1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA
Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan
Dosen pengampu:Ade Fauji,SE, MM
Disusun oleh:
Rita Suharti P.(11141109)
JURUSAN MANAJEMEN SDM
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
2017/2018
2. i
Kata Pengantar
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehdirat tuhan yang maha esa atas berkat beliau
lah sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Evaluasi kinerja”
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan Tuhan
Yang Maha Esa serta bantuan dari pihak lainnya ,untuk itu dalam kesempatan ini kami
menghanturkan rasa hormat saya dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang membantu dalam pembuatan makalah ini .
Saya juga menyadari bahwa proses penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan materi maupun cara penulisannya .Namun dengan demikian ,saya telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki sehingga dapat terselesaikan
dengan baik dan oleh karenanya ,saya dengan rendah hati dengan tangan terbuka menerima
masukan ,saran dan usul guna menyempurnakan makalah ini dan juga dalam penyelesaian
tugas-tugas serta makalah berikutnya .
Saya sebagai penyusun makalah ini yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan
konpensasi berharap berguna dikemudisn hari
Penyusun 05 November 2017
3. ii
Daftar isi
Kata pengantar i
Daftar isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 latar belakang 1
2.1 rumusan masalah 1
3.1 tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 kinerja SDM 3
A. Pengertian Kinerja SDM 3
B. Pengertian kinerja/evaluasi kinerja 3
C. Tujuan Penilaian/evaluasi kinerja 3
D. Sasaran penilaian/evaluasi kinerja 4
E. Prinsip dasar penilaian/evaluasi kinerja 5
F. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja 5
G. Aspek-aspek standar pekerjaan dan kinerja 6
H. Manajemen kinerja SDM 7
I. Karakter-karakter individu dengan kinerja tinggi 8
J. Panduan evaluasi kinerja karyawan 9
2.2 HR score card (pengukuran kinerja SDM) 10
A. Pengertian human resource scorecard 10
B. Prinsip dasar resource scorecard 10
C. Dimensi pengukuran kinerja dengan HR scorecard 10
D. Pengukuran HRscorecard 10
E. HR efficiency HR scorecard 11
F. HR deliverable HR scorecard 11
G. Ciri-ciri pengukuran kinerja dengan HRscorecard 11
H. Hubungan balance scorecard dengan visi,misi dan strategi perusahaan 11
I. Aspek-aspek yang diukur dalam balance scorecard 13
4. iii
2.3 Motivasi dan kepuasan kerja 19
A. Motivasi 19
B. Teori-teori motivasi 21
C. Aspek-aspek kepuasan kerja 24
D. Pengukuran kepuasan kerja 25
2.4 Mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM 26
A. Pengertian teori kecerdasan emosi 26
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional 29
C. Cara meningkatkan kecerdasan emosional 30
D. Pengukuran kompetensi emosional 31
2.5 Membangun kapabilitas dari kompetensi SDM 31
A. Sumber daya manusia kapabilitas 31
B. Kompetensi SDM berkarier dibidang SDM 31
2.6 Konsep Audit kinerja 33
A. Pengukuran kinerja 33
B. Standar audit 34
C. Audit pendahuluan 35
D. Proses audit 37
E. Pelaporan 43
F. Manfaat audit 43
2.7 Pelaksaan Audit kinerja 44
A. Prosedur pelaksanaan 44
B. Persiapan audit kinerja 45
C. Pengujian pengendalian manajemen 46
D. Pengukuran dan pengujian indicator kinerja kunci 46
E. Review operasional 47
F. Kertas kerja audit 48
G. Pelaporan hasil audit 49
H. Pemantauan tindak lanjut hasil audit kinerja 49
BAB III PENUTUP 50
3.1 Kesimpulan 50
3.2 Saran 50
5. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:231), Penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang
dilakukan menajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara
membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deksripsi pekerjaan dalam suatu periode
tertentu yang biasanya setiap akhir tahun.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing tenaga kerja dalam
mengembangkan kualitas kerja, pembinaan selanjutnya, tindakan perbaikan atas pekerjaan yang
kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan, serta untuk keperluan yang berhubungan dengan
masalah ketenagakerjaan lainnya. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan
oleh manajemen/penyelia yang hirarkinya langsung diatas tenaga kerja yang bersangkutan atau
manajemen/penyelia yang ditunjuk untuk itu.
Menurut Handoko (2000:125), penilaian kinerja adalah proses melalui dimana organisasi-
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Dalam meningkatkan prestasi
kerja karyawan seorang pemimpin dapat melakukannya dengan memotivasi bawahannya.
Seorang pemimpin tidak hanya bertujuan untuk mencapai keuntungannya sendiri, tetapi karena
ia mempunyai keinginan yang kuat untuk berprestasi.
Kinerja merupakan sistem yang memuat pengelolaan kinerja satuan kerja hingga ke
individu dalam suatu organisasi atau institusi. Proses pengelolaan ini dapat diintegrasikan dalam
sistem Business Iltelligent untuk tujuan menggambarkan penyelarasan beban tugas antar bagian
dan menilai kinerja setiap bagian dalam mencapai target yang ditetapkan untuk setiap tahun
berjalan.
Landasan utama dalam penyelenggaraan penilaian kinerja yang efektif adalah kesadaran
bahwa keberhasilannya paling tidak dipengaruhi oleh masalah prosedur dan proses maupun jenis
bentuk atau system pencatatan standar yang digunakan.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi kinerja SDM ?
2. Apa tujuan dari evaluasi kinerja tersebut ?
3. Faktor apa saja yang menpengaruhi pencapaian kinerja tersebut?
6. 2
1.3 Tujuan
Tujuan dari sistem ini adalah untuk meningkatkan hasil kerja setiap unit usaha,
meningkatkan keterampilan pegawai dan memberikan penilaian hasil kerja secara lebih obyektif,
yang pada akhirnya akan meningkatkan usaha secara keseluruhan.
7. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kinerja SDM
A. Pengertian kinerja SDM
Kinerja SDM merupakan istalah yang berasal dari job performent atau Actual performent
( prestasi kinerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang ). Defenisi kinerja karyawan
yang dikemukakan Bambang Kusriyanto (1991:31) adalah ,” perbandingan hasil yang dicapai
dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam)
Faustino Cardosa Gomes(1995:195) mengemukakan defenisi kinerja karyawan sebagai
“Ungkapan seperti output ,efesien serta efektif sering dihubungkan dengan produktifitas “ Oleh
karna itu disimpulkan bahwa kinerja SDm adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik
kualitas dan kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas
kerjanya sesuai denga tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
B. Pengertian kinerja/evaluasi kinerja
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi yang dikemukakan C. Mengginson (1981:130)
dalam A.A Anwar Prabu Mangkunegara(2000:69) adalah sebagai berikut:” Penilaian prestasi
kerja (performent appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan
apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya”
Dri pendapat ahli tersebut ,dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang
dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.
Disamping itu ,juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat , memberikan
tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang
lebih baik dimasa mendatang dam sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi
jabatan atau penentuan imbalan.
C. Tujuan Penilaian /Evaluasi Kinerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi
melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi.secara lebih spesifik ,tujuan dari evaluasi
kinerja sebagaimana dikemukakan Agus Sunyoto (1999:1)adalah :
1. Meningkatkan saling pengertian antar karyawan tentang persyaratan kinerja
2. Mencatat dan mengakui hasil kinerja seorang karyawan ,sehingga mereka termotivasi
untuk berbuat yang lebih baik ,atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi
yang terdahulu
8. 4
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya
dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau kerhadap pekerjaan yang diembannya
sekarang.
Kegunaan penialaian prestasi kerja (kinerja) karyawan adalah :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi
,pemberhentian dan besarnya balas jasa
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaanya.
3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan .
4. Sebagai indikatot untuk menentuksn kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada
di dalam organsasi.
5. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan
kemampuan karyawan selanjutnya.
6. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.
7. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job description)
D. Sasaran Penilaian/evaluasi kinerja
Sasaran –sasaran dan evaluasi kinerja karyawan yang dikemukakan Agus
Sunyoto(1999:1) sebagai berikut:
1. Membuat analisa kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik
,baik kinerja karyawan maupun kinerja organisasi
2. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalui audit keterampilan
dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Atas dasar
evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat menyelenggarakan program pelatihan dengan
tepat
3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan dating dan memberi tanggung jawab
perorangan dan kelompok sehingga periode selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat
oleh karyawan, mutu dan baku yang harus dicapau , sarana dan prasarana yang
diperlakukan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Evaluasi kinerja merupakan sarana untk memperbaiki mereka yang tidak melakukan tugasnya
sengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan
yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Untuk itu sangt tergantung dari pada
pelaksanaannya,yaitu para karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan
oleh organisasi dalan corporate planning-nya.
9. 5
E. Prinsip Dasar Penilaian/Evaluasi Kinerja
Secara ingkat dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar evaluasi kinerja sebagai berikut
1. Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan yang timbul
dalam pelaksanaan evaluasi kineja.
2. Selalu didasarkan atas suatu pertemuan pendapat.
3. Suatu proses manajemen yang alami ,jangan merasa dam menimbulkan kaesan
terpaksa,namun dimasukkan secar sadar ke dalam, corporate planning
F. Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability)dalam
faktor motivasi(motivation). Menurut Keith Davis dalam A.A.Anwar Prabu
Mangkunegara (2000:67) yang meruskan bahwa:
Human performent =ability x Motivation
Motivation =Attitude x Situation
Ability =Knowledge x skill
Penjelasan:
1. Faktor kemampuan(Ability)
Secara psikologis,kemanpuan(Ability) terdiri dari kemampuan petensi(IQ)dan
kemampuan reality(knowledge).artinya ,pemimpin dan karyawan yang
memiliki IQ di atas rata-rata (IQ110-120)apalagi superior,very superior,gifted
dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari,maka akan lebih mudah mencapai
kinerja maksimal.
2. Faktor Motivasi(Motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude)pimpinan dan karyawan terhadap
situasi kerja (situation)dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap
positip terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggidan
sebaliknya jika mereka bersikap negative (kontra) terhadap situasi kerjanya
akan menunjukkan motivasi kerjanya rendah. Situasi kinerja yang dimaksud
mencakup antara lain hubungan kerja,fasilitas kerja,iklim kerja,kebijakan
pemimpin , pola kepemimpinan kerja dan kodisi kerja.
