Dokumen tersebut membahas tentang konsep kalor dan termometrik, meliputi definisi suhu, skala termometer, kalor jenis dan kalor laten, serta jenis-jenis perpindahan kalor seperti konduksi, konveksi, dan radiasi.
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
FISIKA KALOR
1. TUGAS FISIKA
Pokok Bahasan : Kalor
Disusun oleh :
Reny Rosida 14.05.0.047
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI MATEMATIKA SEMESTER I TAHUN
2014/2015
2. Konsep Suhu
Suhu merupakan derajat panas dari suatu benda. Dari
sentuhan telapak tangan, kita dapat menyusun urutan benda-
benda berdasarkan derajat panasnya dari benda A, B, dan C, kita
dapat memutuskan bahwa B lebih panas dari A, C lebih panas
dari B. Kita dapat menyatakan bahwa suhu yang paling tinggi
adalah C, dan yang paling rendah adalah A. Jadi, konsep suhu
berasal dari perasaan kita.
Suhu secara umum dapat diukur dalam tiga skala yang
berbeda yaitu Celcius, Fahrenhait dan Kelvin. Skala Celcius
mempunyai titik didih air 100OC dan titik beku air 0OC. Skala
Fahrenhait mempunyai titik didih air 212OF dan titik beku air
32OF. Sedangkan untuk skala Kelvin didasari oleh skala Celcius.
Untuk mengubah dari Celcius ke Kelvin dengan menambahkan
273O pada skala Celcius yang terukur.
3. • Kesetimbangan Termal
Pada dasarnya, dua
benda dikatakan berada
dalam keseimbangan
termal, jika setelah
bersentuhan, kedua
benda tersebut
mencapai suhu yang
sama. Misalnya
terdapat 2 benda, sebut
saja benda A dan benda
B. Pada mulanya benda A memiliki suhu tinggi (benda A panas)
sedangkan benda B memiliki suhu rendah (benda B dingin).
Setelah bersentuhan cukup lama, kedua benda tersebut
mencapai suhuyang sama. Dalam hal ini, benda A dan benda B
dikatakan berada dalam keseimbangan termal.
4. Dari hal tersebut timbullah Hukum ke-0
Termodinamika sebagai berikut:
“Apabila sistem A benda dalam keadaan setimbang
termal dengan sistem B dan a juga dalam keadaan
setimbang dengan C; maka sistem B adalah
setimbang termal dengan sistem C.”
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa : Suhu suatu
sistem adalah sifat yang menentukan apakah sistem
itu setimbang termal dengan sistem lain atau tidak.
5. Sifat Termometrik Bahan
Sifat Termometrik yaitu sifat dasar suatu zat yang apabila diubah-ubah
suhunya akan berubah pula secara teratur. Adapun sifat-sifat yang berubah
antara lain:
• Wujud/bentuknya
• Volumenya
• Panjang dan Luasnya
• Hambatan Listriknya
• Warnanya
• Daya hantar listriknya.
Pada dasarnya, bahan yang digunakan untuk membuat termometer
mempunyai karakteristik linier, yaitu hubungan sifat termometrik bahan
dengan suhu dan mengikuti persamaan di bawah ini,
dengan: t = suhu
x = sifat termometrik
a,b = konstanta yang bergantung pada bahan
yang digunakan
t(x)=a(x)+b
6. Thermometer
Thermometer adalah alat pengukur
suhu berdasarkan sifat-sifat termometrik
dinamakan thermometer. Zat cair yang
memiliki sifat termometrik yang baik
adalah raksa dan alkohol, karena raksa dan
alkohol dapat memuai secara linear jika
terjadi kenaikan suhu.
Pada pengukuran dengan
thermometer, suhu suatu zat yang diukur
sama besar dengan skala yang ditunjukkan
oleh thermometer saat terjadi
kesetimbangan termal antara zat dan
thermometer. Selain termometer zat
cair, jenis-jenis termometer lainnya adalah
termometer bimetal, termometer
hambatan, termometer gas, dan pirometer.
7. Titik Tetap & Skala Suhu
Kalibrasi termometer adalah kegiatan menetapkan skala sebuah termometer
yang belum memiliki skala. Suhu termasuk besaran pokok dalam fisika. Oleh karena itu,
seperti besaran-besaran pokok yang lain, suhu mempunyai standar.standar untuk suhu
disebut titik tetap. ada dua titik tetap, yaitu titik tetap bawah dan titik tetap atas. Titik
tetap bawah adalah titik lebur es murni dan ditandai dengan angka nol. Titik tetap atas
adalah suhu uap diatas air yang sedang mendidih pada tekanan 1 atm dan di tandai
dengan angka 100.
