SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Pengertian Delik Pers

Di atas telah di uraikan tentang pengertian delik yang dikemukan oleh
beberapa sarjana hukum, maka sekarang penulis menguraikan tentang apa yang
dimaksud dengan delik pers.
Gambaran tentang arti teknis yuridis mengenai istilah ”delik pers” yang dalam
kata-kata demikian tidak kita jumpai dalam perundang-undangan kita. Menurut Mr.
Ny. Sutamijah Hadi mengemukakan adanya pandangan

yang sempit dan

pandangan yang luas. Disertai pula di situ kenyataan bahwa pada umumnya para
ahli memberikan kepada delik pers arti yang lebih sempit, sedangkan tampaknya
pandangan yang luas dipandang identik dengan pemakaian istilah tersebut dalam
bahasa sehari-hari. Maka dalam bahasa sehari-hari orang mengartikan delik pers
sebagai semua kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang pers. Suatu
perumusan yang sangat luas dan yang membawa akibat hukum yang sangat jauh.
Ia dapat memasukkan di dalamnya misalnya pencurian atau pun pelanggaran lalu
lintas, yang di lakukan oleh pers.
Menurut disertasi Prof. Dr. Simons yang terkenal atau karangan Prof. Mr.
W.F.C Van Hattum menjelaskan bahwa yang di maksudkan dengan arti yang luas
dan sempit mengenai kata ”delik pers”, yang khususnya diambil dari kata-kata Pasal
7