10. 6
Menurut Henny simamora(1995:500),kinerja (performent)dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
1 Faktor individual terdiri dari:
a. Kemampuan dan keahlian
b. latar belakang
c. Demografi
2 Faktor psikologis yang terdiri dari:
a.persepsi
b.attitude
c. personality
d. pembelajaran
e. motivasi
3 Faktor organisasi yang terdiri dari:
a. sumber daya
b. kepemimpinan.
c. penghargaan.
d. struktur
e. job design
G. Aspek-Aspek Standar Pekerjaan dan Kinerja
Malayu S.P Hasibuanmengemukakanbahwaaspek –aspekyang dinilai mencakupsebagai berikut:
a.kesetian
b. Hasil kerja
c. kejujuran
d. kedisiplinan
e. kreativitas
f. kepemimpinan
g. kepribadian
h.prakarsa
i. kecakapan
j. tanggung jawab.
11. 7
Adapun aspek- aspek standar pekerja terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek
kuantitatif meliputi:
1 Proses kerja dan kondisi kerja
2 waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan
3 jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan dan
4.jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
Sedangkan aspek kualitatif meliputi;
` 1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan
2. Tingkst kemampuan dalam bekerja,
3. kemampuan menganalisia data/informasi ,kemampuan /kegagalan
menggunakan mesin/peralatan dan,
4. kemampuan mengevaluasi (keluhan keberatan konsumen)
H. Manajemen Kinerja SDM
Manejemen Kinerja menurut Ahmad S.Ruky(2002:6) adalah suatu bentuk usaha kegiatan
atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi atau perusahaan untuk
mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan . sedangkan Robert bacal (2004)
mendefinisikan bahwa Manajemen kinerja adalah suatu komunikasi yang terus
menerus,dilakukan dalam rangka kerjasama antara seorang karyawan dan atasannya
langsung,yang melibatkan penetapan pengharapan dan pengertian tentang fungsi kerja karyawan
yang paling dasar,bagaimana pekerjaan karyawan memberikan kontribusi pada sasaran
organisasi ,makna dalam arti konkret untuk melakukan pekerjaan dengan baik ,bagaimana
prestasi kerja akan ukur rintangan yang mengganggu kinerja dan cara untuk meminimalkan atau
melenyapkan.
1. Tujuan Pelaksanaan Manajemen kinerja
Bagi pimpinan dan menajer ,tujuan pelaksanaan manajemen kinerja adalah:
1. Mengurangi keterlibatan dalam semua hal
2. Menghemat waktu.
3. Adanya kesatuan pendapat dan mengurangi kesalahpahaman diantara pegawai tentang
12. 8
siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggung jawab
2. Sistem peringkat penilaian kinerja.
1. Membantu organisasi dalam mengkoordinasikan pekerjaan unit-unit kerja dan
membantu menyesuaikan pekerjaan perorangan dengan tujuan yang lebih
besar.
2. Membantu mengidentifikasikan kendala-kendala keberhasilan yang
menggangu produktivitas organisasi
3. Memberi cara memdokumentasikan dan mengkonsumsikan hal hal yang
menyangkut kinerja sesuai dengan persyaratan hukum.
3. Keuntungan dan kerugian menggunakan system evaluasi kinerja.
Keuntungan:
1. Mempermudah hubungan antara tujuan perorangan dan tujuan unit kerja
2. Mengurangi kemungkinan ketidaksepakatan selama pertemuan evaluasi berjalan sesuai
proses perencanaan
3. Lebih memungkinkan menempatkan manajer dan karyawan dipihak yang sama ,tidak
seperti system penilaian maupun peringkat
Kerugian:
1. Memakan waktu yang relatif banyak
2. Dapat menimbulkan lebih banyak pekerjaan administrasi ketimbang system peneliaian
maupun system peringkat
3. Dapat disalahgunakan atau digunakan sambil lalu saja oleh para manajer
I. karakter –karakter individu dengan kinerja tinggi
Berdasarkan hasil penelitian David MC Clellend tentang pencapaian kinerja,dapat
disimpulkan bahwa indivudu-individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi untuk mencapai
kinerja dapat dibedakan dengan yang lainnya dalam 4(empat) ciri seperti yang disadur oleh
R.Wayne Pace,(2002:434) sebagai berikut:
1. Individu yang senang bekerja dalam menghadapi tantangan yang moderat
2. Individu yang senang memperoleh umpan balik yang konrtit mengenai kebersihan
pekerjaan
3. Indicidu yang puas dengan hasil bila pekerjaan dilakukan sendiri
4. individu
13. 9
J. Panduan Evaluasi Kinerja Karyawan
Dibawah ini dikemukakan panduan evaluasi kinerja karyawan yang dikemukakan oleh James
E.Neal Jr. (2003).
1. Akurasi
2. Prestasi
3. Administrasi
4. Analitis
5. Komunikas
6. Kompetensi
7. Kerjasama
8. Kreativitas
9. Pengambilan keputusan
10. Pendelegasian
11. Dapat diandalkan
12. Improvisasi
13. Inisiatif
14. Inovatif
15. Keahlian interpersonal
16. Keputusan
17. Pengetahuan
18. Kepemimpinan
19. Pembelajaran
20. Manajemen
21. Motivasi
22. Negosias
2.2. Human Resouce Scorecard(RHC)/Pengukuran kinerja SDM
A. Pengertian resource scorecard
Human resource scorecard merupakan suatu metode baru dalam pengukuran kinerja
SDM dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi.model pengukuran ini sangat bermanfaat
bagi manajer SDM dalam memahami perbedaan antara human resource doables(Kinerja SDM
yang tidak mempengaruhi implementasi strategi perusahan) dengan human resource
deliverable(kinerja SDM yang mempengaruhi implementasi perusahaan).disamping itu ,human
resource scorecard dapat mengukur leading indicator.(indicator sebab) dan lagging
indicator(indicator akibat) yang mana model SDM strategik memberi kontribusi yang
menghubungkan SDM dan sistem SDM dengan human resource deliverable mempengaruhi key
performent.
14. 10
B.Prinsip dasar human resource scorecard
1. Human resource scorecard merupakan bagian dari strategi perusahaan .
2. Human resource scorecard merupakan kombinasi dari indicator akibat(lagging) dan
sebab(leading)
3. Dasar pemikiran yang di gunakana adalah ‘what gets getmeasured,Gets Managed ,Gets
Done”. Artinya, apa yang diukur itulah apa yank dapt dikelola ,setelah mendapat apa
yang dikelola barulah dapat di implementasikan dan dievaluasi. Kompetensi SDM
adalah kompetensi yang berhubungan dengan pengetahuan ,keterampilan ,kemampuan
dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung tehadap kinerjanya
C. Dimensi Pengukuran kinerja dengan Human resource Scorecard.
1. Mengidentivikasikan human resouece scorecard competency(kompetensi SDM tehadap
menurut hasil kajian perrin(1990) yaitu:
1. Memiliki kemampuan computer(eksekutif lini)
2. Memiliki pengetahuan yang luas tentang visi .
3. Memiliki kemampuan mengantisipasi pengaruh perubahan .
4. Memiliki kemampuan memberikan pendidikan tentang SDM.
2. Pengukur Hing Performent Work System (HPWS)
Pengukuran HPWS menitikberatkan bagaimana organisasi bekerja melalui setiap fungsi SDM
mulai dari tingkat makro yang menekankan pada orientasi kinerja untuk setiap
aktivitas.contohnya sebagai berikut:
1. Berapa banyak SDM yang berkualitas sangat baik yang direkrut sebagai
karyawan baru setiap tahunnya?
2. Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk pelatihan bagi karyawan baru
setiap tahunnya?
3. Bagaimana promosi balas jasanya (menit pay)
4. Apakah ada perbedaan pemberian balas jasa terhadap karyawan berkinerja
tingggi dan bekerja rendah.
D. Pengukuran human resource system alignment.
Pengukuran ini menilai sejauhmana sistem SDM memenuhi kebutuhan implementasai
strategi perusahaan (external alignment atau kesejajaran eksternal).sedagkan kesejajaran internal
tidak perlu diukur karena apabila kesejajaran eksternaldapt dikelola,maka ketidaksejajaran
internal tidak akan terjadi. Proses pengukuran kesejajaran (alignment) merupakan proses “top
down”yang akan mengidentifikasikan human resource deliverable dan sebaliknya akan mentuka
elemen tertentu dari sistem SDM.
15. 11
E. Human resource Effeciency
Pengukuran human resource efficiency terdiri dari:
1. Pengukuran efesiensi inti(core efficiency) yaitu mengukur pengeluaranSDM yang tidak
memiliki kontribusi langsung dengan implementasi strategi perusahaan yang mencakup:
1. Biaya keuntungan (benefit cost) dan
2. Biaya kesejahteraan (worket compensation)
2. Pengukuran efesiensi strategi (strategic efficiency) mengukur efesiansi kegiatan
danproses SDM yang mencakup:
1. Biaya karyawan per orang
2. Biaya pelatihan kerja.
F . Human Resourcedeliverable
Human Resource deliverable terdiri dari:
1. Human resource performent driver, yaitu kapabilitas atau asset yang berhubungan
dengan orang (core people related) contohnya: produktivitas kerja dan kepuasan
.
2. Enabler performent driver, yaitu untuk memperkuat performent driver dalam
melatih keterampilan karyawan.
G. Ciri-ciri pengukuran kinerja dengan sistem balance scorecard
Ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Merupakan suatu aspek dari srategi perusahaan
2. Menetapkan ukuran kinerja melalui mekanisme komunikasi antaratingkatan
manajemen.
3. Mengevaluasi hasil kinerja secara terus menerus guna perbaikan pengukuran
kinerja pada kesempatan selanjutnya.
H. Hubungan balanced scorecard dengan visi,misi, dan strategi perusahaan
Sistem pengukuran kinerja harus dapat memotivasi para manajer dan karyawan untuk
mengimplementasikan strategi unit bisnisnya. Perusahaan yang dapat menerjemahkan
strateginya ke dalam sistem pengukuran akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
menjalankan strategi tersebut, sebab mereka telah mengkomunikasikan tujuan dan targetnya
16. 12
kepada para pegawai. Komunikasi ini akan memfokuskan mereka pada pemicu-pemicu kritis,
memungkinkan mereka untuk mengarahkan investasi, inisiatif, dan tindakan-tindakan dengan
menyempurnakan tujuan-tujuan strategis.
Kaplan dan Norton menyatakan pentingnya penciptaan suatu scorecard yang
mengkomunikasikan suatu strategi unit bisnis sebagai berikut:
1. the scorecard describes the organization’s vision of the future to the entire organization. It
creates shared understanding.
2. the scorecard creates a holistic model of strategy that allows all employees to see how
they contribute to organizational success. Without such linkage, individuals and
departments can optimize their local performance but not contribute to achieving
strategic objectives.
3. the scorecard focuses change efforts. If the right objectives and measures are identified,
successful implementation will likely occur. If not, investments and initiatives will be
wasted.
