2. Kata Pengantar
Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional (KPPN) telah bertugas
sebanyak tiga periode, mulai dari tahun 2004-2009, lalu 2009-2014,
dan sekarang adalah periode 2014-2019. Dalam masa kerja tersebut
yang masing-masing terdiri atas 5 tahun. Telah begitu banyak saran,
pandangan, usulan, serta rekomendasi dan rumusan kebijakan yang
disampaikan ke Pemerintah, utamanya Menteri Pertanian.
Sebagian besar rekomendasi tersebut berkenaan dengan objek yang
cenderung berulang, yang disebabkan karena belum dicapainya aksi
nyata dan kemajuan pada permasalahan yang dihadapi tersebut.
Akibatnya, tidak bisa dihindari repetisi pada rekomendasi KPPN
antar waktu berbeda. Karena tidak banyak perubahan yang terjadi
maka, masukan dari KPPN tetap relevan.
Pasal 10 UU No 16 tahun 2006 menyebutkan bahwa untuk
menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan, Menteri dibantu
oleh Komisi Penyuluhan Nasional. Komisi ini mempunyai tugas
memberikan masukan kepada Menteri sebagai bahan penyusunan
kebijakan dan strategi penyuluhan. Usulan didasarkan atas
paradigma baru penyuluhan pertanian, dan juga dengan kesadaran
bahwa pada hakekatnya ada tiga jenis penyuluh pertanian, yakni
penyuluh pertanian pemerintah, swadaya dan swasta.
Sesungguhnya garis kebijakan mengenai penyuluhan pertanian,
utamanya kelembagaan, ketenagaan dan operasionalnya telah
disusun sudah cukup memadai. Namun, hal ini tidak selalu
dipahami sehingga diskusi kurang mencermati garis kebijakan yang
sudah ada, sehingga menjadi kurang efektif. Metode dalam
pertemuan adalah memahami, mengkritisi, dan memberikan opsi
kebijakan terhadap permasalahan yang berlangsung. Diskusi dalam
tiap pertemuan mengalir dari satu topik ke topik lain secara
berkelanjutan.
Buku sederhana ini berupaya merangkum pemikiran-pemikiran yang
berkembang dalam pertemuan dan diskusi KPPN yakni dari
pertemuan yang biasanya dilakukan sebulan sekali. Masukan yang
dihasilkan ke pemerintah merupakan point-point yang dianggap
prioritas dan penting yang dapat berupa mengingatkan komitmen
pemerintah, penekanan dan fokus pada persoalan, serta juga
antisipasi yang harus dilakukan ke depan.
Selain dunia penyuluhan, rekomendasi ini juga berkaitan dengan
aspek lian agar penyuluhan dapat berjalan kondusif dan efektif,
misalnya bagaimana pemerintah atau Kementan harus menyikapi
hal-hal berkenaan dengan target swasembada pangan misalnya.
3. Saran yang paling sering muncul misalnya adalah perlunya apresiasi
yang cukup terhadap peran dan masalah penyuluhan. Rekomendasi
bersifat aktual, mengikuti perkembangan yang berlangsung. Namun,
banyak rekomendasi yang bersifat mendasar yang akhirnya
disampaikan berkali-kali, karena perubahan yang diinginkan belum
terwujud.
Buku ini berupaya merangkum masukan semenjak komisi angkatan
pertama (2004-2009) sampai yang terakhir (2014-2019). Materi
dibagi atas 9 topik, dimana tiap bab terdiri atas tiga hal pokok,
diawali dengan garis kebijakan yang telah ada, lalu permasalahan
yang dihadapi, dan terakhir saran dari KPPN dalam konteks yuridis,
kelembagaan, manajemen dan action yang harus diambil pemerintah.
Kesembilan topik dimaksud adalah berkenaan dengan kelembagaan
penyuluhan, keberadaan komisi penyuluhan pertanian, ketenagaan
penyuluhan, penyuluh pertanian swadaya dan swasta, pendidikan
dan pelatihan, prasarana dan sarana khususnya pengelolaan Balai
Penyuluhan dan Posluhdes, penyelenggaraan penyuluhan yang
berkenaan dengan materi, programa dan metode penyuluhan,
anggaran dan pembiayaan penyuluhan, serta rekomendasi yang
bersifat umum.
Buku ini akan disusun setiap akhir tahun, sebagai dokumen kerja
yang menggambarkan dinamika permasalahan dan pemikiran yang
disampaikan KPPN. Semoga buku ini berguna bagi berbagai pihak,
dan ikut bersama memperjuangkan dunia penyuluhan yang sejatinya
adalah motor penggerak pembangunan untuk mewujudkan
kesejahteraan petani dan swasembada pangan.
Jakarta, Desember 2015
*****
4. DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Bab 1. Kelembagaan Penyuluhan
Bab 2. Komisi Penyuluhan Pertanian
Bab 3. Ketenagaan penyuluhan
Bab 4. Penyuluh pertanian swadaya dan swasta
Bab 5. Pendidikan dan Pelatihan
Bab 6. Prasarana dan sarana: Pengelolaan BPP dan Posluhdes
Bab 7. Penyelenggaraan penyuluhan: Materi, programa dan metode
penyuluhan
Bab 8. Anggaran dan Pembiayaan penyuluhan
Bab 9. Rekomendasi umum
Bab 10. Catatan Penutup
Sumber materi penulisan
Lampiran
5. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 1
Bab I.
KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN
Dalam seluruh rapat dan diskusi KPPN, permasalahan kelembagaan
lebih banyak menyita perhatian dibandingkan topik-topik lain. Hal
ini karena kelembagaan menjadi faktor penentu dan berimplikasi
nyata kepada elemen lain sistem penyuluhan pertanian. Selain itu,
aspek kelembagaan juga paling dinamis, terutama dengan keluarnya
UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dimana terjadi
perubahan besar. Sesuai UU ini, penyuluhan perikanan
dikembalikan ke pusat, penyuluhan kehutanan ke provinsi,
sedangkan penyuluhan pertanian menjadi tanggung jawab semua
level secara konkurensi. UU ini mementahkan Perpres Nomor 154
Tahun 2014 tentang Kelembagaan penyuluhan pertanian Perikanan
dan Kehutanan, yang belum lama terbit.
Kebijakan:
Perlu disitir secara lengkap kebijakan penyuluhan dan
pengembangan SDM pertanian sebagaimana tercantum dalam buku
“Rencana Strategis Tahun 2010-2014 Badan Penyuluhan Dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian”. Kebijakan
Kementerian Pertanian diarahkan kepada:
1. Pemantapan sistem penyuluhan pertanian untuk
meningkatkan kompetensi penyuluh yang bersifat polivalen di
tingkat desa dan spesialis di tingkat kabupaten/kota,
provinsi, dan pusat.
2. Penempatan satu penyuluh satu desa untuk mendukung
komoditas unggulan.
3. Pemantapan sistem pelatihan pertanian berbasis kompetensi
dan mendukung pencapaian target utama pembangunan
pertanian.
4. Penguatan kelembagaan pelatihan pertanian pemerintah dan
kelembagaan pelatihan petani sebagai pusat pembelajaran
yang andal dan mandiri.
5. Pengembangan kualitas pendidikan tinggi kedinasan
pertanian yang mampu menghasilkan tenaga fungsional RIHP
dan tenaga Karantina Pertanian yang profesional dan
kompeten.
6. Meningkatkan kualitas pendidikan menengah pertanian yang
mampu menghasilkan tenaga teknis pertanian tingkat
menengah dan wirausahawan muda pertanian.
6. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 2
7. Mengembangkan sistem standardisasi dan sertifikasi profesi
pertanian untuk memenuhi kebutuhan SDM pertanian yang
profesional dan kompeten.
8. Pemantapan sistem administrasi dan manajemen untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan
pemerintahan yang bersih
Struktur kelembagaan penyuluhan nasional secara jelas
disampaikan dalam UU 16 tahun 2006, mulai dari pusat sampai
daerah. Kelembagaan penyuluhan pemerintah pada tingkat pusat
berbentuk Badan yang menangani penyuluhan, pada tingkat provinsi
berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, pada tingkat
kabupaten/kota berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan, dan pada
tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan.
Dalam Pasal 9 disebutkan bahwa Badan penyuluhan pada tingkat
pusat mempunyai tugas: (a) Menyusun kebijakan nasional, programa
penyuluhan nasional, standardisasi dan akreditasi tenaga penyuluh,
sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; (b)
Menyelenggarakan pengembangan penyuluhan, pangkalan data,
pelayanan, dan jaringan informasi penyuluhan; (c) Melaksanakan
penyuluhan, koordinasi, penyeliaan, pemantauan dan evaluasi, serta
alokasi dan distribusi sumber daya penyuluhan; (d) Melaksanakan
kerja sama penyuluhan nasional, regional, dan internasional; dan (e)
Melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan
swasta.
Untuk melaksanakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan
optimalisasi kinerja penyuluhan pada tingkat pusat, diperlukan
wadah koordinasi penyuluhan nasional nonstruktural yang
pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.
Untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi,
gubernur dibantu oleh Komisi Penyuluhan Provinsi. Komisi ini
bertugas memberikan masukan kepada gubernur sebagai bahan
penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi.
Bakorluh mempunyai tugas: (a) Melakukan koordinasi, integrasi,
sinkronisasi lintas sektor, optimalisasi partisipasi, advokasi
masyarakat dengan melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusi
terkait, perguruan tinggi, dan sasaran penyuluhan; (b) Menyusun
kebijakan dan programa penyuluhan provinsi yang sejalan dengan
kebijakan dan programa penyuluhan nasional; (c) Memfasilitasi
pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi pelaku
utama dan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan
memberikan umpan balik kepada pemerintah daerah; dan (d)
Melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan
swasta.
7. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 3
Selanjutnya, Badan Pelaksana Penyuluhan di tingkat
kabupaten/kota bertugas: (a) Menyusun kebijakan dan programa
penyuluhan kabupaten/kota yang sejalan dengan kebijakan dan
programa penyuluhan provinsi dan nasional; (b) Melaksanakan
penyuluhan dan mengembangkan mekanisme, tata kerja, dan
metode penyuluhan; (c) Melaksanakan pengumpulan, pengolahan,
pengemasan, dan penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama
dan pelaku usaha; (d) Melaksanakan pembinaan pengembangan
kerja sama, kemitraan, pengelolaan kelembagaan, ketenagaan,
sarana dan prasarana, serta pembiayaan penyuluhan; (e)
Menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum
kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan (f) Melaksanakan
peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta melalui
proses pembelajaran secara berkelanjutan.
Satu produk kebijakan penting berkenaan dengan kelembagaan ini
adalah Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007 Tentang
Organisasi Perangkat Daerah. Aturan ini yang selalu diacu untuk
memutuskan apakah penyuluhan harus bergabung dengan Dinas
atau BKP, atau tersendiri dengan membentuk Bapeluh.
Pasal 19 menyebutkan bahwa besaran organisasi perangkat daerah
ditetapkan berdasarkan 3 variabel yakni jumlah penduduk, luas
wilayah, dan nilai APBD. Besaran organisasi Perangkat Daerah
Provinsi (Pasal 20) dibedakan antara nilai total kurang dari 40,
antara 40 sampai 70, dan di atas 70 point. Jika lebih dari 70
misalnya, maka boleh membentuk dinas paling banyak 18 unit, dan
lembaga teknis daerah paling banyak 12 unit. Semakin besar nilai
yang dimiliki daerah bersangkutan, makin besar pula kesempatan
pembentukan Bakorluh secara tersendiri. Demikian pula untuk level
kabupaten/kota. Jika mampu mencapai point 70 lebih maka
dimungkinkan membentuk dinas paling banyak 18 unit ditambah 12
unit lembaga teknis daerah.
Lebih jauh pada Pasal 22 disebutkan bahwa penyusunan organisasi
perangkat daerah berdasarkan pertimbangan adanya urusan
pemerintahan yang perlu ditangani. Penanganan urusan tidak harus
dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dalam hal beberapa urusan
yang ditangani oleh satu perangkat daerah, maka penggabungannya
sesuai dengan perumpunan urusan pemerintahan yang
dikelompokkan dalam bentuk dinas dan lembaga teknis daerah.
Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk Badan salah
satunya terdiri dari bidang ketahanan pangan. Inilah dasarnya
mengapa Bapeluh sering digabung dengan BKP.
Aturan lain yang sangat penting adalah Peraturan Presiden No 154
tahun 2014 tentang Kelembagaan Penyuluhan Pertanian,
8. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 4
Perikanan dan Kehutanan. Pada Pasal 2 dijelaskan bahwa
kelembagaan penyuluhan mencakup mulai dari pusat sampai
kecamatan. Azasnya adalah konkurensi. Lalu, pada Pasal 12 terbaca
bahwa di tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana
penyuluhan. Aturan ini sesuai dengan posisi struktur kelembagaan
penyuluhan pertanian pasca UU 23 tahun 2014.
Permasalahan:
Permasalahan pokok yang ditemui adalah LEMAH DAN TIDAK
SERAGAMNYA KELEMBAGAAN PENYULUHAN, terutama di level
kabupaten/kota. Sebagian wilayah telah membentuk Bapeluh sendiri
atau menggabungkan dengan BKP, namun masih banyak yang
menempatkan penyuluh terpisah-pisah di bawah dinas teknis
masing-masing. Akibatnya, efektivitas penyuluhan rendah, kurang
terkoordinasi, dan jati diri penyuluhan kendor.
Dari kunjungan ke daerah bulan Juli 2013 mendapatkan bahwa
Perpres Kelembagaan yang belum terbit menyebabkan ketidakpastian
kelembagaan penyuluhan dan KERANCUAN PENYELENGGARAAN
PENYULUHAN DI DAERAH. Kinerja penyuluhan sangat tergantung
pada tingkat pemahaman dan komitmen pimpinan daerah.