Grondwet

Belanda,

Pasal

62,

KUHP

dan

bukan

dari

Pasal

33

”Drukpersreglement”, seperti dikemukakan penulis. Bukankah pasal tersebut
memberikan tafsiran authentik mengenai arti ”barang cetakan” dan hanya terbatas
berlakunya, sekedar kita mempergunakan ”Drukpersreglement” sehingga arti
tersebut tidak melampaui batas-batas dari peraturan tersebut.
Perbedaan pokok yang ada antara kedua pendapat tersebut terletak pada
tidak atau tidak adanya syarat publikasi sebagai unsur yang perlu dari delik yang
originair. Syarat publikasi untuk dapat di pidanakan sebagai suatu delik inilah yang
menentukan, apakah suatu delik dapat dikwalisifir sebagai ”delik pers” atau tidak.
Maka, apabila dirumuskan secara tidak sempit, bahwa ”delik pers” itu adalah
”elke op zich zelf openbaring van de gedachten, aanhet publiek gericht en door
middel van de drukpers geschied”.
Menurut Ridwan J. Silamma mengemukakan bahwa yang di maksud dengan
”delik pers” ialah segala suatu perbuatan yang diancam pidana yang (hanya dapat)
dilakukan oleh pers. Dalam arti sempit : menyangkut salah satu media komunikasi
massa yang bersifat umum dan terbit teratur/reguler (majalah, tabloid koran harian
dan sebagainya) yang berfungsi sebagai sarana penyebarluasan informasi. Dalam
arti luasnya beliau mengemukakan bahwa ”delik pers” menyangkut segala barang
cetakan.
Delik pers berasal dari dua kata delik dan pers. Delik berasal dari perkataan
Belanda delict yang artinya tindak pidana atau pelanggaran. Kata pers tentu sudah
di ketahui dari penjelasan sebelumnya yaitu mengacu pada pengertian komunikasi
yang dilakukan dengan perantara barang cetakan. Tetapi sekarang, pengertian pers
itu termasuk juga kegiatan komunikasi yang dilakukan melalui media elektronik
seperti televisi dan radio. Jadi, ”delik pers” artinya semua tindak pidana atau
pelanggaran yang di lakukan melalui media massa.
Padanan untuk delik pers dalam bahasa inggris adalah libel. The New
Webster Internasional Dictionary mengartikannya sebagai ”a malicious writing or
representation which brings its object into contempt or expose him ta public derision”
(terjemahan bebasnya : tulisan atau pernyataan jahat yang menyebabkan objeknya
berada dalam keadaan hina atau menyebabkan dia menjadi cemoohan publik).
Sementara itu ada kamus Inggris lainnya yang mengartikan libel sebagai
”any written, printed, or pictorial statement that damages a person by defaming his
character or exposing him to ridicule.” (terjemahan bebasnya : pernyataan apa pun
melalui tulisan, barang cetakan, atau gambar yang merugikan seseorang dengan
mencemarkan nama baiknya atau membuatnya menjadi bahan ejekan.”
Mr. D. Hazewinkel suringa dalam Inleiding tot de Studie van het Strafrecht
menyatakan bahwa “Delik pers adalah pernyataan pikiran dan perasaan yang dapat
dijatuhi pidana yang untuk penyelesainnya membutuhkan publikasi pers.”
Baik definisi pertama maupun definisi kedua tentang libel kedua-duanya
menekan pihak yang dirugikan yang bersifat orang-perorangan, sedangkan definisi
delik pers oleh Suringa menekankan pihak yang melakukannya dan pihak yang
dirugikan bisa siapa saja atau apa saja, orang atau lembaga, asalkan perbuatannya
bisa di pidana. Dengan demikian, dalam konteks hukum kita, definisi Suringa
rasanya lebih tepat karena sifatnya lebih luas, yaitu bahwa delik pers itu adalah delik
pers yang bisa mendatangkan kerugian pada seseorang (private libel) atau bisa juga
mendatangkan pada negara, masyarat, atau pemerintah (public libel).
Memang ada perbedaan prinsip antara pengertian libel dan delik pers.
Perbedaan ini terletak pada perbedaan tujuannya. Hukum yang menyangkut libel
yang berasal dari Barat yang sistem politiknya bersifat liberal itu tujuannya terutama
untuk melindungi individu-individu warga negaranya. Sedangkan hukum yang
menyangkut delik pers yang dibentuk semasa pemerintahan Kolonia Belanda
bertujuan selain untuk melindungi warga Negara tetapi juga untuk melindungi
kepentingan penguasa waktu itu. Hal ini mengingat para pejuang kemerdekaan
Indonesia sering mengutarakan pendapat atau mengkritisi pemerintah Kolonia
melalui tulisan-tulisan di surat kabar.
Jiwa kolonial yang masih tersisa dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang menyangkut delik pers ini dapat dilihat misalnya dari beberapa
pasalnya yang bukan saja mengatur pelanggaran yang merugikan orang perorangan
(private libel), tetapi juga ada pula pasal-pasal yang mengatur pelanggaran atau
kejahatan oleh pers terhadap negara dan pejabat negara serta terhadap
masyarakat.
Yang termasuk public libel antara lain “membocorkan rahasia Negara” (pasal
322 KUHP), “penghinaan terhadap presiden dan wakil presidan” (pasal 134 KUHP),
“penghinaan terhadap kepala negara sahabat” (pasal 144 KUHP) “menodai bendera
lambang Negara” (pasal 154a KUHP),”penodaan terhadap agama” (pasal 160
KUHP), “menghina penguasa dan badan umum (pasal 207 KUHP), dan “melanggar
kesusilaan / pornografi” (pasal 282 KUHP).
Contoh paling aktual mengenai kasus penghinaan terhadap presiden,
menyangkut pengajuan penanggung jawab Harian Rakyat Merdeka ke Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Tuduhannya menyerang kehormatan presiden. Dalam
tuntutannya, jaksa penuntut menggunakan Pasal 134 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain dalam pasal-pasal KUHP, masih ada ketentuan lain menyangkut delik
pers, yaitu pasal 1 ayat (3) Penetapan Presiden No. 4 tahun 1963 tentang mencetak
barang cetakan yang terlarang. Kemudian pasal 19 UU No. 21 tahun 1982 serta
pasal XIV dan XV UU No. 1 tahun 1946 yang mencabut pasal 171 KUHP. Undangundang yang disebut terakhir itu, selain mencabut aturan lama juga menetapkan
ketentuan-ketentuan baru tantang penyiaran kabar bohong dan kabar-kabar yang
tidak pasti yang dapat menimbulkan keonaran.
Delik pers yang dapat di golongkan sebagai private libel, yaitu delik pers
terhadap orang perorangan, diatur dalam pasal-pasal KUHP mulai pasal 310 sampai
pasal 315.Pasal 310 KUHP, misalnya, berbunyi:
(1) Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang
dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud yang jelas agar hal itu diketahui
umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Bila hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, bila perbuatan itu jelas
dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.
Contoh delik pers yang menyerang pribadi orang perorangan ini adalah dalam
kasus pemimpin redaksi Harian Rakyat Merdeka, Karim Paputungan, ia dijatuhi
hukuman lima bulan penjara oleh hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan garagara pemuatan gambar parodi Akbar Tanjung di Harian Rakyat Merdeka edisi 8
Januari 2002. Karim oleh pengadilan dianggap bersalah melanggar Pasal 310 ayat
(2) KUHP.
Kriteria delik pers:
1. Harus dilakukan dengan barang cetakan
2. Perbuatan yang dipidana harus terdiri atas pernyataan pikiran dan perasaan
3. Harus dipublikasikan.
Syarat adanya publikasi bersifat mutlak. Artinya tanpa publikasi pikiran dan peranan
tidak ada delik pers.
Pasal-pasal KUHP yang paling terkenal di zaman kolonial Belanda di
kalangan para wartawan dan surat kabar-surat kabar pribumi adalah pasal-pasal
tentang haatzaai-artikelen ini. Pasal-pasal yang menyangkut haatzaai-artikelen ini
menjadi terkenal karena sifat karetnya. Delik pers yang dikategorikan haatzaai
menyangkut kepentingan penguasa Kolonial di negeri jajahannya, sehingga ia harus
dapat dilentur-lenturkan agar bisa menjerat para intelektual kita yang mengkritik
penguasa kolonial melalui tulisan. Mantan pemimpin redaksi harian Sipatahunan
yang juga sesepuh pers Jawa Barat, Mohammad Kurdi, pernah memperingatkan
kepada penulis agar tidak menulis yang menyerempet-nyerempet bahaya sehingga
tulisan dikategorikan ke dalam haatzaai-artikelen. Demikianlah gambaran kehatihatian wartawan tempo dulu terhadap kemungkinan dijerat oleh haatzaai-artikelen.
Haatzaai-artikelen berasal dari dua kata bahasa Belanda yang artinya
masing-masing : Haat = (benih) kebencian ; zaaien = menabur,menanam benih
(perselisihan, kebencian); artikel = tulisan atau karangan, bentuk jamaknya adalah
artikelen. Jika diterjemahkan secara bebas, haatzaai-artikelen ini bisa disalin dengan
“karangan-karangan yang menabur benih kebencian” Pasal-pasal KUHP yang
mengatur haatzaain-artikelen ini adalah pasal-pasal 154 hingga 157 dan 207.
Apa yang termasuk dalam haatzaai-artikelen ini dinyatakan secara jelas
dalam pasal 154 KUHP, yang berbunyi: ”Barangsiapa menyatakan permusuhan,
kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia di muka umum,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun penjara atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Dari bunyi pasal 154 KUHP ini kita pun bisa menduga bahwa pasal yang
masih terasa jiwa koloninya ini hanya diubah dengan mengganti kata Nederlands
Indie dengan kata Indonesia saja di belakang kata Pemerintah. Di era Orde Baru
pasal-pasal ini telah menelan korban antara lain pada tahun 1971 ketika Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 2 September 1971 menghukum Tengku Hafaz,
Pemimpin Redaksi Harian Nusantara, dengan hukuman pidana penjara selama 1
tahun.
Selain Hafaz, juga ada Mochtar Lubis, wartawan terkenal dan satu-satunya
wartawan Indonesia yang mendapat kehormatan menjadi honorary editor Majalah
Times, pernah mendekam selama bertahun-tahun tanpa diadili pada zaman Orde
lama karena dituduh menulis haatzaai-artikelen ini pada surat kabarnya, Indonesia
Raya. Muchtar lubis baru keluar dari penjara ketika rezim Orde Lama tumbang pada
tahun 1965 untuk digantikan rezim Orde Baru.
Kalaupun ada pasal-pasal yang termasuk public libel

