Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pentingnya penanganan Tempat Kejadian Perkara (TKP) dalam proses penegakan hukum kasus lingkungan hidup dan kehutanan.
2. TKP merupakan sumber informasi penting untuk mengungkap bukti dan pelaku tindak pidana.
3. Ada beberapa tindakan yang harus dilakukan petugas dalam menangani TKP, seperti Tindakan Pertama di TKP dan
Materi penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
1. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA *)
Oleh : Sudirman Sultan, SP., MP. **)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seluruh kegiatan dalam proses hukum penyelesaian perkara tindak pidana
lingkungan hidup dan kehutanan, sejak penyidikan sampai putusan akhir diucapkan
dimuka persidangan oleh majelis hakim adalah berupa kegiatan yang berhubungan
dengan pembuktian atau kegiatan untuk membuktikan. Walaupun pembuktian perkara
pidana tersebut terfokus pada proses kegiatan pembuktian di sidang pengadilan, tetapi
sesungguhnya proses membuktikan sudah ada dan dimulai pada saat penyelidikan dan
penyidikan.
Sebagai suatu pekerjaan awal, maka penyelidikan dan penyidikan harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya karena kegiatan penyelidikan dan penyidikan
dimaksudkan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar suatu tindak pidana yang
ditemukan dapat menjadi terang dan jelas, serta dapat menemukan dan menentukan
siapa pelakunya. Pelaku suatu tindak pidana hanya dapat dijatuhi hukuman pidana oleh
hakim apabila terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
Karena dua alat bukti yang sah ini merupakan penentu dalam memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya, maka Penyidik Polri maupun PPNS juga menggunakan dasar
ini dalam proses penyidikan khususnya pada penetapan tersangka. Salah satu proses
penyidikan yang dapat meyakinkan penyidik dalam penetapan tersangka adalah
penanganan Tempat Kejadian Perkara (TKP). Penanganan TKP terdiri atas dua kegiatan
utama yaitu Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara (TPTKP) dan pengolahan
tempat kejadian perkara (Olah TKP).
Penanganan TKP diharapkan dapat menemukan bukti yang membuat terang
suatu tindak pidana serta menemukan pelakunya. Hasil penyidikan pada Olah TKP
dapat menjadikan petunjuk bahwa dalam suatu TKP telah terjadi peristiwa tindak
pidana. Dari hasil tersebut dapat ditemukan barang bukti yang diduga telah digunakan
atau ditinggalkan pelaku tindak pidana, sehingga setelah semua laporan penyelidik
2. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
dilimpahkan kepada penyidik mengenai adanya suatu persitiwa tindak pidana, baru
dapat dilakukan tindakan penyidikan untuk barang bukti dan menemukan pelaku.
Memperhatikan pentingnya TKP dalam mendukung adanya petunjuk atau alat
bukti yang bernilai tinggi dalam pembuktian tindak pidana lingkungan hidup dan
kehutanan, maka seorang Polhut dan PPNS perlu memiliki kompetensi yang baik dalam
pananganan TKP tindak pidana yang menjadi kewenangannya, sehingga pengungkapan
kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan dapat dilakukan dengan baik karena
tepatnya tindakan-tindakan di TKP. Oleh karena itu, kemampuan dan penguasaan
teknik penanganan TKP sangat diperlukan bagi petugas (Polhut dan PPNS) yang akan
mendukung keberhasilan proses penegakan hukum.
B. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi penanganan TKP ini adalah pemahaman peran penting
TKP sebagai sumber awal keterangan terjadinya tindak pidana, tindakan- tindakan yang
harus dilakukan oleh Polhut pada saat menerima laporan/menemukan langsung tindak
pidana yang menjadi kewenangannya (Tindakan Pertama di TKP) dan tindakan-tindakan
PPNS dalam melakukan penanganan TKP (Pengolahan TKP).
II. TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
A. Pengertian Tempat Kejadian Perkara
Pasal 1 ayat (19) PERKAP POLRI Nomor 6 Tahun 2010 tentang Manajemen
Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri sipil yaitu : ” Tempat Kejadian Perkara
adalah yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempat dimana suatu tindak pidana
dilakukan/terjadi dan tempat-tempat lain, dimana tersangka dan/atau korban dan/atau
barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan. Hal
tersebut sebagaimana tercantum juga pada asal 1 ayat (19) PERKAP POLRI Nomor 14
Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Menurut Van Hamel yang dianggap sebagai TKP adalah : tempat di mana
seorang pelaku itu telah melakukan sendiri perbuatannya, tempat di mana alat yang telah
dipergunakan oleh seorang pelaku itu bekerja, tempat di mana akibat langsung dari
3. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
sesuatu tindakan itu telah timbul, tempat di mana sesuatu akibat konstitutif itu telah
diambil.
Berdasarkan pengertian ”Tempat Kejadian Perkara” tersebut diatas, jelaslah
bahwa secara umum setiap tempat dimana telah terjadi tindak pidana harus dianggap
sebagai TKP. TKP merupakan bagian pokok dari pangkal pengungkapan perkara
pidana pada saat terjadi peristiwa pidana karena ditempat kejadian perkara dapat
ditemukan interaksi antara pelaku kejahatan (tersangka) alat bukti yang digunakan dan
saksi/korban kejahatan.
TKP merupakan salah satu sumber keterangan yang penting dan bukti-bukti yang
dapat menunjukkan/membuktikan adanya hubungan antara korban, pelaku, barang bukti
dan TKP itu sendiri. Dari hubungan tersebut diusahakan untuk dapat mengungkapkan
pokok-pokok masalah sebagai berikut :
1. Benarkah tindak pidana telah terjadi ? Tindak pidana apa ?
2. Bagaimana tindak pidana dilakukan ?
3. Siapa yang melakukan tindak pidana itu ?
4. Dengan apa itu dilakukan ?
5. Mengapa tindak pidana itu dilakukan ?
6. Dimana dilakukan ?
7. Bilamana dilakukan ?
TKP biasa juga disebut locus delicti. Dalam menentukan locus delicti , perlu
diperhatikan teori berikut ini :
1. Teori perbuatan materiil (perbuatan jasmaniah) adalah penentuan tempat terjadinya
tindak pidana ditentukan oleh perbuatan badan dari pelaku yang dilakukan untuk
mewujudkan tindak pidana itu.
