SlideShare a Scribd company logo
1 of 31
P O L I T E K N I K K E U A N G A N N E G A R A - S T A N
SEJARAH PERADILAN PAJAK DI
INDONESIA
• Institusi Pertimbangan Pajak (IPP)
Untuk membatasi sengketa serta memberikan wadah serta solusi bagi para wajib pajak
yang tidak menerima atau menolak ketetapan pajak yang diterbitkan eksekutif dibentuk
Institusi Pertimbangan Pajak (IPP) didirikan pada tahun 1915 melalui Staatsblad 1915
Nomor 707 dan berkedudukan di Batavia. IPP hanya didirikan di ibukota negara yaitu
Batavia. Tujuan dari institusi ini adalah untuk memberikan sarana atau wadah atau
jembatan bagi wajib pajak dalam mempertahankan hak-hak dan mendapatkan
perlindungan di Pengadilan bidang pajak dan fiskus mempertahankan penegakan
kepatuhan pajak.
• Majelis Pertimbangan Pajak (MPP)
Demi terciptanya proses peradilan yang independen dalam menyelesaikan
sengketa perpajakan, maka pada tahun 1927 di adakanlah penyempurnaan ordonansi
sehingga lahirlah Ordonnantietot Regeling van het Beroep in Belastingzaken, Staatsblad.
Nomor 29 Tahun 1927 dengan nama Raad van Beroep Voor Belastingzaken atau biasa
disebut Raad van Beroep. MPP adalah sebuah badan peradilan administrasi bidang
perpajakan. Ordonansi mengenai pendirian MPP diubah dengan Undang-Undang No. 5
Tahun 1959 (L.N No. 13 Tahun1959) khususnya pasal 4 di mana kata Gouverneur der
Provincie West Java diganti dengan Ketua Mahkamah Agung.
MPP diberikan wewenang untuk memeriksa dan memutus permohonan banding
atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. Penyelesaian sengketa pajak ini meliputi
selain pajak-pajak negara (pemerintah pusat), juga pajak-pajak daerah. Struktur
organisasi MPP, telah memenuhi sebagai suatu organisasi, yaitu dengan dibantu oleh
Sekretariat yang mengepalai kesekretariatan dan kegiatan administrasi yuridis dan
umum, seperti diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 20Tahun 1986. Dengan adanya
majelis tersebut, banyak sengketa pajakyang telah dapat diselesaikan, sehingga
kebenaran, keadilan danpengakan hukum di bidan perpajakan mulai dirasakan oleh
• Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)
Melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun1997, dibentuk suatu badan semacam
peradilan yakni BadanPenyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Badan ini mempunyai
kewenanganyang lebih luas selain memeriksa dan memutus masalah sengketa pajak,
juga pabean dan cukai dan dimaksudkan menggantikan kedudukan Majelis
Pertimbangan Pajak. Meskipun bukan berbentuk Pengadilan, tetapi forum pemeriksaan
dan pemutus sengketa, terdiri atas Ketua dan anggota (berjumlah tiga orang), bertindak
sebagai hakim.Putusannya berbentuk putusan Ketua BPSP. Dengan adanya perluasan
peradilan termaksud. Anggota-anggota BPSP selain berasal dari pajak, para ahli
perpajakan (konsultan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat), pengusaha, juga ahli-ahlidi
bidang kepabeanan dan cukai.
Masalah sengketa pajak mempunyai corak, sifat, dan karakteristik sendiri dapat
diserahkan kepada suatu peradilan khusus. Sedangkan sengketa atas keputusan dalam
lingkup administrasi negara yang lain tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata
Usaha Negara. Pada akhirnya pada tahun 2002 dibentuk dan diberlakukan Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
• Pengadilan Pajak
Berdasarkan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan penyelesaian Sengketa Pajak
melalui BPSP masih terdapat ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan,
dan penyelesaian sengketa pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses
yang cepat, murah dan sederhana, maka dibentuklah Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2002.
Definisi Pengadilan Pajak merujuk dalam Pasal 2Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota,
Sekretaris dan Panitera. Pimpinan Pengadilan pajak terdiri seorang Ketua dan paling banyak 5
(lima) orang Wakil Ketua. Pengadilan pajak berkedudukan di ibukota Negara dan Sidang
Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya (Apabila dipandang perlu dapat
dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua).
PENGERTIAN
• Defenisi peradilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu
mengenai perkara pengadilan.
• Peradilan administrasi pajak adalah upaya hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak
dalam rangka mencari keadilan terhadap surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh:
1. Direktur Jenderal Pajak, untuk pajak-pajak pusat, antara lain:
2. Kepala Daerah, untuk pajak-pajak daerah, antara lain:
Pemotongan
atau
pemungutan
oleh pihak ketigaSKPN
SKPDLB Surat
Ketetapan
Pajak Daerah
(SKPD)SKPDKBT
SKPDKB
SKPN
SKPLB
SKPKBT
SKPKB Pemotongan
atau
pemungutan
oleh pihak ketiga
PERADILAN ADMINISTRASI PAJAK
DIBAGI MENJADI DUA
1. Peradilan Administrasi Tidak Murni
• Disebut tidak murni karena dalam peradilan ini hanya melibatkan dua pihak, yaitu pihak
Wajib Pajak dan fiskus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen.
• Fiskus sebagai pihak yang bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan
dalam persilisihan pajak yang bersangkutan.
• Contoh peradilan administrasi tidak murni dapat dilihat dalam pengajuan keberatan yang
diatur dalam Pasal 25 dan 26 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali
dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Wajib Pajak mengajukan keberatan (doleansi) karena adanya perselisihan mengenai besarnya
jumlah utang pajak, oleh karena itu, ada dua hal yang harus diperhatikan:
• a. Terhadap surat keberatan yang masuk harus diambil keputusan
• b. Pihak yang mengambil keputusan adalah aparatur pajak (Dirjen Pajak, Kakanwil Pajak)
yang disebut sebagai hakim doleansi
2. Peradilan Administrasi Murni
• Peradilan administrasi murni adalah peradilan yang melibatkan tiga pihak, yaitu Wajib Pajak,
Fiskus, dan Hakim yang mengadili.
• Wajib pajak dan Fiskus adalah pihak yang bersengketa, sedangkan Hakim atau Majelis
Hakim adalah pihak yang akan memutuskan sengketa tersebut.
KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK
DALAM SISTEM PERADILAN
• Pengadilan Pajak yang dibentuk berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 tentang pengadilan
pajak ini mengundang banyak perhatian.
• Ahli hukum menilai keberadaan pengadilan pajak bertentangan dengan UU No. 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman karena tidak termasuk dalam empat peradilan
Indonesia, yakni pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan militer dan
pengadilan tata usaha negara (PTUN).
• Bahkan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 24 ayat (2) amandemen ketiga yang
berbunyi "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi "
• Sedangkan di pihak lain, pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 menyatakan, Pengadilan Pajak
adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau
penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.
KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK
DALAM SISTEM PERADILAN
Pasca Amandemen ke-4 UUD 1945, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 dan Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.
Dari kedua Undang-Undang tersebut kedudukan Pengadilan Pajak secara eksplisit dinyatakan
sebagai pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.
Di samping itu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 004/PUU-
11/2004, dalam pertimbangan Pokok Perkara dinyatakan bahwa adanya ketentuan yang
menyatakan bahwa pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh
Mahkamah Agung, bahwa pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan
kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung, dan bahwa di lingkungan
Pengadilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-
undang telah cukup menjadi dasar yang menegaskan Pengadilan Pajak termasuk dalam lingkup
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 24 ayat
(2) UUD 1945.
KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK
DALAM SISTEM PERADILAN
Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007 secara tegas juga dinyatakan bahwa
putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan
pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha
negara.
SENGKETA
PAJAK
Sengketa
Pajak
Sebagai upaya mencari keadilan dengan peradilan administrasi pajak timbul
