Makalah ini membahas tentang evaluasi kinerja dan kompensasi SDM yang mencakup pengertian, fungsi, dan tujuan evaluasi kinerja, pengukuran kinerja melalui HR Score Card, motivasi dan kepuasan kerja, pengelolaan potensi kecerdasan emosional SDM, pembangunan kapasitas dan kompetensi SDM, serta konsep dan pelaksanaan audit kinerja. Evaluasi kinerja bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi melalui peningk
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Dosen pembimbing: ade fauji, se, mm
Di sususn oleh: ita puspitasari
Nim: 11150160
Kls:7n msdm
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2018
Jl.raya serang-jakarta km 03 no.1B (pakupatan) kota serang banten telp 0254-220158
2. DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
1.2. Rumusan masalah
1.3. Tujuan makalah
BAB II pembahasan
2.1. pengertian evaluasi kinerja
2.2.fungsi evaluasi kinerja
BAB III Hr score card (pengukuran kinerja sdm)
3.1. pengertian kinerja
3.2. faktor yang mempengaruhi kinerja
3.3. pengertian pengukuran kinerja
3.4. tujuan dan manfaat pengukuran kinerja
3.5. prinsip pengukuran kinerja
BAB IV motivasi dan kepuasan kerja
4.1.pengertian motivasi dan kepuasan kerja
4.2. aspe-aspekkepusan kerja
BAB V Mengelola potensikecerdasan dan emosional sdm
5.1.pengertian teori kecerdasan emosi
5.2.pengertian menurut para ahli
BAB VI membangun kapasitas dan kompetensi sdm
6.1.pengertian kompetensi sdm
6.7. pengertian menurut para ahli
BAB VII konsep audit kinerja dan peleksanaan audit kinerja
7.1 Prosedur peleksanaa audit
7.2 Persiapan audit
Daftar pustaka
3. BAB II
PENGERTIAN, FUNGSI EVALUASI KERJA SDM
2.1. pengertian, fungsi evaluasi kerja sdm
evaluasi kinerja atau penilaian kinerja prestasi adalah suatu proses dimana organisasi
menilai prestasi kerja para karyawanya.Menurut beberapa ahli evaluasi kerja adalah sebagai
berikut:
1. leon C. Mengginsoon dalam A.A anwar Prabu Mangkunegara adalah ” penilaian prestasi
kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk
menentukan apakah seseorang karyawan melakukan leon C. Mengginsoon dalam A.A anwar
Prabu Mangkunegara adalah ” penilaian prestasi kinerja (performance appraisal) adalah
suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan
melakukan pekejaanya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
2. Andrew E.. sikula yang dikutip A.A anwar Prabu Mangkunegara mengemukakan bahwa
”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dikembangkan.
3. Hadari Nawawi, penilaian kinerja sebagai kegiatan manajemen sumber daya manusia
adalah proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh seorang pekerja.
Dari hasil observasi itu dilakukan pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk penetapan
keputusan mengenai kkeberhasilan atau kegagalannya dalam bekerja.
Dari pendapat beberapa ahli tersebutu dapat disimpulkan bahwa evaluasi kenirja itu
ialah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan
dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja
secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.
2.2. funsi evalusi kinerja sdm
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
organisasi melalui peningkatkan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik,
tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan agus sunyoto dalam A.A anwar
Prabu Mangkunegara adalah:
a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
b. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi
untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi
yang terdahulu.
c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya
dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya
sekarang.
d. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan
termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan
pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal
yang perlu diubah.
4. BAB III
HR SCORE CARD (PENGUKURAN KINERJA SDM)
3.1Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya pengertian kinerja dapat
dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses
penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kinerja juga dapat digambarkan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi perusahaan yang tertuang dalam
perumusan strategi planning suatu perusahaan. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses
yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses
penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap
pencapaian sasaran dan tujuan
Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu, kinerja diartikan sebagai : ”Hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Sedangkan menurutNawawi H.
Hadari, yang dimaksud dengan kinerja adalah: ”Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik
yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non mental.”
Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses,
atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks
penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja
yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang
dipimpinnya.
