SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
0
BAHAN AJAR
PENANGANAN
TINDAK PIDANA KEHUTANAN
Pada
DIKLAT PENYEGARAN POLHUT POLA 30 JPL
KERJASAMA DINAS PROV. PAPUA BARAT
Oleh :
SUDIRMAN SULTAN, SP., MP.
MILU ARMAN LABAHI, SP., M.A.P
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BALAI DIKLAT LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MAKASSAR
MAKASSAR
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak pidana kehutanan di Indonesia di dominasi oleh kasus illegal
logging, perambahan, perdagangan tumbuhan dan satwa liar, penambangan liar dan
kebakaran hutan. Dalam rencana kerja Direktorat Jenderal Penegakan Hukum
Tahun 2018, terdapat beberapa hambatan dalam penegakan hukum antara lain :
tumpeng tindih dalam kebijakan, beberapa putusan tidak dapat dieksekusi,
minimnya daya tanggap penegak hukum, kesulitan dalam pembuktian, lokasi sulit
dijangkau, biaya penanganan kasus tinggi, serta tenaga ahli dan saksi di pengadilan
terbatas.
Penanganan tindak pidana kehutanan dilakukan oleh Polhut/PPNS
Kehutanan guna mencarai dan mengumpulkan bukti agar suatu tindak pidana yang
ditemukan dapat menjadi terang dan jelas, serta dapat menemukan dan menentukan
siapa pelakunya. Salah satu penanganan tipihut yang berperan penting dalam
penegakan hukum adalah penanganan pertama Tipihut, dimana penanganan ini
merupakan langkah pertama dalam penanganan tipihut di Tempat Kejadian Perkara
(TKP) yang biasa dikenal dengan istilah Tindakan Pertama di TKP (TP-TKP).
Oleh karena penanganan pertama Tipihut merupakan langkah hukum yang
sangat menentukan proses penindakan berikutnya, maka seorang Polhut harus
memiliki kemampuan dan penguasaan teknik dan taktik dalam pelaksanaan
penanganan pertama Tipihut. Pelaksanaan penanganan pertama TKP dengan baik
dan benar oleh Polhut, akan mempermudah pelaksanaan proses penyidikan.
B. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu :
1. Menjelaskan penyidikan tindak pidana kehutanan.
2. Menjelaskan teknik wawancara investigatif.
3. Menjelaskan teknik pengamanan barang bukti.
4. Menjelaskan teknik pengamanan tempat kejadian perkara.
5. Menjelaskan teknik pengamanan tersangka.
2
BAB II
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN
A. Pengertian dan Kewenangan Penyidikan
Pasal 1 butir (2) Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : “Penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti guna membuat terang
tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya”. Dengan demikian
penyidikan baru dapat dilaksanakan oleh penyidik apabila telah terjadi suatu tindak
pidana.
Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat
Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-
undang untuk melakukan penyidikan yang disebut dengan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS), (Pasal 109 butir (1) KUHAP). Untuk dapat menentukan suatu
peristiwa yang terjadi termasuk suatu tindak pidana, maka diperlukan kemampuan
penyidik mengidentifikasi suatu peristiwa sebagai tindak pidana dengan
berdasarkan pada pengetahuan hukum pidana mutlak diperlukan.
Kewenangan PPNS Kehutanan dalam melaksanakan penyidikan tindak
pidana bidang kehutanan disebutkan dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang No.
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu bahwa PPNS berwenang untuk :
1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang
berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan
hasil hutan;
2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
3. Memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan atau
wilayah hukumnya;
4. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang
menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3
5. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
6. Menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan KUHAP;
7. Membuat dan menandatangani berita acara;
8. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya
tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
Kewenangan PPNS Kehutanan dalam melaksanakan pendidikan tindak
pidana bidang KSDAHE disebutkan dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang No. 5
Tahun 1990 tentang KSDAHE, yaitu :
1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang
berkenaan dengan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya;
2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
3. Memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan suaka alam
dan Kawasan Pelestarian Alam;
4. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
5. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan tindak pidana di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya;
6. Membuat dan menandatangani berita acara;
7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya
tindak pidana di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
Sedangkan kewenangan PPNS Kehutanan dalam pasal 30 Undang-Undang
No. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan,
dijelaskan tentang kewenangan PPNS, yaitu;
1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana perusakan hutan;
4
2. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana perusakan hutan;
3. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan peristiwa tindak perusakan hutan;
4. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana perusakan hutan;
5. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti,
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara
tindak pidana perusakan hutan;
6. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
7. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana perusakan hutan;
8. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat bukti tentang adanya tindakan
perusakan hutan;
9. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
10. membuat dan menandatangani berita acara dan surat-surat lain yang
menyangkut penyidikan perkara perusakan hutan; dan
11. memotret dan/atau merekam melalui alat potret dan/atau alat perekam terhadap
orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti
tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
B. Tahapan Proses Penyidikan
Penyidikan tindak pidana dilaksanakan setelah diketahui bahwa sesuatu
peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana. Suatu peristiwa dan atau tindak
pidana dapat diketahui melalui :
1. Laporan, laporan diterima dari seseorang baik tertulis maupun lisan dicatat oleh
penyidik/penyidik pembantu/penyelidik kemudian dituangkan dalam Laporan
Kejadian yang ditandatangani oleh pelapor dan penyidik/penyidik
pembantu/penyelidik. Setelah selesai penerimaan laporan, kepada pelapor
diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan.