karena adanya “sengketa pajak‟ antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal
Pajak
Sengketa pajak ini dijadikan sebagai dasar-dasar umum di dalam pengajuan ke
Peradilan Administrasi Pajak.
Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara
Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan
kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. (Pasal 1 angka 5 UU No.
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).
Sengketa Pajak timbul dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak atau
diterbitkannya surat tindakan penagihan pajak.
Upaya hukum untuk menyelesaikan sengketa pajak yang dapat dilakukan oleh
Wajib Pajak adalah: Pengajuan Surat Keberatan; Pengajuan Banding ke
Pengadilan Pajak; Gugatan; Peninjauan Kembali.
KEBERATAN• Upaya hukum keberatan dilakukan masih
berada dalam lingkungan lembaga yang sama
yaitu Direktorat Jenderal Pajak.
• Peradilan administrasi seperti ini lazim disebut
quasi peradilan/peradilan doleansi (peradilan
administrasi tidak murni), dimana:
a. Tidak ada sidang peradilan;
b. Tidak ada panitera sidang;
c. Tidak ada saksi maupun saksi ahli;
d. Tidak mempertemukan pihak-pihak yang
bersengketa;
e. Tidak ada pembacaan keputusan; dan
f. Keputusan dibuat oleh Pejabat yang
menerbitkan surat ketetapan.
Dalam pelaksanaan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
perpajakan kemungkinan
terjadi bahwa wajib pajak
(WP) merasa kurang puas
atas suatu ketetapan pajak
yang dikenakan kepadanya
atau atas
pemotongan/pemungutan
pihak ketiga. Dalam hal ini
WP dapat mengajukan
keberatan kepada Dirjen
Pajak melalui KPP dimana
Wajib Pajak tersebut
KEBERATAN
Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya
kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan
perpajakan.
Ayat (2): Keberatan diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang
terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau
jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan
disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
Ayat (3): Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak
atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila Wajib
Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut
tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Dasar hukum:
Pasal 25 UU No. 6 Tahun
1983 sebagaimana telah
diubah terakhir kali dengan
UU No. 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan
dengan peraturan
pelaksanaannya pada
Peraturan Menteri Keuangan
No.194/PMK.03/2007.
KEBERATAN
Ayat (3a): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan
atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi
pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Ayat (4): Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), atau ayat (3a) bukan merupakan surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan.
Ayat (5): Tanda penerimaan surat keberatan yang
diberikan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang
ditunjuk untuk menerima surat keberatan atau tanda
pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti
pengiriman surat, atau melalui cara lain yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Ayat (6): Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk
keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak
wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang
menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau
pemotongan atau pemungutan pajak.
Dasar hukum:
Pasal 25 UU No. 6 Tahun
1983 sebagaimana telah
diubah terakhir kali dengan
UU No. 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan
dengan peraturan
pelaksanaannya pada
Peraturan Menteri Keuangan
No.194/PMK.03/2007.
Dasar hukum:
Pasal 25 UU No. 6 Tahun
1983 sebagaimana telah
diubah terakhir kali dengan
UU No. 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan
dengan peraturan
pelaksanaannya pada
Peraturan Menteri Keuangan
No.194/PMK.03/2007.
KEBERATAN
Ayat (7): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan,
jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang
belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh
sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat
Keputusan Keberatan.
Ayat (8): Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
Ayat (9): Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau
dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Ayat (10): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan
banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima
puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak
dikenakan.
KEBERATAN
Syarat–syarat mengajukan keberatan
 Diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia;
 Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak
yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut
penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasan yang
menjadi dasar penghitungan;
 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat
ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk
1 (satu) pemungutan pajak.
 Wajib pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar
paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
 Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan
atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali wajib pajak
dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib pajak (force
majeur);dan
 Surat keberatan ditandatangani oleh wajib pajak, dan dalam
hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan wajib pajak,
surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa
khusus.
Dalam hal surat keberatan yang
disampaikan oleh Wajib Pajak
belum memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, atau huruf f, Wajib Pajak
dapat menyampaikan perbaikan
surat keberatan dengan
melengkapi persyaratan yang
belum dipenuhi sebelum jangka
waktu 3 (tiga) bulan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e terlampaui.
Dalam hal WP menyampaikan perbaikan
surat keberatan, tanggal penyampaian
perbaikan surat keberatan merupakan
tanggal surat keberatan diterima.
Pihak yang mengajukan
keberatan adalah:
a. Bagi WP Badan oleh
Pengurus
b. Bagi WP orang pribadi
oleh WP yang bersangkutan
c. Pihak yang
dipotong/dipungut oleh
pihak ketiga
d. Kuasa yang ditunjuk oleh
mereka di atas dengan surat
kuasa khusus pengajuan
keberatan.
Jangka waktu pengajuan keberatan:
 Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau
sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
 Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke
KPP, maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal
dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan
pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila
Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu
tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
 Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos
(harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu 3
bulan dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan
pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau
pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
KEBERATAN
Apabila jangka waktu
tersebut telah terlampaui
dan Direktur Jenderal Pajak
tidak menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan,
keberatan yang diajukan
Wajib Pajak dianggap
dikabulkan dan Direktur
Jenderal Pajak wajib
menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan
sesuai dengan keberatan
Wajib Pajak.
KEPUTUSANKE
BERATAN
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama
12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan
diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat
berupa:
 mengabulkan seluruhnya atau sebagian,
 menolak, atau
 menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
Apabila Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan menolak
keberatan Wajib Pajak, maka pilihannya hanya ada dua,
yaitu:
Wajib Pajak harus tetap melunasi utang pajak sebesar
yang tercantum dalam keputusan keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan
Pajak.
atau
BANDING
Banding adalah upaya
hukum yang dapat
dilakukan oleh wajib
pajak atau penanggung
pajak terhadap suatu
keputusan yang dapat
diajukan banding,
berdasarkan peraturan
perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan banding hanya
kepada badan peradilan pajak atas
Surat Keputusan Keberatan.
Landasan hukum upaya banding adalah
berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak dan Pasal 27
UU KUP No. 16 Tahun 2009.
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi WP
atau penanggung pajak yang mencari keadilan
terhadap Sengketa Pajak. Tugas Pengadilan
adalah memutuskan Sengketa pajak.
Menurut Pasal 27 ayat (2) UU KUP No. 16 Tahun 2009,
putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan
pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha
negara. Artinya, tidak dimungkinkan lagi Wajb Pajak
mengajukan gugatan atas keputusan keberatan
maupun Pengadilan Pajak ke PTUN. Meskipun
demikian, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya
hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
BANDING
Pasal 27 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
kali dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan secara lengkap berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding
hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).
Ayat (2): Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan
pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.
Ayat (3): Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3
(tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan
dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan
tersebut.
Ayat (4): Dihapus
Ayat (4a): Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan
pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib
memberikan keterangan secara tertulis halhal yang menjadi
dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan.
Ayat (5): Dihapus.
BANDING
Ayat (5a): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka
waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang
belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai
dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Ayat (5b): Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a)
tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
Ayat (5c): Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai
dengan Putusan Banding diterbitkan.
Ayat (5d): Dalam hal permohonan banding ditolak atau
dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Ayat (6): Badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan dalam Pasal 23 ayat (2) diatur dengan undang-undang.
GUGATAN
Gugatan adalah upaya
hukum Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak
terhadap pelaksanaan
penagihan pajak
terhadap keputusan yang
dapat diajukan gugatan
berdasarkan peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 23 ayat (2) UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menyatakan bahwa Gugatan Wajib Pajak
atau Penanggung Pajak terhadap:
 Pelaksanaan surat paksa, surat perintah
melaksanakan penyitaan, atau pengumuman lelang;
 Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan
pajak;
 Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan
keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam
pasal 25 ayat (1) dan pasal 26; atau
 Penerbitan surat ketetapan pajak atau surat
keputusan keberatan yang dalam penerbitannya tidak
sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah
diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
perpajakan, hanya dapat diajukan kepada badan
peradilan pajak.
Gugatan dapat diajukan
oleh
a. penggugat
b. ahli warisnya
c. seorang pengurus,
atau
d. kuasa hukumnya
SYARAT
PENGAJUAN
GUGATAN
a. Gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia kapada Pengadilan Pajak. Jangka waktu
untuk mengajukan gugatan terhadap pelaksana
penagihan pajak adalah 14 hari sejak tanggal
pelaksanaan penagihan.
b. Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap
keputusan selain gugatan adalah 30 hari sejak tanggal
diterimanya keputusan yang digugat.
c. Jangka waktu sebagaimana dimaksud diatas tidak
mengikat. Apabila jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
penggugat, maka dapat dimohonkan perpanjangan
jangka waktu.
d. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud di
atas adalah 14 hari terhitung sejak berakhirnya
keadaan di luar kekuasaan penggugat.
e. Terhadap saatu pelaksanaan penagihan atau satu
keputusan diajukan satu surat gugatan.
Gugatan disertai alasan-alasan yang jelas,
mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan
penagihan, atau keputusan yang digugat dan
dilampirkan salinan dokumen yang digugat.
Apabila selama proses gugatan, penggugat
meninggal dunia, gugatan dapat diajukan oleh ahli
warisnya, pengampunya dalam hal pemohon
banding pailit.
Apabila selama proses gugatan, pemohon banding
melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/
pemekaran usaha, atau likuidasi, pemohon
dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang
menerima pertangungjawaban karena
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi yang dimaksud.
Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya
penagihan pajak atau kewajiban perpajakan.
GUGATAN
P EMERIKS AAN DAN
P EMB UKT IAN
DALAM
P ERS IDANG AN
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan adalah proses,
cara, perbuatan memeriksa
(KBBI).
Proses pemeriksaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Pemeriksaan dengan acara biasa
 Dilakukan oleh majelis
 Sebelum pemeriksaan dilakukan pemeriksaan
mengenai kelengkapan dan atau kejelasan
banding/gugatan
 Banding/gugatan tidak lengkap/tidak jelas sepanjang
bukan persyaratan, kelengkapan dan atau kejelasan
dapat diberikan dalam persidangan
 Biaya untuk kedatangan saksi ke persidangan yang
diminta pihak bersangkutan dibebankan ke pihak yang
meminta
2) Pemeriksaan dengan acara cepat.
 Dilakukan oleh majelis/hakim tunggal
 Dilakukan terhadap:
 Sengketa pajak tertentu
 Gugatan tidak putus dlm jangka waktu 6 bulan sejak
gugatan diterima
 Tdk dipenuhinya salah 1 dalam putusan pengadilan
pajak atau kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung
 Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum
bukan merupakan wewenang pengadilan pajak
Alat bukti yang diperlukan dalam persidangan,
terdiri dari:
 Surat/tulisan
 Keterangan ahli
 Keterangan para saksi
 Pengakuan para pihak
 Pengetahuan hakim
P EMERIKS AAN DAN
P EMB UKT IAN
DALAM
P ERS IDANG AN
PEMBUKTIAN
Pemeriksaan adalah proses,
cara, perbuatan
membuktikan (KBBI).
PENINJAUAN KEMBALI (PK)
Peninjauan kembali ke Mahkamah Agung merupakan upaya hukum luar
biasa setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap atau ada hal
lain yang ditentukan undang-undang.
Ketentuan Pasal 91 UU Pengadilan Pajak menyatakan bahwa permohonan PK
hanya dapat diajukan berdasarkan lima alasan, yaitu:
a. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau
tipu didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan
palsu;
b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan,
yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan
menghasilkan keputusan yang berbeda;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada
yang dituntut, kecuali yang diputuskan berdasarkan Pasal 80 ayat 1 huruf b
dan c;
d. Apabila mengetahui suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud di atas huruf a dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 3 bulan terhitung sejak diketahui kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan hakim pengadilan pidana memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan pada jangka waktu paling
lambat 3 bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan
tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan
oleh pejabat yang berwenang.
Pengajuan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud di pada huruf c, d, dan e dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 3 bulan terhitung sejak putusan dikirim.
Mahkamah Agung memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali dengan
ketentuan:
a. Dalam jangka 6 bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh MA
telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui
pemeriksaan acara biasa.
b. Dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh
MA telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan
melalui pemeriksaan acara cepat.
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah
Agung melalui Pengadilan Pajak. Apabila di tempat tinggal atau tempat kedudukan
pemohon belum ada Pengadilan Pajak, permohonan diajukan ke PTUN. Apabila PTUN
juga belum ada, maka dapat diajukan ke Pengadilan Negeri. Permohonan peninjauan
kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan
Pajak.

