Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku ini bukan mengajarkan bagaimana menjadi pekerja keras, tetapi mengapa dan bagaimana mengembangkan kultur bekerja keras. Setelah saya telusuri, dengan kemampuan yang sangat terbatas ini, ternyata begitu banyak ihwal-ihwal kerja yang selama ini kurang diungkap.
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpointSyahyuti Si-Buyuang
More Related Content
Similar to Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Similar to Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah (20)
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
1.
2. “Tanpa berpretensi sebagai ulama, melalui contoh-
contoh dalam kehidupan sehari-hari, dan dengan
bahasa yang ringan dan mudah dimengerti, penu
lis berhasil menjelaskan betapa ajaran Islam sangat
menghargai kerja keras.”
E r f a n M a r y o n o ,
P e n e l i t i S E NIOR d i L P 3 E S J a k a r ta
“Buku ini memberikan begitu banyak inspirasi un
tuk melakukan perubahan. Sikap yang salah dalam
memahami etos kerja seorang muslim pun tercerah
kan sesudah kita dapat ‘memaknai bekerja keras
dan disiplin’ sebagai bagian dari ibadah wajib ke
pada Allah SWT.”
D r s . Y ay at S u p r i at n a , M S P.
P e n g a m at P e r k o ta a n , d o se n J u r u s a n
Te k n i k P l a n o l o g i T r i s a k t i , J a k a r ta
3. “Dengan menggunakan bahan bacaan yang kaya
dari berbagai perspektif, buku ini berupaya me
nyeimbangkan pemahaman kita yang selama ini
timpang tentang Islam. Diungkapkan secara jelas
dalam buku ini betapa kita perlu memosisikan
dunia dan kerja keras secara lebih tepat, karena
dengan itulah keindahan dan kesempurnaan Islam
bisa terwujud. Satu hal lagi, buku ini terbukti da
pat dibaca semua orang, termasuk anak saya yang
masih remaja.”
Ne n g K u r n i a s i h
G u r u S M P N I N a n S a b a r i s
K a b u p at e n P a d a n g P a r i a m a n
“Sangat menarik membaca sudut pandang seorang
sosiolog mengupas secara cerdas aspek religius dari
kerja keras.”
D r . E r i z a l J a m a l
A h l i P e n e l i t i U ta m a P u s at A n a l i s i s S o s i a l
E k o n o m i d a n Ke b i j a k a n P e r ta n i a n , B o g o r
8. Daftar Isi
Kata Pengantar Edisi Pertama xv
Kata Pengantar Edisi Kedua xix
Ucapan Terima Kasih xxiii
I Pendahuluan:
Indonesia, Muslim, dan Kita 1
II Makna Bekerja Keras 19
Karena Bekerja dan Bekerja Beras Beda 21
Karena Bekerja Keras
Tidak Timbul Tanpa Etos 22
Karena Bekerja Keras Lahir
dari Hati yang Bersyukur 26
Karena Bekerja Keras
adalah Bekerja Lebih Lama 29
Karena Berlatih Keras termasuk Bekerja Keras 30
Karena Manusia Unggul
Datang dari Kerja Keras 33
1.
2.
3.
4.
5.
6.
9. viii
Karena Ketaatan Hati
Mensyaratkan Ketaatan Fisik 35
Karena Bekerja Keras
adalah Kerja yang “Lebih” 37
Bekerja Keras adalah Bekerja
secara Kreatif dan Gigih 40
Karena Bekerja Keras
adalah Bekerja di Dunia yang Riil 43
Karena Kerja Keras Datang dari Cinta 46
III Bekerja adalah
Hakikatnya Ibadah 51
Karena Ibadah Mahdhah adalah Tiang,
Ibadah Ghairu Mahdhah adalah Bangunannya 54
Karena Bekerja Keras
adalah Prinsip Hidup Muslim 57
Karena Ibadah Pertama yang Dikenal
di Dunia ini Mestilah Dicapai
dengan Bekerja Keras 60
Karena Ibadah adalah Inti Ajaran Islam 60
Karena Beriman pun Bermakna Melakukan 61
Karena Takwa Diindikasikan Pula
oleh Kualitas Bermuamalah 63
Karena Bekerja juga Tergolong Berjihad 68
Karena Mencontohkan dengan Praktik adalah
Nasihat yang Lebih Efektif dibanding Bicara 70
Karena Ada Siang dan Ada Malam 72
Karena Dunia adalah
Jembatan untuk ke Akhirat 73
Karena “Ibadah Akhirat”
Sesungguhnya Juga untuk Dunia 75
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
10. ix
Karena Salat adalah Bekal untuk
Menjalankan Kehidupan di Dunia 77
Karena Wudhu akan
Membuat Kita lebih Sehat 81
Seluruh Gerakan Salat Diciptakan
Allah agar Kita Memperoleh Kesehatan 82
Karena Puasa Bukanlah Siksaan,
Namun Jalan untuk Menuju Sehat 88
Membaca Al-Quran akan Melahirkan
Jiwa yang Tenang, Damai, dan Tenteram 91
Karena Bekerja akan Menghapus Dosa-Dosa 93
Karena Pekerja Keras akan Bertemu
Allah dengan Wajah Berseri-seri 94
Karena Bekerja akan
Memudahkan Terkabulnya Doa 94
Karena Bekerja Mendatangkan Pahala 95
Karena Tawakal hanya Boleh
setelah Berusaha Sekerasnya 96
Karena Taubat tak Cukup di Lidah Saja 96
Dengan Bekerja Kita Bisa Dicintai Allah SWT 97
Dengan Bekerja Kita dapat
Terhindar dari Azab Neraka 98
Karena Muslim Harus Melaksanakan Fungsi
Kekhalifahannya dengan Sebaik-baiknya 99
Dunia adalah Ladang untuk Akhirat 100
Karena Dunia Harus Kita Kuasai,
Sebelum Dunia yang Menguasai Kita 101
IV Para Rasul pun Bekerja 109
Karena Rasul pun Bekerja untuk Hidupnya 111
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
11. Karena Rasul Bekerja
untuk Kehidupan Keluarganya 114
Karena Keluarga Nabi pun Bekerja 115
Karena Rasul Harus Bekerja Keras
dalam Mengurus Umat 116
Karena Mengurus Umat
Tidak Mendapat Upah 117
Karena Para Pionir Penyebar Islam ke
Nusantara adalah Pedagang-pedagang Ulung 119
Karena Para Wali pun Mengajarkan
Bercocok Tanam dan Berketerampilan 125
V Kerja Keraslah yang
Menggerakkan Dunia 131
Karena Kerja Keras adalah
Mata Uang Universal 133
Karena Kerja Keras Lebih Utama
daripada Sumber Daya Alam 136
Karena Kerja Keras adalah Modal Peradaban 138
Karena Kerja Keras Terbukti
Lebih Utama dari Pendidikan Formal 143
Karena Kerja Keraslah yang Membentuk Nasib 145
Karena Hanya dengan Bekerja Keras
Kita Dapat Mendahului yang Lain 149
Karena Kerja Keras dan
Kesuksesan Tidak Mengenal Usia 151
Karena Inti Kehidupan adalah
Gerak, dan Inti Ibadah Juga Gerak 153
Karena Para Ilmuwan Islam
adalah Peletak Dasar-Dasar Ilmu Modern 159
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
12. xi
Karena Ilmuwan Muslim telah
Menunjukkan bahwa Berkarya Nyata
adalah Amal yang Sejati 163
Karena Ilmuwan Muslim Telah
Membukakan Mata dan Pikiran Kita
Bahwa Semua Ilmu adalah Ilmu Allah 170
Karena Amal Terwujud bila
Dipraktikkan, Bukan Dihafalkan Belaka 172
VI Bekerja Sesuatu yang
Fitrah dan Amanah 179
Karena Geraklah Inti Kehidupan di Dunia 181
Karena Agar Sehat, Manusia Harus
Menggerakkan Badan dan Pikirannya 188
Bekerja adalah Fitrah Manusia
Dihadirkan ke Dunia 192
Karena Allah Ingin Kita
Bangga dengan Diri Kita Sendiri 193
Karena Makan dari Hasil
Sendiri Sangatlah Terhormat 194
Karena Allah Memerintahkan Kita
dengan Sangat Jelas 194
Karena Islam Mencela Orang-orang
yang Suka Meminta-Minta 196
Karena Allah Adil pada Kita 198
Karena Allah SWT Sangat Cinta
kepada Orang yang Bekerja 198
Karena Bekerja Keras
Mengundang Rahmat Allah 200
Karena Kita Boleh Bahagia, dan untuk
Bahagia Salah Satunya Dibutuhkan Harta 201
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
13. xii
Karena dengan Kerja Keras
akan Melahirkan Sikap Tawadhu 202
Dengan Bekerja Manusia Menjadi Manusia 203
Karena Bekerja Menjadikan Kita
Terhormat dan Mulia 205
Karena Semua Pekerjaan Baik
adalah Terhormat 207
Bekerja Meningkatkan Martabat 208
Karena Perlu Upaya Tertentu
agar Doa Terkabul 210
VII Kerja Lebih Bernilai
Dibanding Harta 215
Karena Dengan Bekerja Kita Mendapatkan
Harta, dan Berharta Bukanlah Aib 216
Karena Zuhud Tidak Berarti
Meninggalkan Dunia 219
Karena Nilai Kerja Dapat
Jadi Indikator Ekonomi 222
Karena Nilai Kerja Lebih Prioritas
Dibanding Nilai Penguasaan Sumber Daya 223
Karena Jaminan Kerja Lebih Penting
Dibandingkan Jaminan Tempat Tinggal 225
Karena Kita Dilarang
Menelantarkan Sumber Daya Ekonomi 226
Karena Allah Menjadikan
Bumi untuk Kita Usahakan 227
Kerja Merupakan Syarat untuk Dapat
Menguasai Suatu Sumber Daya Ekonomi 228
Karena Miskin Bukanlah Karena Tidak
Berharta, Tapi Karena Tidak Bekerja 229
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
14. xiii
Bekerja Dapat Menjadi Mas Kawin 234
Karena Bekerja Menjadi Petani dan
Pedagang yang Jujur Sangat Dipuji Nabi 235
Ibadah Ritual dan Kesalehan
Hidup Tidaklah Berbeda 237
Karena Kaya Merupakan Jalan
untuk Beribadah Lebih Banyak 238
Agar Bisa Berzakat
Kita Harus Berharta Cukup 241
Menjadi Saleh dan Takwa Tidak Selalu
Harus dalam Papa, Melarat, dan Sengsara 242
Karena Menikmati Harta
Sewajarnya Bukanlah Dosa 245
Karena Ilmu Lebih Utama daripada Harta 247
VIII Bekerja Keras Sungguh
Indah dan Menyenangkan 253
Karena Kita Diperintahkan Serajin Lebah 255
Karena Kita Diperintahkan
Seproduktif Lebah 257
Karena Bekerja Banyak Bukanlah
Siksaan yang Harus Dihindari,
Namun Menghasilkan Kesehatan 262
Perintah Bekerja Keras Bukan
Bermaksud Memberatkan 265
Karena Kerja yang Ikhlas
akan Mencapai Surga Dunia 267
Karena Ikhlas akan
Mewujudkan Surga di Dunia 270
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
15. xiv
Karena Anda Bisa Menjadi Sufi
Sekaligus Manajer yang Sukses
Dalam Waktu Bersamaan 273
Bekerja Sajalah, Biarlah Allah
yang Tetapkan Hasilnya 275
Karena Otot yang Aktif Lebih Menyehatkan 280
Karena Mimpi Tidak Terwujud
dengan Sendirinya 283
Penutup 287
Biodata Penulis 291
98.
99.
100.
101.
16. Kata Pengantar Edisi Pertama
Saban Ramadhan datang kita sering mendapat
leaflet berupa “daftar amalan di bulan Ramadhan”.
Di dalamnya dipaparkan secara kronologis apa saja
aktivitas yang harus dilaksanakan oleh seorang
muslim selama 24 jam. Dalam list tersebut tertulis
mulai dari salat malam, dilanjutkan sahur, salat
sunah sebelum subuh, menjawab adzan, salat
subuh, dan seterusnya sampai salat tarawih, witir,
dan tadarusan Al-Quran. Saya bertanya dalam hati,
di mana waktu kita bekerja untuk mencari nafkah
dalam daftar itu? Mengapa tidak pernah dimasuk
kan aktivitas sehari-hari seperti berangkat kerja,
mencangkul, mengolah tanah, mengarit rumput,
menyetir kendaraan, menangkap ikan, membaca,
mengajar, belajar, menjahit, atau memasak? Apakah
semua ini tidak penting, tidak perlu, atau malah
jangan dikerjakan karena akan merusak puasa?
Sekitar akhir 1990-an, saya melakukan peneliti
an dengan mendatangi puluhan pesantren di Jawa.
Saya ditugaskan mengevaluasi bagaimana pengelo
laan dana bantuan untuk pengembangan ekono
mi pondok yang telah diberikan oleh pemerintah.
Ternyata hanya sebagian kecil yang berkembang
untuk kegiatan ekonomi. Tampaknya akar perma
17. xvi
salahannya terjadi karena lemahnya sense of business
di pondok.1
Hanya seorang dari puluhan pengasuh
pondok yang saya wawancara mengatakan visinya
dengan tegas, “Saya tidak mau santri-santri saya
setelah lulus nanti hanya bisa adzan dan jadi imam
mesjid. Ia mesti pandai dan kuat berekonomi.”
Dari bangku kuliah, saya terinspirasi bagaimana
Max Weber misalnya, meskipun melalui riset yang
tidak utuh, memberi cap yang negatif terhadap etos
kerja muslim. Lemahnya peradaban muslim diang
gap Weber sebagai dampak dari keterpakuan Islam
terhadap teks agamanya. Dalam beberapa kesem
patan saya pun menemukan betapa kaum muslim
justru dipersepsikan banyak pihak sebagai “pema
las” dan “jorok”. Benar-benar mengagetkan. Ironis
sangat.
