SlideShare a Scribd company logo
1 of 70
Download to read offline
Kuliahdaringdikti.go.id
Dr. Tri Wiratno, M.A.
Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sebelas Maret
Email: wiratno.tri@gmail.com.
Ponsel: 081229795656
1
PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN
(Edisi kedua berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor
0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987, dicermatkan pada Rapat Kerja ke-30 Panitia Kerja Sama
Kebahasaan di Tugu, tanggal 16-20 Desember 1990 dan diterima pada Sidang Ke-30 Majelis Bahasa Brunei
Darussalam-Indonesia-Malaysia di Bandar Seri Begawan, tanggal 4-6 Maret 1991)
I Pemakaian Huruf
A Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa
Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap
huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama
A a
B b
C c
D d
E e
F f
G g
H h
I i
a
be
ce
de
e
ef
ge
ha
i
J j
K k
L l
M m
N n
O o
P p
Q q
R r
je
ka
el
em
en
o
pe
ki
er
S s
T t
U u
V v
W w
X x
Y y
Z z
es
te
u
fe
we
eks
ye
zet
B Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa
Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
Huruf
Vokal
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
a
e*
i
o
u
api
enak
emas
itu
oleh
ulang
padi
petak
kena
simpan
kota
bumi
lusa
sore
tipe
murni
radio
ibu
* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan
tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonton film seri (séri).
Pertandingan itu berakhir seri.
C Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa
Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l,
m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Huruf
Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
b
c
d
f
g
h
j
k
l
m
n
p
q**
r
bahasa
cakap
dua
fakir
guna
hari
jalan
kami
-
lekas
maka
nama
pasang
Quran
raib
sebut
kaca
ada
kafir
tiga
saham
manja
paksa
rakyat*
alas
kami
anak
apa
Furqan
bara
adab
-
abad
maaf
balig
tuah
mikraj
sesak
bapak*
kesal
diam
daun
siap
-
putar
Huruf
Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
s
t
v
w
x**
y
z
sampai
tali
varia
wanita
xenon
yakin
zeni
asli
mata
lava
bawa
-
payung
lazim
lemas
rapat
-
-
-
-
juz
* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan
keperluan ilmu.
D Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang
dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Huruf
Diftong
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
ai
au
oi
ain
aula
-
syaitan
saudara
boikot
pandai
harimau
amboi
E Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat
gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy.
Gabungan
Huruf
Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
kh
ng
ny
sy
khusus
ngilu
nyata
syarat
akhir
bangun
hanyut
isyarat
tarikh
senang
-
arasy
F Pemenggalan Kata *)
1 Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan
sebagai berikut.
a Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan,
pemenggalan itu dilakukan di antara kedua
huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah
diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la
sau-da-ra
am-boi
bukan
bukan
bukan
a-u-la
sa-u-da-ra
am-b-oi
b Jika di tengah kata ada huruf konsonan,
termasuk gabungan-huruf konsonan, di antara
dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan
sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
*
Lihat Pedoman Pemenggalan Kata
2
ba-pak
la-wan
mu-ta-khir
ba-rang
de-ngan
su-lit
ke-nyang
c Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan
yang berurutan, pemenggalan dilakukan di
antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan
huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di
cap-lok
makh-luk
som-bong
Ap-ril
swas-ta
bang-sa
d Jika di tengah kata ada tiga buah huruf
konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di
antara huruf konsonan yang pertama dan huruf
konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men
in-fra
ben-trok
ul-tra
bang-krut
ikh-las
2 Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan,
termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis
serangkai dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an
mem-bantu
me-rasa-kan
pergi-lah
Catatan:
a Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-
dapatnya tidak dipenggal.
b Akhiran –i tidak dipenggal. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal
E, Ayat 1.)
c Pada kata yang berimbuhan sisipan,
pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya
te-lun-juk
si-nam-bung
ge-li-gi
3 Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur
dan salah satu unsur itu dapat bergabung
dengan unsur lain, pemenggalan dapat
dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2)
pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah
1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
kilo-meter, ki-lo-me-ter
pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang
lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan kecuali jika ada
pertimbangan khusus.
II Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
A Huruf Kapital atau Huruf Besar
1 Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai
huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2 Huruf kapital dipakai sebegai huruf pertama
petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya,”Kapan kita pulang?”
Bapak menasihatkan,”Berhati-hatilah, Nak!”
“Kemarin engkau terlambat,”katanya.
“Besok pagi,” kata Ibu,”dia akan berangkat”.
3 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
dalam ungkapan yang berhubungan dengan
nama, Tuhan dan kitab suci, termasuk kata
ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah
Yang Mahakuasa
Yang Maha Pengasih
Alkitab
Quran
Weda
Islam
Kristen
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar
kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hama-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang
Engkau beri rahmat.
4 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
5 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai
pengganti nama orang tertentu, nama instansi,
atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husen Sastranegera
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak
diikuti nama orang, atau nama tempat.
3
Misalnya:
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik
menjadi mayor jenderal.
6 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel
10 volt
5 ampere
7 Huruf kapital dipakasi sebagai huruf pertama
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
mengindonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
Misalnya
bulan Agustus
bulan Maulid
hari Galungan
hari Jumat
hari Lebaran
hari Natal
Perang Candu
tahun Hijriah
tarikh Masehi
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai
sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan
kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko
pecahnya perang dunia.
9 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara
Banyuwangi
Bukit Barisan
Cirebon
Danau Toba
Dataran Tinggi Dieng
Kali Brantas
Lembah Baliem
Ngarai Sianok
Pegunungan Jaya-
wijaya
Selat Lombok
Gunung Semeru
Jalan Diponegoro
Jazirah Arab
Tanjung Harapan
Teluk Benggala
Terusan Suez
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyeberangi selat
pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
10 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
semua unsur nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama
dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden Republik Indonesia,
Nomor 57, Tahun 1972
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama kata yang bukan nama resmi negara,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik
Beberapa badan hukum
Kerja sama antara pemerintah dan rakyat
Menurut undang-undang yang berlaku
11 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat
kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti
di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak
terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke
Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
4
Dia adalah agen surat kabar Sinar
Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah “Asas-asas
Hukum Perdata”.
13 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.
Misalnya:
Dr.
M.A.
S.H.
S.S.
Prof.
Tn.
Ny.
Sdr.
doktor
master of arts
sarjana hukum
sarjana sastra
profesor
tuan
nyonya
saudara
14 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak,
ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto.
Adik bertanya,”Itu apa, Bu?”
Surat Saudara sudah saya terima.
“Silakan duduk, Dik!” kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
yang tidak dipakai dalam pengacuan atau
penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah
berkeluarga.
15 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata
ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
B Huruf Miring
1 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya
2 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf
kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan
asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia
mangostana.
Politik devide et impera pernah merajalela di
negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan
menjadi ‘pandangan dunia’.
Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kudeta.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau
kata yang akan dicetak miring diberi satu garis
di bawahnya.
III Penulisan Kata
A Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu
kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
B Kata Turunan
1 Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis
serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergeletar
dikelola
penetapan
menengok
mempermainkan
2 Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan
atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang
langsung mengikuti atau mendahuluinya (Lihat
juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan
menganak sungai
garis bawahi
sebar luaskan
3 Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata
mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur
gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal
E, Ayat 5.)
Misalnya:
mengggarisbawahi
dilipatgandakan
menyebarluaskan
penghancurleburan
4 Jika salah satu unsur gabungan kata hanya
dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis
serangkai.
Misalnya:
adipati
aerodinamika
mahasiswa
mancanegara
5
antarkota
anumerta
audiogram
awahama
bikarbonat
biokimia
caturtunggal
dasawarsa
dekameter
demoralisasi
dwiwarna
ekawarna
ekstrakurikuler
elektroteknik
infrastruktur
inkonvensional
introspeksi
kolonialisme
kosponsor
multilateral
narapidana
nonkolaborasi
Pancasila
panteisme
paripurna
poligami
pramuniaga
prasangka
purnawirawan
reinkarnasi
saptakrida
semiprofesional
subseksi
swadaya
telepon
transmigrasi
tritunggal
ultramodern
Catatan:
a Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf
awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua
unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-indonesia pan-afrikanisme
b Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti
oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar,
gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa
melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Pengasih.
C Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkat dengan
menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak
biri-biri
buku-buku
bumiputra-
bumiputra
centang-perenang
hati-hati
hulubalang-
hulubalang
kuda-kuda
kupu-kupu
kura-kura
laba-laba
mata-mata
sia-sia
undang-undang
gerak-gerik
huru-hara
lauk- pauk
mondar-mandir
porak-poranda
ramah-tamah
sayur-mayur
tukar-menukar
tunggang-langgang
terus-menerus
berjalan-jalan
menulis-nulis
dibesar-besarkan
D Gabungan Kata
1 Gabungan kata yang lazim disebut kata
majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar mata pelajaran
orang tua
kambing hitam
persegi panjang
model linear
simpang empat
meja tulis
kereta api cepat luar biasa
rumah sakit umum
2 Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang
mungkin menimbulkan kesalahan pengertian,
dapat ditulis dengan tanda hubung untuk
menegaskan pertalian di antara unsur yang
bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar
ibu-bapak kami
anak-istri saya
watt-jam
buku sejarah-baru
orang-tua muda
mesin-hitung tangan
3 Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali
adakalanya
akhirulkalam
alhamdulillah
astagfirullah
bagaimana
barangkali
beasiswa
belasungkawa
bilamana
bismillah
bumiputra
daripada
darmabakti
darmasiswa
darmawisata
dukacita
halalbihalal
hulubalang
kacamata
kasatmata
kepada
keratabasa
kilometer
manakala
manasuka
mangkubumi
matahari
olahraga
padahal
paramasastra
peribahasa
puspawarna
radioaktif
saptamarga
saputangan
saripati
sebagaimana
sediakala
segitiga
sekalipun
silaturahmi
sukacita
sukarela
sukaria
syahbandar
titimangsa
wasalam
E Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu,
dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di
perpustakaan.
F Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah
dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap
sebagai satu kata seperti kepada dan
daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam semalam di sini.
6
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis
serangkai.
Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak
penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada
tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa itu hadir
dalam kenduri itu.
G Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si
pengirim.
H Partikel
1 Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai
dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2 Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau
belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya
adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun,
biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun,
meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun
ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya
menyelesaikan tugas itu.
Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut
berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaan
dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3 Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’
ditulis terpisah dari bagian kalimat yang
mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1
April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per
satu.
Harga kain ini Rp2.000,00 per helai.
I Singkatan dan Akronim
1 Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang
terdiri atas satu huruf atau lebih.
a Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan,
jabatan, atau pengkat diikuti dengan tanda
titik.
Misalnya:
A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A.
M.Sc.
S.E.
S.Kar
S.K.M.
Bpk.
Sdr.
Kol.
master of business administration
master of science
sarjana ekonomi
sarjana karawitan
sarjana kesehatan masyarakat
Bapak
Saudara
Kolonel
b Singkatan nama resmi lembaga pemerintah
dan ketatanegaraan, badan atau organisasi,
serta nama dokumen resmi yang terdiri atas
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital
dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR
PGRI
GBHN
SMTP
PT
KTP
Dewan Perwakilan Rakyat
Persatuan Guru Republik Indonesia
Garis-Garis Besar Haluan Negara
sekolah menengah tingkat pertama
perseroan terbatas
kartu tanda pengenal
c Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf
atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya
dll.
dsb.
dst.
hlm.
sda.
yth.
dan lain-lain
dan sebagainya
dan seterusnya
halaman
sama dengan atas
yang terhormat
Tetapi:
a.n.
d.a.
u.b.
u.p.
atas nama
dengan alamat
untuk beliau
untuk perhatian
7
d Lambang kimia, singkatan satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Cu
TNT
cm
kVA
l
kg
Rp
kuprum
trinitrotoluena
sentimeter
kilovolt-ampere
liter
kilogram
rupiah
2 Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan
huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
yang diperlakukan sebagai kata.
a Akronim nama diri yang berupa gabungan
huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI
LAN
PASI
IKIP
SIM
Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia
Lembaga Administrasi Negara
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Surat izin mengemudi
b Akronim nama diri yang berupa gabungan
suku kata atau gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata ditulis denganjuruf awal huruf
kapital.
Misalnya:
Akabri
Bappenas
Iwapi
Kowani
Sespa
Akademi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia
Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
Ikatan Wanita Pengusaha
Indonesia
Kongres Wanita Indonesia
Sekolah Staf Pimpinan
Administrasi
c Akronim yang bukan nama diri yang berupa
gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu
radar
rapim
rudal
tilang
pemilihan umum
radio detecting and ranging
rapat pimpinan
peluru kendali
bukti pelanggaran
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim,
hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut. (1)
Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah
suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2)
Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang
sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
J Angka dan Lambang Bilangan
1 Angka dipakai untuk menyatakan lambang
bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab
Angka Romawi
: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII,
IX, X, L (50), C (100), D
(500), M (1000), V (5 000),
M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-
pasal yang berikut ini.
2 Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran
panjang, bobot, luas, dan isi, (ii) satuan waktu,
(iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
0,5 sentimeter
5 kilogram
4 meter persegi
10 liter
Rp5.000,00
US$3.50*
$5.10
Y100
2.000 rupiah
1 jam 20 menit
pukul 15.00
tahun 1928
17 Agustus 1945
50 dolar Amerika
10 paun Inggris
100 yen
10 persen
27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda desimal
3 Angka lazim dipakai untuk melambangkan
nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4 Angka dingunakan juga untuk menomori bagian
karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5 Penulisan lambang bilangan dengan huruf
dilakukan sebagai berikut.
a Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas
dua puluh dua
dua ratus dua puluh dua
12
22
222
b Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah
tiga perempat
seperenam belas
tiga dua pertiga
seperseratus
satu persen
satu permil
satu dua persepuluh
½
¾
1
/16
3
2
/3
1
/100
1%
1‰
1,2
6 Penulisan lambang bilangan tingkat dapat
dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya:
8
Paku Buwono X
Paku Buwono ke-10
Paku Buwono kesepuluh
Bab II
Bab ke-2
Bab kedua
Abab XX
Abad ke-20
Abad kedua puluh
Tingkat V
Tingkat ke-5
Tingkat kelima
7 Penulisan lambang bilangan yang mendapat
akhiran -an mengikuti cara yang berikut. (Lihat
juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
Tahun ’50-an
Uang 5000-an
Uang lima 1000-an
atau
atau
atau
Tahun lima puluhan
Uang lima ribuan
Uang lima seribuan
8 Lambang bilangan yang dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai
secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang
setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang
memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempuh untuk
pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100
helicak, 100 bemo.
9 Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis
dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
250 orang tamu diundang Pak Darmo.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang
Pak Darmo.
10 Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang
besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman
250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120
juta orang.
11 Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan
huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam
dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang
pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang
pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus
lima) buku dan majalah.
12 Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan
huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar
Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh
sembilan dan tujuh puluh lima perseratus
rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar
999,75 (sembilan ratus sembilan puluh
sembilan dan tujuh puluh lima perseratus)
rupiah.
IV Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia
menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik
dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing
seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau
Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman
dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua
golongan besar.
Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya
terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti
reshuffle, shuttle cock, l’exploitation de l’homme
par l’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam
konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya
masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan
penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar
ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga
bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan
dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu
ialah sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
paal
baal
octaaf
pal
bal
oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerobe
aerrodinamics
aerob
aerodinamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin
haematite
hemoglobin
hematit
9
ai tetap ai
trailer
caisson
trailer
kaison
au tetap au
audiogram
autotroph
tautomer
hydraulic
caustic
audiogram
autotrof
tautomer
hidraulik
kaustik
c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k
calomel
construction
cubic
coup
classification
crystal
kalomel
konstruksi
kubik
kup
klasifikasi
kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
central
cent
cybernetics
circulation
cylinder
coelom
sentral
sen
sibernetika
sirkulasi
silinder
selom
cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k
accomodation
acculturation
acclimatization
accumulation
acclamation
akomodasi
akulturasi
aklimatisasi
akumulasi
aklamasi
cc di muka e dan i menjadi ks
accent
accessory
vaccine
aksen
aksesori
vaksin
cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k
saccharin
charisma
cholera
chromosome
technique
sakarin
karisma
kolera
kromosom
teknik
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon
machine
eselon
mesin
ch yang lafalnya c menjadi c
check
China
cek
Cina
ç (sanskerta) menjadi s
çabda
çastra
sabda
sastra
e tetap e
effect
description
synthesis
efek
deskripsi
sintesis
ea tetap ea
idealist
habeas
idealis
habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer
systeem
stratosfer
sistem
ei tetap ei
eicosane
eidetic
einsteinium
eikosana
eidetik
einsteinium
eo tetap eo
stereo
geometry
zeolite
stereo
geometri
zeolit
eu tetap eu
neutron
eugenol
europium
neutron
eugenol
europium
f tetap f
fanatic
factor
fossil
fanatik
faktor
fosil
gh menjadi g
sorghum sorgum
gue menjadi ge
igue
gigue
ige
gige
i pada awal suku kata di muka vokal, tetap i
iambus
ion
iota
iambus
ion
iota
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek
tiem
politik
tim
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
variety
patient
efficient
varietas
pasien
efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus
akhir
khusus
akhir
ng tetap ng
contingent
congres
linguistics
kontingen
kongres
linguistik
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen
oenology
foetus
estrogen
enology
fetus
oo (Belanda) menjadi o
komfoor
provoost
kompor
provos
oo (Inggris) menjadi u
cartoon
proof
pool
kartun
pruf
pul
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology
coordination
zoologi
koordinasi
ou menjadi u jika lafalnya u
gouverneur
coupon
contour
gubernur
kupon
kontur
ph menjadi f
phase
physiology
spectograph
fase
fisiologi
spektograf
ps tetap ps
pseudo
psychiatry
psychosomatic
pseudo
psikiatri
psikosomatik
10
pt tetap pt
pterosaur
pteridology
ptyalin
pterosaur
pteridologi
ptialin
q menjadi k
aquarium
frequency
equator
akuarium
frekuensi
ekuator
rh menjadi r
rhapsody
rhombus
rhythm
rhetoric
rapsodi
rombus
ritme
retorika
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium
scotopia
scutella
sclerosis
scriptie
skandium
skotopia
skutela
sklerosis
skripsi
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography
scintillation
scyphistoma
senografi
sintilasi
sifistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema
schizophrenia
scholasticism
skema
skizofrenia
skolastisisme
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio
action
patient
rasio
aksi
pasien
th menjadi t
theocracy
orthography
thiopental
thrombosis
methode
teokrasi
ortografi
tiopental
trombosis
metode
u tetap u
unit
nucleolus
structure
institute
unit
nukleolus
struktur
institut
ua tetap ua
dualisme
aquarium
dualisme
akuarium
ue tetap ue
suede
duet
sued
duet
ui tetap ui
equinox
conduite
equinoks
konduite
uo tetap uo
fluoresein
quorum
quota
fluoresein
kuorum
kuota
uu menjadi u
prematuur
vacuum
prematur
vakum
v tetap v
vitamin
television
vitamin
televisi
cavalry kavaleri
x pada awal kata tetap x
xanthate
xenon
xylophone
xantat
xenon
xilofon
x pada posisi lain menjadi ks
executive
taxi
exudation
latex
eksekutif
taksi
eksudasi
lateks
xc di muka e dan i menjadi ks
exception
excess
excision
excitation
eksepsi
ekses
eksisi
eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation
excommunication
excursive
exclusive
ekskavasi
ekskomunikasi
ekskursif
eksklusif
y tetap y jika lafalnya y
yakitori
yangonin
yen
yuan
yakitori
yangonin
yen
yuan
y menjadi i jika lafalnya i
yttrium
dynamo
propyl
psychology
itrium
dinamo
propil
psikologi
z tetap z
zenith
zirconium
zodiac
zygote
zenit
zirkonium
zodiak
zigot
Konsonan ganda mejadi konsonan tunggal kecuali
kalau dapat membingungkan.
Misalnya:
gabbro
accu
effect
commission
ferrum
solfeggio
gabro
aki
efek
komisi
ferum
solfegio
tetapi:
mass massa
Catatan:
1 Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara
Indonesia tidak perlu lagi diubah.
Misalnya:
kabar
iklan
bengkel
sirsak
perlu
hadir
2 Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan
huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad
bahasa Indonesia, unsur yang mengandung
kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah
yang terurai di atas. Kedua huruf itu
dipertahankan dalam penggunaan tertentu saja
11
seperti dalam pembedaan nama dan istilah
khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur
serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan
juga akhiran-akhiran asing serta
penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia.
Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang
utuh. Kata seperti standardisasi, efektif, dan
implementasi diserap secara utuh di samping
kata standar, efek, dan implemen.
-aat (Belanda) menjadi -at
advocaat
plaat
tractaat
advokat
pelat
traktat
-age menjadi -ase
percentage
etalage
persentase
etalase
-al, -eel (Belanda) menjadi -al
structural, structureel
formal, formeel
normal, normaal
struktural
formal
normal
-ant menjadi -an
accountant
informant
akuntan
informan
-archy,-archie (Belanda) menjadi arki
anarchy, anarchie
oligarchy, oligarchie
anarki
oligarki
-ary, -air (Belanda) menjadi -er
complementary, complementair
primary, primair
secondary, secundair
komplementer
primer
sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si
action, actie
publication, publicatie
aksi
publikasi
-eel (Belanda) yang tidak ada padannya dalam
bahasa Inggris menjadi -il
materieel
moreel
principieel
materiil
moril
prinsipiil
-ein tetap ein
casein
protein
kasein
protein
-ic, -ics, -ique, -iek, -ica (nomina) menjadi –ik, -ika
logic, logica
phonetics, phonetiek
physics, physica
dialectics, dialektic
technique, techniek
logika
fonetik
fisika
dialektika
teknik
-ic (nominaI) menjadi -ik
electronic
statistic
elektronik
statistik
-ic, -ical, -isch (adjektiva) menjadi -is
electronic, elektronisch
economical, economisch
practical, practisch
logical, logisch
electronis
ekonomis
praktis
logis
-ile, -iel menjadi -il
percentile, percentiel
mobile, mobiel
persentil
mobil
ism, -isme (Belanda) menjadi -isme
modernism, modernisme
communism, communisme
modernisme
komunisme
-ist menjadi -is
publicist
egoist
publisis
egois
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if
descriptive, descriptief
demonstratice, demonstratief
deskriptif
demonstratif
-logue menjadi -log
catalogue
dialogue
katalog
dialog
-logy, -logie (Belanda) menjadi –logi
technology, technologie
physiology, physiologie
analogy, analogie
teknologi
fisiologi
analogi
-loog (Belanda) menjadi -log
analoog
epiloog
analog
epilog
-oid, -oide (Belanda) menjadi –oid
hominoid, homonoide
anthropoid, anthropoide
homonoid
antropoid
-oir(e) menjadi -oar
