A brief introductionPKS Management Consultants - A brief introduction
PKS Management Consultants - A brief introduction
 
PKS Management Consultants - Angel funding
PKS Management Consultants - Angel fundingPKS Management Consultants - Angel funding
PKS Management Consultants - Angel funding
 
2. sejarah p ph
2. sejarah p ph2. sejarah p ph
2. sejarah p ph
 
APBN Dan APBD
APBN Dan APBD APBN Dan APBD
APBN Dan APBD
 
Informasi APBN 2017 (071216)
Informasi APBN 2017 (071216)Informasi APBN 2017 (071216)
Informasi APBN 2017 (071216)
 
1112 ppn-2010
1112 ppn-20101112 ppn-2010
1112 ppn-2010
 
PKS HR Audit Appraoch
PKS HR Audit AppraochPKS HR Audit Appraoch
PKS HR Audit Appraoch
 

Similar to Irlan fery buku perpajakan

Fitri afriani 1201112290 tugas adminstrasi perpajakan dan praktikum komputer ...
Fitri afriani 1201112290 tugas adminstrasi perpajakan dan praktikum komputer ...Fitri afriani 1201112290 tugas adminstrasi perpajakan dan praktikum komputer ...
Fitri afriani 1201112290 tugas adminstrasi perpajakan dan praktikum komputer ...fitri_afriaini
 
Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakaidilsukri
 
Presentasi tga
Presentasi tgaPresentasi tga
Presentasi tgasafrieadi
 
Uu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kupUu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kupenokindy
 
Makalah kurangnya kesadaran masya...
Makalah kurangnya kesadaran masya...Makalah kurangnya kesadaran masya...
Makalah kurangnya kesadaran masya...vitalfrans
 
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan. dina lestari
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan. dina lestariPraktikum komputer dan administrasi perpajakan. dina lestari
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan. dina lestaridinalestari1995
 
Sistem perpajakan indonesia
Sistem perpajakan indonesiaSistem perpajakan indonesia
Sistem perpajakan indonesiasprtmnyd
 
Silabi Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.pdf
Silabi Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.pdfSilabi Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.pdf
Silabi Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.pdfDitto Nathaniel
 
Slide-1-Pengantar-Perpajakan.pptx
Slide-1-Pengantar-Perpajakan.pptxSlide-1-Pengantar-Perpajakan.pptx
Slide-1-Pengantar-Perpajakan.pptxHadiPrasetyo13
 
7. ISI & DAFTAR PUSTAKA.docx
7. ISI & DAFTAR PUSTAKA.docx7. ISI & DAFTAR PUSTAKA.docx
7. ISI & DAFTAR PUSTAKA.docxpuspaidiputra
 
Prakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakPrakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakardi7835
 
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAKURGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAKiqbalkurniawan27
 
Uu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang TubuhUu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang TubuhChairudin NR
 

Similar to Irlan fery buku perpajakan (20)

Fitri afriani 1201112290 tugas adminstrasi perpajakan dan praktikum komputer ...
Fitri afriani 1201112290 tugas adminstrasi perpajakan dan praktikum komputer ...Fitri afriani 1201112290 tugas adminstrasi perpajakan dan praktikum komputer ...
Fitri afriani 1201112290 tugas adminstrasi perpajakan dan praktikum komputer ...
 
Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajak
 
Presentasi tga
Presentasi tgaPresentasi tga
Presentasi tga
 
Uu 16 2000 Pjls
Uu 16 2000 PjlsUu 16 2000 Pjls
Uu 16 2000 Pjls
 
Penagihan pajak
Penagihan pajak Penagihan pajak
Penagihan pajak
 
Penagihan pajak
Penagihan pajak Penagihan pajak
Penagihan pajak
 
perpajakan_1.pptx
perpajakan_1.pptxperpajakan_1.pptx
perpajakan_1.pptx
 
Uu 28 2007
Uu 28 2007Uu 28 2007
Uu 28 2007
 
Uu 28 2007
Uu 28 2007Uu 28 2007
Uu 28 2007
 
Uu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kupUu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kup
 
Makalah kurangnya kesadaran masya...
Makalah kurangnya kesadaran masya...Makalah kurangnya kesadaran masya...
Makalah kurangnya kesadaran masya...
 
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan. dina lestari
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan. dina lestariPraktikum komputer dan administrasi perpajakan. dina lestari
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan. dina lestari
 
Sistem perpajakan indonesia
Sistem perpajakan indonesiaSistem perpajakan indonesia
Sistem perpajakan indonesia
 
Silabi Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.pdf
Silabi Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.pdfSilabi Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.pdf
Silabi Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.pdf
 
Slide-1-Pengantar-Perpajakan.pptx
Slide-1-Pengantar-Perpajakan.pptxSlide-1-Pengantar-Perpajakan.pptx
Slide-1-Pengantar-Perpajakan.pptx
 
Pengantar PERPAJAKAN
Pengantar PERPAJAKANPengantar PERPAJAKAN
Pengantar PERPAJAKAN
 
7. ISI & DAFTAR PUSTAKA.docx
7. ISI & DAFTAR PUSTAKA.docx7. ISI & DAFTAR PUSTAKA.docx
7. ISI & DAFTAR PUSTAKA.docx
 
Prakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakPrakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajak
 
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAKURGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
URGENSI FINANCIAL STRATEGY DAN KESADARAN PAJAK
 
Uu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang TubuhUu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang Tubuh
 

Recently uploaded

Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptSalsabillaPutriAyu
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IIkaAliciaSasanti
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxRito Doank
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptatiakirana1
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuanganzulfikar425966
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaarmanamo012
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...ChairaniManasye1
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISHakamNiazi
 
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...OknaRyana1
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptwxmnxfm57w
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalAthoillahEconomi
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaWahyuKamilatulFauzia
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxZefanya9
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bankzulfikar425966
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptFrida Adnantara
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxHakamNiazi
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnyaIndhasari3
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxumusilmi2019
 

Recently uploaded (19)

Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
 
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
 

Irlan fery buku perpajakan

  • 1.
  • 2. Makin maraknya beberapa kasus pajak di media akhir-akhir, baik berupa penghindaran pajak (tax avoidance) maupun penggelapan pajak (tax evasion) membuat banyak masyarakat yang semakin ingin mengetahui tentang perpajakan lebih dekat, khususnya kalangan pemula ( mahasiswa) Sejak dilakukannya reformasi Tahun 1983, perpajakan menjadi primadona bagi pemasukan negara menggantikan peranan minyak dan gas bumi yang cadangannya semakin menipis. Pentingnya peranan perpajakan dalam kontribusinya membangun negeri ini membawa konsekuensi pada sumber daya manusia, dalam hal ini wajib pajak, yang harus siap dalam mengimplementasikan peraturan dan perundang-undangan perpajakan agar dalam pelaksanaannya tidak mengalami kesalahan yang ujungnya akan merugikan wajib pajak itu sendiri. Tidak kalah peranannya dalam menyukseskan penerimaan negara dari sektor perpajakan ini adalah perguruan tinggi yakni dengan memberi mata kuliah perpajakan kepada mahasiswanya agar mereka siap dengan dinamika perkembangan perpajakan terutama perpajakan indonesia yang selalu dinamis dan berubah dari waktu ke waktu mengikuti perekonomian, politik dan lain-lain. Buku ini sengaja di desain berdasarkan hasil pengalaman dan penelitian penulis dalam memberikan Mata Kuliah Perpajakan agar mahasiswa dapat dengan mudah memahami tentang dunia perpajakan secara sistematis, yang mungkin selama ini mata kuliah perpajakan menjadi momok bagi mahasiswa yang belum mengenal lebih dekat. Pada kesempatan ini juga, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tuaku, istriku drg. Dina Krisnawati dan my twinnie yang masih dalam alam rahim, beserta keluarga besarku yang senantiasa mendoakan dan menemani penulis dalam penyelesaian buku ini, serta Bapak Dr. Mohamad Adam, SE,ME selaku Ketua STIE Rahmaniyah yang telah banyak memberi ijin kepada penulis, Bapak Drs.H Sofyan Abdurrachman yang telah banyak berjasa dan memberikan bantuan baik moril maupun materill sekaligus menjadi inspirasi bagi penulis, serta Bapak Jaka Sriyana, Ph.D selaku tim reviewer banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga buku ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa buku ini jauh dari kata sempurna, dan penulis selalu berusaha memperbaiki dan menerima apabila ada saran dan masukan dari pembaca demi pencerdasan anak bangsa yang sedang menimbah ilmu di bangku kuliah.. Akhirnya, semoga Buku Pengantar Perpajakan ; Dengan Teori dan Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua...aamiin...! Sekayu, Agustus 2014 Irlan Fery Idris
  • 3.
  • 4.
  • 5. DAFTAR ISI Halaman Judul Prakata Daftar Isi BAB I ; PENGANTAR PERPAJAKAN 1. Sejarah Tentang Perpajakan 1 2. Defenisi Perpajakan 6 3. Fungsi Pajak 7 4. Syarat Pemungutan Pajak 7 5. Struktur Pepajakan di Indonesia 8 6. Tinjauan dan Pendekatan Pajak berbagai Aspek 10 7. Tata Cara Pemungutan Pajak 11 8. Prinsip-prinsip Perpajakan yang baik 11 9. Perbedaan Pajak dan jenis pungutan lainnya 13 BAB II ; PENGELOMPOKAN JENIS PAJAK, SISTEM PEMUNGUTAN, DAN TARIF PAJAK 1. Pengelompokan Pajak Berdasarkan Golongan, Sifat dan Lembaga Pemungutnya. 16 2. Sistem Pemungutan Pajak 18 3. Berbagai jenis tarif Pajak 18 BAB III ; PERPAJAKAN DARI SUDUT PANDANG HUKUM 1. Dasar-dasar teori tentang pemungutan Pajak. 21 2. Kedudukan Hukum Pajak 22 3. Hukum pajak Materil dan Hukum Pajak Formil 23 4. Yuridiksi Pemungutan Pajak 24 5. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak 25 BAB IV ; SURAT KETETAPAN PAJAK 1. Pengertian Macam-macam Ketetapan Pajak 27 2. Sanksi administrasi dalam ketetapan pajak 28 3. Fungsi dan cara penerbitan ketetapan pajak. 29 BAB V ; KEBERATAN DAN BANDING 1. Tata Cara Penyelesaian Keberatan pajak 32 2. Tata cara Penyelesaian Banding 33 3. Daluwarsa Penagihan pajak 33 BAB VI ; PEMERIKSAAN DAN PENYELIDIKAN PAJAK 1. Pengertian, Sasaran, Tujuan, Duluarsa, Wewenang dan Prosedur Pemeriksaan Pajak. 34 2. Pengertian, Wewenang dan Kewajiban Penyidikan perpajakan. 36
  • 6. BAB VII ; PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA 1. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 37 2. Pengertian dan istilah-istilah, pejabat dn jurusita pajak, 37 3. Penagihan dengan seketika dan sekaligus, penyitaan, lelang, pencegahan dan penyanderaan dan ketentuan pidana. 38 BAB VIII ; KEWAJIBAN, HAK DAN SANKSI WAJIB PAJAK 1. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak 43 2. Kewajiban Pembukuan/Pencatatan 44 3. Sanksi Perpajakan 45 BAB IX ; PAJAK PENGHASILAN UMUM (PPh UMUM) 1. Subjek Pajak 50 2. Subjek Pajak Dalam Negeri 51 3. Subjek pajak Luar Negeri 53 4. Badan Usaha Tetap 54 BAB X ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ( PPh 21 ) 1. Dasar Hukum PPh Pasal 21 56 2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 56 3. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 57 4. Penerima Penghasilan yang tidak diportong PPh Pasal 21 57 5. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 59 6. Yang tidak termasuk Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 59 7. Ketentuan lainya 60 8. Perhitungan PPh pasal 21, Tarif dan penerapannya 61 BAB XI ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1. Pengertian PPh Pasal 22 75 2. Pemungut Pajak PPh Pasal 22 75 3. Objek Pemungutan PPh Pasal 22 76 4. Cara Menghitung pph Pasal 22 78 BAB XII ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 1. Pengertian PPh Pasal 23 83 2. Pemotongan Pajak PPh Pasal 23 83 3. Yang dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23 84 4. Objek Pemotongan PPh Pasal 23 84 5. Pengeculian Objek Pemotongan PPh Pasal 23 85 6. Cara Menghitung pph Pasal 22 85 7. Dasar Pemotongan 85 8. Tarif Pemotongan 86 9. Cara Menghitung PPh Pasal 23 86
  • 7. BAB XIII; PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 1. Dasar Hukum 92 2. Pengertian PPh Pasal 24 92 3. Pengertian Umum PPh Pasal 24 92 4. Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri 94 5. Penggabungan Penghasilan 94 6. Penentuan Sumber Penghasilan 95 7. Jumlah Kredit Pajak Yang diperbolehkan. 96 8. Penghasilan Luar Negeri dari beberapa negara 97 9. Kompensasi Kerugian diluar dan didalam negeri 98 BAB XIV ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 1. Dasar Hukum PPh Pasal 25 100 2. Pengertian PPh Pasal 25 100 3. PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan 101 4. Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal tertentu 102 5. Angsuran PPh Pasal 25 dalam WP tertentu 103 6. Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal WP tidak mempunyai NPWP berpergian ke Luar Negeri. 103 BAB XV ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 1. Pengertian PPh Pasal 26 110 2. Pemotong PPh Pasal 26 110 3. Pihak yang dipotong PPh Pasal 26 112 4. Penghasilan yang dipotong PPH Pasal 26 113 5. Tarif dan dasar Pengenaan 113 6. Tata cara Penyetoran dan Pelaporan 114 7. PPh Pasal 26 ayat (4) (Atas Penghasilan Kena Pajak BUT) 114 BAB XVI ; PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUATAN ATAS BARANG MEWAH (PPN DAN PPnBM) 1. Pengertian PPN 117 2. Karakteristik PPN 120 3. Objek, Bukan Objek dan Tarif PPN 124 4. Pengusaha kena Pajak dan kewajiban perpajaannya 127 5. Kewajiban membangun sendiri dan perhitungn PPN nya 131 6. Penjualan aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjual belikan & perhitngan 131 7. Pemungut PPN 132 8. Fasilitas di bidang PPN 137 9. Penjuan atas barang mewah (PPNBM) 137
  • 8. BAB XVII ; PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) 1. Latar Belakang PBB 140 2. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan 141 3. Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB 142 4. Manfaat PBB 143 5. Subjek Pajak PBB 143 6. Objek Pajak PBB 143 7. Objek Pajak yang dikecualikan oleh PBB 145 8. Cara menghitung dan menetapkan PBB 146 9. Contoh soal 147 BAB XVIII ; BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) 1. Pengertian BPHTB 149 2. Subjek Pajak BPHTB 149 3. Objek Pajak BPHTB 149 4. Bukan Objek Pajak BPHTB 151 5. Dasar Pengenaan Pajak BPHTB 151 6. Tarif Pajak BPHTB 152 7. NPOP BPHTB 152 8. Cara menghitung BPHTB 153 9. Contoh soal 161 10. Kertas kerja 165 Susunan naskah Sejarah, Undang-undang Mengenai Pajak Bumi dan Bangunan 178 Peraturan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB sebagai pajak daerah 202 Glosarium Daftar Pustaka..
  • 9. 1 PENGANTAR PERPAJAKAN ; 1. Sejarah Perpajakan Sejarah Perpajakan pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma- cuma) kepada penguasa atau raja yang sifatnya dapat dipaksakan. Pada awalnya jenis pajak ini digunakan untuk kepentingan penguasa semata tanpa adanya imbalan balik (kontraprestasi). Namun, dalam perkembangannya upeti tersebut telah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri, seperti untuk menjaga keamanan,memelihara jalan, membangun saluran air, dan sebagainya. Dengan adanya perkembangan dalam suatu masyarakat, maka sifat upeti (pemberian) yang semulanya dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, selanjutnya dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik lagi (sifat memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan). Guna memenuhi unsur inilah maka rakyat diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Di Indonesia sendiri sejak zaman kolonial Belanda telah banyak diberlakukan Undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, antara lain; Ordonansi Rumah Tangga (Stbl 1908 Nomor 13), Aturan bea meterai (Stbl 1921 Nomor 498), Ordonansi Pajak Pendapatan (Stbl 1944 Nomor 17), Undang-undang Pajak Pembangunan I (UU Nomor 14 Th. 1947). Dengan adanya perkembangan perekonomian dimasyarakat, maka beberapa undang- undang mengalami penyesuaian, antara lain: 1 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas ;  Sejarah Tentang Perpajakan  Definisi Perpajakan  Fungsi Pajak  Sarat Pemungutan Pajak  Struktur Pepajakan di Indonesia  Tinjauan dan Pendekatan Pajak berbagai Aspek  Tata Cara Pemungutan Pajak  Prinsip-prinsip Perpajakan yang baik  Perbedaan Pajak dan jenis pungutan lainnya