yang bertujuan

melindungi warga seperti pasal 156 KUHP, yakni pelarangan menyatakan rasa
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap ras dan suku, itu hanya untuk
mencegah berkobarnya kerusuhan yang menyulitkan penguasa.
Pasal yang menyangkut delik pers dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana sebaiknya tidak diberlakukan lagi. Karena Undang-Undang Pers No.40
Tahun 1999 yang mengatur kehidupan pers merupakan lex specialis, sehingga
sepatutnya undang-undang inilah yang mengatur kehidupan pers. Sekarang ini hakhak kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat pun memperoleh jaminan lebih
rinci lagi dalam Amandemen ke-2 UUD 1945.

More Related Content

What's hot

Makalah Komunikasi Massa
Makalah Komunikasi MassaMakalah Komunikasi Massa
Makalah Komunikasi MassaAnisa Rochmiana
 
Konglomerasi Media
Konglomerasi MediaKonglomerasi Media
Konglomerasi Mediarzkamanda
 
Teori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikTeori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikmankoma2013
 
Teori Dialektika Relasional
Teori Dialektika RelasionalTeori Dialektika Relasional
Teori Dialektika Relasionalmankoma2013
 
Tugas, tantangan, dan kendala profesi public relations
Tugas, tantangan, dan kendala profesi public relationsTugas, tantangan, dan kendala profesi public relations
Tugas, tantangan, dan kendala profesi public relationsArdiansah Danus
 
Makalah Psikologi Komunikator dan Psikologi Pesan
Makalah Psikologi Komunikator dan Psikologi PesanMakalah Psikologi Komunikator dan Psikologi Pesan
Makalah Psikologi Komunikator dan Psikologi PesanRiska Nur'Akhidah Sari
 