Koordinasi yang baik antar komisi penyuluhan di Pusat berpotensi
mengatasi kesulitan komunikasi dan koordinasi akibat keragaman
dan kerancuan pemahaman kebijakan dan implementasinya di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara, kelembagaan penyuluhan pertanian di pusat masih
membutuhkan penguatan dan penyempurnaan manajemen, sehingga
pada level ini masih banyak yang harus dilakukan, mulai dari
melengkapi berbagai kebijakan, meningkatkan apresiasi pihak non
penyuluhan, serta menyusun pedoman umum bagaimana
penyuluhan pertanian semestinya.
Pertemuan KPPN dengan Menteri Pertanian tanggal 8 juli 2014
menyepakati bahwa tindak lanjut penjabaran atau turunan dalam
bentuk peraturan pemerintah UU No. 16 Tahun 2006, belum
direalisasikan khususnya belum ditetapkannya Peraturan Presiden
tentang Kelembagaan sesuai amanat Undang-Undang tersebut
sehingga mengakibatkan lambatnya pembetukan kelembagaan
penyuluhan di provinsi dan kabupaten/kota. Ada indikasi beberapa
kelembagaan penyuluhan yang telah mandiri akan digabungkan
kembali dengan dinas teknis.
Belum efektifnya forum komunikasi yang dapat menyatukan komisi
penyuluhan nasional yang ada di 3 (tiga) Kementerian (Pertanian,
Kelautan dan Perikanan dan Kehutanan) terutama dalam rangka
9. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 5
merumuskan kebijakan penyelenggaraan penyuluhan. Dinas teknis
pertanian belum sepenuhnya mendayagunakan penyuluh pertanian
di lapangan sebagai pengawal dan pendamping program dan kegiatan
pembangunan pertanian di perdesaan.
Perlu dirumuskan pembangunan pertanian yang diarahkan atau
berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan petani melalui
pengembangan SDM pertanian dan guna merangsang petani
memproduksi komoditas pangan strategis sehingga meningkatkan
pendapatan petani yang mampu memberikan insentif kepada
penyuluh pertanian.
Rekomendasi KPPN:
Dari hasil rapat KPPN tanggal 23 Maret 2013, direkomendasikan agar
sistem penyuluhan pertanian harus mengintegrasikan sistem
agribisnis untuk meningkatkan dan mengembangkan motivasi
pelaku utama pertanian, serta menghindarkan stagnasi produksi.
Hal ini perlu didukung oleh sistem informasi aktual dan dinamis
berkelanjutan. Untuk itu, JEJARING SISTEM PENYULUHAN harus
mampu mensinergikan sistem informasi agribisnis dan agroindustri
melalui integrasi sistem agribisnis antar wilayah.
Dalam proses transformasi sistem pertanian terpadu ke arah
pertanian organik diperlukan sistem penyuluhan pertanian yang
menekankan peningkatan peran, kualitas, dan kuantitas human
capital, dalam pengembangan sub-sub sektor pangan, hortikultura,
perkebunan, dan peternakan. Hal ini diperlukan guna mengurangi
ketergantungan terhadap faktor produksi (input) eksternal, antara
lain dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal secara
terintegrasi.
Penyuluhan pertanian perlu menyusun dan mengembangkan
prioritas komoditas di setiap wilayah kerjanya, baik komoditas lokal
maupun nasional. Hal ini harus didukung pengembangan jejaring
sistem pemasaran dan pengolahan hasil yang dapat memberikan
nilai tambah bagi pelaku utama dan pelaku usaha di sektor
pertanian.
Lalu, Rumusan Pertemuan KPPN tanggal 30 April 2014, di antaranya
adalah agar KPPN dapat MENGADVOKASI DIREKTORAT JENDERAL
teknis lingkup Kementerian Pertanian untuk menempatkan
penyuluhan sebagai unsur esensial yang harus dijadikan kunci
keberhasilan pencapaian program pembangunan pertanian serta
menjadi penggerak dalam meningkatkan integrasi antara penyuluhan
dengan potensi perguruan tinggi, baik untuk memberikan masukan
untuk kebijakan maupun pada tataran implementasi.
10. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 6
Berkaitan dengan 10 rencana strategis Kementan, Rapat KPPN
tanggal 15 November 2014 MERESPON KOMITMEN PRESIDEN
TERKAIT PEMBANGUNAN PERTANIAN. KPPN mengingatkan
perlunya penguatan supervisi secara terpadu lintas eselon I Lingkup
Kementan dengan aksi refleksi. Pemerintah agar mengoptimalkan
keberadaan dan fungsi kelembagaan non structural Lingkup
Kementerian Pertanian seperti keberadaan komisi penyuluhan,
dewan ketahanan pangan dan sejenisnya.
Fungsi Eselon I Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Pertanian sangat strategis untuk memperjuangkan efektivitas sistem
penyuluhan pertanian. Oleh karena itu kekosongannya perlu segera
diisi, mengingat aspirasi pengembangan sistem penyuluhan kurang
efektif dalam mewarnai implementasi upaya pencapaian program
pembangunan pertanian.
Permasalahan di daerah, dari kunjungan diketahui bahwa lemahnya
pembentukan kelembagaan penyuluhan di daerah disebabkan
KETIDAKKONSISTENAN ANTARA PERATURAN di atas, yakni antara
UU 16 tahun 2006 dengan aturan batasan jumlah badan dan dinas
di level Pemda tingkat II. Untuk itu disarankan ide penghargaan
(award) kepada pengambil kebijakan di daerah bagi Bupati/Walikota
atas komitnya terhadap penyuluhan. Penyuluhan perlu menjadi
URUSAN WAJIB pada daerah-daerah yang dinilai potensial untuk
pengembangan pertanian pangan. Perlu pula diperkuat peran
asosiasi penyuluh sebagai pengontrol penguatan sistem penyuluhan.
Rekomendasi KPPN berkaitan dengan UU 23 tahun 2014:
Respon KPPN terhadap kelahiran UU 23 tahun 2014 tergolong yang
paling intensif, dimana selain meminta klarifikasi dari pihak
Kemendagri, juga melakukan rapat dan FGD dengan pemerintah
daerah. Merespon kelahiran UU 23 tahun 2014 dimana timbul
berbagai isu di daerah, maka Rekomendasi KPPN pada Desember
2015 adalah mengusulkan segera penyusunan PERATURAN
PRESIDEN baru sebagai basis pembentukan kelembagaan
penyuluhan di provinsi dan kabupaten/kota, yakni revisi dari
Perpres No 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Karena proses ini membutuhkan waktu, dimana diberikan batasan
maksimal 2 tahun yaitu semenjak UU No 23 tahun 2014
diundangkan, yakni sampai dengan 2 Oktober 2016, maka
keberadaan kelembagaan penyuluhan di daerah tidak dirubah. Hal
ini sudah diperjelas dengan Surat Edaran Mendagri tanggal 16
Januari 2015 yang intinya adalah untuk tidak melakukan perubahan
dalam kelembagaan Badan Koordinasi dan Badan Pelaksana
11. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 7
Penyuluhan di daerah, menunggu revisi Perpres No 41 tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Sesungguhnya UU No 23 tahun 2014 sejalan dan harmonis dengan
berbagai UU sektor pertanian lainnya. Ketiadaan frasa “penyuluhan
pertanian” dalam UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah menimbulkan multi tafsir banyak pihak. Ditambah lagi oleh
resentralisasi penyuluhan perikanan yang kembali menjadi urusan
pusat, sedangkan Penyuluhan Kehutanan menjadi urusan
pemerintah provinsi. Keberadaan penyuluhan di level provinsi dan
kabupaten/kota yang selama ini merupakan gabungan tiga
kementerian dikuatirkan akan menjadi lemah.
Urusan pemerintah bidang pertanian dalam UU 23 tahun tahun
2014 hanya dimuat dalam dua matrik lampiran yakni urusan
pemerintahan bidang pertanian (Lampiran AA) serta bidang pangan
(Lampiran I). Penyuluhan pertanian bukan menjadi sub urusan dari
kedua urusan pemerintah bidang pertanian dan pangan di atas.
Namun, tidak dapat pula dimaknasi bahwa seolah-olah penyuluhan
pertanian akan “dihilangkan” di daerah.
Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Pemda ini menjelaskan mekanisme
pembentukan urusan pemerintahan sebagai dasar pembentukan
kelembagaan di daerah, yakni dengan menyusun Peraturan Presiden.
UU pemerintahan daerah lahir untuk mewujudkan otonomi daerah
dengan azas utamanya adalah desentralisasi.
Penyuluhan pertanian merupakan sumberdaya birokrasi dan
manajemen pembangunan pertanian yang sangat kuat dan menjadi
tulang punggung Kementerian Pertanian semenjak era Bimas di
akhir tahun 1960an sampai dengan era UPSUS saat ini. Negara pun
telah menjamin keberadaan penyuluhan pertanian dengan
berbasiskan berbagai kebijakan. Selain UU 23 tahun 2014,
setidaknya ada enam peraturan perundangan lain yang mendukung
pembentukan penyuluhan pertanian di daerah yakni: (1) UU 16
tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan, (2) UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani, (3) UU No 12 tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman, (4) UU No 18 tahun 2002 tentang Sistem
Penelitian dan Pengembangan Teknologi, (5) UU No 18 tahun 2012
tentang Pangan, dan (6) UU No 6 tahun 2014 tentang Desa.
UU 23 tahun 2014 tentang Pemda, Pasal 15 secara jelas
menyebutkan bahwa penyuluhan pertanian merupakan urusan
bersama antara pemerintah pusat dan daerah yang dilaksanakan
secara konkurensi. Hal ini berimplikasi kepada pengelolaan sistem
12. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 8
penyuluhan dalam hal peningkatan kompetensi, pengembangan
profesionalitas dan juga karir penyuluh pertanian.
Pelaksanaan secara kongkurensi ini tentu sangat sejalan dengan
konsep otonomi daerah, dengan berbasiskan prinsip demi
mendekatkan pelayanan penyuluhan kepada petani yang tersebar
luas dengan tingkat keterbatasan komunikasi dan trasnportasi yang
beragam. Artinya, desentralisasi urusan penyuluhan merupakan
suatu keniscayaan. Pendapat ini juga diperkuat oleh Pasal 345,
dimana ayat menyebutkan bahwa: “Pemerintah Daerah wajib
membangun manajemen pelayanan publik dengan mengacu pada
asas-asas pelayanan publik”. Lalu, ayat (2) point e: “Manajemen
pelayanan publik meliputi salah satunya adalah penyuluhan kepada
masyarakat”.
Pada hakekatnya, seluruh peraturan dan kebijakan yang berkenaan
dengan pembangunan pertanian mengamanatkan pembentukan
kelembagaan penyuluhan pertanian secara kuat mulai dari pusat
sampai daerah. Selengkapnya amanat tersebut adalah sebagai
berikut:
Pertama, UU No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang mengamanatkan dengan
jelas pendirian kantor penyuluhan pertanian di daerah. Pasal 8 ayat
(2) menyebutkan: “Kelembagaan penyuluhan pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a: pada tingkat pusat
berbentuk badan yang menangani penyuluhan; pada tingkat provinsi
berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan; pada tingkat
kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan; dan pada
tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan”.
Aturan turunan UU No 16 tahun 2006 secara jelas juga
menyebutkan ini yakni Peraturan Presiden No 154 tahun 2014
tentang Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan; Pasal 2 menjelaskan bahwa kelembagaan penyuluhan
mencakup mulai dari pusat sampai kecamatan dengan azasnya
adalah konkurensi. Lalu, pada Pasal 12 terbaca bahwa di tingkat
kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan.
Berikutnya adalah Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007 Tentang
Organisasi Perangkat Daerah, dimana Pasal 22 menyebutkan bahwa
penyusunan organisasi perangkat daerah berdasarkan pertimbangan
adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani.
Kedua, UU 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani juga sangat mendukung keberadaan penyuluhan di daerah,
karena penyuluhan merupakan salah satu komponen untuk
melakukan pemberdayaan petani. Hal ini setidaknya disampaikan
dalam Pasal 1, 7, 46, dan 47. Kementerian Pertanian berpegang kuat
13. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 9
kepada UU ini karena dilahirkan dan disusun untuk kepentingan
pembangunan sektor pertanian secara lebih khusus.
Pasal 7 ayat 3 point b menyebutkan bahwa strategi pemberdayaan
petani dilakukan melalui penyuluhan dan pendampingan.
Keberadaan kelembagaan penyuluhan di daerah diamanatkan oleh
Pasal 46 dan juga Bagian Penjelasan: “....beberapa kegiatan yang
diharapkan mampu menstimulasi petani agar lebih berdaya, antara
lain, berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan
pendampingan, serta pengembangan sistem dan sarana pemasaran
hasil Pertanian”.
Ketiga, UU No 6 tahun 2014 tentang Desa. Dalam UU ini
penyuluhan merupakan komponen yang melekat dalam
pembangunan pedesaan, dimana desa memiliki nuansa pertanian
yang kental. Pasal 1 menyebutkan: “Kawasan Perdesaan adalah
kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi”. Penyebutan
“penyuluhan” secara langsung terdapat dalam Pasal 112 ayat (3):
“Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota memberdayakan masyarakat Desa dengan: (a)
Menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan
pertanian masyarakat Desa; (b) Meningkatkan kualitas pemerintahan
dan masyarakat Desa melalui pendidikan, pelatihan, dan
Penyuluhan”.
Keempat, UU No 18 tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Pasal 1 menyebutkan: “Penerapan adalah pemanfaatan hasil
penelitian, pengembangan, dan/atau ilmu pengetahuan dan teknologi
yang telah ada ke dalam kegiatan perekayasaan, inovasi, serta difusi
teknologi”. Dalam UU ini penyuluhan merupakan kegiatan yang tidak
terpisahkan sebagai upaya untuk penerapan teknologi. Dengan kata
lain, penyuluhan merupakan sub sistem penting dari sistem
pengetahuan dan pengembangannya.
Kelima, UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Pasal 57 menyebutkan: Ayat (1): Pemerintah menyelenggarakan
penyuluhan budidaya tanaman serta mendorong dan membina
peranserta masyarakat untuk melakukan kegiatan penyuluhan
dimaksud. Ayat 2: Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan
informasi yang mendukung pengembangan budidaya tanaman serta
14. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 10
mendorong dan membina peranserta masyarakat dalam pemberian
pelayanan tersebut.