  • 10. 2 1. UU Pajak Penjualan Tahun 1951 dirubah dengan UU Nomor 2 Th. 1968; 2. UU Nomor 21 Tahun 1959 tentang pajak Dividen yang dirubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti; 3. UU Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa; 4. UU Nomor 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing; 5. UU Nomor 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK, dan PPs atau Tata Cara MPS-MPO. Karena terlalu banyaknya Undang-undang yang dikeluarkan sehingga mengakibatkan kesulitan dalam pelaksanaan dan realisasinya tidak memenuhi keadilan, maka pada tahun 1983 Pemerintah bersama DPR sepakat melakukan reformasi Undang-undang yang ada dengan mengundangkan 5 paket Undang-undang perpajakan, bahkan sistem pajak yang semulanya diatur oleh pemerintah (official assessment system ) dirubah menjadi wajib pajak sendiri yang menghitung, melapor dan menyetor sendiri pajaknya (self assesstment system). Kelima UU yang dimaksud adalah : 1. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2. UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh); 3. UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM); 4. UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 5. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM). Keempat dari kelima UU tersebut mengalami perubahan dengan mengubah beberapa pasal yaitu sebagai berikut: 1. UU Nomor 6 Tahun 1983 diubah dengan UUNomor 9 Tahun 1994; 2. UU Nomor 7 Tahun 1983 diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1994; 3. UU Nomor 8 Tahun 1983 diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994; 4. UU Nomor 12 Tahun 1985 diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994. Selanjutnya pada tahun 1997 pemerintah kembali mengadakan perubahan atas UU perpajakan yang ada dan membuat beberapa UU yang berkaitan dengan masalah perpajakan dalam rangka mendukung UU yang sudah ada, yaitu: 1. UU Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak; 2. UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 3. UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; 4. UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • 11. 3 5. UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dalam rangka memberikan rasa keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak, pada tahun 2000 pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap Undang- undang perpajakan yang dibuat pada tahun 1983, yang selengkapnya seperti dibawah ini: 1. UU Nomor 16 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 9 Th. 1994; 2. UU Nomor 17 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 10 Th. 1994; 3. UU Nomor 18 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 11 Tahun 1994; 4. UU Nomor 19 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 19 Tahun 1997; 5. UU Nomor 20 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 20 Tahun 1997. Pada beberapa tahun terakhir, pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap undang-undang perpajakan karena melihat faktor perekonomian yang semakin meningkat. Beberapa Undang-undang yang dirubah antara lain ; 1. UU Nomor 16 Tahun 2000 dirubah menjadi UU nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan. 2. UU Nomor 17 Tahun 2000 dirubah menjadi UU nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak penghasilan. 3. UU Nomor 18 Tahun 2000 dirubah menjadi UU nomor 42 tahun 2009 tentang PPN dan PPN BM. 4. UU Nomor 19 Tahun 2000tentang Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengalami perubahan karena kontruksi UU Pajak bumi dan bangunan formatnya sama dengan Undang-undang Bea Perolehan atas tanah dan bangunan.
  • 12. 4 RAKYAT RAJA/PENGUASA UPETI (pemberian secara cuma-cuma), Berupa padi, ternak & hasil tanaman. Untuk Kepentingan Raja/Penguasa - Dipaksakan - Harus Dilaksanakan - Ada Tekanan Tidak Ada Imbalan/Prestasi/T Kepentingan Sepihak Gambar 1.1 Pemungutan pajak sebelum adanya undang-undang pajak Selanjutnya mengalami perkembangan ……………. RAKYAT RAJA/PENGUASA UPETI (pemberian secara cuma-cuma), Berupa padi, ternak & hasil tanaman. Mengarah kpd Kepentingan Rakyat - Dipaksakan - Harus Dilaksanakan - Ada Tekanan - Ada Unsur Keadilan Ada Imbalan/Prestasi : - Menjaga Keamanan - Memelihara Jalan - Membangun Irigasi - Sarana Sosial Lainny Gambar 1.2 - Pemungutan pajak setelah perubahan undang-undang pajak
  • 13. 5 Akhirnya ……………………….. Gambar 1.3 Pemungutan pajak setelah adanya tuntutan Undang-undang nomor 28 tahun 2007 Dibuat Aturan-Aturan Undang-Undang (Mengatur tata cara pemungutan, jenis pajak yang dipungut, siapa yang membayar dan berapa besarnya P A J A K
  • 14. 6 2. Definisi Perpajakan 1. Prof. Dr. P.J.A. Adriani Menurut Prof .Dr. P.J.A Adriani dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak (1991:2) adalah ; Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan 2. Mr. Dr. N. J. Feldman Menurut Mr. Dr. N.J. Fiedlman, Pengertian Pajak adalah ; Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum, tanpa adanya kontra- prestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran Umum. 3. Prof. Dr. M.J.H. Smeets Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra-prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran Pemerintah. 4. Dr. Soeparman Soemahamidjaja Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum 5. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH Menurut Prof .Dr. Rochmat Soemitro dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5) adalah ; Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki empat unsur, yaitu: 1. Iuran dari rakyat kepada Negara 2. Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa jasa timbal balik (kontraprestasi) 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara
  • 15. 7 3. Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak secara umum, yaitu: 1. Fungsi Anggaran Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran, baik bersifat fisik maupun non fisik. 2. Fungsi Mengatur Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: a. pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi terhadap minuman keras. b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. 4. Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Pemungutan pajak harus adil ( syarat keadilan) Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. 3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian. 4. Pemungutan pajak harus efesien (syarat finansial) Biaya pajak harus ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya. 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
  • 16. 8 mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Contoh:  Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.  Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya 1 tarif, yaitu 10%.  Pajak perseroaan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi). 5. Struktur Perpajakan Di Indonesia Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan juga digunakan untuk membiayai pembangunan yang bersumber dari dana pembayaran oleh masyarakat. Untuk itu struktur pajak di Indonesia terdiri dari ; 1). Pajak Pusat/Negara: 1. Dirjen Pajak : a. PPh Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah undang-undang No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.36 tahun 2008. Undang-undang Pajak penghasilan mulai tahun 1983 dan merupakan pengganti undang-undang pajak perseroan 1925, undang-undang Pajak pendapatan 1944. b. PPN & PPn BM Dasar hukum pengenaan PPN dan PPn BM adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang No.42 Tahun 2009. UU PPN dan PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti UU Pajak penjualan tahun 1951. c. Bea Materai Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-undang no.13 Tahun 1985. UU bea Materai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan peraturan dan undang-undang bea materai yang lama ( aturan bea materai 1921). 2. Dirjen Bea dan Cukai :
  • 17. 9 a. Bea Masuk b. Cukai 2). Pajak Daerah : Dasar Hukum pemungutan Pajak Daerah & Retrebusi Daerah adalah Undang-undang No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retrebusi daerah. Pajak daerah terdiri dari : 1. Pajak Propinsi / daerah Tingkat I : a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok 2. Pajak Kabupaten/Kota Daerah Tingkat II : a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan & Pengolahan Bahan Galian Gol. C g. Pajak Parkir h. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. i. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) j. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
  • 18. 10 6. Tinjauan & Pendekatan Pajak Dari Berbagai Aspek a. Aspek Ekonomi b. Aspek Hukum c. Aspek Keuangan d. Aspek Sosiologi a. Aspek Ekonomi Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Pajak sebagai sumber motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat. b. Aspek Hukum Pajak merupakan masalah keuangan negara, adapun dasar yang digunakan untuk mengatur masalah keuangan negara tersebut yaitu pasal 23 (2) UUD 1945, dan untuk teknis pelaksanaan perpajakan yang mengatur masalah perpajakan terdapat UU Perpajakan. c. Aspek Keuangan Pajak dipandang sebagai aspek penting dalam penerimaan negara yang menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan negara. d. Aspek Sosiologi Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan juga digunakan untuk membiayai pembangunan, bearti pembangunan ini dibiayai oleh masyarakat.
  • 19. 11 7. Tata Cara Pemungutan Pajak 1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasar 3 stelsel: a. Stelsel Nyata (Real stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak. Kelebihannya adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan diketahui). b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang- undang (penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya). Kebaikanstelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu pada akhir tahun, sedangkan kelemahannyaadalah pajak yang dibayarkan tidak sesuai dengan yang sesungguhnya. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel real dan stelsel fictieve. Pada awal tahun, besarnya pajak yang dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya jika lebih kecil, kelebihannya dapat diminta kembali atau dapat dihitung untuk tahun pajak yang selanjutnya. 8. Prinsip-Prinsip Perpajakan Yang Baik 1. Prinsip Manfaat Artinya secara umum, barang-barang dan jasa-jasa yang disediakan oleh pemerintah merupakan barang untuk kepentingan umum/untuk dimanfaatkan oleh masyarakat luas. 2. Prinsip Kemampuan Membayar Artinya negara memperoleh penghasilan dari wajib pajak melalui sumbangan sesuai dengan kemampuannya.
