SlideShare a Scribd company logo
1 of 317
Download to read offline
“Tanpa berpretensi sebagai ulama, melalui contoh-
contoh dalam kehidupan sehari-hari, dan dengan
bahasa yang ringan dan mudah dimengerti, penu­
lis berhasil menjelaskan betapa ajaran Islam sangat
menghargai kerja keras.”
E r f a n M a r y o n o ,
P e n e l i t i S E NIOR d i L P 3 E S J a k a r ta
“Buku ini memberikan begitu banyak inspirasi un­
tuk melakukan perubahan. Sikap yang salah dalam
memahami etos kerja seorang muslim pun tercerah­
kan sesudah kita dapat ‘memaknai bekerja keras
dan disiplin’ sebagai bagian dari ibadah wajib ke­
pada Allah SWT.”
D r s . Y ay at S u p r i at n a , M S P.
P e n g a m at P e r k o ta a n , d o se n J u r u s a n
Te k n i k P l a n o l o g i T r i s a k t i , J a k a r ta
“Dengan menggunakan bahan bacaan yang kaya
dari berbagai perspektif, buku ini berupaya me­
nyeimbangkan pemahaman kita yang selama ini
timpang tentang Islam. Diungkapkan secara jelas
dalam buku ini betapa kita perlu memosisikan
dunia dan kerja keras secara lebih tepat, karena
dengan itulah keindahan dan kesempurnaan Islam
bisa terwujud. Satu hal lagi, buku ini terbukti da­
pat dibaca semua orang, termasuk anak saya yang
masih remaja.”
Ne n g K u r n i a s i h
G u r u S M P N I N a n S a b a r i s
K a b u p at e n P a d a n g P a r i a m a n
“Sangat menarik membaca sudut pandang seorang
sosiolog mengupas secara cerdas aspek religius dari
kerja keras.”
D r . E r i z a l J a m a l
A h l i P e n e l i t i U ta m a P u s at A n a l i s i s S o s i a l
E k o n o m i d a n Ke b i j a k a n P e r ta n i a n , B o g o r
Tangan-tangan yang
Dicium Rasul
Tangan-tangan yang
Dicium Rasul
S y a h y u t i
P u s t a k a
HIRA
Tangan-tangan yang Dicium Rasul
© Syahyuti
Penyunting
Ainin Dita Z.
Penyelaras akhir
Tim Pustaka Hira
Desain sampul dan pewajah isi
Tim Pustaka Hira
PUSTAKA HIRA
Depok, Jawa Barat
Email: kepik_ungu@yahoo.com
Cetakan pertama Oktober, 2011
Hak cipta dilindungi undang-undang
Syahyuti
Tangan-tangan yang Dicium Rasul
Depok, Pustaka Hira 2011
308 hlm.; 13 cm x 20,5 cm
ISBN: 978-602-99973-0-9
Daftar Isi
Kata Pengantar Edisi Pertama		 xv
Kata Pengantar Edisi Kedua		 xix
Ucapan Terima Kasih			 xxiii
I Pendahuluan:
Indonesia, Muslim, dan Kita		 1
II Makna Bekerja Keras			 19
Karena Bekerja dan Bekerja Beras Beda 21
Karena Bekerja Keras
Tidak Timbul Tanpa Etos			 22
Karena Bekerja Keras Lahir
dari Hati yang Bersyukur			 26
Karena Bekerja Keras
adalah Bekerja Lebih Lama			 29
Karena Berlatih Keras termasuk Bekerja Keras 30
Karena Manusia Unggul
Datang dari Kerja Keras 			 33
1.
2.
3.
4.
5.
6.
viii
Karena Ketaatan Hati
Mensyaratkan Ketaatan Fisik			 35
Karena Bekerja Keras
adalah Kerja yang “Lebih” 			 37
Bekerja Keras adalah Bekerja
secara Kreatif dan Gigih			 40
Karena Bekerja Keras
adalah Bekerja di Dunia yang Riil		 43
Karena Kerja Keras Datang dari Cinta		 46
III Bekerja adalah
Hakikatnya Ibadah			 51
Karena Ibadah Mahdhah adalah Tiang,
Ibadah Ghairu Mahdhah adalah Bangunannya 54
Karena Bekerja Keras
adalah Prinsip Hidup Muslim 			 57
Karena Ibadah Pertama yang Dikenal
di Dunia ini Mestilah Dicapai
dengan Bekerja Keras				 60
Karena Ibadah adalah Inti Ajaran Islam 60
Karena Beriman pun Bermakna Melakukan 61
Karena Takwa Diindikasikan Pula
oleh Kualitas Bermuamalah 			 63
Karena Bekerja juga Tergolong Berjihad 68
Karena Mencontohkan dengan Praktik adalah
Nasihat yang Lebih Efektif dibanding Bicara 70
Karena Ada Siang dan Ada Malam 		 72
Karena Dunia adalah
Jembatan untuk ke Akhirat 			 73
Karena “Ibadah Akhirat”
Sesungguhnya Juga untuk Dunia 		 75
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
ix
Karena Salat adalah Bekal untuk
Menjalankan Kehidupan di Dunia		 77
Karena Wudhu akan
Membuat Kita lebih Sehat			 81
Seluruh Gerakan Salat Diciptakan
Allah agar Kita Memperoleh Kesehatan		 82
Karena Puasa Bukanlah Siksaan,
Namun Jalan untuk Menuju Sehat		 88
Membaca Al-Quran akan Melahirkan
Jiwa yang Tenang, Damai, dan Tenteram 91
Karena Bekerja akan Menghapus Dosa-Dosa 93
Karena Pekerja Keras akan Bertemu
Allah dengan Wajah Berseri-seri 		 94
Karena Bekerja akan
Memudahkan Terkabulnya Doa 		 94
Karena Bekerja Mendatangkan Pahala 		 95
Karena Tawakal hanya Boleh
setelah Berusaha Sekerasnya 			 96
Karena Taubat tak Cukup di Lidah Saja 96
Dengan Bekerja Kita Bisa Dicintai Allah SWT 97
Dengan Bekerja Kita dapat
Terhindar dari Azab Neraka 			 98
Karena Muslim Harus Melaksanakan Fungsi
Kekhalifahannya dengan Sebaik-baiknya 99
Dunia adalah Ladang untuk Akhirat		 100
Karena Dunia Harus Kita Kuasai,
Sebelum Dunia yang Menguasai Kita		 101
IV Para Rasul pun Bekerja		 109
Karena Rasul pun Bekerja untuk Hidupnya 111
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
Karena Rasul Bekerja
untuk Kehidupan Keluarganya			 114
Karena Keluarga Nabi pun Bekerja 		 115
Karena Rasul Harus Bekerja Keras
dalam Mengurus Umat 			 116
Karena Mengurus Umat
Tidak Mendapat Upah			 117
Karena Para Pionir Penyebar Islam ke
Nusantara adalah Pedagang-pedagang Ulung 119
Karena Para Wali pun Mengajarkan
Bercocok Tanam dan Berketerampilan		 125
V Kerja Keraslah yang
Menggerakkan Dunia			 131
Karena Kerja Keras adalah
Mata Uang Universal				 133
Karena Kerja Keras Lebih Utama
daripada Sumber Daya Alam			 136
Karena Kerja Keras adalah Modal Peradaban 138
Karena Kerja Keras Terbukti
Lebih Utama dari Pendidikan Formal		 143
Karena Kerja Keraslah yang Membentuk Nasib 145
Karena Hanya dengan Bekerja Keras
Kita Dapat Mendahului yang Lain		 149
Karena Kerja Keras dan
Kesuksesan Tidak Mengenal Usia		 151
Karena Inti Kehidupan adalah
Gerak, dan Inti Ibadah Juga Gerak		 153
Karena Para Ilmuwan Islam
adalah Peletak Dasar-Dasar Ilmu Modern 159
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
xi
Karena Ilmuwan Muslim telah
Menunjukkan bahwa Berkarya Nyata
adalah Amal yang Sejati 			 163
Karena Ilmuwan Muslim Telah
Membukakan Mata dan Pikiran Kita
Bahwa Semua Ilmu adalah Ilmu Allah		 170
Karena Amal Terwujud bila
Dipraktikkan, Bukan Dihafalkan Belaka 172
VI Bekerja Sesuatu yang
Fitrah dan Amanah			 179
Karena Geraklah Inti Kehidupan di Dunia 181
Karena Agar Sehat, Manusia Harus
Menggerakkan Badan dan Pikirannya		 188
Bekerja adalah Fitrah Manusia
Dihadirkan ke Dunia				 192
Karena Allah Ingin Kita
Bangga dengan Diri Kita Sendiri 		 193
Karena Makan dari Hasil
Sendiri Sangatlah Terhormat			 194
Karena Allah Memerintahkan Kita
dengan Sangat Jelas				 194
Karena Islam Mencela Orang-orang
yang Suka Meminta-Minta			 196
Karena Allah Adil pada Kita			 198
Karena Allah SWT Sangat Cinta
kepada Orang yang Bekerja			 198
Karena Bekerja Keras
Mengundang Rahmat Allah			 200
Karena Kita Boleh Bahagia, dan untuk
Bahagia Salah Satunya Dibutuhkan Harta 201
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
xii
Karena dengan Kerja Keras
akan Melahirkan Sikap Tawadhu 		 202
Dengan Bekerja Manusia Menjadi Manusia 203
Karena Bekerja Menjadikan Kita
Terhormat dan Mulia 				 205
Karena Semua Pekerjaan Baik
adalah Terhormat				 207
Bekerja Meningkatkan Martabat		 208
Karena Perlu Upaya Tertentu
agar Doa Terkabul				 210
VII Kerja Lebih Bernilai
Dibanding Harta				 215
Karena Dengan Bekerja Kita Mendapatkan
Harta, dan Berharta Bukanlah Aib		 216
Karena Zuhud Tidak Berarti
Meninggalkan Dunia 				 219
Karena Nilai Kerja Dapat
Jadi Indikator Ekonomi			 222
Karena Nilai Kerja Lebih Prioritas
Dibanding Nilai Penguasaan Sumber Daya 223
Karena Jaminan Kerja Lebih Penting
Dibandingkan Jaminan Tempat Tinggal 225
Karena Kita Dilarang
Menelantarkan Sumber Daya Ekonomi 226
Karena Allah Menjadikan
Bumi untuk Kita Usahakan			 227
Kerja Merupakan Syarat untuk Dapat
Menguasai Suatu Sumber Daya Ekonomi 228
Karena Miskin Bukanlah Karena Tidak
Berharta, Tapi Karena Tidak Bekerja		 229
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
xiii
Bekerja Dapat Menjadi Mas Kawin		 234
Karena Bekerja Menjadi Petani dan
Pedagang yang Jujur Sangat Dipuji Nabi 235
Ibadah Ritual dan Kesalehan
Hidup Tidaklah Berbeda			 237
Karena Kaya Merupakan Jalan
untuk Beribadah Lebih Banyak		 238
Agar Bisa Berzakat
Kita Harus Berharta Cukup			 241
Menjadi Saleh dan Takwa Tidak Selalu
Harus dalam Papa, Melarat, dan Sengsara 242
Karena Menikmati Harta
Sewajarnya Bukanlah Dosa			 245
Karena Ilmu Lebih Utama daripada Harta 247
VIII Bekerja Keras Sungguh
Indah dan Menyenangkan		 253
Karena Kita Diperintahkan Serajin Lebah 255
Karena Kita Diperintahkan
Seproduktif Lebah				 257
Karena Bekerja Banyak Bukanlah
Siksaan yang Harus Dihindari,
Namun Menghasilkan Kesehatan 		 262
Perintah Bekerja Keras Bukan
Bermaksud Memberatkan 			 265
Karena Kerja yang Ikhlas
akan Mencapai Surga Dunia			 267
Karena Ikhlas akan
Mewujudkan Surga di Dunia 			 270
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
xiv
Karena Anda Bisa Menjadi Sufi
Sekaligus Manajer yang Sukses
Dalam Waktu Bersamaan 			 273
Bekerja Sajalah, Biarlah Allah
yang Tetapkan Hasilnya 			 275
Karena Otot yang Aktif Lebih Menyehatkan 280
Karena Mimpi Tidak Terwujud
dengan Sendirinya				 283
Penutup 					 287
Biodata Penulis				 291
98.
99.
100.
101.
Kata Pengantar Edisi Pertama
Saban Ramadhan datang kita sering mendapat
leaflet berupa “daftar amalan di bulan Ramadhan”.
Di dalamnya dipaparkan secara kronologis apa saja
aktivitas yang harus dilaksanakan oleh seorang
muslim selama 24 jam. Dalam list tersebut tertulis
mulai dari salat malam, dilanjutkan sahur, salat
sunah sebelum subuh, menjawab adzan, salat
subuh, dan seterusnya sampai salat tarawih, witir,
dan tadarusan Al-Quran. Saya bertanya dalam hati,
di mana waktu kita bekerja untuk mencari nafkah
dalam daftar itu? Mengapa ti­dak pernah dimasuk­
kan aktivitas sehari-hari seperti berang­kat kerja,
mencangkul, mengolah tanah, mengarit rumput,
menyetir kendaraan, menangkap ikan, membaca,
mengajar, belajar, menjahit, atau memasak? Apakah
semua ini tidak penting, tidak perlu, atau malah
jangan dikerjakan karena akan merusak puasa?
Sekitar akhir 1990-an, saya melakukan peneliti­
an dengan mendatangi puluhan pesantren di Jawa.
Saya ditugaskan mengevaluasi bagaimana pengelo­
laan dana bantuan untuk pengembangan ekono­
mi pondok yang telah diberikan oleh pemerintah.
Ternyata hanya sebagian kecil yang berkembang
untuk kegiatan ekonomi. Tampaknya akar perma­
xvi
salahannya terjadi karena lemahnya sense of business
di pondok.1
Hanya seorang dari puluhan pengasuh
pondok yang saya wawancara mengatakan visinya
dengan tegas, “Saya tidak mau santri-san­tri saya
setelah lulus nanti hanya bisa adzan dan jadi imam
mesjid. Ia mesti pandai dan kuat berekonomi.”
Dari bangku kuliah, saya terinspirasi bagaimana
Max Weber misalnya, meskipun melalui riset yang
tidak utuh, memberi cap yang negatif terhadap etos
kerja muslim. Lemahnya peradaban muslim diang­
gap Weber sebagai dam­pak dari keterpakuan Islam
terhadap teks agamanya. Dalam beberapa kesem­
patan saya pun menemukan betapa kaum muslim
justru dipersepsikan banyak pihak sebagai “pema­
las” dan “jorok”. Benar-benar mengagetkan. Ironis
sangat.
Intinya, saya yakin ini berkaitan dengan “ker­
ja”. �������������������������������������������
Ada kekeliruan kita memandang kerja, makna
kerja, dan etos kerja. Atas dasar itu, saya mencoba
menggali bagaimana sesungguhnya hakikat bekerja
dalam Islam. Selain itu saya mencoba mencari ja­
waban yang lebih rinci atas makna be­kerja dalam
Islam, apa jenis pekerjaan yang diperbolehkan, apa
ganjaran dan kenikmatan bagi orang yang bekerja,
bagai­mana seharusnya muslim memandang kerja,
bagaimana nabi dan para sahabat dalam menjalan­
kan hidupnya, serta lain-lain. Eksplorasi ini memak­
sa saya untuk juga mempelajari apa sesungguhnya
dunia, apa makna harta, dan seterusnya. Ternyata
begitu banyak hal menarik di seputar ini. Saya juga
xvii
belum pernah menemukan buku yang mengulas
berbagai dimensi kerja dengan memuaskan.
Dalam buku ini, saya akan membahas “kerja”
dari berba­gai sisi. ��������������������������������
Selain yang utama dari Al-Quran
dan Al-Hadis, saya juga akan melihatnya dari sisi
biologis, sosiologis, filosofis, kultural, dan lain-lain.
Bukan maksud saya untuk memban­dingkan per­
spektif yang berbeda-beda ini. Saya cuma ingin
memperlihatkan bahwa kearifan tentang kerja dan
kerja keras ada di mana-mana. Dia ada pada ber­
bagai masyarakat, suku, agama, serta dari kalangan
ilmuwan, sastrawan, atau orang biasa. Kerja adalah
hal yang universal.
Pada intinya, buku ini saya tulis untuk membe­
rikan ke­seimbangan pada pemahaman kita yang
selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan
hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah (ibadah di
luar ritual), muamalah, ekonomi, dan du­nia. Buku
ini bukan mengajarkan bagaimana menjadi pekerja
keras, tetapi mengapa dan bagaimana mengembang­
kan kul­tur bekerja keras. Setelah saya telusuri,
dengan kemampuan yang sangat terbatas ini, ter­
nyata begitu banyak ihwal-ihwal kerja yang selama
ini kurang diungkap. Jikapun pernah disam­paikan,
tampaknya belum terlalu dalam dan rinci. Seorang
ustad mengungkapkan, perbandingan antara iba­dah
mahdhah (ritual) dan ghairu mahdhah adalah 1:100.
Yang saya tangkap, ini tentu bukan komparasi nilai­
nya; tapi kesu­litannya, tan­tangannya, dan tuntutan
untuk mendapat perhatian kita.
xviii
Harapan saya, pembaca jadi tahu bahwa kerja
dan kerja keras memanglah sebuah keniscayaan,
sesuatu yang alamiah, dan fitrah. Kita di dunia ha­
nya sekali dan sesaat, namun akhirat tanpa batas.
Maka itu, dunia ini tentu begitu ber­harga. Yang
sesaat menentukan yang selamanya, tentu yang sesa­
at ini menjadi begitu penting. Saya juga mengun­
dang pembaca untuk berinisiatif memperdalam dan
memperluas pemahamannya tentang kerja, karena
apa yang saya susun jelas sangat sederhana, dan
tentu banyak kekeliruannya. Saya menunggu mere­
ka yang memiliki kemampuan untuk memperkaya
bidang ini. Demikian, terima kasih.
Bogor, Desember 2010
Penulis
***
Catatan Ak hir
1 Temuan penelitian ini telah dipublikasikan dalam: Syahyuti,
“Pe­nelusuran Aspek Ekonomi pada Pondok Pesantren dan Peluang
Peng­embangannya”, majalah Forum Agro Ekonomi Vol. 17, No. 2,
Desember 1999.
Kata Pengantar Edisi Kedua
Sebagaimana telah disampaikan pada bagian
pengantar edisi pertama, buku ini saya tulis dengan
sedikit “memaksakan diri”. Saya mengangkat materi
agama meskipun saya bukanlah da’i, ustad, apalagi
kyai. Bekal yang saya miliki sesungguhnya tidak
mengizinkan saya mengutip ayat dan hadis yang
begitu suci. Namun, setelah disebarkan kepada ber­
bagai kalangan, tampaknya kebenaran yang diusung
buku ini bisa diterima. Belum ada pihak yang me­
nyatakan adanya pemikiran yang ”sesat” yang akan
membahayakan umat dalam buku ini. Inilah ke­
napa lalu buku ini diperbanyak.
Pada edisi sebelumnya yang dicetak bulan
Februari 2011, buku ini berjudul Islamic Miracle of
Working Hard: 101 Motivasi Islami Bekerja Keras.
Tanpa mengubah makna dan semangat yang diper­
juangkan, pada edisi kali ini judul direvisi menjadi:
Tangan-Tangan yang Dicium Rasul: Nasehat Islami
tentang Bekerja Keras. Judul ini kami pikir lebih
mewakili dan rancak karena kejadian Rasulullah
mencium tangan merupakan peristiwa yang sangat
langka dan sangat bermakna. Menurut referensi se­
jauh ini, tidak banyak peristiwa Nabi Muhammad
SAW mencium tangan umatnya.
xx
Pertama adalah tangan sahabat Sa’ad bin Mu’adz
Al-Anshari. Saat kembali dari sebuah perjalan,
Nabi berjumpa dengan Sa’ad, dan memperhatikan
tangannya yang kasar, kering, dan kotor. Ketika
disampaikan bahwa tangannya menjadi demikian
karena bekerja keras mengolah tanah dan meng­
angkut air sepanjang hari, serta-merta Nabi men­
ciumnya. Sahabat lain bertanya, kenapa baginda
Rasulullah SAW melakukannya. Rasulullah SAW
pun menjelaskan, bahwa itulah tangan yang tidak
akan disentuh oleh api neraka, pula tangan yang
dicintai Allah SWT karena tangan itu digunakan
untuk bekerja keras menghidupi keluarganya.
Pada peristiwa lain, Rasulullah mengulurkan
tangannya hendak menjabat tangan Mu’adz bin
Jabal. Saat bersentuhan, beliau merasakan tangan
itu begitu kasar. Beliau pun kemudian menanya­
kan penyebabnya, dan dijawab oleh Mu’adz bahwa
kapalan di tangannya merupakan bekas kerja
kerasnya. Rasul pun mencium tangan Mu’adz seraya
bersabda, “tangan ini dicintai Allah dan Rasul-Nya,
serta tidak akan disentuh api neraka”. Dua tangan
ini dicium oleh Rasulullah SAW, manusia termulia,
padahal tangan itu bukanlah milik seorang kaya,
berpangkat, syeikh, kyai, atau guru; bukan pula
tangan yang digunakan untuk menciptakan dan
menulis ilmu atau mengangkat senjata. Ia hanyalah
tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, buku-
buku jarinya mengeras, kapalan, warnanya hitam,
dan kotor karena dipakai mencangkul, mengang­kat,
xxi
memotong, dan menggenggam dengan kuat. Tangan
itu demikian karena pemiliknya bekerja keras.
Peristiwa terakhir adalah saat rasul mencium
tangan putrinya sendiri: Fatimah Az-Zahra. Ini bu­
kan karena Fatimah adalah putri kesayangannya.
Rasul melakukannya karena baru saja dilaporkan
oleh sahabat yang kebetulan lewat di depan rumah
Fatimah, betapa Fatimah telah bekerja sangat keras
menggiling gandum di rumahnya untuk menyiap­
kan makanan bagi anak-anaknya yang terdengar
menangis.
Mencium tangan dalam berbagai kultur merupa­
kan bentuk penghormatan sehari-hari yang lumrah.
Ini adalah simbol penghormatan kepada pihak yang
diposisikan lebih tinggi. Perkara mencium tangan
pada sebagian ulama dipandang sebagai sunah, mes­
kipun berjabat tangan merupakan anjuran yang
lebih kuat. Mencium tangan adalah bentuk eks­
presi yang lebih emosional. Ada sebuah peristiwa di
mana dua orang Yahudi mencium tangan dan kaki
Rasulullah karena kekagumannya atas kerasulan
Muhammad SAW.
Di bagian ini, disampaikan terima kasih kepada
penerbit yang dengan berani meluncurkan edisi ke­
dua ini. Mudah-mudahan buku ini bisa diterima
pembaca, dan mampu menarik minat masyarakat
untuk memperdalam tema ini lebih jauh.
Bogor, September 2011
Penulis
Ucapan Terima Kasih
Alhamdullillah, segala syukur pada Allah
SWT, yang telah memberi kesempatan dan kemam­
puan kepada kita semua sehingga buku ini sampai
ke tangan pembaca. Untuk sampai ke tangan pem­
baca, buku ini telah melalui jalan yang lumayan
panjang. Penulis membutuhkan waktu puluhan bu­
lan, mulai dari mengumpulkan bahan, menye­leksi,
dan sampai kepada menyusunnya menjadi para­
graf-paragraf yang utuh. Di luar masalah teknis,
hambatan yang sulit saya lalui adalah, “apa saya
berhak menulis buku seperti ini?” Apa saya yang
bukan ustad ini boleh menyitir hadis dan ayat-ayat
Al-Quran tanpa bimbingan ulama?
Namun demikian, selain penulis sendiri, ada
banyak pi­hak-pihak yang telah terlibat memban­
tu terwujudnya buku ini. Pertama sekali saya me­
nyampaikan terima kasih kepada Mbak Ainin Dita
Zulkarnain. Buku ini sampai ke pem­baca berkat
bantuan Mbak Ainin beserta stafnya yang telah ber­­
sedia membantu penerbitannya. Di samping itu,
saya juga menyampaikan terima kasih ke­pada te­
man-teman saya, Mas Saptana, Kang Supena, dan
Ustad Ashari yang telah mau membaca dan mem­
beri be­berapa perbaikan terhadap naskah.
xxiv
Khusus kepada para pembaca yang budiman,
penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-
tulusnya. Mudah-mudahan ilmu yang pembaca per­
oleh, jika ada, dapat menjadi amal saleh bagi kita
semua.
I
P e n d a h u l u a n
Indonesia, Muslim, dan Kita
Muslim dan rakyat Indonesia adalah dua enti­
tas yang berbeda. Namun, di sini dan saat ini, kita
mendapatkan ke­duanya seakan tak pernah lepas
dari persoalan kerja. Di sini dan saat ini, kita me­
rasa ada yang salah dengan keduanya: mengapa kita
begini? Atau, mengapa kita hanya mampu sejauh
ini? Kita akan mencoba menerangkan keduanya
da­lam satu helaan nafas. Apakah karena nilai-nilai
keislaman? Karena kondisi geografis? Sosiologis?
Atau kultural keindo­nesiaan kita?
Dalam buku ini saya bertolak dari “kita” yang
mencakup yang muslim dan juga yang Indonesia.
Kemunduran dan keterpurukan muslim sudah
jamak kita dengar. Ada baiknya kita mengutip
Hussain Hali, seorang penyair muslim ketu­runan
India (1837–1914). Menurutnya, peradaban Islam
yang pernah jaya pada abad ke-8 itu akhirnya “tak
memperoleh penghormatan dalam ilmu, tak me­
nonjol dalam kriya dan industri.” ����������������
Akhirnya, Islam
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l

hanya bisa memungut, meminjam, dan tak bisa
lagi memperbaharui.1
Hal ini terjadi terutama di
dunia Arab, yang pada satu sisi bangga telah jadi
sum­ber dari sebuah agama yang menakjubkan, tapi
di sisi lain terus-menerus menemukan kekalahan.
“... Tiap benda yang kini hampir mutlak dipakai
pada kehidupan sehari-hari … meru­pakan sebuah
penghinaan yang tak diucapkan—tiap kulkas, tiap
pesawat telepon, tiap colokan listrik, tiap obeng,
apalagi produk teknologi tinggi.”2
Kita jadi begini mungkin lantaran ada yang sa­
lah dengan pemahaman kita.3
Abul A’la Maududi
menuliskan ini dengan keras: “... kita adalah orang
Islam namun berada dalam keadaan yang menyedih­
kan dan memalukan. Kita adalah muslim namun
menjadi budak. Tidaklah mungkin bagi sese­orang
yang mengakui firman Tuhan namun menderita
dalam keadaan yang menyedihkan dan memalu­kan,
hidup di bawah penjajahan, terikat dan terbeleng­
gu. Jika kita meya­kini bahwa Tuhan itu adil dan
kepatuhan kepadanya tidak menyebabkan kita ber­
ada dalam keadaan yang memalukan, maka ada
se­suatu yang salah dalam pengakuan kita sebagai
muslim.”
Kondisi umat muslim yang memprihatinkan saat
ini di­akui pula oleh kalangan ilmuwan muslim sen­
diri. Menurut Harun Nasution,4
ada tiga periode
penting dalam sejarah umat Islam. Pertama, periode
klasik (650���������������������������������������
–��������������������������������������
1250 M) yang ditandai dengan kreativi­
tas dan etos kerja tinggi; umat Islam unggul secara
I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 
politik dan ekonomi, perdagangannya dengan Barat
dan Cina terbilang maju, serta kalangan sahabat
me­mandang dunia se­cara positif. Teologi yang ber­
kembang di era klasik ini adalah teologi sunatullah
yang berdasar­kan hukum alam (natu­ral law). Kedua,
periode tengah (1250�����������������������������
–����������������������������
1800 M) yang dicirikan oleh
rendahnya etos kerja, berpandangan pesimis dan ne­
gatif terhadap dunia, serta berkembangnya sufisme
Jabariyah dan teologi deterministis-fatalistis. Ketiga,
periode modern (mulai 1800 M–sekarang) barulah
timbul kesadaran tentang rapuh­nya Islam. Namun
hingga sekarang, peradaban Islam belum pernah
mencapai kegemilangan periode klasik lagi.
Di dunia maya pun bertebaran tulisan bernada
demikian. Berbagai berita negatif tentang masyara­
kat muslim bertabur­an. Sebagai contoh, salah satu
portal menyebutkan Islam telah menjadi residu
per­adaban, lekat dengan kemiskinan dan keterbela­
kangan, miskin karena kesalahan sendiri, Bank
Dunia dan IMF prihatin terhadap kemiskinan
umat muslim, ren­dahnya HDI muslim, korupnya
dunia Islam, serta murtad demi setengah karung
gandum.5
Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof.
Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif, menyatakan bah­wa umat
Islam perlu menyadari, klaim besar Islam sebagai
agama yang rahmatan lil ‘alamin masih jauh dari
kenyataan, perintah dalam Surat Al-Anbiya ayat
107 belum dilaksanakan.6
Umat Islam mes­tinya “ce­
pat siuman” karena tantangan untuk mewujud­kan
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l

perintah ini masih sangat besar. Semestinya umat
Islam bisa mendominasi peradaban dunia, dan lebih
jauh, bisa menjadi payung bagi semua kalangan
dan agama. Dialah pemimpin, dialah payung, dan
dialah rahmat.
Negara-negara dengan populasi muslim yang do­
minan dan tergabung dalam Organisasi Konferensi
Islam (OKI) dengan 57 anggota sebenarnya memi­
liki potensi sedemikian besar, karena menguasai
tujuh puluh persen sumber energi dunia dan empat
puluh persen ba­han ekspor. Namun, sebagian besar
dari negara ini merupakan negara berkembang,
bahkan beberapa terma­suk dalam golongan negara
miskin. Hanya sembilan negara muslim di dunia
termasuk dalam kelompok maju. Sementara, empat
puluh persen populasi muslim dunia masih buta
huruf dan hidup di ba­wah garis kemiskinan dengan
penghasilan kurang dari satu dolar AS per hari.
Kemiskinan, kesenjangan ekonomi, konflik, dan
tindakan kekerasan akrab terlihat di wilayah mus­
lim.7
Kondisi ini di­perburuk dengan sikap negara-
negara Islam yang cenderung menjaga jarak dengan
sesamanya, egois, serta mementing­kan diri sendiri.8
Ini menjadikan negara muslim rapuh da­lam meng­
hadapi globalisasi dan hanya menjadi kelompok
pinggiran.9
Sikap yang jauh dari gaya manajemen profesio­
nal bahkan bisa ditemui dalam badan organisasi
Islam terbesar. Pada sebuah buku,10
ada sebuah foto
yang menampilkan Presiden SBY duduk sendiri di­
I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 
dampingi Menlu Hassan Wirajuda di ruang sidang
OKI (Organisasi Konferensi Islam) di Senegal,
Afrika. �����������������������������������������
Kursi lain di ruangan tersebut kosong me­
lompong. SBY datang paling awal sebelum pemim­
pin negara lain. Ini rupanya salah satu kebiasaan
dalam rapat-rapat mereka. Jika benar bahwa ke­
biasaan tidak tepat waktu terjadi untuk pertemu­
an berskala internasional seperti ini, tentu sangat
menyedihkan.
Sosiolog Max Weber yang sangat terkenal de­
ngan buku­nya The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism, menilai bahwa Islam tidak menghasil­kan
kapitalisme. Tidak ada asketisisme dalam Islam,
dan kapitalisme telah digugurkan dari kandungan
Islam.11
Cerita miring tentang masyarakat muslim
juga kita dengar dari BB Harring, James L. Peacock,
Rosemary Firth, dan Clive Kessler.12
Harring bah­
kan menye­but Islam sebagai pengganggu kultural
(cultural intruder).
Namun pendapat Weber dinilai tidak ilmiah.
Kritik ini tidak hanya datang dari kalangan mus­
lim, bahkan dari ka­langan sosiolog sendiri. ��������
Paparan
Weber mengenai etika Islam tidaklah benar dan
analisisnya dangkal. Salah satu sosiolog yang meng­
kritik Weber adalah Bryan S. Turner. Weber dinilai
memperlakukan dan menafsirkan Islam sangat le­
mah secara faktual, tidak seperti ketika ia mengana­
lisis etika Protestan Kalvinisme. Kritik lain datang
dari Huff dan Schluchter yang menilai pencarian
Weber tentang Islam belumlah tuntas.13
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l