Selanjutnya Kaplan dan Norton juga mengemukakan tiga prinsip yang memungkinkan Balanced
Scorecard organisasi terhubung dengan strategi, yaitu: cause-and-effect relationships,
performance drivers dan linkage to financial.
a. Cause-and-effect relationships
Prinsip ini sangat penting bagi Balanced Scorecard karena prinsip inilah yang membedakan
Balanced Scorecard dengan konsep-konsep yang lain. Dengan prinsip ini, Balanced Scorecard
mampu menjabarkan tujuan dan pengukuran masing-masing perspektif dengan baik dalam satu
kesatuan yang padu. Menurut Kaplan dan Norton, sebuah strategi adalah seperangkat hipotesis
dalam model hubungan cause and effect, yaitu suatu hubungan yang dapat diekspresikan melalui
kaitan antara pernyataan if-then. Pengembangan Balanced Scorecard yang baik harus dapat
menjelaskan rangkaian cerita dari seluruh Strategic Business Unit (SBU) dalam hubungan cause
dan effect. Melalui model hubungan cause and effect ini pula, suatu strategi dapat dianimasikan
dan dikritisi bersama, baik sebelum, selama, dan sesudah dieksekusi. Pengujian terhadap
sekumpulan scorecard dapat dilakukan dengan mudah karena tiap relasi dan hubungan kausalitas
dapat diuji secara rinci.
b. Performance Drivers
Sebuah Balanced Scorecard yang baik harus memiliki bauran hasil (lagging indicators) yang
memadai dan pemicu kinerja (leading indicators) yang digunakan oleh SBU.
Outcomes (lagging indicators) mencerminkan tujuan umum dari berbagai strategi yang dimiliki
oleh kebanyakan perusahaan, seperti profitability, market share, customer satisfaction, customer
retention, dan employee skills. Sedangkan performance drivers (leading indicators)
17. 13
mencerminkan keunikan strategi unit bisnis. Identifikasi performance drivers membantu
mengatasi kelemahan dari outcome measures. Pemahaman mengenai pertumbuhan segmen pasar
(outcome measures) akan lebih bermanfaat jika diketahui faktor-faktor yang menyebabkan
pergerakannya.
c. Linkage to Financials
Adanya kritik terhadap pengukuran kinerja berbasis laporan keuangan tidak lantas menghasilkan
rekomendasi untuk membuang tolak ukur keuangan. Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian
berbagai tujuan seperti kualitas, kepuasan pelanggan, inovasi dan pemberdayaan karyawan tidak
akan memberikan perbaikan terhadap perusahaan apabila hal tersebut hanya dianggap sebagai
tujuan akhir. Semua pengukuran yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan harus
dikaitkan dengan tujuan keuangan sebagai tujuan akhir. Hal ini seperti dikatakan Kaplan dan
Norton: “Ultimately, causal paths from all the measures on a scorecard should be linked to
financial objectives.” Dengan demikian, tolak ukur keuangan dapat digunakan untuk menguji
hasil dari performance driver, dalam hal, sejauh mana efektivitasnya dalam memberikan hasil.
Sebagai ilustrasi sederhana adalah dalam suatu pertandingan sepakbola, kedua tim yang
bertanding bebas mengembangkan strategi dan taktik permainan yang terbaik. Namun,
pemenang pertandingan bukanlah mereka yang telah mengembangkan permainan dengan cantik.
Apapun strategi yang digunakan, pemenang pertandingan adalah mereka yang lebih banyak
mencetak gol. Mencetak gol seumpama outcome measures. Sedangkan strategi permainan itulah
yang dikenal dalam Balanced Scorecard sebagai Performance Driver.
J. Aspek aspek yang diukur dalam balanced scorecard.
Awalnya, Balanced Scorecard merupakan alat manajemen untuk mengukur kinerja suatu
organisasi bisnis. Ide mengenai Balanced Scorecard dikembangkan pada tahun 1990-an oleh
Robert Kaplan dan David Norton. Robert Kaplan adalah seorang professor akuntansi di Harvard
University yang juga merupakan seorang visioner. Ia menyadari bahwa angka-angka finasial
tidak akan cukup untuk organisasi yang berusaha bertahan atau bahkan bersaing di abad ke-21.
Untuk itu, ia dan Norton mengorganisir suatu studi penelitian terhadap selusin perusahaan,
berusaha membedakan praktik terbaik dalam pengukuran kinerja.Dasar pemikiran Balanced
Scorecard sebenarnya sederhana, namum mendalam. Ukuran keuangan selalu penting, namun
harus dilengkapi dengan indikator lain yang dapat memprediksi kesuksesan finansial di masa
depan.
Aspek-aspek Yang Diukur Dalam Balanced Scorecard
1. Perspektif Keuangan
Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan
merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan
18. 14
ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari
tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan
dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton
dibedakan menjadi tiga tahap:
Growth (Berkembang)
Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan
bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang
sama sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk
menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen
untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan
mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi,
mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan
mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan
dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual
beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang
rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa depan sangat
memungkinkan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah
dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada sekarang, dengan
produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran keuangan untuk
growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari
konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru.
Sustain Stage (Bertahan).
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih
melakukan investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan tingkat
pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha
mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila
mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan
kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional
secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-
stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada
besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
Harvest (Panen).
Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana
perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan
19. 15
tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan
perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi atau membangun suatu
kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus
kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash
flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
2. Perspektif Konsumen
Saat memilih ukuran untuk perspektif konsumen, maka organisasi harus menjawab 2 (dua)
pertanyaan penting : “Siapa konsumen target kita?” dan “Apa rancangan nilai kita dalam
melayani mereka?” Dari dua pertanyaan tersebut, tersirat makna bahwa sekarang strategi
perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis ingin
mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan
menyajikan suatu produk atau jasa yang bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk akan
semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang
diharapkan dan persepsikan konsumen.
Menurut Treacy dan Wiersema, dalam buku Discipline of Market Leader, ada 3 (tiga) disiplin
untuk dapat menjadi pemimpin dalam pemasaran, yaitu :
1. Keunggulan operasional.Organisasi yang mengejar disiplin keunggulan
operasional berfokus pada harga yang rendah, dan kenyamanan. Wal-Mart
mewakili perusahaan yang memiliki keunggulan operasional.
2. Kepemimpinan produk.Para pemimpin produk menekankan penampilan
produk perusahaan mereka. Dengan terus menerus berinovasi, mereka
menawarkan produk terbaik di pasar. Nike adalah contoh pemimpin produk di
bidang sepatu atletik.
3. Keintiman dengan konsumenMelakukan apapun yang diperlukan untuk
member solusi bagi kebutuhan konsumen yang unik akan menentukan
perusahaan yang intim dengan konsumen mereka. Mereka berfokus pada
membangun hubungan jangka panjang melalui pengetahuan mendalam
mereka tentang kebutuhan konsumen. Dalam industri ritel, Nordstrom
mewakili organisasi yang intim dengan konsumen.Perspektif Konsumen
merupakan Leasing Indicator artinya, jika konsumen tidak puas mereka akan
mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Perspektif
Konsumen memiliki 2 (dua) kelompok pengukuran, yaitu :
a. Customers Core Measurement
Customers Core Measurement memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu : market
share, customer retention, customer acquisition, customer satisfaction, dan customer
profitability.
20. 16
Market share; Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan
atas keseluruhan pasae yang ada. Hal tersebut meliputi jumlah pelanggan,
jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
Customer retention; Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat
mempertahankan hubungan dengan konsumen.
Customer acquisition; Mengukur tingkat di manna suatu unit bisnis mampu
menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
Customer satisfaction; Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan
kinerja spesifik dalam value proposition.
Customer profitability; Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau
segneb setelah dikurangi biata yang khusus diperlukan untuk mendukung
pelanggan tersebut
b.Customers Value Proposition
Customers Value Proposition merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada core Value
proposition yang didasarkan pada atribut sebagai berikut: product/service attributes,
customer relationship, dan image and reputation.
Product/service attributes; meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan
kualitas. Pelanggan memiliki preferensi berbeda atas produk yang ditawarkan.
Selanjutnya, perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan
atas produk yang ditawarkan.
Customer relationship; menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses
pembelian atas produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan konsumen ini
sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap
pelamnggan berkaitan dengan masalah waktu penyampaian. Komsumen
biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan tepat waktu sebagai
factor penting bagi kepuasan mereka.
Image and reputation; menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik
seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun image
dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang
dijanjikan.
3. Perspektif Proses Internal
21. 17
Dalam perspektif Proses Internal, akan diidentifikasi proses-proses kunci yang harus
dikuasai organisasi untuk dapat terus menambahkan nilai bagi konsumennya. Objektif
dalam perspektif ini menjelaskan secara khusus bagaimana organisasi akan memperoleh
rancangan nilai konsumen yang diungkapkan dalam Perspektif Konsumen dan, akhirnya,
bagaimana organisasi meningkatkan penghasilan dan meningkatkan efisiensi seperti yang
diukur dalam Perspektif Keuangan.Kaplan dan Norton membagi proses internal ke
dalam: inovasi, operasi, dan layanan purna jual.
Berikut penjelasannya :
a. Proses inovasi. Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang
kebutuhan laten dari konsumen dan menciptakan produk atau jasa yang mereka
butuhkan.
b. Proses operasi adalah proses untuk membuata dan menyampaikan produk atau
jasa. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses ini dikelompokkan pada:
waktu, kualitas, dan biaya.
c. Proses Layanan Purna Jual. Proses ini merupoakan jasa layanan pada pelanggan
setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam
proses ini contohnya adalah penanganan garan si dan perbaukan penanganan atas
barang rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan memungkinkan ketiga perspektif yang lain.
Intinya, perspektif ini adalah landasan di mana seluruh rumah Balanced Scorecard
dibangun. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan
infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif
keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan
kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa
yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Untuk memperkecil
kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling
employes.
Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996):
- Karyawan.
Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja
karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu
melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah
keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh
22. 18
informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari
atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan
keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan
konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan
pemantauan secara terus menerus.
- Kemampuan Sistem Informasi.
Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah
dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang
dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk
mendapat informasi tersebut.
- Motivasi
Diperlukan sebuah dukungan motovasi yang besar dan pemberdayaan pegawai
berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambul keputusan.
Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan balanced scorecard adalah sebagai berikut:
- Komprehensif/Menyeluruh
Sebelum konsep Balanced scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa
perspektif keuangan adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja
perusahaan. Setelah balanced scorecard berhasil diterapkan, para eksekutif
perusahaan baru menyadari bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan
hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu konsumen, proses internal, dan pembelajaran
dan pertumbuhan. Pengukuran yang lebih holistic, luas dan menyeluruh ini
berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih strategi korporat dan
memampukan perusahaan untuk memasuki arena bisnis yang kompleks.
