2. 2
KETENTUAN ANTI PENGHINDARAN PAJAK
Pasal 18 UU PPh
ayat (1) Debt to Equity Ratio (Thin Capitalization Rule)
ayat (2) Anti Controlled Foreign Corporations (CFC)-PMK No.256/PMK.03/2008
(CFC Rule)
ayat (3) Transfer Pricing (PER-43/PJ/2010 jo.PER-32/PJ/2011) (TP Rule)
ayat (3a) Advance Pricing Agreement (PER-69/PJ/2010)(APA)
ayat (3b) Anti Stepping: Pembelian saham atau harta melalui SPC (PMK
No.140/PMK.03/2010)
ayat (3c) Anti Stepping: Penjualan atau pengalihan saham atau harta melalui
SPC,
ayat (3d) Penentuan kembali penghasilan WPDN OP dari pemberi kerja (PMK
No.139/PMK.03/2010)
ayat (4) Hubungan Istimewa (Associated Enterprises)
3. POKOK-POKOK BAHASAN
1. Thin Capitalization
2. Controlled Foreign Corporation
3. Transfer Pricing
4. Anti Stepping
5. Treaty Abuse
6. Associated Enterprises (hubungan
istimewa)
7. Special Purpose Company
8. Tax Haven Country
4. Praktek Perpajakan yang
dilarang
1. Tax Haven Country dan Preferential Tax
Regime
2. Controlled Foreign Corporations (CFC)
3. Transfer Pricing
4. Thin Capitalization
5. Treaty Shopping
6. Special Purpose Company
5. 1. THIN CAPITALIZATION
Pengertian:
Suatu perusahaan disebut thinly capitalized apabila
terdapat perbandingan yang tinggi antara :
modal hutang (debt capital) dan modal ekuitas
(equity capital).
Kriteria yang umumnya diterapkan untuk menyebut
suatu perusahaan sebagai thinly capitalized adalah
rasio capital gear, leverage, atau DER.
(Diterjemahkan dari IBFD International Tax Glossary, 2005)
5
6. THIN CAPITALIZATION
Pasal 18 ayat (1) UU PPh:
Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan
mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal
perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan
Undang‐undang ini.
Pasal 18 ayat (3) UU PPh:
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali
besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang
sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa
dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa
dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak
yang independen, metode harga penjualan kembali, metode
biaya‐plus, atau metode lainnya.
7. 7
THIN CAPITALIZATION
Opsi I: Investasi dalam bentuk ekuitas $1 juta
Opsi II: Investasi dalam bentuk ekuitas $100 ribu
dan dalam bentuk pinjaman $900 ribu
Opsi III: Investasi dalam bentuk ekuitas $100 ribu,
menjamin pinjaman bank $900 ribu.
INVESTOR
PERUSAHAAN
BANK
Deposit Pinjaman
8. US –Parent Co.
PT ABC
di Indonesia
Skenario 1:
Pembiayaan Ekuitas $ 1 juta
Skenario 2:
Pembiayaan Hutang $ 1 juta
@ 10% interest
Investasi $ 1 juta
Expected Return 10%
Asumsi:
Withholding tax atas bunga dan
dividen : 20%
Tarif PPh di Indonesia: 25%
Laba sblm bunga & pajak: $ 150 rb
Dividen payout ratio: 100%
Diminta:
Hitung beban pajak dan Return
on investment msg2 skenario
KASUS THIN CAP.
9. KASUS THIN CAP.
Debt Financing Equity Financing Back-to-back
Pinjaman Pemegang Shm
atau pinjaman bank
$ 1 juta 0
Laba sebelum bunga & pajak $ 150.000 $ 150.000 $ 150.000
Bunga Pinjaman (10%) $100.000 0 $100.000
Penghasilan kena pajak
Pajak (tarif 25%)
$50.000
$12.500
$ 150.000
$ 37.500
$50.000
$12.500
Laba bersih
Dividen (payout ratio 100%)
$37.500
$37.500
$112.500
$112.500
$37.500
$37.500
Beban Pajak:
Bunga (tarif 20%)
Dividen (tarif 20%)
PPh Perseroan
Fee Bank
$20.000
$7.500
$12.500
0
0
22.500
$ 37.500
0
$20.000
$7.500
$12.500
$15.000
Total beban pajak/investasi $40.000 $ 60.000 $55.000
Hasil Investasi Bersih $110.000 $ 90.000 $95.000
Penghasilan Bersih (ROI) 11% 9% 9.5%
10. 2.CONTROLLED FOREIGN COMPANY
Pengertian:
CFC Rules adalah ketentuan pencegahan atas
penghindaran pajak yang dilakukan oleh WP
dalam negeri yang melakukan pengalihan
penghasilan ke perusahaan terkendali yang
berada di negara-negara yang mengenakan pajak
rendah atau tidak mengenakan pajak.