trottoir
repertoire
trotoar
repertoar
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
director, directeur
inspector, inspecteur
amateur
formateur
direktur
inspektur
amatir
formatur
-or tetap -or
dictator
corrector
diktator
korektor
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universiteit
quality, kwaliteit
universitas
kualitas
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, struktuur
premature, prematuur
struktur
prematur
V Pemakaian Tanda Baca
A Tanda Titik (.)
1 Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan
pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Hari ini tanggal 6 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan
permohonan ini.
2 Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf
dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan
Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1.
12
b 1. Patokan Umum
Isi Karangan
Ilustrasi
Gambar Tangan
Tabel
Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau
huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka
atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam
deretan angka atau huruf.
3 Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam,
menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4 Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam,
menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5 Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul
tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara.
Weltervreden: Balai Pustaka.
6a Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan
ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan
1.231 jiwa.
6b Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7 Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang
merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi,
tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD’45)
Salah Asuhan
8 Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat
pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan
alamat pengirim surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
1 April 1991
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif 43
Palembang
Kantor Penempatan Tenaga
Jalan Cikini 71
Jakarta
B Tanda Koma (,)
1a Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur
dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus
memerlukan perangko.
Satu, dua, tiga!
2a Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat
setara yang satu dari kalimat setara berikutnya
yang didahului oleh kata seperti tetapi atau
melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak
Kasim.
3a Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak
kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan
anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
4 Tanda koma dipakai di belakang kata atau
ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat
pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh
karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan
akan tetapi.
Misalnya:
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5 Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata
seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang
lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
6 Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat
juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan
M.)
Misalnya:
13
Kata Ibu,”Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekali,” kata Ibu,”karena kamu
lulus.”
7 Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan
alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan
tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Surabaya, 10 Mei 1960
Kuala Lumpur, Malaysia
8 Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian
nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa
Baru Bahasa Indonesia, jilid 1 dan 2.
Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
9 Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian
dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia
untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP
Indonesia, 1967), hlm. 4
10 Tanda koma dipakai di antara nama orang dan
gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11 Tanda koma dipakai di muka angka
persepuluhan atau di antara rupiah dan sen
yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
12 Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan
tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat
juga pemakaian tanda pisah, bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak
orang laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun
yang perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang
pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan
namanya pada panitia.
13 Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari
salah baca–di belakang keterangan yang
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan
bahasa, kita memerlukan sikap yang
bersungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan
terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh-
sungguh dalam pembinaan dan
pengembangan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas
bantuan Agus.
14 Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan
petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan
langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau
tanda seru.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
C Tanda Titik Koma (;)
1 Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan
bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai
juga.
2 Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti
kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang
setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu
sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-
nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik
mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”.
D Tanda Titik Dua
1a Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu
pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau
pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah
tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang
kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau
perian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi
umum dan jurusan ekonomi perusahaan.
2 Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau
ungkapan ayng memerlukan pemerian.
Misalnya:
14
a. Ketua
Sekretaris
Bendahara
b. Tempat Sidang
Pengantar Acara
Hari
Waktu
: Ahmad Wijaya
: S. Handayani
: B. Hartawan
: Ruang 104
: Bambang S.
: Senin
: 09.30
3 Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama
sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa
kopor ini, Mir!”
Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan
masuk)
Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!”
(duduk di kursi besar)
4 Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau
nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat
dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak
judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan
penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur
Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegero, Sutomo. 1968. Tjukupkah
Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita?
Djakarta: Eresco.
E Tanda Hubung (-)
1 Tanda hubung menyambung suku-suku kata
dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada ju-
ga cara yang baru.
Suku kata yang berupa satu vokal tidak
ditempatkan pada ujung baris atau pangkal
baris.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak
Atau
Beberapa pendapat mengenai masalah
itu telah disampaikan
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak
Bukan
Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disampaikan
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak
2 Tanda hubung menyambung awalan dengan
bagian kata di belakangnya atau akhiran
dengan bagian kata di depannya pada
pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata ini merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan
terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3 Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata
ulang.
Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan
pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai
pada teks karangan.
4 Tanda hubung menyambung huruf kata yang
dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5 Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas
(i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkap-
an, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi
dua puluh lima-ribuan (20 5000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluh-lima-ribuan (1 25000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
6 Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i)
se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii)
angka dengan -an, dan (iv) singkatan berhuruf
kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama
jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia
se-Jawa Barat
hadiah ke-2
tahun 50-an
mem-PHK-kan
hari-H
sinar-X
Menteri-Sekretaris Negara
7 Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan
unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa
asing.
Misalnya:
di-smash
pen-tackle-an
15
F Tanda Pisah
1 Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau
kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun
kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu–saya yakin akan
tercapai–diperjuangkan oleh bangsa itu
sendiri.
2 Tanda pisah menegaskan adanya keterangan
aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini–evolusi, teori
kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–
telah mengubah konsepsi kita tentang alam
semesta.
3 Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau
tanggal dengan arti ‘sampai’.
Misalnya:
1910–1945
Tanggal 5–10 April 1970
Jakarta–Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan
dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi
sebelum dan sesudahnya.
G Tanda Elipsis ( )
1 Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
2 Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu
kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan akan diteliti
lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri
sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik;
tiga buah unuk menandai penghilangan teks
dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan
dengan hati-hati ....
H Tanda Tanya (?)
1 Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2 Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung
untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1683. (?)
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?)
hilang.
I Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang
kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia
meninggalkan anak istrinya.
Merdeka!
J Tanda Kurung (( ))
1 Tanda kurung mengapit tambahan keterangan
atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai
menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan)
kantor itu.
2 Tanda kurung mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud”
(nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis
pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10)
menunjukkan arus perkembangan baru
dalam pasaran dalam negeri.
3 Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang
kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa
Indonesia menjadi kokain(a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota)
Surabaya.
4 Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang
memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a)
alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K Tanda Kurung Siku ([ ])
1 Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau
kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan
pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis
orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa
kesalahan atau kekurangan itu memang
terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi
gemerisik.
16
2 Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam
kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini
(perbedaannya [lihat halaman 35–38] tidak
dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.
L Tanda Petik (“ ”)
1 Tanda petik mengapit petikan langsung yang
berasal dari pembicaan dan naskah atau bahan
tertulis lain.
Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu
sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa
negara ialah bahasa Indonesia.”
2 Tanda petik mengapit judul syair, karangan,
atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah ”Bola Lampu” dalam buku Dari
Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang
berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA”
diterbitkan dalam Tempo.
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman
5 buku itu.
3 Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang
dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara
”coba dan ralat” saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan
remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
4 Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang
mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5 Tanda baca penutup kalimat atau bagian
kalimat ditempatkan di belakang tanda petik
yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai
dengan arti khusus pada ujung kalimat atau
bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat
julukan “Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia
sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup
pada pasangan tanda petik itu ditulis sama
tinggi di sebelah atas baris.
M Tanda Petik Tunggal (‘ ’)
1 Tanda petik tunggal mengapit petikan yang
tersusun dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’
tadi?”
“Waktu kubuka pintu kamar depan,
kudengar teriak anakku,’Ibu, Bapak pulang’,
dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar
Bapak Hamdan.
2 Tanda petik tunggal mengapit makna,
terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan
asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V,
Pasal J).
Misalnya:
feed-back ‘balikan’
N Tanda Garis Miring (/)
1 Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat
dan nomor pada alamat dan penandaan masa
satu tahun yang terbagi dalam dua tahun
takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat II/10
tahun anggaran 1985/1986
2 Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti
kata dan, atau, atau tiap.
Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp150,00/lembar
O Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan
penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun.
Misalnya:
Ali ’kan kusurati. (‘kan = akan)
Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)
-ssa-
Kuliahdaringdikti.go.id
Dr. Tri Wiratno, M.A.
Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sebelas Maret
Email: wiratno.tri@gmail.com.
Ponsel: 081229795656
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2009 2009
TENTANG
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu,
identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi
simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi
kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan
bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan
kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. bahwa pengaturan tentang bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan Indonesia belum diatur di
dalam bentuk undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B,
dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN
LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN.
BAB I . . .
- 2 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah
Putih.
2. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa
resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
4. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah
Indonesia Raya.
5. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukkan
kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau
organisasi.
6. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara
turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-
daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia
dan bahasa daerah.
8. Menteri adalah menteri yang menangani urusan
pemerintahan di bidang pendidikan.
9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau
walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2 . . .
- 3 -
Pasal 2
Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan
berdasarkan asas:
a. persatuan;
b. kedaulatan;
c. kehormatan;
d. kebangsaan;
e. kebhinnekatunggalikaan;
f. ketertiban;
g. kepastian hukum;
h. keseimbangan;
i. keserasian; dan
j. keselarasan.
Pasal 3
Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan bertujuan untuk:
a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan.
BAB II
BENDERA NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat
persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga)
dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan
bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya
berukuran sama.
(2) Bendera . . .
- 4 -
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur.
(3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat dengan ketentuan ukuran:
a. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan
istana kepresidenan;
b. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan
umum;
c. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
d. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden
dan Wakil Presiden;
e. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat
negara;
f. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan
umum;
g. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
h. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
i. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;
dan
j. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
(4) Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), bendera yang merepresentasikan Bendera
Negara dapat dibuat dari bahan yang berbeda dengan
bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ukuran
yang berbeda dengan ukuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dan bentuk yang berbeda dengan bentuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 5
(1) Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi
Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut
Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.
(2) Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan
dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.
Bagian Kedua
Penggunaan Bendera Negara
Pasal 6
Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran
dan/atau pemasangan.
Pasal 7 . . .
- 5 -
Pasal 7
(1) Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada
waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam.
(2) Dalam keadaan tertentu pengibaran dan/atau
pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada
malam hari.
(3) Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan
Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus
oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan
rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan,
transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di
kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(4) Dalam rangka pengibaran Bendera Negara di rumah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah
memberikan Bendera Negara kepada warga negara
Indonesia yang tidak mampu.
(5) Selain pengibaran pada setiap tanggal 17 Agustus
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara
dikibarkan pada waktu peringatan hari-hari besar
nasional atau peristiwa lain.
Pasal 8
(1) Pengibaran Bendera Negara pada peristiwa lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara
nasional diatur oleh menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya berkaitan dengan kesekretariatan negara.
(2) Pengibaran Bendera Negera pada peristiwa lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah,
diatur oleh kepala daerah.
Pasal 9
(1) Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) wajib dikibarkan setiap hari di:
a. istana Presiden dan Wakil Presiden;
b. gedung atau kantor lembaga negara;
c. gedung atau kantor lembaga pemerintah;
d. gedung atau kantor lembaga pemerintah
nonkementerian;
e. gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
f. gedung . . .
- 6 -
f. gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat
daerah;
g. gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri;
h. gedung atau halaman satuan pendidikan;
i. gedung atau kantor swasta;
j. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
k. rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
l. rumah jabatan menteri;
m. rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan
nonkementerian;
n. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan
camat;
o. gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
p. pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
q. lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Republik Indonesia; dan
r. taman makam pahlawan nasional.
(2) Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur
tersendiri oleh pimpinan institusi dengan berpedoman
pada Undang-Undang ini;
(3) Penggunaan Bendera Negara di kantor perwakilan negara
Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan berpedoman
pada Undang-Undang ini.
(4) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g digunakan di luar gedung atau kantor
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dilakukan
sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing
yang berlaku di negara yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Bendera Negara wajib dipasang pada:
a. kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil
Presiden;
b. kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di
Indonesia pada waktu berlabuh dan berlayar; atau
c. pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat
terbang yang terdaftar di Indonesia.
(2) Pemasangan . . .
- 7 -
(2) Pemasangan Bendera Negara di kereta api sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah
kanan kabin masinis.
(3) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b ditempatkan di tengah anjungan
kapal.
(4) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c ditempatkan di sebelah kanan ekor
pesawat terbang.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan
Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan
Presiden.
Pasal 11
(1) Bendera Negara dapat dikibarkan dan/atau dipasang
pada:
a. kendaraan atau mobil dinas;
b. pertemuan resmi pemerintah dan/atau organisasi;
c. perayaan agama atau adat;
d. pertandingan olahraga; dan/atau
e. perayaan atau peristiwa lain.
(2) Bendera Negara dipasang pada mobil dinas Presiden,
Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat,
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan
Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung, Ketua
Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan, menteri atau pejabat setingkat menteri,
Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan
mantan Wakil Presiden sebagai tanda kedudukan.
(3) Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dipasang di tengah-tengah pada
bagian depan mobil.
(4) Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing
menggunakan mobil yang disediakan Pemerintah,
Bendera Negara dipasang di sisi kiri bagian depan mobil.
Pasal 12
(1) Bendera Negara dapat digunakan sebagai:
a. tanda perdamaian;
b. tanda berkabung; dan/atau
c. penutup peti atau usungan jenazah.
(2) Bendera . . .
- 8 -
(2) Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan apabila
terjadi konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(3) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian
dikibarkan pada saat terjadi konflik horizontal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang
bertikai wajib menghentikan pertikaian.
(4) Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila
Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau
mantan Wakil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga
negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala
daerah, dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat
daerah meninggal dunia.
(5) Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikibarkan setengah tiang.
(6) Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran
Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga
hari berturut-turut di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan semua kantor perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri.
(7) Apabila pimpinan lembaga negara dan menteri atau
pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara
setengah tiang dilakukan selama dua hari berturut-turut
terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang
bersangkutan.
(8) Apabila anggota lembaga negara, kepala daerah
dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia,
pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan
selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor
pejabat yang bersangkutan.
(9) Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meninggal dunia di luar negeri, pengibaran Bendera
Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal
kedatangan jenazah di Indonesia.
(10) Pengibaran Bendera Negara setengah tiang sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan
kententuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat
(7), dan ayat (8).
(11) Dalam . . .
- 9 -
(11) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda berkabung
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan
pengibaran Bendera Negara dalam rangka peringatan
hari-hari besar nasional, dua Bendera Negara dikibarkan
berdampingan, yang sebelah kiri dipasang setengah tiang
dan yang sebelah kanan dipasang penuh.
(12) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan
jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden
atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan
Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau
pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan
perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik,
anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian
Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas,
dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi
bangsa dan negara.
(13) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan
jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipasang
lurus memanjang pada peti atau usungan jenazah,
bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan
jenazah.
(14) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan
jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) setelah
digunakan dapat diberikan kepada pihak keluarga.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Bendera Negara
Pasal 13
(1) Bendera Negara dikibarkan dan/atau dipasang pada
tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran
Bendera Negara.
(2) Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada
sisi dalam kibaran Bendera Negara.
(3) Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang
membujur rata.
Pasal 14
(1) Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang
secara perlahan-lahan, dengan khidmat, dan tidak
menyentuh tanah.
(2) Bendera . . .
- 10 -
(2) Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang,
dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar
dan diturunkan tepat setengah tiang.
(3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu
hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian
diturunkan.
Pasal 15
(1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara,
semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri
tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada
Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan
Bendera Negara selesai.
(2) Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya.
Pasal 16
(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bendera Negara
ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah atau di
sebelah kanan gedung atau kantor, rumah, satuan
pendidikan, dan taman makam pahlawan.
(2) Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan
Bendera Negara:
a. apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara
ditempatkan rata pada dinding di atas sebelah
belakang pimpinan rapat;
b. apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara
ditempatkan di sebelah kanan pimpinan rapat atau
mimbar.
Pasal 17
(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang
secara berdampingan dengan bendera negara lain,
ukuran bendera seimbang dan ukuran tiang bendera
negara sama.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikibarkan sebagai berikut:
a. apabila ada satu bendera negara lain, Bendera
Negara ditempatkan di sebelah kanan;
b. apabila . . .
- 11 -
b. apabila ada sejumlah bendera negara lain, semua