- Koheran
Di dalam balanced scorecard dikenal dengan istilah hubungan sebab akibat
(causal relationship). Setiap perspektif (Keuangan, konsumen, proses internal, dan
pembelajaran dan pertumbuhan) mempunyai suatu sasaran strategik yang
mungkin jumlahnya lebih dari satu. Definisi dari sasaran strategik adalah keadaan
atau kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang yang merupakan
penjabaran dari tujuan perusahaan. Sasaran strategik untuk setiap perspektif harus
dapat dijelaskan hubungan sebab akibatnya, sebagai contoh pertumbuhan Return
on investmen (ROI) ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan kepada
konsumen, pelayanan kepada konsumen bisa ditingkatkan karena perusahaan
23. 19
menerapkan teknologi informasi yang tepat guna. dan keberhasilan penerapan
teknologi informasi didukung oleh kompetensi dan komitmen dari karyawan.
Hubungan sebab akibat ini disebut koheren, jika disimpulkan semua sasaran
strategik yang terjadi di perusahaan harus bisa dijelaskan.
- Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam 4 perspektif meliputi
jangka pendek dan panjang yang berfokus pada faktor internal dan eksternal.
Keseimbangan dalam balanced scorecard juga tercermin dengan selarasnya
scorecard personal staff dengan scorecard perusahaan sehingga setiap personal
yang ada di dalam perusahaan bertanggungjawab untuk memajukan perusahaan.
- Terukur
Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya keyakinan
bahwa ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can
achieve it’. Sasaran strategik yang sulit diukur seperti pada perspektif customer,
proses bisnis/ internal serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan menggunakan
balanced scorecard dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.
2.3 .MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
A. MOTIVASI
Kita tahu bahwa motivasi merupakan hasil interaksi antara individu dengan situasi. Tentu saja,
setiap individu memiliki dorongan motivasional dasar yang berbeda-beda. Sekarang dapat kita
definisikan motivasi sebagai suatu proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan
seorang individu untuk mencapai tujuannya. Sementara motivasi umum berkaitan dengan usaha
mencapai tujuan apa pun kita akan mempersempit focus tersebut menjadi tujuan-tujuan
organisasional untuk menecerminkan minat kita terhadap perilaku yang berhubungan dengan
pekerjaan.
Berikut ini adalah tiga elemen utama dari definisi motivasi. -
1. Intensitas, berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha. Ini adalah elemen
yang paling banyak mendapat perhatian ketika kita membicarakan tentang motivasi.
24. 20
2. Arah ,intensitas yang tinggi sepertinya tidak akan menghasilkan prestasi kerja yang
memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arahyang menguntungkan
organisasi. Dengan demikian kita harus mempertimbangkan kualitas serta intensitas
upaya secara bersamaan.
3. Ketekunan, dimensi ini merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang bisa
mempertahankan usahanya. Individu-individu yang bertahan melakukan tugas dalam
waktu yang cukup lama demi mencapai tujuan mereka.
Kepuasan Kerja
Istilahkepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif
tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-
perasaan yang negative tentang pekerjaan tersebut.
Pengertian Kepuasan Kerja menurut para ahli :
1. Lock ( 1995 ) Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang
bersifat positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu
pekerjaan atau pengalaman kerja.
2. Robbins ( 1996 ) Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan
terhadap pekerjaannya.
3. Porter ( 1995 ) Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu
yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia
terima.
4. Mathis dan Jackson ( 2000 ) Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional
yang positif yang merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap
situasi dan kondisi kerja.
b. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas
(negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan
sebaliknya bila tidak aka berarti karyawan tidak puas.
c. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan
antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa
yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.
d. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan.
25. 21
B. TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori-teori motivasi pada Zaman Dahulu
Tiga teori khusus dirumuskan selama periode ini, yang meskipun diserang habis-habisan dan
diragukan validitasnya, mungkin masih merupakan penjelasan-penjelasan mengenai motivasi
karyawan yang paling terkenal.
Berikut ini adalah tiga teori motivasi pada zaman dahulu.
1. Hierarki Teori Kebutuhan
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hieraki kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia
membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima
kebutuhan, yaitu:
1. Fisiologis, meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik
lainnya.
2. Rasa aman.Meliputi rasa ingin dilindingu dari bahaya fisik dan emosional.
3. Social,meliputi rsa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan .
4. Penghargaan meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri,
otonomi, dan pencapaian, dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status,
pengakuan, dan perhatian.
5. Aktualisasi diri,dorongan untuk menjadi seseorang sesuai kecakapannya,
meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri
dari sudut motivasi, teori tersebut mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang benar-
benar dipenuhi, sebuah kebutuhan yang pada dasarnya telah dipenuhi tidak lagi memotivasi.
Jadi, bila ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, Anda harus memahami tingkat hierarki
di mana orang tersebut berada saat ini dan focus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atau
di atas tingkat tersebut
1. Teori X dan Teori Y Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan nyata
mengenai manusia: pandangan pertama pada dasarnya negative, disebut teori ,
dan yang kedua pada dasarnya positif, disebut teori .Setelah mengkaji cara para
manajer berhubungan dengan karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa
pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok
asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka
terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Menurut Teori X empat asumsi yang dimiliki oleh manajer adalah:
26. 22
1. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha
untuk menghindarinya
2. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan,
atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila
mungkin.
4. Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait
pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi .
Sedangkan,Teori Y juga memiliki empat asumsi positif, yaitu:
1. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya
istirahat atau bermana.
2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai
tujuan .
3. Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahkan mencari, tanggung jawab.
4. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke
seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajeme
2. Teori Dua Faktor
Teori ini dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Frederick Herzberg. Dengan keyakinan
bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap
seseorang terhadap pekerjaan bisa dengan sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan,
Herzberg menyelidiki pertanyaan tersebut,“Apa yang diinginkan individudari pekerjaan-
pekerjaan mereka?” Ia meminta individu untuk mendeskripsikan, secara mendetail, situasi-
situasi dimana mereka merasa luar biasa baik atau buruk dengan pekerjaan-pekerjaan mereka.
Respons-respons ini kemudian ditabulasi dan dikategorikan.
Teori-teori Motivasi Kontemporer
Teori-teori sebelumnya memang terkenal, namun tidak menunjukkan hasil yang baik setelah
pemeriksaan menyeluruh. Berikut ini adalah teori-teori kontemporer, di mana teori-teori berikut
menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori Kebutuhan McClelland
Teori yang menyatakan bahwa pencapaian, kekuatan, dan hubungan adalah tiga kebutuhan
penting yang membantu menjelaskan motivasi. Teori ini dikembangkan oleh David McClelland,
yang didefiniskan berikut ini
1. Kebutuhan pencapaian: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-
standar, berusaha keras Untuk berhasil
27. 23
2. Kebutuhan kekuatan:kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku
sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya
3. Kebutuhan hubungan: keinginan untuk menjalin suatu hubungan
antarpersonal yang ramah dan akrab
Teori Evaluasi Kognitif
Teori ini menjelaskan bahwa pengenalan penghargaan ekstrinsik, seperti imbalan kerja, untuk
usaha kerja yang sebelumnya memuaskan seacar intrinsic karena kesenangan yang berhubungan
dengan isi dari pekerjaan itu sendiri cenderung menurunkan seluruh motivasi. Perkembangan
teori evaluasi koginitif baru-baru ini adalah indeks diri, yang mempertimbangkan tingkat sampai
mana alasan-alasan seseorang untuk mengejar suatu tujuan konsisten dengan minat dan nilai-
nilai inti mereka. Sebagai contoh, apabila para individu mengejar tujuan-tujuan karena minat
intrinsic, cenderung mencapai tujuan-tujuan mereka dan merasa senang meskipun mereka tidak
mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Teori Penentuan Tujuan
Teori bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit dengan umpan balik, menghasilkan kinerja
yang lebih tinggi. Teori ini mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan
tersebut, yang berarti, seorang individu memutuskan untuk tidak merendahkan atau megabaikan
tujuan tersebut.
Teori Efektivitas Diri
Teori ini merujuk pada keyakinan seorang individu bahwa ia mampu mengerjakan suatu tugas.
Semakin tinggi efektifitas diri Anda, semakin tinggi rasa percaya diri yang Anda miliki dalam
kemampuan Anda untuk berhasil dalam suatu tugas. Selain itu, individu yang mempunyai
efektivitas diri yang tinggi tampaknya merespons umpan balik negative dengan usaha dan
motivasi yang lebih tinggi
Teori Penguatan
Teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Dalam teori
ini, kita mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang menunjukkan bahwa penguatan
memengaruhi perilaku. Teori ini mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada
apa yan terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan
Teori Keadilan
Teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan
masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk
menghilangkan ketidakadilan. Selain itu, adalah penting untuk memerhatikan bahwa ketika
28. 24
sebagian besar penelitian tentang teori keadilan berfokus pada imbalan kerja, karyawan
tampaknya mencari keadilan dalam distrivusi penghargaan organisasional yang lain.
Teori Harapan
Teori harapan dari Victor Vroom menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk
bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan
tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu
tersebut. Teori ini berfokus pada tiga hubungan, yaitu:
Hubungan usaha - kinerja
Hubungan kinerja- penghargaan
Hubungan penghargaan - tujuan-tujuan pribadi
Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam
pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya melakukan usaha minimum untuk mencapai sesuatu.
C.ASPEK-ASPEK KEPUASAN KERJA
Kerja yang secara mental menantang Kebanyakan karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan
yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka
dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang
menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan
perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai
kesenangan dan kepuasan.
Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil, dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah yang baik didasarkan
pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang
bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan
atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar
dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah
dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi
keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang
lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil ( fair and just)
kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
29. 25
Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk
memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai
keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya,
kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
Rekan kerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam
kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang
meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan
pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan
kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan
lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini,
mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam
kerja mereka.
D.PENGUKURAN KEPUASAN KERJA
Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan
dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima
kondisi-kondisi yang acap kali kurang ideal, dll. Ini berarti bahwa penilaian seorang karyawan
tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang
rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan.
Seberapa puas individu dengan pekerjaan mereka?
Apakah sebagian besar individu merasa puas dengan pekerjaan mereka? Tampaknya,
jawabannya adalah ‗ya‘ yang memenuhi syarat di AS dan di sebagian besar Negara maju.
Berbagai studi independen, yang diadakan di antara para pekerja AS selama 30 tahun terakhir,
pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka.
Meskipun jarak persentasenya lebar, lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka merasa
puas dibandingkan tidak puas. Selain itu, hasil-hasil ini biasanya berlaku untuk Negara maju
lainnya.
30. 26
Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja?
Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja, menikmati kerja itu sendiri hamper selalu
merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara
keseluruhan. Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga
memainkan sebuah peran. Misalnya, beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai hamper
segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang tampaknya
sangat hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai kepribadian negative
biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka.