  • 20. 12 3. Efisiensi Artinya pengenaan pajak harus mempertimbangkan aspek efisiensinya karena dengan adanya pengenaan pajak maka akan menaikan harga barang atau jasa tersebut. 4. Pertumbuhan Ekonomi Artinya sistem perpajakan yang baik harus dapat mengacu pada pertumbuhan ekonomi, dapat memberi dorongan bagi pembukaan lapangan kerja yang mendorong pertumbuhan secara bersaing diberbagai sektor ekonomi. 5. Kecukupan Penerimaan Artinya penerapan jenis pajak harus layak dan memadai sebagai sumber dana untuk membiayai pengeluaran pemerintah, jangan sampai cost of collection lebih besar dari perolehan pajaknya. 6. Stabilitas Artinya dalam pengenaan pajak perlu adanya stabilitas penerimaan pajak karena jika penerimaan pajak bersifat fluktuatif, maka program pemerintah yang telah direncanakan dalam APBN dapat terganggu. 7. Kesederhanaan Artinya suatu sistem perpajakan haruslah sederhana dan mudah dipahami masyarakat, terutama wajib pajak. 8. Rendahnya Biaya Administrasi dan Biaya Kepatuhan Artinya sistem perpajakan yang baik harus memiliki biaya administrasi dan kepatuhan yang rendah. 9. Netralitas Artinya sistem perpajakan yang baik harus dapat menghilangkan terjadinya distorsi dalam prilaku konsumsi dan produksi oleh masyarakat, yang dapat membantu menarik investor lain untuk melakukan investasi.
  • 21. 13 9. Perbedaan Pajak Dengan Jenis Pungutan Lainnya 1. Pengertian Retribusi Retribusi adalah jenis pungutan yang diberikan atas pembayaran berupa jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan dengan kepentingan tertentu, Misalnya : Retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi tempat pencucian mobil, pembayaran aliran listrik, pembayaran abodemen air minum, retribusi tempat penitipan anak, IMB. Sifat pelaksanaan pada retribusi lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis. Jenis-Jenis Retribusi ; Jenis-jenis Retribusi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Jenis-Jenis Retribusi daerah adalah : 1. Retribusi Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi umum, terdiri dari : a. Pelayanan kesahatan b. Pelayanan persampahan/kebersihan c. Penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil d. Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat e. Parkir ditepi jalan umum f. Pelayanan Pasar g. Air bersih h. Pengujian kendaraan bermotor i. Pemeriksaan alat pemadam kebakaran j. Penggantian biaya cetak peta k. Pengujian kapal perikanan l. Penyedotan WC/Kakus m. Pengendalian menara komunikasi.
  • 22. 14 2. Retribusi Jasa Usaha, adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat juga disediakan oleh sector swasta. Retrebusi jasa usaha menurut PP no 38 tahun 2007 terdiri dari ; a. Pemakaian kekayaan daerah b. Pasar grosir dan atau pertokoan c. Terminal d. Tempat khusus parkir e. Tempat penitipan anak f. Tempat penginapan/villa g. Penyedotan kakus h. Rumah potong hewan i. Tempat pendaratan kapal j. Tempat rekreasi dan oleh raga k. Penyeberangan diatas air l. Pengolahan limbah cair m. Penjualan produksi usaha daerah 3. Retribusi Perizinan tertentu,adalah pelayanan perijinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retrebusi perijinan menurut PP nomor 38 tahun 2007 terdiri dari ; a. Izin peruntukan penggunaan tanah b. Izin mendirikan bangunan c. Izin tempat penjualan minuman beralkohol d. Izin gangguan e. Izin trayek f. Izin pengambilan hasil hutan g. Izin usaha perikanan
  • 23. 15 2. Pengertian Sumbangan Sumbangan adalah jenis pungutan sukarela yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar hukum. Misalnya : Sumbangan pembangunan tempat ibadah, sumbangan untuk bencana alam, sumbangan swadaya masyarakat untuk perbaikan jalan dilingkungan tempat tinggal. Perbedaan Pajak Dgn Jenis Pungutan Lain CIRI-CIRI YANG MELEKAT PAJAK RETRIBUSI SUMBANGAN 1. Pemungutannya berdasarkan UU YA YA TIDAK 2. Ada kontra prestasi langsung TIDAK YA YA 3. Dilakukan oleh negara YA YA TIDAK 4. Digunakan untuk pengeluaran rutin & pembangunan bagi kepentingan masyarakat umum. YA YA TIDAK
  • 24. 16 PENGELOMPOKAN, JENIS PAJAK, SISTEM PEMUNGUTAN DAN TARIF PAJAK 1. Pengelompokkan Pajak A. Menurut Golongannya Berdasarkan golongannya, pajak di kelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu ; a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan ke orang lain. Contoh:Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan atau dibebankan ke orang lain. Contoh:Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pada industry rokok, pajak yang seharusnya di tanggung oleh perusahaan bisa dilimpahkan pada konsumen pengguna rokok tersebut. B. Menurut Sifatnya Berdasarkan sifatnya, pajak di kelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu ; a) Pajak Subjektif yaitu pajak yang ditinjau dari subjeknya, maksudnya memperhatikan kondisi/keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:Pajak Penghasilan (PPh) b) Pajak Obyektif, yaitu pajak yang ditinjau dari mobjeknya, tanpa memperhatikan kondisi / keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah( PPN- BM ). 2 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Pengelompokan Pajak Berdasarkan Golongan, Sifat dan Lembaga Pemungutnya.  Sistem Pemungutan Pajak  Berbagai jenis tarif Pajak
  • 25. 17 C. Menurut Lembaga Pemungutnya a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: PPh, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai. b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:  Pajak Propinsi, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat I contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan pajak kendaraan di atas air.  Pajak Kabupaten/kota, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat II suatu kabupaten atau kotamadya. contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan (PPJ), pajak parkir, pajak bahan galian golongan C, dan bermacam pajak yang disesuaikan dengan potensi di suatu daerah tersebut. Dan pada peraturan terbaru dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, diatur masa Transisi Bahwa BPHTB mulai di pungut oleh daerah tanggal 1 Januari 2011 dan PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan yang awalnya menjadi bagian dari pajak Pusat, dialihkan menjadi Pajak Daerah dengan nama PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan)yang pemberlakuannya mulaitanggal 1 Januari 2011, dan paling lambat tanggal 1 Januari 2014.
  • 26. 18 3. Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: 1.) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2.) Wajib pajak bersifat pasif 3.) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: 1.) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2.) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3.) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 4. Tarif Pajak Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, Yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dibedakan menjadi 4 macam : 1. Tarif Sebanding/proporsional Tarif berupa persentase tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang sebanding dengan besarnya nilai yang dikenai pajak.
  • 27. 19 Contoh: Di Indonesia tarif proporsional diterapkan pada PPN (tarif 10%), PPh Pasal 26 (tarif 20%), PPh Pasal 23 (tarif 15% dan 2% untuk jasa lain), PPh WP badan dalam negeri dan BUT (tarif Pasal 17 ayat (1)b atau 28%); dan lain-lain. 2. Tarif tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh: No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak 1 Rp 1.000.000; Rp 6.000; 2 Rp 2.000.000; Rp 6.000; 3 Rp 5.750.000; Rp 6.000; 4 Rp 50.000.000; Rp 6.000; Di Indonesia besarnya tarif Bea Meterai cek dan bilyet giro untuk berapapun jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp 6.000; 3. Tarif progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar Contoh: UU PPh a. Tarif pajak orang pribadi dalam negeri UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 yang ditetapkan atas PKP Wajib Pajak pribadi Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000; 5% Rp 50.000.000; s/dRp 250.000.000; 15% Rp 250.000.000;s/dRp 500.000.000; 25% >Rp 500.000.000; 30% b. Tarif pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
  • 28. 20 Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak < Rp 50.000.000; 10% Rp 50.000.000;s/dRp 100.000.000; 15% >Rp 100.000.000; 30% Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi:  Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar  Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap  Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 UU PPh tersebut merupakan tarif progresif progresif. 4. Tarif degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar. Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Rp 50.000.000; 30% Rp 100.000.000; 20% Rp 200.000.000; 10% Gambar 2.1 Daftar Lapisan Kena pajak Orang Pribadi dan Badan
  • 29. 21 PERPAJAKAN DARI SUDUT PANDANG HUKUM 1. Dasar-Dasar Teori Tentang Pajak Mengapa kita sebagai rakyat harus membayar pajak,? Atas dasar apa negara mempunyai hak untuk memungut pajak ? untuk menjawab pertnyaan-pertanyaan tersebut, terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebutmenurut Prof.Mardiasmo (2009) antara lain adalah : 1. Teori Asuransi Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. 2. Teori Kepentingan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang, semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar. 3. Teori Daya Pikul Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu: - Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. - Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. 3 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Dasar-dasar teori tentang pemungutan Pajak.  Kedudukan Hukum Pajak  Hukum pajak Materil dan Hukum Pajak Formil  Yuridiksi Pemungutan Pajak  Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak
  • 30. 22 Contoh : Tuan Tino Tuan Bedo Penghasilan / bulanan Rp 6 juta Rp 6 juta Status menikah bujangan Dengan 3 anak Secara objektif PPh untuk TuanTino sama besarnya dengan Tuan Bedo, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya. Secara subjektif PPh untuk Tuan Tino lebih kecil dari pada Tuan Bedo, karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan Tino lebih besar. 4. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dapat negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. 5. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akam menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan 2. Kedudukan Hukum Pajak Menurut Prof Dr. Rochmat Soemitro, SH, Hukum Pajak mempunyai kedudukan di antara hukum-hukum sebaga berikut : 1. Hukum Perdata, Mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. 2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya, hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :  Hukum Tata Negara  Hukum Tata Usaha ( Hukum Administratif )  Hukum Pajak  Hukum Pidana