Intinya, saya yakin ini berkaitan dengan “ker
ja”. �������������������������������������������
Ada kekeliruan kita memandang kerja, makna
kerja, dan etos kerja. Atas dasar itu, saya mencoba
menggali bagaimana sesungguhnya hakikat bekerja
dalam Islam. Selain itu saya mencoba mencari ja
waban yang lebih rinci atas makna bekerja dalam
Islam, apa jenis pekerjaan yang diperbolehkan, apa
ganjaran dan kenikmatan bagi orang yang bekerja,
bagaimana seharusnya muslim memandang kerja,
bagaimana nabi dan para sahabat dalam menjalan
kan hidupnya, serta lain-lain. Eksplorasi ini memak
sa saya untuk juga mempelajari apa sesungguhnya
dunia, apa makna harta, dan seterusnya. Ternyata
begitu banyak hal menarik di seputar ini. Saya juga
18. xvii
belum pernah menemukan buku yang mengulas
berbagai dimensi kerja dengan memuaskan.
Dalam buku ini, saya akan membahas “kerja”
dari berbagai sisi. ��������������������������������
Selain yang utama dari Al-Quran
dan Al-Hadis, saya juga akan melihatnya dari sisi
biologis, sosiologis, filosofis, kultural, dan lain-lain.
Bukan maksud saya untuk membandingkan per
spektif yang berbeda-beda ini. Saya cuma ingin
memperlihatkan bahwa kearifan tentang kerja dan
kerja keras ada di mana-mana. Dia ada pada ber
bagai masyarakat, suku, agama, serta dari kalangan
ilmuwan, sastrawan, atau orang biasa. Kerja adalah
hal yang universal.
Pada intinya, buku ini saya tulis untuk membe
rikan keseimbangan pada pemahaman kita yang
selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan
hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah (ibadah di
luar ritual), muamalah, ekonomi, dan dunia. Buku
ini bukan mengajarkan bagaimana menjadi pekerja
keras, tetapi mengapa dan bagaimana mengembang
kan kultur bekerja keras. Setelah saya telusuri,
dengan kemampuan yang sangat terbatas ini, ter
nyata begitu banyak ihwal-ihwal kerja yang selama
ini kurang diungkap. Jikapun pernah disampaikan,
tampaknya belum terlalu dalam dan rinci. Seorang
ustad mengungkapkan, perbandingan antara ibadah
mahdhah (ritual) dan ghairu mahdhah adalah 1:100.
Yang saya tangkap, ini tentu bukan komparasi nilai
nya; tapi kesulitannya, tantangannya, dan tuntutan
untuk mendapat perhatian kita.
19. xviii
Harapan saya, pembaca jadi tahu bahwa kerja
dan kerja keras memanglah sebuah keniscayaan,
sesuatu yang alamiah, dan fitrah. Kita di dunia ha
nya sekali dan sesaat, namun akhirat tanpa batas.
Maka itu, dunia ini tentu begitu berharga. Yang
sesaat menentukan yang selamanya, tentu yang sesa
at ini menjadi begitu penting. Saya juga mengun
dang pembaca untuk berinisiatif memperdalam dan
memperluas pemahamannya tentang kerja, karena
apa yang saya susun jelas sangat sederhana, dan
tentu banyak kekeliruannya. Saya menunggu mere
ka yang memiliki kemampuan untuk memperkaya
bidang ini. Demikian, terima kasih.
Bogor, Desember 2010
Penulis
***
Catatan Ak hir
1 Temuan penelitian ini telah dipublikasikan dalam: Syahyuti,
“Penelusuran Aspek Ekonomi pada Pondok Pesantren dan Peluang
Pengembangannya”, majalah Forum Agro Ekonomi Vol. 17, No. 2,
Desember 1999.
20. Kata Pengantar Edisi Kedua
Sebagaimana telah disampaikan pada bagian
pengantar edisi pertama, buku ini saya tulis dengan
sedikit “memaksakan diri”. Saya mengangkat materi
agama meskipun saya bukanlah da’i, ustad, apalagi
kyai. Bekal yang saya miliki sesungguhnya tidak
mengizinkan saya mengutip ayat dan hadis yang
begitu suci. Namun, setelah disebarkan kepada ber
bagai kalangan, tampaknya kebenaran yang diusung
buku ini bisa diterima. Belum ada pihak yang me
nyatakan adanya pemikiran yang ”sesat” yang akan
membahayakan umat dalam buku ini. Inilah ke
napa lalu buku ini diperbanyak.
Pada edisi sebelumnya yang dicetak bulan
Februari 2011, buku ini berjudul Islamic Miracle of
Working Hard: 101 Motivasi Islami Bekerja Keras.
Tanpa mengubah makna dan semangat yang diper
juangkan, pada edisi kali ini judul direvisi menjadi:
Tangan-Tangan yang Dicium Rasul: Nasehat Islami
tentang Bekerja Keras. Judul ini kami pikir lebih
mewakili dan rancak karena kejadian Rasulullah
mencium tangan merupakan peristiwa yang sangat
langka dan sangat bermakna. Menurut referensi se
jauh ini, tidak banyak peristiwa Nabi Muhammad
SAW mencium tangan umatnya.
21. xx
Pertama adalah tangan sahabat Sa’ad bin Mu’adz
Al-Anshari. Saat kembali dari sebuah perjalan,
Nabi berjumpa dengan Sa’ad, dan memperhatikan
tangannya yang kasar, kering, dan kotor. Ketika
disampaikan bahwa tangannya menjadi demikian
karena bekerja keras mengolah tanah dan meng
angkut air sepanjang hari, serta-merta Nabi men
ciumnya. Sahabat lain bertanya, kenapa baginda
Rasulullah SAW melakukannya. Rasulullah SAW
pun menjelaskan, bahwa itulah tangan yang tidak
akan disentuh oleh api neraka, pula tangan yang
dicintai Allah SWT karena tangan itu digunakan
untuk bekerja keras menghidupi keluarganya.
Pada peristiwa lain, Rasulullah mengulurkan
tangannya hendak menjabat tangan Mu’adz bin
Jabal. Saat bersentuhan, beliau merasakan tangan
itu begitu kasar. Beliau pun kemudian menanya
kan penyebabnya, dan dijawab oleh Mu’adz bahwa
kapalan di tangannya merupakan bekas kerja
kerasnya. Rasul pun mencium tangan Mu’adz seraya
bersabda, “tangan ini dicintai Allah dan Rasul-Nya,
serta tidak akan disentuh api neraka”. Dua tangan
ini dicium oleh Rasulullah SAW, manusia termulia,
padahal tangan itu bukanlah milik seorang kaya,
berpangkat, syeikh, kyai, atau guru; bukan pula
tangan yang digunakan untuk menciptakan dan
menulis ilmu atau mengangkat senjata. Ia hanyalah
tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, buku-
buku jarinya mengeras, kapalan, warnanya hitam,
dan kotor karena dipakai mencangkul, mengangkat,
22. xxi
memotong, dan menggenggam dengan kuat. Tangan
itu demikian karena pemiliknya bekerja keras.
Peristiwa terakhir adalah saat rasul mencium
tangan putrinya sendiri: Fatimah Az-Zahra. Ini bu
kan karena Fatimah adalah putri kesayangannya.
Rasul melakukannya karena baru saja dilaporkan
oleh sahabat yang kebetulan lewat di depan rumah
Fatimah, betapa Fatimah telah bekerja sangat keras
menggiling gandum di rumahnya untuk menyiap
kan makanan bagi anak-anaknya yang terdengar
menangis.
Mencium tangan dalam berbagai kultur merupa
kan bentuk penghormatan sehari-hari yang lumrah.
Ini adalah simbol penghormatan kepada pihak yang
diposisikan lebih tinggi. Perkara mencium tangan
pada sebagian ulama dipandang sebagai sunah, mes
kipun berjabat tangan merupakan anjuran yang
lebih kuat. Mencium tangan adalah bentuk eks
presi yang lebih emosional. Ada sebuah peristiwa di
mana dua orang Yahudi mencium tangan dan kaki
Rasulullah karena kekagumannya atas kerasulan
Muhammad SAW.
Di bagian ini, disampaikan terima kasih kepada
penerbit yang dengan berani meluncurkan edisi ke
dua ini. Mudah-mudahan buku ini bisa diterima
pembaca, dan mampu menarik minat masyarakat
untuk memperdalam tema ini lebih jauh.
Bogor, September 2011
Penulis
23.
24. Ucapan Terima Kasih
Alhamdullillah, segala syukur pada Allah
SWT, yang telah memberi kesempatan dan kemam
puan kepada kita semua sehingga buku ini sampai
ke tangan pembaca. Untuk sampai ke tangan pem
baca, buku ini telah melalui jalan yang lumayan
panjang. Penulis membutuhkan waktu puluhan bu
lan, mulai dari mengumpulkan bahan, menyeleksi,
dan sampai kepada menyusunnya menjadi para
graf-paragraf yang utuh. Di luar masalah teknis,
hambatan yang sulit saya lalui adalah, “apa saya
berhak menulis buku seperti ini?” Apa saya yang
bukan ustad ini boleh menyitir hadis dan ayat-ayat
Al-Quran tanpa bimbingan ulama?
Namun demikian, selain penulis sendiri, ada
banyak pihak-pihak yang telah terlibat memban
tu terwujudnya buku ini. Pertama sekali saya me
nyampaikan terima kasih kepada Mbak Ainin Dita
Zulkarnain. Buku ini sampai ke pembaca berkat
bantuan Mbak Ainin beserta stafnya yang telah ber
sedia membantu penerbitannya. Di samping itu,
saya juga menyampaikan terima kasih kepada te
man-teman saya, Mas Saptana, Kang Supena, dan
Ustad Ashari yang telah mau membaca dan mem
beri beberapa perbaikan terhadap naskah.
25. xxiv
Khusus kepada para pembaca yang budiman,
penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-
tulusnya. Mudah-mudahan ilmu yang pembaca per
oleh, jika ada, dapat menjadi amal saleh bagi kita
semua.
26. I
P e n d a h u l u a n
Indonesia, Muslim, dan Kita
Muslim dan rakyat Indonesia adalah dua enti
tas yang berbeda. Namun, di sini dan saat ini, kita
mendapatkan keduanya seakan tak pernah lepas
dari persoalan kerja. Di sini dan saat ini, kita me
rasa ada yang salah dengan keduanya: mengapa kita
begini? Atau, mengapa kita hanya mampu sejauh
ini? Kita akan mencoba menerangkan keduanya
dalam satu helaan nafas. Apakah karena nilai-nilai
keislaman? Karena kondisi geografis? Sosiologis?
Atau kultural keindonesiaan kita?
Dalam buku ini saya bertolak dari “kita” yang
mencakup yang muslim dan juga yang Indonesia.
Kemunduran dan keterpurukan muslim sudah
jamak kita dengar. Ada baiknya kita mengutip
Hussain Hali, seorang penyair muslim keturunan
India (1837–1914). Menurutnya, peradaban Islam
yang pernah jaya pada abad ke-8 itu akhirnya “tak
memperoleh penghormatan dalam ilmu, tak me
nonjol dalam kriya dan industri.” ����������������
Akhirnya, Islam
27. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
hanya bisa memungut, meminjam, dan tak bisa
lagi memperbaharui.1
Hal ini terjadi terutama di
dunia Arab, yang pada satu sisi bangga telah jadi
sumber dari sebuah agama yang menakjubkan, tapi
di sisi lain terus-menerus menemukan kekalahan.
“... Tiap benda yang kini hampir mutlak dipakai
pada kehidupan sehari-hari … merupakan sebuah
penghinaan yang tak diucapkan—tiap kulkas, tiap
pesawat telepon, tiap colokan listrik, tiap obeng,
apalagi produk teknologi tinggi.”2
Kita jadi begini mungkin lantaran ada yang sa
lah dengan pemahaman kita.3
Abul A’la Maududi
menuliskan ini dengan keras: “... kita adalah orang
Islam namun berada dalam keadaan yang menyedih
kan dan memalukan. Kita adalah muslim namun
menjadi budak. Tidaklah mungkin bagi seseorang
yang mengakui firman Tuhan namun menderita
dalam keadaan yang menyedihkan dan memalukan,
hidup di bawah penjajahan, terikat dan terbeleng
gu. Jika kita meyakini bahwa Tuhan itu adil dan
kepatuhan kepadanya tidak menyebabkan kita ber
ada dalam keadaan yang memalukan, maka ada
sesuatu yang salah dalam pengakuan kita sebagai
muslim.”
Kondisi umat muslim yang memprihatinkan saat
ini diakui pula oleh kalangan ilmuwan muslim sen
diri. Menurut Harun Nasution,4
ada tiga periode
penting dalam sejarah umat Islam. Pertama, periode
klasik (650���������������������������������������
–��������������������������������������
1250 M) yang ditandai dengan kreativi
tas dan etos kerja tinggi; umat Islam unggul secara
28. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta
politik dan ekonomi, perdagangannya dengan Barat
dan Cina terbilang maju, serta kalangan sahabat
memandang dunia secara positif. Teologi yang ber
kembang di era klasik ini adalah teologi sunatullah
yang berdasarkan hukum alam (natural law). Kedua,
periode tengah (1250�����������������������������
–����������������������������
1800 M) yang dicirikan oleh
rendahnya etos kerja, berpandangan pesimis dan ne
gatif terhadap dunia, serta berkembangnya sufisme
Jabariyah dan teologi deterministis-fatalistis. Ketiga,
periode modern (mulai 1800 M–sekarang) barulah
timbul kesadaran tentang rapuhnya Islam. Namun
hingga sekarang, peradaban Islam belum pernah
mencapai kegemilangan periode klasik lagi.
Di dunia maya pun bertebaran tulisan bernada
demikian. Berbagai berita negatif tentang masyara
kat muslim bertaburan. Sebagai contoh, salah satu
portal menyebutkan Islam telah menjadi residu
peradaban, lekat dengan kemiskinan dan keterbela
kangan, miskin karena kesalahan sendiri, Bank
Dunia dan IMF prihatin terhadap kemiskinan
umat muslim, rendahnya HDI muslim, korupnya
dunia Islam, serta murtad demi setengah karung
gandum.5
Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof.
Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif, menyatakan bahwa umat
Islam perlu menyadari, klaim besar Islam sebagai
agama yang rahmatan lil ‘alamin masih jauh dari
kenyataan, perintah dalam Surat Al-Anbiya ayat
107 belum dilaksanakan.6
Umat Islam mestinya “ce
pat siuman” karena tantangan untuk mewujudkan
29. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
perintah ini masih sangat besar. Semestinya umat
Islam bisa mendominasi peradaban dunia, dan lebih
jauh, bisa menjadi payung bagi semua kalangan
dan agama. Dialah pemimpin, dialah payung, dan
dialah rahmat.