3.2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut
Armstrong (1998 : 16-17) adalah sebagai berikut:
1. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi,
komitmen, dll.
2. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas
dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok
kerja.
3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan
kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja yang ada
dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan
perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
5. 3.3 Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil
untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran kinerja
seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan
suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik dilakukannya
pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.
Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator
masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar
untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga
digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993)
Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses
mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi
melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap
kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian
arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran tersebut kemudian
digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-
penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
3.4. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang
dilakukan oleh organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan
secara periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi
karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi &
Setyawan 1999: 227).
Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon,
1993 : 36) :
1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.
2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan pengembangan karyawan.
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti produksi, transfer
dan pemberhentian.
6. Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap
pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan kriteria yang
dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang sesungguhnya. Sedangkan tahap
pengukuran terdiri atas pembanding kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat dipakai
dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan strategi
perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran kinerja yang efektif
adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen untuk melaksanakan proses
pengendalian dan memberikan motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerjanya.
Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-225):
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil terlibat
dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai pelanggan
dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan
terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit sehingga
mempercepat proses pembelajaran perusahaan.
3.5. Prinsip Pengukuran Kinerja
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih sekedar
mengetahui tingkat usaha.
6. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan adalah cara
manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka menjadi operasional.
7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan tepat waktu.
9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali yang
efektif.
7. BAB IV
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
4.1.PENGERTIAN MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
- Motivasi
Pada dasarnya ada 3 karakteristik pokok motivasi, yaitu :
1. Usaha.
Karakteristik utama dari motivasi, yaitu usaha, menunjuk kepada kekuatan perilaku kerja
seseorang atau jumlah yang ditunjukkan oleh seseorang dalam pekerjaanya. Tegasnya, hal ini
melibatkan berbagai macam kegiatan atau upaya baik yang nyata maupun yang kasat mata.
2. Kemauan kuat.
Karakteristik pokok motivasi yang kedua menunjuk kepada kemauan keras yang ditunjukkan
oleh seseorang ketika menerapkan usahanya kepada tugas – tugas pekerjaannya. Dengan
kemauan yang keras, maka segala usaha akan dilakukan. Kegagalan tidak akan membuatnya
patah arang untuk terus berusaha sampai tercapainya tujuan.
3. Arah atau Tujuan.
Karakteristik motivasi yang ketiga berkaitan denga arah yang dituju oleh usaha dan kemauan
keras yang dimiliki oleh seseorang.
Dengan melihat ketiga karakteristik pokokmotivasi diatas maka motivasi dapat
didefinisikan sebagai “Keadaan dimana usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan
kepada pencapaian hasil – hasil atau tujuan tertentu.”
- Kepuasan Kerja
Pengertian Kepuasan Kerja menurut para ahli :
1. Lock ( 1995 )
Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau
menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja.
2. Robbins ( 1996 )
Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya.
3. Porter ( 1995 )
Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima
dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia terima.
4. Mathis dan Jackson ( 2000 )
Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan hasil evaluasi
dari pengalaman kerja.
8. 4.2. ASPEK – ASPEK KEPUASAN KERJA
1. Kerja yang secara mental menantang.
Kebanyakan Karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan
untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas,
kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini
membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang
menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan
gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai
kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas.
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah yang baik didasarkan
pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang mengejar uang. Banyak
orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih
diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang
lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang
manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih
penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan
dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu
individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang
adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung.
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk
memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih
menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu),
cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau
sedikit).
4. Rekan kerja yang mendukung.
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari
dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh
karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan
kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan utama
dari kepuasan.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan
pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan
kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. kerja mereka.
9. BAB V
MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM
5.1.Pengertian Teori Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional
quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta
mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu
pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan,
kecerdasan(intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid
akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali diri sendiri
dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Goleman,2001:512). Seseorang
dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik, kemungkinan besar
akan berhasil dalam kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan berfikir yang
mendorong produktivitas (Widagdo, 2001). Goleman (2001) membagi kecerdasan
emosional yang dapat memperngaruhi keberhasilan seseorang dalam bekerja ke dalam
lima bagian utama yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan
ketrampilan sosial.