Nurcholish Madjid pun ikut mengkritik Weber.14
Ke­lemahan Weber, menurutnya, adalah karena ba­
han-bahan­ yang dikumpulkannya semata dari hasil
karya pribadi para pejabat kolonial, peneliti sosial
amatir, dan kaum Orientalis; bukan dari kalangan
sosiolog. Data-datanya pun terbatas kepada kawa­
san Afrika Utara saja. Kritik ini pun didukung
Marshall G.S. Hodgson, seorang ahli sejarah dunia
dan per­adaban Islam, dalam bukunya The Venture
of Islam.15
Jauh setelah karya Weber tersebut, muncul bebe­
rapa tu­lisan yang menyebut adanya “etika Protestan”
di kalangan muslim. Misalnya, dari pengamatan
di kalangan muslim Turki, ada yang menemukan
kelompok pengusaha muslim sukses.16
Tulisan ini
menyebutnya dengan kebangkitan karena adanya
“Islam Kalvinis”.
Bagaimana dengan Indonesia? S�������������
atu hal yang
menonjol: korupsi. Dalam satu buku yang me­
ngaitkan korupsi dengan agama ada tertulis “… di
antara yang paling korup adalah Indonesia, Rusia,
dan beberapa negara Amerika Latin dan Afrika.
Korupsi paling rendah di Eropa bagian Utara dan
persemakmuran Inggris yang Protestan, sementara
negara-negara penganut Konghucu di tengah-te­
ngah.”17
Satu indikator yang sering menjadi acuan un­
tuk masalah korupsi adalah IPK (Indeks Persepsi
Korupsi). Skala pering­kat IPK adalah antara 1–10.
Semakin besar skor IPK suatu negara, semakin
I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 
bersih negara tersebut dari tindak pidana korupsi.
Lembaga Transparency International mengumum­
kan bahwa IPK Indonesia untuk tahun 2005 ada­
lah 2,2 dan menempati urutan 133 dari 146 negara.
Tahun berikutnya (2006) menjadi 2,4 dan menem­
pati urutan 130 dari 163 ne­gara. Berikutnya lagi,
IPK Indonesia naik dari 2,3 di tahun 2007 (urutan
143 dari 180 negara) menjadi 2,6 di tahun 2008 (pe­
ringkat 126 dari 180 negara). Tampak bahwa meski
kondisinya mem­baik tapi masih layak disebut seba­
gai “negara terkorup di dunia”.18
Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indo­
nesia ta­hun 2004,19
nilai NHDR Indonesia ber­
ada pada peringkat 111 dari 175 negara. Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index
= HDI)20
meningkat dari 64,3 persen di tahun
1999 menjadi 66 persen di tahun 2002. Berdasarkan
Human Development Report dari UNDP, HDI
Indonesia tahun 2007/2008 menempati peringkat
107, dua peringkat di bawah Vietnam. Secara lebih
rinci, nilai HDI Indonesia berada di posisi 107, ha­
rapan hidup nomor 100, untuk melek huruf le­bih
bagus yaitu nomor 56, dan pendapatan per kapita
nomor 113.
Di sisi lain, menurut David McClelland, satu
bangsa yang makmur mensyaratkan setidaknya dua
persen dari warganya merupakan wirausaha. Pada
tahun 2007, hanya 0,18 persen penduduk Indonesia
yang memiliki berprofesi sebagai wi­rausaha. Artinya,
jumlah ini tidak sampai sepersepuluh dari yang se­
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l