Pengaruh dari karyawan yang tidak puas dan puas di tempat kerja
Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjan mereka, da nada konsekuensi ketika
karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Berikut ini adalah empat respons kerangka teoritis:
1. Keluar perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi
baru dan mengundurkan diri .
2. Aspirasi secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk
aktivitas serikat kerja.
3. Kesetiaan :secara pasif tetapi optimistif menunggu membaiknya kondisi, termasuk
membela organisasi ketika berhadapan denagn kecaman eksternal dan memercayai
organisasi dan manajemennya untuk ―melakukan hal yang benar‖.
4. Pengabaian : secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk
ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan
meningkatnya angka kesalahan.
2.4. Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
A. Pengertian Teori Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient)
adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi
dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap
informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk
memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Goleman,2001:512).
Seseorang dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik, kemungkinan besar
akan berhasil dalam kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong
produktivitas (Widagdo, 2001). Goleman (2001) membagi kecerdasan emosional yang dapat
31. 27
memperngaruhi keberhasilan seseorang dalam bekerja ke dalam lima bagian utama yaitu
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.
Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence training, prime
consulting, p.11) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan emosi, menerima dan
membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan pengetahuan emosional sehingga dapat
meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Salovey juga memberikan definisi dasar
tentang kecerdasan emosi dalam lima wilayah utama yaitu, kemampuan mengenali emosi diri,
mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang kain, dan kemampuan
membina hubungan dengan orang lain. Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman (2000, p.8)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan
mengontrol diri, memacu, tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut
mencakup pengelolaan bentuk emosi baik yang positif maupun negatif. Purba (1999, p.64)
berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan
menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semamgat optimisme, dan kemampuan
menjalin hubungan dengan orang lain atau empati.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional menurut para ahli
(Mu’tadin, 2002), yaitu:
1) Salovey dan Mayer (1990)
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk
mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami
perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga dapat
membantu perkembangan emosi dan intelektual.
2) Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan merasakan,
memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kecerdasan
emosi menuntut seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang
lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi emosi dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai komponen yang
membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa
emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi
emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan pemahaman
yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
32. 28
4) Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan
emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional
tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, dan
mengatur suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam lima wilayah
utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Secara jelas
hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Kesadaran Diri (Self Awareness)
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan dalam
dirinya dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri
sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri sendiri dan
kepercayaan diri yang kuat.
b) Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan
menangani emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada
pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari
tekanan emosi.
c) Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun diri menuju sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak
sangat efektif, dan mampu untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan
frustasi.
d) Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang lain,
mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan saling
percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.
e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
33. 29
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan
baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan
jaringan sosial secara cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan
ketrampilan ini untuk mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan
perselisihan, serta bekerja sama dalam tim.
5) Menurut Prati, et al. (2003) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk membaca dan
memahami orang lain, dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan untuk mempengaruhi
orang lain melalui pengaturan dan penggunaan emosi. Jadi kecerdasan emosi dapat diartikan
tingkat kecemerlangan seseorang dalam menggunakan perasaannya untuk merespon keadaan
perasaan dari diri sendiri maupun dalam menghadapi lingkungannya. Sementara itu menurut
Bitsch (2008) indikator yang termasuk dalam variabel kecerdasan emosional ada 7. Tujuh
indikator tersebut diukur dengan ”The Yong emotional intelligence Inventory (EQI)”, yakni
kuesioner self-report yang mengukur 7 indikator tersebut adalah:
a) Intrapersonal skills,
b) Interpesonal skills,
c) Assertive,
d) Contentment in life,
e) Reselience,
f) Self-esteem,
g) Self-actualization.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan
emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis.
Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan
seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan
emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan
berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung.
Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah
34. 30
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan
kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi khususnya yang
melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi
merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
C. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang harus dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak terjadi salah
paham serta dapat menjaga hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.
4 . Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan diri dan
jangan takut ditolak.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau bisa mengerti
situasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bisa
ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat salaing mengerti.
9. Bersikap rasional
35. 31
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir rasional.
10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian. Jangan
memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan.
D. Pengukuran Kompetensi Emosional
EI Kemampuan biasanya diukur menggunakan tes kinerja maksimum dan memiliki
hubungan yang kuat dengan kecerdasan tradisional, sedangkan EI sifat biasanya diukur
dengan menggunakan kuesioner laporan diri dan memiliki hubungan yang kuat dengan
kepribadian.
Dua alat pengukuran didasarkan pada model Goleman:
Inventory Emotional Kompetensi (ECI), yang diciptakan pada tahun 1999, dan
Inventarisasi
Kompetensi Emosional dan Sosial (ESCI), yang diciptakan pada tahun 2007.
The Appraisal Kecerdasan Emosional, yang diciptakan pada tahun 2001 dan yang dapat
diambil sebagai laporan diri atau 360 derajat penilaian
2.5. Membangun kapabilitas dan kompensasi SDM.
A. sumber daya manusia kapabilitas
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi sebelum suatu sumber daya
dapat disebut sebagai sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan sebagai berikut:
1. Merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga (valuable), terutama
dalam kaitannya dengan kemampuan untuk mengeksploitasi kesempatan dan atau
menetralisasi ancaman dari lingkungan perusahaan.
2. Relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di lingkungan
kompetitif.
3. Sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
4. Tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara strategis signifikan.
masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan” berbagai strategi, kebijakan dan
praktik MSDM menjadi keunggulan kompetitif berkelanjutan.
B. Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
36. 32
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi tersebut mencakup:
1. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil- hasil yang
telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari alternatif-
alternatif baru .
2. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar besar, untuk menguji
berbagai pengandaian dan pengubah prespektif.
3. Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan kemampuan secara efektif
dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk mendengar, berkomunikasi,
mendapat alternatif ketiga,menciptakan kesepakatan menang-menang,dan berusaha
mencapai solusi alternatif ketiga ,kemampuan untuk melihat dan beroperasi secara
efektif dalam organisasi atau sistem yang utuh.
Lyle dan Signe Spencer bersama David McClelland(1990) berpadapat bahwa profil kompetensi
akan semakin penting bagi eksekutif, manajer dan karyawan pada perusahaan masa depan yang
semakin kompetitif.
Para menajer SDM dan pimpinan perusahaan setidaknya harus memiliki tiga kompetensi yang
penting,yakni:
1. Pemikiran strategis,
Yaitu kemampuan memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang cepat
,peluang pasar,ancaman kompetensi, kekuatan dan kelamahan perusahaan mereka
sendiri,serta sanggup mengidentifikasikan respon strategis terhadap semua
tantangan secara optimum.
2. Kepemimpinan peruhubahan.
Yaitukemampuan meengkomunkasikan visi strategis perusahaan kepada seluruh
pihak yang terkait (stake- holders), menciptakan komitmen dan motivasi yang
tulus dari mereka, bertindak sebagai penggerak inovasi dan semangat
kewirausahaan , dan mampu mengalokasikan sumber daya perusahaan secara
optimal untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi.
3. Manajemen hubungan
Yatu kemampuan membina hubungan dan juga mempengaruhi mitra usaha terkait,
dengan pihak yang tidak memiliki otoritas formal namun cukup berpengaruh
,seperti pelanggan , serikat buruh, angota parlemen dan lembaga swadaya
masyarakat.
Bahkan di era globalisasi ini,manajer SDM dan pimpinan perusahaan perlu memiliki kompetensi
berikut:
1. Keluwesan
2. Implementasi perubahan
3. Inivasi kewirausahaan
37. 33
4. Pemaham antarpribadi
5. Pemberdaya
6. Fasilitas kolompok
7. porbalitas
2.6. konsep audit kinerja.
A. Pengukuran kinerja
Menurut Anantawikrama, etc (2013) pengukuran kinerja sektor publik merupakan suatu sistem
yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui
alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and
punishment system.
Menurut Mardiasmo dalam Anantawikrama, etc (2013) pengukuran kinerja sektor publik
dilakukan untuk memenuhi tiga maksud:
1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki
kinerja pemerintah. Ukuran kinerja yang dimaksudkan untuk dapat membantu
pemerintah berfokus kepada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini
pada akhirnya dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas organisasi sektor
publik.
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan
pembuatan keputusan.
3. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan
pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.Oleh
pihak legislatif, ukuran kinerja digunakan untuk menentukan kelayakanbiaya
pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat pengguna
jasa publik. Masyarakat tentu tidak mau terus menerus ditarik pungutan
sementara pelayanan yang mereka terima tidak ada peningkatan kualitas dan
kuantitasnya.
Oleh karena itu pemerintah berkewajiban untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas
pelayanan publik.
Menurut Rai dalam Anantawikrama, etc (2013) pengukuran kinerja pada sektor publik
memiliki beberapa tujuan, yaitu:
38. 34
1. Menciptakan akuntabilitas publik. Dengan melakukan pengukuran kinerja,
akan diketahui apakah sumber daya digunakan secara ekonomis, efesien,
sesuai dengan peraturan, dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. Pengukuran kinerja sangat
penting untuk melihat apakah suatu organisasi berjalan sesuai dengan yang
direncanakan atau menyimpang dari tujuan yang ditetapkan.
3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya. Pengukuran kinerja akan sangat
membantu pencapaian tujuan organiasi dalam jangka panjang serta
membentuk upaya pencapaian budaya kerja yang lebih baik di masa
mendatang.
4. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. Dengan adanya pengukuran
kinerja atas pegawai, dapat diketahui apakah mereka telah bekerja dengan baik
atau tidak. Pengukuran kinerja dapat menjadi media pembelajaran bagi
pegawai untuk meningkatkan kinerja masa datang.
5. Memotivasi pegawai. Pengukuran kinerja dapat dijadikan alat untuk
memotivasi pegawai dengan memberikan imbalan kepada pegawai yang
memiliki kinerja baik.
B. STANDAR AUDIT
Menurut Indra Bastian (2006) standar auditing yang dapat digunakan secara nasional sudah
merupakan kebutuhan yang mendesak dalam era globalisasi ini. Standar audit ini merupakan
patokan untuk melakukan audit atas semua kegiatan pemerintah. Standar audit ini memuat
persyaratan profesional auditor, mutu pelaksanaan audit, dan persyaratan laporan audit yang
profesional dan bermutu. Standar Audit Pemerintahan (SAP) yaitu:
a. Standar Umum
1. Staf yang ditugasi untuk melaksanakan audit harus secara kolektif memiliki
kecakapan profesional yang memadai untuk tugas yang diisyaratkan.
2. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit, organisasi atau lembaga
audit dan auditor, baik pemerintah maupun akuntan publik harus independen
(secara organisasi maupun pribadi), bebas dari gangguan independensi baik yang
bersifat pribadi atau yang berasal dari luar pribadinya (eksternal) serta harus
dapat mempertahankan sikap dan penampilan yang independen.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
4. Setiap organisasi atau lembaga audit yang melaksanakan audit berdasarkan SAP
harus memiliki sistem pengendalian internal yang memadai.