5.2.menurut para ahli
Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence training, prime
consulting, p.11) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan emosi,
menerima dan membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan pengetahuan
emosional sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Salovey
juga memberikan definisi dasar tentang kecerdasan emosi dalam lima wilayah utama
yaitu, kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang kain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain.
Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman (2000, p.8) mengatakan bahwa yang
10. dimaksud dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan mengontrol
diri, memacu, tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut
mencakup pengelolaan bentuk emosi baik yang positif maupun negatif. Purba (1999,
p.64) berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan di bidang emosi yaitu
kesanggupan menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semamgat
optimisme, dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional menurut para
ahli (Mu’tadin, 2002), yaitu:
1) Salovey dan Mayer (1990)
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu
pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara
mendalam sehingga dapat membantu perkembangan emosi dan intelektual.
2) Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa kecerdasan emosi menuntut seseorang untuk belajar mengakui,
menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat dan
menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
3) Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai komponen
yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri
yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan
emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang
diri sendiri dan orang lain.
4) Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih yang
dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan,
mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan
11. kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi
yang tepat, memilah kepuasan, dan mengatur suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam lima
wilayah utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina
hubungan dengan orang lain. Secara jelas hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Kesadaran Diri (Self Awareness)
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan dalam
dirinya dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri,
memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri sendiri dan kepercayaan diri yang
kuat.
b) Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan
menangani emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada
pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan
emosi.
c) Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun diri menuju sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak sangat
efektif, dan mampu untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.
d) Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang lain,
mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan saling percaya,
serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.
e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan
baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan
jaringan sosial secara cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan ini
untuk mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, serta
bekerja sama dalam tim.
12. 5) Menurut Prati, et al. (2003) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk
membaca dan memahami orang lain, dan kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan untuk mempengaruhi orang lain melalui pengaturan dan penggunaan
emosi. Jadi kecerdasan emosi dapat diartikan tingkat kecemerlangan seseorang dalam
menggunakan perasaannya untuk merespon keadaan perasaan dari diri sendiri maupun
dalam menghadapi lingkungannya. Sementara itu menurut Bitsch (2008) indikator yang
termasuk dalam variabel kecerdasan emosional ada 7. Tujuh indikator tersebut diukur
dengan ”The Yong emotional intelligence Inventory (EQI)”, yakni kuesioner self-report
yang mengukur 7 indikator tersebut adalah:
a) Intrapersonal skills,
b) Interpesonal skills,
c) Assertive,
d) Contentment in life,
e) Reselience,
f) Self-esteem,
g) Self-actualization.
13. BAB VI
MEMBANGUN KAPASITAS DAN KOPETENSI SDM
6.1. pengertiankompetensi sdm
Kita tentunya sering mendengar pernyataan bahwa Sumber Daya Manusia adalah aset
terpenting di dalam perusahaan. Namun demikian pada pelaksanaannya tidak mudah bagi
perusahaan untuk menjadikan SDM sebagai aset yang bermanfaat. Masih banyak perusahaan
yang menganggap bahwa SDM atau pegawai adalah tenaga kerja yang berfungsi sebagai alat
produksi semata. Saat ini masih banyak perusahaan-perusahaan yang menjalankan praktek
manajemen SDM konvensional, sehingga sering kita dengar terjadinya konflik antara
manajemen dan pegawai yang tentunya memiliki dampak yang tidak baik tidak hanya bagi
perusahaan tetapi juga bagi pegawainya.
Perusahaan perlu menerapkan sistem manajemen SDM berbasis kompetensi untuk
mengeliminir terjadinya konflik antara perusahaan dan pegawai, sebab di dalam filosofi
manajemen modern, pegawai adalah manusia yang memiliki kebutuhan, harapan yang perlu
didengar seiring dengan potensi dan kompetensi yang dapat dikembangkan untuk mencapai
prestasi dan kinerja perusahaan.