Lalu pada Bagian Penjelasan terbaca: “Teknologi tepat yang telah
ditemukan perlu disebarluaskan kepada masyarakat, khususnya para
petani, agar mereka dapat memanfaatkannya. Penyebarluasan
tersebut dilakukan baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah seperti penyuluhan, pelatihan, dan lain-lain”.
Keenam, UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, juga secara jelas
mengamanatkan pentingnya kegiatan penyuluhan. Pasal 18 point b
menyebutkan: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam memenuhi
kebutuhan Pangan berkewajiban: memberikan penyuluhan dan
pendampingan”.
*****
Bab II.
KOMISI PENYULUHAN PERTANIAN
Landasan pembentukan KPPN:
Pembentukan KKPN berbasiskan kepada pasal 10 (ayat 1) UU 16
tahun 2006. Tugas KPPN adalah “Memberikan masukan kepada
menteri sebagai bahan penyusunan kebijakan dan strategi
penyuluhan”.
Selanjutnya, dalam buku Statuta Komisi Penyuluhan Pertanian
Nasional sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No 1655
tahun 2008 tentang Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional (KPPN),
tujuan pembentukan KPPN adalah “Memberi masukan kepada
pemerintah melalui Menteri Pertanian tentang segala sesuatu untuk
penguatan dan kelancaran pelaksanaan serta pengembangan fungsi
penyuluhan pertanian dalam mencapai keberhasilan pembangunan
pertanian”.
KPPN merupakan unsur kelembagaan independen yang membantu
Menteri Pertanian. Tugas KPPN sesuai Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2006 Pasal 10 Ayat (2) adalah memberikan saran dan bahan
pertimbangan kepada Menteri Pertanian tentang:
15. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 11
1. pengembangan kebijaksanaan dan strategi penyuluhan
pertainan,
2. fasilitas pemerintah untuk meningkatkan kemampuan
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam mengelola
penyuluhan,
3. penguatan dan pengembangan kelembagaan, ketenagaan,
program dan pembiayaan penyuluhan pertanian, dan
4. Alternatif pemecahan masalah dalam penyelenggaraan
penyuluhan pertanian.
Permasalahan:
Permasalahan yang dihadapi terkait dengan kinerja organisasi dan
efektivitas kinerja KPPN mulai dari level pusat sampai daerah.
Permasalahan di level nasional misalnya adalah dimana banyak
permasalahn riel penyuluhan belum mampu diadress dan dikawal
oleh Badan Koordinasi Penyuluhan yang kinerjanya kurang optimal.
Sementara itu, komunikasi antara Bakornas dengan Komisi
Penyuluhan di tiga kementerian, dan dengan Komisi di daerah juga
lemah.
Sementara, khusus untuk KPPN, efektivitas atau adopsi rekomendasi
yang telah diberikan sulit dilacak, serta diukur adopsi dan
efektivitasnya. Selain itu, apresiasi pihak di luar penyuluhan
terhadap keberadaan KPPN juga masih haurs diperjuangkan, dimana
urusan penyuluhan sering dimaknai semata sebagai tanggung jawab
BSDMP. Akibatnya, KPPN juga kurang diapresiasi di bagian lain di
luar BSDMP.
Kesepakatan dan Rekomendasi Untuk Penguatan Kelembagaan
dan Efektivitas KPPN:
Saran Menteri saat pertemuan pada bulan Juli 2014 adalah agar
dibentuk “Forum Komunikasi Komisi Penyuluhan Nasional”. KPPN
perlu untuk melakukan koordinasi secara terjadwal dengan Komisi
Penyuluhan Perikanan dan Komisi Penyuluhan Kehutanan untuk
membangun sinergitas ke tiga komisi penyuluhan tersebut.
Forum komunikasi ini yang dibentuk melalui Badan Koordinasi
Nasional Penyuluhan (Bakornasluh) agar dapat menyatukan dan
mensinergikan kebijakan-kebijakan penyuluhan antar Pertanian,
Kelautan dan Perikanan, Kehutanan. Perlu dikaji oleh KPPN
mengenai arah pengembangan pendekatan kerja penyuluhan di
lapangan apakah masih penyuluh polivalen atau menjadi penyuluh
spesialis.
16. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 12
Di awal pembentukannya, KPPN periode 2014 – 2019 sepakat
menyusun rencana kerja yang menyangkut agenda utama yaitu: (1)
Pertemuan Koordinasi KPPN dengan Komisi Penyuluhan Pertanian
Provinsi, (2) Pembinaan dan Koordinasi KPPN dengan KPP Provinsi
dan KPP Kabupaten, (3) Rapat konsolidasi antar Komisi Penyuluhan
di Tingkat Pusat, dan (4) pertemuan rutin bulanan anggota KPPN
yang direncanakan dilakukan setiap minggu keempat tiap bulan.
Rumusan Pertemuan tanggal 30 April 2014, dimana sebagai generasi
yang baru, KPPN periode 2014 – 2019 bertekad untuk tetap dapat
memberikan pemikiran yang aktual, bernas dan operasional kepada
Menteri Pertanian, serta terus membangun komunikasi dan advokasi
dengan Komisi Penyuluhan di daerah.
Misi pokok KPPN periode 2014 – 2019 adalah dapat meningkatkan
peran dalam memaknai dan menyuarakan pentingnya penyuluhan
dan pengembangan sumberdaya manusia pertanian yang secara
integral telah dirumuskan pada Strategi Induk Pembangunan
Pertanian (SIPP) 2013 – 2045. Untuk itu, KPPN akan memberikan
masukan tentang paradigma penyuluhan dalam sistem pertanian
bioindustri berkelanjutan dan sekaligus mengantisipasi ASEAN
Economic Community (AEC).
KPPN akan MENGADVOKASI DIREKTORAT JENDERAL teknis
lingkup Kementerian Pertanian untuk menempatkan penyuluhan
sebagai unsur esensial yang harus dijadikan kunci keberhasilan
pencapaian program pembangunan pertanian serta menjadi
penggerak dalam meningkatkan integrasi antara penyuluhan dengan
potensi perguruan tinggi, baik untuk memberikan masukan untuk
kebijakan maupun pada tataran implementasi.
Selain itu, KPPN akan berkontribusi aktif untuk Badan Koordinasi
Nasional Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(Bakornas) baik mengenai penajaman fokus perhatian penyuluhan,
kajian pengembangan model penyuluhan serta aspek lainnya yang
menyangkut peningkatan efektivitas penyuluhan. Untuk itu KPPN
perlu menggiatkan dan aktif berkontribusi dalam rapat Bakornas
sesuai dengan jadwal yang telah disepakati sekaligus dapat
mengadvokasi Bakornas terutama untuk mempercepat terbitnya
Peraturan Presiden tentang kelembagaan penyuluhan;
KPPN perlu melakukan koordinasi secara terjadwal dengan Komisi
Penyuluhan Pertanian, Komisi Penyuluhan Perikanan dan Komisi
Penyuluhan Kehutanan untuk membangun sinergitas ke tiga komisi
penyuluhan tersebut, perlu dipertimbangkan selain keberadaan
komisi penyuluhan di masing-masing kementerian juga dapat
17. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 13
dibentuk Komisi Penyuluhan Nasional, yang beranggotakan unsur
keanggotaan komisi yang berada di kementerian terkait.
*******
18. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 14
Bab III.
KETENAGAAN PENYULUHAN
Aspek ketenagaan akan berujung pada betapa pentingnya
memobilisasi penyuluh swadaya dan swasta. Namun, tentang
penyuluh swadaya dan swasta akan dibahas sendiri, karena penting
dan perlu bahasan yang dalam. Permasalahan ketenagaan
penyuluhan yang kita hadapi tidak hanya tentang jumlah, namun
juga kapabilitas. Kuantitas dan sekaligus kualitas. Penyuluh
pertanian PNS pada pertengahan tahun 2015 sekitar 27.000 orang
yang akan tinggal setengahnya pada 5 tahun ke depan, sedangkan
penyuluh THL TBPP 20.235 orang.
Kebijakan:
Tenaga penyuluh pertanian terus berkurang dengan cepat,
sementara kualitasnya secara umum juga semakin menurun. UU 16
tahun 2006 yang mengakui keberadaan penyuluh swadaya dan
swasta merupakan LANDASARAN KEBIJAKAN YANG SANGAT
TEPAT, KONSTEKTUAL dan SOLUTIF, namun sayangnya kurang
diperhatikan.
Kementan tidak tinggal diam menghadapi jumlah penyuluh
pemerintah yang semakin menyusut. Melalui Rapat Dengar Pendapat
tanggal 19 Juni 2014 dengan Komisi IV DPR-RI misalnya, disepakati
upaya pengangkatan 10.000 THL-TB Penyuluh Pertanian (THL-TB
PP) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui jalur
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang
diselesaikan pada tahun 2014. Adapun 13.771 THL-TB PP dan
Tenaga Bantu lingkup Kementerian Pertanian lainnya yang belum
masuk formasi tahun 2014 akan diangkat secara bertahap pada
tahun berikutnya. Upaya ini berupa pengangkatan sebanyak 10.000
THL-TB Penyuluh Pertanian melalui jalur PPPK.
Sesuai dengan rekomendasi KPPN tanggal 23 Agustus 2014 yang
dilabeli sebagai “Langkah-Langkah-Langkah Strategis
Memberdayakan Penyuluh”, diingatkan kepada pemerintah arti
penting keberadaan penyuluh pertanian. Sosok penyuluhan adalah
terwujudnya penyuluh yang mandiri, profesional dan efektif
menghasilkan human capital dan social capital sehingga penyuluhan
menjadi prime mover (lokomotif) pembangunan pertanian yang
bersinergi antar pemangku kepentingan secara berkelanjutan.
Permasalahan:
19. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 15
Secara umum, jumlah dan kualitas penyuluh pertanian kurang
memadai. Kekurangan dan penurunan jumlah penyuluh karena
pensiun dan lambatnya pengangkatan penyuluh baru. Akar
penyebabnya adalah kurangnya perhatian pemerintah kepada
keberadaan dunia penyuluhan, dan lemahnya komitmen pemerintah
baik pusat maupun daerah. Krisis penyuluh juga disebabkan
banyaknya tenaga PPL yang beralih bidang ke administrasi.
Sementara, para penyuluh kontrak umumnya berumur muda dengan
pendidikan beragam, dan juga kurang pengetahuan dan pengalaman.
Akhir Tahun 2010 misalnya, penyuluh Pertanian PNS tinggal
sebanyak 27.922 orang, dan tahun 2015 mendekati angka 27.000
orang. Sedangkan Penyuluh Pertanian honorer sebanyak 1.251
orang, Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-
TB PP) sebanyak 24.551 orang. Penyuluh THL diangkat 3 gelombang
tahun 2007, 2008 dan 2009 dengan jumlah awal 25.000 orang.
Sementara, Penyuluh Pertanian Swadaya sebanyak 9.628 orang.
Sesungguhnya potensi petani maju dan Kontak Tani yang berpotensi
menjadi penyuluh swadaya sangat besar, namun belum ada upaya
sistematis untuk pengangkatan dan mobilisasinya.
Rekomendasi KPPN:
Untuk solusi pemenuhan KUANTITAS penyuluh, dibutuhkan
regenerasi penyuluh profesional berbasis perencanaan SDM,
diperlukan untuk menggantikan tenaga penyuluh yang mendekati
masa pensiun, beralih fungsi, dan perluasan wilayah kerja penyuluh
serta waktu pelatihan yang memadai. Diperkirakan dibutuhkan
sekitar 14.000 penyuluh profesional baru dalam waktu 3 (tiga) tahun
kedepan. Hal ini dapat dengan mengembangkan konsep rancangan
renstra regenerasi penyuluh secara nasional.
Untuk rekrutmen penyuluh ke depan agar diprioritaskan kepada
lulusan sarjana, lulus pendidikan profesi, diutamakan lulusan
pendidikan penyuluhan dan pendidikan vokasi (terapan). Sedangkan
untuk penyuluh swadaya dan swasta adalah Pelaku Utama dan
Pelaku Usaha yang berprestasi dan terlatih. Kementerian terkait
pertanian, perikanan dan kehutanan agar memperjuangkan
pengecualian moratorium rekrutmen PNS khususnya penyuluh
dalam lima tahun ke depan, mengingat semakin lemahnya rasio
penyuluh-petani.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu pemanfaatan penyuluh
swadaya dan swasta, antara lain dengan memberdayakan penyuluh
pertanian swadaya kurang lebih 39.180 orang, agar termotivasi
dalam mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai secara
20. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 16
efektif dan produktif. Kekurangan tenaga penyuluh pertanian dapat
diatasi antara lain dengan merekrut dan membina serta memantau
pengelola Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) dan
alumni magang jepang menjadi Penyuluh Pertanian Swadaya.
Dari kunjungan kerja ke Jatim, dalam hal ketenagaan penyuluhan,
gubernur Jatim pernah melontarkan, bahwa jika MENPAN belum
berhasil mengangkat para petugas penyuluh secara memadai, maka
Pemda Jatim berjanji akan mengangkat penyuluh kontrak dengan
dana APBD I. Dilaporkan pula oleh bagian penyuluhan, bahwa
dalam masa moratorium pengangkatan PNS ini dimana
pengangkatan PPL dikecualikan, masih ada sebagian kecil penyuluh
yang tetap bisa diangkat, namun sayangnya mereka ditempatkan
pada bidang tugas yang lain.
Secara keseluruhan, pengangkatan penyuluh selama ini berbasiskan
kepada target pencapaian, yakni program P2BN. Dengan kata lain,
pangangkatan penyuluh belum beradasarkan kepada alasan yang
lebih fundamental yakni luas wilayah, jumlah dan sebaran petani,
dan lain-lain.