  • 31. 23 Dengan demikian kedudukan hokum pajak merupakan bagian dari hokum public, dalam mempelajari bidang hukum,berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogate Lex Generalis yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan yang diatur dalam peraturan umum.dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah hokum public atau hokum lain yang sudah ada sebelumnya. Hukum pajak menganut paham imperatif yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda. misalnya dalam hal pengajuan keberatan, sebelum ada keputusan dari direktur jenderal pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka wajib pajak yang mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah ditetapkan.berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitas yakni pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain. 3. Hukum Pajak Materil dan Hukum Pajak Formil Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah ( Fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib Pajak, ada 2 macam Hukum Pajak yakni : 1. Hukum pajak material, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa, hokum yang dikenai pajak ( objek pajak ), siapa yang dikenakan pajak ( subjek ), berapa besar pajak yang dikenakan ( tarif ), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hokum antara pemerintah dan wajib pajak. Contoh : Undang-undang Pajak Penghasilan. 2. Hukum pajak formil, memuat bentuk / tata cara untuk mewujudkan hokum materiil menjadi kenyataan ( cara melaksanakan hukum pajak materiil ). Hukum ini memuat antara lain :  Tata cara penyelenggaraan ( prosedur ) penetapan suatu utang pajak.  Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajb pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.  Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan / pencatatan dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding. Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  • 32. 24 4. Yuridiksi Pemungutan Pajak Dasar hukum pengenaan pajak di Indonesia adalah Pasal 23 ayat (2) Undang- undang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi, “Segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang.” Setelah amandemen UUD 1945, ketentuan tentang pajak ada di Pasal 23A, yang berbunyi "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang." Ketentuan ini sesuai dengan suatu dalil yang berkembang di Inggris yaitu No Taxation without representation. Semua jenis pungutan yang membebani rakyat harus didasarkan pada undang-undang. Khusus untuk Pajak Penghasilan, yang berlaku saat ini, Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh 1984). Berdasarkan Pasal 2 UU PPh 1984, Indonesia membangun yurisdiksi pemajakan berdasarkan dua kaitan fiskal (fiscal allegiance) yaitu: subjektif dan objektif. Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh 1984 yang mengatur subjek pajak dalam negeri, berbunyi, “Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.” Menurut ketentuan ini, orang pribadi dapat disebut Wajib Pajak dalam negeri jika memenuhi salah satu syarat berikut: tempat tinggal atau domisili, keberadaan, atau niat bertempat tinggal di Indonesia. Ketiga syarat ini merupakan cara pengujian, dimanakah seseorang berdomisili. Sedangkan untuk subjek pajak badan, ketentuan tentang domisili diatur dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh 1984. Suatu badan dapat disebut Wajib Pajak dalam negeri jika memenuhi syarat sebagai berikut: badan tersebut didirikan di Indonesia, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Kepastian domisili ini sangat penting karena berkaitan dengan hak pemajakan berdasarkan asas domisili. Asas domisili yaitu asas mengenai pengenaan pajak yang menentukan bahwa negara tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan lebih berhak mengenakan pajak atas hasil-hasil yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang berasal dari sumber di mana saja sumber itu ada, baik sumber itu berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain asas domilisi, terdapat satu asas lagi yang berlaku dalam UU PPh 1984 dan
  • 33. 25 diterima secara global, yaitu asal sumber. Yurisdiksi sumber Indonesia mendasarkan kepada dua unsur, yaitu: menjalankan suatu aktivitas ekonomi secara signifikan, dan menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari negara tersebut. Menurut asas sumber, negara tempat sumber itu terletak, lebih berhak mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu, tak pandang dimana orang yang memiliki sumber itu berada (di luar negeri yang mengenakan pajak). Siapapun, orang pribadi atau badan, yang menerima atau memperoleh penghasilan, baik penghasilan dari usaha (active income) atau penghasilan dari modal (passive income), dari Indonesia dapat dikenakan Pajak Penghasilan. Dasar hukum asas ini adalah Pasal 2 ayat (4) UU PPh 1984. 5. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak : 1. Ajaran Formal Utang Pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus, ajaran ini diterapkan pada official assessment system. 2. Ajaran Materiil Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang, seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan, ajaran ini diterapkan pada self assessment sytem. Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal : 1. Pembayaran 2. Kompensasi 3. Daluwarsa 4. Pembebasan dan Penghapusan 6. Hambatan Pemungutan Pajak Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi : 1. Perlawanan Pasif Masyarakat enggan ( pasif ) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain : a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. b. Sistem perpajakan yang ( mungkin ) sulit dipahami masyarakat. c. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
  • 34. 26 2. Perlawanan Aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain : - Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang. - Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang ( menggelapkan pajak ).
  • 35. 27 SURAT KETETAPAN PAJAK Surat ketetapan pajak adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi :  Surat Tagihan Pajak  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)  Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat ketetapan tersebut dihasilkan dari proses pemeriksaan (pajak) yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak maupun penyidik pajak atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi pajak. Surat ketetapan administrasi lainnya dapat berupa Surat Tagihan Pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. MACAM – MACAM KETETAPANPAJAK, antara lain : A. Surat Tagihan Pajak (STP) 4 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Pengertian Macam-macam Ketetapan Pajak  Sanksi administrasi dalam ketetapan pajak  Fungsi dan cara penerbitan ketetapan pajak.
  • 36. 28 1. Pengertian STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 2. Penerbitan STP, dikeluarkan apabila : a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar. b. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga. c. Pengusaha yang tidak dilakukan sebagai pengusaha kenna pajak tetapi telah membuat faktur pajak atau pengusaha yang dilakukan sebagai pengusaha kena pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak. 3. Fungsi STP, antara lain : a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib pajak. b. Sarana mengenalkan sanksi administrasi berupa bunga atau denda c. Alat untuk menagih pajak. 4. Sanksi Administrasi STP, antara lain: a. Jumlah kekurangan pajak yang terutang (poiin 2a dan 2b) dalam STP ditambah sanksi administasi berupa bunga sebesar 2%sebulan (max 24 bulan), dihitung sejak saat terutangnya pajak atau bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya surat tagihan pajak. b. Terhadap pengusaha kena pajak (poin 2c dan 2d), dikenakan sanksi adminnistrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan. 5. Kekuatan Hukum STP, yaitu kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan suurat paksa. B. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) 1. Pengertian
  • 37. 29 SKPKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. 2. Penerbitan SKPKB, berdasarkan : a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. b. SPT tidak disampaikan dalam waktunya, dan setelah ditegur secara tertulis tidak juga disampaikan dalam waktu menurut surat teguran. c. Berdasarkan pemeriksaan mengenai PPN dan PPn BM ternyata tidak harus dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnnya dikenakan tarrif 0 %. d. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak terpenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. 3. Sanksi Administrasi, antara lain: a. Apabila SKPKBdikeluarkan alasan pada poin 2a, maka jumlah kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebuah (maksimum 24 bulan), dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. b. Apabila SKPKB dikeruarkan karena alasan pada poin 2b, 2c, dan 2d, maka dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :  50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.  100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, atau tidak kurang dipungut, tidak tau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.  100% dari PPN dan PPn BM yang tidak atau kurang dibayar. 4. Fungsi SKPKB, antara lain : 1. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya. 2. Sarana untuk mengenalkan sanksi 3. Alat untuk menagih pajak 5. Jangka Waktu Penerbitan SKPKB
  • 38. 30 Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, direktur Jenderal pajak dapat menerbitkan SKPKB. C. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 1. Pengertian SKPKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah diterapkan. 2. Penerbitan SKPKBT, yaitu : a. Berdasarkan data baru dan atau data yang semula belum terungkap, menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. b. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali. 3. Fungsi SKPKBT, antara lain : a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya b. Sarana untuk mengenakan sanksi c. Alat untuk menagih pajak 4. Sanksi pajak, yaitu : Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut. 5. Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT, yaitu : Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, direktur jenderal pajak dapat penerbitan SKPKBT. D. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) 1. Pengertian SKPLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang atau tidak seharusnya terutang. 2. Penerbitan SKPLB, yaitu :