2. Teori instrumen (alat) adalah penentuan tempat terjadinya tindak pidana berdasarkan
dimana bekerjanya alat yang digunakan oleh pembuat. Alat dalam hal ini dapat
berupa benda atau orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
3. Teori akibat adalah penentuan tempat terjadinya tindak pidana berdasarkan dari
akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana.
4. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
B. Peran TKP dalam Proses Penegakan Hukum
TKP mempunyai peran yang sangat penting dalam proses penyidikan tindak
pidana. Karena di TKP inilah bukti ditemukan dan bukti yang biasa dijadikan bukti
utama oleh penyidik adalah bukti yang diperoleh dari tempat dimana tindak pidana
terjadi, tempat dimana korban ditemukan, dan tempat dimana pelaku ditemukan. Pada
semua tempat tersebut perlu dilakukan pengolahan tempat kejadian perkara guna
menemukan bukti-bukti yang dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi,
sehingga mempermudah proses penyidikan tindak pidana kehutanan.
Untuk menuntut seseorang ke pengadilan karena melakukan suatu tindak pidana,
maka harus mengetahui secara pasti dimana tempat terjadinya tindak pidana itu (locus
delicti). Penentuan locus delicti mempunyai peranan yang sangat penting dalam
membuat surat dakwaan pada proses penuntutan. Dalam surat dakwaan yang dibuat oleh
jaksa penuntut umum harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil sesuai dengan
ketentuan Pasal 143 Ayat (2) KUHAP. Syarat formil berisikan mengenai identitas
pelaku, sedangkan syarat materiil berisikan uraian secara cermat, jelas, dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa dengan menyebut waktu dan
tempat dimana tindak pidana itu dilakukan. Apabila dalam penyebutan tempat dalam
surat dakwaan tidak tepat dengan keterangan yang diberikan oleh terdakwa, maka hal
tersebut dapat digunakan terdakwa untuk melakukan pembelaan dengan
mengungkapkan apa yang dinamakan dengan alibi. Alibi ini haruslah dibuktikan dengan
bukti-bukti yang dapat meyakinkan hakim. Apabila hakim dapat membenarkan alibi
tersebut, maka terdakwa akan dibebaskan. Untuk dapat membuktikan ini, ia harus dapat
mengetahui di mana dan kapan menurut surat dakwaan tersebut perbuatan ini dilakukan.
Dalam proses peradilan, TKP diperlukan untuk menetapkan kewenangan
Pengadilan Negeri manakah yang berhak dalam memeriksa suatu perkara tindak pidana
(kompetensi relatif). Pasal 84 ayat (1) KUHAP menyebutkan “Pengadilan Negeri
berwenang mengadili segala perkara tindak pidana yang dilakukan dalam daerah
hukumnya. Inilah asas atau keriteria yang pertama dan utama. Pengadilan negeri
berwenang mengadili setiap perkara pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya.
Bertitik tolak dari ketentuan pasal 84 ayat 1 KUHAP terdapat suatu prinsip tentang
5. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
menentukan kewenangan relatif bagi pengadilan negeri mengadili suatu perkara tindak
pidana. Prinsip dimaksud didasarkan atas tempat terjadinya tindak pidana. Di tempat
mana dilakukan tindak pidana atau di daerah hukum pengadilan negeri mana dilakukan
tindak pidana, pengadilan negeri tersebutlah yang berwenang untuk mengadilinya.
Dengan kata lain, locus delicti menentukan kewenangan relatif bagi pengadilan negeri
untuk mengadili perkara yang bersangkutan.
Melihat penjelasan ini maka terlihat betapa pentingnya penentuan tempat
kejadian perkara dari proses penyidikan, penuntutan, dan penentuan Pengadilan Negeri
manakah yang berhak untuk mengadili.
C. Jenis-Jenis TKP
Secara umum, TKP dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu :
1. TKP Primer, daerah atau tempat kejadian dimana tindak pidana itu terjadi atau
dimana mayoritas barang bukti ditemukan.
2. TKP Sekunder, tempat lain selain TKP primer dimana barang bukti yang ada
hubungannya dengan tindak pidana tersebut ditemukan.
TKP pada kasus-kasus tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan dapat
berupa :
1. TKP berupa kawasan hutan
TKP kawasan hutan adalah tempat kejadian tindak pidana kehutanan yang tindak
pidananya terjadi di kawasan hutan. Tindak pidana kehutanan yang TKPnya berupa
kawasan hutan antara lain : penebangan pohon tidak sesuai izin, penebangan pohon
tanpa izin, penebangan pohon secara tidak sah, membawa alat berat dalam hutan,
memanfaatkan hasil kayu pembalakan liar, melakukan penambangan tanpa izin,
melakukan perkebunan tanpa izin, dll.
2. TKP berupa rumah/tempat tertutup.
TKP rumah/tempat tertutup adalah tempat kejadian tindak pidana kehutanan yang
tindak pidananya ditemukan pada rumah atau tempat tertutup lainnya. Tindak
pidana kehutanan yang TKPnya berupa rumah atau tempat tertutup lainnya adalah
6. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
menadah hasil pembalakan liar, menadah hasil hutan yang dipungut secara tidak sah,
memalsukan SKSHH, memalsukan surat Izin, dll.
3. TKP Jalan raya
TKP jalan raya adalah tempat kejadian tindak pidana kehutanan yang tindak
pidananya terjadi di jalan raya. Tindak pidana kehutanan yang TKPnya berupa jalan
raya adalah mengangkut hasil hutan tanpa SKSHH, mengedarkan kayu hasil
pembalakan liar, penyalahgunaan angkutan dokumen kayu, mengangkut hasil
tambang tanpa izin, dll.