Pengangkatan Kekurangan jumlah penyuluh perlu diatasi dengan
rekrutmen dengan memberikan prioritas kepada THL-TBPP yang
telah menunjukkan komitmen dan kinerja yang baik, dalam
memberikan pelayanan kepada petani. Sebelum memasuki jabatan
fungsional, penyuluh telah mendapatkan pelatihan/ pembekalan
yang sesuai dengan tugasnya sebagai penyuluh pertanian.
Rekrutmen calon penyuluh harus didasarkan pada perencanaan
formasi kebutuhan penyuluh, dan penyuluh yang diusulkan dalam
formasi ditempatkan secara konsisten. Sehubungan dengan hal
tersebut, Kementerian Pertanian perlu segera menyusun exit strategy
yang komprehensif bagi penanganan THL-TBPP.
Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan tenaga penyuluh
pertanian PNS dapat dilakukan melalui pendayagunaan Penyuluh
Swadaya, untuk itu diperlukan adanya strategi operasional yang
menyangkut pengaturan peran, peningkatan kompetensi dan
kegiatan yang dikembangkan untuk mendukung terwujudnya
pemberdayaan penyuluh swadaya. Mendorong peningkatan
pemanfaatan dan pengembangan penyuluh swadaya dan swasta.
Saran KPPN terkait sisi KUALITAS tenaga penyuluh, agar selalu
ditingkatkan kemampuan penyuluh untuk bersinergi dalam
mengembangkan strategi pendekatan pembangunan kewilayahan
secara lintas subsektor/komoditas sesuai dengan sumberdaya lokal
yang tersedia. Pengembangan dan peningkatan kompetensi penyuluh
dilakukan melalui pelatihan, baik Pelatihan Dasar maupun Lanjut
21. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 17
(teknis). Penguatan kompetensi dan kapasitas profesional penyuluh
dapat melalui pendidikan profesi dan standarisasi profesi yang
didukung asosiasi profesi. Perencanaan SDM penyuluhan
berorientasi profesi semestinya menjadi acuan dan komitmen
pengembangan SDM penyuluhan.
Peningkatan kompetensi penyuluh dipengaruhi oleh aksesibilitas
mereka terhadap sumber-sumber inovasi teknologi, untuk itu
diperlukan adanya system disemininasi inovasi teknologi yang efektif
dapat menjangkau para penyuluh di lapangan. Pengembangan Cyber
Extension perlu didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pertanian
karena merupakan upaya yang tepat untuk mendekatkan dan
memenuhi kebutuhan inovasi yang layak dikembangkan oleh para
penyuluh.
Dari audiensi dengan Kementan pada Juli 2014 disarankan bahwa
peningkatan kompetensi penyuluh dapat melalui pendidikan profesi,
Diklat dan sertifikasi profesi. Ini bisa dicapai melalui kerjasama
dengan perguruan tinggi, mengembangkan in house training dan on
the job training serta meningkatkan temu profesi dengan peneliti.
Dibutuhkan peregeseran paradigma sistem kerja para penyuluh yang
lebih partisipatif, mandiri, dan entrepreneur. Penguatan substansi
berkenaan dengan kemampuan dalam menganalisis rantai nilai
dalam rangka mengembangkan business plan yang aktual dan
implementatif bagi pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh juga
harus memiliki kemampuan mengembangkan kolaboratif aktualisasi
inovasi dan pengembangan program-program terkait.
Komposisi dan pembagian peran dalam satu unit kelembagaan
penyuluhan dapat dikembangkan sesuai kondisi lokal. Pola yang
umum adalah dimana Penyuluh Pemerintah sesuai peran ditambah
tugas supervisi, Penyuluh Swasta sesuai bidangnya, dan Penyuluh
Swadaya yang berasal dari KTNA dan pengelola P4S dengan
mengutamakan pada bidang dan wilayah domisilinya.
Profesi penyuluh pertanian harus memberikan kebanggaan bagi para
penyuluh. Untuk itu diperlukan adanya peningkatan kompetensi
melalui pendidikan profesi, diklat dan sertifikasi profesi serta
rekrutmen penyuluh sampai pada tingkat rasio penyuluh-desa yang
tepat, diantaranya untuk menggantikan penyuluh yang pensiun.
Untuk itu diperlukan adanya upaya dan terobosan khusus untuk
peningkatan kompetensi penyuluh yang dapat dilakukan melalui
kerjasama dengan perguruan tinggi, mengembangkan in house
training/on the job training serta meningkatkan temu profesi dengan
peneliti untuk meningkatkan kapasitas penyuluh dalam penguasaan
inovasi teknologi;
22. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 18
Peningkatan kompetensi penyuluh pertanian antara lain melaui: (1)
pembinaan pengembangan metoda penyuluhan pertanian; (2)
pelatihan manajemen dan teknis bagi penyuluh; (3) sertifikasi profesi
penyuluh yang disertai dengan pemberian tunjangan profesi
penyuluh; (4) peningkatan kapasitas penyuluh dalam memanfaatkan
informasi pertanian yang tersedia dan dapat digunakan untuk
mengatasi masalah usahatani yang dialami petani; (5) pembinaan
karier penyuluh pertanian untuk mencapai jenjang ahli yang
memiliki spesialisasi Penyuluh Pertanian; (6) pengabdian masyarakat
dari penyuluh pertanian yang dibangun melalui kesepakatan
kerjasama antara Badan PPSDMP dengan Perguruan Tinggi.
*****
Bab IV.
PENYULUH PERTANIAN SWADAYA DAN SWASTA
Pengakuan kepada penyuluh swadaya dan swasta lahir dari
semangat partisipatif UU 16 tahun 2006 tentang SP3. Sesungguhnya
penyuluh ini lah yang dapat menjadi solusi kelangkaan tenaga
penyuluh. Namun, sayangnya perhatian untuk pengangkatan,
mobilisasi dan manajemen penyuluh swadaya dan swasta sangat
minim.
Kebijakan:
Keberadaan penyuluh swadaya dan swasta lahir karena prinsip
PENYULUHAN PARTISIPATIF dalam UU No 16 tahun 2006. Sesuai
dengan UU 16 tahun 2006 Penyuluh swasta adalah “penyuluh yang
berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai
kompetensi dalam bidang penyuluhan”, sedangkan Penyuluh
Swadaya adalah “pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan
warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri
mau dan mampu menjadi penyuluh”.
Berkaitan dengan ini, secara khusus telah diterbitkan Permentan 61
tahun 2008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian
Swadaya Dan Penuyuh Pertanian Swasta. Tujuan Permentan ini
adalah meningkatkan fungsi dan peran Penyuluh Pertanian
Swadaya dan Swasta dalam penyelenggaraan penyuluhan,
23. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 19
meningkatkan motivasi mereka, menciptakan mekanisme kerja
kemitraan dengan penyuluh pemerintah, serta meningkatkan kinerja
dan profesionalisme mereka. Kedudukan Penyuluh Pertanian
Swadaya dan Swasta adalah sebagai MITRA Penyuluh Pertanian
pemerintah, dimana keberadaan nya bersifat MANDIRI dan
INDEPENDEN.
Fungsi yang dijalankan penyuluh swadaya dan swasta mencakup:
menyusun rencana kerja, melaksanakan kegiatan penyuluhan,
melaksanakan pertemuan koordinasi dengan penyuluh lain,
mengikuti kegiatan rembug dan pertemuan-pertemuan lain, serta
menyusun laporan kegiatan penyuluhan. Secara substansial, fungsi
yang juga harus dijalankannya adalah menumbuhkembangkan
kelembagaan petani, menjalin kemitraan usaha dengan pihak terkait,
menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan
petani, menyampaikan informasi dan teknologi, melaksanakan
proses pembelajaran secara partisipatif.
Dukungan dan keberadaan penyuluh swadaya saat ini cukup besar,
meskipun mobilisasinya di lapangan belum optimal. Sebagai contoh,
dari sisi jumlah, jumlah penyuluh per Juli 2011 sebanyak 52.428
orang, terdiri dari penyuluh PNS 27.961 orang, penyuluh honorer
1.251 orang, THL-TB 23.216 orang, Penyuluh Swadaya sebanyak
8.107 orang (Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDMPertanian,
2013).
Permasalahan:
Permasalahan pokoknya adalah sudah hampir 10 tahun semenjak
diundang tahun 2006, mobilisasi penyuluh swadaya dan swasta
masih sangat terbatas. Permasalahan yang dihadapi Penyuluh
swadaya dan swasta sebagaimana dalam Permentan No. 61 tahun
2008 adalah:
1. pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan bagi
penyuluh pertanian swadaya dan swasta belum memiliki arah yang
jelas.
2. belum didayagunakan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan
pelaku utama dan pelaku usaha.
3. masih lemahnya fungsi dan peran penyuluh swadaya dalam
penyelenggaraan penyuluhan,
4. masih rendahnya motivasi kerja
5. belum terciptanya mekanisme kerja antara ketiga jenis penyuluh,
dan
24. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 20
6. belum terciptanya kinerja dan profesionalisme penyuluh swadaya.
Dari hasil kunjungan kerja ke Jawa Timur tahun 2014 diperoleh
informasi bahwa keberadaan penyuluh pertanian swadaya dan
swasta sama sekali belum memperoleh perhatian dari jajaran
penyuluhan. Program FEATI telah berhasil menseleksi dan
mengangkat penyuluh swadaya masing-masing dua orang per desa
dimana program FEATI diimplementasikan. Namun, di luar program
ini, pemerintah daerah tidak menargetkan pengangkatan penyuluh
swadaya, karena masih ada ketidakjelasan bagaimana prosedur
pengangkatan, mekanisme, pembinaan nantinya, termasuk
kekuatiran terhadap implikasin pembiayaannya.
Khusus untuk penyuluh swasta, belum ada aktivitas apapun yang
sudah dilaksanakan. Meskipun sehari-hari penyuluh dan petani
telah berinteraksi dengan para pelaku swasta (suplier benih dan
obat-obatan, dll), namun belum ada kerjasama yang konstruktif dan
sistematis.
Rekomendasi KPPN:
Dalam berbagai pertemuan, permasalahan ini sudah dibahas
meskipun belum ada pertemuan khusus yang ekslusif. Dalam hal
penyuluh swadaya, pelibatan petani sebagai pendukung dan pelaku
langsung dalam kegiatan penyuluhan telah berlangsung cukup lama
dengan berbagai pendekatan. Di Indonesia, hal ini dimulai dari
pelibatan kontak tani pada era Bimas sampai Supra Insus, lalu
pendekatan “penyuluhan dari petani ke petani” (farmer to farmer
extension) di P4S, serta pengangkatan penyuluh swakarsa (tahun
2004), dan terakhir penyuluh swadaya (sejak tahun 2008). Jumlah
penyuluh swadaya sampai tahun 2014 lebih kurang 8.000 orang.
PENYULUH SWADAYA sangat strategis karena memiliki berbagai
keunggulan, di antaranya adalah pengetahuan dan keterampilan
teknologi lebih kuat meski spesifik karena mereka adalah pelaku
langsung pertanian di lapangan. Karena ia hidup sehari-hari di
tengah komunitasnya, maka penyuluh swadaya lebih mampu
menciptakan penyuluhan yang partisipatif, lebih mampu
mengorganisasikan masyarakat (Community-Organizing Role), mampu
menjadi penghubung (change agent) yang lebih powerfull, dan
Memiliki nilai lebih pada kepemilikan modal sosial.
Mereka juga menjadi agen bisnis yang potensial karena umumnya
berlatar belakang pelaku usaha yang sukses. Penyuluh swadaya
dapat disebut sebagai sosok yang lengkap. Jenis penyuluh ini
melakukan kegiatan penyuluhan dengan motivasi sosial, pelayanan,
namun sekaligus bisnis. Banyak penyuluh swadaya yang memiliki
25. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 21
bisnis berupa penyedia sarana produksi, serta menampung dan
memasarkan hasil pertanian. Sehingga, penyuluh swadaya
sesungguhnya menyuluhkan teknologi baru kepada mitra bisnisnya
sendiri. Jadi, dalam prakteknya, sosok penyuluh PNS dan swasta
saling konvergen dalam diri penyuluh swadaya.
Berkenaan dengan PENYULUH SWASTA, mereka dapat berasal dari:
(1) Perusahaan swasta (Private Bisnis) yakni sebagai penyedia input,
perusahaan pengolahan, dan pemasaran; (2) Dari kalangan Non Profit
Sector yakni perguruan tinggi, NGO, dan lain-lain; serta (3) Penyuluh
berbayar (pay for service) yang dibayar oleh organisasi petani, bisa
Gapoktan, atau asosiasi komoditas, atau oleh petani secara
individual.
Perguruan tinggi memiliki potensi yang sangat besar dan dapat
menjadi solusi dunia penyuuhan yang konstruktif. Selain anggaran
yang besar (20 persen dari APBN), perguruan tinggi memiliki SDM
yang sangat memadai yang terdiri atas dosen, mahasiswa, maupun
staf teknis. Praktek kerja lapangan (PKL) mahasiswa atau magang
juga dapat menjadi alternatif mengisi kekurangan jumlah penyuluh.
Dalam hal pembagian peran antar ketiga jenis penyuluh, belum ada
sistem kerja yang jelas, misalnya pembagian jenis pekerjaan, wilayah
kerja, pola kerjasaman, dan tanggung jawab administratif. Penyuluh
PNS memiliki basis kerja pelayanan dan administrasi, sedangkan
penyuluh swasta pada pelayanan dan mencari keuntungan.
Sesuai kemampuannya, penyuluh swadaya dan swasta akan lebih
cenderung monovalent, bahkan spesifik hanya pada 1-2 komoditas
bidangnya. Untuk wilayah kerja, jika penyuluh PNS bertanggung
jawab pada 1 sampai 3 desa, penyuluh swadaya lebih fokus di desa
tempatnya berdomisili, sedangkan areal kerja penyuluh swasta lebih
luas mencakup kawasan satu atau lebih kecamatan.
Karena target “satu penyuluh satu desa” semakin sulit dicapai,
sesungguhnya penyuluh swadaya dan swasta dapat menutupi
kekurangan ini. Karena itu, pemerintah nasional dan daerah
semestinya menjadikan ini sebagai suatu solusi pemenuhan
ketenagaan penyuluh yang selalu kurang. Pemanfaatan penyuluh
swadaya untuk mengatasi keterbatasan jumlah penyuluh PNS perlu
diperkuat dengan pelatihan atau upaya peningkatan kapasitas dan
kompetensi penyuluh.