Teori Jarum Suntik
Teori Jarum Suntik Teori Jarum Suntik
Teori Jarum Suntik Ratih Aini
 
Teori agenda setting
Teori agenda setting Teori agenda setting
Teori agenda setting mankoma2013
 
Komunikasi (media massa dalam pembangunan)
Komunikasi (media massa dalam pembangunan)Komunikasi (media massa dalam pembangunan)
Komunikasi (media massa dalam pembangunan)Afrilia Widarni
 
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)Alvin Agustino Saputra
 
Relational dialectics theory
Relational dialectics theoryRelational dialectics theory
Relational dialectics theoryRonzzy Kevin
 
Uncertainty Reduction Theory
Uncertainty Reduction TheoryUncertainty Reduction Theory
Uncertainty Reduction Theorymankoma2012
 

What's hot (20)

Makalah Komunikasi Massa
Makalah Komunikasi MassaMakalah Komunikasi Massa
Makalah Komunikasi Massa
 
Pelaku dan Pesan Kampanye
Pelaku dan Pesan KampanyePelaku dan Pesan Kampanye
Pelaku dan Pesan Kampanye
 
Konglomerasi Media
Konglomerasi MediaKonglomerasi Media
Konglomerasi Media
 
Teori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikTeori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermik
 
Teori Dialektika Relasional
Teori Dialektika RelasionalTeori Dialektika Relasional
Teori Dialektika Relasional
 
Tugas, tantangan, dan kendala profesi public relations
Tugas, tantangan, dan kendala profesi public relationsTugas, tantangan, dan kendala profesi public relations
Tugas, tantangan, dan kendala profesi public relations
 
Teori Uses And Effect
Teori Uses And EffectTeori Uses And Effect
Teori Uses And Effect
 
Komunikasi satu tahap
Komunikasi satu tahapKomunikasi satu tahap
Komunikasi satu tahap
 
Makalah Psikologi Komunikator dan Psikologi Pesan
Makalah Psikologi Komunikator dan Psikologi PesanMakalah Psikologi Komunikator dan Psikologi Pesan
Makalah Psikologi Komunikator dan Psikologi Pesan
 
Materi jurnalistik
Materi jurnalistikMateri jurnalistik
Materi jurnalistik
 
Makalah retorika
Makalah retorika Makalah retorika
Makalah retorika
 
Sejarah Perkembangan Jurnalistik
Sejarah Perkembangan JurnalistikSejarah Perkembangan Jurnalistik
Sejarah Perkembangan Jurnalistik
 
Teori Jarum Suntik
Teori Jarum Suntik Teori Jarum Suntik
Teori Jarum Suntik
 
Teori agenda setting
Teori agenda setting Teori agenda setting
Teori agenda setting
 
Kampanye PR
Kampanye PRKampanye PR
Kampanye PR
 
Komunikasi (media massa dalam pembangunan)
Komunikasi (media massa dalam pembangunan)Komunikasi (media massa dalam pembangunan)
Komunikasi (media massa dalam pembangunan)
 
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
Teori Komunikasi- Retorika (the Rhetoric)
 
Relational dialectics theory
Relational dialectics theoryRelational dialectics theory
Relational dialectics theory
 
Uncertainty Reduction Theory
Uncertainty Reduction TheoryUncertainty Reduction Theory
Uncertainty Reduction Theory
 
Teori Agenda Setting
Teori Agenda SettingTeori Agenda Setting
Teori Agenda Setting
 

Similar to Delik Pers dan Hukum Pers

Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik JurnalistikUu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistikyudikrismen1
 
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...VJ Asenk
 
ppt jurnalis hati.pptx
ppt jurnalis hati.pptxppt jurnalis hati.pptx
ppt jurnalis hati.pptxHusniSuwandi2
 
Komunikasi, Ekspresi dan Beropini di Medsos
Komunikasi, Ekspresi dan Beropini di MedsosKomunikasi, Ekspresi dan Beropini di Medsos
Komunikasi, Ekspresi dan Beropini di MedsosUnggul Sagena
 
Bab "Pers" Kewarganegaraan XII
Bab "Pers" Kewarganegaraan XIIBab "Pers" Kewarganegaraan XII
Bab "Pers" Kewarganegaraan XIINurul Annisa
 
PRESENTASI JURNALISTIK.pptx
PRESENTASI JURNALISTIK.pptxPRESENTASI JURNALISTIK.pptx
PRESENTASI JURNALISTIK.pptxAnggaWijaya86
 
BUNGA RHAMASTA F-B1A018305- KELAS F.pdf
BUNGA RHAMASTA F-B1A018305- KELAS F.pdfBUNGA RHAMASTA F-B1A018305- KELAS F.pdf
BUNGA RHAMASTA F-B1A018305- KELAS F.pdfbungarhamasta
 