39. 35
b. Standar Pekerjaan Lapangan Audit Kinerja
1. Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.
2. Staf harus diawasi dengan baik.
3. Apabila hukum, peraturan perundang-undangan dan persyaratan kepatuhan
lainnya merupakan hal yang signifikan bagi tujuan auditor, maka auditor harus
merancang audit untuk memberikan keyakinan yang memadai.
4. Auditor harus benar-benar memahami pengendalian manajemen yang relevan
dengan audit.
c. Standar Pelaporan Audit Kinerja
1. Auditor harus membuat laporan audit secara tertulis untuk dapat
mengomunikasikan hasil dari setiap audit.
2. Auditor harus dengan semestinya menerbitkan laporan untuk menyediakan
informasi secara tepat waktu yang digunakan oleh manajemen dan pihak lain
yang berkepentingan. Laporan audit harus mencakup tujuan, lingkup,
metodologi, hasil audit, temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
3. Laporan harus lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, jelas, dan ringkas
sepanjang hal ini dimungkinkan.
4. Laporan audit tertulis diserahkan oleh organisasi atau lembaga audit kepada (1)
pejabat yang berwenang dalam organisasi pihak yang diaudit, (2) pejabat yang
berwenang dalam organisasi pihak yang meminta atau mengatur audit, termasuk
organisasi luar yang memberikan data, kecuali jika dilarang oleh peraturan
perundang-undangan, (3) pejabat lain yang mempunyai tanggung jawab atas
pengawasan secara hukum atau pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan
tindak lanjut atas temuan dan rekomendasi audit, (4) pihak lain yang diberi
wewenang oleh entitas yang diaudit untuk menerima laporan tersebut.
C. AUDIT PENDAHULUAN
Menurut Indra Bastian (2006) secara operasional, umumnya setiap audit selalu didahului dengan
penetapan kontrak audit. Auditor biasanya diminta untuk membuat usulan audit. Dalam usulan
audit, salah satu hal penting dan mutlak untuk dikemukakan adalah penentuan aktivitas atau
organisasi yang akan diperiksa. Untuk dapat melakukan penetapan/penentuan aktivitas atau
organisasi yang akan diperiksa, pemeriksa perlu mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1. Peraturan perundang-undangan atau kebijaksanaan tertentu yang mewajibkan
diadakannya audit terhadap aktivitas atau organisasi tertentu.
40. 36
2. Permintaan audit dari badan legislatif, komite audit, atau dewan eksekutif.
3. Penting atau tidaknya suatu program, aktivitas, atau organisasi tertentu ditinjau
dari ukuran jumlah pengeluaran, investasi dalam aktiva dan jumlah penghasilan.
Pengetahuan yang dimiliki oleh auditor dan kompleksitas sistem pengendalian
internal maupun sistem pengendalian manajemen.
4. Ada atau tidaknya program baru atau organisasi baru yang memerlukan
perhatian khusus.
5. Ada atau tidaknya permintaan usulan pemeriksaan atas aktivitas atau fungsi
tertentu.
Jika usulan audit diterima, maka langkah berikutnya adalah penandatanganan
surat kontrak audit (engagement letter). Setelah surat kontrak audit ditandatangani, maka langkah
berikutnya adalah memperkirakan berbagai alternatif sasaran audit atas penugasan audit tersebut
yang masih bersifat sangat sementara. Tahap audit pendahuluan bagi pemeriksa adalah
memperoleh informasi umum dan informasi latar belakang dalam waktu yang relatif singkat
mengenai semua aspek yang berhubungan dengan organisasi, aktivitas, program, atau sistem dari
entitas yang diperiksa.
a. Perencanaan Audit
Perencanaan audit pada kinerja dapat disamakan dengan perencaan audit pada audit keuangan
atas entitas yang baru pertama kali diperiksa. Perencanaan audit pada umumnya menyangkut
perencanaan terhadap hal-hal berikut:
1. Jumlah staf auditor yang diperlukan agar diperoleh pemanfaatan yang optimal
dari kecakapan staf auditor sehingga terhindar inefisiensi audit.
2. Jumlah waktu yang dibutuhkan guna menjamin ketepatan waktu kerj.
3. Program audit yang dibuat agar diperoleh ketepatan dalam penentuan prosedur
audit sehingga terhindar dari pelaksanaan prosedur yang sebenarnya tidak
diperlukan.
4. Bentuk dan isi laporan hasil pemeriksaan untuk menentukan garis besar laporan
yang bersifat sementara atas area audit.
b. Penyusunan Program Audit
Audit kinerja hampir selalu mengharuskan disusunnya program audit tertulis untuk tahap audit
pendahuluan, tahap tinjauan dan pengujian sistem pengendalian manajemen serta tahap
41. 37
pelaksanaan audit terinci. Pada audit kinerja, masing-masing program audit mempunyai
karakteristik dan penekanan yang berbeda. Program audit untuk tahap audit pendahuluan dititik
beratkan pada usaha untuk memperoleh informasi latar belakang yang memadai sehingga
menghindari kebingungan di pihak auditor di kemudian hari dalam menentukan informasi latar
belakang yang mana yang harus diperoleh, di mana informasi tersebut dapat diperoleh dan apa
yang harus dilakukan kalau informasi tersebut diperoleh.
c. Tahap Audit Pendahuluan untuk Audit Pengelolaan
Pada tahap audit pendahuluan diperoleh informasi umum dan informasi latar belakang yang
berguna bagi auditor untuk menentukan arah yang harus diambil, area audit, dan pada akhirnya
sasaran audit sementara. Sekali area audit keseluruhan telah ditentukann, auditor dapat
memperoleh informasi yang berhubungan dengan entitas yang diperiksa melalui tahap-tahap
audit.
Auditor perlu melakukan wawancara dengan pejabat dan karyawan kunci dari semua arah
aktivitas dan organisasi. Auditor perlu memperoleh berbagai catatan seperti data anggaran,
laporan operasional, laporan hasil audit keuangan, buku pedoman kebijakan. Sehingga dengan
cara ini dapat diperoleh berbagai bukti akan adanya kelemahan, ketidak ekonomisan dan
inefisiensi dari pelaksanaan kegiatan.
d. Tahap Audit Pendahuluan untuk Audit atas Hasil Program
Sebagaimana halnya pada tahap audit pengelolaan, pemeriksa harus mampu memperoleh,
menelaah, menganalisis informasi umum dan informasi latar belakang, serta melakukan
pengamatan langsung guna menentukan sasaran audit sementara dan sasaran audit alternatif.
Pada audit atas hasil program,dari sudut pandang keuangan, pengorbanan/biaya yang dikeluarkan
untuk suatu program dapat dihubungkan dengan penghasilan dan manfaat yang diperoleh dari
program tersebut. Selain itu, harus terdapat keselarasan antara maksimalisasi penghasilan dengan
pencapaian tujuan.Oleh karena itu, dalam mengevaluasi informasi umum dan informasi latar
belakang dari suatu program guna merumuskan sasaran audit sementara, auditor menghadapi
jumlah informasi yang lebih luas dibandingkan dengan audit pengelolaan. Meskipun demikian,
secara prinsip kedua hal tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu memperoleh informasi umum
dan informasi latar belakang guna merumuskan sasaran audit sementara dan sasaran audit
alternatif.
D. PROSEDUR AUDIT
Menurut Dista Amalia (2012) prosedur audit kinerja sektor publik dibagi menjadi 4 tahap:
1. Tahap pengenalan dilakukan survei pendahuluan dan review sistem pengendalian
manajemen. Pekerjaan yang dilakukan pada survei pendahuluan dan review
42. 38
sistem pengendalian manajemen bertujuan untuk menghasilkan rencana
penelitian yang detail yang dapat membantu auditor dalam mengukur kinerja dan
mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara kinerja dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Tahap pengauditan dalam audit kinerja terdiri dari tiga elemen, yaitu: telaah
hasil-hasil program, telaah ekonomi dan efesiensi, dan telaah kepatuhan, disusun
untuk membantu auditor dalam mencapai tujuan audit kinerja. Review atas hasil-
hasil program akan membant auditor untuk mengetahui apakah entitas telah
melakukan sesuatu yang benar. Review ekonomis dan efisiensi akan
mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu
yang benar. Review ekonomis dan efesiensi akan mengarahkan auditor untuk
mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar secara ekonomis
dan efesien. Review kepatuhan akan membantu auditor untuk menentukan
apakah entitas telah melakukan segala sesuatu dengan cara-cara yang benar,
sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku. Masing-masing elemen
tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama, tergantung
pada sumber daya yang ada dan pertimbangan waktu.
3. Tahap pelaporan merupakan tahapan yang harus dilaksanakan karena adanya
tuntutan yang tinggi dari masyarakat atas pengelolaan sumber daya publik. Hal
tersebut menjadi alasan utama untuk melaporkan keseluruhan pekerjaan audit
kepada pihak manajemen, lembaga legislatif dan masyarakat luas. Penyampaian
hasil-hasil pekerjaan audit dapat dilakukan secara formal dalam bentuk laporan
tertulis kepada lembaga legislati maupun secara informal melalui diskusi dengan
pihak manajemen.
4. Tahapan yang terakhir adalah tahap penindaklanjutan, dimana tahap ini didesain
untuk memastikan/memberikan pendapat apakah rekomendasi yang diusulkan
oleh auditor sudah diimplementasikan. Prosedur penindaklanjutan dimulai
dengan tahap perencanaan melalui pertemuan dengan pihak manajemen untuk
mengetahui permasalahan yang dihadapi organisasi dalam mengimplementasikan
rekomendasi auditor. Selanjutnya, auditor mengumpulkan data-data tersebut
untuk kemudian disusun dalam sebuah laporan.
Menurut Indra Bastian (2006) ketika standar audit menyajikan kerangka berpikir yang umum
mengenai audit kinerja, maka perilaku nyata dari standar aplikasi praktis audit yang diperlukan
pada organisasi pemerintahan atau program diperiksa. Tahap audit dapat dikategorikan menjadi
tahap perencanaan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap pelaporan.
Tahap perencanaan sudah sangat dikenal oleh organisasi dan dalam rincian program audit
dinyatakan bahwa auditor dalam mengukur kinerja dan mengembangkan temuan dasar untuk
dibandingkan dengan pengukuran kinerja harus berdasarkan pada kriteria yang ditetapkan.
43. 39
Perencanaan audit seharusnya mencakup :
1. Sasaran, luas, dan metodolog audit.
2. Kriteria pengukuran kinerja.
3. Koordinasi dengan auditor pemerintah lain jika dibutuhkan.
4. Pengetahuan dan keterampilan staf audit.
5. Kepatuhan dengan hukum, peraturan, dan aturan.
6. Pengukuran pengendalian internal.
Survei pendahuluan seharusnya digunakan dalam menyusun perencanaan audit. Survei
pendahuluan akan menyediakan informasi mengenai metode dan sistem yang digunakan untuk
mengevaluasi kinerja dan mengelola operasi serta keuangan organisasi. Informasi ini dapat
digunakan untuk dikembangkan untuk pemahaman atas organisasi, sehingga audit dapat
dilaksanakan dengan efesien, termasuk penggunaan sumber daya audit di daerah yang penting.