Dari hasil kajian diperoleh bahwa penyuluh pertanian swadaya
apabila dibandingkan dengan penyuluh pertanian PNS maupun THL-
TB relatif lebih baik dalam menularkan informasi teknologi untuk
berusahatani. Penyuluh pertanian swadaya lebih mampu
26. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 22
mengorganisasikan masyarakat karena ketokohannya, lebih mudah
dalam menjalankan fungsi penghubung. UU No. 16 Tahun 2006
tidak hanya mengamanatkan penyuluh PNS saja, namun juga harus
mulai dibina penyuluh swasta dan swadaya oleh karena itu perlu
dipikirkan sistem pembinaannya. Pensiunan penyuluh pertanian
PNS juga dapat dimobilisasi menjadi penyuluh swadaya.
*******
Bab V.
PENDIDIKAN DAN LATIHAN
Kebijakan:
Pasal 21 UU 16 tahun 2006 tentang SP3 menyebutkan bahwa
Pemerintah dan pemerintah daerah meningkatkan kompetensi
penyuluh PNS melalui pendidikan dan pelatihan, memfasilitasi
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh swasta dan
penyuluh swadaya, dan peningkatan kompetensi penyuluh.
Untuk lebih menjamin penyelenggaraan penyuluhan yang lebih
efektif, maka kepala Balai Penyuluhan minimal berpendidikan profesi
penyuluh (level 7 KKNI), sementara Kepala Bapeluh minimal level 8
pada bidang profesi penyuluhan yang didukung dengan SKB antara
Kementerian terkait dengan Kemendagri. Cakupan kompetensi bagi
pimpinan kelembagaan penyuluhan di antaranya mencakup fungsi
manajemen, manajemen resiko, manajemen resolusi konflik,
manajemen kolaboratif, merit system, management by objektive,
entrepreneurship, serta kemitraan sinergis sistem agribisnis.
Balai Penyuluhan menjadi tempat pokok bagi pengembangan
kapasitas penyuluh, karena disinilah kegiatan pelatihan untuk
penyuluh secara rutin dijalankan. Agar efektif, sarana dan prasarana
bagi upaya pemberdayaan penyuluh di Balai Penyuluhan mencakup
perihal organisasi dan kelembagaan, memenuhi kebutuhan
shareholder penyuluhan, dan memenuhi prinsip self control dan
efektif. Dalam konteks penyelenggaraan, dibutuhkan koordinasi demi
penyelarasan antar kementerian terkait untuk pemberdayaan dan
pendayagunaan tenaga penyuluh.
Permasalahan:
Untuk pelatihan, semua pihak mengeluhkan rendahnya kesempatan
untuk mengikuti pelatihan, Sebagai contoh, di Jawa Timur ada
27. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 23
beberapa lembaga pelatihan pertanian yakni BLPP Ketindan dan
Songgoriti, serta juga Balai Pengkajian dan Penyuluhan Pertanian
(BPTP). Namun, untuk para penyuluh di Malang yang jaraknya
dengan tempat pelatihan tersebut sangat dekat, kesempatan untuk
berlatih sangat jarang dan terbatas.
Kesempatan penyuluh mengikuti pelatihan alih jenjang dari
penyuluh terampil ke penyuluh ahli sangat kurang. Demikian juga
dengan latihan dasar penyuluh dan latihan sertifikasi untuk
memperoleh profesi penyuluhan masih sangat terbatas. Hal ini
disebabkan masih terbatasnya anggaran yang tersedia untuk
kegiatan pelatihan yang memenuhi standar.
Kesempatan latihan bagi penyuluh THL sangat terbatas, karena
posisi kepegawaiannya yang belum kuat. Padahal latar belakang dan
kapasitasnya bervariasi dan masih sangat lemah. Sementara, Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Pertanian bagi penyuluh dan petani belum
selektif dalam memilih calon peserta pendidikan dan pelatihan
dengan bertumpu pada kebutuhan pengembangan dan perluasan
fungsi kompetensi secara berkelanjutan. Pengulangan peserta pada
orang yang sama masih terjadi.
Permasalahan lain adalah dimana Widyaiswara dan dosen STPP
belum memiliki persepsi yang sama tentang sasaran, target dan
paradigma penyuluhan pertanian. Juga tidak ada kejelasan
mekanisme tata kerja dukungan dalam kegiatan pelatihan, yakni
antar elemen pelaku penyuluhan. Khusus berkenaan dengan
pelatihan komoditas utama dalam Upsus (padi, jagung, kedelai),
belum ada kejalasan pembagian peran supervisor, inovator,
pendamping, dan fasilitator, termasuk training assesment sesuai
dengan kebutuhan spesifik lokal untuk menjadi penguat efektivitas
pelatihan bagi sumberdaya manusia pertanian.
Rekomendasi KPPN:
Penyuluhan pertanian mengandalkan tenaga penyuluh THL TBPP
namun dengan kapasitas yang cenderung rendah. Karena itu,
penguatan kompetensi dan kapasitas profesional penyuluh perlu
disertai pendidikan profesi dan standarisasi profesi yang didukung
asosiasi profesi. Perencanaan SDM penyuluhan yang berorientasi
profesi, baik jangka pendek maupun jangka panjang yang disusun
sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan pertanian perlu menjadi
acuan dan komitmen pengembangan SDM penyuluhan.
Pelatihan profesi penyuluh pertanian perlu memprioritaskan PNS
calon penyuluh dan THL-TB Penyuluh Pertanian yang telah terbukti
menunjukkan kinerja, minat, komitmen dan potensi sebagai
28. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 24
penyuluh pertanian, dengan rekrutmen yang selektif dan akurat.
Waktu atau jumlah jam latihan bagi penyuluh juga harus memadai.
Materi pelatihan penyuluh pertanian juga harus mencakup sistem
agribisnis, internet (Cyber Extension) dan SKKNI Penyuluh. Materi
penyuluhan lain yang dibutuhkan antara lain adalah materi yang
berkaitan dengan misi dan manajemen pembangunan pertanian
dalam arti luas.
Disamping kebutuhan jumlah tenaga penyuluh pertanian yang masih
kurang, perlu diupayakan terobosan sehingga penyuluh pertanian
ahli dapat menjadi pelatih bagi penyuluh lainnya di Balai
Penyuluhan.
Diingatkan pula bahwa pada hakekatnya metoda pengembangan
kompetensi penyuluh dapat ditempuh melalui METODA LAKUSUSI
yang berkelanjutan, aktual, kontekstual, dan adaptif. Pelatihan
bersifat TOT (Lanjut) di Balai-balai terkait yang diberikan oleh
widyaiswara, pakar terkait (peneliti dan dosen), figur pelaku usaha
sukses (mitra sinergis), dan figur pelaku utama sukses. Pelatihan
dua mingguan mesti dijalankan dengan terstandar, terprogram,
sistematis dan masif aktual/kontekstual. Materi mencakup
pengetahuan dasar yakni berupa process area (metoda penyuluhan)
dan content area (pengembangan inovasi). Pelatihan khusus juga
dibutuhkan untuk penguatan profesi penyuluh, sedangkan
pendidikan formal penyuluh profesional dapat dilakukan melalui
pendidikan profesi.
******
29. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 25
BAB VI.
PRASARANA dan SARANA: Balai Penyuluhan dan
POSLUHDES
Aspek parasana dan sarana merupakan faktor penentu keefektifan
penyelenggaraan penyuluhan, terutama pada level Balai Penyuluhan
(BP) dan Posluhdes. Namun, secara umum dapat dikatakan
dukungan terhadap hal ini masih lemah.
Kebijakan:
UU No 16 Tahun 2006 Pasal 8 dan Pasal 15 mengamanatkan
pembentukan Balai Penyuluhan di tingkat kecamatan. Dasarnya
adalah bahwa Balai Penyuluhan merupakan tempat Satuan
Administrasi Pangkal (SATMINKAL) bagi Penyuluh Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan. Peran pokok balai ini adalah
mengkoordinasikan, mensinergikan, dan menyelaraskan kegiatan
pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan di wilayah kerja
Balai. Balai Penyuluhan biasanya diberi nama “Balai Penyuluhan
Pertanian (BPP)” atau “Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Khutanan (BP3K)”.
Lalu, Permentan Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pengelolaan Balai Penyuluhan, pada Bab II menyebutkan bahwa
tugas BP ada 6 yakni: (1) menyusun programa penyuluhan pada
tingkat kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan
kabupaten/kota; (2) melaksanakan penyuluhan berdasarkan
programa penyuluhan; (3) menyediakan dan menyebarkan informasi
teknologi, sarana produksi, pembiayaan dan pasar; (4) memfasilitasi
pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama; (5)
memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh
swadaya dan penyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara
berkelanjutan; dan (6) melaksanakan proses pembelajaran melalui
percontohan dan pengembangan model usaha bagi pelaku utama dan
pelaku usaha. Sedangkan fungsi BPP adalah sebagai tempat
pertemuan untuk MEMFASILITASI pelaksanaan tugas Balai
sebagaimana diamanatkan Pasal 15 ayat (2) UU No 16 tahun 2006.
Pada intinya, peran BPTP adalah memfasilitasi mulai dari
penyusunan programa, pelaksanaan penyuluhan, penyediaan dan
penyebaran informasi, pemberdayaan dan penguatan kelembagaan
pelaku utama dan pelaku usaha, peningkatan kapasitas penyuluh,
30. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 26
pelaksanaan proses pembelajaran melalui percontohan, dan model
usaha tani.
Untuk menjalankan peran ini, maka telah disusun sarana minimal
yang harus tersedia di Balai Penyuluhan. Sarana dimaksud meliputi
sarana keinformasian, alat bantu penyuluhan, peralatan
administrasi, alat transportasi, perpustakaan, dan perlengkapan
ruangan. Juga telah digariskan standar minimal Prasarana
Lingkungan dan Prasarana Penunjang, dimana mesti ada rumah
dinas, air baku, listrik PLN mimimal 2.200 watt dan 1 unit genset
cadangan, Jalan lingkungan minimal menggunakan pengerasan pasir
dan batu, pagar halaman, dan lahan balai minimal 1 ha. Dalam hal
lokasi, persyaratan lokasi bangunan BPP mestilah mudah dilihat oleh
masyarakat, mempunyai akses jalan, listrik dan telepon, mudah
dikunjungi, dan letaknya di sentra produksi pertanian.
Untuk menyiapkan informasi yang diperlukan bagi petani, Balai
Penyuluhan melakukan pengumpulan data dan informasi dengan
cara mengakses Cyber Extension, pengumpulan data
lapangan/survey, melaksanakan kaji terap, kaji tindak, dan
konsultasi dengan instansi teknis.
Khusus berkaitan dengan tata hubungan kerja, hubungan kerja BPP
dengan UPT/UPTD lingkup teknis dan camat adalah HUBUNGAN
KOORDINATIF pelaksanaan penyuluhan dalam rangka pelaksanaan
tugas Balai Penyuluhan. Sedangkan, hubungan kerja Balai
Penyuluhan di Kecamatan dengan pos penyuluhan desa
kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha di desa adalah
hubungan yang bersifat PENDAMPINGAN dan KEMITRAAN.
Berikutnya, Permantan No 51 tahun 2009 Tentang Pedoman
Standar Minimal Dan Pemanfaatan Sarana Dan Prasarana
Penyuluhan Pertanian dikeluarkan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan minimal sarana dan prasarana penyuluhan pertanian,
dan mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana
penyuluhan pertanian. Pedoman diuraikan untuk kebutuhan mulai
dari pusat sampai ke kecamatan. Sebagi contoh, untuk kecamatan
sarana yang semestinya tersedia untuk Pusat Informasi mencakup
komputer, display, kamera digital, Handycam, serta telepon dan
mesin fax. Lalu alat transportasi setidaknya tersedia kendaraan
operasional roda dua. Sedangkan untuk ruangan mesti tersedia
ruang pimpinan, administrasi/TU, Kelompok Jabatan Fungsional,
aula atau ruang rapat, perpustakaan, data dan system informasi,
juga rumah dinas, sarana prasarana pendukung, sumber air bersih,
penerangan PLN dan genset, jalan lingkungan, pagar dan lahan
percontohan.
31. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 27
Permasalahan:
Dari hasil laporan daerah dan juga kunjungan KPPN ke daerah,
bangunan dan kelengkapan BP belum standar. Kondisi kantor
banyak yang tidak memadai, lahan pertanian banyak yang tidak ada,
juga tidak ada listrik dan telepon. Kelengkapan BP sangat
bergantung kepada komitmen dan dukungan anggaran dari dana
APBD. Masih cukup banyak BP yang belum memiliki kantor sendiri.
Berbagai program pengembangan BP yang telah dijalankan tidak
berjalan mulus, misalnya pengembangan cyber extension.
Penyebabnya banyak, mulai dari kekurangan SDM, peralatan dan
anggaran.
Secara umum pengelolaan BP masih kurang optimal, bahkan untuk
BPP yang tergolong sebagai “BPP Model”. Dari kunjungan ke BP3K
Pakisaji di Kabupaten Malang misalnya, terungkap bahwa biaya
operasional BPP sangat minim, hanya ada anggaran untuk ATK
sebesar Rp 2,5 juta per tahun. Akibatnya, untuk bayar listrik, air,
dan bahkan memasang teralis kantor harus iuran antar kepala BP
dan penyuluh.
Selain itu, banyak kepala Balai Penyuluhan merangkap sebagai
kepala UPT Dinas Pertanian, sehingga beban pekerjaan menjadi
berat. Pekerjaan sebagai kepala UPT jauh lebih menyita waktu,
karena berupa pekerjaan-perkerjaan administrasi yang sangat
banyak dan beragam.