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptorMakalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptorIka Nurrohmah
 
Makalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johnyMakalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johnyTotok Priyo Husodo
 
Peranan pers dalam masyarakat demokratis
Peranan pers dalam masyarakat demokratisPeranan pers dalam masyarakat demokratis
Peranan pers dalam masyarakat demokratisginanurulazhar
 

Similar to Delik Pers dan Hukum Pers (20)

Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik JurnalistikUu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
Uu Pers & KEJ (Kode Etik Jurnalistik
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
Kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarak...
 
ppt jurnalis hati.pptx
ppt jurnalis hati.pptxppt jurnalis hati.pptx
ppt jurnalis hati.pptx
 
Peranan Pers
Peranan PersPeranan Pers
Peranan Pers
 
Kode Etik Wartawan Indonesia
Kode Etik Wartawan IndonesiaKode Etik Wartawan Indonesia
Kode Etik Wartawan Indonesia
 
Bab 3 awal pers kls xii
Bab 3 awal pers kls xiiBab 3 awal pers kls xii
Bab 3 awal pers kls xii
 
Komunikasi, Ekspresi dan Beropini di Medsos
Komunikasi, Ekspresi dan Beropini di MedsosKomunikasi, Ekspresi dan Beropini di Medsos
Komunikasi, Ekspresi dan Beropini di Medsos
 
Bab 3 awal pers kls xii
Bab 3 awal pers kls xiiBab 3 awal pers kls xii
Bab 3 awal pers kls xii
 
Bab 3 awal pers kls xii
Bab 3 awal pers kls xiiBab 3 awal pers kls xii
Bab 3 awal pers kls xii
 
JURNALIS BERMARTABAT
JURNALIS BERMARTABATJURNALIS BERMARTABAT
JURNALIS BERMARTABAT
 
Bab "Pers" Kewarganegaraan XII
Bab "Pers" Kewarganegaraan XIIBab "Pers" Kewarganegaraan XII
Bab "Pers" Kewarganegaraan XII
 
PRESENTASI JURNALISTIK.pptx
PRESENTASI JURNALISTIK.pptxPRESENTASI JURNALISTIK.pptx
PRESENTASI JURNALISTIK.pptx
 
Bab 3 kelas 3
Bab 3 kelas 3Bab 3 kelas 3
Bab 3 kelas 3
 
BUNGA RHAMASTA F-B1A018305- KELAS F.pdf
BUNGA RHAMASTA F-B1A018305- KELAS F.pdfBUNGA RHAMASTA F-B1A018305- KELAS F.pdf
BUNGA RHAMASTA F-B1A018305- KELAS F.pdf
 
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptorMakalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
Makalah Wacana hukuman mati bagi koruptor
 
Makalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johnyMakalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johny
 
Peranan pers dalam masyarakat demokratis
Peranan pers dalam masyarakat demokratisPeranan pers dalam masyarakat demokratis
Peranan pers dalam masyarakat demokratis
 
Pkn
PknPkn
Pkn
 
KOM MAS.pptx
KOM MAS.pptxKOM MAS.pptx
KOM MAS.pptx
 

More from University of Andalas (20)

Tradisi Tradisi Teori Komunikasi
Tradisi Tradisi Teori KomunikasiTradisi Tradisi Teori Komunikasi
Tradisi Tradisi Teori Komunikasi
 
Teori Teori Pelaku Komunikasi
Teori Teori Pelaku KomunikasiTeori Teori Pelaku Komunikasi
Teori Teori Pelaku Komunikasi
 
Positivistik vs Fenomenologis
Positivistik vs FenomenologisPositivistik vs Fenomenologis
Positivistik vs Fenomenologis
 
Tradisi Sosiopsikologis
Tradisi SosiopsikologisTradisi Sosiopsikologis
Tradisi Sosiopsikologis
 
Teori tentang Hubungan
Teori  tentang HubunganTeori  tentang Hubungan
Teori tentang Hubungan
 
Pesan - Teori Komunikasi
Pesan - Teori KomunikasiPesan - Teori Komunikasi
Pesan - Teori Komunikasi
 
Komunikasi dan Teori Ilmiah
Komunikasi dan Teori IlmiahKomunikasi dan Teori Ilmiah
Komunikasi dan Teori Ilmiah
 
Filsafat Komunikasi
Filsafat KomunikasiFilsafat Komunikasi
Filsafat Komunikasi
 
Filsafat Komunikasi
Filsafat KomunikasiFilsafat Komunikasi
Filsafat Komunikasi
 
Pengantar Ilmu Politik - Konstitusi
Pengantar Ilmu Politik - KonstitusiPengantar Ilmu Politik - Konstitusi
Pengantar Ilmu Politik - Konstitusi
 
