1. Dokumen tersebut membahas pentingnya auditor memperoleh bukti yang tepat dan memadai selama proses audit laporan keuangan untuk mendukung pendapat yang diberikan.
2. Terdapat beberapa jenis bukti audit seperti bukti fisik, konfirmasi, dokumen, matematik, analitis, dan keterangan.
3. Kecukupan dan kesesuaian bukti dipengaruhi oleh faktor seperti materialitas, risiko audit, dan keterbatasan sum
1. Mata Kuliah Auditing Lanjutan
Nama Dosen Dr. Yudhi Herliansyah Ak, MSi, CA, CSRA, CPAI
Judul Modul The building blocks of Auditing: Asersi Manajemen, Tanggung
Jawab Auditor, Materialitas dan Bukti Audit
Nama Mahasiswa Yenny Farlina Yoris
NIM 55516120048
Jurusan Magister Akuntansi - Pagi
Quiz:
JELASKAN MENGAPA AUDITOR HARUS MEMPEROLEH BUKTI YANG TEPAT, DAN
MEMADAI.
JELASKAN BAGAIMANA BUKTI TEPAT DIPEROLEH SELAMA AUDIT
BERLANGSUNG???
Tujuan audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat atas kewajaran
laporan keuangan klien. Untuk mendasari pemberian pendapat tersebut, maka auditor
harus menghimpun dan mengevaluasi bukti – bukti yang mendukung laporan keuangan
tersebut. Dengan demikian, pekerjaan audit adalah pekerjaan mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti, dan sebagian besar waktu audit sebenarnya tercurah pada
perolehan atau pengumpulan dan pengevaluasian bukti tersebut. Itu mengapa dalam
setiap auditnya seorang Auditor harus memastikan bahwa dirinya memiliki bukti yang
tepat serta memadai untuknya mengeluarkan pendapat atau opini atas penyajian suatu
laporan keuangan.
Bukti audit merupakan suatu konsep yang fundamental di dalam audit, dan hal
itu dinyatakan dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Ikatan Akuntan Indonesia
(2001 : 326 pr. 1) menyatakan bahwa : “ Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi :
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
2. pengajuan pernyataan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan.”
1. Definisi Bukti Audit
Mulyadi (2002 : 74) mendefinisikan bukti audit sebagai : Segala informasi yang
mendukung angka – angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan,
yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya.
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data akuntansi dan semua
informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.
Arens, Elder dan Beasley (2008 : 225) mendefinisikan bukti audit “sebagai setiap
informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit
telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan”
2. Jenis Bukti Audit
Menurut Konrath (2002), bukti audit terdiri atas bermacam fakta dan inferensi
yang mempengaruhi pemikiran seorang auditor atas sebuah penyajian laporan
keuangan. Sehingga, berdasarkan karakteristiknya, terdapat 2 (dua) bentuk bukti audit
yakni faktual dan inferensal. Bukti faktual merupakan bukti yang daripadanya dapat
ditarik kesimpulan secara langsung. Secara umum bukti faktual dianggap lebih kuat
dibandingkan bukti inferensial. Berbeda halnya dengan bukti inferensial, yang tidak
secara langsung menghasilkan suatu kesimpulan bagi auditor. Meski begitu, bukti
inferensial memiliki peranan yang cukup penting dan tidak dapat diabaikan sebab
mampu memberikan sinyalemen yang mengarah kepada suatu hal yang seharusnya
menjadi perhatian auditor.
Konrath (2002) juga membagi bukti audit ke dalam 6 (enam) jenis, yakni:
1. Bukti Fisik (Physical Evidence)
2. Bukti Konfirmasi (Evidence Obtained through Confirmation)
3. Bukti Dokumen (Documentary Evidence)
4. Bukti Matematik (Mathematical Evidence)
5. Bukti Analitik (Analytical Evidence)
6. Bukti Keterangan (Hearsay or Oral Evidence)
2.1 Bukti Fisik
Menurut Konrath (2002), bukti fisik terdiri atas setiap hal yang dapat dihitung
(counted), diamati, maupun diinspeksi. Bukti fisik, melalui sifatnya yang faktual,
memberikan dukungan utama bagi tujuan audit keberadaan (existence). Bukti fisik
mencakup bukti-bukti audit yang dikategorikan oleh Arens (2012) sebagai pemeriksaan
fisik (physical examination), observasi (observation), dan reperformance.
1. Pemeriksaan Fisik
3. Menurut Arens (2012) pemeriksaan fisik merupakan inspeksi atau perhitungan
atas tangible assets oleh auditor. Terdapat perbedaan antara pemeriksaan fisik
dengan pemeriksaan dokumen. Jika objek yang diperiksa tidak memiliki nilai
bawaan (inherent value), maka bukti auditnya disebut sebagai bukti audit
dokumen, sepeti pemeriksan atas dokumen penjualan, maupun dokumen cek
yang belum diterbitkan.