(Diterjemahkan dari IBFD International Tax Glossary, 2005)
10
11. 11
Sebelum ada CFC Setelah ada CFC
PT ABC
Indonesia
LNIncome: $
Income: Rp
PT ABC
Indonesia
Low-tax
jurisdiction
Income: $
Income
Rp
CFC
Penyertaan
LN
Dividen?
1. WPDN mendirikan CFC di “low-tax
jurisdiction”,
2. Income dari LN dialihkan ke CFC,
3. WPDN tidak meminta haknya atas laba
bersih CFC untuk menunda pajak.
1. Income dari DN dan LN dikenakan pajak
di Indonesia sekaligus melalui SPT yang
disampaikan PT ABC.
2. PT ABC bermaksud menunda pajak atas
Income dari LN di Indonesia.
1
2
3
CONTROLLED FOREIGN COMPANY
12. 2. CONTROLLED FOREIGN COMPANY
Pasal 18 ayat (2) UU PPh:
Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya
dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal
pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang
menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri
tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah
saham yang disetor; atau
b. secara bersama‐sama dengan Wajib Pajak dalam negeri
lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima
puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.
Peraturan pelaksanaan: PMK No.256/PMK.03/2008
13. 13
PMK-256/PMK.03/2008
APABILA:
1. WPDN mempunyai perusahaan di LN yang tidak terdaftar
pada bursa efek di LN,
2. WPDN memiliki penyertaan modal minimal 50%, sendiri
atau bersama-sama dengan WPDN lain, dan
3. Penghasilan dividen dari CFC < [laba bersih CFC X %
penyertaan pada CFC],
MAKA:
Saat pengakuan dividen ditetapkan pada bulan ke-4
setelah batas waktu penyampaian SPT perusahaan di LN
berakhir atau pada bulan ke-7 setelah tahun pajak
perusahan di LN berakhir.
Besarnya dividen adalah laba bersih CFC dikalikan
besarnya kepemilikan pada CFC.
14. 15
3. Anti Stepping
Ketentuan Anti Stepping dalam UU PPh
Pasal 18 ayat (3b):
WP yang melakukan pembelian saham atau
aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan
yang dibentuk untuk maksud demikian (special
purpose company), dapat ditetapkan sebagai
pihak yang sebenarnya melakukan pembelian
tersebut sepanjang WP yang bersangkutan
mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain
atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran
penetapan harga.
15. Ketentuan Anti Stepping dalam UU PPh
Penjelasan Pasal 18 ayat (3b):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penghindaran pajak
oleh WP yang melakukan pembelian saham/penyertaan pada
suatu perusahaan WP dalam negeri melalui perusahaan luar
negeri yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut (special
purpose company).
16
ABC
PQR
SPC
$
Saham/
Aktiva
Dapat
ditetapkan
menjadi
ABC
PQR
$
SPCSaham/
Aktiva
16. 17
Ketentuan Anti Stepping dalam UU PPh
Pasal 18 ayat (3c):
Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara
(conduit company atau special purpose company) yang
didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang
memberikan perlindungan pajak (tax haven country)
yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
atau BUT di Indonesia dapat ditetapkan sebagai
penjualan atau pengalihan saham badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau
BUT di Indonesia.
17
17. 4. TRANSFER PRICING
Pengertian:
Adalah wilayah dalam hukum pajak dan ekonomi untuk
meyakinkan bahwa penentuan harga yang ditetapkan oleh
pihak-pihak yang berhubungan istimewa atas pengalihan
barang, jasa, dan harta tak berwujud telah sesuai dengan
prinsip arm’s length.