mestinya. Bandingkan dengan AS yang memiliki
11,5 persen dan Singapura 7,2 persen.
Untuk gambaran orang Indonesia, bisa kita lihat
pendapat Mochtar Lubis. Dari pidato kebudayaan
pada 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki Jakarta
yang lalu dibukukan da­lam Manusia Indonesia, ia
menyebutkan beberapa ciri-ciri orang Indonesia
yaitu munafik, tidak bertanggung­ jawab, feodal, per­
caya pada takhayul, dan lemah wataknya.21
Dalam
hal kerja, disebutkan bahwa manusia Indonesia ti­
dak hemat atau boros, kurang suka bekerja keras
kecuali terpaksa, dan cenderung bermalas-malasan
akibat alam kita yang mu­rah hati. Sisi posi­tifnya
adalah suka saling tolong, berhati lembut, suka da­
mai, punya rasa humor, dapat tertawa da­lam pen­
deritaan, senang berada dalam ikatan kekeluargaan,
penyabar, cepat belajar, punya otak encer, serta mu­
dah dilatih keterampilannya.
Antropolog Koentjaraningrat menyebut orang
Indonesia memiliki mental suka menerabas.
Budayawan lain menya­takan hal-hal serupa dengan
menyebutkan bahwa bangsa Indonesia memiliki bu­
daya loyo, budaya instan, dan banyak lagi. Sukarno
pun pernah mengingatkan ini dengan istilah yang
lain, “jangan menjadi bangsa tempe”. Terakhir,
ditam­bahkan Aa Gym, sering kali kita senang me­
lihat orang susah dan susah melihat orang senang.
Dalam buku Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman
Menuju Asimilasi Kultur, P. Hariyono menjelaskan,
orang Jawa nyaris tidak memiliki motivasi kuat un­
I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 
tuk bekerja; mereka bekerja hanya untuk menyam­
bung hidup dan lebih senang mengosongkan hidup
untuk dunia akhirat kelak. Namun perlu diperhati­
kan, ������������������������������������
pernyataan ini sendiri tentu sangat debatable.
Etos kerja manusia Indonesia modern memang
perlu “di­curigai”. Seorang menteri yang mem­
bawahi bidang sumber daya manusia pernah me­
nyatakan, kita abai terhadap ni­lai moral dan budaya
kerja sehingga para pemimpin dan apara­tur negara
lemah dalam disiplin, etos kerja, dan produktivi­tas
kerja.22
Di sisi lain, salah satu suku yang dipandang
memi­liki etos ker­ja tinggi adalah etnis Bali. Orang
Bali dianggap sangat meyakini pemahaman bahwa
perbuatan dan kerja menda­tangkan karma. Mereka
tidak mengutamakan hasil, karena kerja yang baik
mendatangkan karma yang baik. Norma ini mem­
perlihatkan, seakan orang Bali tak ada yang pe­
malas.23
Tetapi semua pendapat ahli ini, dengan
segala kekuatan dan kelemahannya, masih terus
diperdebatkan.
Saya belum menemukan satu karya yang baik
dan ilmiah tentang bagaimana sesungguhnya ma­
nusia Indonesia me­mandang kerja. Di antara buku
yang saya baca, banyak yang hanya melihat keburuk­
an-keburukan belaka.
Apakah benar demikian? Sebaliknya, sejarah jus­
tru me­nunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki
prestasi yang patut dihargai dalam perjalanannya.
Candi Borobudur pas­tilah terbangun karena adanya
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
10
etos kerja yang bercirikan di­siplin, kooperatif, loyal,
terampil, rasional, dan tekun. Luasnya pengaruh
kerajaan-kerajaan seperti Majapahit, Samudra Pasai,
Mataram, dan Demak, dengan berbagai pe­rangkat
dan infrastruk­tur teknologi maupun sosial dalam
pengelolaan kenegaraan­nya, juga mensyaratkan
adanya suatu etos kerja yang pantas dihargai.
Bagaimana sesungguhnya etos kerja umat mus­
lim dan Indonesia? Banyak kalangan, terang-te­
rangan atau tidak, mengakui bahwa etos kerja kita
agak rendah. Sebagian men­jadikan fakta ini sebagai
cambuk. Namun, ada sebagian lain yang memban­
tahnya. Kalangan Barat telah lama berang­gapan
bahwa kita, bangsa Timur, berciri pemalas. Namun
hal ini ditentang oleh Alatas.24
Menurutnya, tidak
benar kita pemalas. Penduduk pribumi sengaja ber­
sikap malas karena situasi ciptaan kolonial yang
tidak menguntungkan. Sifat malas ini hanyalah mi­
tos yang sengaja diciptakan dan dise­barkan penjajah
di seluruh wilayah Eropa. Sayangnya, citra negatif
ini termakan pula oleh elit lokal. Sampai se­karang
mitos ini tampaknya masih hidup pula di kalangan
kita sendiri.25
Kesadaran yang sudah membatu
ini telah dibong­kar oleh seorang pascakolonialis,
Edward Said, dengan teori orientalismenya.
***
Penulisan buku ini bertujuan agar kerja dan be­
kerja ti­dak lagi dipandang sekadarnya. Kerja keras
adalah inti ajar­an dan peradaban Islam. Jangan ma­
I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 11
las bekerja keras karena takut kaya, karena begitu
banyak yang bisa dilakukan jika Anda kaya. Buku
ini bukan trik bagaimana menjadi pekerja keras,
tapi mengapa kita perlu kerja keras dan bagaimana
membang­kitkan kultur kerja keras.
Bagaimana mungkin menjadi rahmatan lil ‘ala­
min jika mengurus diri sendiri saja susah. Sampai
saat ini kita selalu menjadi bangsa pengutang dan
penerima bantuan. Kita se­mestinya tidak sekadar
menanggalkan cap miskin ini, tapi juga membe­
ri dan membagi kekayaannya kepada pihak lain.
Kita tidak semestinya dikuasai, tapi harus memim­
pin dan menjadi obor. Kita semestinya bukan lagi
bangsa yang dija­jah, tapi harus menjadi pencerah
peradaban.
Sebuah hadis mengisahkan bahwa nanti di hari
kiamat, darah syuhada dan tinta ulama (orang-orang
berilmu) akan ditimbang. Mencengangkannya, tinta
ulama lebih “berat” (lebih mulia) daripada darah
syuhada.26
Al-Quran banyak memuliakan kalangan
ulama, bahkan dibanding mereka yang berpredikat
mukmin sekalipun. Penulisan buku ini juga dilan­
dasi oleh spirit tersebut.
Penulis sangat menyadari, sebagai orang yang
sangat awam di bidang agama, bukan ustad, da’i,
ataupun peng­khotbah, bahkan belum pernah nyan­
tri, saya tidak akan banyak menganalisis, merumus­
kan, apalagi menemukan hal baru. Saya semata-
mata hanya mengumpulkan, menuliskan ulang,
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
12
dan menata berbagai materi yang telah ada sesuai
topik-topiknya.
Saya tidak banyak memberi penilaian, penda­
pat, dan se­macamnya. Saya lebih banyak memapar­
kan saja—memapar­kan fakta-fakta dan pendapat-
pendapat orang lain. Pembaca akan menyimpulkan,
menganalisis, serta menilainya sendiri. Bahkan jika
diragukan, silakan telusuri sendiri kebenaran­nya,
tidak usah tanya saya. Sebagian besar bahan saya
ambil dari ratusan blog di internet, namun sebagian
saya telusuri dari sumber aslinya, terutama untuk
kutipan ayat suci dan hadis. Mohon dicatat, belum
semua hadis bisa saya telusuri di sini. Saya sadar
betul, yang baik dan benar selalu datangnya dari
Allah; sementara yang salah, keliru, dan buruk pas­
tilah dari saya sendiri.
Agar memudahkan pemahaman, materi ini saya
kemas dalam bentuk 101 poin. Selain lebih mudah
menuliskannya, tipe penulisan seperti ini juga di­
harapkan mempermudah untuk dibaca dan tidak
membosankan. Narasi dikemas secara ringkas dan
padat, serta mudah-mudahan tidak kelihatan sok
tahu dan sok menggurui. Angka “101” dipilih untuk
memberi kesan bahwa sesungguhnya alasan-alas­an
untuk bekerja keras tidak terbatas. Bukankah ada
ungkapan, selalu ada “1001 alasan” untuk dicari-
cari?
***
I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 13
Masing-masing poin dalam buku ini menje­
laskan pen­tingnya bekerja keras. Sebagian diung­
kapkan secara lang­sung, dan sebagian secara lebih
halus. Mengingat tidak banyak orang yang senang
membaca buku dari halaman ke halaman, bentuk
penulisan ini memudahkan seseorang untuk memu­
lai pem­bacaan dari halaman mana pun.
Setelah pendahuluan, Bab II akan berisi apa se­
benarnya makna kerja keras. Bagian berikutnya,
Bab III, merupakan bab yang penting di mana pe­
nulis ingin menyampaikan betapa bekerja adalah
ibadah yang utama. Selama ini, tam­paknya, bekerja
secara riil di dunia sering dinilai lebih ren­dah alih-
alih ibadah yang lain, bahkan sebagian ada yang
cenderung menghindari.
Untuk memperkuat argumen, dalam Bab IV
saya mema­parkan bagaimana nabi, keluarga nabi,
bahkan wali, penyebar agama yang masuk ke
Indonesia, serta para pengkhotbah semua bekerja.
Mereka tidak menabukan kerja. Dan selain ilmu
agama, mereka juga mengajarkan berbagai keahlian
dan keterampilan berekonomi kepada umat.
Bab V menyampaikan bahwa kita perlu menga­
kui, kerja keraslah yang telah menggerakkan dunia
ini. Warga dunia memperoleh berbagai kemudahan
karena peran mereka yang telah bekerja keras. Bab
ini dilanjutkan dengan fakta bahwa sesungguhnya
“kerja” adalah fitrah semua makhluk di dunia, bah­
kan untuk benda-benda yang kita sebut sebagai
benda mati sekalipun.
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
14
Pada dua bab terakhir, Bab VII dan VIII, disam­
paikan bahwa bekerja lebih bernilai dari sekadar
harta; bekerja keras merupakan sesuatu yang indah,
membahagiakan, dan menye­nangkan. Dengan be­
kerja kita berharta, dan dari harta kita bisa berbuat
kebajikan yang sangat banyak. Agama tidak mela­
rang kita kaya, asalkan sumber dan penggunaannya
sesuai tuntunan.
Di akhir buku ini, saya ingin pembaca mem­
peroleh pesan bahwa muslim haruslah memimpin
dunia. Islam dan umat muslim mestilah menjadi
pemimpin dalam segala dimensi. Langkah awal un­
tuk itu, umat muslim janganlah takut atau setengah
hati dalam menjalankan hidup di dunia ini. Dunia
yang sangat pendek ini, dibandingkan akhirat,
sangatlah berarti. Waktu kita di dunia ini begitu
terbatas, tapi ia men­jadi penentu bagaimana nasib
kita di akhirat yang waktunya tak berujung.
***
Catatan Ak hir
1 “Si Buntung”, Catatan Pinggir Goenawan Muhammad, majalah
Tempo edisi 3 Agustus 2009.
2 Ungkapan Enzensberger dalam “Si Buntung”, ibid.
3 Pengantar Khurram Murad dalam Abul A’la Maududi, Menjadi
Muslim Sejati, Jakarta: Mitra Pustaka, 1985, hal 29-30.
4 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1994.
5 http://indonesia.faithfreedom.org/forum/islam-dan-kemiskinan-
t19885/
6 Arif Nur Kholis, “Buya Syafi’i: Umat Islam Belum Rahmatan
Lil Alamin”, http://www.muhammadiyah.or.id/..., 17 Juli 2007.
I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 15
7 Rangkuman diskusi panel sejumlah ulama dan pemikir Islam
dari So­malia, Filipina, Indonesia, Suriah, dan Iran pada Interna­
tional Conference of Islamic Scholars (ICIS) Ke-3, Juli 2008, di
Jakarta.
8 Dr. Ali Mahmud Hassan, ulama Somalia, ulama terkemuka
Iran, Ayatollah Ali Taskhiri pada acara International Conference of
Islamic Scholars (ICIS) Ke-3, Kamis (31/7), di Jakarta.
9 Presiden Yudhoyono pada Seminar Internasional Ketiga Cen­
dekiawan Muslim (ICIS) di Hotel Borobudur, Jakarta, Juli 2008.
http://www.antara.co.id/...
10 Dino Patti Djalal, Harus Bisa! Seni Kepemimpinan a’la. SBY,
Jakarta: Red  White Publishing, 2008.
11 “Max Weber vs Islam”, http://forum.upi.edu/... dan http://
mahardhikazi­fana.com/..., 21 Januari 2000.
12 Ahmad As Shouwy dkk. (13 penulis), Mukjizat Al-Quran dan
As-Sunnah tentang Iptek, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Hal
304. Penelitian ini menyelidiki perilaku dan sikap agama dari ma­
syarakat yang diteliti, kondisi dan pengaruh atau akibat dari tipe
perilaku sosial, tapi tidak memperhatikan ajaran agama dari ma­
syarakat tersebut. Kesimpulannya: Islam menerima semangat he­
donistik, orientasi terhadap perempuan, kepemilikan, kemewahan,
dan kekuasaan.
13 T.E. Huff dan W. Schluchter, Weber and Islam, New Brunswick,
NJ: Transaction Publisher, 1999.
14 Nurcholish Madjid, “Dendam Lelaki Tanpa Seks”, resensi ter­
hadap buku Sosiologi Islam karya Bryan S. Turner dalam majalah
Tempo edisi 22 Juni 1985.
15 Ibid. Dapat dilihat juga resensi Ephraim Fischoff atas buku
Weber and Islam: A Critical Study oleh Bryan S. Turner, London and
Boston: Rout­ledge and Kegan Paul, 1974; dan tulisan Syed Anwar
Husain, Max Webers, Sociology of Islam: A Critique, http://www.
bangladeshsociology.org/...
16 Dan Bilefsky, “Protestant Work Ethic in Muslim Turkey: As
Central Anatolia Booms, Opinions Differ on The Role of Islam in
Business”, Herald Tribune, 15 Agustus 2006.
17 Samuel P. Huntington dan Lawrence E. Harrison, Culture
Matters: How Values Shape Progress, New York: Basic Books, 2000.
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
16
18 Nilai IPK ini didasarkan persepsi pelaku bisnis setempat. Sur­
vei ini juga mengukur tingkat kecenderungan terjadinya suap di
berbagai institusi publik di Indonesia yang ditampilkan dalam in­
deks suap. Khusus tahun 2008, total sampel dari survei ini adalah
3841 responden yang berasal dari pelaku bisnis (2371 responden),
tokoh masyarakat (396 responden), dan pejabat publik (1074).
19 Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (The National
Hu­man Development Report = NHDR) tahun 2004, “Ekonomi dan
Demokrasi: Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia”, 20 Juli
2004, Kerja sama BPS, Bappenas, dan UNDP.
20 HDI diciptakan oleh Dr. Mahbub ul-Ha, dalam upaya mem­
perbesar pilihan-pilihan manusia di semua bidang kehidupan. HDI
sangat economic tools, sangat fisikal, dan terlalu mereduksi. Hak
atas pangan misalnya direduksi menjadi “konsumsi” dan “daya
beli” belaka.
21 Ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis, http://blogbe­
rita.net/..., 27 April 2008.
22 Feisal Tamin (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara),
“Transformasi Budaya Kerja Aparatur Negara”, http://www.sinar­
harapan.co.id/...
23 Adi Blue, “Di Tengah Merebaknya Pengangguran, Benarkah
Etos Kerja Orang Bali Menurun?” harian Bali Post, http://www.
iloveblue.com/...
24 Syed Hussein Alatas, Mitos Pribumi Malas: Citra Orang Jawa,
Melayu dan Filipina dalam Kapitalisme Kolonial, Edisi 1, Jakarta:
LP3ES, 1988.
25 Selo Soemardjan, “Mencegah Timbulnya Mitos Baru”, http://
majalah.tempointeraktif.com/...
26 Husein Ja’far Al-Hadar, “Mengembangkan Islam ‘Tinta’”, ha­
rian Republika, Jumat, 22 Januari 2010. Hadis ini diriwayatkan oleh
Al-Mar­habi.
”Sebuah hadis mengisahkan bahwa nanti di
hari kiamat, darah syuhada dan tinta ulama
(orang-orang berilmu) akan ditimbang. Men­
cengangkannya, tinta ulama lebih ‘berat’ (lebih
mulia) daripada darah syuhada.”
”Islam dan umat muslim mestilah menjadi
pemimpin dalam segala dimensi. Langkah awal
un­tuk itu, umat muslim janganlah takut atau
setengah hati dalam menjalankan hidup di dunia
ini. Dunia yang sangat pendek ini, dibandingkan
akhirat, sangatlah berarti. Waktu kita di dunia
ini begitu terbatas, tapi ia men­jadi penentu
bagaimana nasib kita di akhirat yang waktunya
tak berujung.”
S y a h y u t i
I I
Makna Bekerja Keras
Kerja adalah hakikat hidup di dalam dunia ini.
Dunia berjalan karena semua makhluk, hidup dan
mati, berfungsi sebagaimana fitrahnya. Fitrah terse­
but ialah kerja. Ada gerak fisik dalam arti sesung­
guhnya dalam kerja. Sebagai manusia, kita memberi
satu label kualitas pada kerja kita, yaitu “kerja ke­
ras”. Ini bukan pilihan, namun keniscayaan. Untuk
ber­tahan hidup, individu dan masyarakat perlu be­
kerja keras, tidak “sekadar kerja”.
Bekerja keras adalah bekerja secara fisik dan pe­
mikiran, serta mengorbankan hal-hal materiil dan
nonmateriil sampai tak ada lagi yang bisa dikor­
bankan. Pekerja keras memiliki niat yang kuat, be­
kerja secara cerdas, penuh konsentrasi, dan menepis
kesenangan pribadi. Dari sisi fisik, bekerja keras ada­
lah bekerja sampai menabrak batas kemampuan fi­
sik. Dalam hal waktu, memanfaatkan semua waktu
yang terse­dia, dengan menggunakan prinsip seefi­
sien mungkin. Orang yang bekerja keras hatinya
penuh semangat, serta gemar dan rindu pada hasil
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
20
kerja yang membawa manfaat luas. Mereka senang
ber­sosialisasi dan berjamaah, mengoptimalkan ke­
nalan, jaringan, teman, keluarga, dan seterusnya.
Hasil yang diperoleh bukan untuk kesenangan, tapi
untuk sesuatu yang lebih produktif.
Secara sederhana, siapa itu “pekerja keras” dapat
dilihat dari bunyi iklan lowongan kerja ini: “meng­
undang Anda, para kandidat yang memiliki ketang­
guhan mental, sema­ngat juang, berdedikasi tinggi,
serta mengutamakan kualitas, efisiensi, dan efektvi­
tas dalam bekerja”. Dalam iklan lain tertulis: “who
are willing to grow within our company and explore
the world at the same time”. Atau, mencari “profesi­­
onal yang ahli dan berpengalaman di bidangnya,
memiliki integritas yang kuat serta mempunyai mo­
tivasi yang tinggi dalam berprestasi”.
Bekerja keras adalah bekerja tanpa mengenal
waktu. Dalam hadis riwayat Imam Ahmad, Nabi
mengingatkan, “se­andainya kiamat tiba dan pada
tangan seseorang ada sebatang anak kurma, maka
hendaklah dia segera menanamkannya.”
Bab ini memaparkan berbagai makna kerja keras.
Makna-makna ini disusun dari berbagai sumber, ti­
dak ter­batas pada definisi menurut agama saja.
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 21
1
Karena Bekerja dan
Bekerja Beras Beda
Secara sederhana “work” adalah “physical or men­
tal effort or activity directed toward the production
or accomplishment of so­mething” (usaha fisik atau
mental atau aktivitas yang berorientasi kepada pro­
duksi atau pencapaian sesuatu). Dalam pengertian
ilmu fisika, kerja adalah “transfer of energy by a force
acting to displace a body” (transfer energi le­wat do­
rongan untuk menggerakkan tubuh). Kerja adalah
usaha dika­likan jarak. Menurut tesaurus, “hardwor­
king” (bekerja keras) seba­gai kata sifat berdekatan
dengan hard work (kerja keras), diligent (disiplin),
perseverance (ketekunan), industrious (produktif), un­
tiring (energik), dan tireless (tidak kenal lelah). Kata
“industri” tidak lain berasal dari “kerajinan”.
Beberapa kata yang dekat dengan kerja keras
di antaranya adalah rajin, tekun, ulet, teliti, sabar,
sungguh-sungguh, dan tidak asal-asalan. Bekerja
dengan sabar dan ulet berarti tidak mudah putus
asa dan menyerah. Orang-orang yang ulet selalu
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugasnya.
Penulis buku best seller, Berpikir dan Berjiwa Besar,
meyakini bahwa kesulitan apa pun tidak akan tahan
terhadap ketekunan dan keuletan.1
Kerja baru di­
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
22
sebut tuntas bila “sampai menjamah patokan tapal
batas”.2
Bekerja keras adalah bekerja dengan susah-pa­
yah. Nasihat Imam Syafi’i: “Berangkatlah, niscaya
engkau mendapat ganti untuk semua yang engkau
tinggalkan. Bersusahpayahlah, sebab kenikmatan
hidup hanya ada dalam kerja keras. Ketika air meng­
alir ia akan menjadi jernih, dan ketika berhenti ia
akan menjadi keruh. Jika tak keluar dari sarangnya,
singa tak akan mendapatkan mangsanya, sebagai­
mana anak panah tak akan mengenai sasaran jika
tak meninggalkan busurnya. Biji emas yang belum
diolah sama dengan debu di tempatnya. Ketika
orang berangkat dan mulai bekerja, dia akan mulia
seperti bernilainya emas.”
2
Karena Bekerja Keras
Tidak Timbul Tanpa Etos
Etos kerja merupakan sikap dasar, sikap hidup,
semangat, dan nilai yang ada pada individu dan
masyarakat berkenaan dengan kerja. Lebih prinsipil
lagi, kata “etos” menunjuk pada sikap men­dasar ter­
hadap diri dan dunia, sehingga etos kerja adalah “a
set of values based on the moral virtues of hard work
and diligence. It is also a belief in the moral benefit
of work and its ability to enhance character.”3
(... sepe­
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 23
rangkat nilai yang didasarkan pada dorongan moral
kerja keras dan disiplin. Ia juga merupakan keya­
kinan akan keuntungan moral bekerja dan potensi­
nya untuk membentuk karakter.) Sumber yang kuat
untuk menghasilkan etos adalah keya­kinan religius.
Orang akan bekerja keras apabila kerja dianggap
sebagai kewajiban hidup yang sa­kral. Namun, etos
juga dapat berasal dari nilai-ni­lai budaya dan sikap
hidup suatu masyarakat. Jadi, sumber moti­vasi kerja
seseorang dapat berasal dari agama yang dianut­
nya, kebudayaan, sistem sosial, kepribadian, dan
lingkungannya.
Etos kerja (himmatul ‘amal) merupakan sesuatu
yang se­rius dalam Islam. Islam sangat mendorong
umatnya untuk selalu bekerja keras, bersungguh-
sungguh, serta mengerahkan seluruh kemampuan
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.
Semua ini prasyarat menuju ihsan sebagai puncak
ibadah dan akhlak. Allah SWT dan Rasulullah
SAW secara khusus mendoakan keberkahan untuk
mereka yang bekerja keras. Dalam sebuah hadis
disebutkan, Allah SWT senang melihat hamba-
Nya bersusah-payah (kelelahan) mencari rizki yang
halal.
Orang yang bekerja dan dilandasi etos kerja ti­
dak hanya dapat disebut profesional. Wujud visual
yang mudah diindi­kasi untuk melihat kualitas ker­
ja seseorang memang profe­sionalisme. Ciri orang
yang profesional adalah bertanggung jawab secara
in­dividual, mampu mengaplikasikan teknik-tek­nik
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
24
intelektual tercanggih, bersikap mandiri (self-orga­
nized), dan motivasi altruistiknya tinggi. Seseorang
akan menjadi profesional apabila memiliki keteram­
pilan yang didasarkan pengetahuan teoritis, ke­
terampilan yang membutuhkan train­ing dan pendi­
dikan, menunjukkan kompetensi dengan mele­wati
tes, integritas, terorganisasi, serta pelayanan kepada
yang membutuhkan.
Etos kerja muslim dapat didefinisikan sebagai
bentuk ke­pribadian yang amat meyakini bahwa
bekerja bukan hanya memuliakan diri pelaku
dan menampakkan kemanusiaannya, melainkan
juga sebagai manifestasi dari amal saleh. Apa
yang dilakukan seorang pemilik etos kerja muslim
tentulah selalu didasarkan pada niat ibadah yang
luhur. Ketekunannya dalam bekerja dikarenakan
ia takwa, amanat, dan ikhlas. “Tidaklah seorang
di antara kamu makan suatu makanan lebih baik
daripada memakan dari hasil keringatnya sendiri.”
(hadis HR Bukhari) Etos kerja Islam adalah suatu
sikap mental yang mendorong pengerjaan sesuatu
secara optimal dan berkuali­tas, atau pencapaian
performa yang itqan—suatu kinerja yang sungguh-
sungguh, akurat, dan sempurna.
Etos kerja tidak lahir begitu saja. Sebagai Bapak
filosofi modern, Immanuel Kant menekankan pen­
tingnya penem­patan manusia dan kemanusiaan
sebagai sebuah sasaran pengembangan etos kerja.
Manusia bukan sebatas SDM atau sarana produksi.
Manusia itu sendirilah yang, menurut Kant, meru­
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 25
pakan tujuan perubahan. Jadi, basisnya terletak
pada nilai-nilai.4
Nilai-nilai itu dihidupi dan di­
kembangkan oleh manusia yang menjadi subjek atas
perilaku dan tindakannya sendiri.
Kondisi alam merupakan sebuah faktor yang da­
pat mem­bentuk etos kerja keras, seperti kehidupan
di wilayah dekat kutub yang lebih sulit. Cuaca yang
ekstrem membuat pendu­duknya harus berusaha ke­
ras dalam bertahan hidup sehingga membentuk
karakter yang tangguh, disiplin, dan pekerja ke­ras.
Sedangkan di negara tropis, di mana tanahnya su­
bur dan sumber daya alam melimpah, orang-orang­
nya tidak perlu ber­susah-payah untuk sekadar ma­
kan. Alam yang memanjakan ini dipercaya sebagai
penyebab terbentuknya pribadi-pribadi yang tidak
tangguh dan cenderung malas.
Tapi ini tidak diterima banyak kalangan. Banyak
bukti, orang-orang di negara tropis seperti Indonesia
tidaklah pema­las. Keperkasaan sebagai bangsa mari­
tim dicatat oleh Afonso de Albuquerque (Portugis).5
Kapal-kapal jung Melayu dan Jawa bahkan lebih
besar dari milik Portugis.
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
26
3
Karena Bekerja Keras Lahir
dari Hati yang Bersyukur
Keluarga Nabi Daud bekerja sebagai ungkapan
rasa syu­kur akan nikmat Allah. Inilah arti bekerja
yang sebenar­nya. Konsep ESQ (Emotional Spiritual
Quotient) juga memperlihat­kan kepada kita bahwa
kerja yang sukses lahir dari hati yang patuh, bulat,
kuat, serta bersyukur.
ESQ adalah konsep kecerdasan yang mengga­
bungkan tiga kecerdasan: IQ (Intelligence Quotient),
EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual
Quotient).6
IQ adalah kemampuan mengingat,
menghafal, dan menghitung (numerik) yang di­­
perkenalkan oleh Alfred Binnet pada tahun 1905.
EQ ditemu­kan oleh Daniel Goleman yang meya­kini
bahwa kecerdasan emosi adalah bentuk kemampuan
seseorang memahami diri sendiri, orang lain, ling­
kungan, serta kemampuan mengam­bil keputusan
tepat, dengan cara tepat, dan dalam waktu yang
tepat pula. EQ diyakini menjadi kunci keberhasilan
seseorang. Kenyataannya kemudian, IQ dan EQ
saja belum cukup. Ternyata banyak orang sukses
merasa “kering”, stres, dan merasa kurang dihargai.
Intinya, ia kehilangan makna atau menderita “pa­
tologi spiritual”. Tahun 1990an lahirlah kesadaran
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 27
untuk mempertimbangkan perlunya aspek spiritual
(SQ).
Akhirnya, agar manusia mampu mengelola ke­
hidupannya ia diyakini butuh tiga kecerdasan se­
kaligus: IQ, EQ, dan SQ. Fungsi IQ menyangkut
what I think (apa yang saya pikirkan) untuk menge­
lola kekayaan fisik atau materi (physical capital),
fungsi EQ terkait dengan what I feel (apa yang saya
rasakan) untuk mengelola kekayaan sosial (social
capital), dan fungsi SQ berkenaan dengan who am
I (siapa saya) untuk mengelola kekayaan spiritual
(spiritual capital). Disimpulkan bahwa pen­capaian
kualitas manusia yang ideal dan proporsional adalah
cerdas secara intelektual, emosional, serta spiritual.
Ketiganya harus hadir sekaligus, tidak terpisah-
pisah.
Untuk membangun ketiga kecerdasan terse­
but secara sistematis dan integral, The ESQ Way
165 punya jalannya. Langkah pertama adalah
membangun God consciousness atau rasa kesadar­
an ketuhanan, yaitu kesadaran merasa melihat dan
dilihat Tuhan—dari sinilah SQ terbentuk. Ketika
sifat-sifat ketuhanan dijadikan nilai tertinggi, maka
terciptalah satu nilai universal yang berisi kejujuran,
kedamaian, keber­samaan, kasih sayang, disiplin,
tanggung jawab, dan keadilan yang bersumber dari
asmaul husna.
Langkah kedua, bangun prinsip-prinsip mental
untuk membentuk kecerdasan emosi (EQ) berda­
sarkan rukun iman. Langkah ketiga adalah meng­
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
28
aplikasikan nilai-nilai spiritual (SQ) dan mentalitas
(EQ) ke dalam dimensi fisik (IQ); atau langkah
nyata agar apa yang bersifat spiritual dapat dilak­­
sanakan dengan konkret. Kesemua langkah terse­
but dibangun berdasarkan nilai-nilai rukun Islam.
Jadi, The ESQ Way 165 terinspirasi oleh triad ih­san-
iman-Islam yang mampu menja­wab perta­nyaan
besar bagaimana menjaga keseimbangan SQ-EQ-
IQ lewat penggabungan sufisme-filosofi-sains secara
ilmi­ah, elaboratif, dan sarat sentuhan spiritual-
transendental.
Ada dua poin penting dalam lima langkah menu­
ju kesuksesan berdasarkan rukun Islam. Pertama
adalah strategic collaboration, merealisasikan potensi
suara hati yg bersumber pada asmaul husna dengan
memberi secara tulus kepada ling­kungan sekitar.
Kedua adalah total action, yaitu mentransfor­masikan
seluruh potensi diri (IQ, EQ, SQ) dan suara hati
yang bersumber pada asmaul husna menjadi tindak­
an dalam setiap gerak kehidupan.
Kedua hal ini bisa dicapai melalui serangkaian
pelatihan. Training ESQ Character Building akan
menjadikan seorang pribadi memiliki karakter kuat
dan tangguh.7
Training ESQ Self Control lanjut me­
ningkatkan kemampuan pengendalian diri untuk
mengalahkan semua kelemahan. Selanjutnya, pada
Training ESQ Strategic Collaboration peserta diajak
untuk menemukan potensi diri yang tak ternilai
yaitu kolaborasi dan menciptakan tim kerja yang
solid. Yang terakhir, Training ESQ Total Action akan
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 29
meningkatkan kemampuan dalam mengeksekusi
dan mewujudkan ide menjadi kenyataan.
4
Karena Bekerja Keras adalah
Bekerja Lebih Lama
Ketika Tiger Woods ditanya strategi apa yang
ia terap­kan sehingga sukses sebagai seorang pe­
golf profesional, ia menja­wab, “Saya hanya meng­
gunakan waktu lebih banyak. Ketika yang lainnya
belum bangun, saya sudah bangun untuk latihan.
Ketika yang lainnya sudah istirahat, saya masih me­­
lanjutkan latihan.” Jadi ini bukan tentang bakat,
melainkan berlatih lebih keras. Terampil bukan ka­
rena bawaan lahir, tapi karena dilatih dan dilatih
terus-menerus.
Tiger Woods adalah pegolf termuda yang me­
menang­kan juara amatir di Amerika Serikat (da­
lam usia delapan belas tahun). Namun sebenarnya
ia sudah mulai berlatih keras sejak usia tiga tahun.
Artinya, ia butuh lima belas tahun untuk mencapai
prestasi tersebut. Selama lima belas tahun itu ia
berlatih sangat keras yang disertai disiplin tinggi.
Ia mesti berlatih memukul bola seba­nyak lima ratus
kali per hari, di mana 80-90 per­sen dari pukulannya
harus men­capai sasaran yang diinginkan.
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
30
Waktu yang dihabiskan akan dipertanggungja­
wabkan di akhirat nanti. Setiap menit semestinya
diisi dengan ak­tivitas yang syariat agar tak men­
jadi malapetaka. Jika pan­dai memanfaatkan waktu
dengan aktivitas yang sistema­tis, insya Allah apa
pun kemampuan yang Anda inginkan akan terca­
pai. Lupakan bakat, tanyalah keinginan Anda dan
berlatihlah. Waktu yang ada pasti cukup jika Anda
pandai menggunakannya.
5
Karena Berlatih Keras
termasuk Bekerja Keras
Persiapan menuju kerja juga merupakan kerja.
Makanya, di kalangan serdadu suka ada semboyan:
“tiada hari tanpa la­tihan”. Mahasiswa yang mau
ke kampus mengatakan “I must work” (saya mesti
bekerja). Sekolah dan belajar juga dapat disebut
bekerja.
Dalam buku Outliers, Malcolm Gladwell,8
se­
orang jurnalis New York Times, mencari faktor apa
saja yang berkontribusi pada kesuksesan orang-orang
ternama. Ia mempelajari ke­hidupan para pemain
hoki es Kanada, Bill Gates si pendiri Microsoft,
serta orang-orang dengan kecerdasan mencengang­
kan seperti Christopher Langan dan J. Robert
Oppenheimer. Gladwell menemukan satu formula
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 31
keramat yaitu 10.000-Hour Rule (hukum sepuluh
ribu jam). Itulah jumlah jam yang harus dipenuhi
oleh seseorang agar ahli di bidangnya. Seseorang
harus bekerja keras selama itu jika mau menjadi
juara tenis, pegolf profesional, dan seterusnya.
Selama 1960-1964, grup musik The Beatles
manggung di Hamburg, Jerman, sebanyak lebih
dari 1.200 kali dengan total lebih dari sepuluh ribu
jam—karena mereka tidak puas hanya diberi ke­
sempatan satu jam setiap manggung di Liverpool.
Demikian pula dengan Gates, yang semenjak ta­
hun 1968 di usianya yang ke-13 telah menghabiskan
sepuluh ribu jam untuk mengutak-atik program
komputer.
Selain itu, berbagai kasus jenius yang gagal da­
lam hidup­nya memperlihatkan bahwa jenius saja
tidak cukup. Banyak jenius yang bakatnya tidak
berkembang dan hidupnya ter­bilang tidak berhasil.
Perlu dukungan lingkungan dan kerja keras untuk
sukses. Kesuksesan adalah kombinasi dari kesem­­
patan, lingkungan, dan kerja keras. Betul kata
Thomas Alfa Edison, untuk berhasil seseorang
ha­nya perlu satu persen otak dan 99 persen kerja
keras. Lupakan apa itu “jenius”. Bukan persoalan
pintar atau tolol untuk “bisa”, tapi apakah Anda
rajin, te­kun, atau pemalas.
Temuan Gladwell ini sejalan dengan studi K.
Anders Ericsson dari Florida State University.
Risetnya menemukan bahwa untuk menjadi pakar
di sebuah bidang, misal olahraga, dibutuhkan wak­
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
32
tu 25 tahun. Ada angka ajaib yang selalu muncul
dalam penelitian Ericsson, yaitu sepuluh ribu jam
latihan yang sungguh-sungguh. Jika seseorang mau
mendedikasikan waktunya selama sepuluh ribu jam
untuk mendalami suatu keah­lian, dia memiliki po­
tensi untuk mencapai puncak.9
Riset lain memperlihatkan, perbedaan antara pe­
golf profesional dan amatir tak hanya terletak pada
kepiawaian mengayun stik golf, tapi juga pada vo­
lume sel abu-abu dalam korteks otak mereka.10
Para
ilmuwan di University of Zurich, Swiss, menemu­
kan bahwa pegolf profesional mempunyai vo­lume
sel abu-abu (gray matter) dalam korteks otak yang
lebih besar dibanding pemain amatir. Sel abu-abu
adalah kumpulan badan sel neuron atau sel saraf
yang memainkan peranan penting dalam pengen­
dalian otot. Pegolf yang bermain sejak usia muda
dan terus berlatih selama bertahun-tahun akan bisa
mengembangkan otak mereka sementara angka
handicap (angka yang menunjukkan kemampuan
permainan) mereka kian mengecil. Beberapa studi
sebelumnya telah memperlihat­kan bahwa jumlah
jam latihan berhubungan langsung dengan handicap
seorang pegolf.
Lutz Jancke dan timnya berhasil menemukan
bukti bahwa latihan berpengaruh besar terhadap
otak manusia.11
Dalam laporan yang dipublikasikan
di jurnal PloS ONE, mereka menemukan adanya
perbedaan mencolok antara sel abu-abu pemain golf
yang berlatih selama 800-3.000 jam dan orang yang
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 33
kurang berlatih atau sama sekali tak pernah ber­
main golf. Jancke dan timnya menganggap latihan
ayunan golf yang berbeda secara rutin amat penting
agar seorang pegolf mampu melakukan gerakan
balistik yang sulit ketika memukul bola. Latihan
juga amat menentukan performa mereka. Menurut
beberapa pakar golf, perlu lebih dari sepuluh ribu
jam latihan untuk menjadi seorang pegolf profesio­
nal. Kata Jancke, “Untuk men­capai handicap 10-15,
di­perlukan setidaknya 5-10 ribu jam latihan. Ini se­
tara dengan waktu yang diinvestasikan musisi pro­
fesional dan guru musik untuk berlatih.”
6
Karena Manusia Unggul
Datang dari Kerja Keras
Majalah Fortune Edisi 30 Oktober 2006 secara
khusus mengupas hasil penelitian tentang rahasia
keberhasilan ma­nusia unggul, baik dari kalangan
eksekutif maupun olahra­gawan. Bakat atau talenta
ternyata bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan.
Kerja keras, pelatihan yang menantang, dan pengor­
banan yang dilakukan dalam waktu yang cukup
lama adalah kuncinya.12
Bobby Fischer adalah con­
toh olahra­gawan yang berhasil mencapai gelar grand
master catur di usia enam belas tahun, setelah sebe­
lumnya berlatih secara intensif selama sembilan ta­
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
34
hun. Beberapa temuan ini menekankan pentingnya
bu­daya ung­gul (culture of excellence) yang diterapkan
sejak dini apabila ingin mencapai hasil terbaik.
“Budaya unggul” akan tercapai bila digerakkan
visi yang akbar, kesanggupan untuk berkorban, stra­
tegi yang cerdas, inovasi-inovasi kreatif, sikap anti­
sipatif, dan didukung karak­ter ketekunan. Manusia
unggul bisa dilihat dari spiritualitas, intelektuali­
tas, dan etos kerjanya. Presiden SBY telah menyam­
paikan ini dalam beberapa kesempatan. Ia pernah
berujar: “Indonesia perlu memanfaatkan dan me­
ngembangkan bu­daya unggul untuk kemajuan.”13
Olahraga dapat mengolah nilai-nilai sportivitas, jiwa
kompetitif, kerja sama, disiplin, kerja keras, dan ke­
jujuran. Inilah mengapa sejumlah negara komunis
memanfaatkan olahraga sebagai bagian strategi dari
pembangunan kebudayaan mereka.
Sikap senang bekerja keras mudah lahir apa­
bila kita hidup di masyarakat dengan kultur yang
tepat. SH Sarundajang (Gubernur Sulut, wawan­
cara dengan Kompas 13 Nov 2005) bercerita, dulu
petani di kampungnya sudah bangun pu­kul em­
pat pagi. Tetengkoren (bunyi-bunyian untuk saling
membangunkan) terdengar di mana-mana, kemudi­
an mereka ramai-ramai bekerja di kebun. Ia melihat
saat ini kultur ter­sebut telah pudar.
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 35
7
Karena Ketaatan Hati
Mensyaratkan Ketaatan Fisik
Menurut Max Weber, jika orang bekerja berda­
sarkan panggilan jiwa maka ia akan mengungguli
yang lain. Mari kita buktikan dengan satu ben­
tuk kerja tubuh yang paling sederhana: senyum.
Senyum yang pura-pura sekalipun te­tap dipan­
dang sebagai ungkapan hati bagi yang disenyumi.
Senyum ternyata hanya mengandalkan tujuh belas
otot wa­jah, namun dampaknya luar biasa. Sejumlah
ke­untungan dari senyum adalah penampilan men­
jadi lebih manis, menawan, menye­jukkan, dan ter­
hindar dari penyakit ketegangan. Dengan tersenyum
jan­tung akan berdetak normal dan peredaran darah
mengalir baik. Bandingkan dengan cemberut yang
membutuhkan tarikan 32 otot, mengerutkan dahi
yang butuh empat puluh otot, dan marah yang
perlu meng­gerakkan 63 otot di wajah. Inilah sebab
mengapa orang yang suka cemberut terlihat cepat
tua.
Senyuman dapat meluluhkan emosi orang yang
sedang marah. Senyum adalah bahasa dunia, perhi­
asan batin yang akan melengkapi ketidaksempurna­
an, jalan pintas untuk me­nyatakan Anda menyukai
seseorang, sedekah serta jembatan persahabatan.
Apabila kita tersenyum, orang akan tersenyum ba­
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
36
lik kepada kita. Kata William Shakespeare: “Apa
yang Anda kehendaki akan lebih cepat diperoleh
dengan senyum dari­pada memotong dengan pe­
dang.” Pujangga lain menyebutkan: “Senyuman
itu kelopak, tertawa itu bunga yang sempurna
kembangnya.”
Ketika seseorang tersenyum, betapapun sedang
tidak ba­hagianya orang tersebut, otak mereka akan
mengeluarkan sejumlah zat kimia yang tak hanya
meningkatkan sistem ke­kebalan tubuh, tapi sekali­
gus mengangkat kondisi psikologis­nya. Dari satu ri­
set ditemukan, biarpun seseorang tersenyum hanya
karena diinstruksikan, orang itu akan memperoleh
manfaat psikologis yang sama dengan orang yang
sungguh-sungguh tersenyum. Sebaliknya orang
yang marah hormon adrenalinnya akan mening­
kat. Akibatnya, denyut jantung bertambah cepat,
tekanan darah pun meninggi. Jika ini se­ring ter­
jadi, hipertensi, serangan jantung, dan penyakit lain
akan mudah datang. Jadi, marah akan menurunkan
kualitas organ-organ tubuh.
Demikian pula hakikatnya ibadah. Dengan me­
maksa ba­dan kita bangun pagi, ambil wudhu dan
melangkahkan kaki salat subuh ke mesjid, maka
sekitar 75 triliun sel dalam tubuh kita diajar taat
kepada khaliknya. Ini akan menjadikan hati—yang
nirfisik—ikut taat. Allah mengetahui dengan pasti
karakter kita. Taat tak cukup hanya diucapkan di
bibir.
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 37
8
Karena Bekerja Keras
adalah Kerja yang “Lebih”
Kita butuh sikap mental untuk menjadi “ma­
nusia be­bas”. Lao Tzu, Bapak Taoisme, berucap:
“Jika engkau hanya mengerjakan segala sesuatu se­
batas apa yang diharapkan darimu, maka engkau
tak ubahnya seorang budak. Namun jika engkau
mengerjakannya lebih dari yang diharapkan, baru­
lah engkau menjadi manusia bebas.” Jika kita hanya
bekerja dan menjalankan tugas sebatas kewajiban
yang di­harapkan, distandarkan, atau diminta, maka
sesungguhnya kita masih dikurung oleh batasan-
batasan eksternal. Bekerja hanya sebatas memenuhi
target dan standar. Berarti, sang pekerja dibatasi
dan dikendalikan oleh pihak eksternal. Ia hanya
menjadi “budak”. Ia akan menjadi manusia bebas
jika mau memberi dan bekerja lebih dari apa yang
diharapkan. Manusia bebas harus berani, bersedia,
dan mampu mene­tapkan sendiri batasan-batasan
kerja dan hidupnya. Dengan demikian, “karyawan
bebas” adalah karyawan yang bekerja melebihi tu­
gasnya tanpa diminta.14
Ada sebuah kasus bagaimana sikap bertang­
gung jawab telah melontarkan seorang tukang pipa
(plumber) menjadi manajer. Alkisah, bos perusa­
haan otomotif terbesar di Jerman sedang pusing
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
38
karena pipa keran air di rumahnya bocor. Ia takut
anaknya yang masih kecil tergelincir dan jatuh.
Setelah bertanya ke sana kemari, ditemukan nama
seorang tukang terbaik. Setelah ditelpon, sang tu­
kang menjanjikan dua hari lagi akan memperbaiki
pipa keran si bos. Esoknya, sang tukang justru me­
nelpon si bos dan mengucapkan te­rima kasih. Si
bos sedikit bingung. Sang tukang menjelaskan, ia
berterima kasih sebab si bos telah mau memakai
jasanya dan bersedia menunggunya sehari lagi. Pada
hari yang di­tentukan, sang tukang bekerja, membe­
reskan tugasnya, lalu menerima upah. Dua minggu
kemudian, sang tukang kembali menelepon si bos
dan menanyakan apakah keran pipa airnya beres.
Namun, ia juga kembali mengucapkan terima kasih
karena telah me­makai jasanya.
Sang tukang tidak tahu bahwa kliennya itu ada­
lah bos perusahaan otomotif terbesar di Jerman.
Karena sang bos demikian terkesan dengan si tu­
kang, ia akhirnya merekrut tukang itu (Christopher
L. Jr.) dan nantinya si tukang men­duduki jabatan
General Manager divisi Customer Satisfaction and
Public Relation Mercedes Benz.15
Christopher melakukan semua itu bukan sekadar
tuntutan after sales service atas jasanya sebagai tu­
kang pipa. Jauh lebih penting, ia selalu yakin tugas
utamanya bukanlah memper­baiki pipa bocor, tetapi
keselamatan dan kenyamanan orang yang memakai
jasanya. Christopher telah melihat lebih jauh dari
tugasnya.
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 39
Ada kisah lain tentang Mr. Lim yang sudah tua
dan “ha­nya” bekerja sebagai door checker (meme­
riksa engsel pintu kamar hotel) di sebuah hotel ber­
bintang lima di Singapura. Puluhan tahun ia men­
jalankan pekerjaan membosankan itu dengan sung­
guh-sungguh, tekun, dan sebaik-baiknya. Ketika
ditanya apakah ia tak bosan dengan pekerjaan
menjemu­kan itu, Mr. Lim mengatakan, yang ber­
tanya adalah orang yang tidak mengerti tugasnya.
Bagi Mr. Lim, tugas utamanya bukanlah meme­
riksa engsel pintu, tetapi memastikan kese­lamatan
dan menjaga nyawa para tamu. Dijelaskan, mayo­
ritas tamu hotelnya adalah manajer senior dan top
manajemen. Jika terjadi kebakaran dan ada engsel
pintu yang macet, nyawa seorang manajer senior
taruhannya. Jika seorang de­cision maker meninggal,
perusahaannya akan menderita. Jika perusahaan­
nya menderita dan misalnya bangkrut, sekian ribu
karyawannya akan menderita, belum lagi keluarga­
nya—anak-istri manajer itu.
Christoper dan Mr. Lim bukan manusia biasa.
Mereka jenis “manusia besar atau manusia berle­
bih”. Mereka bukan good people, tapi great people.
Sikap mental mereka jauh lebih tinggi dari jabatan
dan pekerjaan formalnya. Mereka bukan manusia
minimalis atau pekerja yang hanya mengejar target
kerja atau mencapai key performance indicator (KPI).
Syarat untuk bisa seperti mereka, Anda harus mam­
pu melihat lebih jauh (beyond the job) dan memberi
lebih (giving more).
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
40
9
Bekerja Keras adalah
Bekerja secara Kreatif dan Gigih
Steve Jobs bersama dengan Steve Wozniak ada­
lah pendiri perusahaan Apple Computer dan te­lah
menjadi multijutawan sebelum berumur tiga pu­
luh tahun.16
Guru elektroniknya di sekolah tinggi
Homestead, Hohn McCollum, memanggilnya se­
bagai “something of a loner” (penyendiri) dan “always
had a dif­ferent way of look­ing at things” (memiliki
cara yang berbeda untuk melihat sesuatu). Memulai
kerja di sebuah garasi milik keluarganya, Steve Jobs
mulai mengembangkan ino­vasi personal computer
sampai akhirnya ia merevo­lusi industri hardware
and soft­ware komputer. Ketika berumur 21 tahun,
dia dan temannya, Wozniak, membuat personal
computer yang disebut “Apple”. Apple mengubah
bayangan orang tentang komputer, dari kotak besar
yang ha­nya bisa digunakan oleh perusahaan be­sar
dan pe­merintah menjadi kotak kecil yang dapat
dipakai orang awam. Tidak ada perusahaan lain
yang mela­kukan demokra­tisasi komputer sebanding
dengan perusahaan Apple.
Selanjutnya, Jobs melakukan riset. Hasilnya, ia
mem­perkenalkan tampilan Graphical User Interface
(GUI) serta teknologi mouse yang dibuat standar
untuk semua aplikasi. Dengan mouse dan GUI,
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 41
kita cukup meng-klik objek dan gambar pada layar
komputer untuk menjalankan perintah tertentu.
Hal ini memungkinkan orang untuk berinteraksi
lebih mudah dengan komputer.
Kita juga mengenal Aristoteles Onassis, salah
satu orang terkaya di dunia. Ia lahir dari sebuah
keluarga miskin yang hidupnya selalu kekurangan.
Konon, ayahnya adalah penjaja dagangan buatan
sendiri dari pintu ke pintu, dan ibunya pem­bantu
rumah tangga. Ia merantau ke Amerika Serikat
saat ber­umur tujuh belas tahun dengan bekal hanya
$450 dalam sakunya.17
Keberhasilan Onassis di kemudian hari meru­
pakan perpa­duan antara kreativitas dan kegigihan.
Sebuah kisah meng­gambarkan bakat bisnis Onassis
pada masa mudanya. Pada suatu hari, terjadi ke­
bakaran di satu gudang sekolah. Onassis membeli
seonggok pensil bekas kebakaran itu dengan harga
murah, lalu membeli dua alat peruncing pensil.
Ia berdua dengan temannya mulai membersihkan
bagian-bagian pensil yang hangus, dan kemudian
menjual pensil-pensil itu kepada teman-teman di se­
kolah. Di usia dewasa, ia memperbaiki ka­pal-kapal
laut yang rusak dan membuatnya layak melaut, lalu
menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Untuk memasarkan tembakau Yunani yang ter­
kenal baik tetapi terus ditolak oleh banyak pabrik,
ia menemui Juan Gaona, salah satu firma tembakau
terbesar di Argentina. Selama lima belas hari ber­
turut-tu­rut, Onassis bersandar pada din­ding gedung
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
42
Gaona untuk mengamati datang dan perginya bos
itu. Akhirnya Gaona merasa tergoda juga oleh pe­
rilaku orang muda ini, dan ia mengundang Onassis
ke kantornya.
Contoh yang sama kita temukan misalnya pada
kisah Haji Masagung. Keberadaan toko buku
Gunung Agung hingga saat ini tidak lepas dari
akrobat bisnis yang dilakukan se­orang bekas anak
jalanan, Tjio Wie Tay alias Haji Masagung. Dalam
buku Bapak Saya Pejuang Buku yang ditulis putra­
nya, Ketut Masagung, diceritakan bahwa Wie Tay
tumbuh seba­gai anak pemberani.18
Ia pernah men­
jadi “manusia karet di panggung pertunjukan” yang
melakukan senam dan akrobat hingga menjadi pe­
dagang rokok keliling.
Wie Tay, yang digambarkan sebagai anak yang
banyak kudis di kepala dan borok di kaki, nekat
menemui Lie Tay San, seorang saudagar rokok
besar kala itu. Dengan modal lima puluh sen, ia
memulai usaha menjual rokok keliling di daerah
Senen dan Glodok. Pada saat bersamaan mereka
juga mulai serius berbisnis buku. Setelah itu mereka
membuka toko 3x3am², kemudian diperluas menjadi
6x9am². Bisnis buku inilah yang kemudian membuat
usaha Wie Tay berkembang maju.
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 43
10
Karena Bekerja Keras adalah
Bekerja di Dunia yang Riil
Dunia bukanlah aib, kutukan, dan tidak harus
dihindari. Kita tahu bahkan Rasul tidak pernah
melepaskan urusan dunia. Konon, hanya pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan saja Rasul
agak ber­jarak dengan dunia.
Ada banyak hadis yang menyuruh kita hidup
dengan penuh aktivitas di dunia—bukan dunia
yang identik dengan “hedonisme” tentunya. Satu
hadis menyebut, “Jumpai Allah dengan berbakti
pada orang tuamu. Apabila engkau telah melaku­
kannya, samalah dengan berhaji, berumrah, dan
ber­jihad.” Nabi bahkan pernah menyuruh seorang
pemuda yang minta ikut berperang untuk meng­
utamakan orang tuanya terlebih dulu.19
Kebajikan di dunia merupakan hal yang dicatat
Allah. Ada sebuah kisah tentang tiga orang yang
terkurung di gua. Allah baru menggerakkan batu
yang menghalangi jalan keluar mereka setelah ma­
sing-masing berdoa dan menyebut kebaikan-kebaik­
an yang pernah dilakukannya sebelumnya. Salah
satu di antara mereka menyebut kebaikannya ke­
pada orang tuanya dengan selalu menyediakan susu
untuk mereka minum.20
Dalam surat Al-Maidah
ayat 32: “Barang siapa me­melihara kehidupan se­
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
44
orang manusia, maka seakan-akan ia telah meme­
lihara kehidupan semua manusia.”
Jangan menyepelekan kegiatan mengolah alam
dan me­makmurkan dunia. Dalam satu hadis disam­
paikan, yang dilarang ikut berperang salah satunya
adalah lelaki yang membeli kambing atau unta
hamil, sehingga ia menunggu kelahiran ternaknya
tersebut.21
Kambing hamil bisa menunda orang jadi
mujahid.
Hadis riwayat Ahmad: “Apakah saudara-saudara
seka­lian suka diceritakan siapa yang di antaramu
yang sangat aku cintai dan nanti di hari kiamat
du­duk terdekat dengan aku?” Tatkala yang hadir se­
rempak menjawab ingin, maka dia berkata: “orang-
orang yang baik tingkah lakunya.” Baik tingkah
laku yang dimaksud tentu dalam kehidupan seha­
ri-hari ketika seseorang berinteraksi dengan orang
lain, perilaku yang bisa dilihat dan dirasakan secara
nyata—yang visual dan dapat diobservasi.
Hal-hal nyata yang bisa menjadi pertimbangan
Allah bisa dilihat dari contoh kisah seorang lelaki
pendosa yang mati di tengah perjalanan menuju
“negeri tobat”. Ia akhirnya di­ampuni meski belum
tiba di negeri tersebut, karena setelah diukur ia te­
lah menyelesaikan lebih dari separuh perjalanan
untuk sampai ke “negeri tobat”.22
Mengapa harus demikian? Karena manusia ti­
dak bisa kun fayakun. Apa yang diinginkan manusia
mestilah dicapai dengan kerja yang nyata—kerja
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 45
yang bergerak, berpeluh berkeringat, berpikir keras,
merasakan capek, lelah, dan seterusnya.
Betapa hal-hal yang riil sangat memukau.
Keberhasilan sebuah partai terlarang dalam meng­
galang massa bisa dijadi­kan contoh. Kita tahu persis
partai apa yang menggunakan lambang palu dan
arit. Palu dan arit adalah benda-benda untuk beker­
ja, benda yang riil dan lekat di tangan, sesuatu yang
sangat intim. Ini tentu sebuah pilihan yang cerdik.
Orang-orang partai ini tidak mengambil hal-hal
yang lebih abstrak seperti kekayaan, kesejahteraan,
dan keadilan.
Semestinya kita bangga menjadi rakyat, men­
jadi umat. Karena kitalah mesin produksi alam
ini. Rakyat lahir dari kerja, berpikir, dan mencipta.
Merekalah subjek yang mela­kukan praksis. Sebuah
imaji dari sajak Hartojo Andangdjaja23
cukup pas
menggambarkan ini:
Rakyat ialah kita, jutaan tangan yang meng­
ayun da­lam kerja, di bumi, di tanah tercinta,
jutaan tangan mengayun bersama, membuka
hutan-hutan ilalang jadi ladang-ladang ber­
bunga, mengepulkan asap dari cero­bong pab­
rik-pabrik di ko­ta, menaikkan layar menebar
jala, meraba kelam di tambang logam dan ba­
tubara. Rakyat ialah tangan yang bekerja. Rak­
yat ialah kita, otak yang menapak sepanjang
jejaring angka-angka, yang selalu berkata dua
adalah dua, yang bergerak di simpang siur
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
46
garis niaga. Rakyat ialah otak yang me­nulis
angka-angka. Rakyat ialah kita, beragam su­
ara di langit tanah tercinta… Rakyat ialah
suara beraneka.
11
Karena Kerja Keras
Datang dari Cinta
Soichiro Honda (lahir 1906) adalah pengusaha
mobil ternama di Jepang. Ketika pertama kali­nya
Soichiro meli­hat mobil, ia mengejar mobil itu dan
berhasil bergelayutan sebentar di belakangnya.
Ketika mobil itu berhenti, pelumas menetes ke
tanah, ia mencium tanah yang dibasahinya terse­­
but—beginilah “cinta”. Sejak saat itulah timbul ke­
inginan di dalam hatinya untuk membuat mobil
sendiri kelak.
Selama hidupnya Honda terkenal sebagai pe­
nemu. Ia me­megang hak paten lebih dari seratus
pe­nemuan pribadi.24
Yang pertama ditemukannya
ialah teknik pembuatan jari-jari mobil dari logam.
Sebelum penemuannya, mobil-mobil di Jepang
masih memakai jari-jari kayu. Apakah pekerjaan­
nya selalu berbuah kesuksesan? Ternyata tidak. Ia
mengakui bahwa ia berbuat serentetan kegagalan
dan penyesalan. Namun ia tidak pernah meng­
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 47
ulangi kesalahan dan selalu berusaha sekuat mung­
kin untuk memperbaiki diri.
Contoh lain cinta dalam kerja adalah apa yang
disebut sikap mental “menjadi penyapu jalan ter­
baik”.25
Martin Luther King Jr. pernah mengatakan,
“Seandainya seseorang terpang­gil menjadi tukang
sapu, maka seharusnya ia menyapu seba­gaimana
halnya Michelangelo melukis, atau Beethoven me­­
ngomposisi musiknya, atau Shakespeare menulis­
kan puisinya. Ia seharusnya menyapu sedemikian
baiknya sehingga segenap penghuni surga maupun
bumi berhenti sejenak untuk berkata: di sini telah
hidup seorang penyapu jalan yang begitu hebat,
yang melakukan pekerjaannya dengan demikian
baik.”
Demikian pula sajak Rajawali oleh Rendra
berikut:
Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan,
yang terjadi dari keringat matahari,
tanpa kemantapan hati rajawali,
mata kita hanya melihat matamorgana.
Secara filsafat, kerja merupakan realisasi diri
manusia se­penuhnya dalam hidup ini. Ditinjau
dari sisi ekonomi, kerja merupakan bentuk interaksi
manusia dalam mengubah nature menjadi culture.
Dari sisi sosiologis, Karl Marx mengatakan kerja
adalah yang pertama-tama membentuk relasi antar
ma­nusia karena bekerja berarti bekerja sama. Kerja
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
48
merupakan eksistensi manusia yang paling pokok
dalam merealisasikan sejarah hidupnya. Produksi
membentuk karakteristik sebuah masyarakat, mem­
bentuk relasi sosialnya, menciptakan strata sosial di
dalamnya. Intinya, kerja adalah basis dunia ini.
***
Catatan Ak hir
1 D. J. Schwartz, Berpikir dan Berjiwa Besar: The Magic of Think­
ing Big, Jakarta: Penerbit Gunung Jati, 1988.
2 “������
Kerja”, sebuah puisi oleh Sobron, ���������������������������
http://www.hamline.edu/apa­
kabar/basisdata/2002/01/31/0009.html, ��
31 Januari 2002.
3 Clifford Geertz, “Ethos, World View, and The Analysis of Sa­
cred Sym­bols”, dikutip dari Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja,
dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1988, hal 3.
4 Samuel P. Huntington, “Culture Count” dalam bunga rampai
Samuel P. Huntington dan Lawrence E. Harrison, Culture Matters,
New York: Basic Books, 2000.
5 Dalam buku karya Joao de Barros berjudul Da Asia (deretan II,
jilid VI, bab VII), terbit tahun 1533, diterangkan bahwa De Albu­
querque me­lepas empat kapal dari Malaka tahun 1511, “... termasuk
satu kapal jung rampasan yang awaknya orang Jawa melulu, yang
di antaranya banyak tukang kayu, juru dempul, dan juru alat me­
kanik, yang dinilai tinggi sekali keahliannya. Orang-orang Jawa
ini ahli-ahli besar segala kejuruan pelayaran [grandes homens deste
mister do mar].” Kapal terbesar yang per­nah dibangun di Indonesia
prakolonial adalah jung yang berpenyisihan air seribu ton yang
turun di gelanggang Jepara pada tahun 1513. De Barros melapor­
kan pula bahwa tahun 1513, Pati Unus, putra mahkota Kesultanan
Demak yang menjabat Adipati Jepara, berangkat dengan sembilan
puluh kapal untuk menyerang Malaka.
6 “Konsep ESQ Way 165”, http://esq165blog.wordpress.
com/2006/01/06/konsep-esq-way-165/
7 “Konsep ESQ Way 165“, http://gerakjalanesq.wordpress.com/tes­
timoni-alumni/
8 “Para Jenius dan Orang Biasa”, majalah Tempo, 26 April 2009.
M a k n a Be k e r j a Ke r a s 49
9 “Misteri Otak Seorang Pegolf Profesional”, Koran Tempo, 21
April 2009.
10 Ibid.
11 Bekerja di Divisi Neuropsikologi, Institut Psikologi di Univer­
sity of Zurich dan Departemen Biologi, Institut Ilmu Pergerakan
Manusia dan Olahraga di Federal Institute of Technology Zurich.
12 Fritz E. Simandjuntak, “Budaya Unggul di Olahraga Baru
Sekedar Mimpi”, Kompas, 1 Desember 2006.
13 Disampaikan saat peluncuran buku Stephen R. Covey, The 8th
Habit: From Effectiveness to Greatness, 30 November 2005.
14 “Menjadi Manusia Bebas”, Kompas. 3 Januari 2009.
15 Tjahjono, Herry, Corporate Culture Therapist  President The
XO Way, Jakarta: ��������
Kompas.
16 “K����������������������������������������������������������
isah Orang Sukses: Steve Jobs”, ��������������������������
http://myhesti.gresikmall.
com/...
17 �������������������������������������������������������������
Hendriadi, “Aristoteles Onassis”, http://hendriadi.blogdetik.
com/... /aristoteles-onassis
18 ���������������������������������������������������������
Ridof Saputra, ������������������������������������������
“�����������������������������������������
Kisah Sukses: Haji Masagung.” http://www.
mail-ar­chive.com/jamaah@arroyyan.com/msg02353.html
19 Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim: Hadis yang Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Bandung: JABAL, hal 461,
hadis no. 1503.
20 Ibid, hal 483, hadis no. 1593.
21 Ibid, hal 315, hadis no. 1034.
22 Ibid, hal 489, hadis no. 1606.
23 “Tentang Rakyat”, Catatan Pinggir Goenawan Muhammad,
majalah Tempo, 13 Juli 2009.
24 “Kisah Orang Sukses: Soichiro Honda, Montir Tangguh yang
Men­jadi Bos Industri Mobil Jepang”, http://myhesti.gresikmall.
com/...
25 “Menjadi Manusia Bebas”, Kompas, 3 Januari 2009.
“Seandainya seseorang terpang­gil menjadi
tukang sapu, maka seharusnya ia menyapu
seba­gaimana halnya Michelangelo melukis,
atau Beethoven me­­ngomposisi musiknya, atau
Shakespeare menulis­kan puisinya. Ia seharusnya
menyapu sedemikian baiknya sehingga segenap
penghuni surga maupun bumi berhenti sejenak
untuk berkata: di sini telah hidup seorang penya­
pu jalan yang begitu hebat, yang melakukan
pekerjaannya dengan demikian baik.”
M a r t i n L u t h e r K i n g J r .
I I I
Bekerja adalah
Hakikatnya Ibadah
Secara etimologis, kata “ibadah” diambil dari
kata ‘aba­da, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid
berarti hamba, budak, seseorang yang tidak memi­
liki apa-apa.1
Dirinya milik tuannya. Seluruh akti­
vitas hidupnya hanya untuk memper­oleh keridhaan
dan menghindarkan murka tuannya. Jiwa dan ra­
ganya digunakan untuk menghamba kepada-Nya.
“Tidak diciptakan jin dan manusia kecuali ha­
nya untuk beribadah kepada Allah SWT.” (Adz-
Dzariyat: 56)
Kita mengenal dua jenis ibadah, yaitu ibadah
mahdhah (ritual) dan ghairu mahdhah (luar ritual),
namun kita sering lupa membedakan dan memo­
sisikan keduanya dengan tepat. Hal ini berakibat
fatal—ini jugalah yang membuat saya ter­dorong
menulis buku ini.
Ibadah mahdhah memiliki tiga prinsip: kebera­
daannya harus berdasarkan adanya perintah dalil,
tata caranya harus mencontoh pola Rasul SAW, dan
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
52
asasnya “taat”. Tujuan pelaksanaan ibadah ini ada­
lah untuk kepatuhan atau ketaatan hambanya—ke­
taatan fisik dan hati. Tata pelaksanaannya tidak bisa
diubah dan tidak bisa pula diimprovisasi. Ibadah
mahdhah, sering disebut sebagai ibadah dalam arti
sempit, adalah aktivitas atau perbuatan yang sudah
ditentukan syarat dan rukunnya. Kondisi, cara, ta­
hapan, dan urutannya telah ditentukan. Ibadah ini
menjalin relasi seorang hamba dengan Allah SWT,
tidak dicampuri oleh hubungannya dengan dirinya
sendiri dan dengan manusia lain. Ibadah mahdhah
mencakup wudhu, tayamum, mandi hadats, adzan,
iqamat, salat, membaca Al-Quran, i’tikaf, puasa,
haji, umrah, dan menyelenggarakan jenazah.
Sementara, ibadah ghairu mahdhah, di samping
memiliki dimensi hubungan hamba dengan Allah,
juga mencakup hubungan atau interaksi antara
hamba dengan makhluk lainnya—relasi horizon­
tal dengan lingkungan sekitarnya. Prinsip-prinsip
ibadah ini adalah tata laksananya tidak perlu kaku
dan mengikuti contoh Rasul, bersifat rasional, dan
ber­asas manfaat. Selama hal tersebut bermanfaat,
maka boleh dilakukan. Yang tergolong dalam iba­
dah ini adalah segala bentuk kebaikan untuk men­
jaga hidup seperti makan, mi­num, mencari naf­
kah, dan seterusnya—segala sesuatu di luar ibadah
mahdhah yang telah disebutkan tadi. Ibadah-ibadah
muamalah ini berbentuk interaksi antar manusia
yang dija­lankan secara sungguh-sungguh dengan
berpedoman pada Al-Quran dan hadis. Bila dalam
H a k i k a t n y a I b a d a h 53
ibadah mahdhah kita dila­rang berkreasi, dalam mu­
amalah manusia sangat dianjurkan untuk berkreasi
sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang
telah ditetapkan.
Namun keduanya adalah ibadah yang sejati. Apa
pun akti­­vitasnya, sepanjang masuk dalam perin­tah
Allah, dapat digo­­longkan sebagai ibadah. Lalu,
manakah yang lebih penting? Bisa dikatakan kon­
disional. Bukankah Rasul pernah memper­cepat sa­
latnya karena mendengar tangis bayi? Sambil sa­
lat Rasul pun membukakan pintu untuk tamunya.
Salat jamaah pun bisa ditunda jika ada tamu, atau
jika sedang menuntut ilmu yang penting.
Ibadah ghairu mahdhah yang masuk kategori
muamalah, meskipun “hanyalah” terkesan men­
cakup hal-hal horizontal, janganlah dianggap en­
teng. Jangka pelaksanaan urusan mua­malah lebih
panjang. Tantangannya pun lebih sulit karena si­
tuasi selalu dapat berubah-ubah tergantung tem­
pat dan waktu. Jika kita telusuri, setelah ayat-ayat
berkenaan dengan akidah yang diturunkan adalah
ayat-ayat persoalan akhlak (ibadah ghairu mahdhah).
Terakhir barulah ayat-ayat tentang ibadah (ibadah
mahdhah).
Menurut seorang ustad, sesungguhnya muama­
lah diatur dengan ketat dalam Islam namun Allah
begitu “penuh penger­tian”. Ibadah muamalah bisa
menutup kewajiban ibadah mahdhah, misalnya fi­
dyah untuk yang tak mampu puasa. Sebaliknya,
ibadah sosial tak bisa diganti dengan ibadah mah­
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
54
dhah. Hutang tetap harus dibayar. Jika kita bersa­
lah ke­pada seseorang haruslah kita meminta maaf
kepadanya, bu­kan minta ampun ke Allah.
Saya selalu memimpikan khotbah Jumat khatib
yang mem­bakar semangat jemaah untuk kembali ke
tempat kerja sepu­lang dari masjid, bekerja sekeras-
kerasnya, sejujur-jujurnya, dan berprestasi setinggi-
tingginya. Saya memimpikan para khatib memberi
nasihat agar kita-kita, para umat ini, men­cintai
kerja; atau, sekurangnya, tidak merasa dilecehkan
dan dikucilkan apabila terlalu banyak bekerja men­
cari nafkah.
12
Karena Ibadah Mahdhah adalah
Tiang, Ibadah Ghairu Mahdhah adalah
Bangunannya
Keberhasilan ibadah mahdhah ditentukan oleh
bagaimana perilaku seseorang setelah menjalankan
ibadah tersebut. Seorang haji disebut mabrur bila
pengamalan agamanya lebih baik daripada sebe­
lum berangkat ke Mekkah—meski tak se­orang pun
mampu benar-benar memastikan ini. Sepulangnya,
ia mesti lebih bertaubat, istiqamah, dan lebih taat.
Naik haji menjadi titik tolak baginya untuk menuju
kebaikan. Perbuatan dan tingkah lakunya mesti le­
bih baik dari sebe­lum berhaji. Haji yang mabrur
H a k i k a t n y a I b a d a h 55
akan berakhlak dan berbudi pekerti luhur, sopan
dan santun, ucapannya baik, lemah lembut, dan
semakin banyak menebar manfaat. Kehadirannya
dituntut selalu positif, dibutuhkan, dan dinantikan.
Tambah mutawari, tambah zuhud, semakin hati-
hati, lebih menjaga halal-haram, serta yang hak-ba­
til. Jadi, saat turun dari pesawat di Cengkareng dari
Mekkah, belum dapat dinilai apakah haji seseorang
mabrur atau tidak.
Ketika Rasulullah SAW ditanya tanda-tanda haji
mabrur, beliau menjawabnya dengan dua hal, yakni
senang memberi makan orang miskin dan mene­
bar salam. Lihat, kedua hal ini adalah simbol ke­
pedulian dan kedamaian. Keduanya adalah ghairu
mahdhah.
Contoh berikutnya, untuk urusan salat. Bu­
kankah kita sering diingatkan para khatib: diri­
kanlah salat! Selain salat merupakan media
komunikasi antara sang Khalik dan hamba-Nya
dan media mengungkapkan rasa syukur, salat akan
menjauhkan kita dari hawa nafsu setan. Takbir,
rukuk, sujud, dan salam; sering disebutkan baru
sebatas menjalankan salat, belum menegakkan­
nya. Salat disebut tegak apabila si pelakunya lebih
disiplin dalam hidup sehari-hari, lebih menghar­
gai peraturan, lebih menjaga kebersihan, lebih ber­­
konsentrasi, dan lebih senang dengan kebersamaan.
Mengapa demikian? Ya, karena salat barulah latih­
an untuk menuju itu. Ustad di pengajian subuh,
mengutip seorang imam, me­ngatakan kekhusyukan
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
56
salat tidak ditentukan bagaimana perilaku selama
salat (dari takbir sampai salam), tapi bagai­mana
perilaku setelahnya. Nilai kekhusyukan menjadi
batal jika perilaku kehidupan kita tidak syariah.
Agar dapat disebut telah “mendirikan salat”
harus ada bukti aktual. Belum bisa disebut salat
jika bibir masih penuh ucapan kebohongan, me­
nipu, kasar, suka berkonflik, dan seterusnya. Pada
akhirnya yang kita tuju adalah dimensi sosial dari
salat. Inilah maksud surat Al-Ankabuut ayat 45:
“sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuat­
an-perbuatan keji dan mungkar.” Salat diakhiri
dengan salam. Ini meng­indikasikan bahwa setelah
melakukan komunikasi dengan Allah, selanjutnya ia
akan memproduksi kebaikan kepada se­sama manu­
sia. Sesuai janji “salam”-nya tadi, ia akan bertindak
santun dengan sahabatnya, tetangganya, dan siapa
pun juga; menghormati tamunya dengan penuh
perhatian, serta akan bertindak dan berta’aruf se­
cara santun dengan sesama manu­sia tanpa membe­
dakan golongan dan agama. Semakin baik salat,
semakin besar kiprah kehidupan sosialnya; lebih
saleh, senang menolong, berhati longgar, dan ber­
jiwa dermawan.
Demikian pula dengan syahadat. Kandungan
kalimat syahadat memuat persaksian, ikrar, sum­
pah, dan juga janji. Dengan mengucapkan kali­
mat syahadat, berarti kita wajib menegakkan dan
memperjuangkan apa yang kita ikrarkan, bersedia
menerima akibat dan risiko apa pun dalam meng­­
H a k i k a t n y a I b a d a h 57
amalkan sumpah tersebut, siap dan bertanggung
jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajar­
an Islam, serta berjanji se­tia untuk mendengar dan
taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah
Allah SWT.
Kawan, syahadat yang benar bukan bagaimana
ketepatan tajwid dan kekhusyukan saat melafal­
kannya, tapi bagaimana merealisasikan janji dan
ikrar tadi. Salat yang benar juga ti­dak semata soal
ketepatan bacaan dan kekhusyukan, tapi ba­gaimana
merealisasikan ketaatan dan kepatuhan tadi dalam
kehidupan sehari-hari. Haji yang mabrur juga tidak
terbatas pada bagaimana kelengkapan dan kekhu­
syukan selama di Mekkah, tapi bagaimana perilaku
setelah kembali dari baitul­lah. Ibarat handphone,
ibadah mahdhah adalah saat Anda men-charge bate­
rainya, tapi kegunaan utama handphone adalah saat
dipakai berbicara, mengirim SMS, dan seterusnya.
13
Karena Bekerja Keras
adalah Prinsip Hidup Muslim
Seorang muslim harus sungguh-sungguh dalam
bekerja dengan mengerahkan seluruh kemampuan
fisik, pikiran, dan hati. Ini untuk mengaktualisasi­
kan dirinya sebagai khalifah yang dituntut memim­
pin dunia. Janji sebagai umat terbaik tidaklah tereali­
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
58
sasi dengan sendirinya, tapi mesti diraih, di­kejar,
dan diupayakan. Bumi diciptakan sebagai tempat
mem­banting tulang, sedangkan manusia bekerja di
atasnya. “Dia telah menciptakan kamu dari bumi
(tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (Al-
Huud: 61) Pada hakikatnya, hanya dengan bekerja­
lah manusia dapat memanusiakan dirinya. Dalam
surat An-Najm ayat 39 disebutkan bahwa keberha­
silan dan kemajuan manusia di muka bumi ini ter­
gantung pada usahanya. Semakin keras ia bekerja
semakin banyak yang diperolehnya.
Bekerja keras dalam Islam adalah bekerja
dengan sung­guh-sungguh disertai dengan tawa­kal
kepada Allah SWT. Yang dimaksud di sini ada­
lah bekerja hingga kelelahan (Al-Ghaasyiyah: 3).
“Sesungguhnya, Allah ta’ala senang melihat ham­
ba-Nya bersusah-payah (kelelahan) dalam men­
cari rezeki yang halal.” Nabi berdoa: “Ya Allah!
Berikanlah keberkahan kepada umatku, pada usaha
yang dilakukan di pagi hari.”2
Cinta Rasulullah ke­
pada kerja keras ditunjukkan saat be­liau “mencium”
tangan Sa’ad bin Mu’adz si pekerja kasar. Bekerjalah
untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selama­nya
dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu
me­ninggal besok.
Rasulullah bersabda: “Allah mencintai setiap
mukmin yang bekerja untuk keluarganya dan tidak
menyukai mukmin pengangguran, baik untuk pe­
kerjaan dunia maupun akhirat.” Seorang sufi ber­
kata: “Ibadah ada 10: sembilan di an­taranya dalam
H a k i k a t n y a I b a d a h 59
mencari penghidupan (bekerja), dan satunya dalam
ritual.”3
Islam mendorong umatnya untuk berusaha men­
cari rezeki supaya kehidupan mereka menjadi lebih
baik dan menyenang­kan. Bumi, laut, dan langit ada
untuk dimanfaatkan secara halal. Sebagaimana fir­
man Allah dalam surat An-Naba ayat 10-11: “Dan
Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami
jadikan siang untuk penghidupan.” Malam hari
adalah untuk beristirahat dan mengumpulkan te­
naga, sedangkan siang hari untuk bekerja mencu­
rahkan tenaga. Aisyah pernah meriwayatkan bahwa
Rasulullah bersabda: “Hal-hal paling menyenang­
kan yang engkau nikmati adalah yang datang dari
hasil tanganmu sendiri, anak-anakmu berasal dari
apa yang engkau hasilkan.”4
Nabi juga bersabda:
“Berusaha mendapat­kan nafkah yang halal adalah
kewajiban di samping tugas-tugas lain yang telah
diwajibkan.”5
Ketika ditanya usaha apakah yang paling baik,
Rasul menjawab yaitu usaha seseorang dengan
tangannya sendiri dan semua jual-beli yang baik.”6
Rasul melengkapinya dengan mengatakan: “Peda­
gang yang amanah dan benar akan ber­sama dengan
para syuhada di hari kiamat nanti.”7
T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l
60
14
Karena Ibadah Pertama yang Dikenal
di Dunia ini Mestilah Dicapai dengan
Bekerja Keras
Salah satu pelajaran pertama bentuk ibadah yang
diberi­kan Nabi Adam kepada anak-anaknya adalah
mempersem­bahkan kurban. Dan untuk itu ia harus
berusaha keras mem­berikan kurban yang terbaik.
Qabil memilih bekerja sebagai petani dan Habil
sebagai peternak. Akhirnya, karena kurban Habil
dinilai lebih baik maka kurbannya diterima, dan
ia dikawinkan dengan Iqlima yang diperebutkan.
Kurban Habil diterima karena ia memberi domba
yang paling gemuk, bagus, dan paling kuat; tetapi
tidak demikian dengan Qabil.
15
Karena Ibadah adalah
Inti Ajaran Islam
Pada hakikatnya, setiap kerja yang diridai oleh
Allah dan disertai dengan niat baik adalah ibadah.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa be­
kerja untuk anak-istrinya melalui jalan yang halal,
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah
Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah

More Related Content

Similar to Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah

Abundance vs hustle culture
Abundance vs hustle cultureAbundance vs hustle culture
Abundance vs hustle cultureEddy Iskandar
 
Pengembangan karakter
Pengembangan karakterPengembangan karakter
Pengembangan karakteryudishyhab
 
Documents.tips buku panduan-aktiviti-pendidikan-islam-pra-sekolah
Documents.tips buku panduan-aktiviti-pendidikan-islam-pra-sekolahDocuments.tips buku panduan-aktiviti-pendidikan-islam-pra-sekolah
Documents.tips buku panduan-aktiviti-pendidikan-islam-pra-sekolahAhmad Awang
 
Etos Kerja disarika dari Buku Etos Kerja
Etos Kerja disarika dari Buku Etos KerjaEtos Kerja disarika dari Buku Etos Kerja
Etos Kerja disarika dari Buku Etos Kerjapayrollyadika
 
Materi DAD-Manajemen Diri.pdf
Materi DAD-Manajemen Diri.pdfMateri DAD-Manajemen Diri.pdf
Materi DAD-Manajemen Diri.pdfRosyidaRosyida4
 
1991311.ppt
1991311.ppt1991311.ppt
1991311.pptSolin123
 
Refleksi dan Tadarus Fathul Qulub I-M_ Wiharto.pdf
Refleksi dan Tadarus Fathul Qulub I-M_ Wiharto.pdfRefleksi dan Tadarus Fathul Qulub I-M_ Wiharto.pdf
Refleksi dan Tadarus Fathul Qulub I-M_ Wiharto.pdfYanaSangPencerah
 
Etos Kerja dalam Islam
Etos Kerja dalam IslamEtos Kerja dalam Islam
Etos Kerja dalam Islam21 Memento
 
Ceramah Subuh Motivasi Menciptakan Amal Unggulan
Ceramah Subuh Motivasi Menciptakan Amal UnggulanCeramah Subuh Motivasi Menciptakan Amal Unggulan
Ceramah Subuh Motivasi Menciptakan Amal UnggulanAmir Fauzi
 
Kembali kepada fitrah
Kembali kepada fitrahKembali kepada fitrah
Kembali kepada fitrahamyprahesti
 
Organisasi.ppt
Organisasi.pptOrganisasi.ppt
Organisasi.pptNankHamid
 
Pendais kelas 10
Pendais kelas 10Pendais kelas 10
Pendais kelas 10aulia gaus
 
buku agama kurikulum 2013
buku agama kurikulum 2013buku agama kurikulum 2013
buku agama kurikulum 2013Dea Aulia
 

Similar to Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah (20)

Abundance vs hustle culture
Abundance vs hustle cultureAbundance vs hustle culture
Abundance vs hustle culture
 
Pengembangan karakter
Pengembangan karakterPengembangan karakter
Pengembangan karakter
 
Documents.tips buku panduan-aktiviti-pendidikan-islam-pra-sekolah
Documents.tips buku panduan-aktiviti-pendidikan-islam-pra-sekolahDocuments.tips buku panduan-aktiviti-pendidikan-islam-pra-sekolah
Documents.tips buku panduan-aktiviti-pendidikan-islam-pra-sekolah
 
Etos Kerja disarika dari Buku Etos Kerja
Etos Kerja disarika dari Buku Etos KerjaEtos Kerja disarika dari Buku Etos Kerja
Etos Kerja disarika dari Buku Etos Kerja
 
Mozaik 2010 06
Mozaik 2010 06Mozaik 2010 06
Mozaik 2010 06
 
Materi DAD-Manajemen Diri.pdf
Materi DAD-Manajemen Diri.pdfMateri DAD-Manajemen Diri.pdf
Materi DAD-Manajemen Diri.pdf
 
pai 8.pptx
pai 8.pptxpai 8.pptx
pai 8.pptx
 
1991311.ppt
1991311.ppt1991311.ppt
1991311.ppt
 
Refleksi dan Tadarus Fathul Qulub I-M_ Wiharto.pdf
Refleksi dan Tadarus Fathul Qulub I-M_ Wiharto.pdfRefleksi dan Tadarus Fathul Qulub I-M_ Wiharto.pdf
Refleksi dan Tadarus Fathul Qulub I-M_ Wiharto.pdf
 
Never give up
Never give upNever give up
Never give up
 
Etos Kerja dalam Islam
Etos Kerja dalam IslamEtos Kerja dalam Islam
Etos Kerja dalam Islam
 
Shalat kyusu
Shalat kyusuShalat kyusu
Shalat kyusu
 
Bot sri martini ksa
Bot sri martini ksaBot sri martini ksa
Bot sri martini ksa
 
Ceramah Subuh Motivasi Menciptakan Amal Unggulan
Ceramah Subuh Motivasi Menciptakan Amal UnggulanCeramah Subuh Motivasi Menciptakan Amal Unggulan
Ceramah Subuh Motivasi Menciptakan Amal Unggulan
 
Kembali kepada fitrah
Kembali kepada fitrahKembali kepada fitrah
Kembali kepada fitrah
 
Blc ppih final
Blc ppih finalBlc ppih final
Blc ppih final
 
Ceramah ramadhan (yuti)
Ceramah ramadhan (yuti)Ceramah ramadhan (yuti)
Ceramah ramadhan (yuti)
 
Organisasi.ppt
Organisasi.pptOrganisasi.ppt
Organisasi.ppt
 
Pendais kelas 10
Pendais kelas 10Pendais kelas 10
Pendais kelas 10
 
buku agama kurikulum 2013
buku agama kurikulum 2013buku agama kurikulum 2013
buku agama kurikulum 2013
 

More from Syahyuti Si-Buyuang

My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat airMy lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat airSyahyuti Si-Buyuang
 
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpointLukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpointSyahyuti Si-Buyuang
 
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...Syahyuti Si-Buyuang
 
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...Syahyuti Si-Buyuang
 
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdfBuku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdfSyahyuti Si-Buyuang
 
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptxGOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptxPKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptxRancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptxKPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptxMBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptxPendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptxRCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).pptFamily farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).pptSyahyuti Si-Buyuang
 
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptxPoint-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)Syahyuti Si-Buyuang
 
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptxBumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptxSyahyuti Si-Buyuang
 
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptxSyahyuti Si-Buyuang
 

More from Syahyuti Si-Buyuang (20)

My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat airMy lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
My lukisan.pptx ballpoint, cat akrilik, cat air
 
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpointLukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
Lukisan-lukisan AYAH.pptx cat air cat minyak pensil ballpoint
 
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
Buku 6 - disertasi Syahyuti Final (yuti).pdf UNIVERSITAS INDONESIA PENGORGANI...
 