bendera ditempatkan pada satu baris dengan
kententuan:
1. jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara
ditempatkan di tengah; dan
2. apabila jumlah semua bendera genap, Bendera
Negara ditempatkan di tengah sebelah kanan.
(3) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dan huruf b dalam acara
internasional yang dihadiri oleh kepala negara, wakil
kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat
dilakukan menurut kebiasaan internasional.
(4) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku untuk Bendera Negara
yang dibawa bersama-sama dengan bendera negara lain
dalam pawai atau defile.
Pasal 18
Dalam hal penandatanganan perjanjian internasional antara
pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pejabat
negara lain, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan:
a. apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua
bendera negara pada dua tiang, Bendera Negara
ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara lain
ditempatkan di sebelah kiri;
b. bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan
sistem bersilang atau paralel.
Pasal 19
Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara lain dipasang
pada tiang yang bersilang, Bendera Negara ditempatkan di
sebelah kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang
bendera negara lain.
Pasal 20
Dalam hal Bendera Negara yang berbentuk bendera meja
dipasang bersama dengan bendera negara lain pada
konferensi internasional, Bendera Negara ditempatkan di
depan tempat duduk delegasi Republik Indonesia.
Pasal 21 . . .
- 12 -
Pasal 21
(1) Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan
bendera atau panji organisasi, Bendera Negara
ditempatkan dengan ketentuan:
a. apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi,
Bendera Negara dipasang di sebelah kanan;
b. apabila ada dua atau lebih bendera atau panji
organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera
Negara ditempatkan di depan baris bendera atau
panji organisasi di posisi tengah;
c. apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang
bersama dengan bendera atau panji organisasi
dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di
depan rombongan; dan
d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan
bendera atau panji organisasi.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi daripada
bendera atau panji organisasi.
Pasal 22
(1) Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai
hiasan, ukurannya dibuat sama besar dan disusun
dengan urutan warna merah putih.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dipasang berselingan dengan bendera
organisasi atau bendera lain.
Pasal 23
Bendera Negara yang digunakan sebagai lencana dipasang
pada pakaian di dada sebelah kiri.
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 24
Setiap orang dilarang:
a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau
melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera
Negara;
b. memakai . . .
- 13 -
b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan
komersial;
c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur,
kusut, atau kusam;
d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar
atau tanda lain dan memasang lencana atau benda
apapun pada Bendera Negara; dan
e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap,
pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat
menurunkan kehormatan Bendera Negara.
BAB III
BAHASA NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 25
(1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi
negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber
dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang
dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban
bangsa.
(2) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional,
sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana
komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.
(3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai
bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan,
komunikasi tingkat nasional, pengembangan
kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga,
serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Bagian Kedua
Penggunaan Bahasa Indonesia
Pasal 26
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 27 . . .
- 14 -
Pasal 27
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi
negara.
Pasal 28
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi
Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang
disampaikan di dalam atau di luar negeri.
Pasal 29
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang
mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
(3) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan
asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik
warga negara asing.
Pasal 30
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan
administrasi publik di instansi pemerintahan.
Pasal 31
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota
kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga
negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga
swasta Indonesia atau perseorangan warga negara
Indonesia.
(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing
ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut
dan/atau bahasa Inggris.
Pasal 32
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang
bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional
di Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang
bersifat internasional di luar negeri.
Pasal 33 . . .
- 15 -
Pasal 33
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi
resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta.
(2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan
swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum
mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau
diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih
kemampuan berbahasa Indonesia.
Pasal 34
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap
lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan.
Pasal 35
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan
karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia.
(2) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat
menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.
Pasal 36
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi
di Indonesia.
(2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya memiliki 1 (satu) nama resmi.
(3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama
bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau
permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan,
merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan,
organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga
negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
(4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa
asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat
istiadat, dan/atau keagamaan.
Pasal 37
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi
tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri
atau luar negeri yang beredar di Indonesia.
(2) Informasi . . .
- 16 -
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing
sesuai dengan keperluan.
Pasal 38
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum,
penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat
informasi lain yang merupakan pelayanan umum.
(2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau
bahasa asing.
Pasal 39
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi
melalui media massa.
(2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang
mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai
dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia
Pasal 41
(1) Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan
melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap
memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai
dengan perkembangan zaman.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga
kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan,
pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 42 . . .
- 17 -
Pasal 42
(1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina,
dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap
memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan
agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya
Indonesia.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah
daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan,
pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia
yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam
rangka peningkatan daya saing bangsa.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk
meningkatkan kompetensi berbahasa asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional
Pasal 44
(1) Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia
menjadi bahasa internasional secara bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan.
(2) Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi
Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima . . .
- 18 -
Bagian Kelima
Lembaga Kebahasaan
Pasal 45
Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 ayat (2) dibentuk
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan
bertanggung jawab kepada Menteri.
BAB IV
LAMBANG NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk
Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah
kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai
pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Pasal 47
(1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang
mewujudkan lambang tenaga pembangunan.
(2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8,
pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.
Pasal 48
(1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang
melukiskan katulistiwa.
(2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar
Pancasila sebagai berikut:
a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan
dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk
bintang yang bersudut lima;
b. dasar . . .
- 19 -
b. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan
dan persegi di bagian kiri bawah perisai;
c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan
pohon beringin di bagian kiri atas perisai;
d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dilambangkan dengan kepala banteng di bagian
kanan atas perisai; dan
e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian
kanan bawah perisai.
Pasal 49
Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri
atas:
a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah
perisai;
b. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk
jantung; dan
e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Pasal 50
Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal
49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Penggunaan Lambang Negara
Pasal 51
Lambang Negara wajib digunakan di:
a. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan
pendidikan;
b. luar gedung atau kantor;
c. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita
negara, dan tambahan berita negara;
d. paspor . . .
- 20 -
d. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan
pemerintah;
e. uang logam dan uang kertas; atau
f. materai.
Pasal 52
Lambang Negara dapat digunakan:
a. sebagai cap atau kop surat jabatan;
b. sebagai cap dinas untuk kantor;
c. pada kertas bermaterai;
d. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan
tanda kehormatan;
e. sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat
pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang
mengemban tugas negara di luar negeri;
f. dalam penyelenggaraan peristiwa resmi;
g. dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh
Pemerintah;
h. dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau
i. di rumah warga negara Indonesia.
Pasal 53
(1) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung, kantor
atau ruang kelas satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada:
a. gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil
Presiden;
b. gedung dan/atau kantor lembaga negara;
c. gedung dan/atau kantor instansi pemerintah; dan
d. gedung dan/atau kantor lainnya.
(2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b pada:
a. istana Presiden dan Wakil Presiden;
b. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
c. gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan
d. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan
camat.
(3) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau
kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a
dan di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 huruf b diletakkan pada tempat tertentu.
(4) Penggunaan . . .
- 21 -
(4) Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara,
tambahan lembaran negara, berita negara, dan
tambahan berita negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian tengah atas
halaman pertama dokumen.
(5) Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan
dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d
diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.
Pasal 54
(1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a
digunakan oleh:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Dewan Perwakilan Daerah;
e. Mahkamah Agung dan badan peradilan;
f. Badan Pemeriksa Keuangan;
g. menteri dan pejabat setingkat menteri;
h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan
berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa
usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul
kehormatan;
i. gubernur, bupati atau walikota;
j. notaris; dan
k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-
undang.
(2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk
kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b
digunakan untuk kantor:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Dewan Perwakilan Daerah;
e. Mahkamah Agung dan badan peradilan;
f. Badan Pemeriksa Keuangan;
g. menteri dan pejabat setingkat menteri;
h. kepala . . .
- 22 -
h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan
berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa
usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul
kehormatan;
i. gubernur, bupati atau walikota;
j. notaris; dan
k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-
undang.
(3) Lambang Negara sebagai lencana atau atribut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e dipasang
pada pakaian di dada sebelah kiri.
(4) Lambang Negara yang digunakan dalam penyelenggaraan
peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
huruf f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain
yang pantas.
Pasal 55
(1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama
dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau
gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan
ketentuan:
a. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan
lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
b. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil
Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih
rendah daripada Lambang Negara.
(2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dipasang di dinding, Lambang Negara
diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden
dan/atau gambar Wakil Presiden.
Pasal 56
(1) Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan ukuran
ruangan dan tempat sebagaimana tercantum dalam
lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang
ini.
(2) Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
dibuat dari bahan yang kuat.
Bagian Ketiga . . .
- 23 -
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 57
Setiap orang dilarang:
a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak
Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina,
atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak
sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan
ukuran;
c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang
sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain
yang diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB V
LAGU KEBANGSAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 58
(1) Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah
oleh Wage Rudolf Supratman.
(2) Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Penggunaan Lagu Kebangsaan
Pasal 59
(1) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau
dinyanyikan:
a. untuk menghormati Presiden dan/atau Wakil
Presiden;
b. untuk . . .
- 24 -
b. untuk menghormati Bendera Negara pada waktu
pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang
diadakan dalam upacara;
c. dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh
pemerintah;
d. dalam acara pembukaan sidang paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
Dewan Perwakilan Daerah;
e. untuk menghormati kepala negara atau kepala
pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan
resmi;
f. dalam acara atau kegiatan olahraga internasional;
dan
g. dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni internasional yang
diselenggarakan di Indonesia.
(2) Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau
dinyanyikan:
a. sebagai pernyataan rasa kebangsaan;
b. dalam rangkaian program pendidikan dan
pengajaran;
c. dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan
oleh organisasi, partai politik, dan kelompok
masyarakat lain; dan/atau
d. dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni internasional.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan
Pasal 60
(1) Lagu Kebangsaan dapat dinyanyikan dengan diiringi alat
musik, tanpa diiringi alat musik, ataupun
diperdengarkan secara instrumental.
(2) Lagu Kebangsaan yang diiringi alat musik, dinyanyikan
lengkap satu strofe, dengan satu kali ulangan pada
refrein.
(3) Lagu . . .
- 25 -
(3) Lagu Kebangsaan yang tidak diiringi alat musik,
dinyanyikan lengkap satu stanza pertama, dengan satu
kali ulangan pada bait ketiga stanza pertama.
Pasal 61
Apabila Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga stanza,
bait ketiga pada stanza kedua dan stanza ketiga dinyanyikan
ulang satu kali.
Pasal 62
Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan
diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak
dengan sikap hormat.
Pasal 63
(1) Dalam hal Presiden atau Wakil Presiden Republik
Indonesia menerima kunjungan kepala negara atau
kepala pemerintahan negara lain, lagu kebangsaan
negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
(2) Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta
besar negara lain dalam upacara penyerahan surat
kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain
diperdengarkan pada saat duta besar negara lain tiba,
dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan
pada saat duta besar negara lain akan meninggalkan
istana.
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 64
Setiap orang dilarang:
a. mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-
kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina
atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan;
b. memperdengarkan . . .
- 26 -
b. memperdengarkan, menyanyikan, ataupun
menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan
dengan maksud untuk tujuan komersial; atau
c. menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan
maksud untuk tujuan komersial.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Pasal 65
Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara,
menjaga, dan menggunakan Bendera Negara, Bahasa
Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai
dengan Undang-Undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 66
Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak,
membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud
menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Pasal 67
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), setiap orang yang:
a. dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk reklame
atau iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 huruf b;
b. dengan . . .
- 27 -
b. dengan sengaja mengibarkan Bendera Negara yang
rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf c;
c. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar
atau tanda lain dan memasang lencana atau benda
apapun pada Bendera Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 huruf d;
d. dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk langit-
langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang
dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e.
Pasal 68
Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau
membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), setiap orang yang:
a. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang
rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan
perbandingan ukuran;
b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang
sama atau menyerupai Lambang Negara; atau
c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk
keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 70
Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada,
irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk
menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 71 . . .
- 28 -
Pasal 71
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memperdengarkan,
menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan
Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
64 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku juga bagi setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan
komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
huruf c.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan
peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 73
Peraturan pelaksana yang diperlukan untuk melaksanakan
Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 74
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 29 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 109
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
sesuai dengan aslinya
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2009 2009
TENTANG
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN
I. Umum
Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara
Garuda Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati
diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat
simbol tersebut menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata
pergaulan dengan negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian
dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Dengan demikian, bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekadar merupakan pengakuan
atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau
lambang negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia.
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia
menjadi kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara
yang beragam sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Bahasa Indonesia bahkan cenderung berkembang menjadi
bahasa perhubungan luas. Penggunaannya oleh bangsa lain yang
cenderung meningkat dari waktu ke waktu menjadi kebanggaan bangsa
Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah
mengatur berbagai hal yang menyangkut tentang bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dalam Pasal 35 disebutkan
bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Pasal 36
menyebutkan bahwa Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pasal 36A
menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Selanjutnya Pasal 36B menyebutkan
bahwa Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Pasal-pasal tersebut
merupakan pengakuan sekaligus penegasan secara resmi oleh Negara
tentang penggunaan simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan
identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seluruh bentuk simbol
kedaulatan negara dan identitas nasional harus diatur dan dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Bendera . . .
- 2 -
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan hingga kini
belum diatur secara lengkap dalam sebuah peraturan perundang-
undangan. Pada saat Undang-Undang ini dibentuk, bendera, lambang
negara, dan lagu kebangsaan Indonesia diatur dengan Peraturan
Pemerintah yang merupakan produk hukum berdasarkan amanat Undang-
Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950. Secara parsial,
bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan diatur dalam
berbagai peraturan perundang-undangan menurut kebutuhan isinya.
Bahkan, pembinaan, pengembangan, dan pelindungan bahasa dan sastra
hanya didasarkan pada hasil rumusan seminar politik bahasa nasional
tahun 1974 dan tahun 1999, yang dikenal sebagai Politik Bahasa Nasional.
Peraturan perundang-undangan yang selama ini mengatur tentang
bendera, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, antara lain:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang hanya mengatur
tentang kejahatan (tindak pidana) yang menggunakan Bendera Sang
Merah Putih; penodaan terhadap bendera negara sahabat; penodaan
terhadap Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda
Pancasila; serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh mereka
yang tidak memiliki hak menggunakannya seperti terdapat pada Pasal
52a; Pasal 142a; Pasal 154a; dan Pasal 473.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan
dan Pengajaran di sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu
tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk
Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961
Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang-
Undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 Nomor 80), Undang-Undang
Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3390) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera
Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1958 No.68);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan
Bendera Kebangsaan Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 No.69);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan
Bendera Jabatan;
7. Peraturan . . .
- 3 -
7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan
Lambang Negara;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya; dan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan
Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata
Penghormatan.
Pengaturan perihal bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan dalam bentuk undang-undang sebagaimana diamanatkan
Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
perlu segera direalisasikan. Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan mampu mengatasi berbagai
masalah yang terkait dengan praktik penetapan dan tata cara penggunaan
bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan yang selama
ini masih berpedoman kepada peraturan perundang-undangan produk
Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.
Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan,
keserasian, standardisasi, dan ketertiban di dalam penggunaan bendera,
bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Undang-Undang ini
mengatur tentang berbagai hal yang terkait dengan penetapan dan tata
cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan, termasuk di dalamnya diatur tentang ketentuan pidana bagi
siapa saja yang secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
yang terdapat di dalam Undang-Undang ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas persatuan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan sebagai sarana pemersatu bangsa dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan merupakan simbol yang menunjukkan kekuasaan
tertinggi pada negara.
Huruf c . . .
- 4 -
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kehormatan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan sebagai jati diri yang menunjukkan harga diri, dan
kebesaran bangsa dan negara.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus mencerminkan sifat patriotisme,
kepahlawanan, dan nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kebhinnekatunggalikaan” adalah
bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan mencerminkan kesatuan dalam keberagaman
penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah
dan budaya bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas ketertiban” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
penggunaannya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus dapat memberikan kepastian hukum dalam
penggunaannya.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus mencerminkan keseimbangan dalam hal
pengadaan, penetapan, dan penggunaannya.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keserasian” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus mencerminkan keserasian dalam hal
pengadaan, penetapan, dan penggunaannya.
Huruf j . . .
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