(Diterjemahkan dari IBFD International Tax Glossary, 2005)
Prinsip arm’s length:
Prinsip yang mensyaratkan pihak-pihak yang berhubungan istimewa
menentukan harga yang sama, royalti dan imbalan lain dalam transaksi
yang terkendali (controlled transaction) dengan harga, royalti, atau
imbalan lain dalam transaksi yang tidak terkendali (uncontrolled
transaction) dalam kondisi yang dapat diperbandingkan (comparable
circumstances).
(Diterjemahkan dari IBFD International Tax Glossary, 2005)
19
18. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Apabila kondisi dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang
harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding
PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA
(ARM’S LENGTH PRINCIPLE)
19. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
“None of the differences (if any) between the situations being compared
could materially effect the condition being examined, or that reasonably
accurate adjustments can be made to eliminate the effect of any such
differences”
(Par. 1.33 OECD TP Guidelines 2010)
Tidak terdapat perbedaan secara material antara transaksi afiliasi
dengan transaksi independen yang dapat mempengaruhi harga atau
laba yang diperbandingkan dan seandainya terdapat perbedaan,
perbedaan tersebut dapat disesuaikan
(Pasal 4 ayat (1) PER-43/PJ/2010)
SEBANDING (TO BE COMPARABLE)
20. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Dapat diperbandingkan (comparable) adalah :
tidak ada perbedaan yang signifikan di antara pihak
yang diperbandingkan,
Ada perbedaan tetapi tidak signifikan
Jika terdapat perbedaan, dapat dilakukan penyesuaian
untuk mengurangi perbedaan tersebut sehingga dapat
diperbandingkan .
Konsep Kesebandingan
21. Picture WP comparable picture
1. Identifikasi dan kuantifikasi beda kondisi
2. Lakukan penyesuaian atas perbedaan tersebut
KONSEP KESEBANDINGAN
23
23. 4. TRANSFER PRICING
Key Questions:
Apakah harga transaksi yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang berafiliasi telah menerapkan
arm’s length principle?
Bagaimana Wajib Pajak menentukan dan
menerapkan arms’ length principle dalam
transaksi dengan afiliasinya?
24. 4. TRANSFER PRICING
Transfer Pricing Rules:
PER-43/2010 jo PER-32/PJ/2011
Langkah-langkah menentukan arms’ length price:
1. Melakukan Comparability Analysis dan
Penentuan Comparables/pembanding
2. Menentukan Transfer Pricing Method
3. Menentukan harga/laba wajar berdasarkan
langkah 1 dan langkah 2
4. Mendokumentasikan pelaksanaan langkah-
langkah penerapan arm’s length principle.
25. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
OECD Guidelines Para 1.19 – 1.35
1.Karakteristik barang dan/atau jasa
2.Analisis Fungsional
3.Persyaratan Kontrak
4.Kondisi Perekonomian
5.Strategi Bisnis
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ANALISIS KESEBANDINGAN
26. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Barang berwujud :
1. Ciri-ciri fisik barang.
2. Kualitas barang.
3. Daya tahan barang.
4. Tingkat ketersediaan barang.
5. Jumlah penawaran barang.
Barang tidak berwujud :
1. Jenis transaksi.
2. Jenis barang tidak berwujud yang diserahkan.
3. Jangka waktu dan tingkat perlindungan yang diberikan.
4. Potensi manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan barang tidak berwujud tersebut.
Jasa
1. Sifat dan jenis jasa.
2. Cakupan pemberian jasa.
KARAKTERISTIK BARANG DAN/ATAU JASA
(Pasal 6 Ayat (2), (3), (4) PER-43/PJ/2010)
27. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
KARAKTERISTIK BARANG DAN/ATAU JASA (2)
(Pasal 6 Ayat (2), (3), (4) PER-43/PJ/2010)
Apakah kedua barang tersebut sebanding dari sisi
karakteristik produk?
?
28. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Yang harus dipertimbangkan dalam melakukan
analisis fungsional :
1. Fungsi utama yang dilakukan oleh perusahaan
(contoh : desain, pemasaran, penelitian,
pengembangan, manajemen, promosi, dll).
2.Aktiva yang digunakan (contoh : tanah, bangunan,
harta tidak berwujud).