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
Buku 4 - mau ini apa itu (yuti).pdf BUKU: Mau INI apa ITU? “Komparasi Konsep,...
 
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdfBuku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
Buku 00 - draft BERTANI ISLAMI - (23 April 2020).pdf
 
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptxGOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
GOOD JOURNAL guideline panduan penulisan proposal dan jurnal .pptx
 
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptxPKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi  (YUTI) .pptx
PKPM Plgkaraya - Bumdes Koperasi (YUTI) .pptx
 
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptxRancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
Rancangan korporasi petani Sulut - 29 Sept 2023 (yuti).pptx
 
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptxKPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
KPPN - penyuluhan ke depan - 20 Okt 2023 (yuti) .pptx
 
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptxMBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
MBBM Bumdes UMKM Bangka (YUTI) .pptx
 
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Biereun (YUTI) .pptx
 
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptxPKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
PKPM Bumdes Takengon (YUTI) .pptx
 
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptxPendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
Pendampingan untuk petani (yuti) 25 Okt 2023.pptx
 
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptxRCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
RCS8 - aktor sawit nasional YUTI .pptx
 
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).pptFamily farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
Family farming KNPK - 17 Mei 2023 (yuti).ppt
 
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptxPoint-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
Point-point POLICY BRIEF (yuti).pptx
 
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
Buku Pertanian Dunia 2020 (Syahyuti dkk IPB Press 2021)
 
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptxBumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
Bumdes - Tasikmalaya 29 Nov 2022 (yuti) - file 01.pptx
 
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 15 - 28 Nov 2022 (yuti).pptx
 
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptxKuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
Kuliah DASNYUL 14 - 21 Nov 2022 (yuti).pptx
 

Buku 7 - Tangan2 dicium RASUL (yuti).pdf Pada intinya, buku ini saya tulis untuk memberikan keseimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah

