Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
1. SKRIPSI
PERAN POLISI KEHUTANAN TERHADAP PENGAMANAN
HUTAN DI KABUPATEN SINJAI
S U P R I A D I
09 01 055
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SATRIA
MAKASSAR
2012
i
2. HALAMAN PERSETUJUAN
PERANAN POLISI KEHUTANAN TERHADAP PENGAMANAN HUTAN
DI KABUPATEN SINJAI
SUPRIADI
09 01 055
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada
Program Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian
Universitas Satria Makassar
Makassar, Juni 2012
Disetujui Oleh;
Komisi Pembimbing,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Yulis Sayang, MP. Indrajaya Idris, S.Hut., MP.
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian,
Dr. Ir. Yulis Sayang, MP.
i
3. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah, kasih sayang dan perkenaan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul penelitian ini adalah “Peran
Polisi Kehutanan Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai”.
Rampungnya skripsi ini berkat adanya bimbingan, masukan,
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal
termaksud maka penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Kedua orang tua, kakak dan sanak family kami atas dukungannya baik
secara materi maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal ini.
2. Dr.Ir. Yulis Sayang, MP. dan Indrajaya Idris, S.Hut., ,MP. selaku
komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya memberikan
arahan dan masukan dalam penyelesaian proposal ini.
3. Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Satria Makassar Dr. Ir.
Yulis Sayang, MP. Yang memberikan kesempatan penulis menimba
ilmu pengetahuan sehingga mendukung penyelesaian proposal ini.
4. Segenap teman-teman mahasiswa Universitas Satria Makassar
khususnya mahasiswa Program Studi Kehutanan yang telah
membantu penulis selama mengikuti pendidikan.
ii
4. 5. Segenap teman-teman Polisi Kehutanan Kabupaten Sinjai atas
dukungan doa yang begitu berharga bagi penulis.
Akhirnya penulis mohon maaf atas segala kekurangan tulisan ini,
oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa kami
harapkan guna penyempurnaannya.
Makassar, Desember 2012
Penulis
iii
5. DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....……………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR ....…………………………………………………. iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iv
I. PENDAHULUAN …………………………………………………… 1
A. Latar Belakang ……………………………………....…....…….
B. Perumusan Masalah …..…….…….......…………………...….
C. Tujuan Penelitian..... …...……....………………………………
D. Manfaat Penelitian ……......................................……………
1
3
3
3
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….. 4
A. Pengertian Hutan dan Kawasan Hutan………………………
B. Tugas dan Fungsi Polisi Kehutanan ....……….........…………
C. Sistem Perlindungan dan Pengamanan Hutan .............…….
D. Jenis-Jenis Gangguan Hutan ......... …. ………………………
E. Penanganan Jenis Gangguan ………………………………
F. Prosedur Pengamanan Hutan..….. ……………………………
G. Hipotesis ................................................................................
4
6
9
11
12
15
18
iv
6. III. METODE PENELITIAN …………………………………………… 19
A. Waktu dan Tempat .........……… ……………………………..
B. Bahan dan Alat Penelitian ..........………………………………
C. Populasi dan Sampel ….....................………………………...
D. Variabel Penelitian ……………………………………………..
E. Teknik Penentuan Sampel ....................................................
F. Teknik Pengumpulan Data …………………………………….
G. Teknik Analisis Data ……………………………………………
H. Defenisi Operasional .............................................................
19
19
19
20
20
20
21
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.....…………………………………… 24
A. Jenis Gangguan Hutan....……… ……………………………..
B. Peran Polisi Kehutanan (Polhut) ……………………………
C. Kendala Polhut dalam Pengamanan Hutan................……..
24
29
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN.....…………………………………… 44
A. Kesimpulan......................……… ……………………………..
B. Saran ..........................................………………………………
44
45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 46
LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
7. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena di
dalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma
nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam
hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi,
pariwisata dan sebagainya. Karena itu, pemanfaatan dan perlindungan
hutan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan dan
beberapa keputusan Dirjen PHKA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.
Pemanfaatan dan perlindungan hutan telah diatur dalam beberapa
peraturan perundang-undangan, namun sampai saat ini gangguan
terhadap sumber daya hutan terus berlangsung. Sumber daya ini akan
terancam kelestariannya, karena setiap tahun hutan di Indonesia
mengalami kerusakan akibat berbagai agen perusak hutan seperti faktor
fisik berupa bencana alam, faktor biologis yaitu hama dan penyakit dan
faktor sosial adalah aktivitas manusia.
Gangguan hutan yang paling banyak menyebabkan hutan
terdegradasi belakangan ini adalah bencana alam dan aktivitas manusia.
1
8. Tahun 2004 terindikasi kawasan hutan yang terdegradasi seluas 59,17
juta ha, sehingga laju kerusakan hutan antara tahun 2000 sampai
dengan 2004 diperkirakan mencapai 2,8 juta ha/tahun (Departemen
Kehutanan, 2006a).
Usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi
permasalahan gangguan hutan antara lain melaksanakan kegiatan
operasi hutan lestari, operasi fungsional, operasi gabungan dan patroli
rutin, namun gangguan hutan hingga saat ini belum dapat diatasi dengan
baik. Hal ini disebabkan karena pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan pengamanan melalui berbagai operasi pengamanan baik
yang bersifat preventif maupun represif. Operasi pengamanan preventif
dilakukan utamanya melalui kegiatan patroli pengamanan, sedangkan
pengamanan represif dilakukan melalui operasi reguler dan operasi
gabungan dengan melibatkan anggota Polhut, Satuan Polhut Reaksi
Cepat (SPORC), Penyidik PNS (PPNS) dan anggota Kepolisian.
Hutan di Kabupaten Sinjai juga telah mengalami kerusakan akibat
berbagai jenis gangguan hutan seperti tanah longsor, pencurian hasil
hutan, perambahan dan jenis gangguan hutan lainnya. Untuk mencegah
semakin meluasnya kerusakan hutan tersebut, sejak tahun 2005 – 2009
Pemerintah Kabupaten Sinjai telah merekrut tenaga pengamanan hutan
untuk melaksanakan tugas perlindungan dan pengamanan hutan.
Tenaga pengamanan hutan tersebut telah ditugaskan di berbagai
wilayah, namun gangguan hutan masih terus terjadi.
2
9. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka diperlukan
penelitian tentang Peranan Polisi Kehutanan (Polhut) dalam
Pengamanan Hutan di Wilayah Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Sinjai.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana peran Polisi Kehutanan (Polhut) dalam pengamanan
hutan di Kabupaten Sinjai ?
2. Kendala apa yang ditemui oleh Polisi Kehutanan (Polhut) dalam
pengamanan hutan di Kabupaten Sinjai ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran Polisi Kehutanan (Polhut) dalam
pengamanan hutan di Kabupaten Sinjai.
2. Untuk mengetahui kendala apa yang ditemui oleh Polisi Kehutanan
(Polhut) dalam pengamanan hutan di Kabupaten Sinjai.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas informasi dan
pengetahuan tentang peran Polhut dalam upaya pengamanan hutan.
Studi tentang perlindungan atau pengamanan hutan belum banyak
mendapat perhatian dari berbagai pihak, sehingga diharapkan penelitian
ini dapat menjadi bahan informasi untuk penelitian-penelitian
pengamanan hutan.
3
10. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hutan dan Kawasan Hutan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu
yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk di-pertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
Sampai dengan tahun 2005, pemerintah telah menetapkan
kawasan hutan seluas 126,8 juta ha dengan fungsi konservasi (23,2 juta
ha), lindung (32,4 juta ha), produksi terbatas (21,6 juta ha), produksi
(35,6 juta ha) dan produksi yang dapat dikonversi (14,0 juta ha),
(Dephut, 2006a). Sumardi dan Widyastuti (2004) menuliskan bahwa dari
angka resmi luasan kawasan hutan, luas hutan yang sebenarnya ada
hanya sekitar 75% dari luas kawasan hutan. Hutan banyak mengalami
kerusakan sehingga luasnya pun mengalami penyusutan dengan laju
yang sangat tinggi.
Laju kerusakan hutan selama 12 tahun (periode 1985 - 1997) untuk
pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi mencapai rata-rata 1,6 juta
ha per tahun, bahkan pada periode 1997 – 2000 deforestasi di lima
4
11. pulau besar mencapai rata-rata sebesar 2,83 juta ha per tahun,
kerusakan ini termasuk kerusakan hutan akibat kebakaran hutan pada
tahun 1997 – 1998 seluas 9,7 juta ha. Hal ini telah menempatkan
kegiatan rehabilitasi dan konservasi kawasan hutan sebagai sasaran
strategis pembangunan kehutanan kedepan (Dephut, 2006a).
Laju kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia ini akan
mengancam terjadinya penurunan keanekaragam hayati, padahal
Indonesia termasuk ke dalam negara yang memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi, atau menduduki peringkat nomor 3 di dunia setelah
Brazil dan Columbia. Hal ini tercermin dalam jumlah keanekaragaman
hayati yang dimiliki oleh Indonesia antara lain ; mamalia 515 jenis (12 %
dari jenis mamalia dunia), reptilia 511 jenis (7,3 % dari jenis reptilia
dunia), burung 1.531 jenis (17 % jenis burung dunia), amphibi 270 jenis,
binatang tak bertulang 2.827 jenis, dan tumbuhan 38.000 jenis (IBSAP,
2003).
Dalam rangka mempertahankan ekosistem dan keanekaragaman
hayatinya, sampai dengan tahun 2006 Pemerintah telah menetapkan
kawasan konservasi daratan dan perairan yaitu : 50 unit Taman Nasional
(TN), 124 unit Taman Wisata Alam (TWA), 21 unit Taman Hutan Raya
(TAHURA), 14 unit Taman Buru (TB), 249 unit Cagar Alam (CA), dan 77
unit Suaka Margasatwa (SM) (DEPHUT, 2006b).