Rekomendasi KPPN:
Dari permasalahan yang dilaporkan, maka KPPN mengingatkan agar
standarisasi pelayanan disesuaikan dengan konteksnya melalui
pemetaan kelembagaan BP sesuai klasternya. Jangkauan pelayanan
penyuluh perlu dikaji yakni berapa rasio penyuluh-hamparan atau
jumlah petani yang ideal. Hal ini akan menentukan pola manajemen
di BP.
Untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan maupun standar
kinerja kelembagaan penyuluhan, maka BP perlu difasilitasi
sedemikian rupa sehingga bisa diposisikan sebagai pos simpul
koordinasi kegiatan program pembangunan pertanian di kecamatan
oleh lintas sektor. Karena itu, standar sarana dan prasarana
sebagaimana sudah digariskan agar dipenuhi.
Implementasi Balai Penyuluhan sebagai pos simpul koordinasi
kegiatan program pembangunan pertanian dan lintas sektor
32. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 28
memerlukan adanya langkah-langkah operasional yang terukur
dalam bentuk program dan kegiatan. Untuk itu, Kementerian
Pertanian perlu secara periodik mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
penyuluhan di Balai Penyuluhan. Optimalisasi anggaran disarankan
dengan menggali sumber dana dari APBN, APBD maupun kemitraan
dengan pihak swasta.
Peningkatan kapasitas balai penyuluhan juga disarankan dengan
penguatan aktualisasi data dan cyber extension. Pengembangan
cyber extension perlu didukung sepenuhnya oleh Kementerian
Pertanian karena merupakan upaya yang tepat untuk mendekatkan
dan memenuhi kebutuhan inovasi yang layak dikembangkan oleh
para penyuluh. Upaya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Pertanian dalam mengembangkan cyber extension perlu didukung
dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dan
pelatihan dalam penggunaan akses internet. Perlu segera
dikembangkan pada semua Balai Penyuluhan (BPK atau BP3K)
kelengkapan perangkat komputer dan jaringan koneksi internet
yang baik. Untuk ini, agar dibangun link atau kerjasama untuk
saling melengkapi dan berbagi informasi dengan berbagai pihak yang
menyediakan informasi inovasi pertanian termasuk dengan cyber
extension dan Green TV yang dikembangkan oleh IPB misalnya.
Untuk memperkuat BP dalam pembangunan pertanian disarankan
ditempuh pola reward and punishment untuk pimpinan daerah
bersangkutan. Sementara, untuk di level pusat, karena posisi sentral
BP mendukung program swasembada padi, jagung dan kedelai; maka
perlu dijembatani koordinasi dan sinergi lintas kementerian dan
lintas eselon I di lingkup Kementan. Revitalisasi BPTP sebagai bagian
lembaga penyuluhan (sebagaimana BIP di masa lalu) diperlukan
untuk meningkatan efektivitasnya dalam menggali inovasi tepat
guna, melakukan uji lokasi terhadap teknologi tepat guna sesuai
dengan potensi lokal.
Media komunikasi kebijakan pembangunan pertanian dan
pemberdayaan sistem penyuluhan, serta pemberdayaan petani
(seperti Majalah Ekstensia dan Cyber Extension), perlu ditingkatkan
statusnya dan dikembangkan kualitasnya. Media komunikasi mitra
Kementerian Pertanian (seperti Sinar Tani) perlu dipertahankan
eksistensinya dengan meningkatkan penyaringan iklan di dalamnya.
Dibutuhkan kelengkapan sarana dan dukungan pengembangan BPP
model. Bantuan sarana dan pembiayaan yang didukung pemerintah
daerah mampu meningkatkan gairah penyuluh sehingga
penyelenggaraan penyuluhan menjadi lebih optimal.
33. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 29
BP perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana diseminasi inovasi
yang kondusif bagi penggerakan Posluhdes, dan didampingi oleh
penyuluh, sehingga di masa depan dapat menjadi fokus
pengembangan penyuluhan pertanian. Keragaman nama, fungsi, dan
struktur organisasi, serta pengorganisasian penyuluhan
meningkatkan kompleksitas kendala dalam penyelenggaraan
penyuluhan. Rapat koordinasi antar kelembagaan merupakan celah
masuk yang penting bagi kelancaran dan optimalisasi
penyelenggaraan penyuluhan.
*****
Bab VII.
PENYELENGGARAAN PENYULUHAN:
Programa, Metode, dan Evaluasi
Penyelenggaraan penyuluhan yang dimaksud dalam bab ini
mencakup mulai dari penyusunan programa, pelaksanaan
penyuluhan, dan evaluasi kinerjanya.
Kebijakan:
Dalam Permentan No 52 tahun 2009 tentang Metode Penyuluhan
Pertanian, Metode Penyuluhan pertanian adalah “cara atau teknik
penyampaian materi penyuluhan agar petani tahun, mau, dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi
pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya sebagai
usaha untuk meingkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan,
dan dan kesejahteraannya, serta kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup”.
Metode dalam hal teknik komunikasi dapat berupa pertemuan
langsung dan tidak langsung, sementara dalam hal sasaran dapat
berupa perorangan, kelompok dan juga massal. Dalam
pelaksanaannya penyuluh juga dapat memilih metode temu wicara,
temu karya, temu lapang dan temu usaha; serta juga kaji terap,
karya wisata, kunjungan (rumah dan usaha), kursus tani, magang,
mimbar sarasehan, pemutaran film, borsur, leaflet, dan lain-lain.
Intinya, metode yang tersedia sangat terbuka dan variatif.
34. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 30
Bagaimana memilih metode yang sesuai? Dasar pertimbangan yang
perlu diperhatikan terutama berkaitan dengan tahapan dan
kemampuan adopsi inovasi sasaran. Tahapan adopsi inovasi terdiri
atas tahap penumbuhan perhatian, penumbuhan minat, tahap
menilai, tahap mencoba, dan tahap menetapkan. Pasal 26 UU SP3
telah mengingatkan agar penyuluhan dilakukan dengan
menggunakan PENDEKATAN PARTISIPATIF melalui mekanisme kerja
dan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi
pelaku utama dan pelaku usaha.
Lebih jauh berkenaan dengan programa, Permentan No 25 tahun
2009 Tentang Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan
Pertanian, disebutkan agar programa penyuluhan dapat merespon
secara lebih baik ASPIRASI PELAKU UTAMA DAN PELAKU USAHA di
perdesaan. Programa disusun dengan memperhatikan keterpaduan
dan kesinergian programa penyuluhan pada setiap tingkatan.
Keterpaduan mengandung maksud bahwa programa penyuluhan
pertanian disusun dengan memperhatikan programa pertanian
penyuluhan tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat
provinsi dan tingkat nasional. Sedangkan yang dimaksudkan dengan
kesinergian yaitu bahwa programa penyuluhan pertanian pada tiap
tingkatan mempunyai hubungan yang bersifat saling mendukung.
Penyusunan programa penyuluhan dimulai dari tahapan perumusan
keadaan, lalu penetapan tujuan, penetapan masalah, penetapan
rencana kegiatan, rencana monev, dan berakhir dengan revisi
programa penyuluhan.
UU 16 tahun 2006, yakni Bab VII tentang PENYELENGGARAAN,
pada Pasal 23 berkenaan dengan Programa penyuluhan disebutkan
bahwa Programa penyuluhan dimaksudkan untuk memberikan arah,
pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan
penyuluhan. Programa penyuluhan terdiri atas programa
penyuluhan desa/kelurahan atau unit kerja lapangan, programa
penyuluhan kecamatan, programa penyuluhan kabupaten/kota,
programa penyuluhan provinsi, dan programa penyuluhan nasional.
Programa penyuluhan disusun dengan memperhatikan keterpaduan
dan kesinergian programa penyuluhan pada setiap tingkatan. Pasal
24 telah mengingatkan agar Programa penyuluhan JANGAN
NORMATIF dan ABSTRAK, namun harus terukur, realistis,
bermanfaat, dan dapat dilaksanakan serta dilakukan secara
partisipatif, terpadu, transparan, demokratis, dan bertanggung
gugat.
Pada hakekatnya, UUU No 16 tahun 2006 telah memuat berbagai
pemikiran dan relatif sejalan dengan paradigma baru penyuluhan
pertanian. Hal ini terlihat dari: Pertama, pada Bab Asas, Tujuan, Dan
Fungsi, yakni Pasal 2 disebutkan bahwa “Penyuluhan
35. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 31
diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat, kesetaraan,
keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif,
kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung
gugat”. Dapat dikatakan, hampir seluruh ide dan sikap positif
pembangunan telah diadopsi dalam kalimat ini, utamanya pada asas
demokrasi dan partisipasi.
Kedua, penyuluhan tidak lagi pada sekedar peningkatan produksi
pertanian, namun pada manusianya. Pasal 3 menyebut bahwa
tujuan penyuluhan meliputi pengembangan sumber daya manusia
dan peningkatan modal sosial. Dicakupnya objek “modal sosial”
disini bermakna bahwa penyuluh pertanian Indonesia harus
mempunyai fokus lebih luas dari sekedar individu petani
(pengetahuan-sikap-ketrampilan), namun juga ORGANISASI PETANI
dan berbagai jaringan sosial yang terbentuk di masyarakat.
Tujuan mulia ini dicapai dengan memberdayakan pelaku utama dan
pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan
iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan
potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan
pendampingan serta fasilitasi (point b).
Ketiga, menerapkan manajemen yang TERINTEGRATIF, tidak lagi
terpasung ego sektoral. Pada Pasal 6 terbaca bahwa penyuluhan
dilaksanakan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunan
pertanian, perikanan, dan kehutanan. Lalu pada Pasal 7 disebutkan
“Dalam menyusun strategi penyuluhan, pemerintah dan pemerintah
daerah memperhatikan kebijakan penyuluhan dengan melibatkan
pemangku kepentingan di bidang pertanian, perikanan, dan
kehutanan”.
Keempat, pelibatan masyarakat petani, dan menjadikan petani
sebagai subjek penyuluhan. Pada point b pasal 6 disebutkan:
“penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama
dan/atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan
pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama,
yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-
tiap tingkat administrasi pemerintahan”. Semangat ini dikuatkan oleh
Pasal 29, dimana pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi
dan mendorong peran serta pelaku utama dan pelaku usaha dalam
pelaksanaan penyuluhan.
Kelima, penyuluhan tidak lagi dimonopoli oleh pemerintah, dengan
diakuinya keberadaan penyuluh swadaya yang berasal dari petani
dan penyuluh swasta. Dengan UU ini dilahirkan pula Komisi
Penyuluhan Pertanian sebagai organisasi independen yang dibentuk
pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang terdiri atas
36. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 32
para pakar dan/atau praktisi yang mempunyai keahlian dan
kepedulian dalam bidang penyuluhan atau pembangunan perdesaan.
Selain ini, juga dibentuk wadah koordinasi penyuluhan nasional
yang bersifat nonstruktural.
Selanjutnya, Permentan No 91 tahun 2013 Tentang Pedoman
Evaluasi Kinerja Penyuluh Pertanian, menyebutkan bahwa
EVALUASI KINERJA Penyuluh Pertanian adalah “suatu kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk
mengukur tingkat keberhasilan berdasarkan parameter kinerja
Penyuluh Pertanian dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya”. Indikator penilaian kinerja mencakup mulai dari
persiapan sampai pelaksanaan, serta evaluasi dan pelaporan. Pada
aspek Persiapan Penyuluhan Pertanian adalah: (1) Membuat data
potensi wilayah dan agro ekosistem, (2) Memandu (pengawalan dan
pendampingan) penyusunan RDKK, (3) Penyusunan programa
penyuluhan pertanian desa dan kecamatan, dan (4) Membuat
Rencana Kerja Tahunan Penyuluh Pertanian (RKTPP).
Sedangkan pada pelaksanaan penyuluhan mencakup bagaimana
pelaksanaan penyebaran materi penyuluhan, penerapan metoda
penyuluhan, peningkatan kapasitas petani, menumbuhkan dan
mengembangkan kelembagaan petani secara kuantitas dan kualitas,
serta bagaimana keberhasilan peningkatan produktivitas usaha tani
petani.
Evaluasi kinerja dilakukan mulai bulan Oktober sampai dengan
Desember tahun berjalan, dimana metodenya dilakukan secara
Mandiri oleh Penyuluh Pertanian dengan menggunakan instrumen
penilaian Formulir 1.A dan 1.B. Hasil Evaluasi Kinerja secara
Mandiri akan diverifikasi oleh Tim Evaluasi Kinerja secara berjenjang
di wilayahnya.
Dalam Permentan No 45 tahun 2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Penyuluh Pertanian telah ditetapkan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang penyuluhan
pertanian dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 43 Tahun 2013. SKKNI tersebut merupakan acuan sertifikasi
profesi Penyuluh Pertanian. Melalui sertifikasi profesi diharapkan
terwujud Penyuluh Pertanian yang profesional sehingga
penyelenggaraan penyuluhan dapat terjamin mutunya dan mendapat
pengakuan dari masyarakat sebagai penerima manfaat. Uji
kompetensi direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga
dapat menjamin bahwa semua persyaratan dilakukan secara objektif
dan sistematis dengan bukti-bukti yang terdokumentasi.
37. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 33
Sertifikasi profesi Penyuluh Pertanian memiliki banyak manfaat
yaitu: (1) melindungi profesi Penyuluh Pertanian dari praktik yang
tidak kompeten yang dapat merusak citra profesi Penyuluh
Pertanian, (2) melindungi masyarakat dari praktik penyuluhan
pertanian yang tidak bertanggung jawab, dan sekaligus (3) menjamin
mutu penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
Pada Bab II Prosedur Sertifikasi Profesi, disebutkan bahwa Lembaga
Pelaksana adalah Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Pertanian selaku LSPP- 1 PP PNS. LSP yang
mendapatkan lisensi dari BNSP berhak melaksanakan sertifikasi
profesi bagi Penyuluh Pertanian Swasta dan Penyuluh Pertanian
Swadaya. LSP dimaksud dibentuk atas dasar komitmen bersama
antara pihak Pemerintah (Kementerian Pertanian), Asosiasi Profesi
Penyuluh Pertanian, dan pemangku kepentingan lainnya.