  • 1.
  • 2. “Tanpa berpretensi sebagai ulama, melalui contoh- contoh dalam kehidupan sehari-hari, dan dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti, penu­ lis berhasil menjelaskan betapa ajaran Islam sangat menghargai kerja keras.” E r f a n M a r y o n o , P e n e l i t i S E NIOR d i L P 3 E S J a k a r ta “Buku ini memberikan begitu banyak inspirasi un­ tuk melakukan perubahan. Sikap yang salah dalam memahami etos kerja seorang muslim pun tercerah­ kan sesudah kita dapat ‘memaknai bekerja keras dan disiplin’ sebagai bagian dari ibadah wajib ke­ pada Allah SWT.” D r s . Y ay at S u p r i at n a , M S P. P e n g a m at P e r k o ta a n , d o se n J u r u s a n Te k n i k P l a n o l o g i T r i s a k t i , J a k a r ta
  • 3. “Dengan menggunakan bahan bacaan yang kaya dari berbagai perspektif, buku ini berupaya me­ nyeimbangkan pemahaman kita yang selama ini timpang tentang Islam. Diungkapkan secara jelas dalam buku ini betapa kita perlu memosisikan dunia dan kerja keras secara lebih tepat, karena dengan itulah keindahan dan kesempurnaan Islam bisa terwujud. Satu hal lagi, buku ini terbukti da­ pat dibaca semua orang, termasuk anak saya yang masih remaja.” Ne n g K u r n i a s i h G u r u S M P N I N a n S a b a r i s K a b u p at e n P a d a n g P a r i a m a n “Sangat menarik membaca sudut pandang seorang sosiolog mengupas secara cerdas aspek religius dari kerja keras.” D r . E r i z a l J a m a l A h l i P e n e l i t i U ta m a P u s at A n a l i s i s S o s i a l E k o n o m i d a n Ke b i j a k a n P e r ta n i a n , B o g o r
  • 5.
  • 6. Tangan-tangan yang Dicium Rasul S y a h y u t i P u s t a k a HIRA
  • 7. Tangan-tangan yang Dicium Rasul © Syahyuti Penyunting Ainin Dita Z. Penyelaras akhir Tim Pustaka Hira Desain sampul dan pewajah isi Tim Pustaka Hira PUSTAKA HIRA Depok, Jawa Barat Email: kepik_ungu@yahoo.com Cetakan pertama Oktober, 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang Syahyuti Tangan-tangan yang Dicium Rasul Depok, Pustaka Hira 2011 308 hlm.; 13 cm x 20,5 cm ISBN: 978-602-99973-0-9
  • 8. Daftar Isi Kata Pengantar Edisi Pertama xv Kata Pengantar Edisi Kedua xix Ucapan Terima Kasih xxiii I Pendahuluan: Indonesia, Muslim, dan Kita 1 II Makna Bekerja Keras 19 Karena Bekerja dan Bekerja Beras Beda 21 Karena Bekerja Keras Tidak Timbul Tanpa Etos 22 Karena Bekerja Keras Lahir dari Hati yang Bersyukur 26 Karena Bekerja Keras adalah Bekerja Lebih Lama 29 Karena Berlatih Keras termasuk Bekerja Keras 30 Karena Manusia Unggul Datang dari Kerja Keras 33 1. 2. 3. 4. 5. 6.
  • 9. viii Karena Ketaatan Hati Mensyaratkan Ketaatan Fisik 35 Karena Bekerja Keras adalah Kerja yang “Lebih” 37 Bekerja Keras adalah Bekerja secara Kreatif dan Gigih 40 Karena Bekerja Keras adalah Bekerja di Dunia yang Riil 43 Karena Kerja Keras Datang dari Cinta 46 III Bekerja adalah Hakikatnya Ibadah 51 Karena Ibadah Mahdhah adalah Tiang, Ibadah Ghairu Mahdhah adalah Bangunannya 54 Karena Bekerja Keras adalah Prinsip Hidup Muslim 57 Karena Ibadah Pertama yang Dikenal di Dunia ini Mestilah Dicapai dengan Bekerja Keras 60 Karena Ibadah adalah Inti Ajaran Islam 60 Karena Beriman pun Bermakna Melakukan 61 Karena Takwa Diindikasikan Pula oleh Kualitas Bermuamalah 63 Karena Bekerja juga Tergolong Berjihad 68 Karena Mencontohkan dengan Praktik adalah Nasihat yang Lebih Efektif dibanding Bicara 70 Karena Ada Siang dan Ada Malam 72 Karena Dunia adalah Jembatan untuk ke Akhirat 73 Karena “Ibadah Akhirat” Sesungguhnya Juga untuk Dunia 75 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
  • 10. ix Karena Salat adalah Bekal untuk Menjalankan Kehidupan di Dunia 77 Karena Wudhu akan Membuat Kita lebih Sehat 81 Seluruh Gerakan Salat Diciptakan Allah agar Kita Memperoleh Kesehatan 82 Karena Puasa Bukanlah Siksaan, Namun Jalan untuk Menuju Sehat 88 Membaca Al-Quran akan Melahirkan Jiwa yang Tenang, Damai, dan Tenteram 91 Karena Bekerja akan Menghapus Dosa-Dosa 93 Karena Pekerja Keras akan Bertemu Allah dengan Wajah Berseri-seri 94 Karena Bekerja akan Memudahkan Terkabulnya Doa 94 Karena Bekerja Mendatangkan Pahala 95 Karena Tawakal hanya Boleh setelah Berusaha Sekerasnya 96 Karena Taubat tak Cukup di Lidah Saja 96 Dengan Bekerja Kita Bisa Dicintai Allah SWT 97 Dengan Bekerja Kita dapat Terhindar dari Azab Neraka 98 Karena Muslim Harus Melaksanakan Fungsi Kekhalifahannya dengan Sebaik-baiknya 99 Dunia adalah Ladang untuk Akhirat 100 Karena Dunia Harus Kita Kuasai, Sebelum Dunia yang Menguasai Kita 101 IV Para Rasul pun Bekerja 109 Karena Rasul pun Bekerja untuk Hidupnya 111 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
  • 11. Karena Rasul Bekerja untuk Kehidupan Keluarganya 114 Karena Keluarga Nabi pun Bekerja 115 Karena Rasul Harus Bekerja Keras dalam Mengurus Umat 116 Karena Mengurus Umat Tidak Mendapat Upah 117 Karena Para Pionir Penyebar Islam ke Nusantara adalah Pedagang-pedagang Ulung 119 Karena Para Wali pun Mengajarkan Bercocok Tanam dan Berketerampilan 125 V Kerja Keraslah yang Menggerakkan Dunia 131 Karena Kerja Keras adalah Mata Uang Universal 133 Karena Kerja Keras Lebih Utama daripada Sumber Daya Alam 136 Karena Kerja Keras adalah Modal Peradaban 138 Karena Kerja Keras Terbukti Lebih Utama dari Pendidikan Formal 143 Karena Kerja Keraslah yang Membentuk Nasib 145 Karena Hanya dengan Bekerja Keras Kita Dapat Mendahului yang Lain 149 Karena Kerja Keras dan Kesuksesan Tidak Mengenal Usia 151 Karena Inti Kehidupan adalah Gerak, dan Inti Ibadah Juga Gerak 153 Karena Para Ilmuwan Islam adalah Peletak Dasar-Dasar Ilmu Modern 159 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54.
  • 12. xi Karena Ilmuwan Muslim telah Menunjukkan bahwa Berkarya Nyata adalah Amal yang Sejati 163 Karena Ilmuwan Muslim Telah Membukakan Mata dan Pikiran Kita Bahwa Semua Ilmu adalah Ilmu Allah 170 Karena Amal Terwujud bila Dipraktikkan, Bukan Dihafalkan Belaka 172 VI Bekerja Sesuatu yang Fitrah dan Amanah 179 Karena Geraklah Inti Kehidupan di Dunia 181 Karena Agar Sehat, Manusia Harus Menggerakkan Badan dan Pikirannya 188 Bekerja adalah Fitrah Manusia Dihadirkan ke Dunia 192 Karena Allah Ingin Kita Bangga dengan Diri Kita Sendiri 193 Karena Makan dari Hasil Sendiri Sangatlah Terhormat 194 Karena Allah Memerintahkan Kita dengan Sangat Jelas 194 Karena Islam Mencela Orang-orang yang Suka Meminta-Minta 196 Karena Allah Adil pada Kita 198 Karena Allah SWT Sangat Cinta kepada Orang yang Bekerja 198 Karena Bekerja Keras Mengundang Rahmat Allah 200 Karena Kita Boleh Bahagia, dan untuk Bahagia Salah Satunya Dibutuhkan Harta 201 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68.
  • 13. xii Karena dengan Kerja Keras akan Melahirkan Sikap Tawadhu 202 Dengan Bekerja Manusia Menjadi Manusia 203 Karena Bekerja Menjadikan Kita Terhormat dan Mulia 205 Karena Semua Pekerjaan Baik adalah Terhormat 207 Bekerja Meningkatkan Martabat 208 Karena Perlu Upaya Tertentu agar Doa Terkabul 210 VII Kerja Lebih Bernilai Dibanding Harta 215 Karena Dengan Bekerja Kita Mendapatkan Harta, dan Berharta Bukanlah Aib 216 Karena Zuhud Tidak Berarti Meninggalkan Dunia 219 Karena Nilai Kerja Dapat Jadi Indikator Ekonomi 222 Karena Nilai Kerja Lebih Prioritas Dibanding Nilai Penguasaan Sumber Daya 223 Karena Jaminan Kerja Lebih Penting Dibandingkan Jaminan Tempat Tinggal 225 Karena Kita Dilarang Menelantarkan Sumber Daya Ekonomi 226 Karena Allah Menjadikan Bumi untuk Kita Usahakan 227 Kerja Merupakan Syarat untuk Dapat Menguasai Suatu Sumber Daya Ekonomi 228 Karena Miskin Bukanlah Karena Tidak Berharta, Tapi Karena Tidak Bekerja 229 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83.
  • 14. xiii Bekerja Dapat Menjadi Mas Kawin 234 Karena Bekerja Menjadi Petani dan Pedagang yang Jujur Sangat Dipuji Nabi 235 Ibadah Ritual dan Kesalehan Hidup Tidaklah Berbeda 237 Karena Kaya Merupakan Jalan untuk Beribadah Lebih Banyak 238 Agar Bisa Berzakat Kita Harus Berharta Cukup 241 Menjadi Saleh dan Takwa Tidak Selalu Harus dalam Papa, Melarat, dan Sengsara 242 Karena Menikmati Harta Sewajarnya Bukanlah Dosa 245 Karena Ilmu Lebih Utama daripada Harta 247 VIII Bekerja Keras Sungguh Indah dan Menyenangkan 253 Karena Kita Diperintahkan Serajin Lebah 255 Karena Kita Diperintahkan Seproduktif Lebah 257 Karena Bekerja Banyak Bukanlah Siksaan yang Harus Dihindari, Namun Menghasilkan Kesehatan 262 Perintah Bekerja Keras Bukan Bermaksud Memberatkan 265 Karena Kerja yang Ikhlas akan Mencapai Surga Dunia 267 Karena Ikhlas akan Mewujudkan Surga di Dunia 270 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97.
  • 15. xiv Karena Anda Bisa Menjadi Sufi Sekaligus Manajer yang Sukses Dalam Waktu Bersamaan 273 Bekerja Sajalah, Biarlah Allah yang Tetapkan Hasilnya 275 Karena Otot yang Aktif Lebih Menyehatkan 280 Karena Mimpi Tidak Terwujud dengan Sendirinya 283 Penutup 287 Biodata Penulis 291 98. 99. 100. 101.
  • 16. Kata Pengantar Edisi Pertama Saban Ramadhan datang kita sering mendapat leaflet berupa “daftar amalan di bulan Ramadhan”. Di dalamnya dipaparkan secara kronologis apa saja aktivitas yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim selama 24 jam. Dalam list tersebut tertulis mulai dari salat malam, dilanjutkan sahur, salat sunah sebelum subuh, menjawab adzan, salat subuh, dan seterusnya sampai salat tarawih, witir, dan tadarusan Al-Quran. Saya bertanya dalam hati, di mana waktu kita bekerja untuk mencari nafkah dalam daftar itu? Mengapa ti­dak pernah dimasuk­ kan aktivitas sehari-hari seperti berang­kat kerja, mencangkul, mengolah tanah, mengarit rumput, menyetir kendaraan, menangkap ikan, membaca, mengajar, belajar, menjahit, atau memasak? Apakah semua ini tidak penting, tidak perlu, atau malah jangan dikerjakan karena akan merusak puasa? Sekitar akhir 1990-an, saya melakukan peneliti­ an dengan mendatangi puluhan pesantren di Jawa. Saya ditugaskan mengevaluasi bagaimana pengelo­ laan dana bantuan untuk pengembangan ekono­ mi pondok yang telah diberikan oleh pemerintah. Ternyata hanya sebagian kecil yang berkembang untuk kegiatan ekonomi. Tampaknya akar perma­
  • 17. xvi salahannya terjadi karena lemahnya sense of business di pondok.1 Hanya seorang dari puluhan pengasuh pondok yang saya wawancara mengatakan visinya dengan tegas, “Saya tidak mau santri-san­tri saya setelah lulus nanti hanya bisa adzan dan jadi imam mesjid. Ia mesti pandai dan kuat berekonomi.” Dari bangku kuliah, saya terinspirasi bagaimana Max Weber misalnya, meskipun melalui riset yang tidak utuh, memberi cap yang negatif terhadap etos kerja muslim. Lemahnya peradaban muslim diang­ gap Weber sebagai dam­pak dari keterpakuan Islam terhadap teks agamanya. Dalam beberapa kesem­ patan saya pun menemukan betapa kaum muslim justru dipersepsikan banyak pihak sebagai “pema­ las” dan “jorok”. Benar-benar mengagetkan. Ironis sangat. Intinya, saya yakin ini berkaitan dengan “ker­ ja”. ������������������������������������������� Ada kekeliruan kita memandang kerja, makna kerja, dan etos kerja. Atas dasar itu, saya mencoba menggali bagaimana sesungguhnya hakikat bekerja dalam Islam. Selain itu saya mencoba mencari ja­ waban yang lebih rinci atas makna be­kerja dalam Islam, apa jenis pekerjaan yang diperbolehkan, apa ganjaran dan kenikmatan bagi orang yang bekerja, bagai­mana seharusnya muslim memandang kerja, bagaimana nabi dan para sahabat dalam menjalan­ kan hidupnya, serta lain-lain. Eksplorasi ini memak­ sa saya untuk juga mempelajari apa sesungguhnya dunia, apa makna harta, dan seterusnya. Ternyata begitu banyak hal menarik di seputar ini. Saya juga
  • 18. xvii belum pernah menemukan buku yang mengulas berbagai dimensi kerja dengan memuaskan. Dalam buku ini, saya akan membahas “kerja” dari berba­gai sisi. �������������������������������� Selain yang utama dari Al-Quran dan Al-Hadis, saya juga akan melihatnya dari sisi biologis, sosiologis, filosofis, kultural, dan lain-lain. Bukan maksud saya untuk memban­dingkan per­ spektif yang berbeda-beda ini. Saya cuma ingin memperlihatkan bahwa kearifan tentang kerja dan kerja keras ada di mana-mana. Dia ada pada ber­ bagai masyarakat, suku, agama, serta dari kalangan ilmuwan, sastrawan, atau orang biasa. Kerja adalah hal yang universal. Pada intinya, buku ini saya tulis untuk membe­ rikan ke­seimbangan pada pemahaman kita yang selama ini, menurut saya, kurang memperhatikan hal-hal sekitar ibadah ghairu mahdhah (ibadah di luar ritual), muamalah, ekonomi, dan du­nia. Buku ini bukan mengajarkan bagaimana menjadi pekerja keras, tetapi mengapa dan bagaimana mengembang­ kan kul­tur bekerja keras. Setelah saya telusuri, dengan kemampuan yang sangat terbatas ini, ter­ nyata begitu banyak ihwal-ihwal kerja yang selama ini kurang diungkap. Jikapun pernah disam­paikan, tampaknya belum terlalu dalam dan rinci. Seorang ustad mengungkapkan, perbandingan antara iba­dah mahdhah (ritual) dan ghairu mahdhah adalah 1:100. Yang saya tangkap, ini tentu bukan komparasi nilai­ nya; tapi kesu­litannya, tan­tangannya, dan tuntutan untuk mendapat perhatian kita.
  • 19. xviii Harapan saya, pembaca jadi tahu bahwa kerja dan kerja keras memanglah sebuah keniscayaan, sesuatu yang alamiah, dan fitrah. Kita di dunia ha­ nya sekali dan sesaat, namun akhirat tanpa batas. Maka itu, dunia ini tentu begitu ber­harga. Yang sesaat menentukan yang selamanya, tentu yang sesa­ at ini menjadi begitu penting. Saya juga mengun­ dang pembaca untuk berinisiatif memperdalam dan memperluas pemahamannya tentang kerja, karena apa yang saya susun jelas sangat sederhana, dan tentu banyak kekeliruannya. Saya menunggu mere­ ka yang memiliki kemampuan untuk memperkaya bidang ini. Demikian, terima kasih. Bogor, Desember 2010 Penulis *** Catatan Ak hir 1 Temuan penelitian ini telah dipublikasikan dalam: Syahyuti, “Pe­nelusuran Aspek Ekonomi pada Pondok Pesantren dan Peluang Peng­embangannya”, majalah Forum Agro Ekonomi Vol. 17, No. 2, Desember 1999.
  • 20. Kata Pengantar Edisi Kedua Sebagaimana telah disampaikan pada bagian pengantar edisi pertama, buku ini saya tulis dengan sedikit “memaksakan diri”. Saya mengangkat materi agama meskipun saya bukanlah da’i, ustad, apalagi kyai. Bekal yang saya miliki sesungguhnya tidak mengizinkan saya mengutip ayat dan hadis yang begitu suci. Namun, setelah disebarkan kepada ber­ bagai kalangan, tampaknya kebenaran yang diusung buku ini bisa diterima. Belum ada pihak yang me­ nyatakan adanya pemikiran yang ”sesat” yang akan membahayakan umat dalam buku ini. Inilah ke­ napa lalu buku ini diperbanyak. Pada edisi sebelumnya yang dicetak bulan Februari 2011, buku ini berjudul Islamic Miracle of Working Hard: 101 Motivasi Islami Bekerja Keras. Tanpa mengubah makna dan semangat yang diper­ juangkan, pada edisi kali ini judul direvisi menjadi: Tangan-Tangan yang Dicium Rasul: Nasehat Islami tentang Bekerja Keras. Judul ini kami pikir lebih mewakili dan rancak karena kejadian Rasulullah mencium tangan merupakan peristiwa yang sangat langka dan sangat bermakna. Menurut referensi se­ jauh ini, tidak banyak peristiwa Nabi Muhammad SAW mencium tangan umatnya.
  • 21. xx Pertama adalah tangan sahabat Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Saat kembali dari sebuah perjalan, Nabi berjumpa dengan Sa’ad, dan memperhatikan tangannya yang kasar, kering, dan kotor. Ketika disampaikan bahwa tangannya menjadi demikian karena bekerja keras mengolah tanah dan meng­ angkut air sepanjang hari, serta-merta Nabi men­ ciumnya. Sahabat lain bertanya, kenapa baginda Rasulullah SAW melakukannya. Rasulullah SAW pun menjelaskan, bahwa itulah tangan yang tidak akan disentuh oleh api neraka, pula tangan yang dicintai Allah SWT karena tangan itu digunakan untuk bekerja keras menghidupi keluarganya. Pada peristiwa lain, Rasulullah mengulurkan tangannya hendak menjabat tangan Mu’adz bin Jabal. Saat bersentuhan, beliau merasakan tangan itu begitu kasar. Beliau pun kemudian menanya­ kan penyebabnya, dan dijawab oleh Mu’adz bahwa kapalan di tangannya merupakan bekas kerja kerasnya. Rasul pun mencium tangan Mu’adz seraya bersabda, “tangan ini dicintai Allah dan Rasul-Nya, serta tidak akan disentuh api neraka”. Dua tangan ini dicium oleh Rasulullah SAW, manusia termulia, padahal tangan itu bukanlah milik seorang kaya, berpangkat, syeikh, kyai, atau guru; bukan pula tangan yang digunakan untuk menciptakan dan menulis ilmu atau mengangkat senjata. Ia hanyalah tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, buku- buku jarinya mengeras, kapalan, warnanya hitam, dan kotor karena dipakai mencangkul, mengang­kat,
  • 22. xxi memotong, dan menggenggam dengan kuat. Tangan itu demikian karena pemiliknya bekerja keras. Peristiwa terakhir adalah saat rasul mencium tangan putrinya sendiri: Fatimah Az-Zahra. Ini bu­ kan karena Fatimah adalah putri kesayangannya. Rasul melakukannya karena baru saja dilaporkan oleh sahabat yang kebetulan lewat di depan rumah Fatimah, betapa Fatimah telah bekerja sangat keras menggiling gandum di rumahnya untuk menyiap­ kan makanan bagi anak-anaknya yang terdengar menangis. Mencium tangan dalam berbagai kultur merupa­ kan bentuk penghormatan sehari-hari yang lumrah. Ini adalah simbol penghormatan kepada pihak yang diposisikan lebih tinggi. Perkara mencium tangan pada sebagian ulama dipandang sebagai sunah, mes­ kipun berjabat tangan merupakan anjuran yang lebih kuat. Mencium tangan adalah bentuk eks­ presi yang lebih emosional. Ada sebuah peristiwa di mana dua orang Yahudi mencium tangan dan kaki Rasulullah karena kekagumannya atas kerasulan Muhammad SAW. Di bagian ini, disampaikan terima kasih kepada penerbit yang dengan berani meluncurkan edisi ke­ dua ini. Mudah-mudahan buku ini bisa diterima pembaca, dan mampu menarik minat masyarakat untuk memperdalam tema ini lebih jauh. Bogor, September 2011 Penulis
  • 23.
  • 24. Ucapan Terima Kasih Alhamdullillah, segala syukur pada Allah SWT, yang telah memberi kesempatan dan kemam­ puan kepada kita semua sehingga buku ini sampai ke tangan pembaca. Untuk sampai ke tangan pem­ baca, buku ini telah melalui jalan yang lumayan panjang. Penulis membutuhkan waktu puluhan bu­ lan, mulai dari mengumpulkan bahan, menye­leksi, dan sampai kepada menyusunnya menjadi para­ graf-paragraf yang utuh. Di luar masalah teknis, hambatan yang sulit saya lalui adalah, “apa saya berhak menulis buku seperti ini?” Apa saya yang bukan ustad ini boleh menyitir hadis dan ayat-ayat Al-Quran tanpa bimbingan ulama? Namun demikian, selain penulis sendiri, ada banyak pi­hak-pihak yang telah terlibat memban­ tu terwujudnya buku ini. Pertama sekali saya me­ nyampaikan terima kasih kepada Mbak Ainin Dita Zulkarnain. Buku ini sampai ke pem­baca berkat bantuan Mbak Ainin beserta stafnya yang telah ber­­ sedia membantu penerbitannya. Di samping itu, saya juga menyampaikan terima kasih ke­pada te­ man-teman saya, Mas Saptana, Kang Supena, dan Ustad Ashari yang telah mau membaca dan mem­ beri be­berapa perbaikan terhadap naskah.
  • 25. xxiv Khusus kepada para pembaca yang budiman, penulis menyampaikan terima kasih yang setulus- tulusnya. Mudah-mudahan ilmu yang pembaca per­ oleh, jika ada, dapat menjadi amal saleh bagi kita semua.
  • 26. I P e n d a h u l u a n Indonesia, Muslim, dan Kita Muslim dan rakyat Indonesia adalah dua enti­ tas yang berbeda. Namun, di sini dan saat ini, kita mendapatkan ke­duanya seakan tak pernah lepas dari persoalan kerja. Di sini dan saat ini, kita me­ rasa ada yang salah dengan keduanya: mengapa kita begini? Atau, mengapa kita hanya mampu sejauh ini? Kita akan mencoba menerangkan keduanya da­lam satu helaan nafas. Apakah karena nilai-nilai keislaman? Karena kondisi geografis? Sosiologis? Atau kultural keindo­nesiaan kita? Dalam buku ini saya bertolak dari “kita” yang mencakup yang muslim dan juga yang Indonesia. Kemunduran dan keterpurukan muslim sudah jamak kita dengar. Ada baiknya kita mengutip Hussain Hali, seorang penyair muslim ketu­runan India (1837–1914). Menurutnya, peradaban Islam yang pernah jaya pada abad ke-8 itu akhirnya “tak memperoleh penghormatan dalam ilmu, tak me­ nonjol dalam kriya dan industri.” ���������������� Akhirnya, Islam
  • 27. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l hanya bisa memungut, meminjam, dan tak bisa lagi memperbaharui.1 Hal ini terjadi terutama di dunia Arab, yang pada satu sisi bangga telah jadi sum­ber dari sebuah agama yang menakjubkan, tapi di sisi lain terus-menerus menemukan kekalahan. “... Tiap benda yang kini hampir mutlak dipakai pada kehidupan sehari-hari … meru­pakan sebuah penghinaan yang tak diucapkan—tiap kulkas, tiap pesawat telepon, tiap colokan listrik, tiap obeng, apalagi produk teknologi tinggi.”2 Kita jadi begini mungkin lantaran ada yang sa­ lah dengan pemahaman kita.3 Abul A’la Maududi menuliskan ini dengan keras: “... kita adalah orang Islam namun berada dalam keadaan yang menyedih­ kan dan memalukan. Kita adalah muslim namun menjadi budak. Tidaklah mungkin bagi sese­orang yang mengakui firman Tuhan namun menderita dalam keadaan yang menyedihkan dan memalu­kan, hidup di bawah penjajahan, terikat dan terbeleng­ gu. Jika kita meya­kini bahwa Tuhan itu adil dan kepatuhan kepadanya tidak menyebabkan kita ber­ ada dalam keadaan yang memalukan, maka ada se­suatu yang salah dalam pengakuan kita sebagai muslim.” Kondisi umat muslim yang memprihatinkan saat ini di­akui pula oleh kalangan ilmuwan muslim sen­ diri. Menurut Harun Nasution,4 ada tiga periode penting dalam sejarah umat Islam. Pertama, periode klasik (650��������������������������������������� –�������������������������������������� 1250 M) yang ditandai dengan kreativi­ tas dan etos kerja tinggi; umat Islam unggul secara
  • 28. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta politik dan ekonomi, perdagangannya dengan Barat dan Cina terbilang maju, serta kalangan sahabat me­mandang dunia se­cara positif. Teologi yang ber­ kembang di era klasik ini adalah teologi sunatullah yang berdasar­kan hukum alam (natu­ral law). Kedua, periode tengah (1250����������������������������� –���������������������������� 1800 M) yang dicirikan oleh rendahnya etos kerja, berpandangan pesimis dan ne­ gatif terhadap dunia, serta berkembangnya sufisme Jabariyah dan teologi deterministis-fatalistis. Ketiga, periode modern (mulai 1800 M–sekarang) barulah timbul kesadaran tentang rapuh­nya Islam. Namun hingga sekarang, peradaban Islam belum pernah mencapai kegemilangan periode klasik lagi. Di dunia maya pun bertebaran tulisan bernada demikian. Berbagai berita negatif tentang masyara­ kat muslim bertabur­an. Sebagai contoh, salah satu portal menyebutkan Islam telah menjadi residu per­adaban, lekat dengan kemiskinan dan keterbela­ kangan, miskin karena kesalahan sendiri, Bank Dunia dan IMF prihatin terhadap kemiskinan umat muslim, ren­dahnya HDI muslim, korupnya dunia Islam, serta murtad demi setengah karung gandum.5 Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif, menyatakan bah­wa umat Islam perlu menyadari, klaim besar Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin masih jauh dari kenyataan, perintah dalam Surat Al-Anbiya ayat 107 belum dilaksanakan.6 Umat Islam mes­tinya “ce­ pat siuman” karena tantangan untuk mewujud­kan
  • 29. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l perintah ini masih sangat besar. Semestinya umat Islam bisa mendominasi peradaban dunia, dan lebih jauh, bisa menjadi payung bagi semua kalangan dan agama. Dialah pemimpin, dialah payung, dan dialah rahmat. Negara-negara dengan populasi muslim yang do­ minan dan tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dengan 57 anggota sebenarnya memi­ liki potensi sedemikian besar, karena menguasai tujuh puluh persen sumber energi dunia dan empat puluh persen ba­han ekspor. Namun, sebagian besar dari negara ini merupakan negara berkembang, bahkan beberapa terma­suk dalam golongan negara miskin. Hanya sembilan negara muslim di dunia termasuk dalam kelompok maju. Sementara, empat puluh persen populasi muslim dunia masih buta huruf dan hidup di ba­wah garis kemiskinan dengan penghasilan kurang dari satu dolar AS per hari. Kemiskinan, kesenjangan ekonomi, konflik, dan tindakan kekerasan akrab terlihat di wilayah mus­ lim.7 Kondisi ini di­perburuk dengan sikap negara- negara Islam yang cenderung menjaga jarak dengan sesamanya, egois, serta mementing­kan diri sendiri.8 Ini menjadikan negara muslim rapuh da­lam meng­ hadapi globalisasi dan hanya menjadi kelompok pinggiran.9 Sikap yang jauh dari gaya manajemen profesio­ nal bahkan bisa ditemui dalam badan organisasi Islam terbesar. Pada sebuah buku,10 ada sebuah foto yang menampilkan Presiden SBY duduk sendiri di­
  • 30. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta dampingi Menlu Hassan Wirajuda di ruang sidang OKI (Organisasi Konferensi Islam) di Senegal, Afrika. ����������������������������������������� Kursi lain di ruangan tersebut kosong me­ lompong. SBY datang paling awal sebelum pemim­ pin negara lain. Ini rupanya salah satu kebiasaan dalam rapat-rapat mereka. Jika benar bahwa ke­ biasaan tidak tepat waktu terjadi untuk pertemu­ an berskala internasional seperti ini, tentu sangat menyedihkan. Sosiolog Max Weber yang sangat terkenal de­ ngan buku­nya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, menilai bahwa Islam tidak menghasil­kan kapitalisme. Tidak ada asketisisme dalam Islam, dan kapitalisme telah digugurkan dari kandungan Islam.11 Cerita miring tentang masyarakat muslim juga kita dengar dari BB Harring, James L. Peacock, Rosemary Firth, dan Clive Kessler.12 Harring bah­ kan menye­but Islam sebagai pengganggu kultural (cultural intruder). Namun pendapat Weber dinilai tidak ilmiah. Kritik ini tidak hanya datang dari kalangan mus­ lim, bahkan dari ka­langan sosiolog sendiri. �������� Paparan Weber mengenai etika Islam tidaklah benar dan analisisnya dangkal. Salah satu sosiolog yang meng­ kritik Weber adalah Bryan S. Turner. Weber dinilai memperlakukan dan menafsirkan Islam sangat le­ mah secara faktual, tidak seperti ketika ia mengana­ lisis etika Protestan Kalvinisme. Kritik lain datang dari Huff dan Schluchter yang menilai pencarian Weber tentang Islam belumlah tuntas.13
  • 31. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l Nurcholish Madjid pun ikut mengkritik Weber.14 Ke­lemahan Weber, menurutnya, adalah karena ba­ han-bahan­ yang dikumpulkannya semata dari hasil karya pribadi para pejabat kolonial, peneliti sosial amatir, dan kaum Orientalis; bukan dari kalangan sosiolog. Data-datanya pun terbatas kepada kawa­ san Afrika Utara saja. Kritik ini pun didukung Marshall G.S. Hodgson, seorang ahli sejarah dunia dan per­adaban Islam, dalam bukunya The Venture of Islam.15 Jauh setelah karya Weber tersebut, muncul bebe­ rapa tu­lisan yang menyebut adanya “etika Protestan” di kalangan muslim. Misalnya, dari pengamatan di kalangan muslim Turki, ada yang menemukan kelompok pengusaha muslim sukses.16 Tulisan ini menyebutnya dengan kebangkitan karena adanya “Islam Kalvinis”. Bagaimana dengan Indonesia? S������������� atu hal yang menonjol: korupsi. Dalam satu buku yang me­ ngaitkan korupsi dengan agama ada tertulis “… di antara yang paling korup adalah Indonesia, Rusia, dan beberapa negara Amerika Latin dan Afrika. Korupsi paling rendah di Eropa bagian Utara dan persemakmuran Inggris yang Protestan, sementara negara-negara penganut Konghucu di tengah-te­ ngah.”17 Satu indikator yang sering menjadi acuan un­ tuk masalah korupsi adalah IPK (Indeks Persepsi Korupsi). Skala pering­kat IPK adalah antara 1–10. Semakin besar skor IPK suatu negara, semakin
  • 32. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta bersih negara tersebut dari tindak pidana korupsi. Lembaga Transparency International mengumum­ kan bahwa IPK Indonesia untuk tahun 2005 ada­ lah 2,2 dan menempati urutan 133 dari 146 negara. Tahun berikutnya (2006) menjadi 2,4 dan menem­ pati urutan 130 dari 163 ne­gara. Berikutnya lagi, IPK Indonesia naik dari 2,3 di tahun 2007 (urutan 143 dari 180 negara) menjadi 2,6 di tahun 2008 (pe­ ringkat 126 dari 180 negara). Tampak bahwa meski kondisinya mem­baik tapi masih layak disebut seba­ gai “negara terkorup di dunia”.18 Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indo­ nesia ta­hun 2004,19 nilai NHDR Indonesia ber­ ada pada peringkat 111 dari 175 negara. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index = HDI)20 meningkat dari 64,3 persen di tahun 1999 menjadi 66 persen di tahun 2002. Berdasarkan Human Development Report dari UNDP, HDI Indonesia tahun 2007/2008 menempati peringkat 107, dua peringkat di bawah Vietnam. Secara lebih rinci, nilai HDI Indonesia berada di posisi 107, ha­ rapan hidup nomor 100, untuk melek huruf le­bih bagus yaitu nomor 56, dan pendapatan per kapita nomor 113. Di sisi lain, menurut David McClelland, satu bangsa yang makmur mensyaratkan setidaknya dua persen dari warganya merupakan wirausaha. Pada tahun 2007, hanya 0,18 persen penduduk Indonesia yang memiliki berprofesi sebagai wi­rausaha. Artinya, jumlah ini tidak sampai sepersepuluh dari yang se­
  • 33. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l mestinya. Bandingkan dengan AS yang memiliki 11,5 persen dan Singapura 7,2 persen. Untuk gambaran orang Indonesia, bisa kita lihat pendapat Mochtar Lubis. Dari pidato kebudayaan pada 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki Jakarta yang lalu dibukukan da­lam Manusia Indonesia, ia menyebutkan beberapa ciri-ciri orang Indonesia yaitu munafik, tidak bertanggung­ jawab, feodal, per­ caya pada takhayul, dan lemah wataknya.21 Dalam hal kerja, disebutkan bahwa manusia Indonesia ti­ dak hemat atau boros, kurang suka bekerja keras kecuali terpaksa, dan cenderung bermalas-malasan akibat alam kita yang mu­rah hati. Sisi posi­tifnya adalah suka saling tolong, berhati lembut, suka da­ mai, punya rasa humor, dapat tertawa da­lam pen­ deritaan, senang berada dalam ikatan kekeluargaan, penyabar, cepat belajar, punya otak encer, serta mu­ dah dilatih keterampilannya. Antropolog Koentjaraningrat menyebut orang Indonesia memiliki mental suka menerabas. Budayawan lain menya­takan hal-hal serupa dengan menyebutkan bahwa bangsa Indonesia memiliki bu­ daya loyo, budaya instan, dan banyak lagi. Sukarno pun pernah mengingatkan ini dengan istilah yang lain, “jangan menjadi bangsa tempe”. Terakhir, ditam­bahkan Aa Gym, sering kali kita senang me­ lihat orang susah dan susah melihat orang senang. Dalam buku Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman Menuju Asimilasi Kultur, P. Hariyono menjelaskan, orang Jawa nyaris tidak memiliki motivasi kuat un­
  • 34. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta tuk bekerja; mereka bekerja hanya untuk menyam­ bung hidup dan lebih senang mengosongkan hidup untuk dunia akhirat kelak. Namun perlu diperhati­ kan, ������������������������������������ pernyataan ini sendiri tentu sangat debatable. Etos kerja manusia Indonesia modern memang perlu “di­curigai”. Seorang menteri yang mem­ bawahi bidang sumber daya manusia pernah me­ nyatakan, kita abai terhadap ni­lai moral dan budaya kerja sehingga para pemimpin dan apara­tur negara lemah dalam disiplin, etos kerja, dan produktivi­tas kerja.22 Di sisi lain, salah satu suku yang dipandang memi­liki etos ker­ja tinggi adalah etnis Bali. Orang Bali dianggap sangat meyakini pemahaman bahwa perbuatan dan kerja menda­tangkan karma. Mereka tidak mengutamakan hasil, karena kerja yang baik mendatangkan karma yang baik. Norma ini mem­ perlihatkan, seakan orang Bali tak ada yang pe­ malas.23 Tetapi semua pendapat ahli ini, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, masih terus diperdebatkan. Saya belum menemukan satu karya yang baik dan ilmiah tentang bagaimana sesungguhnya ma­ nusia Indonesia me­mandang kerja. Di antara buku yang saya baca, banyak yang hanya melihat keburuk­ an-keburukan belaka. Apakah benar demikian? Sebaliknya, sejarah jus­ tru me­nunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki prestasi yang patut dihargai dalam perjalanannya. Candi Borobudur pas­tilah terbangun karena adanya