5
12. B. Tugas dan Fungsi Polisi Kehutanan
Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu dalam lingkup instansi
kehutanan pusat dan daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya,
menyelenggarakan dan atau melaksanakan usaha perlindungan hutan
yang oleh kuasa undang-undang diberikan wewenang kepolisian khusus
di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya (Pasal 1 ayat (2) PP No. 45 Tahun 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2011 tentang Jabatan
Fungsional Polisi Kehutanan dan Angka Kreditnya, Tugas pokok Polisi
Kehutanan adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan,
memantau, dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan
perlindungan dan pengamanan hutan serta pengawasan peredaran
hasil hutan.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan
Kepala Kepolisian RI No. 10/Kpts-II/93-Skep/07/93 tentang susunan
organisasi dan tata kerja jagawana (POLHUT) dijelaskan bahwa :
Tugas Pokok (Pasal 4)
1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan dan hasil hutan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran dan hama
penyakit.
2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara atas hutan dan hasil
hutan.
6
13. Fungsi (Pasal 5)
1. Menjaga keutuhan batas kawasan hutan.
2. Melarang pendudukan dan pengerjaan lahan hutan tanpa izin.
3. Melarang pengelolaan tanah hutan secara tidak sah yang dapat
menimbulkan keruskan tanah dan tegakan.
4. Melarang penebangan tegakan hutan tanpa izin.
5. Melarang pemungutan hasil hutan dan perburuan satwa liar tanpa
izin.
6. Mencegah dan memadamkan kebakaran hutan serta melarang
pembakaran hutan tanpa kewenangan yang sah.
7. Melarang pengangkutan hasil hutan dan satwa liar tanpa izin.
8. Melarang penggembalaan ternak, pengambilan rumput dan makanan
ternak lainnya serta serasah dari dalam hutan kecuali di tempat-
tempat yang disediakan untuk keperluan tersebut.
9. Mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan dan hasil hutan
yang disebabkan oleh daya alam, hama dan penyakit.
10.Melarang membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk memotong
dan membelah pohon di dalam kawasan hutan.
11.Mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya alam hayati dan
lingkungannya (ekosistem).
12.Mencegah terjadinya kerusakan terhadap bangunan-bangunan
dalam rangka upaya konservasi tanah dan air.
7
14. Wewenang (Pasal 6 dan 7)
Pasal 6
1. Mengadakan patroli di dalam kawasan hutan dan wilayah sekitarnya.
2. Memeriksa surat-surat/dokumen yang berkaitan dengan
pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah
sekitar hutan (Kring) dan daerah-daerah lain yang oleh Pemerintah
Daerah ditentukan sebagai Wilayah Kewenangan Polhut tersebut
untuk memeriksa hasil hutan.
3. Menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana yang hutan,
kawasan hutan dan hasil hutan.
4. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana bidang
kehutanan.
5. Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk
diserahkan kepada Penyidik Kepolisian RI.
6. Membuat dan menandatangani Laporan terjadinya tindak pidana di
bidang Kehutanan.
Pasal 7
Dalam hal didapatkan suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak
pidana, satuan Polhut sesuai dengan ketentuan Pasal 6 dapat
melakukan pemeriksaan adanya tindak pidana untuk selanjutnya
diserahkan kepada Penyidik PNS Kehutanan atau Penyidik Polri untuk
penyidikannya.
8
15. C. Sistem Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi
kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan
penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan
(Dephut, 2004).
Perlindungan hutan tidak hanya menghadapi bagaimana mengatasi
kerusakan pada saat terjadi melainkan lebih diarahkan untuk mengenali
dan mengevaluasi semua sumber kerusakan yang potensil, agar
kerusakan yang besar dapat dihindari, sehingga kerusakan hutan dapat
ditekan seminimal mungkin dari penyebab-penyebab potensil (Sumardi
dan Widyastuti , 2004).
Pengamanan hutan adalah segala kegiatan, upaya dan usaha yang
dilaksanakan oleh aparat kehutanan dan dukungan instansi terkait dalam
rangka mengamankan hutan dan hasil hutan secara terencana, terus
menerus dengan prinsip berdaya guna dan berhasil guna (Dephut,
1995).
Secara Fungsional Pengamanan Hutan dilaksanakan oleh Satuan
Tugas (Satgas) Pengamanan Hutan yang berkedudukan di Dinas-dinas
Propinsi, Kabupaten/Kota yang menangani bidang Kehutanan, dan UPT
Departemen Kehutanan (Dephutbun, 1998).. Sedangkan Pengamanan
9
16. Hutan di areal hutan yang telah dibebani Hak dilaksanakan oleh Satuan
Pengamanan Hutan pemegang hak tersebut, yang dikenal dengan
sebutan Satpam Pengusahaan Hutan (Dephut, 1995).
Saat ini, masalah perlindungan dan pengamanan hutan adalah
masalah yang cukup kompleks serta dinamis. Dengan adanya
perkembangan diberbagai bidang dan perubahan dinamika di lapangan,
maka terjadi pula perkembangan permasalahan perlindungan dan
pengamanan hutan, mulai dari perladangan berpindah dan perladangan
liar/perambahan yang dilakukan oleh warga masyarakat yang
sederhana, sampai pencurian kayu dan penyelundupan satwa yang
didalangi oleh bandit berdasi (Mappatoba dan Nuraeni , 2009).
Penyelenggaraan perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga
hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi
lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara optimal.
Prinsip-prinsip perlindungan hutan meliputi :
a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan
hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak,
kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
(Dephut, 2004).
10
17. Prinsip yang penting dalam kegiatan perlindungan hutan adalah
pencegahan awal perkembangan penyebab kerusakan jauh lebih efektif
daripada memusnahkan perusak setelah menyerang. Dalam tahun-
tahun terakhir ini anggapan bahwa pencegahan merupakan sistem yang
lebih penting dalam perlindungan hutan telah diterima secara meluas.
Tetapi hal ini masih tetap diragukan apakah perluasan ide ini melalui
sistem silvikultur dan forest management dalam jangka waktu panjang
dianggap sudah cukup menguntungkan. Pencegahan melalui aplikasi
manajemen dan silvikultur memerlukan waktu panjang, tetapi hasilnya
akan lebih abadi dan lebih murah dibandingkan metode pemberantasan
secara langsung (Mappatoba dan Nuraeni, 2009).
D. Jenis-Jenis Gangguan Hutan
Faktor-faktor penyebab kerusakan hutan dapat terdiri dari atas
organisme hidup atau faktor-faktor lingkungan fisik. Penyebab
kerusakan hutan digolongkan kelompok biotik dan abiotik. Kelompok
biotik biasa juga disebut organisme pengganggu tanaman (OPT) meliputi
kelompok patogen (penyebab penyakit), serangga dan hewan hama,
tumbuhan pengganggu dan satwa liar serta ternak, sedangkan yang
termasuk kelompok abiotik adalah faktor lingkungan abiotik dan
kebakaran (Sumardi dan Widyastuti , 2004).
Mappatoba dan Nuraeni (2009) membagi faktor-faktor prenyebab
gangguan hutan dalam 3 bagian, yaitu :
a. faktor fisik terdiri dari api, angin, air, vulkanis, peties dll.
11
18. b. faktor biologis terdiri dari hama dan penyakit.
c. faktor sosial terdiri dari kebakaran hutan, perladangan berpindah,
penggembalaan, penebangan liar dan pencurian kayu.
Tiap tipe perusak tersebut diatas dapat dianggap penting karena
masing-masing mempunyai potensi untuk membinasakan hutan.
Dengan kenyataan tersebut maka setiap insan rimbawan harus
menyadari bahwa untuk perlindungan yang baik maka diperlukan
keseimbangan alamnya.
Selama tahun 2006, telah tercatat berbagai gangguan yang
mengancam eksistensi dan kondisi kawasan hutan. Gangguan berupa
penyerobotan kawasan hutan oleh masyarakat mencapai luasan
44.668,87 hektar, sedangkan gangguan terhadap tegakan hutan berupa
penebangan ilegal diperkirakan telah mengakibatkan kehilangan kayu
±7.420,64 M 3 kayu bulat (PHKA, 2006).
E. Penanganan Jenis Gangguan
Perlindungan hutan dalam menekan populasi perusak memerlukan
keahlian khusus untuk mengetahui gambaran dari setiap penyebab
kerusakan sehingga dapat memilih metode pemberantasan yang sesuai.
Seorang rimbawan, walaupun bukan spesialis perlindungan hutan tetapi
harus mengetahui problema-problema perlindungan hutan yang
dianggap penting, harus memiliki kecakapan untuk mengatasi penyebab
kerusakan hutan, harus mengerti prinsip-prinsip pengaturan
pemberantasan musuh-musuh hutan apabila ditemukan di lapangan dan
12
19. pada akhirnya dapat mengorganisir dan melaksanakan tindakan
pemberantasan yang diperlukan (Mappatoba dan Nuraeni, 2009).
Upaya Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat yang
dilakukan untuk mencegah, membatasi dan mempertahankan serta
menjaga hutan dari penyebab kerusakan hutan yang disebabkan oleh
perbuatan manusia adalah :
a. melakukan sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundang-
undangan di bidang kehutanan;
b. melakukan inventarisasi permasalahan;
c. mendorong peningkatan produktivitas masyarakat;
d. memfasilitasi terbentuknya kelembagaan masyarakat;
e. meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan
hutan;
f. melakukan kerjasama dengan pemegang hak atau izin;
g. meningkatkan efektifitas koordinasi kegiatan perlindungan hutan;
h. mendorong terciptanya alternatif mata pencaharian masyarakat;
i. meningkatkan efektifitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan
hutan;
j. mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan
keamanan hutan; atau
k. mengenakan sanksi terhadap pelanggaran hukum. (Dephut, 2004).
Sebagaimana dilaporkan oleh pemerintah daerah/UPT, kebakaran
melanda kawasan hutan seluas ± 4.241,59 Ha. Namun demikian, karena
13
20. adanya kendala dalam memperkirakan luasan kawasan yang terbakar,
diyakini bahwa angka tersebut lebih kecil dari kenyataan lapangan yang
sebenarnya. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan, antara lain
dengan mendeteksi titik api, dimana pada tahun 2006 dideteksi
sebanyak 146.264 titik api (PHKA, 2006).