Pelaksanaan pekerjaan selama tahap ini lebih berupa mencari gambaran dibandingkan dengan
analisis.
Salah satu cara untuk memperoleh pemahaman atas entitas adalah melalui survei pendahuluan, di
mana auditor mulai memeriksa sistem pengendalian internal. Tahap ini sejenis dengan
peninjauan atas pengendalian internal pada audit keuangan. Sistem pengendalian manajemen
adalah bagaimana entitas dapat menjamin bahwa sasaran dapat tercapai atau entitas beroperasi
secara ekonomis, efisien, dan patuh pada hukum dan peraturan. Dalam audit kinerja, dibutuhkan
peninjauan terhadap pengendalian internal dan fokus pada tinjauan terhadap berbagai variasi
sasaran.
a. Identifikasi Lingkungan Manajemen
Pendekatan auditor pada bagian ini bertujuan untuk memperoleh dokumen yang mencukupi
untuk memeriksa peraturan dasar organisasi dan memahami sejarah serta kondisi operasi
sekarang. Auditor seharusnya mengenal struktur organisasi, sistem pengendalian, laporan
keuangan, sistem informasi, pegawai, dan pelaksanaan administratif.
Mendekati akhir pendekatan ini, auditor seharusnya memperoleh informasi mengenai
hukum yang terkait, pernyataan kebijakan, dokumen dan catatan penelitian terdahulu, laporan
audit sebelumnya, dan studi lain yang dilakukan oleh departemen. Auditor harus memperoleh
gambaran mengenai informasi dasar yang berkaitan organisasi dengan mendapatkan bagan
organisasi, uraian tertulis, serta bagan alir dari proses kerja dan sistem informasi. Auditor juga
44. 40
harus memperoleh informasi mengenai kebijakan dan prosedur administrasi dan personalia, serta
mengidentifikasi dan memperoleh prosedur operasi.
b. Pengujian Perencanaan dan Sasaran
Dalam langkah selanjutnya, auditor perlu untuk menentukan apakah rencana disusun untuk
mengimplementasi sasaran organisasi. Rencana yang baik adalah penting untuk penerapan secara
efisien. Auditor harus memverifikasi bahwa rencana tersebut logis dan disusun berdasarkan
faktor-faktor yang relevan. Beberapa faktor yang berkaitan dengan manajemen pengendalian,
baik perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang. Seharusnya digunakan sebagai alat
koordinasi yang efektif jika terjadi perubahan atas entitas, sehingga harapan ke depan yang tidak
realistis dapat dihindari. Auditor memeriksa latar belakang rencana dan membandingkannya
dengan anggaran proyek untuk menentukan tingkat anggaran yang diperlukan untuk
mengimplementasikan rencana dan mencapai tujuan.
c. Pengujian atas Organisasi dan Struktur Organisasi
Salah satu fungsi pokok manajemen adalah mengelola sumber daya organisasi untuk mencapai
tujuan. Auditor harus memerhatikan bagian ini dalam audit kinerja. Langkah awal dalam analisis
ini adalah mengumpulkan atau memperoleh bagan organisasi, gambaran posisi, dan data
anggaran organisasi. Batas kewenangan dan tanggung jawab seharusnya diperiksa melalui
wawancara dengan pihak yang bersangkutan. Melalui wawancara ini, auditor juga dapat
memperoleh informasi mengenai hubungan informal dalam organisasi yang mungkin menjadi
kunci efektivitas dari organisasi tersebut.
Hal yang penting bagi auditor adalah memahami bagaimana sumber daya dialokasikan terhadap
berbagai elemen dalam organisasi. Selain itu, untuk menentukan atau menghitung biaya dari tiap
unit jasa, beberapa perubahan dalam pengukuran ini akan menunjukkan perubahan ukuran
organisasi yang mungkin tidak dapat dilihat di struktur organisasi. Masalah lain dalam tahapan
audit ini berkaitan dengan supervisi, alokasi sumber daya yang terbatas, alokasi sumber daya
yang terbatas, pegawai yang tidak cukup, dan tidak jelas dalam pertanggung jawaban.
d. Pengujian Kebijakan dan Pelaksanaan
Kebijakan adalah aturan atau kesepakatan administrasi atas nilai-nilai dalam unit pemerintahan.
Pelaksanaan kegiatan entitas adalah kebiasaan informal anggota suatu entitas. Tugas auditor di
bagian ini adalah menginvestigasi sumber dan kelayakan kebijakan dan pelaksanaannya, serta
menganalisis tingkat kepatuhan daru pelaksanaan tersebut.
Auditor harus memulai pekerjaannya di bagian ini dengan mengumpulkan sumber kebijakan
formal atas organisasi. Hukum, ikatan, petunjuk administratif, dan pernyataan pengembangan
kebijakan formal seluruhnya berisi pernyataan kebijakan formal. Hal ini menyulitkan auditor
untuk mengakumulasi informasi mengenai pelaksanaan informal dalam pelaksanaan kegiatan
45. 41
setiap hari. Karena kebijakan formal mungkin dilaksanakan di entitas jika pelaksanaan tidak
mengerti persepsi ini, maka wawancara diharapkan akan dapat menemukan masalah di bagian
ini.
e. Pengujian atas Sistem dan Prosedur
Sistem dan prosedur adalah serangkaian aktivitas untuk menyelesaikan tugas. Ketika aktivitas ini
diformalkan, tujuan sistem dibuat dalam struktur organisasi untuk menentukan aktivitas dan
output yang diharapkan. Dalam kasus ini, auditor sebaiknya mengobservasi berbagai varians
antara aktivitas yang dibutuhkan dengan kenyataan. Jika aktivitas ditetapkan dalam sistem
informal, maka pengujian auditor harus difokuskan pada perancangan aktivitas untuk mencapai
tugas. Dalam hal ini, pengendalian berfungsi untuk mengindentifikasikan varians atau
penyimpangan dari tujuan yang ditetapkan, dan untuk mengikuti aktivitas dalam pola yang logis.
Langkah pertama dalam proses ini adalah mengembangkan sistem dalam bagan alir yang
representatif. Bagan alir ini sebaiknya dikembangkan melalui diskusi dengan manajemen dan
observasi atas aktivitas yang sebenarnya dalam rangka menemukan berbagai varians dalam
persepsi manajemen mengenai kenyataan yang terjadi. Pola tersebut harus dibandingkan dengan
keperluan aktivitas untuk menetapkan alasan pelaksanaan aktivitas. Selain itu, aktivitas tersebut
harus dilihat kepatuhannya dengan peraturan.
Auditor seharusnya juga berfokus pada struktur pertanggungjawaban. Observasi dapat
menentukan jumlah waktu yang dibutuhkan oleh aktivitas dibandingkan dengan kebijakan waktu
dari masing-masing aktivitas. Auditor harus menentukan siapa yang menjamin tercapainya
tujuan dan bagaimana sistem beraksi terhadap masalah dalam proses pencapaian tujuan. Tugas
auditor dalam hal ini adalah memberikan rekomendasi untuk memperbaiki mekanisme sistem
yang ada.
f. Pengujian Pengendalian dan Metode Pengendalian
Pengujian pengendalian internal dan prosedur pengendalian adalah pengujian atas efisiensi
organisasi dalam rangka memperoleh jaminan atas pencapaian sasaran dan rencana organisasi.
Auditor harus mampu mengidentifikasi hal-hal pokok dalam pengendalian dan menganalisis
efektivitasnya. Data aktual yang diperoleh di organisasi akan menunjukkan hal-hal pokok
tersebut. Auditor dapat memulainya dengan membandingkan antara tanggung jawab entitas
dengan pencapaian output, yang informasinya diperoleh dari data organisasi.
g. Pengujian SDM dan Lingkungan Fisik
Auditor seharusnya mengevaluasi efektivitas dari penggunaan pegawai yang terampil.
Hal ini disebabkan karena lingkungan pekerjaan berpengaruh terhadap efisiensi pegawai. Oleh
karena itu, baik lingkungan fisik maupun kondisi kerja seharusnya juga dievaluasi untuk
mengetahui kemungkinan dampak negatif terhadap efisiensi pegawai.
46. 42
Kebijakan mengenai pekerjaan, aturan, dan keuntungan program sebaiknya ditinjau untuk
menetapkan kepatuhan dengan peraturan dan kebijakan tersebut. Dalam wilayah tersebut, auditor
juga seharusnya meninjau klasifikasi pekerjaan sehingga mencakup evaluasi jenis pekerjaan
berdasarkan pendidikan, pengalaman, dan kepatuhan dengan peraturan.
Catatan pegawai juga perlu ditinjau untuk menetapkan bahwa data lengkap, akurat, dan
sesuai dengan aturan dan kebijakan. Perputaran pegawai dan tingkat absensi juga perlu
dievaluasi untuk mengetahui dampak terhadap produktivitas dan waktu lembur. Selain itu,
wawancara juga perlu dilakukan dengan pegawai bagian lain untuk memberikan keyakinan
mengenai prilaku seperti pelatihan, komunikasi, kesempatan yang diberikan oleh organisasi,
kondisi kerja.
Kondisi fisik kerja juga perlu dievaluasi. Selain itu, lokasi individual dan hubungannya
dengan frekuensi pekerjaan perlu dianalisis. Auditor meninjau tiap individu dan membuat
rekomendasi untuk meminimalkan jarak dan memaksimalkan efektivitas waktu dan ruang. Pada
tahap ini, auditor juga memperhatikan pengelolaan terhadap peralatan, penerangan, dan ventilasi.
h. Pengujian Pelaksanaan Penempatan Karyawan
Penempatan karyawan disuatu organisasi untuk mencapai sasaran adalah salah satu
fungsi dasar dari manajemen. Karena hal ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan entitas,
maka adalah penting untuk mengevaluasi beberapa bagian dari penempatan karyawan. Proses
rekrutmen dan seleksi seharusnya dievaluasi dengan membandingkan dengan kebijakan dan
prosedur. Saat proses rekrutmen terjadi, kebutuhan akan suatu jabatan harus dijelaskan.
Kejelasan ini berisi informasi yang memadai mengenai posisi tersebut dan diperlukan untuk
menjamin pelaksanaan prosedur dari proses rekrutmen. Secara umum, proses rekrutmen dan
seleksi menjelaskan posisi sebagai landasan dari proses tersebut. Hal ini menentukan tinjauan
sampel atas gambaran posisi dan perbandingan, melaluai observasi dan wawancara, antara apa
yang benar-benar dilakukan karyawan dengan kualifikasinya. Gaji administrasi juga ditinjau
untuk menjamin bahwa kebijakan dan prosedur formal telah dilaksanakan dengan baik.