More Related Content

What's hot

Juknis dan juklak lkpp 2015
Juknis dan juklak lkpp 2015Juknis dan juklak lkpp 2015
Juknis dan juklak lkpp 2015Winda Aulia
 
Contoh rpp kelas ii tema 4
Contoh rpp kelas ii tema 4Contoh rpp kelas ii tema 4
Contoh rpp kelas ii tema 4Eman Syukur
 
Jadwal supervisi kunjungan kelas
Jadwal  supervisi  kunjungan  kelasJadwal  supervisi  kunjungan  kelas
Jadwal supervisi kunjungan kelasAlmakmun Santoso
 
Proposal pengadaan obat obatan uks
Proposal pengadaan obat obatan uksProposal pengadaan obat obatan uks
Proposal pengadaan obat obatan uksGustiadhy Gustiadhy
 
Contoh referensi bank
Contoh referensi bankContoh referensi bank
Contoh referensi bankPURNAWAN SYAH
 
Teks pancasila & uud 45
Teks pancasila & uud 45Teks pancasila & uud 45
Teks pancasila & uud 45Risou Kun
 
Jurnal Guru Mengajar
Jurnal Guru MengajarJurnal Guru Mengajar
Jurnal Guru MengajarMuhamad Yogi
 
Form daftar riwayat hidup
Form daftar riwayat hidupForm daftar riwayat hidup
Form daftar riwayat hidupRaFuzi Diqi
 
Contoh Surat Permohonan Perpanjangan PTT Provinsi Jawa Barat
Contoh Surat Permohonan Perpanjangan PTT Provinsi Jawa BaratContoh Surat Permohonan Perpanjangan PTT Provinsi Jawa Barat
Contoh Surat Permohonan Perpanjangan PTT Provinsi Jawa BaratDokter Tekno
 
undangan rapat guru.docx
undangan rapat guru.docxundangan rapat guru.docx
undangan rapat guru.docxKandarIskandar2
 
KRITERIA PENILAIAN LOMBA KEBERSIHAN KELAS
KRITERIA PENILAIAN LOMBA KEBERSIHAN KELASKRITERIA PENILAIAN LOMBA KEBERSIHAN KELAS
KRITERIA PENILAIAN LOMBA KEBERSIHAN KELASREVINA SRI UTAMI,S.Pd
 
INSTRUMEN Supervisi 2022.docx
INSTRUMEN Supervisi 2022.docxINSTRUMEN Supervisi 2022.docx
INSTRUMEN Supervisi 2022.docxAnnisaFebrianti28
 
Proposal jalan sehat 2012
Proposal jalan sehat 2012Proposal jalan sehat 2012
Proposal jalan sehat 2012mikrandegan
 
Lembar pengesahan
Lembar pengesahanLembar pengesahan
Lembar pengesahantopik ucy
 
Daftar hadir pengawas ujian sekolah
Daftar hadir pengawas ujian sekolahDaftar hadir pengawas ujian sekolah
Daftar hadir pengawas ujian sekolahYKS.BIZ.ID
 
Proposal kegiatan olahraga dan seni
Proposal kegiatan olahraga dan seniProposal kegiatan olahraga dan seni
Proposal kegiatan olahraga dan seniistiiqnq
 
Contoh Lembar Jawaban Komputer (LJK) Try Out
Contoh Lembar Jawaban Komputer (LJK) Try OutContoh Lembar Jawaban Komputer (LJK) Try Out
Contoh Lembar Jawaban Komputer (LJK) Try OutSMK Al-Huda Sadananya
 

What's hot (20)

Juknis dan juklak lkpp 2015
Juknis dan juklak lkpp 2015Juknis dan juklak lkpp 2015
Juknis dan juklak lkpp 2015
 
Contoh rpp kelas ii tema 4
Contoh rpp kelas ii tema 4Contoh rpp kelas ii tema 4
Contoh rpp kelas ii tema 4
 
Jadwal supervisi kunjungan kelas
Jadwal  supervisi  kunjungan  kelasJadwal  supervisi  kunjungan  kelas
Jadwal supervisi kunjungan kelas
 
Proposal pengadaan obat obatan uks
Proposal pengadaan obat obatan uksProposal pengadaan obat obatan uks
Proposal pengadaan obat obatan uks
 
Contoh referensi bank
Contoh referensi bankContoh referensi bank
Contoh referensi bank
 
Teks pancasila & uud 45
Teks pancasila & uud 45Teks pancasila & uud 45
Teks pancasila & uud 45
 
Landasan filosofi ptk
Landasan filosofi ptkLandasan filosofi ptk
Landasan filosofi ptk
 
Jurnal Guru Mengajar
Jurnal Guru MengajarJurnal Guru Mengajar
Jurnal Guru Mengajar
 
Form daftar riwayat hidup
Form daftar riwayat hidupForm daftar riwayat hidup
Form daftar riwayat hidup
 
Contoh Surat Permohonan Perpanjangan PTT Provinsi Jawa Barat
Contoh Surat Permohonan Perpanjangan PTT Provinsi Jawa BaratContoh Surat Permohonan Perpanjangan PTT Provinsi Jawa Barat
Contoh Surat Permohonan Perpanjangan PTT Provinsi Jawa Barat
 
Panduan pengawasan pnbp rakornas 28092018
Panduan pengawasan pnbp rakornas 28092018Panduan pengawasan pnbp rakornas 28092018
Panduan pengawasan pnbp rakornas 28092018
 
undangan rapat guru.docx
undangan rapat guru.docxundangan rapat guru.docx
undangan rapat guru.docx
 
KRITERIA PENILAIAN LOMBA KEBERSIHAN KELAS
KRITERIA PENILAIAN LOMBA KEBERSIHAN KELASKRITERIA PENILAIAN LOMBA KEBERSIHAN KELAS
KRITERIA PENILAIAN LOMBA KEBERSIHAN KELAS
 
INSTRUMEN Supervisi 2022.docx
INSTRUMEN Supervisi 2022.docxINSTRUMEN Supervisi 2022.docx
INSTRUMEN Supervisi 2022.docx
 
Proposal jalan sehat 2012
Proposal jalan sehat 2012Proposal jalan sehat 2012
Proposal jalan sehat 2012
 
Lembar pengesahan
Lembar pengesahanLembar pengesahan
Lembar pengesahan
 
Daftar hadir pengawas ujian sekolah
Daftar hadir pengawas ujian sekolahDaftar hadir pengawas ujian sekolah
Daftar hadir pengawas ujian sekolah
 
Surat keterangan pindah
Surat keterangan pindahSurat keterangan pindah
Surat keterangan pindah
 
Proposal kegiatan olahraga dan seni
Proposal kegiatan olahraga dan seniProposal kegiatan olahraga dan seni
Proposal kegiatan olahraga dan seni
 
Contoh Lembar Jawaban Komputer (LJK) Try Out
Contoh Lembar Jawaban Komputer (LJK) Try OutContoh Lembar Jawaban Komputer (LJK) Try Out
Contoh Lembar Jawaban Komputer (LJK) Try Out
 

Viewers also liked

Topik 1 bahasa indonesia baku
Topik 1 bahasa indonesia bakuTopik 1 bahasa indonesia baku
Topik 1 bahasa indonesia bakuUwes Chaeruman
 
Deskripsi mata kuliah bahasa indonesia
Deskripsi mata kuliah bahasa indonesiaDeskripsi mata kuliah bahasa indonesia
Deskripsi mata kuliah bahasa indonesiaUwes Chaeruman
 
Ciri-ciri Teks Akademik
Ciri-ciri Teks AkademikCiri-ciri Teks Akademik
Ciri-ciri Teks AkademikUwes Chaeruman
 
Ciri-ciri Teks Akademik
Ciri-ciri Teks AkademikCiri-ciri Teks Akademik
Ciri-ciri Teks AkademikUwes Chaeruman
 
Membuat teks proposal penelitian
Membuat teks proposal penelitianMembuat teks proposal penelitian
Membuat teks proposal penelitianUwes Chaeruman
 
Langkah-langkah Menyusun Teks Review
Langkah-langkah Menyusun Teks ReviewLangkah-langkah Menyusun Teks Review
Langkah-langkah Menyusun Teks ReviewUwes Chaeruman
 
Membuat teks proposal kegiatan
Membuat teks proposal kegiatanMembuat teks proposal kegiatan
Membuat teks proposal kegiatanUwes Chaeruman
 
Struktur teks proposal penelitian
Struktur teks proposal penelitianStruktur teks proposal penelitian
Struktur teks proposal penelitianUwes Chaeruman
 
Struktur teks proposal kegiatan
Struktur teks proposal kegiatanStruktur teks proposal kegiatan
Struktur teks proposal kegiatanUwes Chaeruman
 
Formulasi Bahasa dalam Proposal
Formulasi Bahasa dalam ProposalFormulasi Bahasa dalam Proposal
Formulasi Bahasa dalam ProposalUwes Chaeruman
 