  • 39. 31 Apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. 3. Fungsi SKPLB,yaitu sebagai alat atau sarana mengembalikan kelebihan pembayaran pajak. 4. Tata cara menerbitkan SKPLB, perhitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, antara lain : 1. Wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis pada direktur jenderal pajak. 2. KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPLB dalam waktu selambat- lambatnya 12 bulan sejak permohonan diterima. 3. Apabila SKPLB tidak diterbitkan dalam jangka waktu 12 bulan, maka wajib pajak memberitahukan kepada direktur jenderal pajak bahwa permohonan dikabulkan. E. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) 1. Pengetian SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 2. Penerbitan SKPN apabila : Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
  • 40. 32 KEBERATAN DAN BANDING A. Tata Cara Penyelesaian Keberatan, antara lain: a. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :  Surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB)  Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT)  Surat ketetapan pajjak lebih bayar (SKPLB)  Surat Ketetapan pajak nihil (SKPN)  Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undang perpajakan. b. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut wajib pajak dengan disertai alasan – alasan yang jelas. c. Keberatan harus diajukan dallam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukan jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi Karena keadaan diluar kekuasaannya. d. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. e. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat jendral pajak atau tanda penerimaan surat keberatan melalui pos tercatat menjadi bukti penerimaan surat keberatan. f. Direktorat jenderal pajak dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima. g. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan telah lewat dan direktur jenderal pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan. 5 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Tata Cara Penyelesaian Keberatan pajak  Tata cara Penyelesaian Banding  Daluwarsa Penagihan pajak
  • 41. 33 h. Pengajuan keberatan tidak menundah kewajiban membayar pajak pelaksana penagih pajak. i. Apabila pengajuan keberatan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkan keputusan keberatan. B. Tata Cara Penyelesaian Banding, antara lain : a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada pengadilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak. b. Banding diajukan dalam waktu 3 bulan sejak tanggal keberatan dikeluarkan, dengan cara : 1. Tertulis dalam bahasa indonesia 2. Mengemukakan alasan – alasan yang jelas dan bukti yang diperlukan 3. Melampirkan salinan surat keputusan keberatan c. Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. d. Permohonan banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak yang bersangkutan. C. DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK  Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 10 tahun apabila : 1. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa 2. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung . 3. Terdapat surat ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan yang diterbitkan terhadap wajib pajak karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  • 42. 34 PEMERIKSAAN DAN PENYELIDIKAN PAJAK A. PEMERIKSAAN PAJAK 1. Pengertian Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan mengelolah data dan atau keterangan lainya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan nomor 28 Tahun 2007. 2. Sasaran Pemeriksaan untuk mencari adanya : a. Interprestasi undang – undang yang tidak benar b. Kesalahan hitung c. Penggelapan secara khusus dr penghasilan d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilakukan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. 3. Tujuan Pemeriksaan, antara lain : a. Menguji kepatuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak, yang dapat dilakukan dalam hal : 1. Surat pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayan pajak, termasuk yang telah diberiakan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. 2. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan menunjukan rugi. 3. Surat pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah diterapkan. 4. Surat pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh direktur jenderal pajak. 5. Apabila indekasi kewajiiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada poin 3 tidak dipenuhi. 6 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Pengertian, Sasaran, Tujuan, Duluarsa, Wewenang dan Prosedur Pemeriksaan Pajak.  Pengertian, Wewenang dan Kewajiban Penyidikan perpajakan.
  • 43. 35 b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undang perpajakan,, yang tidak dillakukan dalam hal : 1. Pemberian NPWP secara jabatan 2. Penghapusan nomor pokok wajib pajak. 3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak. 4. Wewenang Memeriksa untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakna ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. 5. Prosedur Pemeriksaan, antara lain ; a. Petugas pemeriksa hharus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan dan harus memperhatikan kepada wajib pajak yang diperiksa. b. Wajib pajak yang diperiksa harus : c. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatatn, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan. d. Direktur jenderal pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu, bila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b diatas.
  • 44. 36 B. PENYIDIKAN 1. Pengertian Penyidikan di bidang perpajakn adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari sserta mengumpulkan bukti yang diperlukan, sehingga dapat mmembuat terang tentang tindak pidana perpajakan yang terjadi, guna menemukan tersangka serta mengetahui besarnya pajak terutang yang diduga digelapkan. 2. Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah pegawai di lingkungan direktorat jenderal pajak yang diangkat oleh menteri kehakiman sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. 3. Wewenang Penyidik, antara lain : a. Menerima, mencari, mmengumoulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas. b. Meneliti, mencari dan mengumpu;lkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan. c. Memintak keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan. 4. Kewajiban penyidik adalah saat akan mulai menyidik harus memberitahu penuntut umum dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntu umum sesuai KUHAP.
  • 45. 37 PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA 1. DASAR HUKUM Undang-undang nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan surat paksa sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang nomor 19 tahun 2000. 2. PENGERTIAN PENGERTIAN 1. Penanggung pajak, adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang undanganperpajakan. 2. Penagihan pajak, adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan dengan menegur atau memperingatkan, melasanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyandraan, menjual barang yang telah di sita. 3. Biaya penagihan Pajak, adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai, dan jasa lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. 3. PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan seketika dan sekaligus Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyandraan, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh Utang Pajak menurut Undang-undang dan Peraturan daerah. 7 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa  Pengertian dan istilah-istilah, pejabat dn jurusita pajak,  Penagihan dengan seketika dan sekaligus, penyitaan, lelang, pencegahan dan penyanderaan dan ketentuan pidana. Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa  Pengertian dan istilah-istilah, pejabat dn jurusita pajak,  Penagihan dengan seketika dan sekaligus, penyitaan, lelang, pencegahan dan penyanderaan dan ketentuan pidana.
  • 46. 38 Menteri Keuangan berwenang menunjuk Pejabat untuk Penagihan Pajak Pusat Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan Pajak Daerah Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihah pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus pemberitahuan Surat Paksa, Penyitaan dan Penyandraan. Tugas Jurusita Pajak : 1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seetika dan Sekaligus 2. Memberitahukan Surat Paksa 3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan 4. Melaksanakan Penyandraan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan Dalam melasanakan penyitaan Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa tempat tinggal penanggung Pajak, semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita. 4. PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis pajak, mas, dan tahun pajak. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus di terbitkan apabila : 1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untu selama-lamanya atau berniat untuk itu; 2. Penanggung Pajak akan memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaannya yang dilakukan di Indonesia; 3. Terdapat Tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau melakukan perubahan bentuk lainnya; 4. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
  • 47. 39 5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ke tiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat; a) Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan penanggung Pajak b) Besarnya Utang Pajak c) Perintah untuk membayar; dan d) Saat Pelunasan Pajak. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus di terbitkan sebelum Penerbitan Surat Paksa. 5. SURAT PAKSA Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi; a) Nama Wajib Paja, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; b) Dasar Penagihan; c) Besarnya Utang Pajak; dan 1. Perintah untuk membayar. Surat Paksa diterbitkan apabila; 1. Penanggung Pajak tida melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan surat teguran,atau surat peringatan, atau surat sejenis lainnya; 2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau 3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