4. TKP sungai/laut
TKP sungai/laut adalah tempat kejadian tindak pidana kehutanan yang tindak
pidananya ditemukan di sungai/laut. Tindak pidana kehutanan yang TKPnya berupa
sungai/laut adalah mengangkut hasil hutan tanpa SKSHH, mengedarkan kayu hasil
pembalakan liar, penyalahgunaan angkutan dokumen kayu, penangkapan ikan
dengan menggunakan bahan beracun dan bahan peledak, dll.
III. DOKUMENTASI DI TKP
Dokumentasi di TKP merupakan langkah yang paling penting dalam penanganan
TKP. Tujuan dokumentasi di TKP adalah untuk memastikan keaslian data kejadian di
TKP sehingga datanya dijamin valid. Untuk tujuan ini, ada 4 (empat) metode
dokumentasi di TKP, yaitu : 1). Laporan dan Pencatatan (Report and note-taking,
sometimes audio), 2). Foto (photographs), 3). Videografi (videography). 4). Sketsa dan
Pemetaan TKP (Crime Scene Sketching and Mapping).
Keempat metode ini merupakan bagian integral dari dokumentasi TKP, sehingga
metode yang satu dengan lainnya tidak dapat saling menggantikan. Tetapi metode yang
satu dapat menguatkan metode lainnya, sehingga dapat dipastikan bahwa dengan
menggunakan keempat metode tersebut, semua data yang diperoleh di TKP dapat
dipertanggungjawabkan.
Catatan dan laporan tidaklah cukup, karena tidak menggambarkan kejadian secara
rinci seperti foto. Namun, foto juga tidaklah cukup karena membutuhkan penjelasan
lebih lanjut, yang merupakan tujuan dari catatan dan laporan. Kadang-kadang catatan
7. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
didikte ke dalam rekaman atau perangkat perekaman digital, namun pada saat tertentu
ditranskripsikan ke dalam format tertulis untuk tujuan pengadilan. Oleh karena itu,
catatan dan laporan didefenisikan sebagai audio dan tulisan. Sementara foto adalah alat
yang bagus untuk mendokumentasikan aspek visual sebuah kejadian. Tidak ada yang
menjelaskan sebuah kejadian sebanyak viedo. Namun, video tidak dapat digunakan
dengan cara yang sama seperti foto dari sudut pandang analisis forensik saat
mendokumentasikan bukti fisik. Karena setiap jenis rekaman ada tempatnya dalam
dokumentasi, semua harus diperhatikan dan dimanfaatkan bila tersedia dan sesuai.
A. Laporan dan Pencatatan (Report and note-taking, sometimes audio)
Ada pepatah dalam kepolisian “if it’s not written down, it didn’t happen” (jika
tidak ditulis, itu tidak pernah terjadi). Hal ini bertujuan agar setiap tindakan yang
dilakukan di TKP dan hasilnya dicatat secara detail. Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan dalam pencatatan adalah :
1. Pencatatan harus dilakukan di TKP dan sesuai kronologis waktunya.
2. Catatan harus detail, tahap demi tahap dan mencakup semua tindakan.
3. Catatan harus lengkap dan menyeluruh.
4. Catatan ditulis dengan jelas dan terbaca.
5. Pencatat harus sespesifik mungkin. Seperti setiap barang bukti di TKP harus tercatat
posisinya. Hindari pernyataan “dekat”, “sebelah kiri” dll.
6. Catatan dimasukkan dalam folder khusus kasus.
Catatan yang diambil di TKP mencakup informasi sebagai berikut :
1. Tanggal dan waktu kejadian
2. Jenis tindak pidana
3. Lokasi kejadian (TKP) dan deskripsi kawasan.
4. Deskripsi tindak pidana yang terjadi
5. Nama semua saksi dan petugas Polhut/PPNS/Petugas Lainnya.
6. Nama petugas sesuai dengan tugasnya (pengamanan TKP, pencari Barang Bukti,
Foto, Video, Skesta, dll.)
7. Deskripsi semua temuan (keadaan tersangka, keadaan barang bukti, dll.)
8. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
B. Foto (photographs)
Seorang fotografer selalu menilai bahwa “one picture is worth a thousand words”
(satu gambar bernilai seribu kata). Hal ini juga berlaku untuk fotografi TKP. Foto
memberikan informasi secara detail mengenai kondisi TKP. Pemotretan yang dilakukan
oleh petugas penanganan TKP dilakukan dengan maksud untuk :
1. Mengabadikan situasi TKP termasuk tersangka, barang bukti, pada saat ditemukan
tindak pidana.
2. Untuk dapat memberikan gambaran nyata tentang situasi dan kondisi TKP.
3. Untuk membantu dan melengkapi kekurangan-kekurangan dalam penanganan TKP
termasuk kekurangan-kekurangan dalam pencatatan dan pembuatan sketsa.
Pemotretan yang dilakukan adalah pemotretan :
1. Keseluruhan TKP, yaitu pemotretan yang dilakukan dari empat penjuru TKP
sebelum dilakukan tindakan terhadap TKP. Tujuan pemotretan secara keseluruhan
TKP adalah mendokumentasikan kondisi dan tata letak yang ada di TKP saat
pemeriksaan TKP.
2. Midrange, yaitu pemotretan barang bukti yang telah diidentifikasi awal di TKP
dimana secara visual menunjukkan posisi barang bukti di TKP dan hubungannya
dengan bagian-bagian lainnya. Jenis foto ini merupakan jenis foto yang paling sering
diabaikan oleh tim penanganan TKP. Pemotretan Midrage biasanya dilakukan
seiring dengan pemotretan close-up.
3. Detail/close-up terhadap setiap obyek dalam TKP yang diperlukan dalam proses
penyidikan (dapat menggunakan skala/penggaris, dapat dilakukan bersamaan dengan
penanganan barang bukti).
Setiap foto yang diambil di TKP, harus didokumentasikan di list fotografi. List
Fotografi adalah catatan yang berisi semua dokumentasi yang diambil dalam bentuk
foto. Contoh informasi yang disertakan dalam list fotografi adalah :
1. Tanggal, waktu, nomor kasus dan nama fhotografer.
2. Perlengkapan kamera yang digunakan
3. Nomor dan deskripsi singkat pada setiap foto
4. Perkiraan jarak pengambilan gambar (jarak kamera terhadap obyek)
9. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
Contoh List Fotografi :
List Fotografi Kasus : ………………………….