Bagian Penting Lain dalam Artikel Ilmiah
Bagian Penting Lain dalam Artikel IlmiahBagian Penting Lain dalam Artikel Ilmiah
Bagian Penting Lain dalam Artikel IlmiahUwes Chaeruman
 
Formulasi Bahasa Hasil Penelitian dan Pembahasan
Formulasi Bahasa Hasil Penelitian dan PembahasanFormulasi Bahasa Hasil Penelitian dan Pembahasan
Formulasi Bahasa Hasil Penelitian dan PembahasanUwes Chaeruman
 
struktur teks laporan penelitian
struktur teks laporan penelitianstruktur teks laporan penelitian
struktur teks laporan penelitianUwes Chaeruman
 
Struktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel Penelitian
Struktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel PenelitianStruktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel Penelitian
Struktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel PenelitianUwes Chaeruman
 
Contoh Artikel Penelitian
Contoh Artikel PenelitianContoh Artikel Penelitian
Contoh Artikel PenelitianUwes Chaeruman
 
Membuat Artikel Ilmiah
Membuat Artikel IlmiahMembuat Artikel Ilmiah
Membuat Artikel IlmiahUwes Chaeruman
 

Viewers also liked (20)

Jenis-jenis Teks
Jenis-jenis TeksJenis-jenis Teks
Jenis-jenis Teks
 
Topik 1 bahasa indonesia baku
Topik 1 bahasa indonesia bakuTopik 1 bahasa indonesia baku
Topik 1 bahasa indonesia baku
 
Deskripsi mata kuliah bahasa indonesia
Deskripsi mata kuliah bahasa indonesiaDeskripsi mata kuliah bahasa indonesia
Deskripsi mata kuliah bahasa indonesia
 
Jenis-jenis Teks
Jenis-jenis TeksJenis-jenis Teks
Jenis-jenis Teks
 
Berbagai jenis teks
Berbagai jenis teks Berbagai jenis teks
Berbagai jenis teks
 
Ciri-ciri Teks Akademik
Ciri-ciri Teks AkademikCiri-ciri Teks Akademik
Ciri-ciri Teks Akademik
 
Ciri-ciri Teks Akademik
Ciri-ciri Teks AkademikCiri-ciri Teks Akademik
Ciri-ciri Teks Akademik
 
Membuat teks proposal penelitian
Membuat teks proposal penelitianMembuat teks proposal penelitian
Membuat teks proposal penelitian
 
Langkah-langkah Menyusun Teks Review
Langkah-langkah Menyusun Teks ReviewLangkah-langkah Menyusun Teks Review
Langkah-langkah Menyusun Teks Review
 
Membuat Teks Review
Membuat Teks ReviewMembuat Teks Review
Membuat Teks Review
 
Membuat teks proposal kegiatan
Membuat teks proposal kegiatanMembuat teks proposal kegiatan
Membuat teks proposal kegiatan
 
Struktur teks proposal penelitian
Struktur teks proposal penelitianStruktur teks proposal penelitian
Struktur teks proposal penelitian
 
Struktur teks proposal kegiatan
Struktur teks proposal kegiatanStruktur teks proposal kegiatan
Struktur teks proposal kegiatan
 
Formulasi Bahasa dalam Proposal
Formulasi Bahasa dalam ProposalFormulasi Bahasa dalam Proposal
Formulasi Bahasa dalam Proposal
 
Bagian Penting Lain dalam Artikel Ilmiah
Bagian Penting Lain dalam Artikel IlmiahBagian Penting Lain dalam Artikel Ilmiah
Bagian Penting Lain dalam Artikel Ilmiah
 
Formulasi Bahasa Hasil Penelitian dan Pembahasan
Formulasi Bahasa Hasil Penelitian dan PembahasanFormulasi Bahasa Hasil Penelitian dan Pembahasan
Formulasi Bahasa Hasil Penelitian dan Pembahasan
 
struktur teks laporan penelitian
struktur teks laporan penelitianstruktur teks laporan penelitian
struktur teks laporan penelitian
 
Struktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel Penelitian
Struktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel PenelitianStruktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel Penelitian
Struktur Teks dan Genre Mikro pada Artikel Penelitian
 
Contoh Artikel Penelitian
Contoh Artikel PenelitianContoh Artikel Penelitian
Contoh Artikel Penelitian
 
Membuat Artikel Ilmiah
Membuat Artikel IlmiahMembuat Artikel Ilmiah
Membuat Artikel Ilmiah
 

Similar to Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Pedoman eyd 2010
Pedoman eyd 2010Pedoman eyd 2010
Pedoman eyd 2010Ocha Ardi
 
Materi kuliah B.Indonesia ke-2.pptx
Materi kuliah B.Indonesia ke-2.pptxMateri kuliah B.Indonesia ke-2.pptx
Materi kuliah B.Indonesia ke-2.pptxLinggaSitiAnggraeny
 
P2 MKU B Indonesia Ejaan yang disempurnakan.pptx
P2 MKU B Indonesia Ejaan yang disempurnakan.pptxP2 MKU B Indonesia Ejaan yang disempurnakan.pptx
P2 MKU B Indonesia Ejaan yang disempurnakan.pptxFirdhanSaid
 
PERMENDIKNAS NO. 46 / 2009 TENTANG EYD
PERMENDIKNAS NO. 46 / 2009 TENTANG EYDPERMENDIKNAS NO. 46 / 2009 TENTANG EYD
PERMENDIKNAS NO. 46 / 2009 TENTANG EYDPhaphy Wahyudhi
 
Makalah bahasa indonesia tentang ejaan
Makalah bahasa indonesia tentang ejaanMakalah bahasa indonesia tentang ejaan
Makalah bahasa indonesia tentang ejaanconesti08com
 
Februari 21 - Kaidah Ejaan.pptx
Februari 21 - Kaidah Ejaan.pptxFebruari 21 - Kaidah Ejaan.pptx
Februari 21 - Kaidah Ejaan.pptxErwinArnadi
 
Permen No 46 Tahun 2009 tentang pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurn...
Permen No 46 Tahun 2009 tentang pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurn...Permen No 46 Tahun 2009 tentang pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurn...
Permen No 46 Tahun 2009 tentang pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurn...Kacung Abdullah
 
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docxBAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docxArisSusanto47
 
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docxBAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docxArisSusanto47
 
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009Ferdi Oktaviano
 
EJAAN BAHASA INDONESIA.ppt
EJAAN BAHASA INDONESIA.pptEJAAN BAHASA INDONESIA.ppt
EJAAN BAHASA INDONESIA.pptIcNSgaming
 
MKU Bahasa Indonesia Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia By Asep Perdiansyah,...
MKU Bahasa Indonesia Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia By Asep Perdiansyah,...MKU Bahasa Indonesia Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia By Asep Perdiansyah,...
MKU Bahasa Indonesia Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia By Asep Perdiansyah,...AsepPerdiansyah
 
Pemakaian Huruf Sesuai EYD
Pemakaian Huruf Sesuai EYDPemakaian Huruf Sesuai EYD
Pemakaian Huruf Sesuai EYDAdiwidjadja
 

Similar to Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (20)

Pedoman eyd 2010
Pedoman eyd 2010Pedoman eyd 2010
Pedoman eyd 2010
 
Buku EYD
Buku EYDBuku EYD
Buku EYD
 
Bahasa indonesia (pnj) 1
Bahasa indonesia (pnj) 1Bahasa indonesia (pnj) 1
Bahasa indonesia (pnj) 1
 
Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang DisempurnakanEjaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan
 
Materi kuliah B.Indonesia ke-2.pptx
Materi kuliah B.Indonesia ke-2.pptxMateri kuliah B.Indonesia ke-2.pptx
Materi kuliah B.Indonesia ke-2.pptx
 
P2 MKU B Indonesia Ejaan yang disempurnakan.pptx
P2 MKU B Indonesia Ejaan yang disempurnakan.pptxP2 MKU B Indonesia Ejaan yang disempurnakan.pptx
P2 MKU B Indonesia Ejaan yang disempurnakan.pptx
 
PERMENDIKNAS NO. 46 / 2009 TENTANG EYD
PERMENDIKNAS NO. 46 / 2009 TENTANG EYDPERMENDIKNAS NO. 46 / 2009 TENTANG EYD
PERMENDIKNAS NO. 46 / 2009 TENTANG EYD
 
Eyd 3
Eyd 3Eyd 3
Eyd 3
 
Makalah bahasa indonesia tentang ejaan
Makalah bahasa indonesia tentang ejaanMakalah bahasa indonesia tentang ejaan
Makalah bahasa indonesia tentang ejaan
 
Februari 21 - Kaidah Ejaan.pptx
Februari 21 - Kaidah Ejaan.pptxFebruari 21 - Kaidah Ejaan.pptx
Februari 21 - Kaidah Ejaan.pptx
 
Permen No 46 Tahun 2009 tentang pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurn...
Permen No 46 Tahun 2009 tentang pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurn...Permen No 46 Tahun 2009 tentang pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurn...
Permen No 46 Tahun 2009 tentang pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurn...
 
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docxBAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
 
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docxBAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
BAB V EJAAN BAHASA INDONESIA.docx
 
02 eyd, rev 14 10-2014
02 eyd, rev 14 10-201402 eyd, rev 14 10-2014
02 eyd, rev 14 10-2014
 
Eyd bahasa
Eyd bahasaEyd bahasa
Eyd bahasa
 
Permen46 2009 eyd
Permen46 2009 eydPermen46 2009 eyd
Permen46 2009 eyd
 
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009
 
EJAAN BAHASA INDONESIA.ppt
EJAAN BAHASA INDONESIA.pptEJAAN BAHASA INDONESIA.ppt
EJAAN BAHASA INDONESIA.ppt
 
MKU Bahasa Indonesia Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia By Asep Perdiansyah,...
MKU Bahasa Indonesia Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia By Asep Perdiansyah,...MKU Bahasa Indonesia Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia By Asep Perdiansyah,...
MKU Bahasa Indonesia Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia By Asep Perdiansyah,...
 
Pemakaian Huruf Sesuai EYD
Pemakaian Huruf Sesuai EYDPemakaian Huruf Sesuai EYD
Pemakaian Huruf Sesuai EYD
 

More from Uwes Chaeruman

Inovasi Teknologi dan Peran Mahasiswa Era Digital
Inovasi Teknologi dan Peran Mahasiswa Era DigitalInovasi Teknologi dan Peran Mahasiswa Era Digital
Inovasi Teknologi dan Peran Mahasiswa Era DigitalUwes Chaeruman
 
Menghidupkan Pembelajaran Daring menurut Bonk & Khoo (2014)
Menghidupkan Pembelajaran Daring menurut Bonk & Khoo (2014)Menghidupkan Pembelajaran Daring menurut Bonk & Khoo (2014)
Menghidupkan Pembelajaran Daring menurut Bonk & Khoo (2014)Uwes Chaeruman
 
Hybrid Learning: antara Tech, Teach, and Touch
Hybrid Learning: antara Tech, Teach, and Touch Hybrid Learning: antara Tech, Teach, and Touch
Hybrid Learning: antara Tech, Teach, and Touch Uwes Chaeruman
 
Menjamin Ketercapaian CPMK dalam Pembelajaran Daring
Menjamin Ketercapaian CPMK dalam Pembelajaran DaringMenjamin Ketercapaian CPMK dalam Pembelajaran Daring
Menjamin Ketercapaian CPMK dalam Pembelajaran DaringUwes Chaeruman
 
Optimalisasi Pemanfaatan Video dalam Pembelajaran Jarak Jauh danDaring
Optimalisasi Pemanfaatan Video dalam Pembelajaran Jarak Jauh danDaringOptimalisasi Pemanfaatan Video dalam Pembelajaran Jarak Jauh danDaring
Optimalisasi Pemanfaatan Video dalam Pembelajaran Jarak Jauh danDaringUwes Chaeruman
 
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Daring
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran DaringPendidikan Karakter melalui Pembelajaran Daring
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran DaringUwes Chaeruman
 
Tips dan Contoh Cara Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Tips dan Contoh Cara Merumuskan Tujuan PembelajaranTips dan Contoh Cara Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Tips dan Contoh Cara Merumuskan Tujuan PembelajaranUwes Chaeruman
 
Contoh Merdeka Belajar dalam Pembelajaran Daring
Contoh Merdeka Belajar dalam Pembelajaran DaringContoh Merdeka Belajar dalam Pembelajaran Daring
Contoh Merdeka Belajar dalam Pembelajaran DaringUwes Chaeruman
 
Pembelajar Daring yang Memerdekakan
Pembelajar Daring yang MemerdekakanPembelajar Daring yang Memerdekakan
Pembelajar Daring yang MemerdekakanUwes Chaeruman
 
Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring masa Covid-19
Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring masa Covid-19Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring masa Covid-19
Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring masa Covid-19Uwes Chaeruman
 
Outcome Based Education
Outcome Based EducationOutcome Based Education
Outcome Based EducationUwes Chaeruman
 
Meramu Blended Learning yang Membelajarkan dalam Covid-19
Meramu Blended Learning yang Membelajarkan dalam Covid-19Meramu Blended Learning yang Membelajarkan dalam Covid-19
Meramu Blended Learning yang Membelajarkan dalam Covid-19Uwes Chaeruman
 
Catatan Kecil Implementasi Pelatihan Daring Jarak Jauh
Catatan Kecil Implementasi Pelatihan Daring Jarak JauhCatatan Kecil Implementasi Pelatihan Daring Jarak Jauh
Catatan Kecil Implementasi Pelatihan Daring Jarak JauhUwes Chaeruman
 
Implementasi Kampus Merdeka & Merdeka Belajar
Implementasi Kampus Merdeka & Merdeka Belajar Implementasi Kampus Merdeka & Merdeka Belajar
Implementasi Kampus Merdeka & Merdeka Belajar Uwes Chaeruman
 
Own it, learn it, share it!
Own it, learn it, share it! Own it, learn it, share it!
Own it, learn it, share it! Uwes Chaeruman
 
Radio & Televisi Edukasi mendukung Remote Teaching dalam Covid-19
Radio & Televisi Edukasi mendukung Remote Teaching dalam Covid-19Radio & Televisi Edukasi mendukung Remote Teaching dalam Covid-19
Radio & Televisi Edukasi mendukung Remote Teaching dalam Covid-19Uwes Chaeruman
 
Share & Publish It! - Strategi Difusi Inovasi Pembelajaran Terintegrasi Tekno...
Share & Publish It! - Strategi Difusi Inovasi Pembelajaran Terintegrasi Tekno...Share & Publish It! - Strategi Difusi Inovasi Pembelajaran Terintegrasi Tekno...
Share & Publish It! - Strategi Difusi Inovasi Pembelajaran Terintegrasi Tekno...Uwes Chaeruman
 
Tips Mengimplementasikan Flipped Learning dalam COVID-19
Tips Mengimplementasikan Flipped Learning dalam COVID-19Tips Mengimplementasikan Flipped Learning dalam COVID-19
Tips Mengimplementasikan Flipped Learning dalam COVID-19Uwes Chaeruman
 
Trend, Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring
Trend, Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring Trend, Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring
Trend, Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring Uwes Chaeruman
 
Pjj dan Implementasi Blended Learning
Pjj dan Implementasi Blended Learning Pjj dan Implementasi Blended Learning
Pjj dan Implementasi Blended Learning Uwes Chaeruman
 

More from Uwes Chaeruman (20)

Inovasi Teknologi dan Peran Mahasiswa Era Digital
Inovasi Teknologi dan Peran Mahasiswa Era DigitalInovasi Teknologi dan Peran Mahasiswa Era Digital
Inovasi Teknologi dan Peran Mahasiswa Era Digital
 
Menghidupkan Pembelajaran Daring menurut Bonk & Khoo (2014)
Menghidupkan Pembelajaran Daring menurut Bonk & Khoo (2014)Menghidupkan Pembelajaran Daring menurut Bonk & Khoo (2014)
Menghidupkan Pembelajaran Daring menurut Bonk & Khoo (2014)
 