Partai Politik
Partai PolitikPartai Politik
Partai Politik
 
Konsep Politik
Konsep PolitikKonsep Politik
Konsep Politik
 
Komunikasi Politik
Komunikasi PolitikKomunikasi Politik
Komunikasi Politik
 
Kelompok Kepentingan
Kelompok KepentinganKelompok Kepentingan
Kelompok Kepentingan
 
Industrialisasi Media
Industrialisasi MediaIndustrialisasi Media
Industrialisasi Media
 
Fins Membela Kebebasan
Fins Membela KebebasanFins Membela Kebebasan
Fins Membela Kebebasan
 
Partisipasi Politik & Sosialisasi Politik
Partisipasi Politik & Sosialisasi PolitikPartisipasi Politik & Sosialisasi Politik
Partisipasi Politik & Sosialisasi Politik
 
Konsep Masyarakat dan Kekuasaan
Konsep Masyarakat dan KekuasaanKonsep Masyarakat dan Kekuasaan
Konsep Masyarakat dan Kekuasaan
 
Bahan Kegagalan Tak Terduga Kepemimpinan Indonesia
Bahan Kegagalan Tak Terduga Kepemimpinan IndonesiaBahan Kegagalan Tak Terduga Kepemimpinan Indonesia
Bahan Kegagalan Tak Terduga Kepemimpinan Indonesia
 
Bahan 1
Bahan 1Bahan 1
Bahan 1
 

Recently uploaded

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfHendroGunawan8
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikThomasAntonWibowo
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxssuser8905b3
 

Recently uploaded (20)