3.Risiko yang ditanggung oleh perusahaan (contoh :
risiko pasar, risiko persediaan, dll).
ANALISIS FUNGSIONAL
(Pasal 7 PER-43/PJ/2010)
29. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
ANALISIS FUNGSIONAL (2)
(Pasal 7 PER-43/PJ/2010)
Jasa Pengeboran
Sumur
Jasa Pengeboran
Minyak
Drilling Service
Machinery
Accident Risk
Drilling Service
Machinery
Accident Risk
?
Apakah kedua perusahaan penyedia jasa
tersebut sebanding dari sisi fungsi, aset dan
risiko?
30. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Tingkat tanggung jawab.
Risiko.
Pembagian keuntungan.
PERSYARATAN KONTRAK
(Pasal 8 PER-43/PJ/2010)
31. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
PERSYARATAN KONTRAK (2)
(Pasal 8 PER-43/PJ/2010)
PT A
(Manufacturing)
Customer B
(Afiliasi)
Customer A
(Independe
n)
FO
B
CIF
Apakah kedua transaksi tersebut
sebanding?
32. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Keadaan geografis.
Luas pasar.
Tingkat persaingan .
Tingkat permintaan dan penawaran.
Tingkat ketersediaan barang atau jasa pengganti.
KONDISI PEREKONOMIAN
(Pasal 9 PER-43/PJ/2010)
33. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
KONDISI PEREKONOMIAN (2)
(Pasal 9 PER-43/PJ/2010)
PT A
ZIMBABWE
(Afiliasi)
AMERIKA
SERIKAT
(Independe
n)
Apakah kedua transaksi tersebut
sebanding?
INDONESIA LUAR
NEGERI
10
0
80
34. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Inovasi dan pengembangan produk baru.
Tingkat penetrasi pasar.
Kebijakan usaha lainnya.
STRATEGI BISNIS
(Pasal 10 PER-43/PJ/2010)
35. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Comparability Analysis Matrix
No Factors Related Party Transaction Non Related Party
Transaction
Tax Payer Related
Party
Tax Payer Non Related
Party
1. Characteristics of
goods and services
2. Function, assets
and risks
3. Contractual Terms
4. Economic
Circumstances
5. Business Strategies
36. INTERNAL & EXTERNAL
COMPARABLES
Internal :
Taxpayer (tested party) sells the same of similar
products or provides the same or similar
services under comparable conditions to
unrelated (independent) parties.
External :
Unrelated/third parties perform similar functions
and sell the same or similar products or provide
the same or similar services to unrelated parties
under similar conditions
37. Transfer Pricing Methods
DGT endorsed the use of 5 TP methods:
Traditional Transaction Methods:
1. Comparable Uncontrolled Price (CUP) Method;
2. Resale Price Method (RPM);
3. Cost Plus Method (CPM);
Transactional Profit Methods:
1. Profit Split Method (PSM); and
2. Transactional Net Margin Method (TNMM).
38. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Selection of the
“most appropriate TP method
to the circumstances of the case”
40
39. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Third
Parties
Third
Parties
Subsidiar
y
Third
Parties
Third
Parties
Parent
Company
Manufacturer Distributo
r
Distributor
1. CUP (Comparable Uncontrolled Price)
Product A
Price $100
Produk A
Price $120
Indonesia
Hongkong
Taiwan
40. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Third
Parties
Third
Parties
Third
Parties
Subsidiar
y
Third
Parties
Third
Parties
Parent
Company
Manufacturer Distributo
r
Manufacturer Distributor
1. CUP (Comparable Uncontrolled Price)
Coals
Price $100
Coals
Price $120
Indonesia Singapura
41. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Comparable Uncontrolled Price Method (CUP)
43
Keunggulan Kelemahan Tepat diterapkan pada
• Most direct and reliable
way to apply the arm’s
length principle
• Membutuhkan tingkat
kesebandingan tinggi atas
jenis produk.
• Pada praktiknya sulit untuk
menemukan transaksi
pembanding sejenis tanpa
adanya perbedaan yang
berpengaruh material
terhadap harga.
• Produk yang sama dijual
kepada associated enterprise
and independent
enterprise(s)
(internal comparable)
• Produk yang sama dijual
oleh independent enterprise
seperti halnya yang dijual
oleh associated enterprises.