Sumber Daya Manusia dalam organisasi atau perusahaan mempunyai arti yang sama
pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, mengingat pentingnya peran Sumber Daya Manusia
dalam organisasi atau perusahaan, SDM sebagai faktor penentu organisasi, maka kompetensi
menjadi aspek yang menentukan keberhasilan organisasi atau perusahaan. Dengan
Kompetensi yang tinggi yang dimiliki oleh SDM dalam suatu organisasi atau perusahaan
tentu hal ini akan menentukan kualitas SDM yang dimiliki yang pada akhirnya akan
menentukan kualitas kompetitif perusahaan itu sendiri.
Menurut Spencer and Spencer ( 1993 ) Kompetensi adalah “Underlying characteristic’s of
individual which is causally related to criterion referenced effective and or superior
performance in a job or situation” yaitu, merupakan karakteristik yang mendasari
seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya. Secara
umum, kompetensi adalah sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal dan
14. pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat
diamati, diukur dan dievaluasi.
Kompetensi terdiri dari atas 5 (Lima) Karakteristik yaitu :
1. Knowledge
Informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge)
merupakan kompetensi yang kompleks. Pengetahuan pegawai turut menentukan berhasil
tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya, pegawai yang mempunyai
pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiensi perusahaan. Namun bagi pegawai yang
belum mempunyai pengetahuan cukup, maka akan bekerja tersendat-sendat. Pemborosan
bahan, waktu dan tenaga serta faktor produksi yang lain akan diperbuat oleh pegawai
berpengetahuan kurang. Pemborosan ini akan mempertinggi biaya dalam pencapaian tujuan
organisasi.
2. Skills
Adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun
mental. Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya manusia
akan lebih baik hasilnya.
3. Self-Concept
Adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes
kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang menarik bagi
seseorang untuk melakukan sesuatu.
4. Traits
Adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon
sesuatu dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri, ketabahan atau
daya tahan.
5. Motives
Adalah sesuatu dimana sesorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan.
Spencer (1993) menambahkan bahwa motives adalah “drive, direct and select behavior
toward certain actions or goals and away from others“. Misalnya seseorang yang memiliki
15. motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan – tujuan yang memberi suatu
tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut
serta mengharapkan semacam “feedback“ untuk memperbaiki dirinya.
Selanjutnya Spencer and Spencer menganalogikan 5 karakteristik kompetensi sumber daya
manusia sebagaimana layaknya gunung es yang berada di dalam air. Ada bagian diatas
permukaan air yang tampak dan mudah dikenali dan ada pula bagian bawah permukaan air
yang tidak tampak. Seperti yang tampak pada gambar berikut.
Bagian diatas permukaan air yang dapat dilihat dan mudah dikenali
adalahKnowledge dan Skills. Kedua hal ini biasa disebut dengan technical
competencemerupakan kompetensi dasar dari sesesorang. Pelatihan merupakan cara yang
paling efektif untuk dapat meningkatkan Knowledge dan Skills. Sementara yang berada
dibawah permukaan air yang tidak dapat dilihat adalah motif, sifat dan konsep pribadi. Ketiga
hal ini biasa disebut Behavioral Competency, letaknya jauh tersimpan didalam dan tidak
dapat diketahui, tetapinya sesungguhnya adalah sesuatu yang sangat kokoh dan besar.
Ketiga jenis kompetensi ini amat sulit untuk dinilai dan dikembangkan.
16. BAB VII
KONSEP AUDIT KINERJA DAN PELEKSANAAN AUDIT KINERJA
7.1. Prosedur Pelaksanaan
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau yang disebut Indikator
Kinerja Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut
Deskripsi Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja BUMN/BUMD
1. Perencanaan Audit Kinerja
Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Kinerja, Perencanaan audit merupakan langkah penting
yang dilakukan untuk memenuhi standar audit. Dalam perencanaan audit perlu
memperhatikan perkiraan waktu dan petugas audit, selain itu juga mempertimbangkan
perencanaan lainnya yang meliputi:
1. Sumber dan cara memperoleh informasi yang cukup mengenai auditan
2. Hasil audit yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
2. Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 703) adalah tahap-tahap
kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas.