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 

Delik Pers dan Hukum Pers

  • 1. Pengertian Delik Pers Di atas telah di uraikan tentang pengertian delik yang dikemukan oleh beberapa sarjana hukum, maka sekarang penulis menguraikan tentang apa yang dimaksud dengan delik pers. Gambaran tentang arti teknis yuridis mengenai istilah ”delik pers” yang dalam kata-kata demikian tidak kita jumpai dalam perundang-undangan kita. Menurut Mr. Ny. Sutamijah Hadi mengemukakan adanya pandangan yang sempit dan pandangan yang luas. Disertai pula di situ kenyataan bahwa pada umumnya para ahli memberikan kepada delik pers arti yang lebih sempit, sedangkan tampaknya pandangan yang luas dipandang identik dengan pemakaian istilah tersebut dalam bahasa sehari-hari. Maka dalam bahasa sehari-hari orang mengartikan delik pers sebagai semua kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang pers. Suatu perumusan yang sangat luas dan yang membawa akibat hukum yang sangat jauh. Ia dapat memasukkan di dalamnya misalnya pencurian atau pun pelanggaran lalu lintas, yang di lakukan oleh pers. Menurut disertasi Prof. Dr. Simons yang terkenal atau karangan Prof. Mr. W.F.C Van Hattum menjelaskan bahwa yang di maksudkan dengan arti yang luas dan sempit mengenai kata ”delik pers”, yang khususnya diambil dari kata-kata Pasal 7 Grondwet Belanda, Pasal 62, KUHP dan bukan dari Pasal 33 ”Drukpersreglement”, seperti dikemukakan penulis. Bukankah pasal tersebut memberikan tafsiran authentik mengenai arti ”barang cetakan” dan hanya terbatas berlakunya, sekedar kita mempergunakan ”Drukpersreglement” sehingga arti tersebut tidak melampaui batas-batas dari peraturan tersebut.
  • 2. Perbedaan pokok yang ada antara kedua pendapat tersebut terletak pada tidak atau tidak adanya syarat publikasi sebagai unsur yang perlu dari delik yang originair. Syarat publikasi untuk dapat di pidanakan sebagai suatu delik inilah yang menentukan, apakah suatu delik dapat dikwalisifir sebagai ”delik pers” atau tidak. Maka, apabila dirumuskan secara tidak sempit, bahwa ”delik pers” itu adalah ”elke op zich zelf openbaring van de gedachten, aanhet publiek gericht en door middel van de drukpers geschied”. Menurut Ridwan J. Silamma mengemukakan bahwa yang di maksud dengan ”delik pers” ialah segala suatu perbuatan yang diancam pidana yang (hanya dapat) dilakukan oleh pers. Dalam arti sempit : menyangkut salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum dan terbit teratur/reguler (majalah, tabloid koran harian dan sebagainya) yang berfungsi sebagai sarana penyebarluasan informasi. Dalam arti luasnya beliau mengemukakan bahwa ”delik pers” menyangkut segala barang cetakan. Delik pers berasal dari dua kata delik dan pers. Delik berasal dari perkataan Belanda delict yang artinya tindak pidana atau pelanggaran. Kata pers tentu sudah di ketahui dari penjelasan sebelumnya yaitu mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantara barang cetakan. Tetapi sekarang, pengertian pers itu termasuk juga kegiatan komunikasi yang dilakukan melalui media elektronik seperti televisi dan radio. Jadi, ”delik pers” artinya semua tindak pidana atau pelanggaran yang di lakukan melalui media massa. Padanan untuk delik pers dalam bahasa inggris adalah libel. The New Webster Internasional Dictionary mengartikannya sebagai ”a malicious writing or representation which brings its object into contempt or expose him ta public derision”
  • 3. (terjemahan bebasnya : tulisan atau pernyataan jahat yang menyebabkan objeknya berada dalam keadaan hina atau menyebabkan dia menjadi cemoohan publik). Sementara itu ada kamus Inggris lainnya yang mengartikan libel sebagai ”any written, printed, or pictorial statement that damages a person by defaming his character or exposing him to ridicule.” (terjemahan bebasnya : pernyataan apa pun melalui tulisan, barang cetakan, atau gambar yang merugikan seseorang dengan mencemarkan nama baiknya atau membuatnya menjadi bahan ejekan.” Mr. D. Hazewinkel suringa dalam Inleiding tot de Studie van het Strafrecht menyatakan bahwa “Delik pers adalah pernyataan pikiran dan perasaan yang dapat dijatuhi pidana yang untuk penyelesainnya membutuhkan publikasi pers.” Baik definisi pertama maupun definisi kedua tentang libel kedua-duanya menekan pihak yang dirugikan yang bersifat orang-perorangan, sedangkan definisi delik pers oleh Suringa menekankan pihak yang melakukannya dan pihak yang dirugikan bisa siapa saja atau apa saja, orang atau lembaga, asalkan perbuatannya bisa di pidana. Dengan demikian, dalam konteks hukum kita, definisi Suringa rasanya lebih tepat karena sifatnya lebih luas, yaitu bahwa delik pers itu adalah delik pers yang bisa mendatangkan kerugian pada seseorang (private libel) atau bisa juga mendatangkan pada negara, masyarat, atau pemerintah (public libel). Memang ada perbedaan prinsip antara pengertian libel dan delik pers. Perbedaan ini terletak pada perbedaan tujuannya. Hukum yang menyangkut libel yang berasal dari Barat yang sistem politiknya bersifat liberal itu tujuannya terutama untuk melindungi individu-individu warga negaranya. Sedangkan hukum yang menyangkut delik pers yang dibentuk semasa pemerintahan Kolonia Belanda bertujuan selain untuk melindungi warga Negara tetapi juga untuk melindungi kepentingan penguasa waktu itu. Hal ini mengingat para pejuang kemerdekaan