Secara umum, pemeriksaan fisik bertujuan untuk memastikan kuantitas dan
wujud dari aset. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan fisik juga menjadi metode
untuk melakukan evaluasi atas kondisi dan kualitas aset. Pemeriksaan fisik,
secara langsung mengandung maksud untuk melakukan verifikasi bahwa aset
benar-benar ada (existence objective) dan juga bahwa seluruh aset yang ada
memang telah dicatat (completeness objective).
2. Observasi
Menurut Arens (2012), observasi adalah penggunaan indera untuk menilai
aktivitas klien. Sepanjang pelaksanaan audit, Meski termasuk ke dalam bukti
audit, penting bagi auditor untuk menindaklanjuti kesan awal yang diperoleh
melalui observasi dengan bukti-bukti penguat.
3. Repreformance
Merupakan pengujian independen oleh auditor, atas prosedur akuntansi maupun
aktivitas pengendalian oleh klien, yang merupakan bagian dari sistem akuntansi
dan pengendalian milik klien (Arens, 2012). Reperformance jamak digunakan
sebagai salah satu metode dalam pelaksanaan tahapan audit uji pengendalian
(Test of Control). Contoh dari reperformance adalah auditor melakukan
perbandingan harga pada invoice dengan daftar harga, serta auditor melakukan
kembali analisis dan klasifikasi aging atas tagihan yang dimiliki klien. Atau ketika
auditor menggunakan dummy data untuk diolah dalam sistem informasi klien
(data testing) untuk keperluan uji kecukupan pengendalian sistem informasi
klien.
2.2 Bukti Konfirmasi
Arens (2012) menyebutkan bahwa konfirmasi merupakan perolehan tanggapan
langsung tertulis dari pihak ketiga yang memberikan verifikasi atas akurasi informasi
yang diminta oleh auditor. Permintaan tersebut ditujukan oleh auditor kepada klien, dan
klien yang akan meminta pihak ketiga untuk memberikan respon secara langsung
kepada auditor.
2.3 Bukti Dokumen
Bukti audit lain menurut Arens (2012) adalah bukti dokumen. Auditor melakukan
pemeriksaan atas dokumen dan catatan klien. Dokumen yang diperiksa adalah catatan
yang digunakan oleh klien untuk menyediakan informasi yang bertujuan untuk
melaksanakan bisnis secara terorganisasi. Bukti dokumen dapat berwujud kertas,
elektronik, maupun bentuk lainnya.
4. Bukti dokumen dapat diklasifikasikan sebagai dokumen internal maupun
dokumen eksternal. Dokumen internal disiapkan dan digunakan di dalam organisasi
tanpa diserahkan kepada pihak luar organisasi. Sedangkan dokumen eksternal
diserahkan oleh pihak di luar organisasi klien yang terlibat dalam transaksi yang
terdokumentasikan, dan disimpan oleh klien ataupun dapat diperoleh sewaktu-waktu.
Determinan utama bagi kesediaan auditor untuk menerima sebuah dokumen
sebagai bukti yang memadai adalah apakah dokumen tersebut berasal dari pihak luar
(eksternal) atau dari dalam organisasi (internal). Dan ketika dokumen tersebut
merupakan dokumen internal, perlu diidentifikasi apakah dokumen tersebut dihasilkan
dari proses dengan pengendalian internal yang memadai, ataukah tidak. Namun ketika
dokumen tersebut berasal dari eksternal, maka diindikasikan bahwa setiap pihak yang
terlibat dalam transaksi, baik klien maupun pihak di lain yang terlibat, telah menyetujui
informasi dan kondisi yang tertera dalam dokumen. Sehingga dokumen eksternal
dianggap lebih dapat diandalkan.
2.4 Bukti Matematik
Konrath (2002) menyebut bahwa bukti matematik terdiri atas kalkulasi, rekalkulasi dan
rekonsiliasi yang dilakukan oleh auditor. Bukti matematik tergolong bukti faktual sebab
auditor melaksanakan komputasi atas data. Bukt matematik berkaitan utamanya
dengan pengujian atas alokasi dan prinsip akrual. Contoh dari alokasi dan prinsip akrual
yang diuji melalui rekalkulasi untuk memperoleh bukti matematik adalah perhitungan
depresiasi, pajak, gaji, serta laba ataupun rugi dalam pelepasan aset.