More Related Content

What's hot

Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Leks&Co
 
Perbedaan maaschap, fa dan cv
Perbedaan maaschap, fa dan cvPerbedaan maaschap, fa dan cv
Perbedaan maaschap, fa dan cvsastri hasnur
 
Contoh Surat Banding Pajak (zaka firma aditya/8111410061) fh UNNES
Contoh Surat Banding Pajak (zaka firma aditya/8111410061) fh UNNESContoh Surat Banding Pajak (zaka firma aditya/8111410061) fh UNNES
Contoh Surat Banding Pajak (zaka firma aditya/8111410061) fh UNNESZaka Firma Aditya
 
Makalah Pajak Internasional
Makalah Pajak InternasionalMakalah Pajak Internasional
Makalah Pajak InternasionalRisang Pradana
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Idik Saeful Bahri
 
Hukum Perdata Internasional
Hukum Perdata InternasionalHukum Perdata Internasional
Hukum Perdata InternasionalDenaAgustina
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumrabu12
 
Alternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian SengketaAlternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian SengketaLeks&Co
 

What's hot (20)

MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNANMAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
 
Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
 
teori pemungutan pajak dan penggolongan pajak
 teori pemungutan pajak dan penggolongan pajak teori pemungutan pajak dan penggolongan pajak
teori pemungutan pajak dan penggolongan pajak
 
Hukum acara peradilan pajak
Hukum acara peradilan pajakHukum acara peradilan pajak
Hukum acara peradilan pajak
 
Perbedaan maaschap, fa dan cv
Perbedaan maaschap, fa dan cvPerbedaan maaschap, fa dan cv
Perbedaan maaschap, fa dan cv
 
Penyidikan Pajak
Penyidikan PajakPenyidikan Pajak
Penyidikan Pajak
 
Perancangan kontrak
Perancangan kontrakPerancangan kontrak
Perancangan kontrak
 
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
Presentasi Koperasi
Presentasi KoperasiPresentasi Koperasi
Presentasi Koperasi
 
Contoh Surat Banding Pajak (zaka firma aditya/8111410061) fh UNNES
Contoh Surat Banding Pajak (zaka firma aditya/8111410061) fh UNNESContoh Surat Banding Pajak (zaka firma aditya/8111410061) fh UNNES
Contoh Surat Banding Pajak (zaka firma aditya/8111410061) fh UNNES
 
Makalah Pajak Internasional
Makalah Pajak InternasionalMakalah Pajak Internasional
Makalah Pajak Internasional
 
Makalah Pajak Penghasilan (PPh)
Makalah Pajak Penghasilan (PPh)Makalah Pajak Penghasilan (PPh)
Makalah Pajak Penghasilan (PPh)
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
 