Pencegahan merupakan sistem perlindungan yang murah dan
efektif dan dilaksanakan sebagai usaha untuk menghalang-halangi satu
diantara banyak penyebab kerusakan dari peledakan populasinya.
Pencegahan dilaksanakan melalui program jangka panjang secara terus
menerus dengan manajemen yang teliti (Mappatoba dan Nuraeni, 2009).
Upaya lain yang dilaksanakan untuk melindungi kawasan hutan,
Departemen Kehutanan telah melaksanakan berbagai kegiatan yang
bersifat pengembangan dan pemberdayaan masyarakat serta upaya
penegakan hukum (PHKA, 2006). Jika cara-cara mengurus kawasan
hutan negara yang selama ini diterpkan kurang berhasil atau malah
gagal, maka diperlukan pendekatan baru yaitu mengalihkan pengelolaan
areal-areal kawasan hutan yang digarap penduduk dan yang tidak lagi
berhutan menjadi sistem usahatani produktif dan lestari masyarakat
setempat. Diharapkan pengalihan areal kawasan hutan ini didasarkan
pada pertimbangan : lahan diserahkan kepada penduduk yang memang
memerlukan dan layak menerimanya, bukan tuan tanah atau pengusaha
bermodal kuat (Kusworo, 2000).
14
21. F. Prosedur Pengamanan Hutan
(Dephut, 1995), Prosedur pelaksanaan kegiatan pengamanan
hutan secara fungsional adalah :
1. Perencanaan
Perencanaan dalam bentuk program kerja operasional dibuat secara
berjenjang. Perencanaan kegiatan berisi perkiraan hal-hal yang
dibutuhkan seperti personil, logistik/transportasi, serta penentuan
cara bertindak (Penyuluhan, preemtif, preventif dan refresif).
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pengamanan hutan meliputi :
a. Pelaksanaan kegiatan pengamanan hutan fungsional dalam
bentuk:
1). Kegiatan deteksi yaitu membuat perkiraan keadaan atas
kemungkinan terjadinya gangguan terhadap hutan dan hasil
hutan dengan dilengkapi data pelaku pelanggar hukum, tokoh
masyarakat disekitar hutan, ploting peta kerawanan dan
penggalangan yang berencana dan terus menerus.
2). Kegiatan kesamaptaan, yaitu pelaksanaan tugas yang
bersifat rutin dan selektif, dengan tujuan mencegah terjadinya
gangguan atas hutan dan hasil hutan. Kegiatan
Kesamaptaan terdiri dari :
a. Patroli berlanjut, rutin dan selektif.
b. Penjagaan di tempat-tempat yang telah ditentukan.
15
22. c. Pengawalan hal-hal tertentu.
d. Pemeriksaan surat-surat atau dokumen yang berkaitan
dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan
hutan atau wilayah sekitar hutan (kring)
3). Kegiatan Bimbingan Masyarakat yang dilaksanakan dalam
bentuk:
a. Penyuluhan kepada masyarakat.
b. Program Bina Desa, seperti perbaikan pengairan,
bantuan ternak, bantuan bibit pohon, sarana ibadah,
tumpang sari dan sebagainya.
4). Kegiatan refresif atau penegakan hukum dengan
mengamankan tempat kejadian (tersangka dan barang bukti),
membuat dan menandatangani laporan kejadian, dan
selanjutnya segera melaporkan/menyerahkan masalah
tersebut kepada Penyidik PNS kehutanan atau Penyidik Polri.
b. Pelaksanaan kegiatan operasi pengamanan hutan dalam
bentuk :
1). Operasi Rutin
Operasi rutin adalah kegiatan satuan tugas wilayah dan atau
satuan tugas resort Polisi Kehutanan yang terus menerus
dilaksanakan dengan tujuan :
a. Mencegah timbulnya gangguan terhadap hutan dan hasil
hutan
16
23. b. Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat tentang
perlunya menjaga kelestarian hutan.
c. Pendataan atau pembuatan peta kerawanan hutan.
d. Mengupayakan penyelesaian kasus-kasus bidang
kehutanan.
e. Sifat kegiatan ini adalah : dilaksanakan secara terus
menerus sesuai jadwal dan secara selektif, dibuatkan
jurnal kegiatan, setiap kasus-kasus kecil diselesaikan
sampai tuntas, lebih menonjolkan fungsi penyuluhan dan
tindakan preventif, serta melaporkan hasil pelaksanaan
tugas secara periodik kepada pimpinan satu tingkat
diatasnya.
2). Operasi Gabungan
Pelaksanaan operasi gabungan didahului dengan persiapan :
a.Pulahjianta pelaku, jaringan kejadian, modus operandi,
otak atau penggerak, tempat pengumpul dan penadah.
b.Penyusunan personil dan pembagian tugas.
c. Dukungan logistik / dana dan formulir isian hasil operasi.
d.Operasi gabungan dilaksanakan hanya pada tingkat
Instansi Kehutanan Dati II
17
24. c. Gelar Operasional
Gelar operasional rutin diadakan setiap bulan pada tingkat
Instansi Kehutanan Dati II dan triwulan pada tingkat Instansi
Kehutanan Dati I, dengan maksud :
1). Saling tukar menukar informasi.
2). Mengadakan gelar perkara untuk kasus pidana kehutanan.
3). Paparan jurnal kejadian pelanggaran
3. Pengawasan dan pengendalian
Pengawasan dan pengendalian dimaksudkan dalam rangka
pelaksanaan tugas, fungsi, wewenang dan penerapan peraturan
perundang-undangan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
4. Mekanisme Koordinasi
5. Penyelesaian Administrasi
G. Hipotesis
1. Polisi Kehutanan (Polhut) mempunyai peran penting dalam
pengamanan hutan di Kabupaten Sinjai.
2. Terdapat beberapa kendala yang ditemui oleh Polisi Kehutanan
(Polhut) dalam pengamanan hutan di Kabupaten Sinjai.
18
25. BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Dinas Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Sinjai dan waktu penelitian selama 2 (dua) bulan yaitu dari
bulan Mei sampai dengan Juni 2012.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kertas untuk pencatatan hasil observasi
2. Quesioner untuk responden.
3. Alat tulis menulis untuk pencatatan.
4. Kamera untuk kepentingan dokumentasi.
C. Populasi dan Sampel
Populasi yang menjadi responden penelitian adalah pegawai Dinas
Perkebunan dan Kehutanan (Kepala Bidang kehutanan, Kepala Seksi
Perlindungan Hutan dan Polisi Kehutanan), Pemerintah Desa dan
masyarakat yang mengetahui peran Polisi Kehutanan Dinas Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Sinjai. Teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling, yaitu responden dipilih sebagai sampel
karena dianggap memiliki informasi yang dibutuhkan sesuai tujuan
penelitian.
19
26. D. Variabel Penelitian
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah peran Polisi
Kehutanan terhadap pengamanan hutan. Indikator yang digunakan
untuk mengukur variabel tersebut adalah :
1. Peran Polisi Kehutanan
a. kegiatan dan aktifitas polisi kehutanan
b. cara pelaksanaan kegiatan
c. frekuensi kegiatan
d. persepsi masyarakat
2. Kendala Pengamanan Hutan
E. Teknik Penentuan Sampel
Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah Purposive
Sampling, yaitu penentuan sampel ditentukan oleh peneliti terhadap
populasi yang mengetahui tugas, fungsi dan peran Polisi Kehutanan.
Sampel dipilih dari pejabat struktural, Polisi Kehutanan dan masyarakat
yang berhubungan dengan hutan dan hasil hutan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data berupa observasi, kuesioner dan studi
dokumen untuk melengkapi data primer.
a. Observasi
Dalam metode observasi ini, dilakukan pengamatan secara
langsung bagaiman peran Polisi Kehutanan terhadap pengamanan
hutan. Dengan metode inilah dapat diketahui kebenaran dari informasi
20
27. yang didapatkan sebelumnya. Observasi yang dilakukan adalah dengan
melihat dan mengamati kegiatan dan aktifitas Polisi Khusus Kehutanan
di Kabupaten Sinjai.
b. Kuesioner
Kuesioner adalah usaha mengumpulkan informasi dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan secara tertulis kepada responden.
Kuesioner untuk mengetahui tanggapan dan pendapat responden
mengenai peran Polisi Kehutanan. Kuesioner akan dibagikan kepada
Kepala Bidang Kehutanan, Kepala Seksi Perlindungan Hutan, Polisi
Kehutanan dan masyarakat setempat yang berhubungan dengan hutan
dan penatausahaan hasil hutan.
c. Studi Dokumen
Studi dokumen dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-
dokumen laporan yang berkaitan dengan kegiatan Polisi Kehutanan
dalam melaksanakan tugas pengamanan hutan.
G. Teknik Analisis Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis, artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya
yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang
tersedia, setelah itu dari sumber bahan dokumen. Tahap selanjutnya
adalah dilakukan analisis, diinterpretasikan, dan ditafsirkan isinya. Data-
data yang telah diseleksi dan diuji kebenarannya itu adalah fakta-fakta
21
28. yang akan diuraikan dan dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang
harmonis yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
H. Defenisi Operasional
1. Peran Polisi Kehutanan adalah kegiatan dan aktifitas Polisi
Kehutanan dalam rangka mengamankan kawasan hutan yang
menjadi wilayah hukumnya.
2. Kegiatan dan aktifitas adalah kegiatan-kegiatan pengamanan hutan
yang meliputi kegiatan pre-emtif, kegiatan refresif dan kegiatan
preventif.
3. Kegiatan Pre-emtif adalah kegiatan yang bersifat pembinaan dan
penyuluhan terhadap masyarakat sebagai upaya menciptakan
kondisi yang kondusif dengan tujuan menumbuhkan peran aktif
masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan.