(external comparable)
• Khususnya diterapkan untuk
pasar komoditas dan interest
rates
42. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Third
Parties
Third
Parties
Third
Parties
Parent
Co.
Third
Parties
Third
Parties
PT Anak
Manufacturer Distributor
Manufacturer Distributor
2. Cost Plus Method
Tested
Party
Gross
Mark-up
20%
Gross
Mark-up
30%
Gross Mark-Up
= Gross Profit / COGS
Indonesia Singapura
43. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Contoh Perhitungan Harga Jual
Wajar dgn Metode Cost Plus
No Uraian Rupiah
1. Cost of Goods Sold 100
2. Gross Mark up Wajar = 30 % x Rp.
100/unit 30
3. Harga Jual Wajar 130
4. Harga Jual Cfm. WP 120
5. Koreksi harga jual ( 10 % x
Rp.100 )
10
Profit & Loss Account PT Anak
Sales 120
Cost of Goods Sold 100
Gross Profit 20
Operating Expense 10
Operating Profit 10
Gross Mark up = 20/100 = 20%
44. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Cost Plus Method
46
Keunggulan Kelemahan Tepat diterapkan pada
• Perbedaan produk kurang
signifikan, yaitu kurang
berpengaruh material terhadap
profit margin daripada harga.
• Membutuhkan kesebandingan
produk yang lebih rendah
daripada CUP method.
• Lebih sedikit membutuhkan
comparability adjustments
dibandingkan CUP method
untuk memperhitungkan
perbedaan produk, karena
fokus pada analisis FAR.
• Pada praktiknya sulit untuk
menentukan basis cost yang
tepat.
• Cost yang terjadi tidak selalu
menjadi penentu tingkat laba
• Cost yang terjadi tidak selalu
berkaitan dengan market
price.
• Diperlukan konsistensi
standar akuntansi dalam
penerapan kesebandingan.
• (Contract) Manufacturer,
khususnya semi-finished
goods
• (Contract) R&D
• Service Provider
45. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Third
Parties
Third
Parties
Third
Parties
PT Angin
Ribut
Third
Parties
Third
Parties
Parent
company
Manufacturer Distributor
Distributor
3. Resale Price Method
Tested
Party
Gross
Margin
20%
Gross
Margin
40%
Gross Margin
= Gross Profit / Sales
Manufacturer
Vietnam Indonesia
46. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Contoh Perhitungan Harga Beli
Wajar dgn Metode Resale Price
No Uraian Rupiah
1. Gross Margin Wajar 40%
2. Resale Price Cfm. WP 200
3. Gross Profit Wajar= Resale
Price X Gross Margin Wajar
(200 X 40% )
80
4. Harga Beli Wajar (COGS) =
Resale Price – Gross Profit
Wajar = (200 – 80)
120
5. Harga Beli Cfm. WP = (200 – 40) 160
6. Koreksi harga beli (COGS) -40
Sales 200
Cost of Goods Sold 160
Gross Profit 40
Operating Expense 10
Operating Profit 30
Gross Profit = 40/200 = 20%
Profit & Loss Account PT
Angin Ribut
47. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Resale Price Method
49
Keunggulan Kelemahan Sesuai diterapkan untuk
• Perbedaan produk kurang
signifikan, yaitu kurang
berpengaruh material
terhadap profit margin
daripada harga.
• Lebih sedikit membutuhkan
comparability adjustments
dibandingkan CUP method
untuk memperhitungkan
perbedaan produk, karena
fokus pada analisis FAR.
• Gross profit margins mungkin dipengaruhi
oleh management efficiency dsb. yang
berpengaruh terhadap profitabilitas tapi
tidak berpengaruh pada harga barang atau
jasa.
• Pentingnya konsistensi akuntansi untuk
analisis kesebandingan.
• Resale price method sulit digunakan ketika
(i) barang diproses lebih lanjut untuk dijual
kembali, atau (ii) reseller berkontribusi
substansial untuk menciptakan atau
mempertahankan IP yang berkaitan dengan
produk (misal trademarks, tradenames).
• Marketing operations
(distributor not adding
significant value to the
product)
49. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Uses net profitability to judge transfer pricing
Must be transactional
Total profit comparisons can only be used to
select cases but not to examine them!