Negara-negara dengan populasi muslim yang do
minan dan tergabung dalam Organisasi Konferensi
Islam (OKI) dengan 57 anggota sebenarnya memi
liki potensi sedemikian besar, karena menguasai
tujuh puluh persen sumber energi dunia dan empat
puluh persen bahan ekspor. Namun, sebagian besar
dari negara ini merupakan negara berkembang,
bahkan beberapa termasuk dalam golongan negara
miskin. Hanya sembilan negara muslim di dunia
termasuk dalam kelompok maju. Sementara, empat
puluh persen populasi muslim dunia masih buta
huruf dan hidup di bawah garis kemiskinan dengan
penghasilan kurang dari satu dolar AS per hari.
Kemiskinan, kesenjangan ekonomi, konflik, dan
tindakan kekerasan akrab terlihat di wilayah mus
lim.7
Kondisi ini diperburuk dengan sikap negara-
negara Islam yang cenderung menjaga jarak dengan
sesamanya, egois, serta mementingkan diri sendiri.8
Ini menjadikan negara muslim rapuh dalam meng
hadapi globalisasi dan hanya menjadi kelompok
pinggiran.9
Sikap yang jauh dari gaya manajemen profesio
nal bahkan bisa ditemui dalam badan organisasi
Islam terbesar. Pada sebuah buku,10
ada sebuah foto
yang menampilkan Presiden SBY duduk sendiri di
30. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta
dampingi Menlu Hassan Wirajuda di ruang sidang
OKI (Organisasi Konferensi Islam) di Senegal,
Afrika. �����������������������������������������
Kursi lain di ruangan tersebut kosong me
lompong. SBY datang paling awal sebelum pemim
pin negara lain. Ini rupanya salah satu kebiasaan
dalam rapat-rapat mereka. Jika benar bahwa ke
biasaan tidak tepat waktu terjadi untuk pertemu
an berskala internasional seperti ini, tentu sangat
menyedihkan.
Sosiolog Max Weber yang sangat terkenal de
ngan bukunya The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism, menilai bahwa Islam tidak menghasilkan
kapitalisme. Tidak ada asketisisme dalam Islam,
dan kapitalisme telah digugurkan dari kandungan
Islam.11
Cerita miring tentang masyarakat muslim
juga kita dengar dari BB Harring, James L. Peacock,
Rosemary Firth, dan Clive Kessler.12
Harring bah
kan menyebut Islam sebagai pengganggu kultural
(cultural intruder).
Namun pendapat Weber dinilai tidak ilmiah.
Kritik ini tidak hanya datang dari kalangan mus
lim, bahkan dari kalangan sosiolog sendiri. ��������
Paparan
Weber mengenai etika Islam tidaklah benar dan
analisisnya dangkal. Salah satu sosiolog yang meng
kritik Weber adalah Bryan S. Turner. Weber dinilai
memperlakukan dan menafsirkan Islam sangat le
mah secara faktual, tidak seperti ketika ia mengana
lisis etika Protestan Kalvinisme. Kritik lain datang
dari Huff dan Schluchter yang menilai pencarian
Weber tentang Islam belumlah tuntas.13
31. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
Nurcholish Madjid pun ikut mengkritik Weber.14
Kelemahan Weber, menurutnya, adalah karena ba
han-bahan yang dikumpulkannya semata dari hasil
karya pribadi para pejabat kolonial, peneliti sosial
amatir, dan kaum Orientalis; bukan dari kalangan
sosiolog. Data-datanya pun terbatas kepada kawa
san Afrika Utara saja. Kritik ini pun didukung
Marshall G.S. Hodgson, seorang ahli sejarah dunia
dan peradaban Islam, dalam bukunya The Venture
of Islam.15
Jauh setelah karya Weber tersebut, muncul bebe
rapa tulisan yang menyebut adanya “etika Protestan”
di kalangan muslim. Misalnya, dari pengamatan
di kalangan muslim Turki, ada yang menemukan
kelompok pengusaha muslim sukses.16
Tulisan ini
menyebutnya dengan kebangkitan karena adanya
“Islam Kalvinis”.
Bagaimana dengan Indonesia? S�������������
atu hal yang
menonjol: korupsi. Dalam satu buku yang me
ngaitkan korupsi dengan agama ada tertulis “… di
antara yang paling korup adalah Indonesia, Rusia,
dan beberapa negara Amerika Latin dan Afrika.
Korupsi paling rendah di Eropa bagian Utara dan
persemakmuran Inggris yang Protestan, sementara
negara-negara penganut Konghucu di tengah-te
ngah.”17
Satu indikator yang sering menjadi acuan un
tuk masalah korupsi adalah IPK (Indeks Persepsi
Korupsi). Skala peringkat IPK adalah antara 1–10.
Semakin besar skor IPK suatu negara, semakin
32. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta
bersih negara tersebut dari tindak pidana korupsi.
Lembaga Transparency International mengumum
kan bahwa IPK Indonesia untuk tahun 2005 ada
lah 2,2 dan menempati urutan 133 dari 146 negara.
Tahun berikutnya (2006) menjadi 2,4 dan menem
pati urutan 130 dari 163 negara. Berikutnya lagi,
IPK Indonesia naik dari 2,3 di tahun 2007 (urutan
143 dari 180 negara) menjadi 2,6 di tahun 2008 (pe
ringkat 126 dari 180 negara). Tampak bahwa meski
kondisinya membaik tapi masih layak disebut seba
gai “negara terkorup di dunia”.18
Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indo
nesia tahun 2004,19
nilai NHDR Indonesia ber
ada pada peringkat 111 dari 175 negara. Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index
= HDI)20
meningkat dari 64,3 persen di tahun
1999 menjadi 66 persen di tahun 2002. Berdasarkan
Human Development Report dari UNDP, HDI
Indonesia tahun 2007/2008 menempati peringkat
107, dua peringkat di bawah Vietnam. Secara lebih
rinci, nilai HDI Indonesia berada di posisi 107, ha
rapan hidup nomor 100, untuk melek huruf lebih
bagus yaitu nomor 56, dan pendapatan per kapita
nomor 113.
Di sisi lain, menurut David McClelland, satu
bangsa yang makmur mensyaratkan setidaknya dua
persen dari warganya merupakan wirausaha. Pada
tahun 2007, hanya 0,18 persen penduduk Indonesia
yang memiliki berprofesi sebagai wirausaha. Artinya,
jumlah ini tidak sampai sepersepuluh dari yang se
33. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
mestinya. Bandingkan dengan AS yang memiliki
11,5 persen dan Singapura 7,2 persen.
Untuk gambaran orang Indonesia, bisa kita lihat
pendapat Mochtar Lubis. Dari pidato kebudayaan
pada 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki Jakarta
yang lalu dibukukan dalam Manusia Indonesia, ia
menyebutkan beberapa ciri-ciri orang Indonesia
yaitu munafik, tidak bertanggung jawab, feodal, per
caya pada takhayul, dan lemah wataknya.21
Dalam
hal kerja, disebutkan bahwa manusia Indonesia ti
dak hemat atau boros, kurang suka bekerja keras
kecuali terpaksa, dan cenderung bermalas-malasan
akibat alam kita yang murah hati. Sisi positifnya
adalah suka saling tolong, berhati lembut, suka da
mai, punya rasa humor, dapat tertawa dalam pen
deritaan, senang berada dalam ikatan kekeluargaan,
penyabar, cepat belajar, punya otak encer, serta mu
dah dilatih keterampilannya.
Antropolog Koentjaraningrat menyebut orang
Indonesia memiliki mental suka menerabas.
Budayawan lain menyatakan hal-hal serupa dengan
menyebutkan bahwa bangsa Indonesia memiliki bu
daya loyo, budaya instan, dan banyak lagi. Sukarno
pun pernah mengingatkan ini dengan istilah yang
lain, “jangan menjadi bangsa tempe”. Terakhir,
ditambahkan Aa Gym, sering kali kita senang me
lihat orang susah dan susah melihat orang senang.
Dalam buku Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman
Menuju Asimilasi Kultur, P. Hariyono menjelaskan,
orang Jawa nyaris tidak memiliki motivasi kuat un
34. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta
tuk bekerja; mereka bekerja hanya untuk menyam
bung hidup dan lebih senang mengosongkan hidup
untuk dunia akhirat kelak. Namun perlu diperhati
kan, ������������������������������������
pernyataan ini sendiri tentu sangat debatable.
Etos kerja manusia Indonesia modern memang
perlu “dicurigai”. Seorang menteri yang mem
bawahi bidang sumber daya manusia pernah me
nyatakan, kita abai terhadap nilai moral dan budaya
kerja sehingga para pemimpin dan aparatur negara
lemah dalam disiplin, etos kerja, dan produktivitas
kerja.22
Di sisi lain, salah satu suku yang dipandang
memiliki etos kerja tinggi adalah etnis Bali. Orang
Bali dianggap sangat meyakini pemahaman bahwa
perbuatan dan kerja mendatangkan karma. Mereka
tidak mengutamakan hasil, karena kerja yang baik
mendatangkan karma yang baik. Norma ini mem
perlihatkan, seakan orang Bali tak ada yang pe
malas.23
Tetapi semua pendapat ahli ini, dengan
segala kekuatan dan kelemahannya, masih terus
diperdebatkan.
Saya belum menemukan satu karya yang baik
dan ilmiah tentang bagaimana sesungguhnya ma
nusia Indonesia memandang kerja. Di antara buku
yang saya baca, banyak yang hanya melihat keburuk
an-keburukan belaka.
Apakah benar demikian? Sebaliknya, sejarah jus
tru menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki
prestasi yang patut dihargai dalam perjalanannya.
Candi Borobudur pastilah terbangun karena adanya
35. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
10
etos kerja yang bercirikan disiplin, kooperatif, loyal,
terampil, rasional, dan tekun. Luasnya pengaruh
kerajaan-kerajaan seperti Majapahit, Samudra Pasai,
Mataram, dan Demak, dengan berbagai perangkat
dan infrastruktur teknologi maupun sosial dalam
pengelolaan kenegaraannya, juga mensyaratkan
adanya suatu etos kerja yang pantas dihargai.
Bagaimana sesungguhnya etos kerja umat mus
lim dan Indonesia? Banyak kalangan, terang-te
rangan atau tidak, mengakui bahwa etos kerja kita
agak rendah. Sebagian menjadikan fakta ini sebagai
cambuk. Namun, ada sebagian lain yang memban
tahnya. Kalangan Barat telah lama beranggapan
bahwa kita, bangsa Timur, berciri pemalas. Namun
hal ini ditentang oleh Alatas.24
Menurutnya, tidak
benar kita pemalas. Penduduk pribumi sengaja ber
sikap malas karena situasi ciptaan kolonial yang
tidak menguntungkan. Sifat malas ini hanyalah mi
tos yang sengaja diciptakan dan disebarkan penjajah
di seluruh wilayah Eropa. Sayangnya, citra negatif
ini termakan pula oleh elit lokal. Sampai sekarang
mitos ini tampaknya masih hidup pula di kalangan
kita sendiri.25
Kesadaran yang sudah membatu
ini telah dibongkar oleh seorang pascakolonialis,
Edward Said, dengan teori orientalismenya.
***
Penulisan buku ini bertujuan agar kerja dan be
kerja tidak lagi dipandang sekadarnya. Kerja keras
adalah inti ajaran dan peradaban Islam. Jangan ma
36. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 11
las bekerja keras karena takut kaya, karena begitu
banyak yang bisa dilakukan jika Anda kaya. Buku
ini bukan trik bagaimana menjadi pekerja keras,
tapi mengapa kita perlu kerja keras dan bagaimana
membangkitkan kultur kerja keras.
Bagaimana mungkin menjadi rahmatan lil ‘ala
min jika mengurus diri sendiri saja susah. Sampai
saat ini kita selalu menjadi bangsa pengutang dan
penerima bantuan. Kita semestinya tidak sekadar
menanggalkan cap miskin ini, tapi juga membe
ri dan membagi kekayaannya kepada pihak lain.
Kita tidak semestinya dikuasai, tapi harus memim
pin dan menjadi obor. Kita semestinya bukan lagi
bangsa yang dijajah, tapi harus menjadi pencerah
peradaban.
Sebuah hadis mengisahkan bahwa nanti di hari
kiamat, darah syuhada dan tinta ulama (orang-orang
berilmu) akan ditimbang. Mencengangkannya, tinta
ulama lebih “berat” (lebih mulia) daripada darah
syuhada.26
Al-Quran banyak memuliakan kalangan
ulama, bahkan dibanding mereka yang berpredikat
mukmin sekalipun. Penulisan buku ini juga dilan
dasi oleh spirit tersebut.
Penulis sangat menyadari, sebagai orang yang
sangat awam di bidang agama, bukan ustad, da’i,
ataupun pengkhotbah, bahkan belum pernah nyan
tri, saya tidak akan banyak menganalisis, merumus
kan, apalagi menemukan hal baru. Saya semata-
mata hanya mengumpulkan, menuliskan ulang,
37. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
12
dan menata berbagai materi yang telah ada sesuai
topik-topiknya.
Saya tidak banyak memberi penilaian, penda
pat, dan semacamnya. Saya lebih banyak memapar
kan saja—memaparkan fakta-fakta dan pendapat-
pendapat orang lain. Pembaca akan menyimpulkan,
menganalisis, serta menilainya sendiri. Bahkan jika
diragukan, silakan telusuri sendiri kebenarannya,
tidak usah tanya saya. Sebagian besar bahan saya
ambil dari ratusan blog di internet, namun sebagian
saya telusuri dari sumber aslinya, terutama untuk
kutipan ayat suci dan hadis. Mohon dicatat, belum
semua hadis bisa saya telusuri di sini. Saya sadar
betul, yang baik dan benar selalu datangnya dari
Allah; sementara yang salah, keliru, dan buruk pas
tilah dari saya sendiri.
Agar memudahkan pemahaman, materi ini saya
kemas dalam bentuk 101 poin. Selain lebih mudah
menuliskannya, tipe penulisan seperti ini juga di
harapkan mempermudah untuk dibaca dan tidak
membosankan. Narasi dikemas secara ringkas dan
padat, serta mudah-mudahan tidak kelihatan sok
tahu dan sok menggurui. Angka “101” dipilih untuk
memberi kesan bahwa sesungguhnya alasan-alasan
untuk bekerja keras tidak terbatas. Bukankah ada
ungkapan, selalu ada “1001 alasan” untuk dicari-
cari?