Hybrid Learning: antara Tech, Teach, and Touch
Hybrid Learning: antara Tech, Teach, and Touch Hybrid Learning: antara Tech, Teach, and Touch
Hybrid Learning: antara Tech, Teach, and Touch
 
Menjamin Ketercapaian CPMK dalam Pembelajaran Daring
Menjamin Ketercapaian CPMK dalam Pembelajaran DaringMenjamin Ketercapaian CPMK dalam Pembelajaran Daring
Menjamin Ketercapaian CPMK dalam Pembelajaran Daring
 
Optimalisasi Pemanfaatan Video dalam Pembelajaran Jarak Jauh danDaring
Optimalisasi Pemanfaatan Video dalam Pembelajaran Jarak Jauh danDaringOptimalisasi Pemanfaatan Video dalam Pembelajaran Jarak Jauh danDaring
Optimalisasi Pemanfaatan Video dalam Pembelajaran Jarak Jauh danDaring
 
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Daring
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran DaringPendidikan Karakter melalui Pembelajaran Daring
Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Daring
 
Tips dan Contoh Cara Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Tips dan Contoh Cara Merumuskan Tujuan PembelajaranTips dan Contoh Cara Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Tips dan Contoh Cara Merumuskan Tujuan Pembelajaran
 
Contoh Merdeka Belajar dalam Pembelajaran Daring
Contoh Merdeka Belajar dalam Pembelajaran DaringContoh Merdeka Belajar dalam Pembelajaran Daring
Contoh Merdeka Belajar dalam Pembelajaran Daring
 
Pembelajar Daring yang Memerdekakan
Pembelajar Daring yang MemerdekakanPembelajar Daring yang Memerdekakan
Pembelajar Daring yang Memerdekakan
 
Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring masa Covid-19
Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring masa Covid-19Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring masa Covid-19
Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring masa Covid-19
 
Outcome Based Education
Outcome Based EducationOutcome Based Education
Outcome Based Education
 
Meramu Blended Learning yang Membelajarkan dalam Covid-19
Meramu Blended Learning yang Membelajarkan dalam Covid-19Meramu Blended Learning yang Membelajarkan dalam Covid-19
Meramu Blended Learning yang Membelajarkan dalam Covid-19
 
Catatan Kecil Implementasi Pelatihan Daring Jarak Jauh
Catatan Kecil Implementasi Pelatihan Daring Jarak JauhCatatan Kecil Implementasi Pelatihan Daring Jarak Jauh
Catatan Kecil Implementasi Pelatihan Daring Jarak Jauh
 
Implementasi Kampus Merdeka & Merdeka Belajar
Implementasi Kampus Merdeka & Merdeka Belajar Implementasi Kampus Merdeka & Merdeka Belajar
Implementasi Kampus Merdeka & Merdeka Belajar
 
Own it, learn it, share it!
Own it, learn it, share it! Own it, learn it, share it!
Own it, learn it, share it!
 
Radio & Televisi Edukasi mendukung Remote Teaching dalam Covid-19
Radio & Televisi Edukasi mendukung Remote Teaching dalam Covid-19Radio & Televisi Edukasi mendukung Remote Teaching dalam Covid-19
Radio & Televisi Edukasi mendukung Remote Teaching dalam Covid-19
 
Share & Publish It! - Strategi Difusi Inovasi Pembelajaran Terintegrasi Tekno...
Share & Publish It! - Strategi Difusi Inovasi Pembelajaran Terintegrasi Tekno...Share & Publish It! - Strategi Difusi Inovasi Pembelajaran Terintegrasi Tekno...
Share & Publish It! - Strategi Difusi Inovasi Pembelajaran Terintegrasi Tekno...
 
Tips Mengimplementasikan Flipped Learning dalam COVID-19
Tips Mengimplementasikan Flipped Learning dalam COVID-19Tips Mengimplementasikan Flipped Learning dalam COVID-19
Tips Mengimplementasikan Flipped Learning dalam COVID-19
 
Trend, Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring
Trend, Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring Trend, Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring
Trend, Peluang dan Tantangan Pembelajaran Daring
 
Pjj dan Implementasi Blended Learning
Pjj dan Implementasi Blended Learning Pjj dan Implementasi Blended Learning
Pjj dan Implementasi Blended Learning
 

Recently uploaded

Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxMateri Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxshafiraramadhani9
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 

Recently uploaded (20)

Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxMateri Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