Hukum Perdata Internasional
Hukum Perdata InternasionalHukum Perdata Internasional
Hukum Perdata Internasional
 
Penagihan pajak
Penagihan pajakPenagihan pajak
Penagihan pajak
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
 
5. konsinyasi
5. konsinyasi5. konsinyasi
5. konsinyasi
 
Alternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian SengketaAlternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian Sengketa
 
Perbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Hukum PidanaPerbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Hukum Pidana
 
Ppt sekilas hukum kontrak
Ppt sekilas hukum kontrakPpt sekilas hukum kontrak
Ppt sekilas hukum kontrak
 

Viewers also liked

Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di IndonesiaPemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di IndonesiaUniversity of Brawijaya
 
Kelompok 5 sengketa pajak
Kelompok 5 sengketa pajakKelompok 5 sengketa pajak
Kelompok 5 sengketa pajakCelli Dut
 
PENETAPAN PAJAK, KEBERATAN dan BANDING
PENETAPAN PAJAK, KEBERATAN dan BANDINGPENETAPAN PAJAK, KEBERATAN dan BANDING
PENETAPAN PAJAK, KEBERATAN dan BANDINGsischayank
 
Keberatan (Pajak)
Keberatan (Pajak)Keberatan (Pajak)
Keberatan (Pajak)Vivi Silvia
 
Oral history repository development by crowd sourcing using web platform:A pr...
Oral history repository development by crowd sourcing using web platform:A pr...Oral history repository development by crowd sourcing using web platform:A pr...
Oral history repository development by crowd sourcing using web platform:A pr...Moumita Ash
 
Peradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajakPeradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajakfree forall
 
Peradilan dalam hukum pajak ppt new
Peradilan dalam hukum pajak ppt newPeradilan dalam hukum pajak ppt new
Peradilan dalam hukum pajak ppt newArif Wiyono
 
Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakaidilsukri
 
Interpersonal Skill sesi 3
Interpersonal Skill sesi 3Interpersonal Skill sesi 3
Interpersonal Skill sesi 3Judhie Setiawan
 
Hukum pajak internasional
Hukum pajak internasionalHukum pajak internasional
Hukum pajak internasionalLeite Bayukaka
 
PPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
PPN Dibebaskan Atas BKP TertentuPPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
PPN Dibebaskan Atas BKP TertentuDudi Wahyudi
 
Mengenal dan mengembangkan multi intelegensi anak didik , novi catur m
Mengenal dan mengembangkan multi intelegensi anak didik , novi catur mMengenal dan mengembangkan multi intelegensi anak didik , novi catur m
Mengenal dan mengembangkan multi intelegensi anak didik , novi catur mUniversitas Islam Balitar
 
Investor Relations Concept
Investor Relations ConceptInvestor Relations Concept
Investor Relations ConceptJudhie Setiawan
 
Mengenal Perilaku Konsumen
Mengenal Perilaku KonsumenMengenal Perilaku Konsumen
Mengenal Perilaku KonsumenJudhie Setiawan
 

Viewers also liked (20)

Makalah peradilan pajak
Makalah peradilan pajakMakalah peradilan pajak
Makalah peradilan pajak
 
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di IndonesiaPemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
 
Kelompok 5 sengketa pajak
Kelompok 5 sengketa pajakKelompok 5 sengketa pajak
Kelompok 5 sengketa pajak
 
Sistematika Penyelesaian Sengketa Pajak
Sistematika Penyelesaian Sengketa PajakSistematika Penyelesaian Sengketa Pajak
Sistematika Penyelesaian Sengketa Pajak
 
PENETAPAN PAJAK, KEBERATAN dan BANDING
PENETAPAN PAJAK, KEBERATAN dan BANDINGPENETAPAN PAJAK, KEBERATAN dan BANDING
PENETAPAN PAJAK, KEBERATAN dan BANDING
 
Keberatan (Pajak)
Keberatan (Pajak)Keberatan (Pajak)
Keberatan (Pajak)
 
Oral history repository development by crowd sourcing using web platform:A pr...
Oral history repository development by crowd sourcing using web platform:A pr...Oral history repository development by crowd sourcing using web platform:A pr...
Oral history repository development by crowd sourcing using web platform:A pr...
 
Peradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajakPeradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajak
 
Peradilan dalam hukum pajak ppt new
Peradilan dalam hukum pajak ppt newPeradilan dalam hukum pajak ppt new
Peradilan dalam hukum pajak ppt new
 
Unvr lkt des_2013
Unvr lkt des_2013Unvr lkt des_2013
Unvr lkt des_2013
 
Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajak
 
Interpersonal Skill sesi 3
Interpersonal Skill sesi 3Interpersonal Skill sesi 3
Interpersonal Skill sesi 3
 
Al quran-pdf-terjemah
Al quran-pdf-terjemahAl quran-pdf-terjemah
Al quran-pdf-terjemah
 
Hukum pajak internasional
Hukum pajak internasionalHukum pajak internasional
Hukum pajak internasional
 
Karakteristik PPN
Karakteristik PPNKarakteristik PPN
Karakteristik PPN
 
PPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
PPN Dibebaskan Atas BKP TertentuPPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
PPN Dibebaskan Atas BKP Tertentu
 
Mengenal dan mengembangkan multi intelegensi anak didik , novi catur m
Mengenal dan mengembangkan multi intelegensi anak didik , novi catur mMengenal dan mengembangkan multi intelegensi anak didik , novi catur m
Mengenal dan mengembangkan multi intelegensi anak didik , novi catur m
 
Investor Relations Concept
Investor Relations ConceptInvestor Relations Concept
Investor Relations Concept
 
Mengenal Perilaku Konsumen
Mengenal Perilaku KonsumenMengenal Perilaku Konsumen
Mengenal Perilaku Konsumen
 