***
38. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 13
Masing-masing poin dalam buku ini menje
laskan pentingnya bekerja keras. Sebagian diung
kapkan secara langsung, dan sebagian secara lebih
halus. Mengingat tidak banyak orang yang senang
membaca buku dari halaman ke halaman, bentuk
penulisan ini memudahkan seseorang untuk memu
lai pembacaan dari halaman mana pun.
Setelah pendahuluan, Bab II akan berisi apa se
benarnya makna kerja keras. Bagian berikutnya,
Bab III, merupakan bab yang penting di mana pe
nulis ingin menyampaikan betapa bekerja adalah
ibadah yang utama. Selama ini, tampaknya, bekerja
secara riil di dunia sering dinilai lebih rendah alih-
alih ibadah yang lain, bahkan sebagian ada yang
cenderung menghindari.
Untuk memperkuat argumen, dalam Bab IV
saya memaparkan bagaimana nabi, keluarga nabi,
bahkan wali, penyebar agama yang masuk ke
Indonesia, serta para pengkhotbah semua bekerja.
Mereka tidak menabukan kerja. Dan selain ilmu
agama, mereka juga mengajarkan berbagai keahlian
dan keterampilan berekonomi kepada umat.
Bab V menyampaikan bahwa kita perlu menga
kui, kerja keraslah yang telah menggerakkan dunia
ini. Warga dunia memperoleh berbagai kemudahan
karena peran mereka yang telah bekerja keras. Bab
ini dilanjutkan dengan fakta bahwa sesungguhnya
“kerja” adalah fitrah semua makhluk di dunia, bah
kan untuk benda-benda yang kita sebut sebagai
benda mati sekalipun.
39. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
14
Pada dua bab terakhir, Bab VII dan VIII, disam
paikan bahwa bekerja lebih bernilai dari sekadar
harta; bekerja keras merupakan sesuatu yang indah,
membahagiakan, dan menyenangkan. Dengan be
kerja kita berharta, dan dari harta kita bisa berbuat
kebajikan yang sangat banyak. Agama tidak mela
rang kita kaya, asalkan sumber dan penggunaannya
sesuai tuntunan.
Di akhir buku ini, saya ingin pembaca mem
peroleh pesan bahwa muslim haruslah memimpin
dunia. Islam dan umat muslim mestilah menjadi
pemimpin dalam segala dimensi. Langkah awal un
tuk itu, umat muslim janganlah takut atau setengah
hati dalam menjalankan hidup di dunia ini. Dunia
yang sangat pendek ini, dibandingkan akhirat,
sangatlah berarti. Waktu kita di dunia ini begitu
terbatas, tapi ia menjadi penentu bagaimana nasib
kita di akhirat yang waktunya tak berujung.
***
Catatan Ak hir
1 “Si Buntung”, Catatan Pinggir Goenawan Muhammad, majalah
Tempo edisi 3 Agustus 2009.
2 Ungkapan Enzensberger dalam “Si Buntung”, ibid.
3 Pengantar Khurram Murad dalam Abul A’la Maududi, Menjadi
Muslim Sejati, Jakarta: Mitra Pustaka, 1985, hal 29-30.
4 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1994.
5 http://indonesia.faithfreedom.org/forum/islam-dan-kemiskinan-
t19885/
6 Arif Nur Kholis, “Buya Syafi’i: Umat Islam Belum Rahmatan
Lil Alamin”, http://www.muhammadiyah.or.id/..., 17 Juli 2007.
40. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 15
7 Rangkuman diskusi panel sejumlah ulama dan pemikir Islam
dari Somalia, Filipina, Indonesia, Suriah, dan Iran pada Interna
tional Conference of Islamic Scholars (ICIS) Ke-3, Juli 2008, di
Jakarta.
8 Dr. Ali Mahmud Hassan, ulama Somalia, ulama terkemuka
Iran, Ayatollah Ali Taskhiri pada acara International Conference of
Islamic Scholars (ICIS) Ke-3, Kamis (31/7), di Jakarta.
9 Presiden Yudhoyono pada Seminar Internasional Ketiga Cen
dekiawan Muslim (ICIS) di Hotel Borobudur, Jakarta, Juli 2008.
http://www.antara.co.id/...
10 Dino Patti Djalal, Harus Bisa! Seni Kepemimpinan a’la. SBY,
Jakarta: Red White Publishing, 2008.
11 “Max Weber vs Islam”, http://forum.upi.edu/... dan http://
mahardhikazifana.com/..., 21 Januari 2000.
12 Ahmad As Shouwy dkk. (13 penulis), Mukjizat Al-Quran dan
As-Sunnah tentang Iptek, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Hal
304. Penelitian ini menyelidiki perilaku dan sikap agama dari ma
syarakat yang diteliti, kondisi dan pengaruh atau akibat dari tipe
perilaku sosial, tapi tidak memperhatikan ajaran agama dari ma
syarakat tersebut. Kesimpulannya: Islam menerima semangat he
donistik, orientasi terhadap perempuan, kepemilikan, kemewahan,
dan kekuasaan.
13 T.E. Huff dan W. Schluchter, Weber and Islam, New Brunswick,
NJ: Transaction Publisher, 1999.
14 Nurcholish Madjid, “Dendam Lelaki Tanpa Seks”, resensi ter
hadap buku Sosiologi Islam karya Bryan S. Turner dalam majalah
Tempo edisi 22 Juni 1985.
15 Ibid. Dapat dilihat juga resensi Ephraim Fischoff atas buku
Weber and Islam: A Critical Study oleh Bryan S. Turner, London and
Boston: Routledge and Kegan Paul, 1974; dan tulisan Syed Anwar
Husain, Max Webers, Sociology of Islam: A Critique, http://www.
bangladeshsociology.org/...
16 Dan Bilefsky, “Protestant Work Ethic in Muslim Turkey: As
Central Anatolia Booms, Opinions Differ on The Role of Islam in
Business”, Herald Tribune, 15 Agustus 2006.
17 Samuel P. Huntington dan Lawrence E. Harrison, Culture
Matters: How Values Shape Progress, New York: Basic Books, 2000.
41. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
16
18 Nilai IPK ini didasarkan persepsi pelaku bisnis setempat. Sur
vei ini juga mengukur tingkat kecenderungan terjadinya suap di
berbagai institusi publik di Indonesia yang ditampilkan dalam in
deks suap. Khusus tahun 2008, total sampel dari survei ini adalah
3841 responden yang berasal dari pelaku bisnis (2371 responden),
tokoh masyarakat (396 responden), dan pejabat publik (1074).
19 Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (The National
Human Development Report = NHDR) tahun 2004, “Ekonomi dan
Demokrasi: Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia”, 20 Juli
2004, Kerja sama BPS, Bappenas, dan UNDP.
20 HDI diciptakan oleh Dr. Mahbub ul-Ha, dalam upaya mem
perbesar pilihan-pilihan manusia di semua bidang kehidupan. HDI
sangat economic tools, sangat fisikal, dan terlalu mereduksi. Hak
atas pangan misalnya direduksi menjadi “konsumsi” dan “daya
beli” belaka.
21 Ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis, http://blogbe
rita.net/..., 27 April 2008.
22 Feisal Tamin (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara),
“Transformasi Budaya Kerja Aparatur Negara”, http://www.sinar
harapan.co.id/...
23 Adi Blue, “Di Tengah Merebaknya Pengangguran, Benarkah
Etos Kerja Orang Bali Menurun?” harian Bali Post, http://www.
iloveblue.com/...
24 Syed Hussein Alatas, Mitos Pribumi Malas: Citra Orang Jawa,
Melayu dan Filipina dalam Kapitalisme Kolonial, Edisi 1, Jakarta:
LP3ES, 1988.
25 Selo Soemardjan, “Mencegah Timbulnya Mitos Baru”, http://
majalah.tempointeraktif.com/...
26 Husein Ja’far Al-Hadar, “Mengembangkan Islam ‘Tinta’”, ha
rian Republika, Jumat, 22 Januari 2010. Hadis ini diriwayatkan oleh
Al-Marhabi.
42. ”Sebuah hadis mengisahkan bahwa nanti di
hari kiamat, darah syuhada dan tinta ulama
(orang-orang berilmu) akan ditimbang. Men
cengangkannya, tinta ulama lebih ‘berat’ (lebih
mulia) daripada darah syuhada.”
43. ”Islam dan umat muslim mestilah menjadi
pemimpin dalam segala dimensi. Langkah awal
untuk itu, umat muslim janganlah takut atau
setengah hati dalam menjalankan hidup di dunia
ini. Dunia yang sangat pendek ini, dibandingkan
akhirat, sangatlah berarti. Waktu kita di dunia
ini begitu terbatas, tapi ia menjadi penentu
bagaimana nasib kita di akhirat yang waktunya
tak berujung.”
S y a h y u t i
44. I I
Makna Bekerja Keras
Kerja adalah hakikat hidup di dalam dunia ini.
Dunia berjalan karena semua makhluk, hidup dan
mati, berfungsi sebagaimana fitrahnya. Fitrah terse
but ialah kerja. Ada gerak fisik dalam arti sesung
guhnya dalam kerja. Sebagai manusia, kita memberi
satu label kualitas pada kerja kita, yaitu “kerja ke
ras”. Ini bukan pilihan, namun keniscayaan. Untuk
bertahan hidup, individu dan masyarakat perlu be
kerja keras, tidak “sekadar kerja”.
Bekerja keras adalah bekerja secara fisik dan pe
mikiran, serta mengorbankan hal-hal materiil dan
nonmateriil sampai tak ada lagi yang bisa dikor
bankan. Pekerja keras memiliki niat yang kuat, be
kerja secara cerdas, penuh konsentrasi, dan menepis
kesenangan pribadi. Dari sisi fisik, bekerja keras ada
lah bekerja sampai menabrak batas kemampuan fi
sik. Dalam hal waktu, memanfaatkan semua waktu
yang tersedia, dengan menggunakan prinsip seefi
sien mungkin. Orang yang bekerja keras hatinya
penuh semangat, serta gemar dan rindu pada hasil
45. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
20
kerja yang membawa manfaat luas. Mereka senang
bersosialisasi dan berjamaah, mengoptimalkan ke
nalan, jaringan, teman, keluarga, dan seterusnya.
Hasil yang diperoleh bukan untuk kesenangan, tapi
untuk sesuatu yang lebih produktif.
Secara sederhana, siapa itu “pekerja keras” dapat
dilihat dari bunyi iklan lowongan kerja ini: “meng
undang Anda, para kandidat yang memiliki ketang
guhan mental, semangat juang, berdedikasi tinggi,
serta mengutamakan kualitas, efisiensi, dan efektvi
tas dalam bekerja”. Dalam iklan lain tertulis: “who
are willing to grow within our company and explore
the world at the same time”. Atau, mencari “profesi
onal yang ahli dan berpengalaman di bidangnya,
memiliki integritas yang kuat serta mempunyai mo
tivasi yang tinggi dalam berprestasi”.
Bekerja keras adalah bekerja tanpa mengenal
waktu. Dalam hadis riwayat Imam Ahmad, Nabi
mengingatkan, “seandainya kiamat tiba dan pada
tangan seseorang ada sebatang anak kurma, maka
hendaklah dia segera menanamkannya.”
Bab ini memaparkan berbagai makna kerja keras.
Makna-makna ini disusun dari berbagai sumber, ti
dak terbatas pada definisi menurut agama saja.
46. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 21
1
Karena Bekerja dan
Bekerja Beras Beda
Secara sederhana “work” adalah “physical or men
tal effort or activity directed toward the production
or accomplishment of something” (usaha fisik atau
mental atau aktivitas yang berorientasi kepada pro
duksi atau pencapaian sesuatu). Dalam pengertian
ilmu fisika, kerja adalah “transfer of energy by a force
acting to displace a body” (transfer energi lewat do
rongan untuk menggerakkan tubuh). Kerja adalah
usaha dikalikan jarak. Menurut tesaurus, “hardwor
king” (bekerja keras) sebagai kata sifat berdekatan
dengan hard work (kerja keras), diligent (disiplin),
perseverance (ketekunan), industrious (produktif), un
tiring (energik), dan tireless (tidak kenal lelah). Kata
“industri” tidak lain berasal dari “kerajinan”.
Beberapa kata yang dekat dengan kerja keras
di antaranya adalah rajin, tekun, ulet, teliti, sabar,
sungguh-sungguh, dan tidak asal-asalan. Bekerja
dengan sabar dan ulet berarti tidak mudah putus
asa dan menyerah. Orang-orang yang ulet selalu
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugasnya.
Penulis buku best seller, Berpikir dan Berjiwa Besar,
meyakini bahwa kesulitan apa pun tidak akan tahan
terhadap ketekunan dan keuletan.1
Kerja baru di
47. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
22
sebut tuntas bila “sampai menjamah patokan tapal
batas”.2
Bekerja keras adalah bekerja dengan susah-pa
yah. Nasihat Imam Syafi’i: “Berangkatlah, niscaya
engkau mendapat ganti untuk semua yang engkau
tinggalkan. Bersusahpayahlah, sebab kenikmatan
hidup hanya ada dalam kerja keras. Ketika air meng
alir ia akan menjadi jernih, dan ketika berhenti ia
akan menjadi keruh. Jika tak keluar dari sarangnya,
singa tak akan mendapatkan mangsanya, sebagai
mana anak panah tak akan mengenai sasaran jika
tak meninggalkan busurnya. Biji emas yang belum
diolah sama dengan debu di tempatnya. Ketika
orang berangkat dan mulai bekerja, dia akan mulia
seperti bernilainya emas.”
2
Karena Bekerja Keras
Tidak Timbul Tanpa Etos
Etos kerja merupakan sikap dasar, sikap hidup,
semangat, dan nilai yang ada pada individu dan
masyarakat berkenaan dengan kerja. Lebih prinsipil
lagi, kata “etos” menunjuk pada sikap mendasar ter
hadap diri dan dunia, sehingga etos kerja adalah “a
set of values based on the moral virtues of hard work
and diligence. It is also a belief in the moral benefit
of work and its ability to enhance character.”3
(... sepe
48. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 23
rangkat nilai yang didasarkan pada dorongan moral
kerja keras dan disiplin. Ia juga merupakan keya
kinan akan keuntungan moral bekerja dan potensi
nya untuk membentuk karakter.) Sumber yang kuat
untuk menghasilkan etos adalah keyakinan religius.