  • 1. Kuliahdaringdikti.go.id Dr. Tri Wiratno, M.A. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret Email: wiratno.tri@gmail.com. Ponsel: 081229795656
  • 2. 1 PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN (Edisi kedua berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987, dicermatkan pada Rapat Kerja ke-30 Panitia Kerja Sama Kebahasaan di Tugu, tanggal 16-20 Desember 1990 dan diterima pada Sidang Ke-30 Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia di Bandar Seri Begawan, tanggal 4-6 Maret 1991) I Pemakaian Huruf A Huruf Abjad Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya. Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama A a B b C c D d E e F f G g H h I i a be ce de e ef ge ha i J j K k L l M m N n O o P p Q q R r je ka el em en o pe ki er S s T t U u V v W w X x Y y Z z es te u fe we eks ye zet B Huruf Vokal Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u. Huruf Vokal Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir a e* i o u api enak emas itu oleh ulang padi petak kena simpan kota bumi lusa sore tipe murni radio ibu * Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Misalnya: Anak-anak bermain di teras (téras). Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah. Kami menonton film seri (séri). Pertandingan itu berakhir seri. C Huruf Konsonan Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir b c d f g h j k l m n p q** r bahasa cakap dua fakir guna hari jalan kami - lekas maka nama pasang Quran raib sebut kaca ada kafir tiga saham manja paksa rakyat* alas kami anak apa Furqan bara adab - abad maaf balig tuah mikraj sesak bapak* kesal diam daun siap - putar Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir s t v w x** y z sampai tali varia wanita xenon yakin zeni asli mata lava bawa - payung lazim lemas rapat - - - - juz * Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah. ** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu. D Huruf Diftong Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi. Huruf Diftong Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir ai au oi ain aula - syaitan saudara boikot pandai harimau amboi E Gabungan Huruf Konsonan Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Gabungan Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir kh ng ny sy khusus ngilu nyata syarat akhir bangun hanyut isyarat tarikh senang - arasy F Pemenggalan Kata *) 1 Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut. a Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu. Misalnya: au-la sau-da-ra am-boi bukan bukan bukan a-u-la sa-u-da-ra am-b-oi b Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan-huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan. Misalnya: * Lihat Pedoman Pemenggalan Kata
  • 3. 2 ba-pak la-wan mu-ta-khir ba-rang de-ngan su-lit ke-nyang c Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan. Misalnya: man-di cap-lok makh-luk som-bong Ap-ril swas-ta bang-sa d Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Misalnya: in-stru-men in-fra ben-trok ul-tra bang-krut ikh-las 2 Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris. Misalnya: makan-an mem-bantu me-rasa-kan pergi-lah Catatan: a Bentuk dasar pada kata turunan sedapat- dapatnya tidak dipenggal. b Akhiran –i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 1.) c Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut. Misalnya te-lun-juk si-nam-bung ge-li-gi 3 Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas. Misalnya: bio-grafi, bi-o-gra-fi foto-grafi, fo-to-gra-fi intro-speksi, in-tro-spek-si kilo-gram, ki-lo-gram kilo-meter, ki-lo-me-ter pasca-panen, pas-ca-pa-nen Keterangan: Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus. II Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring A Huruf Kapital atau Huruf Besar 1 Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya: Dia mengantuk Apa maksudnya? Kita harus bekerja keras. Pekerjaan itu belum selesai. 2 Huruf kapital dipakai sebegai huruf pertama petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya,”Kapan kita pulang?” Bapak menasihatkan,”Berhati-hatilah, Nak!” “Kemarin engkau terlambat,”katanya. “Besok pagi,” kata Ibu,”dia akan berangkat”. 3 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama, Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: Allah Yang Mahakuasa Yang Maha Pengasih Alkitab Quran Weda Islam Kristen Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya. Bimbinglah hama-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat. 4 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya: Mahaputra Yamin Sultan Hasanuddin Haji Agus Salim Imam Syafii Nabi Ibrahim Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya: Dia baru saja diangkat menjadi sultan. Tahun ini ia pergi naik haji. 5 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya: Wakil Presiden Adam Malik Perdana Menteri Nehru Profesor Supomo Laksamana Muda Udara Husen Sastranegera Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian Gubernur Irian Jaya Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
  • 4. 3 Misalnya: Siapa gubernur yang baru dilantik itu? Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal. 6 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya: Amir Hamzah Dewi Sartika Wage Rudolf Supratman Halim Perdanakusumah Ampere Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya: Mesin diesel 10 volt 5 ampere 7 Huruf kapital dipakasi sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Misalnya: bangsa Indonesia suku Sunda bahasa Inggris Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya: mengindonesiakan kata asing keinggris-inggrisan 8 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya bulan Agustus bulan Maulid hari Galungan hari Jumat hari Lebaran hari Natal Perang Candu tahun Hijriah tarikh Masehi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama. Misalnya: Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya. Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia. 9 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya: Asia Tenggara Banyuwangi Bukit Barisan Cirebon Danau Toba Dataran Tinggi Dieng Kali Brantas Lembah Baliem Ngarai Sianok Pegunungan Jaya- wijaya Selat Lombok Gunung Semeru Jalan Diponegoro Jazirah Arab Tanjung Harapan Teluk Benggala Terusan Suez Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya: berlayar ke teluk mandi di kali menyeberangi selat pergi ke arah tenggara Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis. Misalnya: garam inggris gula jawa kacang bogor pisang ambon 10 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Misalnya Republik Indonesia Majelis Permusyawaratan Rakyat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972 Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. Misalnya: Menjadi sebuah republik Beberapa badan hukum Kerja sama antara pemerintah dan rakyat Menurut undang-undang yang berlaku 11 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Rancangan Undang-Undang Kepegawaian 12 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
  • 5. 4 Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan. Ia menyelesaikan makalah “Asas-asas Hukum Perdata”. 13 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misalnya: Dr. M.A. S.H. S.S. Prof. Tn. Ny. Sdr. doktor master of arts sarjana hukum sarjana sastra profesor tuan nyonya saudara 14 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya: “Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto. Adik bertanya,”Itu apa, Bu?” Surat Saudara sudah saya terima. “Silakan duduk, Dik!” kata Ucok. Besok Paman akan datang. Mereka pergi ke rumah Pak Camat. Para ibu mengunjungi Ibu Hasan. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. Misalnya: Kita harus menghormati bapak dan ibu kita. Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga. 15 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Misalnya: Sudahkah Anda tahu? Surat Anda telah kami terima. B Huruf Miring 1 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: majalah Bahasa dan Kesusastraan buku Negarakertagama karangan Prapanca surat kabar Suara Karya 2 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya: Huruf pertama kata abad ialah a. Dia bukan menipu, tetapi ditipu. Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital. Buatlah kalimat dengan berlepas tangan. 3 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya: Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana. Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini. Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia’. Tetapi: Negara itu telah mengalami empat kudeta. Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya. III Penulisan Kata A Kata Dasar Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya: Ibu percaya bahwa engkau tahu. Kantor pajak penuh sesak. Buku itu sangat tebal. B Kata Turunan 1 Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: bergeletar dikelola penetapan menengok mempermainkan 2 Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: bertepuk tangan menganak sungai garis bawahi sebar luaskan 3 Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: mengggarisbawahi dilipatgandakan menyebarluaskan penghancurleburan 4 Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: adipati aerodinamika mahasiswa mancanegara
  • 6. 5 antarkota anumerta audiogram awahama bikarbonat biokimia caturtunggal dasawarsa dekameter demoralisasi dwiwarna ekawarna ekstrakurikuler elektroteknik infrastruktur inkonvensional introspeksi kolonialisme kosponsor multilateral narapidana nonkolaborasi Pancasila panteisme paripurna poligami pramuniaga prasangka purnawirawan reinkarnasi saptakrida semiprofesional subseksi swadaya telepon transmigrasi tritunggal ultramodern Catatan: a Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: non-indonesia pan-afrikanisme b Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. Misalnya: Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. C Bentuk Ulang Bentuk ulang ditulis secara lengkat dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya: anak-anak biri-biri buku-buku bumiputra- bumiputra centang-perenang hati-hati hulubalang- hulubalang kuda-kuda kupu-kupu kura-kura laba-laba mata-mata sia-sia undang-undang gerak-gerik huru-hara lauk- pauk mondar-mandir porak-poranda ramah-tamah sayur-mayur tukar-menukar tunggang-langgang terus-menerus berjalan-jalan menulis-nulis dibesar-besarkan D Gabungan Kata 1 Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur- unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar mata pelajaran orang tua kambing hitam persegi panjang model linear simpang empat meja tulis kereta api cepat luar biasa rumah sakit umum 2 Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar ibu-bapak kami anak-istri saya watt-jam buku sejarah-baru orang-tua muda mesin-hitung tangan 3 Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali adakalanya akhirulkalam alhamdulillah astagfirullah bagaimana barangkali beasiswa belasungkawa bilamana bismillah bumiputra daripada darmabakti darmasiswa darmawisata dukacita halalbihalal hulubalang kacamata kasatmata kepada keratabasa kilometer manakala manasuka mangkubumi matahari olahraga padahal paramasastra peribahasa puspawarna radioaktif saptamarga saputangan saripati sebagaimana sediakala segitiga sekalipun silaturahmi sukacita sukarela sukaria syahbandar titimangsa wasalam E Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa yang kumiliki boleh kauambil. Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan. F Kata Depan di, ke, dan dari Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.) Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari. Bermalam semalam di sini.
  • 7. 6 Di mana Siti sekarang? Mereka ada di rumah. Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan. Ke mana saja ia selama ini? Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan. Mari kita berangkat ke pasar. Saya pergi ke sana-sini mencarinya. Ia datang dari Surabaya kemarin. Catatan: Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai. Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad. Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya. Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi. Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966. Bawa kemari gambar itu. Kemarikan buku itu. Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu. G Kata si dan sang Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil. Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim. H Partikel 1 Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik. Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia. Apakah yang tersirat dalam surat itu? Siapakah gerangan dia? Apatah gunanya bersedih hati? 2 Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus. Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan. Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku. Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi. Catatan: Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun ditulis serangkai. Misalnya: Adapun sebab-sebabnya belum diketahui. Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu. Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi. Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaan dapat dijadikan pegangan. Walaupun miskin, ia selalu gembira. 3 Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April. Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu. Harga kain ini Rp2.000,00 per helai. I Singkatan dan Akronim 1 Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. a Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pengkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya: A.S. Kramawijaya Muh. Yamin Suman Hs. Sukanto S.A. M.B.A. M.Sc. S.E. S.Kar S.K.M. Bpk. Sdr. Kol. master of business administration master of science sarjana ekonomi sarjana karawitan sarjana kesehatan masyarakat Bapak Saudara Kolonel b Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya: DPR PGRI GBHN SMTP PT KTP Dewan Perwakilan Rakyat Persatuan Guru Republik Indonesia Garis-Garis Besar Haluan Negara sekolah menengah tingkat pertama perseroan terbatas kartu tanda pengenal c Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya dll. dsb. dst. hlm. sda. yth. dan lain-lain dan sebagainya dan seterusnya halaman sama dengan atas yang terhormat Tetapi: a.n. d.a. u.b. u.p. atas nama dengan alamat untuk beliau untuk perhatian
  • 8. 7 d Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Cu TNT cm kVA l kg Rp kuprum trinitrotoluena sentimeter kilovolt-ampere liter kilogram rupiah 2 Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. a Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya: ABRI LAN PASI IKIP SIM Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Lembaga Administrasi Negara Persatuan Atletik Seluruh Indonesia Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surat izin mengemudi b Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis denganjuruf awal huruf kapital. Misalnya: Akabri Bappenas Iwapi Kowani Sespa Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Kongres Wanita Indonesia Sekolah Staf Pimpinan Administrasi c Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: pemilu radar rapim rudal tilang pemilihan umum radio detecting and ranging rapat pimpinan peluru kendali bukti pelanggaran Catatan: Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim. J Angka dan Lambang Bilangan 1 Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab Angka Romawi : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1000), V (5 000), M (1.000.000) Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal- pasal yang berikut ini. 2 Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, bobot, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. Misalnya: 0,5 sentimeter 5 kilogram 4 meter persegi 10 liter Rp5.000,00 US$3.50* $5.10 Y100 2.000 rupiah 1 jam 20 menit pukul 15.00 tahun 1928 17 Agustus 1945 50 dolar Amerika 10 paun Inggris 100 yen 10 persen 27 orang * Tanda titik di sini merupakan tanda desimal 3 Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15 Hotel Indonesia, Kamar 169 4 Angka dingunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252 Surah Yasin: 9 5 Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut. a Bilangan utuh Misalnya: dua belas dua puluh dua dua ratus dua puluh dua 12 22 222 b Bilangan pecahan Misalnya: setengah tiga perempat seperenam belas tiga dua pertiga seperseratus satu persen satu permil satu dua persepuluh ½ ¾ 1 /16 3 2 /3 1 /100 1% 1‰ 1,2 6 Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya:
  • 9. 8 Paku Buwono X Paku Buwono ke-10 Paku Buwono kesepuluh Bab II Bab ke-2 Bab kedua Abab XX Abad ke-20 Abad kedua puluh Tingkat V Tingkat ke-5 Tingkat kelima 7 Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: Tahun ’50-an Uang 5000-an Uang lima 1000-an atau atau atau Tahun lima puluhan Uang lima ribuan Uang lima seribuan 8 Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali. Ayah memesan tiga ratus ekor ayam. Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko. Kendaraan yang ditempuh untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo. 9 Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu. Pak Darmo mengundang 250 orang tamu. Bukan: 15 orang tewas dalam kecelakaan itu. 250 orang tamu diundang Pak Darmo. Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo. 10 Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah. Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang. 11 Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya: Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai. Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah. Bukan: Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai. Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah. 12 Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah). Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah. IV Penulisan Unsur Serapan Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l’exploitation de l’homme par l’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu ialah sebagai berikut. aa (Belanda) menjadi a paal baal octaaf pal bal oktaf ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e aerobe aerrodinamics aerob aerodinamika ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e haemoglobin haematite hemoglobin hematit
  • 10. 9 ai tetap ai trailer caisson trailer kaison au tetap au audiogram autotroph tautomer hydraulic caustic audiogram autotrof tautomer hidraulik kaustik c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k calomel construction cubic coup classification crystal kalomel konstruksi kubik kup klasifikasi kristal c di muka e, i, oe, dan y menjadi s central cent cybernetics circulation cylinder coelom sentral sen sibernetika sirkulasi silinder selom cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k accomodation acculturation acclimatization accumulation acclamation akomodasi akulturasi aklimatisasi akumulasi aklamasi cc di muka e dan i menjadi ks accent accessory vaccine aksen aksesori vaksin cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k saccharin charisma cholera chromosome technique sakarin karisma kolera kromosom teknik ch yang lafalnya s atau sy menjadi s echelon machine eselon mesin ch yang lafalnya c menjadi c check China cek Cina ç (sanskerta) menjadi s çabda çastra sabda sastra e tetap e effect description synthesis efek deskripsi sintesis ea tetap ea idealist habeas idealis habeas ee (Belanda) menjadi e stratosfeer systeem stratosfer sistem ei tetap ei eicosane eidetic einsteinium eikosana eidetik einsteinium eo tetap eo stereo geometry zeolite stereo geometri zeolit eu tetap eu neutron eugenol europium neutron eugenol europium f tetap f fanatic factor fossil fanatik faktor fosil gh menjadi g sorghum sorgum gue menjadi ge igue gigue ige gige i pada awal suku kata di muka vokal, tetap i iambus ion iota iambus ion iota ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i politiek tiem politik tim ie tetap ie jika lafalnya bukan i variety patient efficient varietas pasien efisien kh (Arab) tetap kh khusus akhir khusus akhir ng tetap ng contingent congres linguistics kontingen kongres linguistik oe (oi Yunani) menjadi e oestrogen oenology foetus estrogen enology fetus oo (Belanda) menjadi o komfoor provoost kompor provos oo (Inggris) menjadi u cartoon proof pool kartun pruf pul oo (vokal ganda) tetap oo zoology coordination zoologi koordinasi ou menjadi u jika lafalnya u gouverneur coupon contour gubernur kupon kontur ph menjadi f phase physiology spectograph fase fisiologi spektograf ps tetap ps pseudo psychiatry psychosomatic pseudo psikiatri psikosomatik
  • 11. 10 pt tetap pt pterosaur pteridology ptyalin pterosaur pteridologi ptialin q menjadi k aquarium frequency equator akuarium frekuensi ekuator rh menjadi r rhapsody rhombus rhythm rhetoric rapsodi rombus ritme retorika sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk scandium scotopia scutella sclerosis scriptie skandium skotopia skutela sklerosis skripsi sc di muka e, i, dan y menjadi s scenography scintillation scyphistoma senografi sintilasi sifistoma sch di muka vokal menjadi sk schema schizophrenia scholasticism skema skizofrenia skolastisisme t di muka i menjadi s jika lafalnya s ratio action patient rasio aksi pasien th menjadi t theocracy orthography thiopental thrombosis methode teokrasi ortografi tiopental trombosis metode u tetap u unit nucleolus structure institute unit nukleolus struktur institut ua tetap ua dualisme aquarium dualisme akuarium ue tetap ue suede duet sued duet ui tetap ui equinox conduite equinoks konduite uo tetap uo fluoresein quorum quota fluoresein kuorum kuota uu menjadi u prematuur vacuum prematur vakum v tetap v vitamin television vitamin televisi cavalry kavaleri x pada awal kata tetap x xanthate xenon xylophone xantat xenon xilofon x pada posisi lain menjadi ks executive taxi exudation latex eksekutif taksi eksudasi lateks xc di muka e dan i menjadi ks exception excess excision excitation eksepsi ekses eksisi eksitasi xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk excavation excommunication excursive exclusive ekskavasi ekskomunikasi ekskursif eksklusif y tetap y jika lafalnya y yakitori yangonin yen yuan yakitori yangonin yen yuan y menjadi i jika lafalnya i yttrium dynamo propyl psychology itrium dinamo propil psikologi z tetap z zenith zirconium zodiac zygote zenit zirkonium zodiak zigot Konsonan ganda mejadi konsonan tunggal kecuali kalau dapat membingungkan. Misalnya: gabbro accu effect commission ferrum solfeggio gabro aki efek komisi ferum solfegio tetapi: mass massa Catatan: 1 Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi diubah. Misalnya: kabar iklan bengkel sirsak perlu hadir 2 Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu dipertahankan dalam penggunaan tertentu saja
  • 12. 11 seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus. Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen. -aat (Belanda) menjadi -at advocaat plaat tractaat advokat pelat traktat -age menjadi -ase percentage etalage persentase etalase -al, -eel (Belanda) menjadi -al structural, structureel formal, formeel normal, normaal struktural formal normal -ant menjadi -an accountant informant akuntan informan -archy,-archie (Belanda) menjadi arki anarchy, anarchie oligarchy, oligarchie anarki oligarki -ary, -air (Belanda) menjadi -er complementary, complementair primary, primair secondary, secundair komplementer primer sekunder -(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si action, actie publication, publicatie aksi publikasi -eel (Belanda) yang tidak ada padannya dalam bahasa Inggris menjadi -il materieel moreel principieel materiil moril prinsipiil -ein tetap ein casein protein kasein protein -ic, -ics, -ique, -iek, -ica (nomina) menjadi –ik, -ika logic, logica phonetics, phonetiek physics, physica dialectics, dialektic technique, techniek logika fonetik fisika dialektika teknik -ic (nominaI) menjadi -ik electronic statistic elektronik statistik -ic, -ical, -isch (adjektiva) menjadi -is electronic, elektronisch economical, economisch practical, practisch logical, logisch electronis ekonomis praktis logis -ile, -iel menjadi -il percentile, percentiel mobile, mobiel persentil mobil ism, -isme (Belanda) menjadi -isme modernism, modernisme communism, communisme modernisme komunisme -ist menjadi -is publicist egoist publisis egois -ive, -ief (Belanda) menjadi -if descriptive, descriptief demonstratice, demonstratief deskriptif demonstratif -logue menjadi -log catalogue dialogue katalog dialog -logy, -logie (Belanda) menjadi –logi technology, technologie physiology, physiologie analogy, analogie teknologi fisiologi analogi -loog (Belanda) menjadi -log analoog epiloog analog epilog -oid, -oide (Belanda) menjadi –oid hominoid, homonoide anthropoid, anthropoide homonoid antropoid -oir(e) menjadi -oar trottoir repertoire trotoar repertoar -or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir director, directeur inspector, inspecteur amateur formateur direktur inspektur amatir formatur -or tetap -or dictator corrector diktator korektor -ty, -teit (Belanda) menjadi -tas university, universiteit quality, kwaliteit universitas kualitas -ure, -uur (Belanda) menjadi -ur structure, struktuur premature, prematuur struktur prematur V Pemakaian Tanda Baca A Tanda Titik (.) 1 Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Ayahku tinggal di Solo. Biarlah mereka duduk di sana. Dia menanyakan siapa yang akan datang. Hari ini tanggal 6 April 1973. Marilah kita mengheningkan cipta. Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini. 2 Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya: a III. Departemen Dalam Negeri A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa B. Direktorat Jenderal Agraria 1.
  • 13. 12 b 1. Patokan Umum Isi Karangan Ilustrasi Gambar Tangan Tabel Grafik Catatan: Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf. 3 Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik) 4 Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya: 1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik) 0.0.30 jam (30 detik) 5 Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Pustaka. 6a Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang. Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa. 6b Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Lihat halaman 2345 dan seterusnya. Nomor gironya 5645678. 7 Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya: Acara Kunjungan Adam Malik Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD’45) Salah Asuhan 8 Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat pengirim surat. Misalnya: Jalan Diponegoro 82 Jakarta 1 April 1991 Yth. Sdr. Moh. Hasan Jalan Arif 43 Palembang Kantor Penempatan Tenaga Jalan Cikini 71 Jakarta B Tanda Koma (,) 1a Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko. Satu, dua, tiga! 2a Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan. Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim. 3a Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan datang. Karena sibuk, ia lupa akan janjinya. 3b Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya tidak akan datang kalau hari hujan. Dia lupa akan janjinya karena sibuk. Dia tahu bahwa soal itu penting. 4 Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi. Misalnya: Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. Jadi, soalnya tidak semudah itu. 5 Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya: O, begitu? Wah, bukan main! Hati-hati, ya, nanti jatuh. 6 Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.) Misalnya:
  • 14. 13 Kata Ibu,”Saya gembira sekali.” “Saya gembira sekali,” kata Ibu,”karena kamu lulus.” 7 Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya: Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta. Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor Surabaya, 10 Mei 1960 Kuala Lumpur, Malaysia 8 Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya: Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia, jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat. 9 Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya: W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4 10 Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A. 11 Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: 12,5 m Rp12,50 12 Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, bab V, Pasal F.) Misalnya: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali. Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih. Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara. Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma: Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia. 13 Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih. Bandingkan dengan: Kita memerlukan sikap yang bersungguh- sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa. Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus. 14 Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: “Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim. “Berdiri lurus-lurus!” perintahnya. C Tanda Titik Koma (;) 1 Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya: Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga. 2 Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya: Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama- nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”. D Tanda Titik Dua 1a Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya: Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati. 1b Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi umum dan jurusan ekonomi perusahaan. 2 Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan ayng memerlukan pemerian. Misalnya:
  • 15. 14 a. Ketua Sekretaris Bendahara b. Tempat Sidang Pengantar Acara Hari Waktu : Ahmad Wijaya : S. Handayani : B. Hartawan : Ruang 104 : Bambang S. : Senin : 09.30 3 Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya: Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!” Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk) Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar) 4 Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya: Tempo, I (1971), 34:7 Surah Yasin:9 Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit. Tjokronegero, Sutomo. 1968. Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Djakarta: Eresco. E Tanda Hubung (-) 1 Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya: Di samping cara-cara lama itu ada ju- ga cara yang baru. Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris. Misalnya: Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak Atau Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak Bukan Beberapa pendapat mengenai masalah i- tu telah disampaikan Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma- u beranjak 2 Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk meng- ukur panas. Kukuran baru ini memudahkan kita me- ngukur kelapa. Senjata ini merupakan alat pertahan- an yang canggih. Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris. 3 Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: anak-anak berulang-ulang kemerah-merahan Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan. 4 Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a 8-4-1973 5 Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkap- an, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi dua puluh lima-ribuan (20 5000) tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial Bandingkan dengan: be-revolusi dua-puluh-lima-ribuan (1 25000) tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial 6 Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, dan (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap. Misalnya: se-Indonesia se-Jawa Barat hadiah ke-2 tahun 50-an mem-PHK-kan hari-H sinar-X Menteri-Sekretaris Negara 7 Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: di-smash pen-tackle-an