Deskripsi Kasus Tgl-bulan-Tahun halaman
Lokasi Kejadian Kota Waktu
Identitas Tersangka
Identitas Fotografer
Informasi Kamera :
1. Merk dan type kamera
2. Speed kamera dan diafragma.
3. Sumber cahaya
4. Filter yang digunakan
No Foto Deskripsi Foto Keterangan
10. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
C. Videografi (videography)
Videografi sebagai salah satu hasil media digital yang merupakan salah satu
metode dalam mendokumentasikan TKP yang diterima di Pengadilan. Metode ini
berguna untuk menyediakan dokumentasi visual mengenai kondisi TKP dan bagian-
bagian yang ada di TKP. Namun perlu diingat kembali bahwa metode ini bukan
pengganti fotografi, tetapi masing-masing memiliki kelebihan. Video diambil untuk
merekam kejadian di TKP yang semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi aslinya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan perekaman video di TKP
adalah :
1. Mulailah dengan Nomor Kasus, Tanggal, Waktu, Lokasi kejadian, deskripsi kasus.
2. Video dapat menceritakan kejadian yang terjadi di TKP. Mulailah dengan kondisi
umum wilayah sekitar TKP. Disarankan merekam dari empat penjuru TKP (Utara,
Selatan, Timur dan Barat).
3. Jangan memindahkan kamera terlalu cepat, karena akan memberikan hasil yang
kurang bagus.
4. Matikan audio pada perekam apabila Anda tidak berniat menceritakannya.
5. Minimalkan menggunakan lampu dan perbesaran (Zoom).
6. Video tidak boleh diedit atau diubah dengan cara apapun. Video asli harus disimpan
sebagai bukti dari video duplikat.
7. Akan lebih baik saat di TKP, video disaksikan oleh petugas pemerintah setempat
atau petugas lain yang menyaksikan pengambilan rekaman terhadap TKP.
D. Sketsa dan Pemetaan TKP (Crime Scene Sketching and Mapping)
Sketsa TKP adalah gambaran tentang benda-benda yang ditemukan di TKP dan
jarak antara satu dengan lainnya yang menggambarkan hubungannya dengan TKP.
Skesta berfungsi untuk memperjelas informasi yang ada dalam dokumentasi foto dan
video, karena metode lainnya tidak memungkinkan dengan mudah menggambarkan
ukuran jarak dan dimensi. Sketsa merupakan cara paling sederhana untuk menyajikan
tata letak benda-benda yang ditemukan di TKP, bahkan seringkali posisi
fotografer/cameramen juga bisa dicatat dalam sketsa.
11. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
Sketsa merupakan salah satu metode yang penting dalam dokumentasi TKP,
karena sketsa :
1. secara akurat menggambarkan fakta fisik.
2. berhubungan dengan urutan kejadian di tempat kejadian.
3. menentukan lokasi dan hubungan objek dan bukti yang tepat di tempat kejadian.
4. membantu menciptakan gambaran kondisi di TKP bagi mereka yang tidak hadir.
5. merupakan rekaman kejadian yang permanen.
6. sering dicari saat persidangan di pengadilan.
7. membantu penyidik dalam mewawancarai dan menginterogasi.
8. membantu dalam mempersiapkan laporan investigasi tertulis.
9. membantu dalam menyajikan kasus di pengadilan. Sketsa dan gambar yang
dipersiapkan dengan baik membantu hakim, juri, saksi, dan pihak lainnya untuk
mengenali lokasi kejadian.
Hal penting yang sering menjadi pertanyaan adalah kapan saat yang tepat untuk
membuat sketsa ?
1. Sketsa TKP dibuat setelah foto diambil dan sebelum ada obyek yang dipindahkan.
2. Buat sketsa seluruh kejadian, obyek dan buktinya.
Sketsa tidak hanya mencakup tata letak di TKP, tetapi pegukuran obyek dan jarak
antara obyek yang satu dengan yang lainnya.
Ada dua jenis sketsa yang berkaitan dengan dokumentasi TKP, yaitu sketsa kasar
dan sketsa final. Sketsa kasar dibuat saat berada di TKP dan bisa dibuat dengan alat
apapun seperti krayon, kapur tulis, pensil, pena dll.
Sketsa Final adalah hasil dari sketsa kasar yang dipersiapkan untuk presentasi di
pengadilan dan seringkali tidak menunjukkan semua pengukuran dan jarak yang
semua terekam pada sketsa kasar. Sketsa Final dibuat dengan tinta manual atau
komputer. Sketsa final tidak boleh menggunakan pensil.
Sketsa secara akurat menggambarkan semua bukti yang terkait dan dijelaskan
melalui legenda. Legenda adalah catatan penjelasan yang berhubungan dengan
simbol atau informasi yang terdapat pada sketsa.
12. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
Gambar 1 : Contoh Sketsa Kasar
Gambar 2. Contoh Sketsa Final
13. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
Sketsa final harus mencakup :
1. Judul Kasus
2. Legenda
3. Informasi Kasus (tanggal, waktu, tempat dan nomor kasus)
4. Identitas Pembuat Sketsa
5. Indikasi arah dan skala
Gambar 3. Contoh Sketsa Final dengan menggunakan komputer.
Pemetaan adalah istilah yang terkait dengan pengukuran TKP. Kadang
seseorang mungkin membuat sketsa tapi tidak memetakan. Hal ini berarti bahwa dia
menggambar sketsa suatu area namun tidak memetakan hasil pengukuran pada sketsa
yang dihasilkan. Ada berbagai metode pemetaan TKP, tergantung apakah TKP interior
atau eksterior. Adapun metode pemetaan TKP adalah sebagai berikut :
1. Pemetaan Dasar
Pemetaan dasar adalah sebuah metode yang paling dasar dan dianggap paling tidak
akurat. Untuk metode ini, sebuah garis dasar dikembangkan atau diidentifikasi untuk
melakukan pengukuran. Ini bisa menjadi area yang ada, seperti pinggir jalan raya,
dinding, pagar, dll, atau bisa dikembangkan oleh personel, seperti dengan
menempatkan tali atau pita pengukur melalui tempat kejadian dan melakukan
pengukuran dari sana.
14. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
Dalam melakukan pemetaan, garis harus dijalankan di antara dua titik tetap yang
diketahui, seperti pohon atau titik lain yang dapat diidentifikasi, sehingga titik-
titiknya dapat ditemukan pada saat akan direkonstruksi (jika diperlukan). Setelah
garis dasar terbentuk, pengukuran diambil dari garis dasar pada sudut 90 derajat
yang diperkiraan dari garis dasar ke titik atau area kejadian yang teridentifikasi.
Biasanya, sebagian besar pengukuran dilakukan untuk memusatkan massa barang
atau ke titik terdekat item ke garis dasar. Karena tidak mungkin untuk memastikan
bahwa pengukuran dilakukan pada suhu 90 derajat. Ada kemungkinan
pengukurannya akan lebih lama jika pengukurannya lebih dari 90 derajat dari garis
dasar, atau jika nilainya kurang dari 90 derajat dari garis dasar. Untuk alasan ini,
metode ini tidak seakurat beberapa metode lainnya; Namun, cepat dan sangat mudah
digunakan.
Gambar 5. Contoh Pemetaan Dasar.
2. Pemetaan Koordinat Rectangular
Pemetaan ini biasa juga disebut Pemetaan Metode Koordinat Empat Persegi
Panjang. Metode ini merupakan variasi metode pemetaan dasar karena
menggunakan dua garis dasar. Beberapa personil memilih untunk mengukur dua
atau lebih titik dengan menggunakan beberapa pengukuran persegi panjang sebagai
15. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
cara untuk meningkatkan akurasi. Ada juga yang memilih untuk mengukur berat
barang bukti . Pengukuran yang telah dilakukan tidak menjamin bahwa pengukuran
tepat pada sudut 90 derajat dari garis dasar, sehingga kesalahannya lebih besar
daripada metode-metoode lainnya. Karena metode ini memiliki dua pengukuran,
maka akurasinya jauh lebih besar daripada metode pemetaan dasar dengan garis
tunggal. Metode ini sangat berguna dalam ruang terbatas dan keajadian interior
yang lebih kecil.
Gambar 6. Contoh Pemetaan Koordinat Rectangular.
3. Pemetaan Triangulasi
Pemetaan triangulasi adalah metode yang paling akurat yang tidak memanfaatkan
teknologi. Keakuratan metode ini dengan adanya dua titik tetap. Dari dua titik tetap
ini, pengukuran diambil ke titik tertentu pula dalam TKP. Tidak perlu khawatir,
apakah pengukuran dilakukan pada sudut yang benar atau tidak, karena titik-titik
yang berasal dari titik tetap yang diketahui seperti sudut ruangan atau kusen pintu.
Dari titik tetap ini. minimal dua pengukuran dilakukan pada masing-masing titik.
Jika obyek berbentuk tetap atau konstan (mis ; senjata api, furniture), maka obyek
diukur menjadi dua titik, dari dua titik tetap, dengan total empat pengukuran.
Jika obyek berbentuan variable atau ukuran (misalnya genangan air, genangan darah,
tumpukan pakaian ), maka diukur ke pusat massa.
16. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
dengan total empat pengukuran. Jika objek berbentuk variabel atau ukuran (misalnya genangan air,
genangan darah, atau tumpukan pakaian), maka benda tersebut diukur ke pusat massa yang sesuai (Gambar
6.15).
Gambar 7. Contoh Pemetaan Triangulasi.
4. Pemetaan Koordinat Polar/Grid
Pemetaan koordinat Polar/Grid adalah pemetaan dengan sistem dua dimensi yang
mengindikasikan lokasi obyek dengan menyediakan sudut dan jarak dari titik tetap
atau yang diketahui. Jadi untuk melakukan pengukuran dengan metode ini, kompas
diperlukan untuk mengukur sudut atau arah kutub. Metode ini paling baik
digunakan di luar ruangan.
Gambar 7. Contoh Pemetaan Koordinat/GRID
17. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
5. Pemetaan Lanjutan
Beberapa kementerian memiliki kemampuan untuk memanfaatkan teknologi dengan
lebih baik, seperi sistem penentu posisi global (GPS) dan Total Station yang
merupakan sistem pemetaan yang dapat mengukur koordinat kutub dan kemudian
mengubah pengukuran menjadi koordinat Grid.
Manfaat dari teknologi ini adalah memberikan pengukuran jarak elektronik yang
tepat dan sangat berguna dalam pemetaan kejadian dan kegiatan berskala besar.
Semua pengukuran merupakan perkiraan, dan tidak pernah ada yang menjamin
bahwa 100 % akurat. Sehingga, pemetaan TKP perlu dilakukan sebaik mungkin
dengan sumberdaya yang memadai.
IV. TINDAKAN PERTAMA DI TKP (TP-TKP)
A. Pengertian dan Tujuan TP-TKP
Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara (TP-TKP) adalah tindakan
kepolisian yang harus dilakukan oleh Polisi Kehutanan yang pertama kali melihat /
secara langsung menemukan suatu kejadian untuk segera mengamankan korban, pelaku,
saksi, barang bukti, dan tempat kejadian perkara (TKP) guna persiapan proses hukum
selanjutnya.
Tujuan penanganan pertama di TKP (TP-TKP) adalah :
1. Menjaga agar TKP berada dalam keadaannya sebagaimana pada saat dilihat dan
ditemukan petugas,
2. Memberikan pertolongan jika ada korban yang membutuhkan pertolongan;
3. Untuk melindungi agar barang bukti dan jejak yang ada tidak hilang, rusak atau
terjadi penambahan/pengurangan dan berubah letaknya, yang berakibat
menyulitkan/mengaburkan pengolahan tempat kejadian perkara dalam melakukan
penyelidikan secara ilmiah.