Orang akan bekerja keras apabila kerja dianggap
sebagai kewajiban hidup yang sakral. Namun, etos
juga dapat berasal dari nilai-nilai budaya dan sikap
hidup suatu masyarakat. Jadi, sumber motivasi kerja
seseorang dapat berasal dari agama yang dianut
nya, kebudayaan, sistem sosial, kepribadian, dan
lingkungannya.
Etos kerja (himmatul ‘amal) merupakan sesuatu
yang serius dalam Islam. Islam sangat mendorong
umatnya untuk selalu bekerja keras, bersungguh-
sungguh, serta mengerahkan seluruh kemampuan
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.
Semua ini prasyarat menuju ihsan sebagai puncak
ibadah dan akhlak. Allah SWT dan Rasulullah
SAW secara khusus mendoakan keberkahan untuk
mereka yang bekerja keras. Dalam sebuah hadis
disebutkan, Allah SWT senang melihat hamba-
Nya bersusah-payah (kelelahan) mencari rizki yang
halal.
Orang yang bekerja dan dilandasi etos kerja ti
dak hanya dapat disebut profesional. Wujud visual
yang mudah diindikasi untuk melihat kualitas ker
ja seseorang memang profesionalisme. Ciri orang
yang profesional adalah bertanggung jawab secara
individual, mampu mengaplikasikan teknik-teknik
49. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
24
intelektual tercanggih, bersikap mandiri (self-orga
nized), dan motivasi altruistiknya tinggi. Seseorang
akan menjadi profesional apabila memiliki keteram
pilan yang didasarkan pengetahuan teoritis, ke
terampilan yang membutuhkan training dan pendi
dikan, menunjukkan kompetensi dengan melewati
tes, integritas, terorganisasi, serta pelayanan kepada
yang membutuhkan.
Etos kerja muslim dapat didefinisikan sebagai
bentuk kepribadian yang amat meyakini bahwa
bekerja bukan hanya memuliakan diri pelaku
dan menampakkan kemanusiaannya, melainkan
juga sebagai manifestasi dari amal saleh. Apa
yang dilakukan seorang pemilik etos kerja muslim
tentulah selalu didasarkan pada niat ibadah yang
luhur. Ketekunannya dalam bekerja dikarenakan
ia takwa, amanat, dan ikhlas. “Tidaklah seorang
di antara kamu makan suatu makanan lebih baik
daripada memakan dari hasil keringatnya sendiri.”
(hadis HR Bukhari) Etos kerja Islam adalah suatu
sikap mental yang mendorong pengerjaan sesuatu
secara optimal dan berkualitas, atau pencapaian
performa yang itqan—suatu kinerja yang sungguh-
sungguh, akurat, dan sempurna.
Etos kerja tidak lahir begitu saja. Sebagai Bapak
filosofi modern, Immanuel Kant menekankan pen
tingnya penempatan manusia dan kemanusiaan
sebagai sebuah sasaran pengembangan etos kerja.
Manusia bukan sebatas SDM atau sarana produksi.
Manusia itu sendirilah yang, menurut Kant, meru
50. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 25
pakan tujuan perubahan. Jadi, basisnya terletak
pada nilai-nilai.4
Nilai-nilai itu dihidupi dan di
kembangkan oleh manusia yang menjadi subjek atas
perilaku dan tindakannya sendiri.
Kondisi alam merupakan sebuah faktor yang da
pat membentuk etos kerja keras, seperti kehidupan
di wilayah dekat kutub yang lebih sulit. Cuaca yang
ekstrem membuat penduduknya harus berusaha ke
ras dalam bertahan hidup sehingga membentuk
karakter yang tangguh, disiplin, dan pekerja keras.
Sedangkan di negara tropis, di mana tanahnya su
bur dan sumber daya alam melimpah, orang-orang
nya tidak perlu bersusah-payah untuk sekadar ma
kan. Alam yang memanjakan ini dipercaya sebagai
penyebab terbentuknya pribadi-pribadi yang tidak
tangguh dan cenderung malas.
Tapi ini tidak diterima banyak kalangan. Banyak
bukti, orang-orang di negara tropis seperti Indonesia
tidaklah pemalas. Keperkasaan sebagai bangsa mari
tim dicatat oleh Afonso de Albuquerque (Portugis).5
Kapal-kapal jung Melayu dan Jawa bahkan lebih
besar dari milik Portugis.
51. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
26
3
Karena Bekerja Keras Lahir
dari Hati yang Bersyukur
Keluarga Nabi Daud bekerja sebagai ungkapan
rasa syukur akan nikmat Allah. Inilah arti bekerja
yang sebenarnya. Konsep ESQ (Emotional Spiritual
Quotient) juga memperlihatkan kepada kita bahwa
kerja yang sukses lahir dari hati yang patuh, bulat,
kuat, serta bersyukur.
ESQ adalah konsep kecerdasan yang mengga
bungkan tiga kecerdasan: IQ (Intelligence Quotient),
EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual
Quotient).6
IQ adalah kemampuan mengingat,
menghafal, dan menghitung (numerik) yang di
perkenalkan oleh Alfred Binnet pada tahun 1905.
EQ ditemukan oleh Daniel Goleman yang meyakini
bahwa kecerdasan emosi adalah bentuk kemampuan
seseorang memahami diri sendiri, orang lain, ling
kungan, serta kemampuan mengambil keputusan
tepat, dengan cara tepat, dan dalam waktu yang
tepat pula. EQ diyakini menjadi kunci keberhasilan
seseorang. Kenyataannya kemudian, IQ dan EQ
saja belum cukup. Ternyata banyak orang sukses
merasa “kering”, stres, dan merasa kurang dihargai.
Intinya, ia kehilangan makna atau menderita “pa
tologi spiritual”. Tahun 1990an lahirlah kesadaran
52. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 27
untuk mempertimbangkan perlunya aspek spiritual
(SQ).
Akhirnya, agar manusia mampu mengelola ke
hidupannya ia diyakini butuh tiga kecerdasan se
kaligus: IQ, EQ, dan SQ. Fungsi IQ menyangkut
what I think (apa yang saya pikirkan) untuk menge
lola kekayaan fisik atau materi (physical capital),
fungsi EQ terkait dengan what I feel (apa yang saya
rasakan) untuk mengelola kekayaan sosial (social
capital), dan fungsi SQ berkenaan dengan who am
I (siapa saya) untuk mengelola kekayaan spiritual
(spiritual capital). Disimpulkan bahwa pencapaian
kualitas manusia yang ideal dan proporsional adalah
cerdas secara intelektual, emosional, serta spiritual.
Ketiganya harus hadir sekaligus, tidak terpisah-
pisah.
Untuk membangun ketiga kecerdasan terse
but secara sistematis dan integral, The ESQ Way
165 punya jalannya. Langkah pertama adalah
membangun God consciousness atau rasa kesadar
an ketuhanan, yaitu kesadaran merasa melihat dan
dilihat Tuhan—dari sinilah SQ terbentuk. Ketika
sifat-sifat ketuhanan dijadikan nilai tertinggi, maka
terciptalah satu nilai universal yang berisi kejujuran,
kedamaian, kebersamaan, kasih sayang, disiplin,
tanggung jawab, dan keadilan yang bersumber dari
asmaul husna.
Langkah kedua, bangun prinsip-prinsip mental
untuk membentuk kecerdasan emosi (EQ) berda
sarkan rukun iman. Langkah ketiga adalah meng
53. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
28
aplikasikan nilai-nilai spiritual (SQ) dan mentalitas
(EQ) ke dalam dimensi fisik (IQ); atau langkah
nyata agar apa yang bersifat spiritual dapat dilak
sanakan dengan konkret. Kesemua langkah terse
but dibangun berdasarkan nilai-nilai rukun Islam.
Jadi, The ESQ Way 165 terinspirasi oleh triad ihsan-
iman-Islam yang mampu menjawab pertanyaan
besar bagaimana menjaga keseimbangan SQ-EQ-
IQ lewat penggabungan sufisme-filosofi-sains secara
ilmiah, elaboratif, dan sarat sentuhan spiritual-
transendental.
Ada dua poin penting dalam lima langkah menu
ju kesuksesan berdasarkan rukun Islam. Pertama
adalah strategic collaboration, merealisasikan potensi
suara hati yg bersumber pada asmaul husna dengan
memberi secara tulus kepada lingkungan sekitar.
Kedua adalah total action, yaitu mentransformasikan
seluruh potensi diri (IQ, EQ, SQ) dan suara hati
yang bersumber pada asmaul husna menjadi tindak
an dalam setiap gerak kehidupan.
Kedua hal ini bisa dicapai melalui serangkaian
pelatihan. Training ESQ Character Building akan
menjadikan seorang pribadi memiliki karakter kuat
dan tangguh.7
Training ESQ Self Control lanjut me
ningkatkan kemampuan pengendalian diri untuk
mengalahkan semua kelemahan. Selanjutnya, pada
Training ESQ Strategic Collaboration peserta diajak
untuk menemukan potensi diri yang tak ternilai
yaitu kolaborasi dan menciptakan tim kerja yang
solid. Yang terakhir, Training ESQ Total Action akan
54. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 29
meningkatkan kemampuan dalam mengeksekusi
dan mewujudkan ide menjadi kenyataan.
4
Karena Bekerja Keras adalah
Bekerja Lebih Lama
Ketika Tiger Woods ditanya strategi apa yang
ia terapkan sehingga sukses sebagai seorang pe
golf profesional, ia menjawab, “Saya hanya meng
gunakan waktu lebih banyak. Ketika yang lainnya
belum bangun, saya sudah bangun untuk latihan.
Ketika yang lainnya sudah istirahat, saya masih me
lanjutkan latihan.” Jadi ini bukan tentang bakat,
melainkan berlatih lebih keras. Terampil bukan ka
rena bawaan lahir, tapi karena dilatih dan dilatih
terus-menerus.
Tiger Woods adalah pegolf termuda yang me
menangkan juara amatir di Amerika Serikat (da
lam usia delapan belas tahun). Namun sebenarnya
ia sudah mulai berlatih keras sejak usia tiga tahun.
Artinya, ia butuh lima belas tahun untuk mencapai
prestasi tersebut. Selama lima belas tahun itu ia
berlatih sangat keras yang disertai disiplin tinggi.
Ia mesti berlatih memukul bola sebanyak lima ratus
kali per hari, di mana 80-90 persen dari pukulannya
harus mencapai sasaran yang diinginkan.
55. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
30
Waktu yang dihabiskan akan dipertanggungja
wabkan di akhirat nanti. Setiap menit semestinya
diisi dengan aktivitas yang syariat agar tak men
jadi malapetaka. Jika pandai memanfaatkan waktu
dengan aktivitas yang sistematis, insya Allah apa
pun kemampuan yang Anda inginkan akan terca
pai. Lupakan bakat, tanyalah keinginan Anda dan
berlatihlah. Waktu yang ada pasti cukup jika Anda
pandai menggunakannya.
5
Karena Berlatih Keras
termasuk Bekerja Keras
Persiapan menuju kerja juga merupakan kerja.
Makanya, di kalangan serdadu suka ada semboyan:
“tiada hari tanpa latihan”. Mahasiswa yang mau
ke kampus mengatakan “I must work” (saya mesti
bekerja). Sekolah dan belajar juga dapat disebut
bekerja.
Dalam buku Outliers, Malcolm Gladwell,8
se
orang jurnalis New York Times, mencari faktor apa
saja yang berkontribusi pada kesuksesan orang-orang
ternama. Ia mempelajari kehidupan para pemain
hoki es Kanada, Bill Gates si pendiri Microsoft,
serta orang-orang dengan kecerdasan mencengang
kan seperti Christopher Langan dan J. Robert
Oppenheimer. Gladwell menemukan satu formula
56. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 31
keramat yaitu 10.000-Hour Rule (hukum sepuluh
ribu jam). Itulah jumlah jam yang harus dipenuhi
oleh seseorang agar ahli di bidangnya. Seseorang
harus bekerja keras selama itu jika mau menjadi
juara tenis, pegolf profesional, dan seterusnya.
Selama 1960-1964, grup musik The Beatles
manggung di Hamburg, Jerman, sebanyak lebih
dari 1.200 kali dengan total lebih dari sepuluh ribu
jam—karena mereka tidak puas hanya diberi ke
sempatan satu jam setiap manggung di Liverpool.
Demikian pula dengan Gates, yang semenjak ta
hun 1968 di usianya yang ke-13 telah menghabiskan
sepuluh ribu jam untuk mengutak-atik program
komputer.
Selain itu, berbagai kasus jenius yang gagal da
lam hidupnya memperlihatkan bahwa jenius saja
tidak cukup. Banyak jenius yang bakatnya tidak
berkembang dan hidupnya terbilang tidak berhasil.
Perlu dukungan lingkungan dan kerja keras untuk
sukses. Kesuksesan adalah kombinasi dari kesem
patan, lingkungan, dan kerja keras. Betul kata
Thomas Alfa Edison, untuk berhasil seseorang
hanya perlu satu persen otak dan 99 persen kerja
keras. Lupakan apa itu “jenius”. Bukan persoalan
pintar atau tolol untuk “bisa”, tapi apakah Anda
rajin, tekun, atau pemalas.
Temuan Gladwell ini sejalan dengan studi K.
Anders Ericsson dari Florida State University.
Risetnya menemukan bahwa untuk menjadi pakar
di sebuah bidang, misal olahraga, dibutuhkan wak
57. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
32
tu 25 tahun. Ada angka ajaib yang selalu muncul
dalam penelitian Ericsson, yaitu sepuluh ribu jam
latihan yang sungguh-sungguh. Jika seseorang mau
mendedikasikan waktunya selama sepuluh ribu jam
untuk mendalami suatu keahlian, dia memiliki po
tensi untuk mencapai puncak.9
Riset lain memperlihatkan, perbedaan antara pe
golf profesional dan amatir tak hanya terletak pada
kepiawaian mengayun stik golf, tapi juga pada vo
lume sel abu-abu dalam korteks otak mereka.10
Para
ilmuwan di University of Zurich, Swiss, menemu
kan bahwa pegolf profesional mempunyai volume
sel abu-abu (gray matter) dalam korteks otak yang
lebih besar dibanding pemain amatir. Sel abu-abu
adalah kumpulan badan sel neuron atau sel saraf
yang memainkan peranan penting dalam pengen
dalian otot. Pegolf yang bermain sejak usia muda
dan terus berlatih selama bertahun-tahun akan bisa
mengembangkan otak mereka sementara angka
handicap (angka yang menunjukkan kemampuan
permainan) mereka kian mengecil. Beberapa studi
sebelumnya telah memperlihatkan bahwa jumlah
jam latihan berhubungan langsung dengan handicap
seorang pegolf.