Hukum pajak
Hukum pajakHukum pajak
Hukum pajak
 

Similar to Peradilan administrasi pajak

Similar to Peradilan administrasi pajak (20)

Pengadilan Pajak.pptx
Pengadilan Pajak.pptxPengadilan Pajak.pptx
Pengadilan Pajak.pptx
 
Pertemuan 5
Pertemuan 5Pertemuan 5
Pertemuan 5
 
Hukum Pajak Kelompok 6 (prosedur penyeleseaian sengketa.pptx
Hukum Pajak Kelompok 6 (prosedur penyeleseaian sengketa.pptxHukum Pajak Kelompok 6 (prosedur penyeleseaian sengketa.pptx
Hukum Pajak Kelompok 6 (prosedur penyeleseaian sengketa.pptx
 
Uu 28 2007
Uu 28 2007Uu 28 2007
Uu 28 2007
 
Uu 28 2007
Uu 28 2007Uu 28 2007
Uu 28 2007
 
Uu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kupUu 28 2007_kup
Uu 28 2007_kup
 
Uukup
UukupUukup
Uukup
 
Uu kup
Uu kupUu kup
Uu kup
 
Revormasi Pajak
Revormasi PajakRevormasi Pajak
Revormasi Pajak
 
Uu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang TubuhUu Kup 28 2007 Batang Tubuh
Uu Kup 28 2007 Batang Tubuh
 
Uu 16 2000
Uu 16 2000Uu 16 2000
Uu 16 2000
 
Pengadilan_Pajak.pptx
Pengadilan_Pajak.pptxPengadilan_Pajak.pptx
Pengadilan_Pajak.pptx
 
Prakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakPrakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajak
 
Uu 14 2002
Uu 14 2002Uu 14 2002
Uu 14 2002
 
Hukum pajak-2
Hukum pajak-2Hukum pajak-2
Hukum pajak-2
 
KUP A kelompok 1
KUP A kelompok 1KUP A kelompok 1
KUP A kelompok 1
 
Penyelesaian penagihan pajak
Penyelesaian penagihan pajakPenyelesaian penagihan pajak
Penyelesaian penagihan pajak
 
Uu 19 2000
Uu 19 2000Uu 19 2000
Uu 19 2000
 
Tugas mpjk kelompok iii
Tugas mpjk kelompok iiiTugas mpjk kelompok iii
Tugas mpjk kelompok iii
 
pajak.pdf
pajak.pdfpajak.pdf
pajak.pdf
 

Recently uploaded

Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 

Recently uploaded (20)

Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 

Peradilan administrasi pajak

  • 1. P O L I T E K N I K K E U A N G A N N E G A R A - S T A N
  • 2. SEJARAH PERADILAN PAJAK DI INDONESIA • Institusi Pertimbangan Pajak (IPP) Untuk membatasi sengketa serta memberikan wadah serta solusi bagi para wajib pajak yang tidak menerima atau menolak ketetapan pajak yang diterbitkan eksekutif dibentuk Institusi Pertimbangan Pajak (IPP) didirikan pada tahun 1915 melalui Staatsblad 1915 Nomor 707 dan berkedudukan di Batavia. IPP hanya didirikan di ibukota negara yaitu Batavia. Tujuan dari institusi ini adalah untuk memberikan sarana atau wadah atau jembatan bagi wajib pajak dalam mempertahankan hak-hak dan mendapatkan perlindungan di Pengadilan bidang pajak dan fiskus mempertahankan penegakan kepatuhan pajak.
  • 3. • Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) Demi terciptanya proses peradilan yang independen dalam menyelesaikan sengketa perpajakan, maka pada tahun 1927 di adakanlah penyempurnaan ordonansi sehingga lahirlah Ordonnantietot Regeling van het Beroep in Belastingzaken, Staatsblad. Nomor 29 Tahun 1927 dengan nama Raad van Beroep Voor Belastingzaken atau biasa disebut Raad van Beroep. MPP adalah sebuah badan peradilan administrasi bidang perpajakan. Ordonansi mengenai pendirian MPP diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1959 (L.N No. 13 Tahun1959) khususnya pasal 4 di mana kata Gouverneur der Provincie West Java diganti dengan Ketua Mahkamah Agung. MPP diberikan wewenang untuk memeriksa dan memutus permohonan banding atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. Penyelesaian sengketa pajak ini meliputi selain pajak-pajak negara (pemerintah pusat), juga pajak-pajak daerah. Struktur organisasi MPP, telah memenuhi sebagai suatu organisasi, yaitu dengan dibantu oleh Sekretariat yang mengepalai kesekretariatan dan kegiatan administrasi yuridis dan umum, seperti diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 20Tahun 1986. Dengan adanya majelis tersebut, banyak sengketa pajakyang telah dapat diselesaikan, sehingga kebenaran, keadilan danpengakan hukum di bidan perpajakan mulai dirasakan oleh
  • 4. • Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) Melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun1997, dibentuk suatu badan semacam peradilan yakni BadanPenyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Badan ini mempunyai kewenanganyang lebih luas selain memeriksa dan memutus masalah sengketa pajak, juga pabean dan cukai dan dimaksudkan menggantikan kedudukan Majelis Pertimbangan Pajak. Meskipun bukan berbentuk Pengadilan, tetapi forum pemeriksaan dan pemutus sengketa, terdiri atas Ketua dan anggota (berjumlah tiga orang), bertindak sebagai hakim.Putusannya berbentuk putusan Ketua BPSP. Dengan adanya perluasan peradilan termaksud. Anggota-anggota BPSP selain berasal dari pajak, para ahli perpajakan (konsultan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat), pengusaha, juga ahli-ahlidi bidang kepabeanan dan cukai. Masalah sengketa pajak mempunyai corak, sifat, dan karakteristik sendiri dapat diserahkan kepada suatu peradilan khusus. Sedangkan sengketa atas keputusan dalam lingkup administrasi negara yang lain tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada akhirnya pada tahun 2002 dibentuk dan diberlakukan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
  • 5. • Pengadilan Pajak Berdasarkan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan penyelesaian Sengketa Pajak melalui BPSP masih terdapat ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan, dan penyelesaian sengketa pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat, murah dan sederhana, maka dibentuklah Pengadilan Pajak berdasarkan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002. Definisi Pengadilan Pajak merujuk dalam Pasal 2Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris dan Panitera. Pimpinan Pengadilan pajak terdiri seorang Ketua dan paling banyak 5 (lima) orang Wakil Ketua. Pengadilan pajak berkedudukan di ibukota Negara dan Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya (Apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua).
  • 6. PENGERTIAN • Defenisi peradilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. • Peradilan administrasi pajak adalah upaya hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam rangka mencari keadilan terhadap surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh: 1. Direktur Jenderal Pajak, untuk pajak-pajak pusat, antara lain: 2. Kepala Daerah, untuk pajak-pajak daerah, antara lain: Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketigaSKPN SKPDLB Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)SKPDKBT SKPDKB SKPN SKPLB SKPKBT SKPKB Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga
  • 7. PERADILAN ADMINISTRASI PAJAK DIBAGI MENJADI DUA 1. Peradilan Administrasi Tidak Murni • Disebut tidak murni karena dalam peradilan ini hanya melibatkan dua pihak, yaitu pihak Wajib Pajak dan fiskus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen. • Fiskus sebagai pihak yang bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan dalam persilisihan pajak yang bersangkutan. • Contoh peradilan administrasi tidak murni dapat dilihat dalam pengajuan keberatan yang diatur dalam Pasal 25 dan 26 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Wajib Pajak mengajukan keberatan (doleansi) karena adanya perselisihan mengenai besarnya jumlah utang pajak, oleh karena itu, ada dua hal yang harus diperhatikan: • a. Terhadap surat keberatan yang masuk harus diambil keputusan • b. Pihak yang mengambil keputusan adalah aparatur pajak (Dirjen Pajak, Kakanwil Pajak) yang disebut sebagai hakim doleansi
  • 8. 2. Peradilan Administrasi Murni • Peradilan administrasi murni adalah peradilan yang melibatkan tiga pihak, yaitu Wajib Pajak, Fiskus, dan Hakim yang mengadili. • Wajib pajak dan Fiskus adalah pihak yang bersengketa, sedangkan Hakim atau Majelis Hakim adalah pihak yang akan memutuskan sengketa tersebut.
  • 9. KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN • Pengadilan Pajak yang dibentuk berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 tentang pengadilan pajak ini mengundang banyak perhatian. • Ahli hukum menilai keberadaan pengadilan pajak bertentangan dengan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman karena tidak termasuk dalam empat peradilan Indonesia, yakni pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan militer dan pengadilan tata usaha negara (PTUN). • Bahkan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 24 ayat (2) amandemen ketiga yang berbunyi "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi " • Sedangkan di pihak lain, pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 menyatakan, Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.
  • 10. KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN Pasca Amandemen ke-4 UUD 1945, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 dan Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Dari kedua Undang-Undang tersebut kedudukan Pengadilan Pajak secara eksplisit dinyatakan sebagai pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. Di samping itu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 004/PUU- 11/2004, dalam pertimbangan Pokok Perkara dinyatakan bahwa adanya ketentuan yang menyatakan bahwa pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, bahwa pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung, dan bahwa di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang- undang telah cukup menjadi dasar yang menegaskan Pengadilan Pajak termasuk dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 24 ayat (2) UUD 1945.
  • 11. KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 secara tegas juga dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.
  • 13. Sengketa Pajak Sebagai upaya mencari keadilan dengan peradilan administrasi pajak timbul karena adanya “sengketa pajak‟ antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak Sengketa pajak ini dijadikan sebagai dasar-dasar umum di dalam pengajuan ke Peradilan Administrasi Pajak. Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. (Pasal 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak). Sengketa Pajak timbul dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak atau diterbitkannya surat tindakan penagihan pajak. Upaya hukum untuk menyelesaikan sengketa pajak yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak adalah: Pengajuan Surat Keberatan; Pengajuan Banding ke Pengadilan Pajak; Gugatan; Peninjauan Kembali.
  • 14. KEBERATAN• Upaya hukum keberatan dilakukan masih berada dalam lingkungan lembaga yang sama yaitu Direktorat Jenderal Pajak. • Peradilan administrasi seperti ini lazim disebut quasi peradilan/peradilan doleansi (peradilan administrasi tidak murni), dimana: a. Tidak ada sidang peradilan; b. Tidak ada panitera sidang; c. Tidak ada saksi maupun saksi ahli; d. Tidak mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa; e. Tidak ada pembacaan keputusan; dan f. Keputusan dibuat oleh Pejabat yang menerbitkan surat ketetapan. Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa wajib pajak (WP) merasa kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak melalui KPP dimana Wajib Pajak tersebut