4. untuk memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan lebih lanjut
dalam mencari, menemukan dan menentukan pelaku, korban, saksi-saksi, barang
bukti, modus operandi dan alat yang dipergunakan dalam upaya pengungkapan
tindak pidana.
18. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
B. Penerimaan Informasi
Apabila mendapatkan informasi tentang telah terjadinya tindak pidana lingkungan
hidup dan kehutanan, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Mencatat informasi dalam log informasi (identitas pelapor, jenis tindak pidana,
lokasi kejadian, waktu kejadian, pihak yang terlibat dalam tindak pidana, saksi-saksi,
uraian singkat kejadian).
2. Membuatkan surat tanda penerimaan informasi (jika informasi disampaikan secara
langsung).
3. Menganalisa informasi dari aspek sumber informasinya dan isi informasinya.
4. Mengorganisasikan TIM untuk peninjauan TKP.
C. Pengamatan Umum (General Observasi)
Pada saat tiba di TKP, hal yang dilakukan pertama kali di TKP adalah melakukan
pengamatan di area tempat terjadinya tindak pidana dan di area sekitarnya dengan
membuat jalan masuk bagi anggota tim. Pengamatan umum dilakukan terhadap hal-
hal/obyek-obyek sebagai berikut :
1. Jalan yang diduga sebagai jalan masuk atau keluarnya pelaku tindak pidana.
2. Adanya kejanggalan-kejanggalan atau hal-hal yang tidak biasa yang didapati di TKP
dan sekitarnya.
3. Keadaan cuaca waktu kejadian tindak pidana yang dapat mempengaruhi kondisi atau
keadaan TKP.
4. Alat-alat yang mungkin dipergunakan atau ditinggalkan oleh pelaku tindak pidana.
5. Tanda-tanda atau bekas-bekas di TKP.
Hasil pengamatan umum tersebut diatas dimaksudkan untuk dapat memperkirakan
modus operandi, motif, waktu kejadian dan menentukan langkah-langkah mana yang
harus didahulukan. Pengamatan umum ini juga sangat berguna dalam memastikan
apakah tidak ada ancaman yang membahayakan bagi tim sehingga tim dapat memasuki
TKP sesuai rencana dengan meminimalkan resiko yang akan terjadi.
19. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
D. Pengamanan Tersangka
Pengamanan tersangka ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Memerintahkan orang yang berada di TKP pada waktu terjadinya tindak pidana
untuk tidak meninggalkan TKP.
2. Berusaha menangkap pelaku yang diperkirakan masih berada di TKP.
3. Lakukan penggeledahan terhadap tersangka.
4. Amankan pelaku/tersangka dengan melakukan pemborgolan.
5. Catat identitas pelaku/tersangka : nama, umur, pekerjaan dan alamat.
6. Tanyakan kerusakan hutan yang telah dilakukannya.
7. Cegah jangan sampai pelaku/tersangka menghilangkan bukti-bukti yang ada di TKP.
8. Jika pelaku tidak ditemukan di TKP atau ada sebagian yang melarikan diri, lakukan
pencarian singkat di sekitar TKP.
E. Pengamanan TKP
Pengamanan lokasi TKP dilakukan dengan menutup dan mengamankan TKP yang
bertujuan untuk mempertahankan status quo. Pengamanan lokasi TKP ini dilakukan
dengan cara :
1. Membuat batas di TKP dengan tali atau alat lain dimulai dari jalur yang diperkirakan
merupakan arah masuknya pelaku, melingkar kesekitar tempat yang diperkirakan
akan didapatkan barang bukti, kemudian ke jalan yang diperkirakan merupakan arah
keluarnya pelaku meninggalkan TKP dan memberikan tanda arah keluar masuknya
pelaku.
2. Melarang setiap orang yang tidak berkepentingan masuk di TKP yang telah diberi
batas.
3. Meminta bantuan kepada aparat setempat seperti ketua RT/RW dalam melakukan
pengamanan TKP.
4. Buatlah tanda di TKP seperti tanda bekas sidik jari atau kaki.
5. Memisahkan satu sama lain orang-orang yang ada di TKP dan melarang satu sama
lain membicarakan perkara yang baru saja terjadi dengan maksud agar tidak saling
20. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
mempengaruhi, sehingga menyulitkan dalam mendapatkan keterangan yang
obyektif.
6. Mencari dan mengumpulkan saksi-saksi serta mencari identitasnya
F. Pencarian dan Pengamanan Barang Bukti.
Kegiatan pencarian barang bukti ditempat kejadian perkara dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode sesuai dengan kondisi tempat dan jumlah
petugas yang ada. Metode-metode tersebut adalah :
a. Metode Spiral (Spiral Methode)
Beberapa orang petugas tim penanganan TKP menjelajahi tempat kejadian dengan
cara masing-masing berbaris ke belakang (yang satu dibelakang yang lain) dengan
jarak tertentu, kemudian bergerak mengikuti bentuk spiral berputar kearah dalam.
Metode ini baik untuk daerah yang lapang, bersemak atau berhutan.
b. Metode Zone (Zone Methode)
Metode ini caranya yaitu luasnya TKP dibagi menjadi empat bagian, dari tiap bagian
dibagi menjadi empat bagian, jadi masing-masing bagian 1/16 dari luas tempar
kejadian perkara seluruhnya. Untuk tiap-tiap 1/16 bagian tersebut ditunjuk dua sampai
empat orang petugas untuk menggeledahnya. Metode ini baik untuk pekarangan,
rumah, atau tempat tertutup.
21. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
c. Metode Strip dan Metode Strip Ganda (Strip Methode dan Double Strip Methode).
Metode ini tiga orang petugas masing-masing berdampingan yang satu dengan yang
lain dalam jarak yang sama dan tertentu (sejajar) kemudian bergerak serentak dari sisi
lebar yang satu ke sisi lain di TKP. Apabila dalam gerakan tersebut sampai diujung
sisi lebar yang lain maka masing-masing berputar ke arah semula. Metode ini baik
untuk daerah yang berlereng.
d. Metoda Roda (Whell Methode)
Caranya menggunakan metode ini yaitu beberapa orang petugas bergerak bersama-
sama kearah luar dimulai dari titik tengah tempat kejadian, dimana masing-masing
petugas menuju kearah sasarannya sendiri-sendiri sehingga merupakan arah delapan
penjuru angin. Metode ini baik untuk ruangan (hall).