4. Kegiatan Preventif adalah segala kegiatan yang dilaksanakan untuk
mengawasi dan mencegah terjadinya gangguan keamanan kawasan
dan hasil hutan.
5. Kegiatan Represif adalah upaya/kegiatan untuk menindak dan
menghentikan segala perbuatan pelanggaran/kejahatan tindak
pidana kehutanan dalam rangka menegakkan hukum. Situasi dan
kondisi gangguan keamanan hutan telah terjadi dan cenderung terus
berlangsung atau akan meningkat bila tidak dilakukan penindakan
terhadap pelakunya.
22
29. 6. Cara pelaksanaan kegiatan adalah prosedur dan tahapan dalam
melaksanakan kegiatan pengamanan hutan.
7. Frekuensi kegiatan adalah berapa kali kegiatan tersebut
dilaksanakan dalam satu tahun.
8. Persepsi masyarakat adalah pendapat pemerintah desa dan
masyarakat mengenai peran Polisi Kehutanan dalam mengamankan
kawasan hutan berdasarkan pengamatan tahun sebelumnya.
9. Kendala pengamanan hutan adalah permasalahan yang dihadapi
Polisi Kehutanan dalam melaksanakan tugas pengamanan hutan.
10.Upaya Polisi Kehutanan adalah upaya yang dilakukan oleh Polisi
Kehutanan dalam mengatasi permasalahan pengamanan hutan yang
dihadapinya.
23
30. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Jenis Gangguan Hutan
Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
menyebutkan bahwa kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk
dan ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap. Saat ini kawasan hutan di Kabupaten Sinjai meliputi
areal seluas 18.894 ha. Menurut statusnya, luas areal kawasan hutan ini
terdiri atas Hutan Lindung seluas 11.074 ha atau 58,61 %, Hutan Produksi
Terbatas seluas 7.100 ha atau 37,58%, dan Hutan Konservasi seluas 720
ha atau 3.81%. Namun sebagian wilayah kawasan hutan tersebut yaitu
seluas 4.261,5 ha atau 22,55 % sudah dikonversi menjadi areal
pemukiman dan areal budidaya perkebunan terutama untuk tanaman
kakao, cengkeh dan kopi, sehingga kawasan hutan tersebut tidak
berfungsi lagi sesuai dengan statusnya.
Luas Kawasan tersebut hanya 23,04 % dari luas Kabupaten Sinjai
yang luasnya 81.996 ha. Hal ini berarti sangat jauh dari idealnya luas
suatu daerah dengan luas wilayah hutannya yang minimal mencapai
angka 30 %. Luas kawasan hutan ini berada di bawah standar baik
kuantitas maupun kualitasnya, apalagi diperparah dengan adanya areal
yang telah dikonversi seluas 5,20 %, sehingga luasnya hanya 17,85 %.
Berdasarkan analisis data kuesioner terhadap responden yaitu
petugas Polisi Kehutanan yang di tugaskan di wilayah Dinas Perkebunan
24
31. dan Kehutanan Kabupaten Sinjai diperoleh informasi berbagai jenis
gangguan hutan yang terjadi diwilayah kerja responden, yang disajikan
pada Gambar 1 berikut ini :
1 2 3 4 5 6 7
0
10
20
30
40
50
60
70
% Responden
% Responden
Keterangan :
1 = Pencurian hasil hutan kayu
2 = Pencurian hasil hutan non kayu
3 = Perambahan hutan
4 = Perladaangan berpindah
5 = Penggembalaan liar
6 = Pengangkutan hasil hutan tanpa dokumen
7 = Tumpang tindih penggunaan lahan
Gambar1. Persentase Responden tentang Jenis Gangguan Hutan di
Wilayah Kerjanya.
Data pada Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa 60 % responden
menyatakan jenis gangguan perambahan terjadi di wilayah kerjanya dan
50% responden menyatakan jenis gangguan pengangkutan hasil hutan
tanpa dokumen. Hal ini berarti bahwa secara umum jenis gangguan
perambahan hutan dan jenis gangguan pengangkutan hasil hutan tanpa
dokumen masih terjadi disebagian wilayah kawasan hutan di Kabupaten
Sinjai yaitu di wilayah Kecamatan Sinjai Selatan (Balang Lajange Desa
25
32. Talle, hutan Santi Desa Palangka dan Songing), Kecamatan Sinjai Barat
(Desa Terasa), Kecamatan Bulupoddo (Lamattiriattang dan Tompobulu).
Perbandingan luas areal kawasan hutan dengan luas areal
kawasan hutan yang telah mengalami gangguan perambahan hutan di
masing-masing kecamatan di wilayah Kabupaten Sinjai dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Persentase Luas Areal Kawasan Hutan Yang Telah Dirambah.
No. Kecamatan Luas Kawasan
Hutan (ha)
Luas Areal Yg
Dirambah (ha)
Persentase (%)
1. Bulupoddo 2.196 270 12,30
2. Sinjai Selatan 1.883 900 47,80
3. Tellulimpoe 628,875 576,5 91,67
4. Sinjai Tengah 3.168,125 415 13,10
5. Sinjai Barat 8.791 1.325 15,07
6. Sinjai Borong 2.227 775 34,80
Sumber : Disbunhut Kab. Sinjai, 2010.
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa Kecamatan Tellulimpoe
memiliki persentase luas areal kawasan hutan yang telah mengalami
gangguan perambahan hutan yang paling tinggi, selanjutnya berturut-turut
adalah Kecamatan Sinjai Selatan, Sinjai Borong, Sinjai Barat, Sinjai
Tengah dan Bulupoddo.
Jenis gangguan perambahan hutan yang terjadi di Kabupaten
Sinjai adalah pendudukan lahan kawasan hutan tanpa izin seperti
berkebun, pemukiman dan pengkaplingan lahan dalam kawasan hutan.
Perbuatan tersebut melanggar ketentuan pada pasal 50 ayat 3 huruf (a)
dan (b) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
26
33. Meskipun melanggar peraturan perundangan yang berlaku,
namun sampai saat ini masyarakat di tiga kecamatan tersebut masih
berkebun dan bermukim di dalam kawasan hutan. Petugas kehutanan
tidak dapat melakukan tindakan penangkapan terhadap masyarakat yang
berkebun dan bermukim dalam kawasan hutan karena masyarakat
mengaku telah bermukim dan berkebun sejak lama seperti di jelaskan
sebagai berikut :
a. Desa Polewali Kecamatan Sinjai Selatan, terdapat dua dusun yang
berada di dalam kawasan hutan, yaitu Dusun Jennae dan Dusun
Lengkese. Menurut Kepala Desa Polewali, Dusun Lengkese
merupakan dusun lama yang telah dihuni oleh masyarakat sejak tahun
1960. Pada tahun itu masyarakat yang bermukim baru 10 KK, namun
sekarang jumlah pemukiman semakin banyak dari anak cucu mereka.
Dan masyarakat sudah mengakui lahan itu sebagai miliknya dengan
adanya bukti surat pajak.
b. Desa Bontokatute Kecamatan Sinjai Borong, terdapat beberapa
masyarakat yang berkebun sejak lama di areal yang saat ini ditetapkan
sebagai kawasan hutan. Menurut Kepala Desa Bontokatute, luas areal
kawasan hutan yang masih digarap oleh masyarakat seluas 225 ha.
Beberapa areal kawasan hutan yang sebelumnya digarap oleh
masyarakat saat ini digunakan sebagai areal GN-RHL tahun 2004
s/d 2006.
27
34. c. Kecamatan Tellulimpoe, terdapat dua kawasan hutan yang sebagian
besar telah digarap oleh masyarakat yaitu kawasan hutan lindung
Balampesoang dan kawasan hutan lindung Balang Jatie. Berdasarkan
informasi dari responden yang bermukim di sekitar kawasan hutan
lindung Balampesoang, kawasan ini sudah dirambah sejak 20 tahun
yang lalu. Perambahan diawali oleh seorang tokoh yang berpengaruh,
sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan penegakan hukum.
Meskipun masyarakat di sekitar hutan di Kecamatan Tellulimpoe
terlibat dalam perambahan kawasan hutan lindung Balampesoang
dan Balang Jatie, namun karekteristik perambah di kedua lokasi
tersebut berbeda. Berdasarkan informasi dari responden, pelaku
utama perambahan di kawasan hutan lindung Balampesoang adalah
oknum-oknum tertentu yang mempunyai kekuasaan, kekuatan dan
kemampuan finansial. Masyarakat lokal umumnya hanya sebagai
petani penggarap saja. Sedangkan pelaku perambahan di kawasan
hutan lindung Balang Jatie adalah masyarakat lokal yang menuntut
keadilan dalam penguasaan lahan sebagai akibat tidak adanya
penegakan hukum di kawasan hutan lindung Balampesoang.
Pengangkutan hasil hutan tanpa dokumen merupakan jenis
gangguan kedua yang harus dilakukan penanggulangan setelah
gangguan perambahan hutan. Banyaknya gangguan ini
dimungkinkan karena masyarakat belum mengetahui dengan jelas
aturan penatausahaan hasil hutan, khususnya penatausahaan hasil
28
35. hutan kayu yang berasal dari tanah milik. Masyarakat (73%)
menyatakan belum memahami aturan penatausahaan kayu dari tanah
milik karena Polhut tidak memberikan petunjuk dalam pengurusan
dokumen hasil hutan kayu yang berasal dari tanah milik. Sementara
Polhut saat menemukan pengangkutan kayu tanpa dokumen, 80 %
masyarakat mengatakan Polhut menindak tegas pengangkutan kayu
tanpa dokumen.
B. Peran Polisi Kehutanan (Polhut)
Untuk melaksanakan tugas-tugas pengamanan hutan di wilayah
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai, telah dilakukan
penambahan jumlah Polisi Kehutanan dengan merekrut beberapa warga
masyarakat desa di Kabupaten Sinjai dan umumnya adalah anak tokoh
masyarakat di desa tersebut, sehingga dalam penugasannya mereka
ditugaskan ke desa-desa yang berbatasan dengan kawasan hutan. Pola
ini diharapkan dapat mencegah meluas dan meningkatnya gangguan
hutan di Kabupaten Sinjai.