  • 15. KEBERATAN Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Pajak Nihil; d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Ayat (2): Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan. Ayat (3): Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Dasar hukum: Pasal 25 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan peraturan pelaksanaannya pada Peraturan Menteri Keuangan No.194/PMK.03/2007.
  • 16. KEBERATAN Ayat (3a): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Ayat (4): Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. Ayat (5): Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima surat keberatan atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan. Ayat (6): Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak. Dasar hukum: Pasal 25 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan peraturan pelaksanaannya pada Peraturan Menteri Keuangan No.194/PMK.03/2007.
  • 17. Dasar hukum: Pasal 25 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan peraturan pelaksanaannya pada Peraturan Menteri Keuangan No.194/PMK.03/2007. KEBERATAN Ayat (7): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. Ayat (8): Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a). Ayat (9): Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Ayat (10): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan.
  • 18. KEBERATAN Syarat–syarat mengajukan keberatan  Diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia;  Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;  1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.  Wajib pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;  Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib pajak (force majeur);dan  Surat keberatan ditandatangani oleh wajib pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan wajib pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus. Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terlampaui. Dalam hal WP menyampaikan perbaikan surat keberatan, tanggal penyampaian perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.
  • 19. Pihak yang mengajukan keberatan adalah: a. Bagi WP Badan oleh Pengurus b. Bagi WP orang pribadi oleh WP yang bersangkutan c. Pihak yang dipotong/dipungut oleh pihak ketiga d. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka di atas dengan surat kuasa khusus pengajuan keberatan. Jangka waktu pengajuan keberatan:  Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.  Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.  Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. KEBERATAN
  • 20. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak. KEPUTUSANKE BERATAN Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa:  mengabulkan seluruhnya atau sebagian,  menolak, atau  menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar. Apabila Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan menolak keberatan Wajib Pajak, maka pilihannya hanya ada dua, yaitu: Wajib Pajak harus tetap melunasi utang pajak sebesar yang tercantum dalam keputusan keberatan Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. atau
  • 21. BANDING Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Landasan hukum upaya banding adalah berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Pasal 27 UU KUP No. 16 Tahun 2009. Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi WP atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Tugas Pengadilan adalah memutuskan Sengketa pajak. Menurut Pasal 27 ayat (2) UU KUP No. 16 Tahun 2009, putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. Artinya, tidak dimungkinkan lagi Wajb Pajak mengajukan gugatan atas keputusan keberatan maupun Pengadilan Pajak ke PTUN. Meskipun demikian, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
  • 22. BANDING Pasal 27 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan secara lengkap berbunyi sebagai berikut: Ayat (1): Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). Ayat (2): Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. Ayat (3): Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut. Ayat (4): Dihapus Ayat (4a): Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis halhal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan. Ayat (5): Dihapus.
  • 23. BANDING Ayat (5a): Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. Ayat (5b): Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a). Ayat (5c): Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan. Ayat (5d): Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Ayat (6): Badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dalam Pasal 23 ayat (2) diatur dengan undang-undang.
  • 24. GUGATAN Gugatan adalah upaya hukum Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 23 ayat (2) UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:  Pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau pengumuman lelang;  Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;  Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26; atau  Penerbitan surat ketetapan pajak atau surat keputusan keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.
  • 25. Gugatan dapat diajukan oleh a. penggugat b. ahli warisnya c. seorang pengurus, atau d. kuasa hukumnya SYARAT PENGAJUAN GUGATAN a. Gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kapada Pengadilan Pajak. Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap pelaksana penagihan pajak adalah 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. b. Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan selain gugatan adalah 30 hari sejak tanggal diterimanya keputusan yang digugat. c. Jangka waktu sebagaimana dimaksud diatas tidak mengikat. Apabila jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat, maka dapat dimohonkan perpanjangan jangka waktu. d. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas adalah 14 hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat. e. Terhadap saatu pelaksanaan penagihan atau satu keputusan diajukan satu surat gugatan.
  • 26. Gugatan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampirkan salinan dokumen yang digugat. Apabila selama proses gugatan, penggugat meninggal dunia, gugatan dapat diajukan oleh ahli warisnya, pengampunya dalam hal pemohon banding pailit. Apabila selama proses gugatan, pemohon banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/ pemekaran usaha, atau likuidasi, pemohon dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertangungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi yang dimaksud. Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakan. GUGATAN
  • 27. P EMERIKS AAN DAN P EMB UKT IAN DALAM P ERS IDANG AN PEMERIKSAAN Pemeriksaan adalah proses, cara, perbuatan memeriksa (KBBI). Proses pemeriksaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Pemeriksaan dengan acara biasa  Dilakukan oleh majelis  Sebelum pemeriksaan dilakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan atau kejelasan banding/gugatan  Banding/gugatan tidak lengkap/tidak jelas sepanjang bukan persyaratan, kelengkapan dan atau kejelasan dapat diberikan dalam persidangan  Biaya untuk kedatangan saksi ke persidangan yang diminta pihak bersangkutan dibebankan ke pihak yang meminta 2) Pemeriksaan dengan acara cepat.  Dilakukan oleh majelis/hakim tunggal  Dilakukan terhadap:  Sengketa pajak tertentu  Gugatan tidak putus dlm jangka waktu 6 bulan sejak gugatan diterima  Tdk dipenuhinya salah 1 dalam putusan pengadilan pajak atau kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung  Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak
  • 28. Alat bukti yang diperlukan dalam persidangan, terdiri dari:  Surat/tulisan  Keterangan ahli  Keterangan para saksi  Pengakuan para pihak  Pengetahuan hakim P EMERIKS AAN DAN P EMB UKT IAN DALAM P ERS IDANG AN PEMBUKTIAN Pemeriksaan adalah proses, cara, perbuatan membuktikan (KBBI).
  • 29. PENINJAUAN KEMBALI (PK) Peninjauan kembali ke Mahkamah Agung merupakan upaya hukum luar biasa setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap atau ada hal lain yang ditentukan undang-undang. Ketentuan Pasal 91 UU Pengadilan Pajak menyatakan bahwa permohonan PK hanya dapat diajukan berdasarkan lima alasan, yaitu: a. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan keputusan yang berbeda; c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputuskan berdasarkan Pasal 80 ayat 1 huruf b dan c; d. Apabila mengetahui suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • 30. Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud di atas huruf a dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan pada jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Pengajuan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud di pada huruf c, d, dan e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak putusan dikirim.
  • 31. Mahkamah Agung memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali dengan ketentuan: a. Dalam jangka 6 bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh MA telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa. b. Dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh MA telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Apabila di tempat tinggal atau tempat kedudukan pemohon belum ada Pengadilan Pajak, permohonan diajukan ke PTUN. Apabila PTUN juga belum ada, maka dapat diajukan ke Pengadilan Negeri. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.