Ruang lingkup dan Metode Uji Kompetensi mencakup unit
kompetensi sesuai dengan kerangka kualifikasi profesi Penyuluh
Pertanian seperti yang telah ditetapkan dalam SKKNI bidang
penyuluhan pertanian. Metode uji kompetensi dilaksanakan melalui
tes tertulis, wawancara, portofolio dan unjuk kerja. Uji ini berlaku
untuk PPL PNS, swadaya dan swasta dengan prosedurnya masing-
masing.
Permasalahan:
Berbagai permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan programa
penyuluhan pertanian antara lain adalah:
(1) Belum tertibnya penyusunan programa penyuluhan pertanian di
semua tingkatan;
(2) Naskah programa penyuluhan pertanian belum sepenuhnya
dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan penyuluhan
pertanian;
(3) Keberadaaan penyuluh pertanian tersebar pada beberapa
dinas/instansi, baik di provinsi maupun kabupaten/kota;
(4) Programa penyuluhan pertanian kurang mendapat dukungan dari
dinas/instansi terkait; dan
(5) Penyusunan programa penyuluhan pertanian masih didominasi
oleh petugas (kurang partisipatif).
Programa yang disusun masih sebatas kewajiban administratif yang
belum sungguh-sungguh dijadikan acuan dalam operasional
38. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 34
penyuluhan sehari-hari. Materi di dalamnya juga cenderung
NORMATIF, ABSTRAK, dan KUALITATIF.
Rekomendasi KPPN:
Penyelenggaraan penyuluhan merupakan elemen yang
keberhasilannya bergantung kepada banyak elemen lain dari sistem
penyuluhan. Untuk itu, sesuai prinsip partisipatif, maka kegiatan
penyuluhan mesti bersifat INKLUSIF dimana setiap orang dapat
berperan dalam penyuluhan, misalnya dengan mengoperasikan
Sistem Pertanian Terpadu (SITANDU) yang didukung Cyber
Extension.
Efektivitas penyuluhan bisa ditingkatkan bila apresiasi terhadap
kelembagaan penyuluhan pertanian sebagai ujung tombak
pembangunan pertanian ditingkatkan. Indikatornya adalah adanya
dukungan dinas dan instansi terkait layaknya program BIMAS
dahulu. Implementasi tata kerja antara kelembagaan pembangunan
pertanian harus didasari pemahaman peran badan pelaksana
penyuluhan sebagai lembaga koordinasi yang berpotensi mampu
mengurangi egosektoral dalam upaya penguatan keterpaduan
pembangunan pertanian. Validasi data pertanian di lapangan dapat
dilakukan melalui pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh
dalam menginput perkembangan data pertanian (waktu tanam,
waktu panen, penggunaan benih, hasil, luas lahan, luas tanam,
potensi wilayah, alih fungsi lahan, dll).
Keragaman nama, fungsi, dan struktur organisasi, serta
pengorganisasian penyuluhan meningkatkan kompleksitas dan
kendala dalam penyelenggaraan penyuluhan. Karena itu, rapat
koordinasi antar kelembagaan merupakan celah masuk yang penting
bagi kelancaran dan optimalisasi penyelenggaraan penyuluhan.
Kesenjangan informasi dan inovasi teknologi bagi para penyuluh
terjadi karena kelemahan akses terhadap teknologi informasi, dan
kekurangan inovasi teknologi. Lebih jauh lagi, insentif materi yang
disediakan tidak merata akibat keterbatasan dukungan pendanaan
ditingkat kecamatan dan desa. Terobosan-terobosan inovasi teknologi
dimungkinkan sejalan dengan pendekatan penyuluhan partisipatif
dan terintegrasi, untuk mengangkat temuan terobosan teknologi di
tingkat petani maupun yang bersumber dari instansi terkait.
Pihak BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) di bawah Badan
Litbang Pertanian melaporkan bahwa kedepan para peneliti dan
penyuluh di BPTP diwajibkan lebih intensif berinteraksi dengan Balai
Penyuuhan, dan akan menjadikan pelatihan disana sebagai tugas
mereka. Peningkatan sinergitas materi, metode, dan penyuluhan,
39. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 35
melalui cyber extension dan harmoni partisipasi peneliti, penyuluh,
dan sasaran penyuluhan.
Pembangunan pertanian tidak bisa diseragamkan di seluruh wilayah
pembangunan, dengan demikian perlu ada tipologi guna
membedakan penanganan dalam pembinaannya, termasuk dalam
kelembagaan dan penyelengaraan penyuluhan. Sistem penyuluhan
perlu mendorong pengembangan sistem perkreditan, pembiayaan,
dan asuransi pertanian, serta memperjuangkan kemitraan sinergis
antara petani lahan sempit dengan pelaku pertanian korporat dan
pelaku yang lebih profesional, maupun koperasi pertanian. Guna
meningkatkan kegiatan penyuluhan, diperlukan komitmen pimpinan
dalam hal-hal mengatasi kendala biaya penyuluhan, dan penguatan
insentif berupa penghargaan terhadap kiprah penyuluhan.
*****
Bab VIII.
ANGGARAN DAN PEMBIAYAAN
Kebijakan:
UU 16 tahun 2006 secara khusus membahas aspek pembiayaan
pada Bab IX. Dalam Pasal 32 terbaca bahwa untuk penyelenggaraan
penyuluhan yang efektif dan efisien diperlukan pembiayaan yang
memadai, dimana sumber pembiayaan disediakan melalui APBN dan
APBD, juga bahkan secara sektoral maupun lintas sektoral, maupun
sumbersumber lain yang sah dan tidak mengikat.
APBN menanggung pembiayaan penyuluhan yang berkaitan dengan
tunjangan jabatan fungsional dan profesi, biaya operasional
penyuluh PNS serta sarana dan prasarana. Sedangkan APBD
bertanggung jawab untuk PENYELENGGARAAN PENYULUHAN di
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa. Pemerintah juga
harus membantu penyuluhan yang diselenggarakan oleh penyuluh
swasta dan penyuluh swadaya.
Lebih detail hal ini diatur dalam Permentan No 43 tahun 2009
tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan. Permentan ini sebagai
amanat dari pasal 33 dan 34 UU SP3. Pada Pasal 3 Permentan ini
terbaca bahwa Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
40. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 36
mengalokasikan anggaran pembiayaan penyuluhan berdasarkan
tugas dan kewenangannya sesuai kemampuan keuangan masing-
masing.
Pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan meliputi: biaya operasional
kelembagaan penyuluhan, biaya operasional penyuluh PNS, biaya
pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan biaya
tunjangan profesi penyuluh. Biaya operasional mesti mencakup biaya
operasional (Pasal 5) untuk kelembagaan penyuluhan dari pusat
sampai desa yang meliputi badan penyuluhan, badan koordinasi
penyuluhan, badan pelaksana penyuluhan, balai penyuluhan, dan
pos penyuluhan.
Permasalahan:
Secara umum, biaya yang disediakan untuk penyuluhan kecil dan
tidak memadai. Secara tidak langsung hal ini mengakibatkan
melemahnya semangat kerja penyuluh pertanian, dan efektivitas
penyuluhan. BOP penyuluhan yang kurang disebabkan karena
keterbatasan besaran dana terutama di daerah yang relatif terpencil
dan kerumitan birokrasi pemerintah daerah. Minimnya alokasi
anggaran sangat terasa pada masa menunggu lahirnya Perpres
Kelembagaan yakni Perpres No 154 tahun 2014.
KOMITMEN PIMPINAN DAERAH terhadap pengembangan kualitas
dan kuantitas penyuluh kurang. Penyebab secara tidak langsung
misalnya adalah karena kelembagaan penyuluh yang di beberapa
wilayah belum terpisah dan sendiri dalam Bapeluh. Selain itu,
adalah karena kekeliruan memaknai kegiatan pertanian sebagai
“urusan pilihan” yang boleh dinomorduakan.
Demikian pula untuk penyuluh THL TBPP, dimana ada daerah yang
bahkan tidak menyediakan tambahan honor 2 bulan, karena yang
disediakan pusat hanya 10 bulan. Besar BOP untuk penyuluh juga
sangat variatif, demikian pula pembiayaan untuk pembangunan dan
operasional kantor Balai Penyuluhan. Lemahnya anggaran
penyuluhan secara nasional disebabkan belum adanya penyamaan
persepsi tentang pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga
penyuluh di tingkat BPPSDMP dan lingkup Kementerian.
Rekomendasi KPPN:
Karena kecilnya alokasi anggaran, maka diingatkan tentang
keseriusan komitmen dalam politik anggaran di APBD. Untuk itu,
perlu dilakukan pendekatan khusus kepada direktorat penyusunan
PBD di Kemendagri, sehingga alokasi anggaran untuk penyuluhan
dapat lebih terjamin.
41. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 37
Kesulitan pembiayaan yang disebabkan oleh birokrasi perlu diatasi
dengan kejelasan kelembagaan penyuluhan sebagai bagian yang
harus dibiayai dari APBD daerah, sebagaimana tercantum jelas
dalam Perpres No 154 tahun 2014 tentang Kelembagaan.
Kebijakan anggaran penyuluhan ke depan dapat mempertimbangkan
insentif dan disinsentif dalam kinerja dan prestasi kelembagaan
penyuluhan. Hal ini tentu perlu diawali oleh sikap Pemda untuk
memprioritaskan sektor pertanian dan pangan. Prioritas pembiayaan
yang pokok adalah untuk keberfungsian sarana prasarana dan
pelayanan penyuluhan. Karena dana dari pihak luar dimungkinkan,
maka KPPN menyarankan agar didorong pula peningkatan
kemampuan untuk memanfaatkan (networking) sumber daya lain
yang tersedia misalnya dari program CSR dari perusahaan-
perusahaan di wilayah masing-masing.
Selain ini semua, perlu digarisbawahi bahwa secara konseptual
penyuluhan pertanian adalah kegiatan PENDIDIKAN NONFORMAL
terhadap sasaran penyuluhan yakni petani dan keluarganya. Dengan
dasar ini, maka menjadi relevan memaknai kegiatan penyuluhan
sebagai bagian dari tanggung jawab sektor pendidikan nasional. Jika
hal ini disepakati, maka kegiatan penyuluhan akan mendapat
dukungan pendanaan yang sangat kuat, karena sektor pendidikan
nasional mendapat minimal jatah anggaran yang sangat besar yakni
20 persen dari APBN.
Kebijakan anggaran penyuluhan perlu mempertimbangkan hal-hal
berikut, yakni berupa skema insentif dan disinsentif sesuai prestasi
dan pelayanan penyuluhan, serta memprioritaskan pada pertanian,
pangan, dan keberfungsian sarana prasarana dan pelayanan
penyuluhan.
*****
42. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 38
BAB IX.
REKOMENDASI BERKENAAN DENGAN UPAYA
MENGEFEKTIFKAN PENCAPAIAN DAN MANAJEMEN
PEMBANGUNAN PERTANIAN SECARA LUAS
Sebagian besar diskusi bulanan dan rekomendasi KPPN berisi
tentang aspek-aspek seputar dunia penyuluhan. Namun, karena
efktivitas penyuluhan sangat berkait dengan kondisi dari elemen lain
dari sistem pembangunan pertanian, maka KPPN juga banyak
merumuskan rekomendasi yang bersifat agak luas. Pointnya adalag
agar saran tersebut menjadi perhatian pimpinan Kementan dan
jajarannya. Beberapa rekomendasi yang menonjol adalah sebagai
berikut.
1. Fokus pembangunan. Terlihat ada kesan bahwa pemerintah
asyik sendiri dengan program pembangunan yang bias kepada
mengejar swasembada. Karena itu, perlu diingatkan kesadaran
pemerintah untuk keberlajutan pembangunan pertanian
mewujudkan kesejahteraan rakyat, serta mengembangkan
komitmen kepada dunia penyuluhan sebagai penggerak
produktivitas usahatani, kesejahteraan dan kemandirian petani.
1. Restrukturisasi organisasi Kementerian Pertanian harus
menempatkan lembaga penyuluhan sebagai panglima dalam
mendampingi semua unit eselon I. Kelembagaan penyuluhan
struktural tersebut harus berbasis fungsi-fungsi agribisnis untuk
mencapai pembangunan sektor dengan paradigma penyuluhan
partisipatif.
2. Fungsi Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian
sangat strategis untuk memperjuangkan efektivitas sistem
penyuluhan pertanian. Oleh karena itu, kekosongan unsur
pimpinan harus segera diisi, mengingat pengembangan sistem
penyuluhan sangat bergantung kepada kinerja bagian ini.
3. Regenerasi Petani. Indonesia menghadapi fenomena aging
farmer, yakni semakin tuanya umur petani. Bagi penyuluhan ini
menjadi masalah, karena petani berumur tua cenderung
memiliki produktivitas yang rendah, dan juga semakin sulit
diajak berubah. Saran KPPN untuk ini, agar dilakukan inventori
43. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 39
untuk peningkatan minat masyarakat di luar petani atau
masyarakat “menengah ke atas” untuk berkiprah dalam sektor
pertanian. Promosi daya tarik sistem pertanian harus didukung
pengembangan sistem insentif pendanaan pertanian,
pengembangan teknologi produksi, teknologi pengembangan nilai
tambah, dan sistem pemasaran yang kondusif dan memotivasi
pelaku utama dan pelaku usaha pertanian. Penguatan dan
pengembangan Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan
Swadaya (P4S) diarahkan untuk pengembangan generasi muda
pertanian dan pengembangan pemuda terampil di sektor
pertanian menjadi model pengembangan usahatani
berkelanjutan.
4. Perluasan lahan pertanian. Perlu penguatan komitmen
Pemerintah dan pemerintah daerah dalam melindungi
sumberdaya pertanian dari alih fungsi lahan. Pengembangan
perusahaan pertanian rice estate harus memanfaatkan lahan
yang kurang termanfaatkan yang tersedia di luar Jawa dengan
menerapkan teknologi mekanisasi tepat guna.