Menurut Setyawan (1988: 35), prosedur adalah langkah-langkah yang harus dilaksanakan
guna mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaan Audit Kinerja oleh kantor akan berdasarkan
prosedur yang terdiri dari tahapan Audit Kinerja yang menguraikan tentang bagaimana
langkah kerja Audit Kinerja itu dilakukan.
7.2. Persiapan Audit Kinerja
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan tahap awal dari rangkaian
Audit Kinerja sebagai dasar penyusunan Program Kerja Audit Tahap berikutnya. Tahap ini
meliputi:
a. Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
b. Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap kegiatan yang diaudit
c. Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang menunjukkan kelemahan
dan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
d. Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja.
Dalam pengumpulan informasi kegiatan persiapan Audit Kinerja mencakup:
1. Organisasi
2. Peraturan perundangan yang berlaku
3. Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
4. Sistem dan prosedur
5. Data keuangan
6. Informasi lainnya yang relevan
17. Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun setelah kegiatan persiapan Audit
Kinerja selesai. Simpulan hasil Audit Kinerja ini antara lain meliputi mengenai kelemahan-
kelemahan yang harus dikembangkan lebih lanjut dalam tahap audit berikutnya. Dari
simpulan tersebut dibuat program audit tahap pengujian pengendalian manajemen. (Deputi
Bidang Akuntan Negara, 2001: 8-15).
B. Pengujian Pengendalian Manajemen
Pada tahap ini harus dilakukan pengujian atas:
1. Sistem pengendalian manajemen
2. Penerapan good cooperate governance (GCG) oleh manajemen auditan dan jajarannya
Pengendalian manajemen adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen dan personil lain dalam perusahaan yang dirancang untuk memberikan keyakinan
memadai tentang pencapaian tiga kelompok tujuan utama yaitu:
a) Efektivitas dan efisiensi operasi
b) Keandalan pelaporan keuangan
c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Dalam Pengujian penerapan Good Cooperate Governance (GCG) oleh manajemen, Auditor
wajib melakukan pengujian penerapan prinsip-prinsip GCG oleh manajemen dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Prinsip dasar GCG yang harus diterapkan oleh manajemen auditan sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 adalah
sebagai berikut:
1.Transparansi dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan
2. Kemandirian
3. Akuntabilitas
4. Pertanggungjawaban
5. Kewajaran
b. Dalam melakukan pengujian penerapan GCG oleh manajemen, auditor minimal perlu
memanfaatkan dan mengembangkan indikator/parameter yang relevan. Dan dari hasil
pengujian tersebut kemudian dibuat simpulan mengenai penerapan GCG.
c. Jika ditemukan kelemahan yang signifikan segera dibuat manajemen letter (ML). (Deputi
Bidang Akuntan Negara: 15-18)
C. Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci
Dalam tahap ini dilakukan penilaian atas proses penetapan indikator kinerja, juga
membandingan antara pencapaiaan indicator kinerja dengan target. Kesenjangan yang ada
harus dianalisis sehingga diperoleh penyebab sebenarnya. Indikator Kinerja adalah diskripsi
kuantitatif dan kualitatif dari kinerja yang dapat digunakan oleh manajemen sebagai salah
satu alat untuk menilai dan melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau dalam jangka
waktu tertentu.
Tujuan pengujian atas pengukuran capaian indikator kinerja kunci yaitu untuk menilai
efisiensi dan efektifitas beberapa aktivitas utama, guna menyarankan dan mendorong
pengembangan rencana aksi untuk peningkatan kinerja. Rencana aksi dikembangkan oleh
manajemen auditan (Focus Group), dan kemajuan yang dibuat dalam implementasi rencana
akan direview secara periodik.
Diharapkan manajemen auditan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Tujuan akhir
tersebut akan dicapai melalui berbagai tujuan setiap kegiatan review yaitu:
18. 1. Menentukan kekuatan dan kelemahan utama yang dimiliki
perusahaan
2. Menentukan implikasi operasional dan strategis dari kekuatan dan kelemahan tersebut
diatas
3. Mengidentifikasi area-area yang perlu perbaikan
4. Mengembangkan rencana aksi perbaikan atas area-area tersebut diatas.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 20-23)
D. Review Operasional
Pada tahap ini dilakukan review yang sistematis atas prosedur metode, organisasi, program
atau kegiatan-kegiatan dengan tujuan untuk mengevaluasi sejauh mana pencapaiaan suatu
tujuan/sasaran secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Informasi mengenai praktek terbaik (best practice) pada perusahaan sejenis perlu diperoleh
sebagai pembanding (benchmark). Selain itu perlu perlu dilakukannya pula penilaian tingkat
kesehatan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku dan evaluasi perkembangan usaha
perusahaan.
Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan informasi detail/rinci untuk menguji kinerja
dari aktivitas yang direview dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Review operasional dapat mengarah pada beberapa atau seluruh sasaran berikut:
1. kehematan, efisiensi dan/atau efektivitas
2. keandalan dan integritas sistem dan prosedur
3. Pengendalian manajemen dan akuntabilitas
4. Perlindungan terhadap aktiva
5. Kepatuhan pada peraturan, kebijakan dan prosedur, dan/atau
6. Aspek-aspek lingkungan
(Brigita Lahutung, 07301541, Manajemen Keuangan)
Terdapat dua pendekatan review pokok:
a) Review hasil secara langsung
Pendekatan ini berfokus pada outcome dan output (berfokus pada penilaian hasil yang ingin
dicapai). Pendekatan ini secara khusus layak dimana terdapat data yang tersedia untuk
menghitung indikator kinerja kunci bagi aktivitas. Jika hasil memuaskan, resiko karena
kesalahan yang serius dalam dan mengimplementasikan aktivitas menjadi minimal.
b) Review Sistem pengendalian
Pendekatan ini berfokus pada sistem dan pengendalian. Pendekatan ini dirancang untuk
menentukan apakah organisasi telah memiliki sistem pengendalian yang cukup untuk
menyediakan jaminan yang layak atas pencapaian hasil yang diinginkan. Review dirancang
untuk melakukan analisis, review dan pengujian atas komponen kunci dari sistem
pengendalian untuk meyakinkan bahwa hal itu telah dirancang dan diterapkan secara layak.
Hasil akhir dari review operasional adalah merekomendasikan peningkatan dan solusi praktis
yang dapat dimplementasikan manajemen.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 30-35)
19. E. Kertas Kerja Audit
Kertas Kerja Audit adalah catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan pemeriksa secara
sistematis pada saat melaksanakan tugas pemeriksaan. Kertas kerja audit memuat informasi
yang memadai dan bukti yang mendukung kesimpulan dan pertimbangan auditor.
Manfaat Kertas kerja audit adalah:
1. Memberikan dukungan utama terhadap Laporan Audit Kinerja.
2. Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan para pelaksana
audit.
3. Merupakan alat pembuktian yang mendukung kesimpulan dan rekomendasi signifikan dari
auditor.
4. Menyajikan data untuk keperluan referensi.
Syarat pembuatan Kertas kerja audit:
a. Lengkap
b.Bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung/kalimat maupun kesalahan penyajian
informasi.
c. Didasarkan pada fakta dan argumentasi yang rasional.
d. Sistematis, bersih, mudah diikuti, dan rapi.
e. Memuat hal-hal penting yang relevan dengan audit.
f. Dalam kertas kerja audit harus mencantumkan kesimpulan hasil audit dan komentar atau
catatan dari reviewer.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 41-43)
F. Pelaporan Hasil Audit
Laporan hasil Audit Kinerja merupakan laporan hasil analisis dan interprestasi atas
keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya yang
dilaporkan oleh auditor.
Pelaporan Audit Kinerja meliputi:
1. Hasil penilaian atas kewajaran IKK
2. Hasil Review Operasional beserta kelemahan yang ditemukan
3. Rekomendasi yang telah disepakati
4. Hasil pengujian atas laporan (hasil) pengujian tingkat kesehatan perusahaan
5. Analisis perkembangan usaha
Tujuan pelaporan Audit Kinerja:
a. Memberikan informasi yang relevan dan objektif mengenai kinerja auditan kepada pihak
terkait
b. Menyajikan analisis dan interprestasi atas kondisi kinerja auditan serta memberikan
c. Menyediakan informasi untuk penetapan kebijakan dalam rangka penugasan berikutnya.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 52-55)