Pengamanan barang bukti dimaksudkan untuk menjamin keutuhan, kuantitas
maupun kualitas barang bukti. Pengamanan barang bukti di TKP dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Jaga jangan sampai rusak/hapus dan letaknya jangan sampai berubah.
2. Catat barang-barang bukti waktu diketemukan atau setelah diadakan perubahan-
perubahan akibatk cuaca dan lain-lain.
3. Kumpulkan dan catat semua barang bukti yang dipindahkan sebaik-baiknya
22. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
G. Pemotretan TKP, Tersangka dan Barang Bukti.
Pemotretan yang dilakukan sebagai berikut :
1. Melakukan pemotretan terhadap keseluruhan TKP
2. Melakukan pemotretan Midrange terhadap barang bukti.
3. Melakukan pemotretan Close-up terhadap Barang bukti.
4. Melakukan pemotretan Close-up terhadap tersangka.
5. Setiap pemotretan dilakukan, deskripsi fotonya didokumentasikan di list fotografi.
(perhatikan materi sebelumnya di sub materi Fhotografi).
H. Penanganan Saksi
Penanganan saksi di TKP ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Mencari dan mengumpulkan saksi-saksi yang berhubungan dengan perkara tindak pidana
kehutanan yang terjadi.
2. Pisahkan saksi satu sama lain agar fakta tindak pidana diperoleh dengan sebenarnya.
3. Catat identitas saksi, minimal nama, umur, alamat dan pekerjaan.
4. Geledah barang saksi
5. Memerintahkan kepada saksi untuk tetap tinggal ditempat yang ditentukan guna dimintai
keterangannya.
Petugas TP-TKP hendaknya bisa membedakan mana saksi kunci atau bukan. Saksi
kunci adalah saksi yang mengetahui persis tindak pidana kehutanan yang sedang terjadi. Selain
itu dikenal juga istilah saksi maya dan saksi ahli. Saksi maya adalah saksi yang tidak
mengetahui kejadian, namun sangat dibutuhkan keterangan-keterangannya yang berkaitan
dengan tindak pidana kehutanan yang terjadi.
I. Pembuatan Sketsa TKP
Pembuatan sketsa dimaksudkan untuk menggambarkan TKP seteliti mungkin dan
sebagai bahan untuk mengadakan rekonstruksi jika diperlukan. Sketsa yang dibuat sebaiknya
sudah mengukur jarak benda-benda bergerak dengan cara menghubungkan 2 buah titik pada
benda-benda tidak bergerak yang dipergunakan sebagai patokan. Untuk otentifikasi sketsa
dicantumkan nama pembuat, tanggal pembuatan, peristiwa yang terjadi dan lokasi TKP.
(perhatikan materi Sketsa dan Pemetaan TKP)
23. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
J. Pengakhiran TP-TKP
Penanganan TKP dianggap cukup dan dapat diakhiri oleh ketua tim apabila sudah dapat
menjawab ”Ya” atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah semua macam barang bukti yang ditemukan telah dapat dikumpulkan dalam
jumlah yang maksimal ?
2. Apakah pembungkusan barang bukti telah sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang ada ?
3. Apakah tindakan-tindaka yang dilakukan cukup berhati-hati dan cermat ?
4. Apakah pemotretan-pemotretan yang dilakukan dan sketsa yang dibuat telah cukup untuk
menggambarkan keadaan yang sebenarnya (rekonstruksi) ?
5. Apakah keterangan-keterangan saksi dan tersangka sudah memperhatikan jawaban-
jawaban atas pertanyaan 7 KAH ?
Pengakhiran penanganan TKP dalam rangka TP-TKP dilakukan atas perintah ketua tim. Apabila
ketua tim menilai bahwa fakta-fakta yang ada di TKP sudah terdokumentasi secara
keseluruhan, maka ketua tim memerintahkan bahwa penanganan TKP dalam rangka TP-TKP
sudah cukup.
K. Dokumentasi dan Pelaporan
Ketua Tim Patroli mengkoordinir pendokumentasian terhadap tindakan-tindakan
yang telah dilakukan di TKP. Dokumentasi dibuat sesuai dengan metode dokumentasi
yang dilakukan saat penanganan TKP. Apabila bagian demi bagian dokumentasi telah
terdokumentasikan dengan baik, maka disusunlah laporan hasil pelaksanaan penanganan
TKP untuk diserahkan ke Penyidik untuk proses lebih lanjut.
V. PENGOLAHAN TKP
Setelah kegiatan TP-TKP, tindakan selanjutnya adalah olah TKP. Olah TKP
dilakukan untuk menemukan bukti segitiga (triangle crime scene) yaitu tersangka,
korban, serta barang bukti. Untuk kasus tindak pidana kehutanan tertangkap tangan
yang TKPnya di kawasan hutan, TP-TKP yang dilakukan oleh Polhut hendaknya sudah
menemukan bukti segitiga (tersangka, kawasan hutan yang rusask dan barang bukti),
sehingga nantinya penyidik tidak perlu Olah TKP khusus lagi ke kawasan hutan.
24. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
Perlu atau tidaknya dilakukan pengolahan TKP di tempat kejadian perkara
tergantung dari tingkat kesulitan dalam penyidikan kasus yang ditangani. Apabila bukti-
bukti yang didapat mudah, maka penyidikannya juga mudah untuk dilakukan, sehingga
tidak perlu dilakukan Olah TKP. Apabila sulit untuk mendapatkan bukti-bukti maka
penyidikannya juga sulit untuk dilakukan, sehingga perlu dilakukan Olah TKP untuk
mendapatkan bukti-bukti guna mempermudah penyidikan.
Jika secara teknis diperlukan Olah TKP, ada 3 tahapan kegiatan dalam
pengolahan TKP yaitu tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahap pengakhiran
pengolahan TKP.