Lutz Jancke dan timnya berhasil menemukan
bukti bahwa latihan berpengaruh besar terhadap
otak manusia.11
Dalam laporan yang dipublikasikan
di jurnal PloS ONE, mereka menemukan adanya
perbedaan mencolok antara sel abu-abu pemain golf
yang berlatih selama 800-3.000 jam dan orang yang
58. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 33
kurang berlatih atau sama sekali tak pernah ber
main golf. Jancke dan timnya menganggap latihan
ayunan golf yang berbeda secara rutin amat penting
agar seorang pegolf mampu melakukan gerakan
balistik yang sulit ketika memukul bola. Latihan
juga amat menentukan performa mereka. Menurut
beberapa pakar golf, perlu lebih dari sepuluh ribu
jam latihan untuk menjadi seorang pegolf profesio
nal. Kata Jancke, “Untuk mencapai handicap 10-15,
diperlukan setidaknya 5-10 ribu jam latihan. Ini se
tara dengan waktu yang diinvestasikan musisi pro
fesional dan guru musik untuk berlatih.”
6
Karena Manusia Unggul
Datang dari Kerja Keras
Majalah Fortune Edisi 30 Oktober 2006 secara
khusus mengupas hasil penelitian tentang rahasia
keberhasilan manusia unggul, baik dari kalangan
eksekutif maupun olahragawan. Bakat atau talenta
ternyata bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan.
Kerja keras, pelatihan yang menantang, dan pengor
banan yang dilakukan dalam waktu yang cukup
lama adalah kuncinya.12
Bobby Fischer adalah con
toh olahragawan yang berhasil mencapai gelar grand
master catur di usia enam belas tahun, setelah sebe
lumnya berlatih secara intensif selama sembilan ta
59. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
34
hun. Beberapa temuan ini menekankan pentingnya
budaya unggul (culture of excellence) yang diterapkan
sejak dini apabila ingin mencapai hasil terbaik.
“Budaya unggul” akan tercapai bila digerakkan
visi yang akbar, kesanggupan untuk berkorban, stra
tegi yang cerdas, inovasi-inovasi kreatif, sikap anti
sipatif, dan didukung karakter ketekunan. Manusia
unggul bisa dilihat dari spiritualitas, intelektuali
tas, dan etos kerjanya. Presiden SBY telah menyam
paikan ini dalam beberapa kesempatan. Ia pernah
berujar: “Indonesia perlu memanfaatkan dan me
ngembangkan budaya unggul untuk kemajuan.”13
Olahraga dapat mengolah nilai-nilai sportivitas, jiwa
kompetitif, kerja sama, disiplin, kerja keras, dan ke
jujuran. Inilah mengapa sejumlah negara komunis
memanfaatkan olahraga sebagai bagian strategi dari
pembangunan kebudayaan mereka.
Sikap senang bekerja keras mudah lahir apa
bila kita hidup di masyarakat dengan kultur yang
tepat. SH Sarundajang (Gubernur Sulut, wawan
cara dengan Kompas 13 Nov 2005) bercerita, dulu
petani di kampungnya sudah bangun pukul em
pat pagi. Tetengkoren (bunyi-bunyian untuk saling
membangunkan) terdengar di mana-mana, kemudi
an mereka ramai-ramai bekerja di kebun. Ia melihat
saat ini kultur tersebut telah pudar.
60. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 35
7
Karena Ketaatan Hati
Mensyaratkan Ketaatan Fisik
Menurut Max Weber, jika orang bekerja berda
sarkan panggilan jiwa maka ia akan mengungguli
yang lain. Mari kita buktikan dengan satu ben
tuk kerja tubuh yang paling sederhana: senyum.
Senyum yang pura-pura sekalipun tetap dipan
dang sebagai ungkapan hati bagi yang disenyumi.
Senyum ternyata hanya mengandalkan tujuh belas
otot wajah, namun dampaknya luar biasa. Sejumlah
keuntungan dari senyum adalah penampilan men
jadi lebih manis, menawan, menyejukkan, dan ter
hindar dari penyakit ketegangan. Dengan tersenyum
jantung akan berdetak normal dan peredaran darah
mengalir baik. Bandingkan dengan cemberut yang
membutuhkan tarikan 32 otot, mengerutkan dahi
yang butuh empat puluh otot, dan marah yang
perlu menggerakkan 63 otot di wajah. Inilah sebab
mengapa orang yang suka cemberut terlihat cepat
tua.
Senyuman dapat meluluhkan emosi orang yang
sedang marah. Senyum adalah bahasa dunia, perhi
asan batin yang akan melengkapi ketidaksempurna
an, jalan pintas untuk menyatakan Anda menyukai
seseorang, sedekah serta jembatan persahabatan.
Apabila kita tersenyum, orang akan tersenyum ba
61. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
36
lik kepada kita. Kata William Shakespeare: “Apa
yang Anda kehendaki akan lebih cepat diperoleh
dengan senyum daripada memotong dengan pe
dang.” Pujangga lain menyebutkan: “Senyuman
itu kelopak, tertawa itu bunga yang sempurna
kembangnya.”
Ketika seseorang tersenyum, betapapun sedang
tidak bahagianya orang tersebut, otak mereka akan
mengeluarkan sejumlah zat kimia yang tak hanya
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, tapi sekali
gus mengangkat kondisi psikologisnya. Dari satu ri
set ditemukan, biarpun seseorang tersenyum hanya
karena diinstruksikan, orang itu akan memperoleh
manfaat psikologis yang sama dengan orang yang
sungguh-sungguh tersenyum. Sebaliknya orang
yang marah hormon adrenalinnya akan mening
kat. Akibatnya, denyut jantung bertambah cepat,
tekanan darah pun meninggi. Jika ini sering ter
jadi, hipertensi, serangan jantung, dan penyakit lain
akan mudah datang. Jadi, marah akan menurunkan
kualitas organ-organ tubuh.
Demikian pula hakikatnya ibadah. Dengan me
maksa badan kita bangun pagi, ambil wudhu dan
melangkahkan kaki salat subuh ke mesjid, maka
sekitar 75 triliun sel dalam tubuh kita diajar taat
kepada khaliknya. Ini akan menjadikan hati—yang
nirfisik—ikut taat. Allah mengetahui dengan pasti
karakter kita. Taat tak cukup hanya diucapkan di
bibir.
62. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 37
8
Karena Bekerja Keras
adalah Kerja yang “Lebih”
Kita butuh sikap mental untuk menjadi “ma
nusia bebas”. Lao Tzu, Bapak Taoisme, berucap:
“Jika engkau hanya mengerjakan segala sesuatu se
batas apa yang diharapkan darimu, maka engkau
tak ubahnya seorang budak. Namun jika engkau
mengerjakannya lebih dari yang diharapkan, baru
lah engkau menjadi manusia bebas.” Jika kita hanya
bekerja dan menjalankan tugas sebatas kewajiban
yang diharapkan, distandarkan, atau diminta, maka
sesungguhnya kita masih dikurung oleh batasan-
batasan eksternal. Bekerja hanya sebatas memenuhi
target dan standar. Berarti, sang pekerja dibatasi
dan dikendalikan oleh pihak eksternal. Ia hanya
menjadi “budak”. Ia akan menjadi manusia bebas
jika mau memberi dan bekerja lebih dari apa yang
diharapkan. Manusia bebas harus berani, bersedia,
dan mampu menetapkan sendiri batasan-batasan
kerja dan hidupnya. Dengan demikian, “karyawan
bebas” adalah karyawan yang bekerja melebihi tu
gasnya tanpa diminta.14
Ada sebuah kasus bagaimana sikap bertang
gung jawab telah melontarkan seorang tukang pipa
(plumber) menjadi manajer. Alkisah, bos perusa
haan otomotif terbesar di Jerman sedang pusing
63. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
38
karena pipa keran air di rumahnya bocor. Ia takut
anaknya yang masih kecil tergelincir dan jatuh.
Setelah bertanya ke sana kemari, ditemukan nama
seorang tukang terbaik. Setelah ditelpon, sang tu
kang menjanjikan dua hari lagi akan memperbaiki
pipa keran si bos. Esoknya, sang tukang justru me
nelpon si bos dan mengucapkan terima kasih. Si
bos sedikit bingung. Sang tukang menjelaskan, ia
berterima kasih sebab si bos telah mau memakai
jasanya dan bersedia menunggunya sehari lagi. Pada
hari yang ditentukan, sang tukang bekerja, membe
reskan tugasnya, lalu menerima upah. Dua minggu
kemudian, sang tukang kembali menelepon si bos
dan menanyakan apakah keran pipa airnya beres.
Namun, ia juga kembali mengucapkan terima kasih
karena telah memakai jasanya.
Sang tukang tidak tahu bahwa kliennya itu ada
lah bos perusahaan otomotif terbesar di Jerman.
Karena sang bos demikian terkesan dengan si tu
kang, ia akhirnya merekrut tukang itu (Christopher
L. Jr.) dan nantinya si tukang menduduki jabatan
General Manager divisi Customer Satisfaction and
Public Relation Mercedes Benz.15
Christopher melakukan semua itu bukan sekadar
tuntutan after sales service atas jasanya sebagai tu
kang pipa. Jauh lebih penting, ia selalu yakin tugas
utamanya bukanlah memperbaiki pipa bocor, tetapi
keselamatan dan kenyamanan orang yang memakai
jasanya. Christopher telah melihat lebih jauh dari
tugasnya.
64. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 39
Ada kisah lain tentang Mr. Lim yang sudah tua
dan “hanya” bekerja sebagai door checker (meme
riksa engsel pintu kamar hotel) di sebuah hotel ber
bintang lima di Singapura. Puluhan tahun ia men
jalankan pekerjaan membosankan itu dengan sung
guh-sungguh, tekun, dan sebaik-baiknya. Ketika
ditanya apakah ia tak bosan dengan pekerjaan
menjemukan itu, Mr. Lim mengatakan, yang ber
tanya adalah orang yang tidak mengerti tugasnya.
Bagi Mr. Lim, tugas utamanya bukanlah meme
riksa engsel pintu, tetapi memastikan keselamatan
dan menjaga nyawa para tamu. Dijelaskan, mayo
ritas tamu hotelnya adalah manajer senior dan top
manajemen. Jika terjadi kebakaran dan ada engsel
pintu yang macet, nyawa seorang manajer senior
taruhannya. Jika seorang decision maker meninggal,
perusahaannya akan menderita. Jika perusahaan
nya menderita dan misalnya bangkrut, sekian ribu
karyawannya akan menderita, belum lagi keluarga
nya—anak-istri manajer itu.
Christoper dan Mr. Lim bukan manusia biasa.
Mereka jenis “manusia besar atau manusia berle
bih”. Mereka bukan good people, tapi great people.
Sikap mental mereka jauh lebih tinggi dari jabatan
dan pekerjaan formalnya. Mereka bukan manusia
minimalis atau pekerja yang hanya mengejar target
kerja atau mencapai key performance indicator (KPI).
Syarat untuk bisa seperti mereka, Anda harus mam
pu melihat lebih jauh (beyond the job) dan memberi
lebih (giving more).
65. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
40
9
Bekerja Keras adalah
Bekerja secara Kreatif dan Gigih
Steve Jobs bersama dengan Steve Wozniak ada
lah pendiri perusahaan Apple Computer dan telah
menjadi multijutawan sebelum berumur tiga pu
luh tahun.16
Guru elektroniknya di sekolah tinggi
Homestead, Hohn McCollum, memanggilnya se
bagai “something of a loner” (penyendiri) dan “always
had a different way of looking at things” (memiliki
cara yang berbeda untuk melihat sesuatu). Memulai
kerja di sebuah garasi milik keluarganya, Steve Jobs
mulai mengembangkan inovasi personal computer
sampai akhirnya ia merevolusi industri hardware
and software komputer. Ketika berumur 21 tahun,
dia dan temannya, Wozniak, membuat personal
computer yang disebut “Apple”. Apple mengubah
bayangan orang tentang komputer, dari kotak besar
yang hanya bisa digunakan oleh perusahaan besar
dan pemerintah menjadi kotak kecil yang dapat
dipakai orang awam. Tidak ada perusahaan lain
yang melakukan demokratisasi komputer sebanding
dengan perusahaan Apple.
Selanjutnya, Jobs melakukan riset. Hasilnya, ia
memperkenalkan tampilan Graphical User Interface
(GUI) serta teknologi mouse yang dibuat standar
untuk semua aplikasi. Dengan mouse dan GUI,
66. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 41
kita cukup meng-klik objek dan gambar pada layar
komputer untuk menjalankan perintah tertentu.
Hal ini memungkinkan orang untuk berinteraksi
lebih mudah dengan komputer.
Kita juga mengenal Aristoteles Onassis, salah
satu orang terkaya di dunia. Ia lahir dari sebuah
keluarga miskin yang hidupnya selalu kekurangan.
Konon, ayahnya adalah penjaja dagangan buatan
sendiri dari pintu ke pintu, dan ibunya pembantu
rumah tangga. Ia merantau ke Amerika Serikat
saat berumur tujuh belas tahun dengan bekal hanya
$450 dalam sakunya.17
Keberhasilan Onassis di kemudian hari meru
pakan perpaduan antara kreativitas dan kegigihan.
Sebuah kisah menggambarkan bakat bisnis Onassis
pada masa mudanya. Pada suatu hari, terjadi ke
bakaran di satu gudang sekolah. Onassis membeli
seonggok pensil bekas kebakaran itu dengan harga
murah, lalu membeli dua alat peruncing pensil.
Ia berdua dengan temannya mulai membersihkan
bagian-bagian pensil yang hangus, dan kemudian
menjual pensil-pensil itu kepada teman-teman di se
kolah. Di usia dewasa, ia memperbaiki kapal-kapal
laut yang rusak dan membuatnya layak melaut, lalu
menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Untuk memasarkan tembakau Yunani yang ter
kenal baik tetapi terus ditolak oleh banyak pabrik,
ia menemui Juan Gaona, salah satu firma tembakau
terbesar di Argentina. Selama lima belas hari ber
turut-turut, Onassis bersandar pada dinding gedung
67. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
42
Gaona untuk mengamati datang dan perginya bos
itu. Akhirnya Gaona merasa tergoda juga oleh pe
rilaku orang muda ini, dan ia mengundang Onassis
ke kantornya.