Skala Thermometer dibedakan menjadi :
1. Skala Celcius : titik tetap bawah (0° C) dan titik tetap atas (100°) dibagi menjadi 100
skala yang sama jaraknya.
2. Skala Fahrenheit : titik lebur es pada angka 32 dan titik didih air diberi angka 212.
Antara keduanya dibagi menjadi 180 skala.
3. Skala Reamur : titik lebur es pada angka 0°R dan titik didih air pada angka 80°R.
Antara kedua angka titik tetap dibagi menjadi 80 skala.
4. Skala Kelvin : titik lebur es ditetapkan pada angka 273 K dan titik didih air pada
angka 373 K. Antara kedua titik tetap dibagi 100 skala. Pada skala kelvin tidak ada
suhu yang bernilai negatif, sehingga disebut suhu mutlak atau skala termodinamik
dan sekaligus kelvin digunakan sebagai satuan SI untuk besaran suhu.
8. Dimana skala adalah suhu titik didih air dikurangi suhu titik lebur es.
Perbandingan skala = C : F : R : K : Rn
= 100 : 180 : 80 : 100 : 180
= 5 : 9 : 4 : 5 : 9
Sehingga untuk perubahan skala dari Celcius menjadi Reamur atau
menjadi skala thermometer lainnya sebagai berikut.
atau
9. Kalor Jenis & Kalor Laten
• Kalor Jenis
Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang
diperlukan oleh 1 kg zat untuk menaikkan suhunya
sebesar 1°C. Kalor yang dilepas atau diterima oleh zat
ketika berubah suhunya, tergantung pada: massa zat,
jenis zat, dan perubahan suhu. Dapat dirumuskan:
Q = Kalor (joule)
m = massa zat (kg)
c = kalor jenis zat (j/kg°C)
∆t = perubahan suhu (°C) atau (K)
𝐐 = 𝐦 ∙ 𝐜 ∙ ∆𝐭
10. • Kalor Laten
Kalor laten adalah kalor yang digunakan untuk
mengubah wujud, persamaan yang digunakan dalam
kalor laten ada dua macam :
dan
Dengan: Q = Kalor (joule)
U = kalor uap (J/kg)
L = kalor lebur (J/kg)
𝐐 = 𝐦 ∙ 𝐔 𝐐 = 𝐦 ∙ 𝐋
11. • Pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat
1. Benda Cair Menjadi Uap
Kalor untuk mengubah wujud benda dari cair menjadi uap tergantung
pada: massa zat dan kalor uap zat.
Kalor didih atau kalor uap adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh
1 kg zat untuk mengubah dari wujud cair menjadi wujud gas pada titik
didihnya.
2. Benda Padat Menjadi Cair
Kalor untuk mengubah wujud benda dari padat menjadi cair tergantung
pada: massa zat dan kalor lebur zat.
Kalor lebur adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh 1 kg zat untuk
mengubah dari wujud padat menjadi cair pada titik leburnya.
𝑄 = 𝑚 ∙ 𝑈
𝑄 = 𝑚 ∙ 𝐿
12. Gambar diatas menunjukkan grafik perubahan wujud air mulai dari fase es
pada suhu -40o Celcius hingga menjadi uap air pada suhu 120o Celcius.
Garis merah menunjukkan air mengalami kenaikan suhu, garis hijau
menunjukkan fase air mengalami perubahan wujud.