  • 48. 40 Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh jurusita Pajak kepada ; 1. Penanggung Pajak. 2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama,ataupun bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak,apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat di jumpai. 3. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta penunggalannyaapabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi. 4. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisannya telah dibagi. Surat Paksa Terhadap Badan Diterbitkan oleh Jurusita Pajak Kepada; 1. Pengurus, Kepala perwakilan, kepala cabang, Penanggun Jawab,Pemilik Modal. 2. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud huruf 1. Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim pengawas, atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuiditas, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuiditas. 6. PENYITAAN Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untu melunasi utang pajak menurut peraturan perundang- undangan. Barang yang disita dapat berupa; 1. Barang bergerak termsuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnys. 2. Barang tidak bergerak termasuk tanah bangunan,dan kapal dengan isi kotor tertentu. Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah;
  • 49. 41 1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapan lain yang digunakan oleh Penanggung Pajak. 2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan dapur yang berada di rumah. 3. Perlengkapan Penanggung Pajak Yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara. 4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak. 5. Peralatan Penyandang cacat yang digunakan penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau Instansi lain yang berwenang. 7. LELANG Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak di lunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang di sita melalui kantor lelang. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayarutang pajak. Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% dari pokok lelang dan secara tidak lelang biaya penagihan pajak ditambah 1% dari hasil penjualan. Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp50.000,- untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp 100.000,- untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Catatan:  Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatann yang diajukan oleh Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan.  Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak.  Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan Pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan Pengadilan Pajak, atau Objek Lelang musnah.
  • 50. 42 8. PENCEGAHAN DAN PENYANDERAAN Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang Pajak sekurang-kurangnya sebesarnya Rp 100.000.000,- Pencegahan dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan. Jangka waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama- lamanya 6 (enam) bulan. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Jumlah Utang Pajak,Keputusan Penyanderaan, dan Jangka Waktu Penyanderaan sama dengan Pencegahan terhadap Penanggung Pajak. 9. KETENTUAN PIDANA Penanggung Pajak dilarang: 1. Memindahkan hak, memindah tangankan, menyewa, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita. 2. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu. 3. Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fiducia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu. 4. Merusak, mencabut,atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan. Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan didenda paling banyak Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah). Setiap orang yang engan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan dalam melakukan etentuan undang-undang yang dilakukan Jurusita Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empet) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
  • 51. 43 KEWAJIBAN, HAK, DAN SANKSI WAJIB PAJAK A. KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK 1. Kewajiban Wajib Pajak a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar. d. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukan ke kantor pelayanan pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan. e. Menyelenggarakan pembukuan / pencatatan. f. Jika diperiksa wajib :  Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, perpajakan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.  Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan , maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. 2. Hak – hak wajib pajak, antara lain : a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukan d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak. 8 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Kewajiban dan Hak Wajib Pajak  Kewajiban Pembukuan/Pencatatan  Sanksi Perpajakan
  • 52. 44 f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah. i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak k. Mengajukan keberatan dan banding. 3. Kewajiban pembukuan / pencatatan, antara lain : 1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan penyusunan laporan kurang Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan penyusunan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak terakhir. 2. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. 3. Pembukuan dan pencatatan harus :  Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan usaha yang sebenarnya.  Diselenggarakan di indonesia  Menggunakan huruf latin angka arab.  Menggunakan satuan mata uang rupiah dan mata uang asing yang diijinkan oleh menteri keuangan. 4. Sanksi tidak memenuhi kewajiban pembukuan : a. Tidak mengadakan pembukuan/pencatatan, pajak yang terutang diterapkan dengan SKP ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%, dan khusus untuk PPh pasal 29 ditambah kenaikan sebesar 50%.
  • 53. 45 b. Dengan sengaja : 1. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah – olah benar. 2. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. 3. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku,catatan, atau dokumen lainya. Dipidana dengan penjara selama – lamanya 6 tahun dan denda setinggi – tingginya 4 kali jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar. B. Sanksi Perpajakan, dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Sanksi Administrasi adalah kerugian kepada negara, khususnya yang berupa buanga dan kenaikan. a. Bunga 2% per bulan No Masalah Cara membayar/menagih 1. Pembetulan sendiri SPT (SPT setahun atau SPT masa) tetapi belum diperiksa SSP 2. Dari penelitian rutin : PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar. PPh pasal 21,22,23,dan 26 serta PPN yang terlambat dibayar. SKPKB,STP,SKPKBT tidak/kurang dibayar atau terlambat dibayar. SPT salah tulis/salah hitung SSP/STP SSP/STP SSP/STP SSP/STP SSP/STP 3. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang bayar (maksimum 24 bulan) SSP/SPKB 4. Pajak diangsur/ditunda : SKPKB,SKKPP,STP SSP/SPKB 5. SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar. SSP/STP
  • 54. 46 Denda Administrasi No Masalah Cara membayar/ menagih 1. Tidak/terlambat memasukan / menyampaikan. STP ditambah Rp. 50.000.00 atau Rp 100.000.00 2. Pembetulan sendiri,SPT tahunan atau SPT masa tetapi belum disidik SSP ditambah 200% 3. Khusus PPN: a. Tidak melaporkan usaha b. Tidak membbuat / mengisi faktur c. Melanggar larangan membuat faktur (PKP yang tidak dikukuhkan) SSP/SPKPB (ditambah 2% denda dari dasar pengenaan) 4. Khusus PBB a. SPT,SKPKB tidak/ kurang dibayar atau terrlambat dibayar b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar STP+denda 2% (maksimum 24 bulan). SKPKB+denda administrasi dari selisih pajak yang terutang. b. Kenaikan 50% dan 100% No Masalah Cara menagih 1. Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan secara jabatan : a. Tidak termasuk SPT : 1. SPT tahunan (PPh 29) 2. SPT tahunan (PPh 21,23,26 dan PPN). b. Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 KUP c. Tidak memperlihatkan buku/dokumen, tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, sebagaimana yang SKPKB ditambah kenaikan 50% SKPKB ditambah kenaikan 100% SKPKB 50% PPh pasal 29 100% PPh pasal 21,23,26 dan PPN
  • 55. 47 dimaksud pasal 29. 2. Dikeluarkan SKPKBT karena : ditemukan data baru, data semula yang belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB SKPKBT 100% 3. Khusus PPN : Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak seharusnya mengkompensasi selisih lebih, menghitung tarif 0% diberi restitusi pajak. SKPKB 100% 2. Sanksi pidana adalah siksaan atau penderitaan, merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipenuhi.  Sanksi Pidana, antara lain : 1. Ketentuan sanksi pidana,ada 3 macam yaitu denda pidana,kurungan dan penjara.  Denda pidana biasaya berupa denda administrasi yang hanya diancam/ dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan.  Pidana kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Karena pidana kurungan diancam kepada si pelanggar norma itu ketentuan sama dengan ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.  Pidana penjara diancam terhadap kejahatan, ancaman pidana penjara tidak dapat ditunjukan kepada pihak ke3, adanya pejabat dan kepada wajib pajak. 2. Sanksi pidana dibidang perpajakan diatur / ditetapkan dalam UU No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU no. 12 tahun 1994 tentang pajak bumi dan bangunan.
  • 56. 48 Yang dikenakan Sanksi pidana Norma Sanksi pidana I. Wajib pajak 1. Kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi tidak benar/lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar 2. Sengaja tidak menyampaikan SPT, tidak meminjamkan pembukuan, catatan atau dokumen lain, dan hal – hal lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 KUP. 3. Sengaja tidak menyampaikan SPOP atau menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 24 UU PBB. 4. Dengan sengaja menyampaikan SPOP, memperhatikan/ meminjamkan surat/dokumen palsu dan hal-hal lain sebagai mana diatur dalam pasal 25 (1) UU PBB. Pidana kurungan selama – lamanya 1 dan atau denda setinggi-tingginya 2 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. a. Pidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi – tingginya 4 kali jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar. b. Ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada huruf a dilipat duakan apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.  Pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan atau setinggi- tingginya 2 kali jumlah pajak terutang. a. Pidana penjara selama-lamanya 2 tahun dan atau denda setinggi- tingginya 5 kali jumlah pajak yang terutang. b. Sanksi (a) dilipat 2 kan jika