Contoh yang sama kita temukan misalnya pada
kisah Haji Masagung. Keberadaan toko buku
Gunung Agung hingga saat ini tidak lepas dari
akrobat bisnis yang dilakukan seorang bekas anak
jalanan, Tjio Wie Tay alias Haji Masagung. Dalam
buku Bapak Saya Pejuang Buku yang ditulis putra
nya, Ketut Masagung, diceritakan bahwa Wie Tay
tumbuh sebagai anak pemberani.18
Ia pernah men
jadi “manusia karet di panggung pertunjukan” yang
melakukan senam dan akrobat hingga menjadi pe
dagang rokok keliling.
Wie Tay, yang digambarkan sebagai anak yang
banyak kudis di kepala dan borok di kaki, nekat
menemui Lie Tay San, seorang saudagar rokok
besar kala itu. Dengan modal lima puluh sen, ia
memulai usaha menjual rokok keliling di daerah
Senen dan Glodok. Pada saat bersamaan mereka
juga mulai serius berbisnis buku. Setelah itu mereka
membuka toko 3x3am², kemudian diperluas menjadi
6x9am². Bisnis buku inilah yang kemudian membuat
usaha Wie Tay berkembang maju.
68. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 43
10
Karena Bekerja Keras adalah
Bekerja di Dunia yang Riil
Dunia bukanlah aib, kutukan, dan tidak harus
dihindari. Kita tahu bahkan Rasul tidak pernah
melepaskan urusan dunia. Konon, hanya pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan saja Rasul
agak berjarak dengan dunia.
Ada banyak hadis yang menyuruh kita hidup
dengan penuh aktivitas di dunia—bukan dunia
yang identik dengan “hedonisme” tentunya. Satu
hadis menyebut, “Jumpai Allah dengan berbakti
pada orang tuamu. Apabila engkau telah melaku
kannya, samalah dengan berhaji, berumrah, dan
berjihad.” Nabi bahkan pernah menyuruh seorang
pemuda yang minta ikut berperang untuk meng
utamakan orang tuanya terlebih dulu.19
Kebajikan di dunia merupakan hal yang dicatat
Allah. Ada sebuah kisah tentang tiga orang yang
terkurung di gua. Allah baru menggerakkan batu
yang menghalangi jalan keluar mereka setelah ma
sing-masing berdoa dan menyebut kebaikan-kebaik
an yang pernah dilakukannya sebelumnya. Salah
satu di antara mereka menyebut kebaikannya ke
pada orang tuanya dengan selalu menyediakan susu
untuk mereka minum.20
Dalam surat Al-Maidah
ayat 32: “Barang siapa memelihara kehidupan se
69. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
44
orang manusia, maka seakan-akan ia telah meme
lihara kehidupan semua manusia.”
Jangan menyepelekan kegiatan mengolah alam
dan memakmurkan dunia. Dalam satu hadis disam
paikan, yang dilarang ikut berperang salah satunya
adalah lelaki yang membeli kambing atau unta
hamil, sehingga ia menunggu kelahiran ternaknya
tersebut.21
Kambing hamil bisa menunda orang jadi
mujahid.
Hadis riwayat Ahmad: “Apakah saudara-saudara
sekalian suka diceritakan siapa yang di antaramu
yang sangat aku cintai dan nanti di hari kiamat
duduk terdekat dengan aku?” Tatkala yang hadir se
rempak menjawab ingin, maka dia berkata: “orang-
orang yang baik tingkah lakunya.” Baik tingkah
laku yang dimaksud tentu dalam kehidupan seha
ri-hari ketika seseorang berinteraksi dengan orang
lain, perilaku yang bisa dilihat dan dirasakan secara
nyata—yang visual dan dapat diobservasi.
Hal-hal nyata yang bisa menjadi pertimbangan
Allah bisa dilihat dari contoh kisah seorang lelaki
pendosa yang mati di tengah perjalanan menuju
“negeri tobat”. Ia akhirnya diampuni meski belum
tiba di negeri tersebut, karena setelah diukur ia te
lah menyelesaikan lebih dari separuh perjalanan
untuk sampai ke “negeri tobat”.22
Mengapa harus demikian? Karena manusia ti
dak bisa kun fayakun. Apa yang diinginkan manusia
mestilah dicapai dengan kerja yang nyata—kerja
70. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 45
yang bergerak, berpeluh berkeringat, berpikir keras,
merasakan capek, lelah, dan seterusnya.
Betapa hal-hal yang riil sangat memukau.
Keberhasilan sebuah partai terlarang dalam meng
galang massa bisa dijadikan contoh. Kita tahu persis
partai apa yang menggunakan lambang palu dan
arit. Palu dan arit adalah benda-benda untuk beker
ja, benda yang riil dan lekat di tangan, sesuatu yang
sangat intim. Ini tentu sebuah pilihan yang cerdik.
Orang-orang partai ini tidak mengambil hal-hal
yang lebih abstrak seperti kekayaan, kesejahteraan,
dan keadilan.
Semestinya kita bangga menjadi rakyat, men
jadi umat. Karena kitalah mesin produksi alam
ini. Rakyat lahir dari kerja, berpikir, dan mencipta.
Merekalah subjek yang melakukan praksis. Sebuah
imaji dari sajak Hartojo Andangdjaja23
cukup pas
menggambarkan ini:
Rakyat ialah kita, jutaan tangan yang meng
ayun dalam kerja, di bumi, di tanah tercinta,
jutaan tangan mengayun bersama, membuka
hutan-hutan ilalang jadi ladang-ladang ber
bunga, mengepulkan asap dari cerobong pab
rik-pabrik di kota, menaikkan layar menebar
jala, meraba kelam di tambang logam dan ba
tubara. Rakyat ialah tangan yang bekerja. Rak
yat ialah kita, otak yang menapak sepanjang
jejaring angka-angka, yang selalu berkata dua
adalah dua, yang bergerak di simpang siur
71. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
46
garis niaga. Rakyat ialah otak yang menulis
angka-angka. Rakyat ialah kita, beragam su
ara di langit tanah tercinta… Rakyat ialah
suara beraneka.
11
Karena Kerja Keras
Datang dari Cinta
Soichiro Honda (lahir 1906) adalah pengusaha
mobil ternama di Jepang. Ketika pertama kalinya
Soichiro melihat mobil, ia mengejar mobil itu dan
berhasil bergelayutan sebentar di belakangnya.
Ketika mobil itu berhenti, pelumas menetes ke
tanah, ia mencium tanah yang dibasahinya terse
but—beginilah “cinta”. Sejak saat itulah timbul ke
inginan di dalam hatinya untuk membuat mobil
sendiri kelak.
Selama hidupnya Honda terkenal sebagai pe
nemu. Ia memegang hak paten lebih dari seratus
penemuan pribadi.24
Yang pertama ditemukannya
ialah teknik pembuatan jari-jari mobil dari logam.
Sebelum penemuannya, mobil-mobil di Jepang
masih memakai jari-jari kayu. Apakah pekerjaan
nya selalu berbuah kesuksesan? Ternyata tidak. Ia
mengakui bahwa ia berbuat serentetan kegagalan
dan penyesalan. Namun ia tidak pernah meng
72. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 47
ulangi kesalahan dan selalu berusaha sekuat mung
kin untuk memperbaiki diri.
Contoh lain cinta dalam kerja adalah apa yang
disebut sikap mental “menjadi penyapu jalan ter
baik”.25
Martin Luther King Jr. pernah mengatakan,
“Seandainya seseorang terpanggil menjadi tukang
sapu, maka seharusnya ia menyapu sebagaimana
halnya Michelangelo melukis, atau Beethoven me
ngomposisi musiknya, atau Shakespeare menulis
kan puisinya. Ia seharusnya menyapu sedemikian
baiknya sehingga segenap penghuni surga maupun
bumi berhenti sejenak untuk berkata: di sini telah
hidup seorang penyapu jalan yang begitu hebat,
yang melakukan pekerjaannya dengan demikian
baik.”
Demikian pula sajak Rajawali oleh Rendra
berikut:
Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan,
yang terjadi dari keringat matahari,
tanpa kemantapan hati rajawali,
mata kita hanya melihat matamorgana.
Secara filsafat, kerja merupakan realisasi diri
manusia sepenuhnya dalam hidup ini. Ditinjau
dari sisi ekonomi, kerja merupakan bentuk interaksi
manusia dalam mengubah nature menjadi culture.
Dari sisi sosiologis, Karl Marx mengatakan kerja
adalah yang pertama-tama membentuk relasi antar
manusia karena bekerja berarti bekerja sama. Kerja
73. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
48
merupakan eksistensi manusia yang paling pokok
dalam merealisasikan sejarah hidupnya. Produksi
membentuk karakteristik sebuah masyarakat, mem
bentuk relasi sosialnya, menciptakan strata sosial di
dalamnya. Intinya, kerja adalah basis dunia ini.
***
Catatan Ak hir
1 D. J. Schwartz, Berpikir dan Berjiwa Besar: The Magic of Think
ing Big, Jakarta: Penerbit Gunung Jati, 1988.
2 “������
Kerja”, sebuah puisi oleh Sobron, ���������������������������
http://www.hamline.edu/apa
kabar/basisdata/2002/01/31/0009.html, ��
31 Januari 2002.
3 Clifford Geertz, “Ethos, World View, and The Analysis of Sa
cred Symbols”, dikutip dari Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja,
dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1988, hal 3.
4 Samuel P. Huntington, “Culture Count” dalam bunga rampai
Samuel P. Huntington dan Lawrence E. Harrison, Culture Matters,
New York: Basic Books, 2000.
5 Dalam buku karya Joao de Barros berjudul Da Asia (deretan II,
jilid VI, bab VII), terbit tahun 1533, diterangkan bahwa De Albu
querque melepas empat kapal dari Malaka tahun 1511, “... termasuk
satu kapal jung rampasan yang awaknya orang Jawa melulu, yang
di antaranya banyak tukang kayu, juru dempul, dan juru alat me
kanik, yang dinilai tinggi sekali keahliannya. Orang-orang Jawa
ini ahli-ahli besar segala kejuruan pelayaran [grandes homens deste
mister do mar].” Kapal terbesar yang pernah dibangun di Indonesia
prakolonial adalah jung yang berpenyisihan air seribu ton yang
turun di gelanggang Jepara pada tahun 1513. De Barros melapor
kan pula bahwa tahun 1513, Pati Unus, putra mahkota Kesultanan
Demak yang menjabat Adipati Jepara, berangkat dengan sembilan
puluh kapal untuk menyerang Malaka.
6 “Konsep ESQ Way 165”, http://esq165blog.wordpress.
com/2006/01/06/konsep-esq-way-165/
7 “Konsep ESQ Way 165“, http://gerakjalanesq.wordpress.com/tes
timoni-alumni/
8 “Para Jenius dan Orang Biasa”, majalah Tempo, 26 April 2009.
74. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 49
9 “Misteri Otak Seorang Pegolf Profesional”, Koran Tempo, 21
April 2009.
10 Ibid.
11 Bekerja di Divisi Neuropsikologi, Institut Psikologi di Univer
sity of Zurich dan Departemen Biologi, Institut Ilmu Pergerakan
Manusia dan Olahraga di Federal Institute of Technology Zurich.
12 Fritz E. Simandjuntak, “Budaya Unggul di Olahraga Baru
Sekedar Mimpi”, Kompas, 1 Desember 2006.
13 Disampaikan saat peluncuran buku Stephen R. Covey, The 8th
Habit: From Effectiveness to Greatness, 30 November 2005.
14 “Menjadi Manusia Bebas”, Kompas. 3 Januari 2009.
15 Tjahjono, Herry, Corporate Culture Therapist President The
XO Way, Jakarta: ��������
Kompas.
16 “K����������������������������������������������������������
isah Orang Sukses: Steve Jobs”, ��������������������������
http://myhesti.gresikmall.
com/...
17 �������������������������������������������������������������
Hendriadi, “Aristoteles Onassis”, http://hendriadi.blogdetik.
com/... /aristoteles-onassis
18 ���������������������������������������������������������
Ridof Saputra, ������������������������������������������
“�����������������������������������������
Kisah Sukses: Haji Masagung.” http://www.
mail-archive.com/jamaah@arroyyan.com/msg02353.html
19 Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim: Hadis yang Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Bandung: JABAL, hal 461,
hadis no. 1503.
20 Ibid, hal 483, hadis no. 1593.
21 Ibid, hal 315, hadis no. 1034.
22 Ibid, hal 489, hadis no. 1606.
23 “Tentang Rakyat”, Catatan Pinggir Goenawan Muhammad,
majalah Tempo, 13 Juli 2009.
24 “Kisah Orang Sukses: Soichiro Honda, Montir Tangguh yang
Menjadi Bos Industri Mobil Jepang”, http://myhesti.gresikmall.
com/...
25 “Menjadi Manusia Bebas”, Kompas, 3 Januari 2009.
75. “Seandainya seseorang terpanggil menjadi
tukang sapu, maka seharusnya ia menyapu
sebagaimana halnya Michelangelo melukis,
atau Beethoven mengomposisi musiknya, atau
Shakespeare menuliskan puisinya. Ia seharusnya
menyapu sedemikian baiknya sehingga segenap
penghuni surga maupun bumi berhenti sejenak
untuk berkata: di sini telah hidup seorang penya
pu jalan yang begitu hebat, yang melakukan
pekerjaannya dengan demikian baik.”
M a r t i n L u t h e r K i n g J r .
76. I I I
Bekerja adalah
Hakikatnya Ibadah
Secara etimologis, kata “ibadah” diambil dari
kata ‘abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid
berarti hamba, budak, seseorang yang tidak memi
liki apa-apa.1
Dirinya milik tuannya. Seluruh akti
vitas hidupnya hanya untuk memperoleh keridhaan
dan menghindarkan murka tuannya. Jiwa dan ra
ganya digunakan untuk menghamba kepada-Nya.