Tanggung jawab auditor mencakup verifikasi bahwa biaya dan langkah penyesuaian dibuat
sesuai dengan kebijakan.
i. Analisis Fiskal
Analisis fiskal di audit kinerja bertujuan untuk menganalisis informasi keuangan sebagai
indikasi akan efiseinsi suatu organisasi. Validitas dari informasi keuangan organisasi yang
digunakan diukur dengan audit keuangan tradisional untuk memverifikasi jejak audit,
pengendalian internal, dan metode pencatatan.
Catatan sebaiknya diperiksa untuk melihat potensi masalah di organisasi. Catatan
mengenai tingkat perputaran karyawan, pola penggunaan fasilitas kesehatan, dimanfaatkan dan
47. 43
tidak dimanfaatkannya waktu libur, dan kenaikan gaji semuanya dapat menunjukkan kelemahan
dan kekuatan manajemen.
j. Investigasi Masalah Khusus
Selama proses pelaksanaan audit, area yang difokuskan akan dikembangkan dari hal yang
tidak berhubungan sampai analisis umum atas pengendalian internal. Area dari invetigasi khusus
bervariasi tergantung pada kondisi manajemen. Hal ini mencakup analisis keputusan, analisis
atas tinjauan kepatuhan, dan tinjauan keterjadian.
Analisis keterjadian menekankan pada analisis pelaksanaan kegiatan berkaitan dengan efesiensi,
efektivitas, dan keekonomisan dari output program, pencapaian sasaran, dan penggunaan sumber
daya.
E. PELAPORAN
Menurut Turaiban dalam Indra Bastian (2006) struktur laporan seharusnya serupa dengan
laporan penelitian lainnya. Laporan tersebut seharusnya terdiri atas tiga bagian, yaitu:
pembukuan, isi, dan referensi. Bagian pembukuan seharusnya menunjukkan maksud laporan
yang mencakup judul, daftar isi, dan daftar tabel. Bagian isi merupakan inti laporan yang
sebenarnya, berisi pendahuluan, beberapa penjelasan, temuan, rekomendasi untuk tindakan
koreksi, dan tanggapan manajemen. Sementara, bagian referensi berisi catatan kaki dan
bibliografi. Satu laporan audit harus disusun sebagai laporan akhir dan seharusnya disampaikan
ke pihak organisasi yang diaudit dalam bentuk yang dapat dimengerti. Apabila klien tidak
mengetahui aspek teknisnya, maka penjelasan yang efektif dan presentasi dapat dilakukan agar
laporan lebih dimengerti, termasuk rekomendasi audit.
F. MANFAAT AUDIT KINERJA
Audit kinerja bermanfaat untuk mengetahui apakah sumber daya organisasi telah
diperoleh dan digunakan secara ekonomis, efisien, dan efektif tidak terjadi pemborosan,
kebocoran, salah alokasi, dan salah sasaran dalam mencapai tujuan. Audit kinerja berfungsi
untuk mengetahui apakah penggunaan sumber daya dalam rangka mencapai target dan tujuan
telah memenuhi prinsip ekonomis, efisien, dan efektivitas, tidak melanggar ketentuan hukum,
peraturan perundang-undangan, dan kebijakan manajemen. Dengan dilakukannya audit kinerja
stakeholders sektor publik dapat memperoleh informasi yang objektif dan independen mengenai
kinerja manajemen sektor publik.
48. 44
Pada sisi lain, audit kinerja juga bermanfaat mengidentifikasi cara untuk memperbaiki ekonomi,
efisien, dan efentivitas di sektor publik serta mendorong dilakukannya audit kinerja bagi
organisasi sektor publik antara lain :
1. Meningkatkan pendapatan. Hal ini karena kebocoran, penggelapan, dan
ketidakoptimalan dalam sisi pendapatan bisa diketahui dan diperbaiki.
2. Mengurangi biaya atau belanja. Melalui audit kinerja, sumber penyebab
kebocoran dan pemborosan organisasi dapat diidentiikasi sehingga melalui
efisiensi organisasi dapat melakukan penghematan biaya.
3. Memperbaiki efisiensi dan produktivitas. Hal ini juga berarti memperbaiki
proses. Memperbaiki kualitas yang diberikan.
4. Meningkatkan kesadaran manajemen sektor publik terhadap perlunya
transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan sumber daya publik.
Menurut Rahmansyah Ritonga (2013) audit sektor publik tidak hanya memeriksa serta menilai
kewajaran laporan keuangan sektor publik, tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintahan
terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku. Disamping itu, auditor sektor publik juga
memeriksa dan menilai sifat-sifat hemat (ekonomis), efisien serta keefektifan dari semua
pekerjaan, pelayanan atau program yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian, bila kualitas
audit sektor publik rendah, akan mengakibatkan risiko tuntutan hukum (legitimasi) terhadap
pejabat pemerintah dan akan muncul kecurangan, korupsi, kolusi serta berbagai ketidak beresan.
2.7. Pelaksanaan audit kinerja
A. ProsedurPelaksanaan
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau yang disebut
Indikator
4. Kinerja Kunci (IKK).
5. Review Operasional
6. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA) Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut
1. Perencanaan Audit Kinerja
Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Kinerja, Perencanaan audit merupakan langkah penting yang
dilakukan untuk memenuhi standar audit. Dalam perencanaan audit perlu memperhatikan
49. 45
perkiraan waktu dan petugas audit, selain itu juga mempertimbangkan perencanaan lainnya yang
meliputi:
1. Sumber dan cara memperoleh informasi yang cukup mengenai auditan
2. Hasil audit yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
2. Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 703) adalah tahap-tahap
kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas.
Menurut Setyawan (1988: 35), prosedur adalah langkah-langkah yang harus dilaksanakan guna
mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaan Audit Kinerja oleh kantor akan berdasarkan prosedur
yang terdiri dari tahapan Audit Kinerja yang menguraikan tentang bagaimana langkah kerja
Audit Kinerja itu dilakukan.
B. Persiapan Audit Kinerja
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan tahap awal dari rangkaian Audit
Kinerja sebagai dasar penyusunan Program Kerja Audit Tahap berikutnya. Tahap ini meliputi:
1. Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
2. Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap kegiatan yang diaudit
3. Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang menunjukkan
kelemahan dan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
4. Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja.
Dalam pengumpulan informasi kegiatan persiapan Audit Kinerja mencakup:
1. Organisasi
2. Peraturan perundangan yang berlaku
3. Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
4. Sistem dan prosedur Data keuangan
5. Informasi lainnya yang relevan
Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun setelah kegiatan persiapan Audit Kinerja
selesai. Simpulan hasil Audit Kinerja ini antara lain meliputi mengenai kelemahan-kelemahan
yang harus dikembangkan lebih lanjut dalam tahap audit berikutnya. Dari simpulan tersebut
dibuat program audit tahap pengujian pengendalian manajemen. (Deputi Bidang Akuntan
Negara, 2001: 8-15).
50. 46
C. Pengujian Pengendalian Manajemen
Pada tahap ini harus dilakukan pengujian atas:
1. Sistem pengendalian manajemen
2. Penerapan good cooperate governance (GCG) oleh manajemen auditan dan
jajarannya
Pengendalian manajemen adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen
dan personil lain dalam perusahaan yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tiga kelompok tujuan utama yaitu:
1. Efektivitas dan efisiensi operasi
2. Keandalan pelaporan keuangan
3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Dalam Pengujian penerapan Good Cooperate Governance (GCG) oleh manajemen, Auditor
wajib melakukan pengujian penerapan prinsip-prinsip GCG oleh manajemen dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Prinsip dasar GCG yang harus diterapkan oleh manajemen auditan sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 adalah
sebagai berikut:
1. Transparansi dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan
2. Kemandirian
3. Akuntabilitas
4. Pertanggungjawaban Kewajaran
b. Dalam melakukan pengujian penerapan GCG oleh manajemen, auditor minimal perlu
memanfaatkan dan mengembangkan indikator/parameter yang relevan. Dan dari hasil pengujian
tersebut kemudian dibuat simpulan mengenai penerapan GCG.
c. Jika ditemukan kelemahan yang signifikan segera dibuat manajemen letter (ML). (Deputi
Bidang Akuntan Negara: 15-18)
D. Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci
Dalam tahap ini dilakukan penilaian atas proses penetapan indikator kinerja, juga membandingan
antara pencapaiaan indicator kinerja dengan target. Kesenjangan yang ada harus dianalisis
51. 47
sehingga diperoleh penyebab sebenarnya. Indikator Kinerja adalah diskripsi kuantitatif dan
kualitatif dari kinerja yang dapat digunakan oleh manajemen sebagai salah satu alat untuk
menilai dan melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau dalam jangka waktu tertentu.
Tujuan pengujian atas pengukuran capaian indikator kinerja kunci yaitu untuk menilai efisiensi
dan efektifitas beberapa aktivitas utama, guna menyarankan dan mendorong pengembangan
rencana aksi untuk peningkatan kinerja. Rencana aksi dikembangkan oleh manajemen auditan
(Focus Group), dan kemajuan yang dibuat dalam implementasi rencana akan direview secara
periodik.
Diharapkan manajemen auditan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Tujuan akhir tersebut
akan dicapai melalui berbagai tujuan setiap kegiatan review yaitu:
1. Menentukan kekuatan dan kelemahan utama yang dimiliki perusahaan
2. Menentukan implikasi operasional dan strategis dari kekuatan dan kelemahan
tersebut diatas
3. Mengidentifikasi area-area yang perlu perbaikan
4. Mengembangkan rencana aksi perbaikan atas area-area tersebut diatas.
E. Review Operasional
Pada tahap ini dilakukan review yang sistematis atas prosedur metode, organisasi, program atau
kegiatan-kegiatan dengan tujuan untuk mengevaluasi sejauh mana pencapaiaan suatu
tujuan/sasaran secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Informasi mengenai praktek terbaik (best practice) pada perusahaan sejenis perlu diperoleh
sebagai pembanding (benchmark). Selain itu perlu perlu dilakukannya pula penilaian tingkat
kesehatan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku dan evaluasi perkembangan usaha
perusahaan.
Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan informasi detail/rinci untuk menguji kinerja dari
aktivitas yang direview dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Review operasional dapat mengarah pada beberapa atau seluruh sasaran berikut:
1. kehematan, efisiensi dan/atau efektivitas
2. keandalan dan integritas sistem dan prosedur
3. Pengendalian manajemen dan akuntabilitas
4. Perlindungan terhadap aktiva
5. Kepatuhan pada peraturan, kebijakan dan prosedur, dan/atau. Aspek-aspek lingkungan