  • 57. 49 sebelum lewat 1 tahun teritung sejak selesainya menjalani sebagian/seluruh pidana yang dijatuhkan melakukan tindak piidana lagi. II. Pejabat Kealpaan tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 KUP (tindak pelanggaran). Pidana kurungan selama – lamanya 1 tahun dan atau denda setinggi- tingginya Rp 4.000.000. pihak ketiga Sengaja tidak memperlihatkan atau meminjamkan surat atau dokumen lainya dan atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 (1) huruf d dan e UU PBB. Pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun atau denda setinggi-tinggihnya Rp 2.000.000.
  • 58. 50 PAJAK PENGHASILAN UMUM ( PPh Umum ) 1. SUBJEK PAJAK Yang menjadi Subjek Pajak adalah : a. Orang Pribadi Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. b. Badan; Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. Dalam Undang-undang bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri, terpisah dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak badan, untuk pengenaan Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan. 9 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Subjek Pajak  Subjek Pajak Dalam Negeri  Subjek pajak Luar Negeri  Badan Usaha Tetap
  • 59. 51 Badan Usaha Milik Negara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu : 1) Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; 3) Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; dan 4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Sebagai Subjek Pajak, perusahaan reksadana baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya termasuk dalam pengertian badan. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. c. Bentuk Usaha Tetap. 2. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah : a.) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang
  • 60. 52 pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia. b.) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c.) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dengan perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
  • 61. 53 3. Subjek Pajak Luar Negeri Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah : a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :  Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.  Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan.  Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
  • 62. 54 Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pajak Penghasilan dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 4. Bentuk Usaha Tetap Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :  tempat kedudukan manajemen;  cabang perusahaan;  kantor perwakilan;  gedung kantor;  pabrik;  bengkel;  pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;  perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;  proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;  pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;  orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;  agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.
  • 63. 55 5. Penjelasan tambahan mengenai BUT:  Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin- mesin dan peralatan.  Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.  Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.  Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
  • 64. 56 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh Pasal 21) 1. Dasar Hukum PPh Pasal 21 Sandaran hukum PPh Pasal 21 adalah Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU PPh). 2. Orang yang memotong PPh Pasal 21 adalah: 1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. 2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah. 3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT Asabri. 4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. 5. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 6. Penyelenggara kegiatan. 10 Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan di depan kelas Tentang ;  Dasar Hukum PPh Pasal 21  Pemotong Pajak PPh Pasal 21  Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21  Penerima Penghasilan yang tidak diportong PPh Pasal 21  Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21  Yang tidak termasuk Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21  Ketentuan lainya  Perhitungan PPh pasal 21, Tarif dan penerapannya
  • 65. 57 3. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 1. Pegawai tetap. 2. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis. 3. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. 4. Penerima honorarium. 5. Penerima upah. 6. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris). 7. Peserta Kegiatan. 4. Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21 1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: o bukan warga negara Indonesia dan o di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. 5. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa,
  • 66. 58 premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun; 2. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap; 3. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau pemagangan yang merupakan calon pegawai; 4. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja; 5. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri atas: 1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris) 2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; 3. olahragawan; 4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; 5. pengarang, peneliti, dan penerjemah; 6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial; 7. agen iklan; 8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat; 9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; 10. peserta perlombaan; 11. petugas penjaja barang dagangan;
  • 67. 59 12. petugas dinas luar asuransi; 13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai; 6. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 7. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda/duda atau anak-anaknya. 6. Yang Tidak Termasuk Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 1. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 2. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit); 3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja; 4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. 5. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 3 ayat 1 UU PPh). Ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008. 7. Ketentuan Lainnya 1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima uang pesangon, penerima dana pensiun.
  • 68. 60 2. Pemotong PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim. 3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. 4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri. 8. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Tarif dan Penerapannya 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai, serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut: 1. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan); dikurangi iuran pensiun/iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). 2. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan); dikurangi PTKP. 3. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan. 4. Distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis: penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP per bulan. 2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus;
  • 69. 61 peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto. 3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang- undang PPh x 50% dari perkiraan penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan. 4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 1.320.000, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360. 5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut: 1. 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000 (dikecualikan dari pemotongan pajak). 2. 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000. 3. 10% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000. 4. 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 s.d. Rp 200.000.000. 5. 25% dari penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000. 6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. II/d ke bawah, anggota TNI/Polri berpangkat Peltu atau Aiptu ke bawah.
  • 70. 62 Penghasilan Tidak Kena Pajak Merujuk pada peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, maka aturan besarnya PTKP terbaru berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013, sebagai Berikut ; Keterangan Setahun (rupiah) Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi 24.300.000 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 2.025.000 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. 24.300.000 Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung sepenuhnya, maksimal tiga orang untuk setiap keluarga 2.025..000 Tarif Pajak Tarif PPh Pasal 21 menurut Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 adalah: Lapisan Penghasilan Kena Pajak (rupiah) Tarif Pajak Sampai dengan 50.000.000 5% Di atas 50.000.000 s.d. 250.000.000 15% Di atas 250.000.000 s.d. 500.000.000 25% Di atas 500.000.000 30%
  • 71. 63 BEBERAPA CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPH PASAL 21) A. PEGAWAI TETAP Gaji Bulanan Karyawan Contoh: Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2009. la memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 3.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan PPh Ps. 21 Penghitungan PPh Ps. 21 terutang - Gaji Sebulan ………………………………… ............................……… 3.000.000 - Pengh. bruto ……………… …………………………............................ Rp. 3.000.000 Pengurangan - Biaya Jabatan: 5%x 3.000.000…………………………………150.000 - Iuran pensiun :…………………………………………….…… .25.000 Total Pengurangan…………………… ……....………...............Rp. 175.000 Pengh netto sebulan ………………………………………....………..……..Rp. 2.825.000 Pengh. Netto setahun 12 x 2.825.000 =……………………….……......…….. 33.900.000 PTKP setahun: WP sendiri …………………..24.300.000 Tambahan WP kawin …….... 2.025.000 Total PTKP ……………………………... 26.325.000 PKP = Rp. 33.900.000 – Rp. 26.325.000 PKP setahun = Rp. 7.575.000 PPh Ps. 21 = 5 % x Rp.7.575.000 = Rp. 378.500,- PPh Ps. 21 sebulan = Rp. 378.500/ 12 Bulan = Rp. 31.562, / Bulan.