What is a “profit method”?
51
50. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
“Net” profit is gross profit (sales minus cost of
goods sold/manufactured) less operating
expenses
Operating expenses exclude
– Extraordinary expenses;
– Interest; and
– Taxes
EBIT = Earnings Before Interest and Taxes
(and Extraordinary Items)
What is “net”?
52
51. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Profit &Loss Account
Sales 100
- Costs of Goods Sold/
Manufactured
- 90
= Gross Profit 10
- Operating Expenses (SG&A) - 6
= Net/Operating Profit (EBIT) 4
Interest/Taxes/Extraordinary
Items
- 2
Profit after Tax 2
Net/Operating Profit
Net profit margin = 4%
Net profit 4
Sales 100
53
52. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
TNMM examines the net profit margin relative
to an appropriate base (e.g. costs, sales, assets)
that a taxpayer realizes from a controlled
transaction
Must be applied in a manner consistent with
resale price / cost plus method
Transactional Net Margin Method
(TNMM)
54
53. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Cost Plus/Resale Price methods use gross profit
margins computed after direct and indirect
production/selling costs
◦ no clear line, allowing for some variation in practice, but
generally excludes most operating expenses
◦ e.g. selling, general, and administrative expenses would be
excluded
TNMM uses net profit margins, i.e. net profit margin
computed after all operating expenses (except
interest, taxes and extraordinary items)
TNMM compared to
cost plus / resale price method
55
54. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Net profit over sales
◦ useful for distribution, e.g., functions where personnel
rather than capital assets are important to the business
◦ resale price method analogue
Net profit over costs
◦ useful for manufacturing
◦ cost plus method analogue
◦ measurement consistency (cost basis) may be difficult
Choosing the right net margin (1)
56
55. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Net profit over assets
◦ Asset intensive (certain manufacturing activities) and
capital intensive financial activities
◦ Operating assets only (tangible, intangible and
working capital assets such as inventory and trade
receivables)
Choosing the right net margin (2)
57
56. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Transactional Net Margin Method (TNMM)
58
Keunggulan Kelemahan Sesuai digunakan
untuk
• Net profit indicators (e.g. return on
assets, operating profit to sales,
etc.) kurang dipengaruhi oleh
perbedaan transaksional daripada
harga.
• Net profit indicators lebih toleran
terhadap perbedaan beberapa
fungsi antara controlled and
uncontrolled transactions.
• Net profit indicators dapat
menghindari masalah ketersediaan
data publik terkait dengan
klasifikasi biaya pada gross atau
operating profits.
• Net profit indicator dapat
dipengaruhi oleh faktor yang
tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga atau gross
margins, sehingga sulit
menentukan arm’s length net
profit indicators yang handal.
• WP mungkin tidak memiliki
akses terhadap specific
information on the net profits
dari transaksi pembanding.
Cost Plus Analogue:
•(Contract) Manufacturer
•Service Provider not adding
significant unique intangibles
Resale Price Analogue:
•Distributor not adding
significant value to the
product
Asset Based TNMM:
•Manufacturer if reasonably
reliable comparables for Cost
Plus or cost based TNNM
unavailable
57. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
P/L of Parent Company
Sales XX.XXX
COGS X.XXX
SG&A X.XXX
OP X.XXX
P/L of Subsidiary Company
Sales XX.XXX
COGS X.XXX
SG&A X.XXX
OP X.XXX
Profit of SubsidiaryProfit of Parent Co
Combined Profits
Ordinary Profit of
Subsidiary
Residual Profit of
Subsidiary Co
Residual Profit of
Parent Co
Ordinary profit of
Parent Company
Ordinary Profit of
Subsidiary
Residual Profit
5. Profit Split Method (Residual Analysis)
Ordinary profit of
Parent Company
58. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Profit Split (1)
60
Keunggulan Kelemahan Sesuai diterapkan
untuk
• Lebih fleksibel dalam
memperhitungkan
specific, possibly
unique, facts and
circumstances of the
associated
enterprises that are
not present in
independent
enterprises.