  • 4. Indonesia sering mengutarakan pendapat atau mengkritisi pemerintah Kolonia melalui tulisan-tulisan di surat kabar. Jiwa kolonial yang masih tersisa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyangkut delik pers ini dapat dilihat misalnya dari beberapa pasalnya yang bukan saja mengatur pelanggaran yang merugikan orang perorangan (private libel), tetapi juga ada pula pasal-pasal yang mengatur pelanggaran atau kejahatan oleh pers terhadap negara dan pejabat negara serta terhadap masyarakat. Yang termasuk public libel antara lain “membocorkan rahasia Negara” (pasal 322 KUHP), “penghinaan terhadap presiden dan wakil presidan” (pasal 134 KUHP), “penghinaan terhadap kepala negara sahabat” (pasal 144 KUHP) “menodai bendera lambang Negara” (pasal 154a KUHP),”penodaan terhadap agama” (pasal 160 KUHP), “menghina penguasa dan badan umum (pasal 207 KUHP), dan “melanggar kesusilaan / pornografi” (pasal 282 KUHP). Contoh paling aktual mengenai kasus penghinaan terhadap presiden, menyangkut pengajuan penanggung jawab Harian Rakyat Merdeka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tuduhannya menyerang kehormatan presiden. Dalam tuntutannya, jaksa penuntut menggunakan Pasal 134 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Selain dalam pasal-pasal KUHP, masih ada ketentuan lain menyangkut delik pers, yaitu pasal 1 ayat (3) Penetapan Presiden No. 4 tahun 1963 tentang mencetak barang cetakan yang terlarang. Kemudian pasal 19 UU No. 21 tahun 1982 serta pasal XIV dan XV UU No. 1 tahun 1946 yang mencabut pasal 171 KUHP. Undangundang yang disebut terakhir itu, selain mencabut aturan lama juga menetapkan ketentuan-ketentuan baru tantang penyiaran kabar bohong dan kabar-kabar yang tidak pasti yang dapat menimbulkan keonaran.
  • 5. Delik pers yang dapat di golongkan sebagai private libel, yaitu delik pers terhadap orang perorangan, diatur dalam pasal-pasal KUHP mulai pasal 310 sampai pasal 315.Pasal 310 KUHP, misalnya, berbunyi: (1) Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud yang jelas agar hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Bila hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, bila perbuatan itu jelas dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. Contoh delik pers yang menyerang pribadi orang perorangan ini adalah dalam kasus pemimpin redaksi Harian Rakyat Merdeka, Karim Paputungan, ia dijatuhi hukuman lima bulan penjara oleh hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan garagara pemuatan gambar parodi Akbar Tanjung di Harian Rakyat Merdeka edisi 8 Januari 2002. Karim oleh pengadilan dianggap bersalah melanggar Pasal 310 ayat (2) KUHP. Kriteria delik pers: 1. Harus dilakukan dengan barang cetakan 2. Perbuatan yang dipidana harus terdiri atas pernyataan pikiran dan perasaan 3. Harus dipublikasikan. Syarat adanya publikasi bersifat mutlak. Artinya tanpa publikasi pikiran dan peranan tidak ada delik pers.
  • 6. Pasal-pasal KUHP yang paling terkenal di zaman kolonial Belanda di kalangan para wartawan dan surat kabar-surat kabar pribumi adalah pasal-pasal tentang haatzaai-artikelen ini. Pasal-pasal yang menyangkut haatzaai-artikelen ini menjadi terkenal karena sifat karetnya. Delik pers yang dikategorikan haatzaai menyangkut kepentingan penguasa Kolonial di negeri jajahannya, sehingga ia harus dapat dilentur-lenturkan agar bisa menjerat para intelektual kita yang mengkritik penguasa kolonial melalui tulisan. Mantan pemimpin redaksi harian Sipatahunan yang juga sesepuh pers Jawa Barat, Mohammad Kurdi, pernah memperingatkan kepada penulis agar tidak menulis yang menyerempet-nyerempet bahaya sehingga tulisan dikategorikan ke dalam haatzaai-artikelen. Demikianlah gambaran kehatihatian wartawan tempo dulu terhadap kemungkinan dijerat oleh haatzaai-artikelen. Haatzaai-artikelen berasal dari dua kata bahasa Belanda yang artinya masing-masing : Haat = (benih) kebencian ; zaaien = menabur,menanam benih (perselisihan, kebencian); artikel = tulisan atau karangan, bentuk jamaknya adalah artikelen. Jika diterjemahkan secara bebas, haatzaai-artikelen ini bisa disalin dengan “karangan-karangan yang menabur benih kebencian” Pasal-pasal KUHP yang mengatur haatzaain-artikelen ini adalah pasal-pasal 154 hingga 157 dan 207. Apa yang termasuk dalam haatzaai-artikelen ini dinyatakan secara jelas dalam pasal 154 KUHP, yang berbunyi: ”Barangsiapa menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia di muka umum, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun penjara atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Dari bunyi pasal 154 KUHP ini kita pun bisa menduga bahwa pasal yang masih terasa jiwa koloninya ini hanya diubah dengan mengganti kata Nederlands Indie dengan kata Indonesia saja di belakang kata Pemerintah. Di era Orde Baru
  • 7. pasal-pasal ini telah menelan korban antara lain pada tahun 1971 ketika Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 2 September 1971 menghukum Tengku Hafaz, Pemimpin Redaksi Harian Nusantara, dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun. Selain Hafaz, juga ada Mochtar Lubis, wartawan terkenal dan satu-satunya wartawan Indonesia yang mendapat kehormatan menjadi honorary editor Majalah Times, pernah mendekam selama bertahun-tahun tanpa diadili pada zaman Orde lama karena dituduh menulis haatzaai-artikelen ini pada surat kabarnya, Indonesia Raya. Muchtar lubis baru keluar dari penjara ketika rezim Orde Lama tumbang pada tahun 1965 untuk digantikan rezim Orde Baru. Kalaupun ada pasal-pasal yang termasuk public libel yang bertujuan melindungi warga seperti pasal 156 KUHP, yakni pelarangan menyatakan rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap ras dan suku, itu hanya untuk mencegah berkobarnya kerusuhan yang menyulitkan penguasa. Pasal yang menyangkut delik pers dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebaiknya tidak diberlakukan lagi. Karena Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 yang mengatur kehidupan pers merupakan lex specialis, sehingga sepatutnya undang-undang inilah yang mengatur kehidupan pers. Sekarang ini hakhak kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat pun memperoleh jaminan lebih rinci lagi dalam Amandemen ke-2 UUD 1945.