“Tidak diciptakan jin dan manusia kecuali ha
nya untuk beribadah kepada Allah SWT.” (Adz-
Dzariyat: 56)
Kita mengenal dua jenis ibadah, yaitu ibadah
mahdhah (ritual) dan ghairu mahdhah (luar ritual),
namun kita sering lupa membedakan dan memo
sisikan keduanya dengan tepat. Hal ini berakibat
fatal—ini jugalah yang membuat saya terdorong
menulis buku ini.
Ibadah mahdhah memiliki tiga prinsip: kebera
daannya harus berdasarkan adanya perintah dalil,
tata caranya harus mencontoh pola Rasul SAW, dan
77. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
52
asasnya “taat”. Tujuan pelaksanaan ibadah ini ada
lah untuk kepatuhan atau ketaatan hambanya—ke
taatan fisik dan hati. Tata pelaksanaannya tidak bisa
diubah dan tidak bisa pula diimprovisasi. Ibadah
mahdhah, sering disebut sebagai ibadah dalam arti
sempit, adalah aktivitas atau perbuatan yang sudah
ditentukan syarat dan rukunnya. Kondisi, cara, ta
hapan, dan urutannya telah ditentukan. Ibadah ini
menjalin relasi seorang hamba dengan Allah SWT,
tidak dicampuri oleh hubungannya dengan dirinya
sendiri dan dengan manusia lain. Ibadah mahdhah
mencakup wudhu, tayamum, mandi hadats, adzan,
iqamat, salat, membaca Al-Quran, i’tikaf, puasa,
haji, umrah, dan menyelenggarakan jenazah.
Sementara, ibadah ghairu mahdhah, di samping
memiliki dimensi hubungan hamba dengan Allah,
juga mencakup hubungan atau interaksi antara
hamba dengan makhluk lainnya—relasi horizon
tal dengan lingkungan sekitarnya. Prinsip-prinsip
ibadah ini adalah tata laksananya tidak perlu kaku
dan mengikuti contoh Rasul, bersifat rasional, dan
berasas manfaat. Selama hal tersebut bermanfaat,
maka boleh dilakukan. Yang tergolong dalam iba
dah ini adalah segala bentuk kebaikan untuk men
jaga hidup seperti makan, minum, mencari naf
kah, dan seterusnya—segala sesuatu di luar ibadah
mahdhah yang telah disebutkan tadi. Ibadah-ibadah
muamalah ini berbentuk interaksi antar manusia
yang dijalankan secara sungguh-sungguh dengan
berpedoman pada Al-Quran dan hadis. Bila dalam
78. H a k i k a t n y a I b a d a h 53
ibadah mahdhah kita dilarang berkreasi, dalam mu
amalah manusia sangat dianjurkan untuk berkreasi
sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang
telah ditetapkan.
Namun keduanya adalah ibadah yang sejati. Apa
pun aktivitasnya, sepanjang masuk dalam perintah
Allah, dapat digolongkan sebagai ibadah. Lalu,
manakah yang lebih penting? Bisa dikatakan kon
disional. Bukankah Rasul pernah mempercepat sa
latnya karena mendengar tangis bayi? Sambil sa
lat Rasul pun membukakan pintu untuk tamunya.
Salat jamaah pun bisa ditunda jika ada tamu, atau
jika sedang menuntut ilmu yang penting.
Ibadah ghairu mahdhah yang masuk kategori
muamalah, meskipun “hanyalah” terkesan men
cakup hal-hal horizontal, janganlah dianggap en
teng. Jangka pelaksanaan urusan muamalah lebih
panjang. Tantangannya pun lebih sulit karena si
tuasi selalu dapat berubah-ubah tergantung tem
pat dan waktu. Jika kita telusuri, setelah ayat-ayat
berkenaan dengan akidah yang diturunkan adalah
ayat-ayat persoalan akhlak (ibadah ghairu mahdhah).
Terakhir barulah ayat-ayat tentang ibadah (ibadah
mahdhah).
Menurut seorang ustad, sesungguhnya muama
lah diatur dengan ketat dalam Islam namun Allah
begitu “penuh pengertian”. Ibadah muamalah bisa
menutup kewajiban ibadah mahdhah, misalnya fi
dyah untuk yang tak mampu puasa. Sebaliknya,
ibadah sosial tak bisa diganti dengan ibadah mah
79. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
54
dhah. Hutang tetap harus dibayar. Jika kita bersa
lah kepada seseorang haruslah kita meminta maaf
kepadanya, bukan minta ampun ke Allah.
Saya selalu memimpikan khotbah Jumat khatib
yang membakar semangat jemaah untuk kembali ke
tempat kerja sepulang dari masjid, bekerja sekeras-
kerasnya, sejujur-jujurnya, dan berprestasi setinggi-
tingginya. Saya memimpikan para khatib memberi
nasihat agar kita-kita, para umat ini, mencintai
kerja; atau, sekurangnya, tidak merasa dilecehkan
dan dikucilkan apabila terlalu banyak bekerja men
cari nafkah.
12
Karena Ibadah Mahdhah adalah
Tiang, Ibadah Ghairu Mahdhah adalah
Bangunannya
Keberhasilan ibadah mahdhah ditentukan oleh
bagaimana perilaku seseorang setelah menjalankan
ibadah tersebut. Seorang haji disebut mabrur bila
pengamalan agamanya lebih baik daripada sebe
lum berangkat ke Mekkah—meski tak seorang pun
mampu benar-benar memastikan ini. Sepulangnya,
ia mesti lebih bertaubat, istiqamah, dan lebih taat.
Naik haji menjadi titik tolak baginya untuk menuju
kebaikan. Perbuatan dan tingkah lakunya mesti le
bih baik dari sebelum berhaji. Haji yang mabrur
80. H a k i k a t n y a I b a d a h 55
akan berakhlak dan berbudi pekerti luhur, sopan
dan santun, ucapannya baik, lemah lembut, dan
semakin banyak menebar manfaat. Kehadirannya
dituntut selalu positif, dibutuhkan, dan dinantikan.
Tambah mutawari, tambah zuhud, semakin hati-
hati, lebih menjaga halal-haram, serta yang hak-ba
til. Jadi, saat turun dari pesawat di Cengkareng dari
Mekkah, belum dapat dinilai apakah haji seseorang
mabrur atau tidak.
Ketika Rasulullah SAW ditanya tanda-tanda haji
mabrur, beliau menjawabnya dengan dua hal, yakni
senang memberi makan orang miskin dan mene
bar salam. Lihat, kedua hal ini adalah simbol ke
pedulian dan kedamaian. Keduanya adalah ghairu
mahdhah.
Contoh berikutnya, untuk urusan salat. Bu
kankah kita sering diingatkan para khatib: diri
kanlah salat! Selain salat merupakan media
komunikasi antara sang Khalik dan hamba-Nya
dan media mengungkapkan rasa syukur, salat akan
menjauhkan kita dari hawa nafsu setan. Takbir,
rukuk, sujud, dan salam; sering disebutkan baru
sebatas menjalankan salat, belum menegakkan
nya. Salat disebut tegak apabila si pelakunya lebih
disiplin dalam hidup sehari-hari, lebih menghar
gai peraturan, lebih menjaga kebersihan, lebih ber
konsentrasi, dan lebih senang dengan kebersamaan.
Mengapa demikian? Ya, karena salat barulah latih
an untuk menuju itu. Ustad di pengajian subuh,
mengutip seorang imam, mengatakan kekhusyukan
81. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
56
salat tidak ditentukan bagaimana perilaku selama
salat (dari takbir sampai salam), tapi bagaimana
perilaku setelahnya. Nilai kekhusyukan menjadi
batal jika perilaku kehidupan kita tidak syariah.
Agar dapat disebut telah “mendirikan salat”
harus ada bukti aktual. Belum bisa disebut salat
jika bibir masih penuh ucapan kebohongan, me
nipu, kasar, suka berkonflik, dan seterusnya. Pada
akhirnya yang kita tuju adalah dimensi sosial dari
salat. Inilah maksud surat Al-Ankabuut ayat 45:
“sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuat
an-perbuatan keji dan mungkar.” Salat diakhiri
dengan salam. Ini mengindikasikan bahwa setelah
melakukan komunikasi dengan Allah, selanjutnya ia
akan memproduksi kebaikan kepada sesama manu
sia. Sesuai janji “salam”-nya tadi, ia akan bertindak
santun dengan sahabatnya, tetangganya, dan siapa
pun juga; menghormati tamunya dengan penuh
perhatian, serta akan bertindak dan berta’aruf se
cara santun dengan sesama manusia tanpa membe
dakan golongan dan agama. Semakin baik salat,
semakin besar kiprah kehidupan sosialnya; lebih
saleh, senang menolong, berhati longgar, dan ber
jiwa dermawan.
Demikian pula dengan syahadat. Kandungan
kalimat syahadat memuat persaksian, ikrar, sum
pah, dan juga janji. Dengan mengucapkan kali
mat syahadat, berarti kita wajib menegakkan dan
memperjuangkan apa yang kita ikrarkan, bersedia
menerima akibat dan risiko apa pun dalam meng
82. H a k i k a t n y a I b a d a h 57
amalkan sumpah tersebut, siap dan bertanggung
jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajar
an Islam, serta berjanji setia untuk mendengar dan
taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah
Allah SWT.
Kawan, syahadat yang benar bukan bagaimana
ketepatan tajwid dan kekhusyukan saat melafal
kannya, tapi bagaimana merealisasikan janji dan
ikrar tadi. Salat yang benar juga tidak semata soal
ketepatan bacaan dan kekhusyukan, tapi bagaimana
merealisasikan ketaatan dan kepatuhan tadi dalam
kehidupan sehari-hari. Haji yang mabrur juga tidak
terbatas pada bagaimana kelengkapan dan kekhu
syukan selama di Mekkah, tapi bagaimana perilaku
setelah kembali dari baitullah. Ibarat handphone,
ibadah mahdhah adalah saat Anda men-charge bate
rainya, tapi kegunaan utama handphone adalah saat
dipakai berbicara, mengirim SMS, dan seterusnya.
13
Karena Bekerja Keras
adalah Prinsip Hidup Muslim
Seorang muslim harus sungguh-sungguh dalam
bekerja dengan mengerahkan seluruh kemampuan
fisik, pikiran, dan hati. Ini untuk mengaktualisasi
kan dirinya sebagai khalifah yang dituntut memim
pin dunia. Janji sebagai umat terbaik tidaklah tereali
83. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
58
sasi dengan sendirinya, tapi mesti diraih, dikejar,
dan diupayakan. Bumi diciptakan sebagai tempat
membanting tulang, sedangkan manusia bekerja di
atasnya. “Dia telah menciptakan kamu dari bumi
(tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (Al-
Huud: 61) Pada hakikatnya, hanya dengan bekerja
lah manusia dapat memanusiakan dirinya. Dalam
surat An-Najm ayat 39 disebutkan bahwa keberha
silan dan kemajuan manusia di muka bumi ini ter
gantung pada usahanya. Semakin keras ia bekerja
semakin banyak yang diperolehnya.
Bekerja keras dalam Islam adalah bekerja
dengan sungguh-sungguh disertai dengan tawakal
kepada Allah SWT. Yang dimaksud di sini ada
lah bekerja hingga kelelahan (Al-Ghaasyiyah: 3).
“Sesungguhnya, Allah ta’ala senang melihat ham
ba-Nya bersusah-payah (kelelahan) dalam men
cari rezeki yang halal.” Nabi berdoa: “Ya Allah!
Berikanlah keberkahan kepada umatku, pada usaha
yang dilakukan di pagi hari.”2
Cinta Rasulullah ke
pada kerja keras ditunjukkan saat beliau “mencium”
tangan Sa’ad bin Mu’adz si pekerja kasar. Bekerjalah
untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selamanya
dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu
meninggal besok.
Rasulullah bersabda: “Allah mencintai setiap
mukmin yang bekerja untuk keluarganya dan tidak
menyukai mukmin pengangguran, baik untuk pe
kerjaan dunia maupun akhirat.” Seorang sufi ber
kata: “Ibadah ada 10: sembilan di antaranya dalam
84. H a k i k a t n y a I b a d a h 59
mencari penghidupan (bekerja), dan satunya dalam
ritual.”3
Islam mendorong umatnya untuk berusaha men
cari rezeki supaya kehidupan mereka menjadi lebih
baik dan menyenangkan. Bumi, laut, dan langit ada
untuk dimanfaatkan secara halal. Sebagaimana fir
man Allah dalam surat An-Naba ayat 10-11: “Dan
Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami
jadikan siang untuk penghidupan.” Malam hari
adalah untuk beristirahat dan mengumpulkan te
naga, sedangkan siang hari untuk bekerja mencu
rahkan tenaga. Aisyah pernah meriwayatkan bahwa
Rasulullah bersabda: “Hal-hal paling menyenang
kan yang engkau nikmati adalah yang datang dari
hasil tanganmu sendiri, anak-anakmu berasal dari
apa yang engkau hasilkan.”4
Nabi juga bersabda:
“Berusaha mendapatkan nafkah yang halal adalah
kewajiban di samping tugas-tugas lain yang telah
diwajibkan.”5
Ketika ditanya usaha apakah yang paling baik,
Rasul menjawab yaitu usaha seseorang dengan
tangannya sendiri dan semua jual-beli yang baik.”6
Rasul melengkapinya dengan mengatakan: “Peda
gang yang amanah dan benar akan bersama dengan
para syuhada di hari kiamat nanti.”7
85. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
60
14
Karena Ibadah Pertama yang Dikenal
di Dunia ini Mestilah Dicapai dengan
Bekerja Keras
Salah satu pelajaran pertama bentuk ibadah yang
diberikan Nabi Adam kepada anak-anaknya adalah
mempersembahkan kurban. Dan untuk itu ia harus
berusaha keras memberikan kurban yang terbaik.
Qabil memilih bekerja sebagai petani dan Habil
sebagai peternak. Akhirnya, karena kurban Habil
dinilai lebih baik maka kurbannya diterima, dan
ia dikawinkan dengan Iqlima yang diperebutkan.
Kurban Habil diterima karena ia memberi domba
yang paling gemuk, bagus, dan paling kuat; tetapi
tidak demikian dengan Qabil.
15
Karena Ibadah adalah
Inti Ajaran Islam
Pada hakikatnya, setiap kerja yang diridai oleh
Allah dan disertai dengan niat baik adalah ibadah.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa be
kerja untuk anak-istrinya melalui jalan yang halal,