Q1, Q3, Q5 = kalor jenis
Q2 & Q4 = kalor laten
13. Pemuaian Zat Padat
1. Pemuaian Panjang
Besarnya panjang logam setelah dipanaskan :
Hubungan antara panjang benda, suhu & koefesien muai
panjang
L = Panjang akhir (m)
L0 = Panjang mula-mula (m)
ΔL = Pertambahan panjang (m)
α = Koefisien muai panjang (/°C)
Δt = kenaikan suhu (°C)
14. 2. Pemuaian Luas
Hubungan antara luas benda, pertambahan luas suhu,
dan koefisien muai luas suatu zat adalah
A = Luas akhir (m²)
Δ0 = Pertambahan luas (m²)
A0 = Luas mula-mula (m²)
β = Koefisien muai luas zat (/°C)
Δt = Kenaikan suhu (°C)
Besarnya β dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut
15. 3. Pemuaian Volume
Jika suatu balok mula-mula memiliki panjang P0, lebar L0,
dan tinggi h0 dipanaskan hingga suhunya bertambah Δt,
maka berdasarkan pada pemikiran muai panjang dan luas
diperoleh harga volume balok tersebut sebesar
dimana
V = Volume akhir (m³)
V0 = Volume mula-mula (m³)
ΔV = Pertambahan volume (m³)
γ = Koefisien muai volume (/°C)
Δt = Kenaikan suhu (°C)
16. Pemuaian Zat Cair
Pada zat cair tidak melibatkan muai panjang ataupun muai luas, tetapi
hanya dikenal muai ruang atau muai volume saja. Semakin tinggi suhu yang
diberikan pada zat cair itu maka semakin besar muai volumenya. Pemuaian zat cair
untuk masing-masing jenis zat cair berbeda-beda, akibatnya walaupun mula-mula
volume zat cair sama tetapi setelah dipanaskan volumenya menjadi berbeda-beda.
Pemuaian volume zat cair terkait dengan pemuaian tekanan karena peningkatan
suhu. Titik pertemuan antara wujud cair, padat dan gas disebut titik tripel.
Khusus untuk air, pada kenaikan suhu dari
0°C sampai 4°C volumenya tidak bertambah,
akan tetapi justru menyusut. Pengecualian ini
disebut dengan anomali air. Oleh karena itu,
pada suhu 4°C air mempunyai volume terendah.
17. Pemuaian Zat Gas
Pemuaian pada gas adalah pemuaian volume yang dirumuskan
sebagai
dengan γ = 1/273°𝐶−1
Pemuaian gas dibedakan tiga macam, yaitu:
1. Pemuaian Gas pada Suhu Tetap (Isotermal)
Pemuaian gas pada suhu tetap berlaku hukum Boyle, yaitu gas di
dalam ruang tertutup yang suhunya dijaga tetap, maka hasil kali
tekanan dan volume gas adalah tetap. Dirumuskan sebagai:
P = tekanan gas (atm)
V = volume gas (L)
18. 2. Pemuaian Gas pada Tekanan Tetap (Isobar)
Pemuaian gas pada tekanan tetap berlaku hukum Gay Lussac, yaitu
gas di dalam ruang tertutup dengan tekanan dijaga tetap, maka
volume gas sebanding dengan suhu mutlak gas.
V = volume (L)
T = suhu (K)
3. Pemuaian Gas Pada Volume Tetap (Isokhorik)
Pemuaian gas pada volume tetap berlaku hukum Boyle-Gay
Lussac, yaitu jika volume gas di dalam ruang tertutup dijaga tetap,
maka tekanan gas sebanding dengan suhu mutlaknya.
penggabungan
Hukum Boyle dan
Hukum Gay Lussac
19. Perpindahan Kalor
1. Konduksi
Proses perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa diikuti
perpindahan bagian-bagian zat itu disebut konduksi atau
hantaran. Misalnya, salah satu ujung batang besi kita panaskan.
Akibatnya, ujung besi yang lain akan terasa panas.
Pada batang besi yang dipanaskan, kalor
berpindah dari bagian yang panas ke bagian
yang dingin. Jadi, syarat terjadinya konduksi
kalor pada suatu zat adalah adanya
perbedaan suhu. Berdasarkan kemampuan
menghantarkan kalor, zat dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu
konduktor dan isolator. Konduktor adalah zat yang mudah
menghantarkan kalor (penghantar yang baik). Isolator adalah zat
yang sulit menghantarkan kalor (penghantar yang buruk).
20. 2. Konveksi
Proses perpindahan kalor melalui suatu zat yang disertai
dengan perpindahan bagian-bagian yang dilaluinya disebut konveksi atau
aliran.
a. Konveksi pada Zat Cair
Syarat terjadinya konveksi padaz at cair adalah adanya pemanasan. Hal ini
disebabkan partikel-partikel zat cair ikut berpindah tempat.
b. Konveksi pada Gas
Konveksi terjadi pula pada gas, misalnya udara. Seperti halnya pada air,
rambatan (aliran) kalor dalam gas (udara) terjadi dengan cara konveksi.