  • 35. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 10 etos kerja yang bercirikan di­siplin, kooperatif, loyal, terampil, rasional, dan tekun. Luasnya pengaruh kerajaan-kerajaan seperti Majapahit, Samudra Pasai, Mataram, dan Demak, dengan berbagai pe­rangkat dan infrastruk­tur teknologi maupun sosial dalam pengelolaan kenegaraan­nya, juga mensyaratkan adanya suatu etos kerja yang pantas dihargai. Bagaimana sesungguhnya etos kerja umat mus­ lim dan Indonesia? Banyak kalangan, terang-te­ rangan atau tidak, mengakui bahwa etos kerja kita agak rendah. Sebagian men­jadikan fakta ini sebagai cambuk. Namun, ada sebagian lain yang memban­ tahnya. Kalangan Barat telah lama berang­gapan bahwa kita, bangsa Timur, berciri pemalas. Namun hal ini ditentang oleh Alatas.24 Menurutnya, tidak benar kita pemalas. Penduduk pribumi sengaja ber­ sikap malas karena situasi ciptaan kolonial yang tidak menguntungkan. Sifat malas ini hanyalah mi­ tos yang sengaja diciptakan dan dise­barkan penjajah di seluruh wilayah Eropa. Sayangnya, citra negatif ini termakan pula oleh elit lokal. Sampai se­karang mitos ini tampaknya masih hidup pula di kalangan kita sendiri.25 Kesadaran yang sudah membatu ini telah dibong­kar oleh seorang pascakolonialis, Edward Said, dengan teori orientalismenya. *** Penulisan buku ini bertujuan agar kerja dan be­ kerja ti­dak lagi dipandang sekadarnya. Kerja keras adalah inti ajar­an dan peradaban Islam. Jangan ma­
  • 36. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 11 las bekerja keras karena takut kaya, karena begitu banyak yang bisa dilakukan jika Anda kaya. Buku ini bukan trik bagaimana menjadi pekerja keras, tapi mengapa kita perlu kerja keras dan bagaimana membang­kitkan kultur kerja keras. Bagaimana mungkin menjadi rahmatan lil ‘ala­ min jika mengurus diri sendiri saja susah. Sampai saat ini kita selalu menjadi bangsa pengutang dan penerima bantuan. Kita se­mestinya tidak sekadar menanggalkan cap miskin ini, tapi juga membe­ ri dan membagi kekayaannya kepada pihak lain. Kita tidak semestinya dikuasai, tapi harus memim­ pin dan menjadi obor. Kita semestinya bukan lagi bangsa yang dija­jah, tapi harus menjadi pencerah peradaban. Sebuah hadis mengisahkan bahwa nanti di hari kiamat, darah syuhada dan tinta ulama (orang-orang berilmu) akan ditimbang. Mencengangkannya, tinta ulama lebih “berat” (lebih mulia) daripada darah syuhada.26 Al-Quran banyak memuliakan kalangan ulama, bahkan dibanding mereka yang berpredikat mukmin sekalipun. Penulisan buku ini juga dilan­ dasi oleh spirit tersebut. Penulis sangat menyadari, sebagai orang yang sangat awam di bidang agama, bukan ustad, da’i, ataupun peng­khotbah, bahkan belum pernah nyan­ tri, saya tidak akan banyak menganalisis, merumus­ kan, apalagi menemukan hal baru. Saya semata- mata hanya mengumpulkan, menuliskan ulang,
  • 37. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 12 dan menata berbagai materi yang telah ada sesuai topik-topiknya. Saya tidak banyak memberi penilaian, penda­ pat, dan se­macamnya. Saya lebih banyak memapar­ kan saja—memapar­kan fakta-fakta dan pendapat- pendapat orang lain. Pembaca akan menyimpulkan, menganalisis, serta menilainya sendiri. Bahkan jika diragukan, silakan telusuri sendiri kebenaran­nya, tidak usah tanya saya. Sebagian besar bahan saya ambil dari ratusan blog di internet, namun sebagian saya telusuri dari sumber aslinya, terutama untuk kutipan ayat suci dan hadis. Mohon dicatat, belum semua hadis bisa saya telusuri di sini. Saya sadar betul, yang baik dan benar selalu datangnya dari Allah; sementara yang salah, keliru, dan buruk pas­ tilah dari saya sendiri. Agar memudahkan pemahaman, materi ini saya kemas dalam bentuk 101 poin. Selain lebih mudah menuliskannya, tipe penulisan seperti ini juga di­ harapkan mempermudah untuk dibaca dan tidak membosankan. Narasi dikemas secara ringkas dan padat, serta mudah-mudahan tidak kelihatan sok tahu dan sok menggurui. Angka “101” dipilih untuk memberi kesan bahwa sesungguhnya alasan-alas­an untuk bekerja keras tidak terbatas. Bukankah ada ungkapan, selalu ada “1001 alasan” untuk dicari- cari? ***
  • 38. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 13 Masing-masing poin dalam buku ini menje­ laskan pen­tingnya bekerja keras. Sebagian diung­ kapkan secara lang­sung, dan sebagian secara lebih halus. Mengingat tidak banyak orang yang senang membaca buku dari halaman ke halaman, bentuk penulisan ini memudahkan seseorang untuk memu­ lai pem­bacaan dari halaman mana pun. Setelah pendahuluan, Bab II akan berisi apa se­ benarnya makna kerja keras. Bagian berikutnya, Bab III, merupakan bab yang penting di mana pe­ nulis ingin menyampaikan betapa bekerja adalah ibadah yang utama. Selama ini, tam­paknya, bekerja secara riil di dunia sering dinilai lebih ren­dah alih- alih ibadah yang lain, bahkan sebagian ada yang cenderung menghindari. Untuk memperkuat argumen, dalam Bab IV saya mema­parkan bagaimana nabi, keluarga nabi, bahkan wali, penyebar agama yang masuk ke Indonesia, serta para pengkhotbah semua bekerja. Mereka tidak menabukan kerja. Dan selain ilmu agama, mereka juga mengajarkan berbagai keahlian dan keterampilan berekonomi kepada umat. Bab V menyampaikan bahwa kita perlu menga­ kui, kerja keraslah yang telah menggerakkan dunia ini. Warga dunia memperoleh berbagai kemudahan karena peran mereka yang telah bekerja keras. Bab ini dilanjutkan dengan fakta bahwa sesungguhnya “kerja” adalah fitrah semua makhluk di dunia, bah­ kan untuk benda-benda yang kita sebut sebagai benda mati sekalipun.
  • 39. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 14 Pada dua bab terakhir, Bab VII dan VIII, disam­ paikan bahwa bekerja lebih bernilai dari sekadar harta; bekerja keras merupakan sesuatu yang indah, membahagiakan, dan menye­nangkan. Dengan be­ kerja kita berharta, dan dari harta kita bisa berbuat kebajikan yang sangat banyak. Agama tidak mela­ rang kita kaya, asalkan sumber dan penggunaannya sesuai tuntunan. Di akhir buku ini, saya ingin pembaca mem­ peroleh pesan bahwa muslim haruslah memimpin dunia. Islam dan umat muslim mestilah menjadi pemimpin dalam segala dimensi. Langkah awal un­ tuk itu, umat muslim janganlah takut atau setengah hati dalam menjalankan hidup di dunia ini. Dunia yang sangat pendek ini, dibandingkan akhirat, sangatlah berarti. Waktu kita di dunia ini begitu terbatas, tapi ia men­jadi penentu bagaimana nasib kita di akhirat yang waktunya tak berujung. *** Catatan Ak hir 1 “Si Buntung”, Catatan Pinggir Goenawan Muhammad, majalah Tempo edisi 3 Agustus 2009. 2 Ungkapan Enzensberger dalam “Si Buntung”, ibid. 3 Pengantar Khurram Murad dalam Abul A’la Maududi, Menjadi Muslim Sejati, Jakarta: Mitra Pustaka, 1985, hal 29-30. 4 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1994. 5 http://indonesia.faithfreedom.org/forum/islam-dan-kemiskinan- t19885/ 6 Arif Nur Kholis, “Buya Syafi’i: Umat Islam Belum Rahmatan Lil Alamin”, http://www.muhammadiyah.or.id/..., 17 Juli 2007.
  • 40. I n d o n es i a , M u s l i m , d a n K i ta 15 7 Rangkuman diskusi panel sejumlah ulama dan pemikir Islam dari So­malia, Filipina, Indonesia, Suriah, dan Iran pada Interna­ tional Conference of Islamic Scholars (ICIS) Ke-3, Juli 2008, di Jakarta. 8 Dr. Ali Mahmud Hassan, ulama Somalia, ulama terkemuka Iran, Ayatollah Ali Taskhiri pada acara International Conference of Islamic Scholars (ICIS) Ke-3, Kamis (31/7), di Jakarta. 9 Presiden Yudhoyono pada Seminar Internasional Ketiga Cen­ dekiawan Muslim (ICIS) di Hotel Borobudur, Jakarta, Juli 2008. http://www.antara.co.id/... 10 Dino Patti Djalal, Harus Bisa! Seni Kepemimpinan a’la. SBY, Jakarta: Red White Publishing, 2008. 11 “Max Weber vs Islam”, http://forum.upi.edu/... dan http:// mahardhikazi­fana.com/..., 21 Januari 2000. 12 Ahmad As Shouwy dkk. (13 penulis), Mukjizat Al-Quran dan As-Sunnah tentang Iptek, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Hal 304. Penelitian ini menyelidiki perilaku dan sikap agama dari ma­ syarakat yang diteliti, kondisi dan pengaruh atau akibat dari tipe perilaku sosial, tapi tidak memperhatikan ajaran agama dari ma­ syarakat tersebut. Kesimpulannya: Islam menerima semangat he­ donistik, orientasi terhadap perempuan, kepemilikan, kemewahan, dan kekuasaan. 13 T.E. Huff dan W. Schluchter, Weber and Islam, New Brunswick, NJ: Transaction Publisher, 1999. 14 Nurcholish Madjid, “Dendam Lelaki Tanpa Seks”, resensi ter­ hadap buku Sosiologi Islam karya Bryan S. Turner dalam majalah Tempo edisi 22 Juni 1985. 15 Ibid. Dapat dilihat juga resensi Ephraim Fischoff atas buku Weber and Islam: A Critical Study oleh Bryan S. Turner, London and Boston: Rout­ledge and Kegan Paul, 1974; dan tulisan Syed Anwar Husain, Max Webers, Sociology of Islam: A Critique, http://www. bangladeshsociology.org/... 16 Dan Bilefsky, “Protestant Work Ethic in Muslim Turkey: As Central Anatolia Booms, Opinions Differ on The Role of Islam in Business”, Herald Tribune, 15 Agustus 2006. 17 Samuel P. Huntington dan Lawrence E. Harrison, Culture Matters: How Values Shape Progress, New York: Basic Books, 2000.
  • 41. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 16 18 Nilai IPK ini didasarkan persepsi pelaku bisnis setempat. Sur­ vei ini juga mengukur tingkat kecenderungan terjadinya suap di berbagai institusi publik di Indonesia yang ditampilkan dalam in­ deks suap. Khusus tahun 2008, total sampel dari survei ini adalah 3841 responden yang berasal dari pelaku bisnis (2371 responden), tokoh masyarakat (396 responden), dan pejabat publik (1074). 19 Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (The National Hu­man Development Report = NHDR) tahun 2004, “Ekonomi dan Demokrasi: Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia”, 20 Juli 2004, Kerja sama BPS, Bappenas, dan UNDP. 20 HDI diciptakan oleh Dr. Mahbub ul-Ha, dalam upaya mem­ perbesar pilihan-pilihan manusia di semua bidang kehidupan. HDI sangat economic tools, sangat fisikal, dan terlalu mereduksi. Hak atas pangan misalnya direduksi menjadi “konsumsi” dan “daya beli” belaka. 21 Ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis, http://blogbe­ rita.net/..., 27 April 2008. 22 Feisal Tamin (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara), “Transformasi Budaya Kerja Aparatur Negara”, http://www.sinar­ harapan.co.id/... 23 Adi Blue, “Di Tengah Merebaknya Pengangguran, Benarkah Etos Kerja Orang Bali Menurun?” harian Bali Post, http://www. iloveblue.com/... 24 Syed Hussein Alatas, Mitos Pribumi Malas: Citra Orang Jawa, Melayu dan Filipina dalam Kapitalisme Kolonial, Edisi 1, Jakarta: LP3ES, 1988. 25 Selo Soemardjan, “Mencegah Timbulnya Mitos Baru”, http:// majalah.tempointeraktif.com/... 26 Husein Ja’far Al-Hadar, “Mengembangkan Islam ‘Tinta’”, ha­ rian Republika, Jumat, 22 Januari 2010. Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Mar­habi.
  • 42. ”Sebuah hadis mengisahkan bahwa nanti di hari kiamat, darah syuhada dan tinta ulama (orang-orang berilmu) akan ditimbang. Men­ cengangkannya, tinta ulama lebih ‘berat’ (lebih mulia) daripada darah syuhada.”
  • 43. ”Islam dan umat muslim mestilah menjadi pemimpin dalam segala dimensi. Langkah awal un­tuk itu, umat muslim janganlah takut atau setengah hati dalam menjalankan hidup di dunia ini. Dunia yang sangat pendek ini, dibandingkan akhirat, sangatlah berarti. Waktu kita di dunia ini begitu terbatas, tapi ia men­jadi penentu bagaimana nasib kita di akhirat yang waktunya tak berujung.” S y a h y u t i
  • 44. I I Makna Bekerja Keras Kerja adalah hakikat hidup di dalam dunia ini. Dunia berjalan karena semua makhluk, hidup dan mati, berfungsi sebagaimana fitrahnya. Fitrah terse­ but ialah kerja. Ada gerak fisik dalam arti sesung­ guhnya dalam kerja. Sebagai manusia, kita memberi satu label kualitas pada kerja kita, yaitu “kerja ke­ ras”. Ini bukan pilihan, namun keniscayaan. Untuk ber­tahan hidup, individu dan masyarakat perlu be­ kerja keras, tidak “sekadar kerja”. Bekerja keras adalah bekerja secara fisik dan pe­ mikiran, serta mengorbankan hal-hal materiil dan nonmateriil sampai tak ada lagi yang bisa dikor­ bankan. Pekerja keras memiliki niat yang kuat, be­ kerja secara cerdas, penuh konsentrasi, dan menepis kesenangan pribadi. Dari sisi fisik, bekerja keras ada­ lah bekerja sampai menabrak batas kemampuan fi­ sik. Dalam hal waktu, memanfaatkan semua waktu yang terse­dia, dengan menggunakan prinsip seefi­ sien mungkin. Orang yang bekerja keras hatinya penuh semangat, serta gemar dan rindu pada hasil
  • 45. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 20 kerja yang membawa manfaat luas. Mereka senang ber­sosialisasi dan berjamaah, mengoptimalkan ke­ nalan, jaringan, teman, keluarga, dan seterusnya. Hasil yang diperoleh bukan untuk kesenangan, tapi untuk sesuatu yang lebih produktif. Secara sederhana, siapa itu “pekerja keras” dapat dilihat dari bunyi iklan lowongan kerja ini: “meng­ undang Anda, para kandidat yang memiliki ketang­ guhan mental, sema­ngat juang, berdedikasi tinggi, serta mengutamakan kualitas, efisiensi, dan efektvi­ tas dalam bekerja”. Dalam iklan lain tertulis: “who are willing to grow within our company and explore the world at the same time”. Atau, mencari “profesi­­ onal yang ahli dan berpengalaman di bidangnya, memiliki integritas yang kuat serta mempunyai mo­ tivasi yang tinggi dalam berprestasi”. Bekerja keras adalah bekerja tanpa mengenal waktu. Dalam hadis riwayat Imam Ahmad, Nabi mengingatkan, “se­andainya kiamat tiba dan pada tangan seseorang ada sebatang anak kurma, maka hendaklah dia segera menanamkannya.” Bab ini memaparkan berbagai makna kerja keras. Makna-makna ini disusun dari berbagai sumber, ti­ dak ter­batas pada definisi menurut agama saja.
  • 46. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 21 1 Karena Bekerja dan Bekerja Beras Beda Secara sederhana “work” adalah “physical or men­ tal effort or activity directed toward the production or accomplishment of so­mething” (usaha fisik atau mental atau aktivitas yang berorientasi kepada pro­ duksi atau pencapaian sesuatu). Dalam pengertian ilmu fisika, kerja adalah “transfer of energy by a force acting to displace a body” (transfer energi le­wat do­ rongan untuk menggerakkan tubuh). Kerja adalah usaha dika­likan jarak. Menurut tesaurus, “hardwor­ king” (bekerja keras) seba­gai kata sifat berdekatan dengan hard work (kerja keras), diligent (disiplin), perseverance (ketekunan), industrious (produktif), un­ tiring (energik), dan tireless (tidak kenal lelah). Kata “industri” tidak lain berasal dari “kerajinan”. Beberapa kata yang dekat dengan kerja keras di antaranya adalah rajin, tekun, ulet, teliti, sabar, sungguh-sungguh, dan tidak asal-asalan. Bekerja dengan sabar dan ulet berarti tidak mudah putus asa dan menyerah. Orang-orang yang ulet selalu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugasnya. Penulis buku best seller, Berpikir dan Berjiwa Besar, meyakini bahwa kesulitan apa pun tidak akan tahan terhadap ketekunan dan keuletan.1 Kerja baru di­
  • 47. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 22 sebut tuntas bila “sampai menjamah patokan tapal batas”.2 Bekerja keras adalah bekerja dengan susah-pa­ yah. Nasihat Imam Syafi’i: “Berangkatlah, niscaya engkau mendapat ganti untuk semua yang engkau tinggalkan. Bersusahpayahlah, sebab kenikmatan hidup hanya ada dalam kerja keras. Ketika air meng­ alir ia akan menjadi jernih, dan ketika berhenti ia akan menjadi keruh. Jika tak keluar dari sarangnya, singa tak akan mendapatkan mangsanya, sebagai­ mana anak panah tak akan mengenai sasaran jika tak meninggalkan busurnya. Biji emas yang belum diolah sama dengan debu di tempatnya. Ketika orang berangkat dan mulai bekerja, dia akan mulia seperti bernilainya emas.” 2 Karena Bekerja Keras Tidak Timbul Tanpa Etos Etos kerja merupakan sikap dasar, sikap hidup, semangat, dan nilai yang ada pada individu dan masyarakat berkenaan dengan kerja. Lebih prinsipil lagi, kata “etos” menunjuk pada sikap men­dasar ter­ hadap diri dan dunia, sehingga etos kerja adalah “a set of values based on the moral virtues of hard work and diligence. It is also a belief in the moral benefit of work and its ability to enhance character.”3 (... sepe­
  • 48. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 23 rangkat nilai yang didasarkan pada dorongan moral kerja keras dan disiplin. Ia juga merupakan keya­ kinan akan keuntungan moral bekerja dan potensi­ nya untuk membentuk karakter.) Sumber yang kuat untuk menghasilkan etos adalah keya­kinan religius. Orang akan bekerja keras apabila kerja dianggap sebagai kewajiban hidup yang sa­kral. Namun, etos juga dapat berasal dari nilai-ni­lai budaya dan sikap hidup suatu masyarakat. Jadi, sumber moti­vasi kerja seseorang dapat berasal dari agama yang dianut­ nya, kebudayaan, sistem sosial, kepribadian, dan lingkungannya. Etos kerja (himmatul ‘amal) merupakan sesuatu yang se­rius dalam Islam. Islam sangat mendorong umatnya untuk selalu bekerja keras, bersungguh- sungguh, serta mengerahkan seluruh kemampuan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Semua ini prasyarat menuju ihsan sebagai puncak ibadah dan akhlak. Allah SWT dan Rasulullah SAW secara khusus mendoakan keberkahan untuk mereka yang bekerja keras. Dalam sebuah hadis disebutkan, Allah SWT senang melihat hamba- Nya bersusah-payah (kelelahan) mencari rizki yang halal. Orang yang bekerja dan dilandasi etos kerja ti­ dak hanya dapat disebut profesional. Wujud visual yang mudah diindi­kasi untuk melihat kualitas ker­ ja seseorang memang profe­sionalisme. Ciri orang yang profesional adalah bertanggung jawab secara in­dividual, mampu mengaplikasikan teknik-tek­nik
  • 49. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 24 intelektual tercanggih, bersikap mandiri (self-orga­ nized), dan motivasi altruistiknya tinggi. Seseorang akan menjadi profesional apabila memiliki keteram­ pilan yang didasarkan pengetahuan teoritis, ke­ terampilan yang membutuhkan train­ing dan pendi­ dikan, menunjukkan kompetensi dengan mele­wati tes, integritas, terorganisasi, serta pelayanan kepada yang membutuhkan. Etos kerja muslim dapat didefinisikan sebagai bentuk ke­pribadian yang amat meyakini bahwa bekerja bukan hanya memuliakan diri pelaku dan menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai manifestasi dari amal saleh. Apa yang dilakukan seorang pemilik etos kerja muslim tentulah selalu didasarkan pada niat ibadah yang luhur. Ketekunannya dalam bekerja dikarenakan ia takwa, amanat, dan ikhlas. “Tidaklah seorang di antara kamu makan suatu makanan lebih baik daripada memakan dari hasil keringatnya sendiri.” (hadis HR Bukhari) Etos kerja Islam adalah suatu sikap mental yang mendorong pengerjaan sesuatu secara optimal dan berkuali­tas, atau pencapaian performa yang itqan—suatu kinerja yang sungguh- sungguh, akurat, dan sempurna. Etos kerja tidak lahir begitu saja. Sebagai Bapak filosofi modern, Immanuel Kant menekankan pen­ tingnya penem­patan manusia dan kemanusiaan sebagai sebuah sasaran pengembangan etos kerja. Manusia bukan sebatas SDM atau sarana produksi. Manusia itu sendirilah yang, menurut Kant, meru­
  • 50. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 25 pakan tujuan perubahan. Jadi, basisnya terletak pada nilai-nilai.4 Nilai-nilai itu dihidupi dan di­ kembangkan oleh manusia yang menjadi subjek atas perilaku dan tindakannya sendiri. Kondisi alam merupakan sebuah faktor yang da­ pat mem­bentuk etos kerja keras, seperti kehidupan di wilayah dekat kutub yang lebih sulit. Cuaca yang ekstrem membuat pendu­duknya harus berusaha ke­ ras dalam bertahan hidup sehingga membentuk karakter yang tangguh, disiplin, dan pekerja ke­ras. Sedangkan di negara tropis, di mana tanahnya su­ bur dan sumber daya alam melimpah, orang-orang­ nya tidak perlu ber­susah-payah untuk sekadar ma­ kan. Alam yang memanjakan ini dipercaya sebagai penyebab terbentuknya pribadi-pribadi yang tidak tangguh dan cenderung malas. Tapi ini tidak diterima banyak kalangan. Banyak bukti, orang-orang di negara tropis seperti Indonesia tidaklah pema­las. Keperkasaan sebagai bangsa mari­ tim dicatat oleh Afonso de Albuquerque (Portugis).5 Kapal-kapal jung Melayu dan Jawa bahkan lebih besar dari milik Portugis.
  • 51. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 26 3 Karena Bekerja Keras Lahir dari Hati yang Bersyukur Keluarga Nabi Daud bekerja sebagai ungkapan rasa syu­kur akan nikmat Allah. Inilah arti bekerja yang sebenar­nya. Konsep ESQ (Emotional Spiritual Quotient) juga memperlihat­kan kepada kita bahwa kerja yang sukses lahir dari hati yang patuh, bulat, kuat, serta bersyukur. ESQ adalah konsep kecerdasan yang mengga­ bungkan tiga kecerdasan: IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient).6 IQ adalah kemampuan mengingat, menghafal, dan menghitung (numerik) yang di­­ perkenalkan oleh Alfred Binnet pada tahun 1905. EQ ditemu­kan oleh Daniel Goleman yang meya­kini bahwa kecerdasan emosi adalah bentuk kemampuan seseorang memahami diri sendiri, orang lain, ling­ kungan, serta kemampuan mengam­bil keputusan tepat, dengan cara tepat, dan dalam waktu yang tepat pula. EQ diyakini menjadi kunci keberhasilan seseorang. Kenyataannya kemudian, IQ dan EQ saja belum cukup. Ternyata banyak orang sukses merasa “kering”, stres, dan merasa kurang dihargai. Intinya, ia kehilangan makna atau menderita “pa­ tologi spiritual”. Tahun 1990an lahirlah kesadaran
  • 52. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 27 untuk mempertimbangkan perlunya aspek spiritual (SQ). Akhirnya, agar manusia mampu mengelola ke­ hidupannya ia diyakini butuh tiga kecerdasan se­ kaligus: IQ, EQ, dan SQ. Fungsi IQ menyangkut what I think (apa yang saya pikirkan) untuk menge­ lola kekayaan fisik atau materi (physical capital), fungsi EQ terkait dengan what I feel (apa yang saya rasakan) untuk mengelola kekayaan sosial (social capital), dan fungsi SQ berkenaan dengan who am I (siapa saya) untuk mengelola kekayaan spiritual (spiritual capital). Disimpulkan bahwa pen­capaian kualitas manusia yang ideal dan proporsional adalah cerdas secara intelektual, emosional, serta spiritual. Ketiganya harus hadir sekaligus, tidak terpisah- pisah. Untuk membangun ketiga kecerdasan terse­ but secara sistematis dan integral, The ESQ Way 165 punya jalannya. Langkah pertama adalah membangun God consciousness atau rasa kesadar­ an ketuhanan, yaitu kesadaran merasa melihat dan dilihat Tuhan—dari sinilah SQ terbentuk. Ketika sifat-sifat ketuhanan dijadikan nilai tertinggi, maka terciptalah satu nilai universal yang berisi kejujuran, kedamaian, keber­samaan, kasih sayang, disiplin, tanggung jawab, dan keadilan yang bersumber dari asmaul husna. Langkah kedua, bangun prinsip-prinsip mental untuk membentuk kecerdasan emosi (EQ) berda­ sarkan rukun iman. Langkah ketiga adalah meng­
  • 53. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 28 aplikasikan nilai-nilai spiritual (SQ) dan mentalitas (EQ) ke dalam dimensi fisik (IQ); atau langkah nyata agar apa yang bersifat spiritual dapat dilak­­ sanakan dengan konkret. Kesemua langkah terse­ but dibangun berdasarkan nilai-nilai rukun Islam. Jadi, The ESQ Way 165 terinspirasi oleh triad ih­san- iman-Islam yang mampu menja­wab perta­nyaan besar bagaimana menjaga keseimbangan SQ-EQ- IQ lewat penggabungan sufisme-filosofi-sains secara ilmi­ah, elaboratif, dan sarat sentuhan spiritual- transendental. Ada dua poin penting dalam lima langkah menu­ ju kesuksesan berdasarkan rukun Islam. Pertama adalah strategic collaboration, merealisasikan potensi suara hati yg bersumber pada asmaul husna dengan memberi secara tulus kepada ling­kungan sekitar. Kedua adalah total action, yaitu mentransfor­masikan seluruh potensi diri (IQ, EQ, SQ) dan suara hati yang bersumber pada asmaul husna menjadi tindak­ an dalam setiap gerak kehidupan. Kedua hal ini bisa dicapai melalui serangkaian pelatihan. Training ESQ Character Building akan menjadikan seorang pribadi memiliki karakter kuat dan tangguh.7 Training ESQ Self Control lanjut me­ ningkatkan kemampuan pengendalian diri untuk mengalahkan semua kelemahan. Selanjutnya, pada Training ESQ Strategic Collaboration peserta diajak untuk menemukan potensi diri yang tak ternilai yaitu kolaborasi dan menciptakan tim kerja yang solid. Yang terakhir, Training ESQ Total Action akan
  • 54. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 29 meningkatkan kemampuan dalam mengeksekusi dan mewujudkan ide menjadi kenyataan. 4 Karena Bekerja Keras adalah Bekerja Lebih Lama Ketika Tiger Woods ditanya strategi apa yang ia terap­kan sehingga sukses sebagai seorang pe­ golf profesional, ia menja­wab, “Saya hanya meng­ gunakan waktu lebih banyak. Ketika yang lainnya belum bangun, saya sudah bangun untuk latihan. Ketika yang lainnya sudah istirahat, saya masih me­­ lanjutkan latihan.” Jadi ini bukan tentang bakat, melainkan berlatih lebih keras. Terampil bukan ka­ rena bawaan lahir, tapi karena dilatih dan dilatih terus-menerus. Tiger Woods adalah pegolf termuda yang me­ menang­kan juara amatir di Amerika Serikat (da­ lam usia delapan belas tahun). Namun sebenarnya ia sudah mulai berlatih keras sejak usia tiga tahun. Artinya, ia butuh lima belas tahun untuk mencapai prestasi tersebut. Selama lima belas tahun itu ia berlatih sangat keras yang disertai disiplin tinggi. Ia mesti berlatih memukul bola seba­nyak lima ratus kali per hari, di mana 80-90 per­sen dari pukulannya harus men­capai sasaran yang diinginkan.
  • 55. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 30 Waktu yang dihabiskan akan dipertanggungja­ wabkan di akhirat nanti. Setiap menit semestinya diisi dengan ak­tivitas yang syariat agar tak men­ jadi malapetaka. Jika pan­dai memanfaatkan waktu dengan aktivitas yang sistema­tis, insya Allah apa pun kemampuan yang Anda inginkan akan terca­ pai. Lupakan bakat, tanyalah keinginan Anda dan berlatihlah. Waktu yang ada pasti cukup jika Anda pandai menggunakannya. 5 Karena Berlatih Keras termasuk Bekerja Keras Persiapan menuju kerja juga merupakan kerja. Makanya, di kalangan serdadu suka ada semboyan: “tiada hari tanpa la­tihan”. Mahasiswa yang mau ke kampus mengatakan “I must work” (saya mesti bekerja). Sekolah dan belajar juga dapat disebut bekerja. Dalam buku Outliers, Malcolm Gladwell,8 se­ orang jurnalis New York Times, mencari faktor apa saja yang berkontribusi pada kesuksesan orang-orang ternama. Ia mempelajari ke­hidupan para pemain hoki es Kanada, Bill Gates si pendiri Microsoft, serta orang-orang dengan kecerdasan mencengang­ kan seperti Christopher Langan dan J. Robert Oppenheimer. Gladwell menemukan satu formula
  • 56. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 31 keramat yaitu 10.000-Hour Rule (hukum sepuluh ribu jam). Itulah jumlah jam yang harus dipenuhi oleh seseorang agar ahli di bidangnya. Seseorang harus bekerja keras selama itu jika mau menjadi juara tenis, pegolf profesional, dan seterusnya. Selama 1960-1964, grup musik The Beatles manggung di Hamburg, Jerman, sebanyak lebih dari 1.200 kali dengan total lebih dari sepuluh ribu jam—karena mereka tidak puas hanya diberi ke­ sempatan satu jam setiap manggung di Liverpool. Demikian pula dengan Gates, yang semenjak ta­ hun 1968 di usianya yang ke-13 telah menghabiskan sepuluh ribu jam untuk mengutak-atik program komputer. Selain itu, berbagai kasus jenius yang gagal da­ lam hidup­nya memperlihatkan bahwa jenius saja tidak cukup. Banyak jenius yang bakatnya tidak berkembang dan hidupnya ter­bilang tidak berhasil. Perlu dukungan lingkungan dan kerja keras untuk sukses. Kesuksesan adalah kombinasi dari kesem­­ patan, lingkungan, dan kerja keras. Betul kata Thomas Alfa Edison, untuk berhasil seseorang ha­nya perlu satu persen otak dan 99 persen kerja keras. Lupakan apa itu “jenius”. Bukan persoalan pintar atau tolol untuk “bisa”, tapi apakah Anda rajin, te­kun, atau pemalas. Temuan Gladwell ini sejalan dengan studi K. Anders Ericsson dari Florida State University. Risetnya menemukan bahwa untuk menjadi pakar di sebuah bidang, misal olahraga, dibutuhkan wak­
  • 57. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 32 tu 25 tahun. Ada angka ajaib yang selalu muncul dalam penelitian Ericsson, yaitu sepuluh ribu jam latihan yang sungguh-sungguh. Jika seseorang mau mendedikasikan waktunya selama sepuluh ribu jam untuk mendalami suatu keah­lian, dia memiliki po­ tensi untuk mencapai puncak.9 Riset lain memperlihatkan, perbedaan antara pe­ golf profesional dan amatir tak hanya terletak pada kepiawaian mengayun stik golf, tapi juga pada vo­ lume sel abu-abu dalam korteks otak mereka.10 Para ilmuwan di University of Zurich, Swiss, menemu­ kan bahwa pegolf profesional mempunyai vo­lume sel abu-abu (gray matter) dalam korteks otak yang lebih besar dibanding pemain amatir. Sel abu-abu adalah kumpulan badan sel neuron atau sel saraf yang memainkan peranan penting dalam pengen­ dalian otot. Pegolf yang bermain sejak usia muda dan terus berlatih selama bertahun-tahun akan bisa mengembangkan otak mereka sementara angka handicap (angka yang menunjukkan kemampuan permainan) mereka kian mengecil. Beberapa studi sebelumnya telah memperlihat­kan bahwa jumlah jam latihan berhubungan langsung dengan handicap seorang pegolf. Lutz Jancke dan timnya berhasil menemukan bukti bahwa latihan berpengaruh besar terhadap otak manusia.11 Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal PloS ONE, mereka menemukan adanya perbedaan mencolok antara sel abu-abu pemain golf yang berlatih selama 800-3.000 jam dan orang yang
  • 58. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 33 kurang berlatih atau sama sekali tak pernah ber­ main golf. Jancke dan timnya menganggap latihan ayunan golf yang berbeda secara rutin amat penting agar seorang pegolf mampu melakukan gerakan balistik yang sulit ketika memukul bola. Latihan juga amat menentukan performa mereka. Menurut beberapa pakar golf, perlu lebih dari sepuluh ribu jam latihan untuk menjadi seorang pegolf profesio­ nal. Kata Jancke, “Untuk men­capai handicap 10-15, di­perlukan setidaknya 5-10 ribu jam latihan. Ini se­ tara dengan waktu yang diinvestasikan musisi pro­ fesional dan guru musik untuk berlatih.” 6 Karena Manusia Unggul Datang dari Kerja Keras Majalah Fortune Edisi 30 Oktober 2006 secara khusus mengupas hasil penelitian tentang rahasia keberhasilan ma­nusia unggul, baik dari kalangan eksekutif maupun olahra­gawan. Bakat atau talenta ternyata bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan. Kerja keras, pelatihan yang menantang, dan pengor­ banan yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama adalah kuncinya.12 Bobby Fischer adalah con­ toh olahra­gawan yang berhasil mencapai gelar grand master catur di usia enam belas tahun, setelah sebe­ lumnya berlatih secara intensif selama sembilan ta­
  • 59. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 34 hun. Beberapa temuan ini menekankan pentingnya bu­daya ung­gul (culture of excellence) yang diterapkan sejak dini apabila ingin mencapai hasil terbaik. “Budaya unggul” akan tercapai bila digerakkan visi yang akbar, kesanggupan untuk berkorban, stra­ tegi yang cerdas, inovasi-inovasi kreatif, sikap anti­ sipatif, dan didukung karak­ter ketekunan. Manusia unggul bisa dilihat dari spiritualitas, intelektuali­ tas, dan etos kerjanya. Presiden SBY telah menyam­ paikan ini dalam beberapa kesempatan. Ia pernah berujar: “Indonesia perlu memanfaatkan dan me­ ngembangkan bu­daya unggul untuk kemajuan.”13 Olahraga dapat mengolah nilai-nilai sportivitas, jiwa kompetitif, kerja sama, disiplin, kerja keras, dan ke­ jujuran. Inilah mengapa sejumlah negara komunis memanfaatkan olahraga sebagai bagian strategi dari pembangunan kebudayaan mereka. Sikap senang bekerja keras mudah lahir apa­ bila kita hidup di masyarakat dengan kultur yang tepat. SH Sarundajang (Gubernur Sulut, wawan­ cara dengan Kompas 13 Nov 2005) bercerita, dulu petani di kampungnya sudah bangun pu­kul em­ pat pagi. Tetengkoren (bunyi-bunyian untuk saling membangunkan) terdengar di mana-mana, kemudi­ an mereka ramai-ramai bekerja di kebun. Ia melihat saat ini kultur ter­sebut telah pudar.
  • 60. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 35 7 Karena Ketaatan Hati Mensyaratkan Ketaatan Fisik Menurut Max Weber, jika orang bekerja berda­ sarkan panggilan jiwa maka ia akan mengungguli yang lain. Mari kita buktikan dengan satu ben­ tuk kerja tubuh yang paling sederhana: senyum. Senyum yang pura-pura sekalipun te­tap dipan­ dang sebagai ungkapan hati bagi yang disenyumi. Senyum ternyata hanya mengandalkan tujuh belas otot wa­jah, namun dampaknya luar biasa. Sejumlah ke­untungan dari senyum adalah penampilan men­ jadi lebih manis, menawan, menye­jukkan, dan ter­ hindar dari penyakit ketegangan. Dengan tersenyum jan­tung akan berdetak normal dan peredaran darah mengalir baik. Bandingkan dengan cemberut yang membutuhkan tarikan 32 otot, mengerutkan dahi yang butuh empat puluh otot, dan marah yang perlu meng­gerakkan 63 otot di wajah. Inilah sebab mengapa orang yang suka cemberut terlihat cepat tua. Senyuman dapat meluluhkan emosi orang yang sedang marah. Senyum adalah bahasa dunia, perhi­ asan batin yang akan melengkapi ketidaksempurna­ an, jalan pintas untuk me­nyatakan Anda menyukai seseorang, sedekah serta jembatan persahabatan. Apabila kita tersenyum, orang akan tersenyum ba­