  • 16. 15 F Tanda Pisah 1 Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu–saya yakin akan tercapai–diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri. 2 Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom– telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta. 3 Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai’. Misalnya: 1910–1945 Tanggal 5–10 April 1970 Jakarta–Bandung Catatan: Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya. G Tanda Elipsis ( ) 1 Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak. 2 Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan akan diteliti lebih lanjut. Catatan: Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah unuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat. Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati .... H Tanda Tanya (?) 1 Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan ia berangkat? Saudara tahu, bukan? 2 Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Ia dilahirkan pada tahun 1683. (?) Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang. I Tanda Seru (!) Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu! Bersihkan kamar itu sekarang juga! Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya. Merdeka! J Tanda Kurung (( )) 1 Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu. 2 Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962. Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri. 3 Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a). Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya. 4 Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal. K Tanda Kurung Siku ([ ]) 1 Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
  • 17. 16 2 Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35–38] tidak dibicarakan) perlu dibentangkan di sini. L Tanda Petik (“ ”) 1 Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya: “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!” Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.” 2 Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Bacalah ”Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat. Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo. Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu. 3 Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara ”coba dan ralat” saja. Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”. 4 Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata Tono, “Saya juga minta satu.” 5 Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”. Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya. Catatan: Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris. M Tanda Petik Tunggal (‘ ’) 1 Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun dalam petikan lain. Misalnya: Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?” “Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku,’Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Hamdan. 2 Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J). Misalnya: feed-back ‘balikan’ N Tanda Garis Miring (/) 1 Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Misalnya: No. 7/PK/1973 Jalan Kramat II/10 tahun anggaran 1985/1986 2 Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap. Misalnya: mahasiswa/mahasiswi harganya Rp150,00/lembar O Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘) Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Ali ’kan kusurati. (‘kan = akan) Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah) 1 Januari ’88 (’88 = 1988) -ssa-
  • 18. Kuliahdaringdikti.go.id Dr. Tri Wiratno, M.A. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret Email: wiratno.tri@gmail.com. Ponsel: 081229795656
  • 19. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. bahwa pengaturan tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia belum diatur di dalam bentuk undang-undang; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN. BAB I . . .
  • 20. - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih. 2. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 4. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. 5. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukkan kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau organisasi. 6. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah- daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah. 8. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan. 9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 2 . . .
  • 21. - 3 - Pasal 2 Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas: a. persatuan; b. kedaulatan; c. kehormatan; d. kebangsaan; e. kebhinnekatunggalikaan; f. ketertiban; g. kepastian hukum; h. keseimbangan; i. keserasian; dan j. keselarasan. Pasal 3 Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan bertujuan untuk: a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan c. menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. BAB II BENDERA NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama. (2) Bendera . . .
  • 22. - 4 - (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur. (3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran: a. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan; b. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum; c. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan; d. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden; e. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara; f. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum; g. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal; h. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api; i. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan j. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja. (4) Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bendera yang merepresentasikan Bendera Negara dapat dibuat dari bahan yang berbeda dengan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ukuran yang berbeda dengan ukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan bentuk yang berbeda dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 5 (1) Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. (2) Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta. Bagian Kedua Penggunaan Bendera Negara Pasal 6 Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran dan/atau pemasangan. Pasal 7 . . .
  • 23. - 5 - Pasal 7 (1) Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam. (2) Dalam keadaan tertentu pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari. (3) Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. (4) Dalam rangka pengibaran Bendera Negara di rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah memberikan Bendera Negara kepada warga negara Indonesia yang tidak mampu. (5) Selain pengibaran pada setiap tanggal 17 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dikibarkan pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain. Pasal 8 (1) Pengibaran Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara nasional diatur oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan kesekretariatan negara. (2) Pengibaran Bendera Negera pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah, diatur oleh kepala daerah. Pasal 9 (1) Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dikibarkan setiap hari di: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b. gedung atau kantor lembaga negara; c. gedung atau kantor lembaga pemerintah; d. gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian; e. gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah; f. gedung . . .
  • 24. - 6 - f. gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah; g. gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; h. gedung atau halaman satuan pendidikan; i. gedung atau kantor swasta; j. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; k. rumah jabatan pimpinan lembaga negara; l. rumah jabatan menteri; m. rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian; n. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat; o. gedung atau kantor atau rumah jabatan lain; p. pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; q. lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan r. taman makam pahlawan nasional. (2) Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur tersendiri oleh pimpinan institusi dengan berpedoman pada Undang-Undang ini; (3) Penggunaan Bendera Negara di kantor perwakilan negara Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan berpedoman pada Undang-Undang ini. (4) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g digunakan di luar gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dilakukan sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing yang berlaku di negara yang bersangkutan. Pasal 10 (1) Bendera Negara wajib dipasang pada: a. kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil Presiden; b. kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di Indonesia pada waktu berlabuh dan berlayar; atau c. pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat terbang yang terdaftar di Indonesia. (2) Pemasangan . . .
  • 25. - 7 - (2) Pemasangan Bendera Negara di kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah kanan kabin masinis. (3) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditempatkan di tengah anjungan kapal. (4) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditempatkan di sebelah kanan ekor pesawat terbang. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 11 (1) Bendera Negara dapat dikibarkan dan/atau dipasang pada: a. kendaraan atau mobil dinas; b. pertemuan resmi pemerintah dan/atau organisasi; c. perayaan agama atau adat; d. pertandingan olahraga; dan/atau e. perayaan atau peristiwa lain. (2) Bendera Negara dipasang pada mobil dinas Presiden, Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, menteri atau pejabat setingkat menteri, Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan mantan Wakil Presiden sebagai tanda kedudukan. (3) Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipasang di tengah-tengah pada bagian depan mobil. (4) Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing menggunakan mobil yang disediakan Pemerintah, Bendera Negara dipasang di sisi kiri bagian depan mobil. Pasal 12 (1) Bendera Negara dapat digunakan sebagai: a. tanda perdamaian; b. tanda berkabung; dan/atau c. penutup peti atau usungan jenazah. (2) Bendera . . .
  • 26. - 8 - (2) Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan apabila terjadi konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian dikibarkan pada saat terjadi konflik horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang bertikai wajib menghentikan pertikaian. (4) Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah meninggal dunia. (5) Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikibarkan setengah tiang. (6) Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga hari berturut-turut di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan semua kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. (7) Apabila pimpinan lembaga negara dan menteri atau pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama dua hari berturut-turut terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang bersangkutan. (8) Apabila anggota lembaga negara, kepala daerah dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor pejabat yang bersangkutan. (9) Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di luar negeri, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia. (10) Pengibaran Bendera Negara setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan kententuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (8). (11) Dalam . . .
  • 27. - 9 - (11) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan pengibaran Bendera Negara dalam rangka peringatan hari-hari besar nasional, dua Bendera Negara dikibarkan berdampingan, yang sebelah kiri dipasang setengah tiang dan yang sebelah kanan dipasang penuh. (12) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara. (13) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipasang lurus memanjang pada peti atau usungan jenazah, bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan jenazah. (14) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) setelah digunakan dapat diberikan kepada pihak keluarga. Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Bendera Negara Pasal 13 (1) Bendera Negara dikibarkan dan/atau dipasang pada tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran Bendera Negara. (2) Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada sisi dalam kibaran Bendera Negara. (3) Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata. Pasal 14 (1) Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang secara perlahan-lahan, dengan khidmat, dan tidak menyentuh tanah. (2) Bendera . . .
  • 28. - 10 - (2) Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan tepat setengah tiang. (3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian diturunkan. Pasal 15 (1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai. (2) Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Pasal 16 (1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bendera Negara ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah atau di sebelah kanan gedung atau kantor, rumah, satuan pendidikan, dan taman makam pahlawan. (2) Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan Bendera Negara: a. apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara ditempatkan rata pada dinding di atas sebelah belakang pimpinan rapat; b. apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan pimpinan rapat atau mimbar. Pasal 17 (1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang secara berdampingan dengan bendera negara lain, ukuran bendera seimbang dan ukuran tiang bendera negara sama. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikibarkan sebagai berikut: a. apabila ada satu bendera negara lain, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan; b. apabila . . .
  • 29. - 11 - b. apabila ada sejumlah bendera negara lain, semua bendera ditempatkan pada satu baris dengan kententuan: 1. jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara ditempatkan di tengah; dan 2. apabila jumlah semua bendera genap, Bendera Negara ditempatkan di tengah sebelah kanan. (3) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dalam acara internasional yang dihadiri oleh kepala negara, wakil kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat dilakukan menurut kebiasaan internasional. (4) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku untuk Bendera Negara yang dibawa bersama-sama dengan bendera negara lain dalam pawai atau defile. Pasal 18 Dalam hal penandatanganan perjanjian internasional antara pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pejabat negara lain, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua bendera negara pada dua tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara lain ditempatkan di sebelah kiri; b. bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan sistem bersilang atau paralel. Pasal 19 Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara lain dipasang pada tiang yang bersilang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera negara lain. Pasal 20 Dalam hal Bendera Negara yang berbentuk bendera meja dipasang bersama dengan bendera negara lain pada konferensi internasional, Bendera Negara ditempatkan di depan tempat duduk delegasi Republik Indonesia. Pasal 21 . . .
  • 30. - 12 - Pasal 21 (1) Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera atau panji organisasi, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi, Bendera Negara dipasang di sebelah kanan; b. apabila ada dua atau lebih bendera atau panji organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera Negara ditempatkan di depan baris bendera atau panji organisasi di posisi tengah; c. apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang bersama dengan bendera atau panji organisasi dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di depan rombongan; dan d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan bendera atau panji organisasi. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi daripada bendera atau panji organisasi. Pasal 22 (1) Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai hiasan, ukurannya dibuat sama besar dan disusun dengan urutan warna merah putih. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipasang berselingan dengan bendera organisasi atau bendera lain. Pasal 23 Bendera Negara yang digunakan sebagai lencana dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri. Bagian Keempat Larangan Pasal 24 Setiap orang dilarang: a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara; b. memakai . . .
  • 31. - 13 - b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial; c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam; d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara. BAB III BAHASA NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 25 (1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa. (2) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa. Bagian Kedua Penggunaan Bahasa Indonesia Pasal 26 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 27 . . .
  • 32. - 14 - Pasal 27 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara. Pasal 28 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri. Pasal 29 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. (2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. (3) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing. Pasal 30 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan. Pasal 31 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia. (2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris. Pasal 32 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia. (2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri. Pasal 33 . . .
  • 33. - 15 - Pasal 33 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. (2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia. Pasal 34 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan. Pasal 35 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia. (2) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing. Pasal 36 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia. (2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi. (3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. (4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan. Pasal 37 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia. (2) Informasi . . .
  • 34. - 16 - (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai dengan keperluan. Pasal 38 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum. (2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa asing. Pasal 39 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa. (2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus. Pasal 40 Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden. Bagian Ketiga Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia Pasal 41 (1) Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman. (2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 42 . . .
  • 35. - 17 - Pasal 42 (1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. (2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 43 (1) Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional Pasal 44 (1) Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. (2) Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima . . .
  • 36. - 18 - Bagian Kelima Lembaga Kebahasaan Pasal 45 Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 ayat (2) dibentuk sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada Menteri. BAB IV LAMBANG NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 46 Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Pasal 47 (1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. (2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45. Pasal 48 (1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa. (2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut: a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; b. dasar . . .
  • 37. - 19 - b. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai; c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai; d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai; dan e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai. Pasal 49 Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan e. warna alam untuk seluruh gambar lambang. Pasal 50 Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Bagian Kedua Penggunaan Lambang Negara Pasal 51 Lambang Negara wajib digunakan di: a. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan; b. luar gedung atau kantor; c. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara; d. paspor . . .
  • 38. - 20 - d. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; e. uang logam dan uang kertas; atau f. materai. Pasal 52 Lambang Negara dapat digunakan: a. sebagai cap atau kop surat jabatan; b. sebagai cap dinas untuk kantor; c. pada kertas bermaterai; d. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan; e. sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri; f. dalam penyelenggaraan peristiwa resmi; g. dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah; h. dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau i. di rumah warga negara Indonesia. Pasal 53 (1) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung, kantor atau ruang kelas satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada: a. gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil Presiden; b. gedung dan/atau kantor lembaga negara; c. gedung dan/atau kantor instansi pemerintah; dan d. gedung dan/atau kantor lainnya. (2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b pada: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; c. gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan d. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat. (3) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b diletakkan pada tempat tertentu. (4) Penggunaan . . .
  • 39. - 21 - (4) Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian tengah atas halaman pertama dokumen. (5) Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d diletakkan di bagian tengah halaman dokumen. Pasal 54 (1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; f. Badan Pemeriksa Keuangan; g. menteri dan pejabat setingkat menteri; h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; i. gubernur, bupati atau walikota; j. notaris; dan k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang- undang. (2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b digunakan untuk kantor: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; f. Badan Pemeriksa Keuangan; g. menteri dan pejabat setingkat menteri; h. kepala . . .
  • 40. - 22 - h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; i. gubernur, bupati atau walikota; j. notaris; dan k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang- undang. (3) Lambang Negara sebagai lencana atau atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri. (4) Lambang Negara yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain yang pantas. Pasal 55 (1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan: a. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan b. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara. (2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di dinding, Lambang Negara diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden. Pasal 56 (1) Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. (2) Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dibuat dari bahan yang kuat. Bagian Ketiga . . .
  • 41. - 23 - Bagian Ketiga Larangan Pasal 57 Setiap orang dilarang: a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara; b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini. BAB V LAGU KEBANGSAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 58 (1) Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman. (2) Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Bagian Kedua Penggunaan Lagu Kebangsaan Pasal 59 (1) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: a. untuk menghormati Presiden dan/atau Wakil Presiden; b. untuk . . .
  • 42. - 24 - b. untuk menghormati Bendera Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam upacara; c. dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah; d. dalam acara pembukaan sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah; e. untuk menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi; f. dalam acara atau kegiatan olahraga internasional; dan g. dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di Indonesia. (2) Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: a. sebagai pernyataan rasa kebangsaan; b. dalam rangkaian program pendidikan dan pengajaran; c. dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan kelompok masyarakat lain; dan/atau d. dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni internasional. Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan Pasal 60 (1) Lagu Kebangsaan dapat dinyanyikan dengan diiringi alat musik, tanpa diiringi alat musik, ataupun diperdengarkan secara instrumental. (2) Lagu Kebangsaan yang diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu strofe, dengan satu kali ulangan pada refrein. (3) Lagu . . .
  • 43. - 25 - (3) Lagu Kebangsaan yang tidak diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu stanza pertama, dengan satu kali ulangan pada bait ketiga stanza pertama. Pasal 61 Apabila Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga stanza, bait ketiga pada stanza kedua dan stanza ketiga dinyanyikan ulang satu kali. Pasal 62 Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat. Pasal 63 (1) Dalam hal Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia menerima kunjungan kepala negara atau kepala pemerintahan negara lain, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. (2) Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta besar negara lain dalam upacara penyerahan surat kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan pada saat duta besar negara lain tiba, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan pada saat duta besar negara lain akan meninggalkan istana. Bagian Keempat Larangan Pasal 64 Setiap orang dilarang: a. mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata- kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan; b. memperdengarkan . . .
  • 44. - 26 - b. memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau c. menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Pasal 65 Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai dengan Undang-Undang ini. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 66 Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 67 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang: a. dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b; b. dengan . . .
  • 45. - 27 - b. dengan sengaja mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c; c. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d; d. dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk langit- langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e. Pasal 68 Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 69 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang: a. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini. Pasal 70 Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 71 . . .
  • 46. - 28 - Pasal 71 (1) Setiap orang yang dengan sengaja memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi setiap orang yang dengan sengaja menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 72 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 73 Peraturan pelaksana yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 74 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . .
  • 47. - 29 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 9 Juli 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Juli 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 109 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, ttd. Wisnu Setiawan sesuai dengan aslinya
  • 48. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN I. Umum Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekadar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia. Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia menjadi kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang beragam sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia bahkan cenderung berkembang menjadi bahasa perhubungan luas. Penggunaannya oleh bangsa lain yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah mengatur berbagai hal yang menyangkut tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dalam Pasal 35 disebutkan bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Pasal 36 menyebutkan bahwa Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pasal 36A menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Selanjutnya Pasal 36B menyebutkan bahwa Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Pasal-pasal tersebut merupakan pengakuan sekaligus penegasan secara resmi oleh Negara tentang penggunaan simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seluruh bentuk simbol kedaulatan negara dan identitas nasional harus diatur dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bendera . . .
  • 49. - 2 - Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan hingga kini belum diatur secara lengkap dalam sebuah peraturan perundang- undangan. Pada saat Undang-Undang ini dibentuk, bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah yang merupakan produk hukum berdasarkan amanat Undang- Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950. Secara parsial, bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan menurut kebutuhan isinya. Bahkan, pembinaan, pengembangan, dan pelindungan bahasa dan sastra hanya didasarkan pada hasil rumusan seminar politik bahasa nasional tahun 1974 dan tahun 1999, yang dikenal sebagai Politik Bahasa Nasional. Peraturan perundang-undangan yang selama ini mengatur tentang bendera, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, antara lain: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang hanya mengatur tentang kejahatan (tindak pidana) yang menggunakan Bendera Sang Merah Putih; penodaan terhadap bendera negara sahabat; penodaan terhadap Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda Pancasila; serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh mereka yang tidak memiliki hak menggunakannya seperti terdapat pada Pasal 52a; Pasal 142a; Pasal 154a; dan Pasal 473. 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang- Undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 Nomor 80), Undang-Undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1958 No.68); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 No.69); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan; 7. Peraturan . . .
  • 50. - 3 - 7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; dan 9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan. Pengaturan perihal bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan dalam bentuk undang-undang sebagaimana diamanatkan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu segera direalisasikan. Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan yang selama ini masih berpedoman kepada peraturan perundang-undangan produk Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan, keserasian, standardisasi, dan ketertiban di dalam penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Undang-Undang ini mengatur tentang berbagai hal yang terkait dengan penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, termasuk di dalamnya diatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas persatuan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai sarana pemersatu bangsa dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan merupakan simbol yang menunjukkan kekuasaan tertinggi pada negara. Huruf c . . .
  • 51. - 4 - Huruf c Yang dimaksud dengan “asas kehormatan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai jati diri yang menunjukkan harga diri, dan kebesaran bangsa dan negara. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus mencerminkan sifat patriotisme, kepahlawanan, dan nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas kebhinnekatunggalikaan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan mencerminkan kesatuan dalam keberagaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah dan budaya bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf f Yang dimaksud dengan “asas ketertiban” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam penggunaannya. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus dapat memberikan kepastian hukum dalam penggunaannya. Huruf h Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus mencerminkan keseimbangan dalam hal pengadaan, penetapan, dan penggunaannya. Huruf i Yang dimaksud dengan “asas keserasian” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus mencerminkan keserasian dalam hal pengadaan, penetapan, dan penggunaannya. Huruf j . . .