Beberapa peristiwa yang terjadi akibat adanya konveksi udara adalah
sebagai berikut.
1) Adanya angin laut. Angin laut terjadi pada siang hari. Pada siang hari,
daratan lebih cepat menjadi panas daripada lautan sehingga udara di
daratan naik dan digantikan oleh udara dari lautan.
2) Adanya angin darat, Angin darat terjadi pada malam hari. Pada malam
hari, daratan lebih cepat menjadi dingin daripada lautan. Dengan
demikian, udara di atas lautan naik dan digantikan oleh udara dari
daratan.
3) Adanya sirkulasi udara pada ruang kamar di rumah.
4) Adanya cerobong asap pabrik.
21. 3. Radiasi
Proses perpindahan kalor tanpa zat perantara disebut
radiasi atau pancaran. Kalor diradiasikan dalam bentuk
gelombang elektromagnetik, gelombang radio, atau
gelombang cahaya. Misalnya radiasi panas dari
api unggun. Apabila kita berdiam di dekat api unggun, kita
merasa hangat. Alat yang digunakan untuk mengetahui
atau menyelidiki adanya radiasi disebut termoskop,
seperti yang tampak pada gambar berikut:
Dari hasil penyelidikan dengan
menggunakan termoskop, kita dapat
mengetahui bahwa:
• Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap
atau permancar radiasi kalor yang baik.
• Permukaan yang putih dan mengkilap adalah
penyerap atau pemancar radiasi yang buiruk.
22. Persamaan Gas Ideal
Sifat-sifat gas ideal dinyatakan sebagai berikut.
• Jumlah partikel gas sangat banyak, tetapi tidak ada gaya tarik menarik
(interaksi) antarpartikel.
• Setiap partikel gas selalu bergerak dengan arah sembarang atau acak.
• Ukuran partikel gas dapat diabaikan terhadap ukuran ruangan tempat gas
berada.
• Setiap tumbukan yang terjadi antarpartikel gas dan antara partikel gas dan
dinding bersifat lenting sempurna.
• Partikel gas terdistribusi merata di dalam ruangan.
• Berlaku Hukum Newton tentang gerak.
Pada kenyataannya, tidak ditemukan gas yang memenuhi kriteria gas ideal. Akan
tetapi, sifat itu dapat didekati oleh gas pada temperatur tinggi dan tekanan
rendah. Andaikan kita memiliki satu tangki gas sembarang, kemudian tekanan
dalam tangki kita sebut P, volume tangki adalah V, dan suhu dalam tangki adalah T.
Kita bisa mengatur atau mengubah tekanan, suhu maupun volumenya. Ternyata
antara P,V dan T saling memiliki kaitan tertentu. Persamaan yang meghubungkan
antara P, V dan T dinamakan sebagai persamaan keadaan gas.
23. Hukum Boyle
”Jika suhu gas yang berada dalam bejana tertutup
(tidak bocor) dijaga tetap, maka tekanan gas
berbanding terbalik dengan volume”
atau
Hukum Gay Lussac
“Jika tekanan gas yang berada dalam bejana tertutup
(tidak bocor) dijaga tetap, maka volume gas
sebanding dengan suhu mutlaknya”
atau
pV = tetap p1V1 = p2V2
𝑉
𝑇
= 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
𝑉1
𝑇1
=
𝑉2
𝑇2
24. Persamaan gas ideal yang memenuhi Hukum Boyle
dan Charles Gay-Lussac
atau
Oleh karena setiap proses yang dilakukan pada gas berada dalam ruang
tertutup, jumlah molekul gas yang terdapat di dalam ruang tersebut
dapat ditentukan sebagai jumlah mol gas (n) yang jumlahnya selalu
tetap. Dengan demikian, persamaan keadaan gas ideal dapat dituliskan
menjadi :
atau
n = jumlah mol gas, V = volume (m3)
p = tekanan (N/m2), T = temperatur (K)
R = tetapan umum gas = 8,31 × 103 J/kmolK (SI) = 8,31 J/molK,
𝑝𝑉
𝑇
= 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
𝑝1𝑉1
𝑇1
=
𝑝2𝑉2
𝑇2
𝑝𝑉
𝑇
= 𝑛𝑅 p𝑉 = 𝑛𝑅𝑇
25. • Dari definisi mol zat yang menyatakan bahwa 𝑛 =
𝑚
𝑚𝑟
, maka
persamaan dapat dituliskan menjadi
• Massa jenis suatu zat adalah perbandingan antara massa dengan
volume zat tersebut. Oleh karena itu, dari persamaan tersebut dapat
diperoleh persamaan massa jenis gas :
• Menurut prinsip Avogadro, satu mol gas mengandung jumlah molekul
gas yang sama. Jumlah molekul gas ini dinyatakan dengan bilangan
Avogadro (NA) yang besarnya sama dengan 6,02 × 1023 molekul/mol.