  • 61. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 36 lik kepada kita. Kata William Shakespeare: “Apa yang Anda kehendaki akan lebih cepat diperoleh dengan senyum dari­pada memotong dengan pe­ dang.” Pujangga lain menyebutkan: “Senyuman itu kelopak, tertawa itu bunga yang sempurna kembangnya.” Ketika seseorang tersenyum, betapapun sedang tidak ba­hagianya orang tersebut, otak mereka akan mengeluarkan sejumlah zat kimia yang tak hanya meningkatkan sistem ke­kebalan tubuh, tapi sekali­ gus mengangkat kondisi psikologis­nya. Dari satu ri­ set ditemukan, biarpun seseorang tersenyum hanya karena diinstruksikan, orang itu akan memperoleh manfaat psikologis yang sama dengan orang yang sungguh-sungguh tersenyum. Sebaliknya orang yang marah hormon adrenalinnya akan mening­ kat. Akibatnya, denyut jantung bertambah cepat, tekanan darah pun meninggi. Jika ini se­ring ter­ jadi, hipertensi, serangan jantung, dan penyakit lain akan mudah datang. Jadi, marah akan menurunkan kualitas organ-organ tubuh. Demikian pula hakikatnya ibadah. Dengan me­ maksa ba­dan kita bangun pagi, ambil wudhu dan melangkahkan kaki salat subuh ke mesjid, maka sekitar 75 triliun sel dalam tubuh kita diajar taat kepada khaliknya. Ini akan menjadikan hati—yang nirfisik—ikut taat. Allah mengetahui dengan pasti karakter kita. Taat tak cukup hanya diucapkan di bibir.
  • 62. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 37 8 Karena Bekerja Keras adalah Kerja yang “Lebih” Kita butuh sikap mental untuk menjadi “ma­ nusia be­bas”. Lao Tzu, Bapak Taoisme, berucap: “Jika engkau hanya mengerjakan segala sesuatu se­ batas apa yang diharapkan darimu, maka engkau tak ubahnya seorang budak. Namun jika engkau mengerjakannya lebih dari yang diharapkan, baru­ lah engkau menjadi manusia bebas.” Jika kita hanya bekerja dan menjalankan tugas sebatas kewajiban yang di­harapkan, distandarkan, atau diminta, maka sesungguhnya kita masih dikurung oleh batasan- batasan eksternal. Bekerja hanya sebatas memenuhi target dan standar. Berarti, sang pekerja dibatasi dan dikendalikan oleh pihak eksternal. Ia hanya menjadi “budak”. Ia akan menjadi manusia bebas jika mau memberi dan bekerja lebih dari apa yang diharapkan. Manusia bebas harus berani, bersedia, dan mampu mene­tapkan sendiri batasan-batasan kerja dan hidupnya. Dengan demikian, “karyawan bebas” adalah karyawan yang bekerja melebihi tu­ gasnya tanpa diminta.14 Ada sebuah kasus bagaimana sikap bertang­ gung jawab telah melontarkan seorang tukang pipa (plumber) menjadi manajer. Alkisah, bos perusa­ haan otomotif terbesar di Jerman sedang pusing
  • 63. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 38 karena pipa keran air di rumahnya bocor. Ia takut anaknya yang masih kecil tergelincir dan jatuh. Setelah bertanya ke sana kemari, ditemukan nama seorang tukang terbaik. Setelah ditelpon, sang tu­ kang menjanjikan dua hari lagi akan memperbaiki pipa keran si bos. Esoknya, sang tukang justru me­ nelpon si bos dan mengucapkan te­rima kasih. Si bos sedikit bingung. Sang tukang menjelaskan, ia berterima kasih sebab si bos telah mau memakai jasanya dan bersedia menunggunya sehari lagi. Pada hari yang di­tentukan, sang tukang bekerja, membe­ reskan tugasnya, lalu menerima upah. Dua minggu kemudian, sang tukang kembali menelepon si bos dan menanyakan apakah keran pipa airnya beres. Namun, ia juga kembali mengucapkan terima kasih karena telah me­makai jasanya. Sang tukang tidak tahu bahwa kliennya itu ada­ lah bos perusahaan otomotif terbesar di Jerman. Karena sang bos demikian terkesan dengan si tu­ kang, ia akhirnya merekrut tukang itu (Christopher L. Jr.) dan nantinya si tukang men­duduki jabatan General Manager divisi Customer Satisfaction and Public Relation Mercedes Benz.15 Christopher melakukan semua itu bukan sekadar tuntutan after sales service atas jasanya sebagai tu­ kang pipa. Jauh lebih penting, ia selalu yakin tugas utamanya bukanlah memper­baiki pipa bocor, tetapi keselamatan dan kenyamanan orang yang memakai jasanya. Christopher telah melihat lebih jauh dari tugasnya.
  • 64. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 39 Ada kisah lain tentang Mr. Lim yang sudah tua dan “ha­nya” bekerja sebagai door checker (meme­ riksa engsel pintu kamar hotel) di sebuah hotel ber­ bintang lima di Singapura. Puluhan tahun ia men­ jalankan pekerjaan membosankan itu dengan sung­ guh-sungguh, tekun, dan sebaik-baiknya. Ketika ditanya apakah ia tak bosan dengan pekerjaan menjemu­kan itu, Mr. Lim mengatakan, yang ber­ tanya adalah orang yang tidak mengerti tugasnya. Bagi Mr. Lim, tugas utamanya bukanlah meme­ riksa engsel pintu, tetapi memastikan kese­lamatan dan menjaga nyawa para tamu. Dijelaskan, mayo­ ritas tamu hotelnya adalah manajer senior dan top manajemen. Jika terjadi kebakaran dan ada engsel pintu yang macet, nyawa seorang manajer senior taruhannya. Jika seorang de­cision maker meninggal, perusahaannya akan menderita. Jika perusahaan­ nya menderita dan misalnya bangkrut, sekian ribu karyawannya akan menderita, belum lagi keluarga­ nya—anak-istri manajer itu. Christoper dan Mr. Lim bukan manusia biasa. Mereka jenis “manusia besar atau manusia berle­ bih”. Mereka bukan good people, tapi great people. Sikap mental mereka jauh lebih tinggi dari jabatan dan pekerjaan formalnya. Mereka bukan manusia minimalis atau pekerja yang hanya mengejar target kerja atau mencapai key performance indicator (KPI). Syarat untuk bisa seperti mereka, Anda harus mam­ pu melihat lebih jauh (beyond the job) dan memberi lebih (giving more).
  • 65. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 40 9 Bekerja Keras adalah Bekerja secara Kreatif dan Gigih Steve Jobs bersama dengan Steve Wozniak ada­ lah pendiri perusahaan Apple Computer dan te­lah menjadi multijutawan sebelum berumur tiga pu­ luh tahun.16 Guru elektroniknya di sekolah tinggi Homestead, Hohn McCollum, memanggilnya se­ bagai “something of a loner” (penyendiri) dan “always had a dif­ferent way of look­ing at things” (memiliki cara yang berbeda untuk melihat sesuatu). Memulai kerja di sebuah garasi milik keluarganya, Steve Jobs mulai mengembangkan ino­vasi personal computer sampai akhirnya ia merevo­lusi industri hardware and soft­ware komputer. Ketika berumur 21 tahun, dia dan temannya, Wozniak, membuat personal computer yang disebut “Apple”. Apple mengubah bayangan orang tentang komputer, dari kotak besar yang ha­nya bisa digunakan oleh perusahaan be­sar dan pe­merintah menjadi kotak kecil yang dapat dipakai orang awam. Tidak ada perusahaan lain yang mela­kukan demokra­tisasi komputer sebanding dengan perusahaan Apple. Selanjutnya, Jobs melakukan riset. Hasilnya, ia mem­perkenalkan tampilan Graphical User Interface (GUI) serta teknologi mouse yang dibuat standar untuk semua aplikasi. Dengan mouse dan GUI,
  • 66. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 41 kita cukup meng-klik objek dan gambar pada layar komputer untuk menjalankan perintah tertentu. Hal ini memungkinkan orang untuk berinteraksi lebih mudah dengan komputer. Kita juga mengenal Aristoteles Onassis, salah satu orang terkaya di dunia. Ia lahir dari sebuah keluarga miskin yang hidupnya selalu kekurangan. Konon, ayahnya adalah penjaja dagangan buatan sendiri dari pintu ke pintu, dan ibunya pem­bantu rumah tangga. Ia merantau ke Amerika Serikat saat ber­umur tujuh belas tahun dengan bekal hanya $450 dalam sakunya.17 Keberhasilan Onassis di kemudian hari meru­ pakan perpa­duan antara kreativitas dan kegigihan. Sebuah kisah meng­gambarkan bakat bisnis Onassis pada masa mudanya. Pada suatu hari, terjadi ke­ bakaran di satu gudang sekolah. Onassis membeli seonggok pensil bekas kebakaran itu dengan harga murah, lalu membeli dua alat peruncing pensil. Ia berdua dengan temannya mulai membersihkan bagian-bagian pensil yang hangus, dan kemudian menjual pensil-pensil itu kepada teman-teman di se­ kolah. Di usia dewasa, ia memperbaiki ka­pal-kapal laut yang rusak dan membuatnya layak melaut, lalu menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi. Untuk memasarkan tembakau Yunani yang ter­ kenal baik tetapi terus ditolak oleh banyak pabrik, ia menemui Juan Gaona, salah satu firma tembakau terbesar di Argentina. Selama lima belas hari ber­ turut-tu­rut, Onassis bersandar pada din­ding gedung
  • 67. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 42 Gaona untuk mengamati datang dan perginya bos itu. Akhirnya Gaona merasa tergoda juga oleh pe­ rilaku orang muda ini, dan ia mengundang Onassis ke kantornya. Contoh yang sama kita temukan misalnya pada kisah Haji Masagung. Keberadaan toko buku Gunung Agung hingga saat ini tidak lepas dari akrobat bisnis yang dilakukan se­orang bekas anak jalanan, Tjio Wie Tay alias Haji Masagung. Dalam buku Bapak Saya Pejuang Buku yang ditulis putra­ nya, Ketut Masagung, diceritakan bahwa Wie Tay tumbuh seba­gai anak pemberani.18 Ia pernah men­ jadi “manusia karet di panggung pertunjukan” yang melakukan senam dan akrobat hingga menjadi pe­ dagang rokok keliling. Wie Tay, yang digambarkan sebagai anak yang banyak kudis di kepala dan borok di kaki, nekat menemui Lie Tay San, seorang saudagar rokok besar kala itu. Dengan modal lima puluh sen, ia memulai usaha menjual rokok keliling di daerah Senen dan Glodok. Pada saat bersamaan mereka juga mulai serius berbisnis buku. Setelah itu mereka membuka toko 3x3am², kemudian diperluas menjadi 6x9am². Bisnis buku inilah yang kemudian membuat usaha Wie Tay berkembang maju.
  • 68. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 43 10 Karena Bekerja Keras adalah Bekerja di Dunia yang Riil Dunia bukanlah aib, kutukan, dan tidak harus dihindari. Kita tahu bahkan Rasul tidak pernah melepaskan urusan dunia. Konon, hanya pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan saja Rasul agak ber­jarak dengan dunia. Ada banyak hadis yang menyuruh kita hidup dengan penuh aktivitas di dunia—bukan dunia yang identik dengan “hedonisme” tentunya. Satu hadis menyebut, “Jumpai Allah dengan berbakti pada orang tuamu. Apabila engkau telah melaku­ kannya, samalah dengan berhaji, berumrah, dan ber­jihad.” Nabi bahkan pernah menyuruh seorang pemuda yang minta ikut berperang untuk meng­ utamakan orang tuanya terlebih dulu.19 Kebajikan di dunia merupakan hal yang dicatat Allah. Ada sebuah kisah tentang tiga orang yang terkurung di gua. Allah baru menggerakkan batu yang menghalangi jalan keluar mereka setelah ma­ sing-masing berdoa dan menyebut kebaikan-kebaik­ an yang pernah dilakukannya sebelumnya. Salah satu di antara mereka menyebut kebaikannya ke­ pada orang tuanya dengan selalu menyediakan susu untuk mereka minum.20 Dalam surat Al-Maidah ayat 32: “Barang siapa me­melihara kehidupan se­
  • 69. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 44 orang manusia, maka seakan-akan ia telah meme­ lihara kehidupan semua manusia.” Jangan menyepelekan kegiatan mengolah alam dan me­makmurkan dunia. Dalam satu hadis disam­ paikan, yang dilarang ikut berperang salah satunya adalah lelaki yang membeli kambing atau unta hamil, sehingga ia menunggu kelahiran ternaknya tersebut.21 Kambing hamil bisa menunda orang jadi mujahid. Hadis riwayat Ahmad: “Apakah saudara-saudara seka­lian suka diceritakan siapa yang di antaramu yang sangat aku cintai dan nanti di hari kiamat du­duk terdekat dengan aku?” Tatkala yang hadir se­ rempak menjawab ingin, maka dia berkata: “orang- orang yang baik tingkah lakunya.” Baik tingkah laku yang dimaksud tentu dalam kehidupan seha­ ri-hari ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain, perilaku yang bisa dilihat dan dirasakan secara nyata—yang visual dan dapat diobservasi. Hal-hal nyata yang bisa menjadi pertimbangan Allah bisa dilihat dari contoh kisah seorang lelaki pendosa yang mati di tengah perjalanan menuju “negeri tobat”. Ia akhirnya di­ampuni meski belum tiba di negeri tersebut, karena setelah diukur ia te­ lah menyelesaikan lebih dari separuh perjalanan untuk sampai ke “negeri tobat”.22 Mengapa harus demikian? Karena manusia ti­ dak bisa kun fayakun. Apa yang diinginkan manusia mestilah dicapai dengan kerja yang nyata—kerja
  • 70. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 45 yang bergerak, berpeluh berkeringat, berpikir keras, merasakan capek, lelah, dan seterusnya. Betapa hal-hal yang riil sangat memukau. Keberhasilan sebuah partai terlarang dalam meng­ galang massa bisa dijadi­kan contoh. Kita tahu persis partai apa yang menggunakan lambang palu dan arit. Palu dan arit adalah benda-benda untuk beker­ ja, benda yang riil dan lekat di tangan, sesuatu yang sangat intim. Ini tentu sebuah pilihan yang cerdik. Orang-orang partai ini tidak mengambil hal-hal yang lebih abstrak seperti kekayaan, kesejahteraan, dan keadilan. Semestinya kita bangga menjadi rakyat, men­ jadi umat. Karena kitalah mesin produksi alam ini. Rakyat lahir dari kerja, berpikir, dan mencipta. Merekalah subjek yang mela­kukan praksis. Sebuah imaji dari sajak Hartojo Andangdjaja23 cukup pas menggambarkan ini: Rakyat ialah kita, jutaan tangan yang meng­ ayun da­lam kerja, di bumi, di tanah tercinta, jutaan tangan mengayun bersama, membuka hutan-hutan ilalang jadi ladang-ladang ber­ bunga, mengepulkan asap dari cero­bong pab­ rik-pabrik di ko­ta, menaikkan layar menebar jala, meraba kelam di tambang logam dan ba­ tubara. Rakyat ialah tangan yang bekerja. Rak­ yat ialah kita, otak yang menapak sepanjang jejaring angka-angka, yang selalu berkata dua adalah dua, yang bergerak di simpang siur
  • 71. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 46 garis niaga. Rakyat ialah otak yang me­nulis angka-angka. Rakyat ialah kita, beragam su­ ara di langit tanah tercinta… Rakyat ialah suara beraneka. 11 Karena Kerja Keras Datang dari Cinta Soichiro Honda (lahir 1906) adalah pengusaha mobil ternama di Jepang. Ketika pertama kali­nya Soichiro meli­hat mobil, ia mengejar mobil itu dan berhasil bergelayutan sebentar di belakangnya. Ketika mobil itu berhenti, pelumas menetes ke tanah, ia mencium tanah yang dibasahinya terse­­ but—beginilah “cinta”. Sejak saat itulah timbul ke­ inginan di dalam hatinya untuk membuat mobil sendiri kelak. Selama hidupnya Honda terkenal sebagai pe­ nemu. Ia me­megang hak paten lebih dari seratus pe­nemuan pribadi.24 Yang pertama ditemukannya ialah teknik pembuatan jari-jari mobil dari logam. Sebelum penemuannya, mobil-mobil di Jepang masih memakai jari-jari kayu. Apakah pekerjaan­ nya selalu berbuah kesuksesan? Ternyata tidak. Ia mengakui bahwa ia berbuat serentetan kegagalan dan penyesalan. Namun ia tidak pernah meng­
  • 72. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 47 ulangi kesalahan dan selalu berusaha sekuat mung­ kin untuk memperbaiki diri. Contoh lain cinta dalam kerja adalah apa yang disebut sikap mental “menjadi penyapu jalan ter­ baik”.25 Martin Luther King Jr. pernah mengatakan, “Seandainya seseorang terpang­gil menjadi tukang sapu, maka seharusnya ia menyapu seba­gaimana halnya Michelangelo melukis, atau Beethoven me­­ ngomposisi musiknya, atau Shakespeare menulis­ kan puisinya. Ia seharusnya menyapu sedemikian baiknya sehingga segenap penghuni surga maupun bumi berhenti sejenak untuk berkata: di sini telah hidup seorang penyapu jalan yang begitu hebat, yang melakukan pekerjaannya dengan demikian baik.” Demikian pula sajak Rajawali oleh Rendra berikut: Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan, yang terjadi dari keringat matahari, tanpa kemantapan hati rajawali, mata kita hanya melihat matamorgana. Secara filsafat, kerja merupakan realisasi diri manusia se­penuhnya dalam hidup ini. Ditinjau dari sisi ekonomi, kerja merupakan bentuk interaksi manusia dalam mengubah nature menjadi culture. Dari sisi sosiologis, Karl Marx mengatakan kerja adalah yang pertama-tama membentuk relasi antar ma­nusia karena bekerja berarti bekerja sama. Kerja
  • 73. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 48 merupakan eksistensi manusia yang paling pokok dalam merealisasikan sejarah hidupnya. Produksi membentuk karakteristik sebuah masyarakat, mem­ bentuk relasi sosialnya, menciptakan strata sosial di dalamnya. Intinya, kerja adalah basis dunia ini. *** Catatan Ak hir 1 D. J. Schwartz, Berpikir dan Berjiwa Besar: The Magic of Think­ ing Big, Jakarta: Penerbit Gunung Jati, 1988. 2 “������ Kerja”, sebuah puisi oleh Sobron, ��������������������������� http://www.hamline.edu/apa­ kabar/basisdata/2002/01/31/0009.html, �� 31 Januari 2002. 3 Clifford Geertz, “Ethos, World View, and The Analysis of Sa­ cred Sym­bols”, dikutip dari Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1988, hal 3. 4 Samuel P. Huntington, “Culture Count” dalam bunga rampai Samuel P. Huntington dan Lawrence E. Harrison, Culture Matters, New York: Basic Books, 2000. 5 Dalam buku karya Joao de Barros berjudul Da Asia (deretan II, jilid VI, bab VII), terbit tahun 1533, diterangkan bahwa De Albu­ querque me­lepas empat kapal dari Malaka tahun 1511, “... termasuk satu kapal jung rampasan yang awaknya orang Jawa melulu, yang di antaranya banyak tukang kayu, juru dempul, dan juru alat me­ kanik, yang dinilai tinggi sekali keahliannya. Orang-orang Jawa ini ahli-ahli besar segala kejuruan pelayaran [grandes homens deste mister do mar].” Kapal terbesar yang per­nah dibangun di Indonesia prakolonial adalah jung yang berpenyisihan air seribu ton yang turun di gelanggang Jepara pada tahun 1513. De Barros melapor­ kan pula bahwa tahun 1513, Pati Unus, putra mahkota Kesultanan Demak yang menjabat Adipati Jepara, berangkat dengan sembilan puluh kapal untuk menyerang Malaka. 6 “Konsep ESQ Way 165”, http://esq165blog.wordpress. com/2006/01/06/konsep-esq-way-165/ 7 “Konsep ESQ Way 165“, http://gerakjalanesq.wordpress.com/tes­ timoni-alumni/ 8 “Para Jenius dan Orang Biasa”, majalah Tempo, 26 April 2009.
  • 74. M a k n a Be k e r j a Ke r a s 49 9 “Misteri Otak Seorang Pegolf Profesional”, Koran Tempo, 21 April 2009. 10 Ibid. 11 Bekerja di Divisi Neuropsikologi, Institut Psikologi di Univer­ sity of Zurich dan Departemen Biologi, Institut Ilmu Pergerakan Manusia dan Olahraga di Federal Institute of Technology Zurich. 12 Fritz E. Simandjuntak, “Budaya Unggul di Olahraga Baru Sekedar Mimpi”, Kompas, 1 Desember 2006. 13 Disampaikan saat peluncuran buku Stephen R. Covey, The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness, 30 November 2005. 14 “Menjadi Manusia Bebas”, Kompas. 3 Januari 2009. 15 Tjahjono, Herry, Corporate Culture Therapist President The XO Way, Jakarta: �������� Kompas. 16 “K���������������������������������������������������������� isah Orang Sukses: Steve Jobs”, �������������������������� http://myhesti.gresikmall. com/... 17 ������������������������������������������������������������� Hendriadi, “Aristoteles Onassis”, http://hendriadi.blogdetik. com/... /aristoteles-onassis 18 ��������������������������������������������������������� Ridof Saputra, ������������������������������������������ “����������������������������������������� Kisah Sukses: Haji Masagung.” http://www. mail-ar­chive.com/jamaah@arroyyan.com/msg02353.html 19 Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim: Hadis yang Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Bandung: JABAL, hal 461, hadis no. 1503. 20 Ibid, hal 483, hadis no. 1593. 21 Ibid, hal 315, hadis no. 1034. 22 Ibid, hal 489, hadis no. 1606. 23 “Tentang Rakyat”, Catatan Pinggir Goenawan Muhammad, majalah Tempo, 13 Juli 2009. 24 “Kisah Orang Sukses: Soichiro Honda, Montir Tangguh yang Men­jadi Bos Industri Mobil Jepang”, http://myhesti.gresikmall. com/... 25 “Menjadi Manusia Bebas”, Kompas, 3 Januari 2009.
  • 75. “Seandainya seseorang terpang­gil menjadi tukang sapu, maka seharusnya ia menyapu seba­gaimana halnya Michelangelo melukis, atau Beethoven me­­ngomposisi musiknya, atau Shakespeare menulis­kan puisinya. Ia seharusnya menyapu sedemikian baiknya sehingga segenap penghuni surga maupun bumi berhenti sejenak untuk berkata: di sini telah hidup seorang penya­ pu jalan yang begitu hebat, yang melakukan pekerjaannya dengan demikian baik.” M a r t i n L u t h e r K i n g J r .
  • 76. I I I Bekerja adalah Hakikatnya Ibadah Secara etimologis, kata “ibadah” diambil dari kata ‘aba­da, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid berarti hamba, budak, seseorang yang tidak memi­ liki apa-apa.1 Dirinya milik tuannya. Seluruh akti­ vitas hidupnya hanya untuk memper­oleh keridhaan dan menghindarkan murka tuannya. Jiwa dan ra­ ganya digunakan untuk menghamba kepada-Nya. “Tidak diciptakan jin dan manusia kecuali ha­ nya untuk beribadah kepada Allah SWT.” (Adz- Dzariyat: 56) Kita mengenal dua jenis ibadah, yaitu ibadah mahdhah (ritual) dan ghairu mahdhah (luar ritual), namun kita sering lupa membedakan dan memo­ sisikan keduanya dengan tepat. Hal ini berakibat fatal—ini jugalah yang membuat saya ter­dorong menulis buku ini. Ibadah mahdhah memiliki tiga prinsip: kebera­ daannya harus berdasarkan adanya perintah dalil, tata caranya harus mencontoh pola Rasul SAW, dan
  • 77. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 52 asasnya “taat”. Tujuan pelaksanaan ibadah ini ada­ lah untuk kepatuhan atau ketaatan hambanya—ke­ taatan fisik dan hati. Tata pelaksanaannya tidak bisa diubah dan tidak bisa pula diimprovisasi. Ibadah mahdhah, sering disebut sebagai ibadah dalam arti sempit, adalah aktivitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Kondisi, cara, ta­ hapan, dan urutannya telah ditentukan. Ibadah ini menjalin relasi seorang hamba dengan Allah SWT, tidak dicampuri oleh hubungannya dengan dirinya sendiri dan dengan manusia lain. Ibadah mahdhah mencakup wudhu, tayamum, mandi hadats, adzan, iqamat, salat, membaca Al-Quran, i’tikaf, puasa, haji, umrah, dan menyelenggarakan jenazah. Sementara, ibadah ghairu mahdhah, di samping memiliki dimensi hubungan hamba dengan Allah, juga mencakup hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya—relasi horizon­ tal dengan lingkungan sekitarnya. Prinsip-prinsip ibadah ini adalah tata laksananya tidak perlu kaku dan mengikuti contoh Rasul, bersifat rasional, dan ber­asas manfaat. Selama hal tersebut bermanfaat, maka boleh dilakukan. Yang tergolong dalam iba­ dah ini adalah segala bentuk kebaikan untuk men­ jaga hidup seperti makan, mi­num, mencari naf­ kah, dan seterusnya—segala sesuatu di luar ibadah mahdhah yang telah disebutkan tadi. Ibadah-ibadah muamalah ini berbentuk interaksi antar manusia yang dija­lankan secara sungguh-sungguh dengan berpedoman pada Al-Quran dan hadis. Bila dalam
  • 78. H a k i k a t n y a I b a d a h 53 ibadah mahdhah kita dila­rang berkreasi, dalam mu­ amalah manusia sangat dianjurkan untuk berkreasi sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang telah ditetapkan. Namun keduanya adalah ibadah yang sejati. Apa pun akti­­vitasnya, sepanjang masuk dalam perin­tah Allah, dapat digo­­longkan sebagai ibadah. Lalu, manakah yang lebih penting? Bisa dikatakan kon­ disional. Bukankah Rasul pernah memper­cepat sa­ latnya karena mendengar tangis bayi? Sambil sa­ lat Rasul pun membukakan pintu untuk tamunya. Salat jamaah pun bisa ditunda jika ada tamu, atau jika sedang menuntut ilmu yang penting. Ibadah ghairu mahdhah yang masuk kategori muamalah, meskipun “hanyalah” terkesan men­ cakup hal-hal horizontal, janganlah dianggap en­ teng. Jangka pelaksanaan urusan mua­malah lebih panjang. Tantangannya pun lebih sulit karena si­ tuasi selalu dapat berubah-ubah tergantung tem­ pat dan waktu. Jika kita telusuri, setelah ayat-ayat berkenaan dengan akidah yang diturunkan adalah ayat-ayat persoalan akhlak (ibadah ghairu mahdhah). Terakhir barulah ayat-ayat tentang ibadah (ibadah mahdhah). Menurut seorang ustad, sesungguhnya muama­ lah diatur dengan ketat dalam Islam namun Allah begitu “penuh penger­tian”. Ibadah muamalah bisa menutup kewajiban ibadah mahdhah, misalnya fi­ dyah untuk yang tak mampu puasa. Sebaliknya, ibadah sosial tak bisa diganti dengan ibadah mah­
  • 79. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 54 dhah. Hutang tetap harus dibayar. Jika kita bersa­ lah ke­pada seseorang haruslah kita meminta maaf kepadanya, bu­kan minta ampun ke Allah. Saya selalu memimpikan khotbah Jumat khatib yang mem­bakar semangat jemaah untuk kembali ke tempat kerja sepu­lang dari masjid, bekerja sekeras- kerasnya, sejujur-jujurnya, dan berprestasi setinggi- tingginya. Saya memimpikan para khatib memberi nasihat agar kita-kita, para umat ini, men­cintai kerja; atau, sekurangnya, tidak merasa dilecehkan dan dikucilkan apabila terlalu banyak bekerja men­ cari nafkah. 12 Karena Ibadah Mahdhah adalah Tiang, Ibadah Ghairu Mahdhah adalah Bangunannya Keberhasilan ibadah mahdhah ditentukan oleh bagaimana perilaku seseorang setelah menjalankan ibadah tersebut. Seorang haji disebut mabrur bila pengamalan agamanya lebih baik daripada sebe­ lum berangkat ke Mekkah—meski tak se­orang pun mampu benar-benar memastikan ini. Sepulangnya, ia mesti lebih bertaubat, istiqamah, dan lebih taat. Naik haji menjadi titik tolak baginya untuk menuju kebaikan. Perbuatan dan tingkah lakunya mesti le­ bih baik dari sebe­lum berhaji. Haji yang mabrur
  • 80. H a k i k a t n y a I b a d a h 55 akan berakhlak dan berbudi pekerti luhur, sopan dan santun, ucapannya baik, lemah lembut, dan semakin banyak menebar manfaat. Kehadirannya dituntut selalu positif, dibutuhkan, dan dinantikan. Tambah mutawari, tambah zuhud, semakin hati- hati, lebih menjaga halal-haram, serta yang hak-ba­ til. Jadi, saat turun dari pesawat di Cengkareng dari Mekkah, belum dapat dinilai apakah haji seseorang mabrur atau tidak. Ketika Rasulullah SAW ditanya tanda-tanda haji mabrur, beliau menjawabnya dengan dua hal, yakni senang memberi makan orang miskin dan mene­ bar salam. Lihat, kedua hal ini adalah simbol ke­ pedulian dan kedamaian. Keduanya adalah ghairu mahdhah. Contoh berikutnya, untuk urusan salat. Bu­ kankah kita sering diingatkan para khatib: diri­ kanlah salat! Selain salat merupakan media komunikasi antara sang Khalik dan hamba-Nya dan media mengungkapkan rasa syukur, salat akan menjauhkan kita dari hawa nafsu setan. Takbir, rukuk, sujud, dan salam; sering disebutkan baru sebatas menjalankan salat, belum menegakkan­ nya. Salat disebut tegak apabila si pelakunya lebih disiplin dalam hidup sehari-hari, lebih menghar­ gai peraturan, lebih menjaga kebersihan, lebih ber­­ konsentrasi, dan lebih senang dengan kebersamaan. Mengapa demikian? Ya, karena salat barulah latih­ an untuk menuju itu. Ustad di pengajian subuh, mengutip seorang imam, me­ngatakan kekhusyukan
  • 81. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 56 salat tidak ditentukan bagaimana perilaku selama salat (dari takbir sampai salam), tapi bagai­mana perilaku setelahnya. Nilai kekhusyukan menjadi batal jika perilaku kehidupan kita tidak syariah. Agar dapat disebut telah “mendirikan salat” harus ada bukti aktual. Belum bisa disebut salat jika bibir masih penuh ucapan kebohongan, me­ nipu, kasar, suka berkonflik, dan seterusnya. Pada akhirnya yang kita tuju adalah dimensi sosial dari salat. Inilah maksud surat Al-Ankabuut ayat 45: “sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuat­ an-perbuatan keji dan mungkar.” Salat diakhiri dengan salam. Ini meng­indikasikan bahwa setelah melakukan komunikasi dengan Allah, selanjutnya ia akan memproduksi kebaikan kepada se­sama manu­ sia. Sesuai janji “salam”-nya tadi, ia akan bertindak santun dengan sahabatnya, tetangganya, dan siapa pun juga; menghormati tamunya dengan penuh perhatian, serta akan bertindak dan berta’aruf se­ cara santun dengan sesama manu­sia tanpa membe­ dakan golongan dan agama. Semakin baik salat, semakin besar kiprah kehidupan sosialnya; lebih saleh, senang menolong, berhati longgar, dan ber­ jiwa dermawan. Demikian pula dengan syahadat. Kandungan kalimat syahadat memuat persaksian, ikrar, sum­ pah, dan juga janji. Dengan mengucapkan kali­ mat syahadat, berarti kita wajib menegakkan dan memperjuangkan apa yang kita ikrarkan, bersedia menerima akibat dan risiko apa pun dalam meng­­
  • 82. H a k i k a t n y a I b a d a h 57 amalkan sumpah tersebut, siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajar­ an Islam, serta berjanji se­tia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT. Kawan, syahadat yang benar bukan bagaimana ketepatan tajwid dan kekhusyukan saat melafal­ kannya, tapi bagaimana merealisasikan janji dan ikrar tadi. Salat yang benar juga ti­dak semata soal ketepatan bacaan dan kekhusyukan, tapi ba­gaimana merealisasikan ketaatan dan kepatuhan tadi dalam kehidupan sehari-hari. Haji yang mabrur juga tidak terbatas pada bagaimana kelengkapan dan kekhu­ syukan selama di Mekkah, tapi bagaimana perilaku setelah kembali dari baitul­lah. Ibarat handphone, ibadah mahdhah adalah saat Anda men-charge bate­ rainya, tapi kegunaan utama handphone adalah saat dipakai berbicara, mengirim SMS, dan seterusnya. 13 Karena Bekerja Keras adalah Prinsip Hidup Muslim Seorang muslim harus sungguh-sungguh dalam bekerja dengan mengerahkan seluruh kemampuan fisik, pikiran, dan hati. Ini untuk mengaktualisasi­ kan dirinya sebagai khalifah yang dituntut memim­ pin dunia. Janji sebagai umat terbaik tidaklah tereali­
  • 83. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 58 sasi dengan sendirinya, tapi mesti diraih, di­kejar, dan diupayakan. Bumi diciptakan sebagai tempat mem­banting tulang, sedangkan manusia bekerja di atasnya. “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (Al- Huud: 61) Pada hakikatnya, hanya dengan bekerja­ lah manusia dapat memanusiakan dirinya. Dalam surat An-Najm ayat 39 disebutkan bahwa keberha­ silan dan kemajuan manusia di muka bumi ini ter­ gantung pada usahanya. Semakin keras ia bekerja semakin banyak yang diperolehnya. Bekerja keras dalam Islam adalah bekerja dengan sung­guh-sungguh disertai dengan tawa­kal kepada Allah SWT. Yang dimaksud di sini ada­ lah bekerja hingga kelelahan (Al-Ghaasyiyah: 3). “Sesungguhnya, Allah ta’ala senang melihat ham­ ba-Nya bersusah-payah (kelelahan) dalam men­ cari rezeki yang halal.” Nabi berdoa: “Ya Allah! Berikanlah keberkahan kepada umatku, pada usaha yang dilakukan di pagi hari.”2 Cinta Rasulullah ke­ pada kerja keras ditunjukkan saat be­liau “mencium” tangan Sa’ad bin Mu’adz si pekerja kasar. Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selama­nya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu me­ninggal besok. Rasulullah bersabda: “Allah mencintai setiap mukmin yang bekerja untuk keluarganya dan tidak menyukai mukmin pengangguran, baik untuk pe­ kerjaan dunia maupun akhirat.” Seorang sufi ber­ kata: “Ibadah ada 10: sembilan di an­taranya dalam
  • 84. H a k i k a t n y a I b a d a h 59 mencari penghidupan (bekerja), dan satunya dalam ritual.”3 Islam mendorong umatnya untuk berusaha men­ cari rezeki supaya kehidupan mereka menjadi lebih baik dan menyenang­kan. Bumi, laut, dan langit ada untuk dimanfaatkan secara halal. Sebagaimana fir­ man Allah dalam surat An-Naba ayat 10-11: “Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk penghidupan.” Malam hari adalah untuk beristirahat dan mengumpulkan te­ naga, sedangkan siang hari untuk bekerja mencu­ rahkan tenaga. Aisyah pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Hal-hal paling menyenang­ kan yang engkau nikmati adalah yang datang dari hasil tanganmu sendiri, anak-anakmu berasal dari apa yang engkau hasilkan.”4 Nabi juga bersabda: “Berusaha mendapat­kan nafkah yang halal adalah kewajiban di samping tugas-tugas lain yang telah diwajibkan.”5 Ketika ditanya usaha apakah yang paling baik, Rasul menjawab yaitu usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual-beli yang baik.”6 Rasul melengkapinya dengan mengatakan: “Peda­ gang yang amanah dan benar akan ber­sama dengan para syuhada di hari kiamat nanti.”7
  • 85. T a n g a n - ta n g a n y a n g D i c i u m R a s u l 60 14 Karena Ibadah Pertama yang Dikenal di Dunia ini Mestilah Dicapai dengan Bekerja Keras Salah satu pelajaran pertama bentuk ibadah yang diberi­kan Nabi Adam kepada anak-anaknya adalah mempersem­bahkan kurban. Dan untuk itu ia harus berusaha keras mem­berikan kurban yang terbaik. Qabil memilih bekerja sebagai petani dan Habil sebagai peternak. Akhirnya, karena kurban Habil dinilai lebih baik maka kurbannya diterima, dan ia dikawinkan dengan Iqlima yang diperebutkan. Kurban Habil diterima karena ia memberi domba yang paling gemuk, bagus, dan paling kuat; tetapi tidak demikian dengan Qabil. 15 Karena Ibadah adalah Inti Ajaran Islam Pada hakikatnya, setiap kerja yang diridai oleh Allah dan disertai dengan niat baik adalah ibadah. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa be­ kerja untuk anak-istrinya melalui jalan yang halal,