A. Persiapan Olah TKP
Tahapan dalam persiapan olah TKP adalah :
1. Persiapan administrasi yang mendukung dalam pelaksanaan pengolahan TKP.
2. Persiapan petugas pengolah TKP
3. Persiapan sarana dan prasarana (termasuk bantuan teknis).
4. Meminta keterangan atau data awal dari petugas TP-TKP.
5. Penentuan atau pemilihan jalan menuju TKP untuk kelancaran perjalanan dan atau
diharapkan dapat bertemu dengan pelaku di perjalanan.
B. Pelaksanaan Olah TKP
Tahap pelaksanaan Pengolahan TKP adalah :
1. Catat waktu tiba dan kondisi cuaca di TKP.
2. Melakukan pengamatan secara umum untuk menentukan sejauh mana batas TKP
dan memperkirakan jalan masuk atau keluar tersangka.
3. Melakukan pemotretan secara umum atau midrange atau khusus.
4. Menujuk 2 (dua) orang saksi dalam rangka pengolahan TKP untuk menyaksikan
petugas mencari bukti-bukti di TKP. Untuk itu dibuatkan Berita Acara Penunjukan
Saksi.
5. Ketua tim bersama 2 (dua) orang saksi (jika ada pemerintah setempat seperti Kepala
Desa akan lebih bagus) masuk kedalam TKP dengan membuat jalan setapak, untuk
mengetahui gambaran umum keadaan dalam TKP, kemudian keluar.
25. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
6. Ketua tim bersama 2 (dua) orang saksi dan Kepala Desa masuk kembali kedalam
TKP dengan mengikuti jalan setapak terdahulu, yang diikuti oleh petugas lainnya
secara berbanjar, diantaranya Petugas Pemberi Nomor, Petugas Pemotret dan
Petugas Pencatat untuk mencari barang bukti maupun jejak dan sidik jari, dengan
menggunakan metode pencarian barang bukti yang tepat.
7. Ketua Tim menunjukkan atau memberitahukan barang bukti atau jejak yang
dilihatnya kepada anggotanya dilihat saksi, lalu petugas dibelakangnya memberikan
Nomor, dipotret secara close-up dan mencatat sampai keseluruhan bukti-bukti
tersebut dengan nomor yang berurutan.
8. Setelah selesai pemberian Nomor pada semua bukti yang ditemukan, kemudian
dipotret kembali secara umum agar dapat diketahui posisi antara bukti-bukti
tersebut manakala dilakukan rekonstruksi dikemudian hari.
9. Setelah yakin bahwa semua bukti dan jejak yang ada ditemukan, kemudian diambil
atau diangkat oleh Petugas dengan cara pengambilan barang bukti yang benar.
10. Setelah semua bukti-bukti tersebut diambil, kembali ketua Tim masuk ke dalam
TKP memeriksa, apakah sudah semua bukti itu diambil, dan atau apakah ada bukti
yang tertinggal atau belum terlihat sebelumnya, dan apabila ada, kembali diambil
sesuai ketentuan diatas.
11. Setelah pengambilan bukti dianggap selesai, kembali Petugas Pemotret melakukan
pemotretan secara umum sebelum Nomor Barang Bukti diangkat.
12. Setelah nomor barang bukti diangkat, ketua tim bersama anggotanya melakukan
analisis evaluasi (Anev) di TKP, untuk menentukan :
a) Apakah sudah cukup bukti yang telah diambil ?
b) Apakah sudah ada gambaran atau konstruksi tentang peristiwa yang terjadi ?
c) Apakah sudah dapat dipastikan benar terjadi tindak pidana berdasarkan bukti
segitiga ?
d) Apakah perlu dilakukan Pengolahan TKP lanjutan oleh Tim Ahli ? (lihat Pasal
7 ayat (1) huruf h Jo Pasal 120 ayat (1) KUHAP).
13. Hasil Analisa dapat menjawab pertanyaan itu.
26. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
14. Terhadap semua barang bukti, jejak atau sidik jari yang diambil di TKP terlebih
dahulu diperlihatkan kepada pemilik, saksi, Kepala Desa dan tersangka sebelum
dibungkus atau dilabel. Dan untuk itu dibuatkan Surat Tanda Penerimaan Barang
Bukti, serta Berita Acara Pembungkusan atau Pelabelan yang ditanda tangani
Polhut, Pemilik atau yang menguasai barang bukti, Saksi dan Tersangka kalau ada.
(Pasal 42 Jo 129 ayat (2) KUHAP).
C. Pengakhiran Olah TKP
1. Apabila berdasarkan analisa tersebut, Penyidik berkeyakinan bahwa bukti-bukti
yang didapat sudah cukup, maka Ketua Tim Olah TKP memerintahkan kepada
Polhut selaku petugas TP-TKP agar membebaskan TKP.
2. Tindak lanjut Pengolahan TKP ini Petugas membuat Administrasi Penyidikan yang
diperlukan.
D. Dokumentasi dan Pelaporan
Dokumentasi dan pelaporan dalam pengolahan TKP hendaknya memperhatikan
unsur-unsur tindak pidana yang ingin didokumentasikan lebih lanjut sebagai
pertimbangan dasar/yang melatarbelakangi perlunya pengolahan TKP.
27. *) Disampaikan Tanggal 28 November 2017, pada Kegiatan Peningkatan Kapasitas Polhut yang
diselenggarakan oleh BP2LHK Makassar di Hotel Santika Makassar.
**) Widyaiswara Madya pada Balai Diklat LHK Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2017. Methodical Approact to Processing The Crime Scene.
https://www.pdfdrive.net.
Fisher, B.A.J., 2004. Techniques of Crime Scene Investigation. CRC Press, London
New York Washington D.C.
Lothridge, K., 2013. Crime Scene Investigation, A Guide For Law Enforcement.
National Forensic Science Technology Center
Sultan, S. Dan Labahi, P.A., 2015. Pengolahan Tempat Kejadian Perkara, Modul
Diklat Teknik Penanganan TKP. Balai Diklat Kehutanan Makassar, Makassar.
Reno, L. at.all., 1999. Crime Scene Investigation. Department of Justice Response
Center, London New York Washington D.C.