Dengan demikian, Persamaan diatas dapat dinyatakan menjadi :
atau
N = Banyak partikel gas,
NA = Bilangan Avogadro (6,02𝑥1023
molekul/mol)
p𝑉 =
𝑚
𝑀𝑟
𝑅𝑇
𝜌 =
𝑚
𝑉
= 𝑝 ∙
𝑀𝑟
𝑅𝑇
p𝑉 =
𝑁
𝑁𝐴
∙ 𝑅 ∙ 𝑇 p𝑉 = 𝑁 ∙
𝑅
𝑁𝐴
∙ 𝑇
26. Oleh karena nilai pada Persamaan merupakan suatu nilai
tetapan yang disebut konstanta Boltzmann ( k ) di mana k
= 1,38 × 10-23 J/K maka persamaan keadaan gas ideal
dapat juga dituliskan menjadi persamaan berikut :
p = Tekanan (N/m²) N = Banyak partikel gas
V = Volume (m³) T = Temperatur (K)
Catatan:
Dalam keadaan standar (STP), yaitu tekanan p = 1 atm = 1
× 105 Pa, dan suhu gas t = 0° C atau T = 273 K, maka setiap
n = 1 mol (gas apa saja) memiliki volume 22,4 liter.
p𝑉 = 𝑁𝑘𝑇
27. Teori Kinetik Gas
• Teori kinetik merupakan suatu teori yang secara garis besar
adalah hasil kerja dari Count Rumford (1753-1814), James
Joule (1818-1889), dan James Clerk Maxwell (1831-1875),
yang menjelaskan sifat-sifat zat berdasarkan gerak acak terus
menerus dari molekul-molekulnya. Dalam gas misalnya,
tekanan gas adalah berkaitan dengan tumbukan yang tak
henti-hentinya dari molekul-molekul gas terhadap dinding-
dinding wadahnya.
• Gas yang di pelajari adalah gas ideal, yaitu gas yang secara
tepat memenuhi hukum-hukum gas. Dalam keadaan nyata,
tidak ada gas yang termasuk gas ideal, tetapi gas-gas nyata
pada tekanan rendah dan suhunya tidak dekat dengan titik
cair gas, cukup akurat memenuhi hukum-hukum gas ideal.
28. • Hubungan antara Tekanan, Suhu, dan Energi Kinetik Gas
Jika suhu gas berubah, maka kecepatan partikel gas
berubah. Jika kecepatan partikel gas berubah, maka
energi kinetik tiap partikel gas dan tekanan gas juga
berubah. Hubungan ketiga faktor tersebut secara
kuantitatif membentuk persamaan :
Persamaan 𝑃 =
𝑁𝑚𝑣2
3𝑉
dapat disubstitusi dengan
persamaan energi kinetik, yaitu Ek = ½ mv2 , sehingga
terbentuk persamaan :
𝑷 =
𝑵𝒎𝒗 𝟐
𝟑𝑽
karena 𝒎𝒗 𝟐
= 𝟐𝑬𝒌 jadi,
𝑷 =
𝑵∙𝟐𝑬𝒌
𝟑𝑽
=
𝟐
𝟑
∙
𝑵∙𝑬𝒌
𝑽
dengan Ek = Energi kinetik pertikel gas (J)
29. • Dengan mensubstitusikan persamaan umum gas
ideal pada persamaan tersebut, maka akan
diperoleh hubungan energi kinetik dengan suhu gas
sebagai berikut:
𝑷𝑽 = 𝑵𝒌𝑻
𝑷 =
𝑵𝒌𝑻
𝑽
=
𝟐
𝟑
∙
𝑵
𝑽
∙ 𝑬𝒌
Jadi :
Dengan T = suhu (K)
𝑬𝒌 = 𝟑
𝟐 𝒌𝑻