Jumlah tenaga pengamanan hutan di wilayah Dinas Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Sinjai di sajikan pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Jumlah Tenaga Pengamanan Hutan di Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Sinjai
29
36. No. Tenaga Pengamanan Hutan Jumlah (Orang)
1. Polisi Kehutanan 66
a. Sarjana (S1) 6
b. Diploma Tiga -
c. S M A / Sederajat 60
2. Tenaga Pamhut Lainnya (Mandor
Hutan)
20
3. Penyidik PNS (PPNS) -
Sumber : Disbunhut Kab. Sinjai, 2012.
Polisi Kehutanan dan tenaga pengamanan hutan lainnya berperan
dalam upaya mencegah, membatasi dan mempertahankan serta menjaga
hutan dari berbagai jenis gangguan hutan yang menyebabkan terjadinya
kerusakan hutan di Kabupaten Sinjai. Dalam menunjukkan peran Polhut
maka Polhut Kabupaten Sinjai telah melakukan berbagai upaya dalam
rangka penanggulangan gangguan hutan, yaitu :
a. Preemtif
Upaya Polhut dalam rangka penanggulangan gangguan hutan
yang sifatnya preemtif adalah :
1. Sosialisasi peraturan perundang-undangan
Sosialisasi peraturan perundang-undangan dilaksanakan oleh Polhut
Kabupaten Sinjai saat melaksanakan kegiatan penyuluhan dalam
bentuk anjangsana ke rumah penduduk di wilayah kerjanya dan
ceramah yaitu bekerjasama dengan pemerintah desa untuk
menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat dan anggota kelompok tani di
ruang Balai Desa.
Namun atasan Polhut di Sinjai Timur mengemukakan pendapatnya
bahwa kegiatan penyuluhan yang sifatnya anjangsana perlu
30
37. ditingkatkan, dimana saat ini intensitas Polhut di lapangan masih
sangat kurang. Sedangkan 53 % masyarakat menyatakan Polhut
sering melakukan kegiatan anjangsana, 95 % mengatakan Polhut
melakukan sosialisasi aturan perundang-undangan dan diskusi dengan
masyarakat tentang permasalahan kehutanan.
2. Pendekatan kesejahteraan
Pendekatan kesejahteraan dilaksanakan oleh Polhut Kabupaten Sinjai
dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan reboisasi dan Kebun
Bibit Rakyat (KBR).
3. Pembinaan dan bimbingan masyarakat
Polhut Kabupaten Sinjai juga melakukan kegiatan pembinaan dan
bimbingan masyarakat. Kegiatan pembinaan dilakukan dengan
memberikan teguran kepada masyarakat yang baru pertama kali
ditemukan melakukan kegiatan ilegal. Teguran yang di berikan polisi
hutan kepada masyarakat adalah dengan menasehati sehingga
hubungan kemitraan dengan masyarakat tetap berlangsung harmonis.
Karena setiap Polhut juga diharapkan bisa menyatu atau membaur
serta peduli terhadap penduduk sekitar hutan. Hal ini bisa menarik
simpati masyarakat dengan tujuan agar mereka sadar untuk tidak
berbuat kejahatan terhadap hutan secara bertahap. Dengan demikian
mereka akan membantu Polhut dalam pengamanan hutan dengan
cara memberikan informasi rencana-rencana pengrusakan hutan.
31
38. Sedangkan bimbingan masyarakat dilakukan dalam pengembangan
aneka usaha kehutanan. Hal ini juga didukung oleh 98 % pendapat
masyarakat yang menyatakan bahwa Polhut menganjurkan
masyarakat menanam pohon, membantu masyarakat menyediakan
bibit pohon dan memberikan bimbingan dalam penanaman pohon.
Kegiatan ini sifatnya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan
hutan yang nantinya diharapkan mampu mengurangi gangguan hutan
karena masyarakat memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap
lingkungannya. Program pemberdayaan masyarakat tersebut antara
lain adalah :
Gerakan Pembangunan Sejuta Sadap Pinus (Gerbang Sedap)
Luas tanaman pinus di Kabupaten Sinjai yang siap sadap
mencapai 3.155 hektar dengan jumlah tanaman 1.009.200 pohon
umur 14 -34 Tahun.
Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil hutan non kayu seperti
pengembangan lebah madu, sutera alam, jamur, gula aren,
ekotourism, dan lain-lain
Pengembangan Silvopasture di Desa Barania Sinjai Barat,
masyarakat menanam hijauan ternak/rumput gajah diantara
eucalyptus.
Pengembangan dan pembinaan aneka usaha kehutanan yang
bersifat lokal spesifik seperti penyerahan sapi perah pada
kelompok tani.
32
39. Pengembangan dan pembinaan sumber benih tanaman
kehutanan seperti sumber benih bakau, sengon, kayu manis,
gmelina dan lain-lain.
b. Preventif
Dalam mendukung tugas Polhut dalam upaya penanggulangan
gangguan hutan yang sifatnya preventif, maka Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Sinjai menetapkan anggota Polisi Kehutanan pada
setiap unit wilayah yang dipimpin oleh satu kepala unit wilayah.
Berdasarkan analisis data kuesioner terhadap responden yaitu
petugas Polisi Kehutanan yang di tugaskan di wilayah Dinas Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Sinjai diperoleh informasi bahwa upaya
pengamanan hutan yang sifatnya preventif yang dilakukan oleh Polhut di
masing-masing unit kerjanya adalah :
1). Kegiatan Deteksi
Kegiatan deteksi yang dilakukan Polhut adalah melakukan pendataan
tokoh-tokoh masyarakat, anggota kelompok tani dan mandor hutan.
Dengan mengetahui informasi ini, maka Polhut dapat bermitra dengan
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas pengamanan hutan.
Kegiatan lain yang merupakan kegiatan deteksi adalah melakukan
pendataan jumlah perambah dan luas areal hutan yang dirambah.
Sejak Tahun 2010, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Sinjai telah menginstruksikan kepada kepala satuan unit wilayah agar
melakukan pendataan perambah di wilayahnya masing-masing.
33
40. 2). Patroli Pengawasan Kawasan Hutan
Patroli pengamanan kawasan hutan secara rutin dilaksanakan oleh
petugas Polisi Kehutanan di wilayah kerjanya masing-masing.
Frekuensi pelaksanaan kegiatan ini umumnya dilaksanakan satu kali
seminggu.
3). Patroli Pengawasan Peredaran Hasil Hutan, Tumbuhan dan Satwa
Patroli pengawasan peredaran hasil hutan, tumbuhan dan satwa
dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan dokumen berupa SKAU
(surat keterangan asal usul kayu) apabila kayu tersebut berasal dari
hutan hak/tanah milik.
Polhut dalam melakukan Patroli pengawasan peredaran hasil hutan
umumnya hasil hutan kayu yang diawasi, sementara pengawasan hasil
hutan non kayu belum sering dilakukan. Hal ini sesuai dengan
pendapat masyarakat, dimana 95 % masyarakat menyatakan Polhut
belum melakukan Patroli pengawasan peredaran hasil hutan non kayu.
4). Pembuatan papan informasi
Pembuatan papan informasi merupakan salah satu kegiatan preventif
yang bertujuan untuk memberikan suatu informasi tentang fungsi dan
manfaat hutan yang bersifat himbauan kepada warga masyarakat.
c. Refresif
Refresif merupakan upaya Polhut yang berperan dalam
melakukan tindakan yang bersifat penegakan hukum, dimana sudah
34
41. terjadi pelanggaran atau kejahatan. Bila ditemukan
pelanggaran/kejahatan di bidang kehutanan, Polisi kehutanan selaku PNS
yang diberi wewenang kepolisian khusus bidang kehutanan melakukan
tindakan sesuai dengan wewenang yang telah ditetapkan oleh peraturan
perundangan yang berlaku. Peranan Polhut dalam bentuk refresif yang
dilaksanakan di Kabupaten Sinjai adalah :
1). Operasi Rutin
Operasi rutin ini dilakukan secara berkelompok dalam satu wilayah
kecamatan dan dibawah koordinasi satuan unit wilayah. Berdasarkan
data sekunder kantor Dinas Perkebunan dan Kehutanan, jenis
gangguan hutan hasil operasi rutin yang mendapatkan penanganan
lebih lanjut di Kantor Dinas Perkebunan dan Kehutanan adalah
pengangkutan hasil hutan kayu tanpa dokumen, yang disajikan pada
gambar 2 .
Gambar 2 menunjukkan bahwa dari tahun 2010 sampai 2012,
Polhut Kabupaten Sinjai berperan dalam melakukan penurunan
gangguan pengangkutan hasil hutan kayu tanpa dokumen, yaitu tahun
2010 terdapat 12 kasus, 2011 terdapat 7 kasus dan tahun 2012
terdapat 2 kasus. Penurunan kasus ini dikarenakan Polhut Kabupaten
Sinjai melakukan penjagaan pada wilayah perbatasan yang menjadi
akses pengangkutan hasil hutan kayu.
35
42. 1 2 3
0
2
4
6
8
10
12
14
Jumlah Kasus
Jumlah Kasus
1 = Tahun 2010 ; 2 = Tahun 2011 ; 3 = Tahun 2012
Gambar 1. Jumlah Kasus Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Tanpa
Dokumen..
2). Operasi Refresif
Operasi refresif merupakan upaya untuk menindak pelaku pelanggaran
secara langsung di lapangan melalui kegiatan pengamanan pelaku
dan barang bukti, penyelesaian administrasi lapangan seperti laporan
kejadian, berita acara pemeriksaan TKP (Tempat Kejadian Perkara)
dan sketsa lokasi kejadian.
3). Operasi Yustisi
Operasi yustisi merupakan upaya penegakan hukum untuk membuat
jera para pelaku pelanggaran oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS)/ Penyidik Polri dimulai dengan Penyidikan sampai dengan
Putusan Pengadilan. Penyidikan tindak pidana kehutanan di
Kabupaten Sinjai dilakukan oleh Penyidik Polri karena belum memiliki
Penyidik PNS.