• Cenderung kurang
mendasarkan
informasi dari
independent
enterprises
• Sulit untuk mendapatkan akses
informasi dari foreign affiliates,
khususnya ketika foreign affiliate is
the parent company or a sister
company daripada a subsidiary of
the taxpayer
• Sulit mengukur kombinasi revenue
dan costs untuk semua associated
enterprises yang berpartisipasi
dalam controlled transactions,
yang membutuhkan metode
pembukuan dengan basis yang
sama dan membuat penyesuaian
dalam praktik akuntansi dan mata
uang.
Residual Profit Split
(Residual Analysis):
•Highly integrated
transactions, e.g.
global trading of
financial instruments
•Transactions where
both parties make
unique and valuable
contributions (e.g.
intangibles) to the
transaction
59. DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
Profit Split (2)
61
Keunggulan Kelemahan Best applied to
• Kecil kemungkinan salah
satu pihak yang terlibat
dalam transaksi afiliasi
akan menghasilkan profit
yang ekstrim atau mustahil
karena semua pihak yang
bertransaksi dievaluasi.
• Two-sided approach dapat
digunakan untuk mencapai
keekonomian skala yang
dapat memuaskan baik WP
maupun kantor pajak.
• Ketika diaplikasikan untuk
operating profit, mungkin
sulit untuk mengidentifikasi
operating expenses yang
berkaitan dengan transaksi
tersebut dan
mengalokasikan cost antar
transaksi dan aktivitas lain
dari perusahaan afiliasi.
Residual Profit Split
(Residual Analysis):
•Highly integrated
transactions, e.g. global
trading of financial
instruments
•Transactions where
both parties make
unique and valuable
contributions (e.g.
intangibles) to the
transaction
60. 5. TREATY ABUSE/TREATY SHOPPING
Pengertian:
Situasi dimana seseorang yang tidak berhak atas
manfaat tax treaty, namun menggunakan individu
lain atau badan hukum lain sehingga dapat
memperoleh manfaat tax treaty yang tidak
tersedia secara langsung.
(Diterjemahkan dari IBFD International Tax Glossary, 2005)
62
61. 5.TREATY ABUSE /TREATY SHOPPING
63
BELANDA
INDONESIA
Tn. Budiman
Investasi Ekuitas
Perusahaan
Belanda
PT XYZ
Pinjaman
Bunga
PPh: 0%/10%
menurut
P3B RI-Belanda
Pinjaman, sebesar
penghasilan bunga
62. 5.ANTI TREATY ABUSE INDONESIA
Dasar Hukum:
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan P3B sebagaimana telah diubah dengan
PER-24/PJ/2010.
Pengertian Penyalahgunaan P3B (Treaty Abuse) menurut DJP:
1. Transaksi yang tidak mempunyai substansi ekonomi dilakukan
dengan menggunakan skema/struktur sedemikian rupa dengan
maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B;
2. Transaksi dengan struktur/skema yang format hukumnya (legal
form) berbeda dengan substansi ekonomisnya (economic
substance) sedemikian rupa dengan maksud semata-mata untuk
memperoleh manfaat P3B; atau
3. Penerima penghasilan bukan merupakan pemilik manfaat yang
sebenarnya atas manfaat ekonomis dari penghasilan (beneficial
owner).
63. 5.ANTI TREATY ABUSE INDONESIA
Pengertian beneficial owner adalah penerima penghasilan yang:
1. Bertindak bukan sebagai agen;
2. Bertindak bukan sebagai nominee;
3. Bukan perusahaan conduit.
Anti treaty abuse Indonesia memuat dua jenis safe harbor, yaitu:
1. Appointed persons, yaitu orang atau badan yang secara tegas
dianggap tidak melakukan penyalahgunaan P3B,
2. Qualified persons, yaitu orang atau badan di luar appointed persons,
namun memenuhi seluruh kriteria test.
Dalam hal terjadi penyalahgunaan P3B, maka:
1. P3B tidak dapat diterapkan, dan
2. Perlakuan perpajakan sepenuhnya sesuai dengan ketentuan UU PPh.
64. 5.ANTI TREATY ABUSE INDONESIA
Safe harbor:
Orang atau badan yang dianggap tidak melakukan
penyalahgunaan P3B:
1. Individu yang tidak bertindak sebagai agen atau nominee;
2. Lembaga yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang
telah disepakati oleh pejabat yang berwenang di Indonesia dan di
negara mitra P3B;
3. WPLN yang menerima atau memperoleh penghasilan melalui
Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan
saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar
modal di Indonesia, selain bunga dan dividen, dalam hal WPLN
bertindak tidak sebagai Agen atau Nominee.