Lebih lanjut Konrath (2002) mengutip bahwa GAAS mengharuskan auditor untuk secara
teliti melakukan evaluasi apakah estimasi yang dibuat oleh manajemen sudah
memadai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh auditor adalah
mengembangkan ekspektasi independen atas estimasi untuk mengkonfirmasi estimasi
manajemen. Hal inilah yang dapat juga menghasilkan bukti matematik. Seperti
misalnya, auditor dapat melakukan perhitungan ulang atas beban warranty, NRV atas
persediaan, atau pembentukan cadangan.
Begitu pula dengan rekonsiliasi, sebab melibatkan sejumlah komputas, maka dapat
pula dikategorikan sebagai bukti matematik. Contohnya adalah rekonsiliasi bank, serta
rekonsiliasi pencatatan pada perusahaan dengan anak (subsidiaries).
2.5 Bukti Analitik
Mengutip AICPA Professional Standards, Konrath (2012) menyatakan bahwa prosedur
bukti analitik merupakan pengujian substantif atas informasi keuangan dengan
melakukan studi dan perbandingan atas hubungan di antara data. Prosedur analitik
digunakan pada tahap perencanaan serta penyelesaian audit. Pada tahap
perencanaan, prosedur analitik digunakan untuk mengidentifikasi area dengan risiko
audit yang tinggi. Sedangkan pada tahap penyelesaian, kembali auditor menggunakan
prosedur analitik untuk melakukan evaluasi atas kewajaran saldo dan transaksi setelah
audit.
Arens (2012) mengidentifikasi setidaknya ada 4 (empat) tujuan dari prosedur analitik:
5. 1. Memahami industri dan bisnis klien. Auditor diharuskan memperoleh
pengetahuan berkaitan dengan industri dan bisnis klien sebagai bagian dari
perencanaan audit. Pada prosedur analitik yang membandingkan antara data
keuangan perusahaan dengan tahun sebelumnya, perubahan-perubahan yang
terjadi diperhatikan.
2. Menilai keberlangsungan (going concern) perusahaan. Prosedur analitik
seringkali digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah entitas sedang
mengalami masalah keuangan. Beberapa prosedur anaalitik dapat membantu
auditor menilai kemungkinan pailit. Contohnya adalah rasio hutang jangka
panjang atas nilai bersih perusahaan yang di atas normal, bersamaan dengan
rasio laba atas total aset yang lebih rendah dari rata-rata, mengindikasikan
besarnya risiko pailit.
3. Mengindikasikan adanya kemungkinan salah saji laporan keuangan. Salah
saji laporan keuangan dapat menjadi salah satu sebab bagi fluktuasi yang tidak
wajar. Adanya fluktuasi tidak wajar yang ditemui ketika melakukan komparasi
data keuangan tahun ini dengan tahun sebelumnya. Ketika fluktuasi yang tidak
wajar nilainya sangat besar, maka auditor harus menemukan sebab alasan
terjadinya fluktuasi tersebut, dan memastikan bahwa hal tersebut disebabkan
adanya suatu kejadian ekonomi yang valid, alih-alih dikarenakan salah saji
akuntansi.
4. Mengurangi pengujian audit yang detail. Manakala prosedur analitik tidak
menunjukkan adanya fluktuasi yang tidak wajar, hal ini berdampak pada kecilnya
kemungkinan salah saji material. Dalam hal ini, prosedur analitik menjadi bukti
substantif yang mendukung kewajaran penyajian saldo neraca yang
bersangkutan.
2.6 Bukti Keterangan
Arens (2012) menyebut bukti keterangan (hearsay evidence) dengan istilah inquiries of
the client. Merupakan perolehan informasi baik secara tertulis maupun lisan sebagai
tanggapan atas pertanyaan dari auditor. Meskipun bukti keterangan yang diperoleh
tersebut dapat dipertimbangkan, namun biasanya bukti tersebut dianggap kurang
konklusif sebab berasal dari sumber yang tidak independen dan mungkin saja bias
sebab keberpihakan kepada kepentingan klien.
3. Kesesuaian dan Kecukupan Bukti
Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang
mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari:
- Materialitas
Auditor harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan
keuangan. Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti
audit yang diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak
kuantitas bukti yang diperlukan. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah
berarti torelable missunderstatement rendah. Rendahnya salah saji dapat
ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga
auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.
6. - Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan
untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko
audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai
ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor
untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit
yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.
- Faktor-Faktor Ekonomi
Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh
bukti yang digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat
atas kewajaran laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala
waktu dan biaya dalam menghimpun bukti. Auditor harus memperhitungkan
apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti seimbang
dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kuliatas
bukti yang dihimpun.
- Ukuran dan Karakteristik Populasi
Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada
untuk mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan
bukti audit pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.
Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang
harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah
sampel bukti audit yang harus diambil dari populasinya.
Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item
individual yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel
atau informasi yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi
anggotanya daripada populasi yang seragam.
4. Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan
relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan
pemerolehan bukti tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum
mengenai dapat diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada
pengecualian penting yang ada. Namun, jika pengecualian yang penting dapat
diketahui, anggapan berikut ini mengenai keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun
satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan, dapat bermanfaat:
a. Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan,
untuk tujuan audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan
keandalan yang lebih daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu
sendiri.
b. Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang
diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
c. Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui
inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat
menyimpulkan dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung.
7. Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi
berkaitan erat dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif
pengendalian intern klien, semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan.
Kompetensi bukti yang berupa informasi penguat tergantung pada beberapa faktor,
yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud
tertentu. Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan
digunakan untuk menentukan keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik
persediaan tidak relevan digunakan untuk menentukan apakah persediaan tersebut
benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang
independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini
memberikan tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan
dan diperoleh dari dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan
waktu sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan
rekening laporan rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui
apakah cutoff telah dilakukan secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif.
Dalam menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus
mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan
menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement.
5. Memastikan bukti yang tepat diperoleh selama proses audit.
Sebagaimana di sebutkan di atas menurut Mulyadi, Pembahasan bukti audit ini
didasarkan pada Standar pekerjaan lapangan ketiga yang berbunyi: "Bukti audit
kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan auditan. "Ada empat kata penting dalam standar tersebut yang perlu
dijelaskan yaitu (1) Bukti (2) Cukup (3) Kompeten (4) Sebagai dasar yang layak.
Pengumpulan bukti dilakukan dari 2 arah secara simultan (top-down & bottom-up), yaitu
top-down audit evidence dan Bottom-up audit evidence.
1. Top-down audit evidence
Fokus kepada perolehan pemahaman bisnis & industri klien, tujuan & sasaran
manajemen, penggunaan sumber2 untuk mencapai tujuan, keunggulan
kompetitif organisasi klien, proses bisnis yang utama, earnings dan cash flow
yang dihasilkan.Tujuan memperoleh pengetahuan tentang perusahaan klien dan
mengembangkan harapan auditor terhadap laporan keuangan
2. Bottom-up audit evidence
8. Fokus kepada pengujian2 secara langsung terhadap transaksi2, saldo2 akun,
dan system yang mencatat transaksi dan menghasilkan saldo2 akun. Tujuan
memperoleh & bukti2 yang mendukung transaksi2 & saldo2 akun dalam laporan
keuangan
Untuk memperoleh dan memastikan bukti yang di dapat adalah tepat, beberapa hal di
bawah ini perlu di perhatikan oleh seorang Audit.
1. Penentuan prosedur audit yang akan digunakan untuk mengumpulkan bukti
audit, auditor mengunakan prosedur audit
2. Penentuan Besarnya Sampel
Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor
untuk setiap prosedur audit. Besarnya sampel akan berbeda-beda di antara yang
satu dengan audit yang lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit yang
lain.
3. Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih
memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk
diperiksa.
4. Penentuan Waktu yang Cocok untuk Melaksanakan Prosedut Audit
Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu,
biasa nya 1 tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera
awal tahun. Umumnya, klien menghendaki diselesaikan dalam jangka waktu satu
minggu dengan tiga bulan setelah tanggal neraca.
Prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi:
1. Inspeksi
Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen dan catatan-
catatan atau kondisi fisik sesuatu. Dengan melakukan inspeksi terhadap kondisi
fisik suatu aktiva tetap misalnya, auditor akan dapat menaksir keaslian
dokumen,atau mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang mungkin
dilakukan.
2. Pengamatan
Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk
melihat pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Konfirmasi
Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor
memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.
4. Permintaan keterangan
Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan
meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini
adalah bukti lisan dan dokumenter.
5. Penelusuran
Dalam melaksanakan prosedur audit ini, auditor melakukan penelurusan
informasi sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen,
dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi.
9. 6. Pemeriksaan dokumen pendukung.
Pemeriksaan dokumen pendukung merupakan prosedur audit yang meliputi:
- Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mengdukung suatu transaksi atau
data keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
- Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
7. Perhitungan
Perhitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas pertanggung
jawaban semua formulir bernomor urut tercetak.
8. Scanning
Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar
untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan
penyelidikkan lebih mendalam.
9. Pelaksanaan ulang
Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh
klien. Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada perhitungan dan
rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien.
10. Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
Bilamana catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik,
auditor perlu menggunakan teknik audit berbentuan komputer dalam
menggunakan berbagai prosedur audit yang dijelaskan diatas. .