Berdasarkan informasi kemajuan penyidikan dari 10 kasus
perambahan hutan hanya diperoleh 2 kasus yang sampai ke tahapan
36
43. peradilan yaitu kasus pembukaan jalan di kawasan hutan Balimengka
kelompok hutan Apparang II Desa Songing dan perambahan hutan
untuk perluasan lahan perkebunan seluas 40 ha di Desa Bontokatute
Sinjai Borong.
C. Kendala Polhut dalam Pengamanan Hutan
Kendala Polhut dalam melakukan pengamanan hutan di
Kabupaten Sinjai adalah sebagai berikut :
a. Masyarakat telah dibiarkan bermukim dan berkebun sejak lama di
dalam kawasan hutan,
Terjadinya pembiaran pada awal masyarakat melakukan
perambahan menyebabkan perambahan semakin meluas dan bahkan
perambahan di suatu wilayah mengakibatkan wilayah lainnya juga di
rambah seperti terjadinya pembiaran perambahan di kawasan hutan
lindung Balampesoang mengakibatkan masyarakat yang bermukim di
sekitar kawasan hutan lindung Balang Jatie juga menuntut kepada
pemerintah daerah agar diberikan kebijakan memanfaatkan lahan
kawasan hutan. Olehnya itu pihak pemerintah daerah memberikan
kebijakan pengelolaan lahan kawasan hutan lindung Balang Jatie.
Namun kebijakan tersebut tidak didukung dengan pengawasan yang
ketat dari petugas kehutanan sehingga masyarakat memanfaatkan
lahan hutan sesuai dengan keinginannya tanpa memperhatikan fungsi
kawasan hutan lindung Balang Jatie.
b. Anggaran pengamanan hutan yang tidak tersedia di unit wilayah,
37
44. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di unit
wilayah, salah satu permasalahan dalam penanggulangan gangguan
hutan adalah anggaran pengamanan hutan yang tidak tersedia di unit
wilayah. Padahal kegiatan pengamanan hutan telah dianggarkan di
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten sinjai dalam program
perlindungan dan konservasi sumberdaya hutan. Program ini
dilakukan dengan 2 (dua) kegiatan, yaitu lomba rehabilitasi dan
konservasi sumberdaya alam serta pengamanan dan pengawasan
peredaran hasil hutan.
Untuk memaksimalkan pelaksanaan kegiatan penanggulangan
hutan di unit wilayah, tiap-tiap wilayah didukung dengan pendanaan
minimal untuk tugas masing-masing wilayah. Unit wilayah
membutukan dana tersebut untuk melakukan kerja lapangan seperti
patroli, penjagaan, anjangsana ke desa-desa/kampung terdekat dan
sebagainya.
Hal lain yang juga membutuhkan biaya adaah pembenahan
dan pengadaan sarana dan prasarana. Pembenahan sarana dan
prasarana di kantor unit wilayah dilakukan dalam dua tahun terakhir ini.
Sarana prasarana minimal yang dimiliki oleh kantor unit wilayah Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai yang akan mendukung
staf bekerja di lapangan adalah buku kerja, peta kerja, GPS, blangko
register dan sepeda motor. Sarana prasarana yang belum dimiliki
adalah kamera, binokular, kompas, alat komunikasi dan senjata api.
38
45. c. kurangnya koordinasi antara mitra instansi terkait.
Kurangnya koordinasi antara mitra instansi terkait seperti perkebunan,
pertanian, kepolisian, kejaksaan dan sebagainya menyebabkan
penanggulangan gangguan hutan tidak terlaksana dengan baik.
Koordinasi internal saja antara kehutanan dan perkebunan masih
belum berjalan dengan baik, hal ini terlihat dengan adanya program
pengembangan tanaman kakao yang lokasinya berada dalam
kawasan hutan. Apalagi koordinasi eksternal seperti dengan
kepolisian, dimana pelibatan personil dari Polres Sinjai hanya
dilakukan ketika ada kejadian yang harus diserahkan untuk
penyidikan.
d. Penanganan kejadian/kasus yang berbeda-beda dalam
penanggulangan gangguan hutan.
Penanganan kejadian/kasus di masing-masing wilayah berbeda,
padahal jenis kejadiannya sama. Untuk lokasi yang telah dirambah
oleh masyarakat sejak lama, petugas kehutanan di masing-masing
desa melakukan penanganan yang berbeda-beda seperti dijelaskan
pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Upaya Penanganan Gangguan Perambahan Hutan oleh
Polhut di Beberapa Desa di Kabupaten Sinjai.
No. Desa/ Kecamatan Penanganan Kasus Perambahan Hasil Penanganan
39
46. Hutan
1 2 3 4
1. Bontokatute/ Sinjai
Borong
Masih mentolerir penebangan
pohon untuk keperluan rumah
tangga dengan ketentuan
mengganti 3 pohon untuk 1 pohon
yang ditebang.
Masyarakat
mendukung dan
mematuhi
aturannya.
2. Polewali/
Sinjai Selatan
langsung menangkap setiap
masyarakat yang melakukan
penebangan dalam kawasan hutan.
Masyarakat
menebang jika tidak
ada petugas
3. Palangka/
Sinjai Selatan
Pendekatan persuasif terhadap
perambah lama untuk sadar dan
keluar dari kawasan hutan
70 % perambah
sudah keluar dari
kawasan hutan.
4. Baru/
Sinjai Tengah
Langsung menangkap setiap
masyarakat yang melakukan
penebangan dalam kawasan hutan
dan mencabuti semua tanaman
perkebunan dalam kawasan hutan
yang umurnya dibawah 1 tahun.
Masyarakat
mematikan pohon
dengan melakukan
peneresan pada
batang.
5. Samaturue/
Tellulimpoe
Tidak lagi melakukan pengamanan
terhadap kawasan hutan (90 %
kawasan hutan telah dirambah oleh
masyarakat.
Masyarakat
seenaknya
memanfaatkan
areal kws hutan
Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi variasi penanganan
kejadian perambahan hutan di wilayah Kabupaten Sinjai. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya prosedur tetap penanggulangan
gangguan perambahan hutan yang dikeluarkan oleh Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai.
Penanganan kejadian perambahan lama dengan melakukan
penangkapan langsung kepada setiap masyarakat yang melakukan
penebangan pohon dalam areal kawasan hutan tersebut bukannya
membuat jera masyarakat dan menyadarkan masyarakat. Masyarakat
menjadi tidak bersahabat dan tidak mau lagi mengikuti program
40
47. pemerintah untuk menanam pohon di lahan kawasan hutan yang
diolahnya, dan bahkan masyarakat akan melakukan aktivitas yang
makin merusak hutan seperti perilaku masyarakat di Sinjai Tengah
yang mematikan pohon dengan melakukan peneresan batang.
Penanganan kejadian perambahan kawasan dengan
memberikan kebijakan yang mentolerir penebangan pohon secara
bersyarat seperti yang terjadi di kawasan hutan lindung Bolalangiri
Desa Bontokatute Kecamatan Sinjai Borong memerlukan payung
hukum yang jelas, sehingga kebijakan ini tidak melanggar Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan peraturan
perundangan lainnya.
Penanganan kejadian perambahan kawasan yang telah terjadi
sejak lama akan lebih efektif dengan pendekatan persuasif dan
kekeluargan dalam menyadarkan masyarakat tentang fungsi hutan
seperti yang telah dilakukan oleh petugas kehutanan di Desa
Palangka Kecamatan Sinjai Selatan dan Desa Bontokatute Sinjai
Borong.
e. Polhut belum diangkat dalam jabatan fungsional
Permasalahan lain yang menjadi penghambat Polhut dalam
menjalankan tugasnya secara efektif adalah belum diangkatnya
tenaga Polhut dalam Jabatan Fungsional Polhut. Padahal
berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 55/KEP/M.PAN/7/2003 yang saat ini telah diganti
41
48. dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2011 tentang Jabatan
Fungsional Polhut dan Angka Kreditnya, Polisi Kehutanan merupakan
pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis
fungsional perlindungan dan pengamanan hutan serta pengawasan
peredaran hasil hutan pada instansi pemerintah baik pusat maupun
daerah.
Tidak diangkatnya Polhut dalam jabatan fungsional bisa
menyebabkan tidak kreatifnya Polhut dalam melakukan
penanggulangan gangguan keamanan hutan. Padahal dalam hal
karier, Polhut sangat mengharapkan diangkat dalam jabatan
fungsional. Hal ini terbukti dengan beberapa kali Polhut telah
berupaya mengcopykan aturan Polhut sebagai jabatan fungsional dan
menyerahkan ke bagian kepegawaian Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Sinjai. Namun sampai saat ini, Polhut
Kabupaten Sinjai belum sebagai pejabat fungsional.
42
49. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai peran
Polhut dalam kegiatan pengamanan hutan di Wilayah Dinas Perkebunan
Kabupaten Sinjai, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Peranan Polhut dalam pengamanan hutan di Kabupaten Sinjai adalah
mencegah dan membatasi terjadinya dan meluasnya gangguan hutan
seperti perambahan hutan dan pengangkutan hasil hutan tanpa
dokumen.
2. Kendala yang ditemui Polhut dalam pengamanan hutan di Kabupaten
Sinjai adalah telah dibiarkannya masyarakat bermukim dan berkebun
sejak lama di dalam kawasan hutan, anggaran pengamanan hutan
yang tidak tersedia di unit wilayah, kurangnya koordinasi antara mitra
instansi terkait, ketidakseragaman dalam melakukan penanganan
gangguan hutan dan Polhut belum diangkat dalam jabatan fungsional.
44
50. B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai peran Polhut dalam
kegiatan pengamanan hutan di Wilayah Dinas Perkebunan Kabupaten
Sinjai, maka kami sarankan sebagai berikut :
1. Penanggulangan gangguan hutan difokuskan kepada gangguan
perambahan hutan dan pengangkutan hasil hutan kayu tanpa
dokumen.