4. Dana pensiun yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan di negara mitra P3B dan merupakan subjek
pajak di negara mitra P3B;
5. bank; atau
65. 5. ANTI TREATY ABUSE INDONESIA
6. perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Bagi perusahaan yang menerima atau memperoleh penghasilan yang di
dalam pasal P3B terkait tidak mengatur persyaratan beneficial owner,
yaitu pendirian perusahaan atau pengaturan struktur/skema transaksi
tidak semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan P3B;
b. Bagi perusahaan yang menerima atau memperoleh penghasilan yang di
dalam pasal P3B terkait mengatur persyaratan beneficial owner, yaitu:
1) pendirian perusahaan atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak
semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan P3B; dan
2) Kegiatan usaha dikelola manajemen sendiri yang mempunyai kewenangan
yang cukup untuk menjalankan transaksi; dan
3) Perusahaan mempunyai pegawai; dan
4) Mempunyai kegiatan atau usaha aktif; dan
5) Penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di negara
penerimanya; dan
6) Tidak menggunakan lebih dari 50% dari total penghasilannya untuk
memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk, seperti: bunga,
royalti, atau imbalan lainnya.
66. 6. Hubungan Istimewa
(Associated Enterprises)
Menurut Psl 18 ayat 4 UU PPh, Hubungan Istimewa
jika:
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal
langsung atau
tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima
persen)
pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak
dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau
hubungan di
antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut
terakhir;
2.Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua
atau
Lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan
yang sama
67. Elements of associated
enterprises
(Hubungan Istimewa)
1. De Jure Control:
shareholding/voting rights =ada hak
suara.
2. De Facto Control: power to govern
financial and operational policies of
enterprise to own benefit
68. Associated enterprises - beberapa
negara
• Germany:
– Sunstantial participation (holding of at least 25%)
– Controlling influence
– Influence caused by non-business relationship
– Interest in income of other person
• Japan:
– Direct or indirect ownership of at least 50% of shares
– Special reltionship enabling to substantially determine
business policies of other enterprises
• USA:
– Parties owned or controlled directly or indirectly by
same
interests
70. Pasal 18 (3c) UU PPh
Penjualan atau pengalihan saham perusahaan
antara (conduit company atau special purpose
company) yang didirikan atau bertempat
kedudukan di negara yang memberikan
perlindungan pajak (tax haven country) yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia
dapat ditetapkan sebagai penjualan atau
pengalihan saham badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk
usaha tetap di Indonesia.
71. Pasal 18 ayat (3b) UU PPh
Wajib Pajak yang melakukan pembelian
saham atau aktiva perusahaan melalui pihak
lain atau badan yang dibentuk untuk maksud
demikian (Special Purpose Company), dapat
ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya
melakukan pembelian tersebut sepanjang
Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai
hubungan istimewa dengan pihak lain atau
badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran
penetapan harga.
72. Pasal 18 (3d) UU PPh
besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib
Pajak
orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja
yang memiliki hubungan istimewa dengan
perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia dapat
ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja
mengalihkan seluruh atau sebagian
penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau
pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada
perusahaan yang tidak didirikan dan tidak
73. 8. Tax Haven Country
Adalah negara yang dianggap “surga pajak”, yaitu
Lampiran Khusus (3A, 3A-1 dan 3A-2, atau 3B, 3B-1 dan 3B-2) PER-
34/PJ/2010
• Negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau negara yang
tidak mengenakan PPh; atau
• Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak
melakukan pertukaran informasi.
– Negara yang mengenakan tarif rendah adalah negara yang
mengenakan tarif pajak atas penghasilan lebih rendah 50% dari
tarif badan di Indonesia. (untuk tahun 2009 lebih rendah dari 14%
dan untuk tahun 2010 lebih rendah dari 12,5%)
– Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak
melakukan pertukaran informasi adalah negara atau jurisdiksi
yang berdasarkan perundang-undangannya melarang pemberian
informasi nasabahnya, termasuk untuk keperluan informasi yang
berkaitan dengan perpajakan