5. Kemitraan usaha. Usahatani pola kemitraan dengan
pengorganisasian dan jaringan kemitraan dapat diterapkan di
Pulau Jawa. Sistem kemitraan antara petani dan mitra dengan
sistem insentif, segera dirumuskan di PUSLUHTAN dan
diimplementasikan dalam skala terbatas serta
pennyempurnaannya diimplementasikan dalam skala yang lebih
luas. Para pelaku utama dan pelaku usaha pertanian perlu
bersinergi dalam upaya pengembangan jaringan kemitraan
pemasaran, terutama bagi generasi baru terdidik yang berminat
berusaha di sektor pertanian.
6. Agroindustri dan nilai tambah pertanian. Petani harus
mampu menguasai dan menerapkan teknologi pasca panen
dalam sistim agribisnis untuk meningkatkan nilai tambah
produk yang dihasilkannya. Komitmen untuk mengembangkan
kondisi yang memungkinkan meningkatkan kualitas dan
kuantitas petani untuk meraih nilai tambah produk yang
dihasilkannya dalam sistim agribisnis yang bersinergi.
7. Perbenihan. Ketergantungan petani terhadap benih pada satu
sumber harus diatasi dengan pengembangan petani penangkar
benih dengan insentif yang layak.
8. Pertanian lahan sempit. Penyuluh pertanian tetap memegang
peran penting dalam memberdayakan dan mencerdaskan para
pelaku utama menuju kemandirian dalam mewujudkan
kedaulatan pangan, khusus dalam kaitannya dengan
44. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 40
produktivitas pertanian lahan sempit. Pertanian lahan sempit
merupakan penyumbang terbesar produksi pangan nasional,
mampu bertahan dalam berbagai situasi yang sulit, dan turut
merangsang perkembangan ekonomi perdesaan di sektor non
pertanian. Dalam perkembangan ke depan, usahatani lahan
sempit diharapkan tetap mampu memberikan sumbangan
produksi pangan dengan peningkatan penyuluhan dan inovasi
teknologi. Pola usaha pertanian lahan sempit dapat dilakukan
secara terpadu seperti mina padi, pola legowo, atau pola surjan,
dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan.
9. Swasembada pangan berkelanjutan. Enam masalah mendesak
dalam upaya pencapaian swasembada berkelanjutan padi,
jagung dan swasembada kedelai adalah kerusakan irigasi,
kelangkaan pupuk, ketersediaan benih unggul, kekurangan
Alsintan, kurang efektifnya penyuluhan, dan rendahnya harga
pokok pembelian (HPP). Untuk menjalankan ini semua, maka
keberadaan penyuluhan tidak terhindarkan. Karena itu
penguatan kelembagaan dan ketenagaan penyuluh pertanian
merupakan keniscayaan.
10. Penetapan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) perlu
mempertimbangkan semua biaya yang telah dikeluarkan oleh
petani dibagi dengan pendapatan kotor yang diterima petani.
Direkomendasikan bahwa rasio seyogyanya minimal adalah 70
persen.
11. Keterlibatan Babinsa dalam Upsus PAJALE agar ditempatkan
secara proporsional, dimana dibatasi hanya pada konteks
mengawal dan mengawasi distribusi sarana produksi. Aparat TNI
sangat potensial dalam mengefektifkan distribusi benih, pupuk,
dan Alsintan di lapangan agar sampai pada sasaran secara tepat.
Selain itu, TNI dapat mengawal pencegahan gangguan-
gangguuan sosial dalam upaya mencapai swasembada padi,
jagung dan kedelai. Fungsi Babinsa dalam tugasnya agar dibatasi
dengan metoda anjang sana, gotong-royong, membantu musibah,
dan bersama penyuluh melaksanakan pendampingan
masyarakat.
12. Menyikapi implementasi Undang-Undang No 6 Tahun 2014
tentang Desa, maka perlu disiapkan konsep yang jelas tentang
pemanfaatan Dana Desa dalam mendukung pengembangan
komoditas unggulan serta peranan penyuluh dalam mengawal
pembangunan desa. Untuk itu, Kementan perlu melakukan
koordinasi dan sinkronisasi dengan Kemendagri dan
Kementerian Desa, Transmigrasi dan Daerah Tertinggal.
45. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 41
13. Data statistik pertanian. Banyak pihak mengeluhkan data
statistik yang saat ini merupakan “angka kesepakan” antara BPS
dengan pemerintah setempat. Namun, data yang digunakan
untuk merancang pembangunan pertanian ini bukan data riil
dari kondisi lapangan. Agar dapat menghasilkan data riil,
diharapkan peran serta penyuluh pertanian dan petugas yang
mampu menginput data melalui internet langsung ke pusat
melalui cyber extension yang ada di Balai Penyuluhan.
14. Pembinaan petani di daerah perbatasan dapat dilakukan
melalui akses dan jaminan lahan pertanian kepada petani,
disertai dengan pembinaan teknis usaha pertanian, yang
metodenya dapat menggunakan metode percontohan dan
pelaksanaan magang petani di P4S.
15. Berkenaan dengan layanan penyuluhan pertanian, dimana
sektor perkebunan misalnya merasakan lemahnya dukungan
penyuluhan, maka pengangkatan tenaga penyuluh khusus
berlatar belakang ilmu komoditas perkebunan perlu menjadi
perhatian Pemerintah pusat dan daerah.
16. Komoditas pertanian. Pengelolaan sistem penyuluhan pertanian
harus sejalan dengan arah pengembangan komoditas dan
pewilayahan komoditas pertanian. Hal ini terkait dengan
komitmen pembangunan nasional dalam konsep MP3EI, dimana
Pulau Jawa sesungguhnya masih merupakan pemasok produk
pertanian terbesar di Indonesia.
17. Ketahanan pangan. Terkait wacana bahwa masalah ketahanan
pangan akan dikelola oleh Lembaga di luar Kementerian, maka
keserasian antara pengelola pangan ini dengan penyuluhan
harus berkomitmen untuk menjadikan penyuluhan sebagai
panglima dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju
kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini mengantisipasi
kebijakan yang dikuatirkan lebih memperkuat kepentingan impor
dari pada penguatan pangan lokal sebagaimana yang
diamanatkan dalam UU No 18 Tahun 2012 tentang pangan.
18. Research-Extension linkage. Guna mengantisipasi
ketidakseimbangan struktur kelembagaan inovasi di Kementan,
seperti persaingan keprofesian antara peneliti, pengkaji dan
penyuluh, diperlukan mekanisme tata kerja untuk mengurangi
atau menghindari kebingungan penyuluh yang dapat
melemahkan peran dan efektivitas penyuluhan dalam
mendukung program pemerintah. Perlu penguatan sinergi antara
penyuluh, peneliti dan petani yang pada saat ini sudah sangat
46. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 42
melemah, agar berdampak pada menguatnya efektifitas
penyuluhan.
19. Strategi Induk Pembangunan ertanian (SIPP) 2015-2045 tidak
secara eksplisit menyentuh aspek penyuluhan dan
pemberdayaan petani. Ini merupakan satu kelemahan yang
serius sehingga harus direvisi.
20. Organisasi petani. Sistem penyuluhan perlu mendukung
pengembangan kelembagaan petani profesional untuk
meningkatkan kemampuan meraih nilai tambah dan posisi tawar
petani serta kerjasama di antara pelaku di sektor pertanian, baik
dalam memperjuangkan nasib petani secara politis, ekonomi
maupun ekologis.
******
BAB X.
CATATAN PENUTUP
Berbagai point rekomendasi dari KPPN kepada Kementerian
Pertanian sebagian merupakan solusi implementatif yang berifat
mendesak dan jangka pendek, namun sebagian merupakan saran
yang fundamental dengan jangkauan solusi membutuhkan upaya
yang lebih panjang dan sistematis. Hal ini tidak bisa dihindari karena
permasalahan yang dihadapi sangat dinamis, dan secara umum
dapat dikatakan bahwa kelembagaan penyuluhan pertanian
Indonesia belum juga stabil meskipun sudah dibangun dalam kurun
lebih dari 50 tahun.
Rangkaian rekomendasi dari KPPN menunjukkan bahwa Sistem
Penyuluhan Indonesia sesungguhnya membutuhkan suatu GRAND
DESIGN penyuluhan yang berjangka panjang, yang penyusunan dan
pelaksanaannya nanti membutuhkan keterlibatan dan keikutsertaan
aktif semua pihak, terutama di kalangan internal Kementerian
Pertanian. MASTERPLAN PENYULUHAN pertanian tersebut harus
mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan faktor-
faktor berkenaan dengan figur dan profil dan kompetensi petani
masa depan, profil usahatani dan pengusahaan pertanian, figur dan
profil penyuluh pertanian masa depan, dinamika dan profil
sumberdaya lahan pertanian, serta kebutuhan Diklat Pertanian
untuk meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian masa depan.
47. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 43
Namun, secara jujur harus diakui, apresiasi dan persepsi pihak
terkait terhadap penyuluhan pertanian belum optimal, bahkan
termasuk pada kalangan Direktorat Jenderal teknis di lingkup
Kementan. Sampai saat ini, urusan penyuluhan seolah eklusif hanya
menjadi tanggung jawab BPPSDMP.
Satu hal mendasar yang membutuhkan perjuangan berkenaan
dengan redefinisi KONSEP DAN CAKUPAN PENYULUHAN
PERTANIAN. Kegiatan penyuluhan pada hakekatnya berupaya
meningkatkan kecerdasan bangsa, khususnya petani dan
keluarganya. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan nasional,
sebagaimana amanat pada pembukaan UUD 1945. Dengan
demikian, semestinya penyuluhan pertanian tidak akan kekurangan
perhatian dari pemerintah.
Selain itu, secara konseptual, penyuluhan pertanian adalah kegiatan
PENDIDIKAN NONFORMAL terhadap sasaran penyuluhan yakni
petani dan keluarganya. Dengan dasar ini, maka semestinya
penyuluhan pertanian bisa memperoleh alokasi dari porsi anggaran
Kemendiknas yang besarnya sangat memadai yakni 20 persen dari
total APBN.
*****
DAFTAR PUSTAKA
Notulen Rapat dan Nota rekomendasi KPPN kepada Menteri
Pertanian:
1. Rumusan Pertemuan KPPN tanggal 22 Februari 2013.
2. Rumusan Hasil Rapat Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional,
23 Maret 2013.
1. Notulen Rapat KPPN tanggal 30 April 2013.
2. Notulen Rapat KPPN tanggal 31 Agustus 2013.
3. Notulen Rapat KPPN hasil Kunjungan Ke Daerah tanggal 20
Juli 2013.
4. Laporan Mendampingi Kegiatan Kepala Badan Penyuluhan
Dan Pengembangan SDM Pertanian, Juli 2014.
5. Notulensi Audiensi KKPN dengan Menteri Pertanian tanggal 8
Juli 2014
6. Notulensi Rapat KPPN 15 Juli 2014.
7. Rumusan Pertemuan Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional
(Kppn) Care-Ipb Tanggal 30 April 2014
8. Rekomendasi Pertemuan Komisi Penyuluhan Pertanian
Nasional (KPPN) IPB Bogor 23 Agustus 2014: Langkah-
Langkah-Langkah Strategis Memberdayakan Penyuluh.
48. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 44
9. Laporan kunjungan kerja Tim KPPN ke Jawa Timur tanggal 5
September 2014.
10.Nota Dinas Rekomendasi KPPN Kepada Menteri Pertanian
Nomor: 05/Kppn11112014
Dari Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional (Kppn)
Tanggal 15 November 2014.
11.Nota Dinas KPPN No. 07/KPP/12/2014 kepada Menteri
Pertanian tanggal 13 Desember 2014.
12.Nota Dinas KPPN No. 01/KPP/01/2015 kepada Menteri
Pertanian tanggal 31 Januari 2015.
13.Rumusan FGD Sinkronisasi dan Harmonisasi UU No 16 Tahun
2006 dan UUNo 23 Tahun 2014 di Hotel Ria Diani, 7-9 Juli
2015.
Kebijakan dan Peraturan:
1. Statuta Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional (K P P N)
Sesuai Dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
1655/Kpts/Ot.160/12/2008 Tentang Komisi Penyuluhan
Pertanian Nasional (KPPN).
2. Undang-undang nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
3. Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2009 tentang
Pembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
5. Perpres nomor 154 tahun 2014 tentang Kelembagaan
Pneyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
6. Rencana Strategis Tahun 2010-2014 Badan Penyuluhan Dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. Kementerian
Pertanian Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sdm
Pertanian Jakarta, 2011.
7. Permentan No 61 tahun 2008 Tentang Pedoman Pembinaan
Penyuluh Pertanian Swadaya Dan Penuyuh Pertanian Swasta.
8. Permentan No 25 tahun 2009 Tentang Pedoman Penyusunan
Programa Penyuluhan Pertanian.
9. Permentan No 91 tahun 2013 Tentang Pedoman Evaluasi
Kinerja Penyuluh Pertanian.
10.Permentan No 26 tahun 2012 Tentang Pedoman Pengelolaan
Balai Penyuluhan.
11.Permentan No 52 Tahun 2009 Tentang Metode Penyuluhan
Pertanian.
12.Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/02/MENPAN/2/2008 tentang Jabatan Fungsional
Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya.
49. Rekapitulasi REKOMENDASI KPPN - 2015 45
13.Permentan No 165 tahun 2008 tentang Komisi Penyuluhan
Pertanian Nasional.
14.Permentan No 25 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan
Programa Penyuluhan Pertanian.
15.Permentan No 42 tahun 2009 tentang Metode Penyuluhan
Pertanian.
16.Permentan No 49 tahun 2009 tentang Kebijakan dan Strategi
Penyuluhan Pertanian.
17.Permentan No 51 tahun 2009 tentang Pedoman Standar
Minimal dan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Penyuluhan
Pertanian.
18.Permentan No 01 tahun 2008 tentang Pedoman Pembinaan
THL-TBPP.
19.Permantan No 51 tahun 2009 Tentang Pedoman Standar
Minimal Dan Pemanfaatan Sarana Dan Prasarana Penyuluhan
Pertanian.
20.Permentan No 45 tahun 2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Penyuluh Pertanian.
*******