2. Meningkatkan peran Polhut dalam mengusulkan wilayah kawasan
hutan dimana masyarakat telah dibiarkan berkebun dan bermukim
sejak lama seperti di kawasan hutan Balampesoang-Balangjatie
Tellulimpoe, Apparang Polewali Sinjai Selatan dan Bolalangiri
Bontokatute Sinjai Borong, untuk mendapatkan program Hutan
Kemasyarakatan atau Hutan Desa.
3. Meningkatkan koordinasi dan kolaborasi dengan mitra instansi
terkait dalam penanggulangan gangguan hutan yang
mengedepankan pelibatan atau pemberdayaan masyarakat.
4. Pengalokasian anggaran penanggulangan gangguan hutan di unit-
unit wilayah dan penetapan prosedur tetap penanggulangan
gangguan hutan merupakan hal yang patut diperhatikan dalam
pelaksanaan penanggulangan gangguan hutan di Kabupaten
Sinjai.
45
51. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan, 1995. Keputusan Menteri Kehutanan No:
506/Kpts-II/ 1995 tentang Petunjuk Teknis Pengamanan Hutan
Secara Fungsional di Daerah Tingkat II.
Departemen Kehutanan, 2004. Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan. Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam,
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam,
Jakarta.
Departemen Kehutanan, 2006a. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
P.27/Menhut-II/2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Kehutanan Tahun 2006-2025. Pusat Rencana dan
Statistik Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan. Jakarta.
Departemen Kehutanan, 2006b. Booklet Data Kawasan Konservasi
Indonesia. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Bogor.
IBSAP, 2003. Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati
Indonesia 2003-2020, IBSAP Dokumen Nasional, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta.
Kusworo, Ahmad, 2000. Perambah Hutan atau Kambing Hitam ? Potret
Sengketa Kawasan Hutan di Lampung. Pustaka Latin, Bogor.
Mappatoba Sila dan Nuraeni, 2009. Buku Ajar Perlindungan dan
Pengamanan Hutan, Laboratorium Perlindungan dan Serangga
Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin.
PHKA, 2006. Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Forest
Protection and Nature Conservation), http://www.dephut.go.id/
INFORMASI/ STATISTIK/ 2006/PHKA_06.pdf, Diakses 24 Juni
2009 Jam 10.15.
Sumardi dan Widyastuti, S.M., 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Kepala Kepolisian RI
No. 10/Kpts-II/93-Skep/07/93 tentang susunan organisasi dan
tata kerja jagawana (POLHUT)
46
52. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2011 tentang Jabatan
Fungsional Polisi Kehutanan dan Angka Kreditnya
Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. 1999. Jakarta.
47
53. Lampiran 1. Penyebaran Kawasan Hutan di Kabupaten Sinjai
NO. Kecamatan/ Desa
Kelompok Kawasan Luas
Kawasan (ha)
Luas Yang
Dirambah
(Ha)
Persentase
(%)
1. Bulupoddo
Duampanuae
Tompo Bulu
L. Riattang
Sungai Tangka II
Sungai Tangka II
Bappajeng Rappa
490
1.509
197
100
150
20
20,41
9,94
10,15
Jumlah 2.196 270 12,30
2. Sinjai Selatan
Talle
Songing
Palangka
Polewali
Puncak
Balang Lajange
Apparang II
Apparang I
Apparang II
Apparang I
200
465
317
668
233
150
50
200
400
100
75,00
10,75
63,09
59,88
42,92
Jumlah 1.883 900 47,80
3. Tellulimpoe
Kalobba
Saotengah/ Massaile
Balang Pesoang
Balang Jatie
496,375
132,500
444
132,5
89,45
100,00
Jumlah 628,875 576,5 91,67
4. Sinjai Tengah
Kompang
Bonto
Saohiring
Saotanre
Baru
Pattongko
Saotengnga
Tangka I
Alehanuae
Tangka I
Loua
Balang Lajange
Tangka I
Tangka
1.100
345
275
486,125
450
355
157
150
40
25
100
-
-
100
13,64
11,59
9,09
20,57
0
0
63,69
Jumlah 3.168,125 415 13,10
5. Sinjai Barat
Turungan Baji
Bontosalama
Arabika
Botolempangan
Balakia
Gunung Perak
Barania
Bakung,Tangkoloe
Lompobattang
Lompobattang
Appareng
Appareng
Appareng
Appareng
1.103
2.325
278
877
225
2.583
1.400
100
300
75
200
200
300
150
9,07
12,90
26,98
22,81
88,89
11,61
10,71
Jumlah 8.791 1.325 15,07
5. Sinjai Borong
Batu Belerang
Barambang
Bonto Katute
Appareng
Appareng
Bolalangiri
950
377
900
225
150
400
23,68
39,79
44,44
Jumlah 2.227 775 34,80
T O T A L 18.894 4.261,5 22,55
Sumber : Data Sekunder, 2010.
48
54. Lampiran 2. Daftar Nama Responden Polhut
No. Nama Responden Wilayah Kerja
1. Maing Baso Kecamatan Tellulimpoe
2. M. Yasin Kecamatan Tellulimpoe
3. Mustakin, S.Pd. Kecamatan Sinjai Utara
4. Faisal Saleh Kabupaten Sinjai
5. Armansyah Kecamatan Sinjai Tengah
6. Ambo Syahrir Kecamatan Sinjai Barat
7. Lasanrang Kecamatan Sinjai Barat
8. Suardi BR. Kecamatan Sinjai Tengah
9. Aminuddin Kecamatan Selatan
10. Sultan Kecamatan Sinjai Selatan
Lampiran 3. Daftar Nama Atasan Polhut
No. Nama Responden Keterangan
1. Muddin Lemba, SP. Kasie Perlind. Hutan
2. Suardi, SP. Kanit Sinjai Barat
3. Agus Salim B., ST. Kanit Sinjai Timur
4. A. Mattaliu Kanit Sinjai Tengah
5. Bustan Kanit Sinjai Selatan
Lampiran 3. Daftar Nama Responden Masyarakat
49
55. No NAMA Umur Alamat
1 ANAS 56 DESA BONTOKATUTE KEC. SINJAI BORONG
2 YUSUF 32 DESA BONTOKUNYI KEC. TELLULIMPOE
3 AWAL ASNAWI 26 KEL. MANNANTI KEC. TELLULIMPOE
4 SULFIKAR 19 DESA TELLULIMPOE KEC. TELLULIMPOE
5 ISHAK, MS., S.Sos. 35 DESA PUNCAK KEC. SINJAI SELATAN
6 ANSAR 31 SINJAI BARAT
7 BAKRI 50 DESA LEMBANG2 KEC. SINJAI BARAT
8 SIARA 40 DESA PANAIKANG KEC. SINJAI TIMUR
9 SALAM 56 DESA PANAIKANG KEC. SINJAI TIMUR
10 MAUDU 58 DESA BUA KEC. SINJAI TIMUR
11 HATTA 35 DESA PATALLASSANG KEC. SINJAI TIMUR
12 HAMMING 40 DESA G. PERAK KEC. SINJAI BARAT
13 SABBA 50 DESA BONTO LEMPANGAN SINJAI BARAT
14 MARDIA 40 BORONG
15 ABIDIN 50 DUSUN URANGA KEC. SINJAI TIMUR
16 MILU 40 DESA SAOTANRE KEC. SINJAI TENGAH
17 TAJU' 40 DUSUN GARECCING DESA TALLE
18 MUDDIN 50 DESA BONTO SALAMA KEC. SINJAI BARAT
19 H. LAHABE 60 DUSUN LAPPA DATA KEC. SINJAI TENGAH
20 USDAR 40 DESA DUMME KEC. SINJAI TIMUR
21 BASRI 40 DESA BIJINANGKA KEC. SINJAI BORONG
22 H. SYAMSUDDIN 56 DESA ERASA KEC. TELLULIMPOE
23 A. ADHLY, AF. 36 DESA SUKAMAJU KEC. TELLULIMPOE
24 MADE 45 DESA LEMBANG LOHE KEC. TELLULIMPOE
50
56. 25 P HASI 45 DESA SAMATURUE KEC. TELLULIMPOE
26 TONTI 50 DESA BONTOKATUTE KEC. SINJAI BORONG
27 AHMADONG 45 DESA BIRORO KEC. SINJAI SELATAN
28 ANTONG 39 LASIAI KEC. SINJAI TIMUR
29 KAMA 50 DESA ARABIKA KEC. SINJAI BARAT
30 ABBY 41 DESA BULU TELLUE KEC. BULUPOPODDO
31 ISKANDAR 38 DESA SAOHIRING KEC. SINJAI TENGAH
32 POLEWAI L. 39 DESA SAOTANRE KEC. SINJAI TENGAH
33 DARWIS 34 DESA LAMATTIRIAJA KEC. BULUPODDO
34 LANTO 45 RAPPA CIRANA KEC. BULUPODDO
35 SABIRIN 45 DESA DUMME KEC. SINJAI TIMUR
36 HAFID 20 DESA MANGARABOMBANG SINJAI TIMUR
37 DULLA 29 DESA TONGKE2 KEC. SINJAI TIMUR
38 BULLE 40 DESA LASIE KEC. SINJAI TIMUR
39 TABBO 60 DESA PATTONGKO KEC. TELLULIMPOE
40 KASENG 50 DESA ASKA KEC. SINJAI SELATAN
51
59. Lampiran 4:
KUESIONER PENELITIAN
RESPONDEN POLISI KEHUTANAN
Mengenai : Peranan Polisi Kehutanan dalam Pengamanan Hutan di
Kabupaten Sinjai.
PENGANTAR
Peneliti memohon dengan segala kerendahan hati kepada
Bapak/Ibu/ Saudara (i) sudi kiranya berkenan meluangkan waktu untuk
mengisi daftar pertanyaan berikut ini sesuai dengan pemahaman,
pengalaman dan pengamatannya tentang “Peranan Polisi Kehutanan
terhadap Pengamanan Hutan” di Kabupaten Sinjai.
Dengan segala perkenannya mengisi daftar pertanyaan ini,
peneliti menghaturkan banyak terima kasih. Segala budi
Bapak/Ibu/Saudara (i), tiada daya peneliti membalasnya. Semoga Allah
SWT menilai budi Bapak/Ibu/ Saudara (i) sebagai suatu hadiah. Dan
segala kerahasiaan, maka identitas Bapak/Ibu/ Saudara (i) kami akan
rahasiakan.
PETUNJUK PENGISIAN
Peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara (i) untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan mengisi dan memberi tanda (√)
pada item yang dipilih dan memberikan penjelasan frekuensi dan cara
pelaksanaannya.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Umir :
Alamat :
Wilayah Tugas:
51
60. PERTANYAAN-PERTANYAAN :
1. Sebagai Polisi Kehutanan, Kegiatan dan aktifitas apa saja yang
saudara lakukan sehari-hari ?
No. KEGIATAN √ CARA PELAKSANAAN Frekuensi
A. TINDAKAN PRE-EMTIF
1. Sosialisasi Peraturan
Perundang-Undangan
2. Pendekatan Kesejahteraan
3. Penyuluhan
4. Pembinaan dan Bimbingan
Masyarakat
B. TINDAKAN PREVENTIF
1. Kegiatan Deteksi
2. Pengawasan Terhadap
Kawasan Hutan
3. Pengawasan Peredaran
Hasil Hutan, Tumbuhan dan
Satwa
C. TINDAKAN REFRESIF
1. Penyelidikan Tindak Pidana
52
61. Kehutanan
2. Operasi Pengamanan
3. Penanganan TKP
4. Penindakan
5. Penyidikan
2. Jenis gangguan hutan apa saja yang terjadi di wilayah kerja saudara ?
√ Jenis Gangguan Hutan Keterangan
Pencurian HH Kayu
Pencurian HH Non Kayu
Perambahan Hutan
Perladangan Berpindah
Penggembalaan Liar
Pengangkutan HH Tanpa
Dokumen
Tumpang Tindih Penggunaan
Lahan.
53
62. 3. Upaya apa yang saudara telah lakukan sebagai Polisi Kehutanan
dalam menanggulangi gangguan hutan tersebut pada no. 2 di atas ?
4. Permasalahan apa saja yang saudara alami dalam melaksanakan
tugas pengamanan hutan ?
Lampiran 5 :
KUESIONER PENELITIAN
RESPONDEN ATASAN POLISI KEHUTANAN
Mengenai : Peranan Polisi Kehutanan dalam Pengamanan Hutan di
Kabupaten Sinjai.
PENGANTAR
Peneliti memohon dengan segala kerendahan hati kepada
Bapak/Ibu/ Saudara (i) sudi kiranya berkenan meluangkan waktu untuk
54
63. mengisi daftar pertanyaan berikut ini sesuai dengan pemahaman,
pengalaman dan pengamatannya tentang “Peranan Polisi Kehutanan
terhadap Pengamanan Hutan” di Kabupaten Sinjai.
Dengan segala perkenannya mengisi daftar pertanyaan ini,
peneliti menghaturkan banyak terima kasih. Segala budi
Bapak/Ibu/Saudara (i), tiada daya peneliti membalasnya. Semoga Allah
SWT menilai budi Bapak/Ibu/ Saudara (i) sebagai suatu hadiah. Dan
segala kerahasiaan, maka identitas Bapak/Ibu/ Saudara (i) kami akan
rahasiakan.
PETUNJUK PENGISIAN
Peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara (i) untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan mengisi dan
memberikan penjelasan secara singkat dan jelas.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Umur :
Alamat :
1. Bagaimana tanggapan Saudara mengenai pelaksanaan tugas Polisi
Kehutanan dalam mengamankan kawasan hutan ?
2. Bagaimana tanggapan Saudara mengenai pelaksanaan tugas Polisi
Kehutanan dalam melakukan pengawasan peredaran hasil hutan ?
55
64. 3. Bagaimana tanggapan Saudara mengenai pelaksanaan tugas Polisi
Kehutanan dalam memberikan Penyuluhan Kepada Warga agar timbul
Kesadaran menjaga dan memelihara kelestarian hutan ?
4. Bagaimana tanggapan Saudara mengenai pelaksanaan tugas Polisi
Kehutanan dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan ?
5. Permasalahan apa saja yang sering menjadi hambatan bagi Polisi
Kehutanan dalam menjalankan tugas-tugas pengamanan hutan ?
6. Bagaimana upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi
permasalahan pada no. 5 di atas ?
Lampiran 6 :
KUESIONER PENELITIAN
RESPONDEN MASYARAKAT
Mengenai : Peranan Polisi Kehutanan dalam Pengamanan Hutan di
Kabupaten Sinjai.
PENGANTAR
56
65. Peneliti memohon dengan segala kerendahan hati kepada
Bapak/Ibu/ Saudara (i) sudi kiranya berkenan meluangkan waktu untuk
mengisi daftar pertanyaan berikut ini sesuai dengan pemahaman,
pengalaman dan pengamatannya tentang “Peranan Polisi Kehutanan
terhadap Pengamanan Hutan” di Kabupaten Sinjai.
Dengan segala perkenannya mengisi daftar pertanyaan ini,
peneliti menghaturkan banyak terima kasih. Segala budi
Bapak/Ibu/Saudara (i), tiada daya peneliti membalasnya. Semoga Allah
SWT menilai budi Bapak/Ibu/ Saudara (i) sebagai suatu hadiah. Dan
segala kerahasiaan, maka identitas Bapak/Ibu/ Saudara (i) kami akan
rahasiakan.
PETUNJUK PENGISIAN
Peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara (i) untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan memberi tanda (√) pada item
yang dianggap paling sesuai.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Umur :
Alamat :
No. PERTANYAAN Ya Tidak
1. Apakah Polhut sering melakukan kunjungan ke rumah-rumah
masyarakat ?
2. Apakah Polhut menyampaikan sosialisasi aturan perundang-
undangan ?
3. Apakah Polhut memberikan penyuluhan mengenai pentingnya
kawasan hutan ?
4. Apakah Polhut melakukan diskusi dengan masyarakat tentang
permasalahan2 kehutanan ?
5. Apakah Polhut melakukan pembinaan masyarakat bagi pelanggar
57
66. sebelum melakukan penangkapan ?
6. Apakah Polhut melakukan Patroli pengamanan terhadap kawasan
hutan ?
7. Apakah Polhut melakukan Patroli pengawasan peredaran hasil
hutan kayu ?
8. Apakah Polhut melakukan Patroli pengawasan peredaran hasil
hutan non kayu?
9. Apakah Polhut menganjurkan masyarakat menanam Pohon ?
10. Apakah Polhut membantu menyediakan bibit Pohon ?
11. Apakah Polhut memberikan bimbingan dalam penanaman
pohon ?
12. Apakah Polhut memberikan petunjuk dalam pengurusan dokumen
hasil hutan kayu yang berasal dari tanah milik?
13. Apakah Polhut menindak tegas pengangkutan kayu tanpa
dokumen ?
58
67. Lampiran 5. Jenis Gangguan Hutan di Wilayah Kerja Responden Petugas Kehutanan
No.
Resp.
Wilayah
Kerja
Jenis Gangguan Hutan
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Komp. Hutan Balang
Lajange (Desa Talle) √ √
2. Hutan Santi
Desa Songing
√ √ √
3. Hutan Santi
Desa Songing
√ √ √
4. Desa Palangka
Sinjai Selatan
√ √ √ √
5. Desa Puncak
Sinjai SElatan
√ √ √
6. Kec. Sinjai Borong
7. Desa Turungan Baji
Sinjai Barat
√
8. Desa Terasa
Sinjai Barat
√ √ √
9. Bonto Salama
Sinjai Barat
√
10. Desa Arabika Sinjai
Barat
√ √
11. Desa Terasa
Sinjai Barat
√ √ √
12. Desa Botolempangan
Sinjai Barat
√
13. Desa Gunung Perak
Sinjai Barat
√
14. Sinjai Tengah √ √ √
15. Kec. Sinjai Borong √ √
16. Desa Duampanue
Bulupoddo
√ √ √
17. Desa Tompobulu
Bulupoddo
√ √ √
18. Desa Lattiriattang
Bulupoddo
√ √ √
19. HL Balang Pesoang
Kec. Tellulimpoe
√ √
20. HL Balang Jatie
Kec.Tellulimpoe
√
JUMLAH 7 1 1 10 18 7
Lampiran 6. Frekuensi Jenis Gangguan Hutan di Wilayah Kerja Responden
No.
Resp.
Wilayah
Kerja
Jenis Gangguan Hutan
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Komp. Hutan Balang
Lajange (Desa Talle) 1 2
2. Hutan Santi
Desa Songing
1 1 2
3. Hutan Santi
Desa Songing
1 1 2
4. Desa Palangka
Sinjai Selatan
1 1 6 1
5. Desa Puncak 1 2 lama
96
68. Sinjai SElatan
6. Kec. Sinjai Borong
7. Desa Turungan Baji
Sinjai Barat
2
8. Desa Terasa
Sinjai Barat
1 1 1
9. Bonto Salama
Sinjai Barat
2
10. Desa Arabika Sinjai
Barat
2 2
11. Desa Terasa
Sinjai Barat
1 1 2
12. Desa Botolempangan
Sinjai Barat
5
13. Desa Gunung Perak
Sinjai Barat
1
14. Sinjai Tengah 1 2 1
15. Kec. Sinjai Borong 1 2
16. Desa Duampanue
Bulupoddo
1 1 2
17. Desa Tompobulu
Bulupoddo
1 3 6
18. Desa Lattiriattang
Bulupoddo
3 2 2
19. HL Balang Pesoang
Kec. Tellulimpoe
lama 4
20. HL Balang Jatie
Kec.Tellulimpoe
lama
97