5
2. Pengaduan, Pengaduan bisa dilakukan baik secara lisan atau tertulis kepada
penyidik disertai permintaan untuk menindak menurut hukum terhadap seorang
yang melakukan tindak pidana aduan (delik aduan relatif) dari pihak yang
dirugikan .
3. Tertangkap tangan,
a) dalam hal tertangkap tangan, setiap petugas Polhut, tanpa surat perintah
tugas, dapat melakukan tindakan penangkapan, penggeledahan, penyitaan
dan melakukan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab.
kemudian segera melakukan tindakan pertama di Tempat Kejadian Perkara
dan setelah itu memberitahukan dan atau menyerahkan tersangka beserta
atau tanpa barang bukti kepada penyidik atau kepada Polri yang berwenang
melakukan penanganan selanjutnya.
b) Penyidik Kehutanan apabila menerima penyerahan tersangka beserta atau
tanpa barang bukti baik dari anggota Polhut maupun masyarakat, wajib :
1) membuat laporan kejadian,
2) mendatangani TKP dan melakukan tindakan yang diperlukan.
3) Membuat berita acara atas setiap tindakan yang dilakukan.
Polisi Kehutanan yang didampingi oleh PPNS dapat menggunakan
kewenangan pengawasan dan pengamatan untuk menemukan tindak pidana. Dalam
hal tertentu dapat meminta bantuan kepada pihak Kepolisian untuk melakukan
penyidikan.
Secara umum, tahapan-tahapan dalam kegiatan penyidikan tindak pidana
adalah :
1. Penyelidikan
2. Penindakan, yang terdiri dari kegiatan pemanggilan, penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan.
3. Pemeriksaan, yang meliputi pemeriksaan terhadap saksi, saksi ahli, dan
terhadap tersangka.
4. Penyelesaian dan penyerahan Berkas Perkara, yang terdiri dari pembuatan
resume, penyusunan berkas perkara, dan penyerahan berkas perkara.
6
BAB III
WAWANCARA INVESTIGATIF
A. Pengertian, Tujuan dan Prinsip Wawancara Investigatif.
Wawancara investigatif (investigative interview) adalah proses tanya jawab
secara terstruktur, dimana pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
seseorang yang mengetahui informasi/keterangan yang diperlukan guna
mengungkap sebuah dugaan terjadinya suatu tindak pidana. Wawancara
investigatif ini merupakan salah satu metode dalam mencari bukti bahwa telah
terjadi tindak pidana.
Wawancara investigatif pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh
jawaban yang akurat dan handal atas beberapa pertanyaan 5 W + 1 H, yaitu : What
(Apa), Who (siapa), When (kapan), Where (dimana), Why (mengapa), dan How
(bagaimana). Dalam hal wawancara investigatif bertujuan juga untuk mengungkap
dampak finansial yang terjadi, maka ditambahkan satu pertanyaan lagi yaitu How
Much (berapa besar).
Wawancara investigatif mengenal sejumlah prinsip yaitu :
1. Wawancara investigatif dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang akurat
dan terpercaya dari seseorang dalam rangka menemukan kebenaran tentang
peristiwa tindak pidana yang terjadi.
2. Pewawancara harus berlaku adil dalam situasi apapun pada setiap kasus ketika
mewawancarai seseorang. Untuk mewawancarai seseorang yang rentan seperti
sudah lanjut usia, memiliki penyakit tertentu, dan sebagainya maka harus
diperlakukan dengan pertimbangan tertentu.
3. Wawancara investigatif harus dilakukan dengan pikiran terbuka sehingga setiap
informasi yang diperoleh dari seseorang harus selalu diuji dengan hal-hal yang
telah diketahui sebelumnya atau yang secara logika bisa diterima.
4. Pada saat melakukan wawancara, pewawancara bebas untuk menanyakan
pertanyaan untuk mencari kebenaran.
7
5. Pewawancara sebaiknya mengenali dampak positif dari pengakuan awal dalam
konteks hukum acara pidana. Misal kemungkinan pengurangan hukuman karena
pengakuan awal.
6. Pewawancara tidak harus menerima jawaban pertama yang diberikan oleh
terwawancara dan pewawancara harus terus menggali informasi dari
terwawancara.
7. Pada saat terwawancara memilih untuk diam dalam suatu wawancara, maka
pewawancara tetap memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan.
B. Langkah-Langkah Wawancara Investigatif.
Salah satu metode wawancara investigatif yang banyak digunakan dalam
proses investigasi adalah metode P.E.A.C.E. Metode ini merupakan singkatan dari
langkah-langkah wawancara investigatif berikut ini :
1. P – Planning and Preparation
Wawancara harus direncanakan dan dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.
Dalam tahap ini, yang dilakukan adalah :
a. Penentuan maksud dan tujuan wawancara.
Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan pernyataan yang akurat dan
handal. Sedangkan tujuannya adalah memperoleh informasi/keterangan
tentang suatu kejadian yang diinvestigasi. Oleh karena itu pemahaman
tentang kasus yang diinvestigasi dan keterangan yang ingin diperoleh dan
diklarifikasi dari terwawancara sangat penting direncanakan pada tahap ini.
Beberapa pertanyaan yang dapat membantu penyusunan maksud dan tujuan
wawancara adalah :
 Siapakah yang diwawancarai dan bagaimana urutannya ?
 Mengapa terwawancara tersebut sangat diperlukan untuk diwawancarai ?
 Informasi/keterangan apa yang ingin diperoleh dari terwawancara ?
 Apakah terwawancara harus segera diwawancarai pada tahap awal atau
akan lebih berguna apabila diwawancarai setelah informasi/bukti lainnya
diperoleh.
8
b. Profiling terwawancara (Pengenalan awal)
Pewawancara perlu memiliki pengetahuan umum tentang identitas (misal:
umur, gender, agama, ras/suku, kondisi fisik, disabilitas, dan lain-lain) dan
latar belakang terwawancara (misal: apakah pernah terlibat dalam kasus
hukum). Bagi terwawancara yang usianya termasuk rentan, disabilitas dan
faktor lainnya akan mempengaruhi persiapan seperti waktu dan tempat
dalam melakukan wawancara. Informasi tentang terwawancara ini dapat
diperoleh dari database internal korporasi, maupun sumber eksternal
lainnya, misal: pencarian di internet, social media, berita, dan lain-lain.
c. Penentuan Pewawancara.
Pewawancara yang ditunjuk harus memiliki kompetensi yang memadai
untuk melakukan wawancara dan mampu melakukan komunikasi secara
baik dengan terwawancara. Bila memungkinkan, sebaiknya wawancara
investigative dilakukan oleh dua orang pewawancara, yang masing-masing
memiliki pengetahuan wawancara investigatif yang sesuai. Namun harus
disepakati siapa yang akan menjadi pewawancara utama (leader) dan siapa
yang akan menjadi pewawancara pendamping (sweeper) dengan
mempertimbangkan kebutuhan wawancara mencakup kepribadian, jenis
kelamin, pengetahuan sebelumnya (atau hubungan dengan terwawancara)
atau pengetahuan khusus berkaitan dengan kasus yang diinvestigasi.
Tugas utama pewawancara utama (leader) adalah melakukan wawancara,
sedangkan tugas utama pewawancara pendamping (sweeper) adalah
mencatat keterangan yang diberikan oleh terwawancara serta membantu
pewawancara utama dalam proses wawancara jika diperlukan.
d. Penentuan waktu yang tepat.
Bila memungkinkan wawancara dilakukan pada kesempatan pertama untuk
memaksimalkan hasil wawancara dan meminimalkan risiko ingatan
terwawancara yang dapat memburuk atau terkontaminasi. Terwawancara
diberi perkiraan waktu yang realistis untuk wawancara.
9
e. Penentuan dan persiapan tempat atau ruangan wawancara.
Lokasi wawancara sebaiknya bebas dari gangguan dan dapat memastikan
privasi wawancara, terutama ketika masalah yang berpotensi sensitif timbul.
Untuk wawancara formal, ruang wawancara harus diperiksa secara fisik
untuk memastikan ruangan bersih, rapi dan tetap sesuai untuk wawancara.
f. Penyiapan sarana pendukung wawancara.
Dilakukan pengecekan sarana pendukung wawancara, apakah dapat
berfungsi dengan baik, misalnya: alat tulis, kertas, komputer, atau dapat
berupa alat perekam dan pemutar ulang proses wawancara.
g. Penyiapan administrasi wawancara.
Administrasi wawancara seperti surat tugas, formulir dan dokumen
administrasi lainnya yang perlu dipersiapkan harus tersedia.
Tabel 1. Contoh Lembar Perencanaan dan Persiapan Wawancara Investigatif.
Jadwal Permintaan Keterangan/Klarifikasi :
Nama Kasus :
No. Nama
Terwawancara
Hal-Hal yang dimintai
Keterangan/ Klarifikasi
Nama
Pewawancara
Waktu Tempat
2. E – Engage and Explain
Wawancara harus dimulai dengan suatu pendekatan yang tepat. Pewawancara
perlu secara aktif berinteraksi dengan terwawancara dan memberikan penjelasan
tentang proses dan prosedur wawancara. Hubungan antara pewawancara dan
terwawancara akan secara signifikan meningkat ketika terwawancara memiliki
pemahaman penuh mengenai prosedur.
Dalam tahap ini, pewawancara melakukan langkah-langkah untuk mengawali
proses wawancara atau membuka percakapan kepada terwawancara sehingga
pelaksanaan wawancara dapat berjalan dengan baik dan lancar, yang antara lain
meliputi :
 Perkenalan dan pendekatan awal kepada terwawancara.
10
 Pemberian penjelasan tujuan dan maksud wawancara kepada terwawancara.
 Pemberian penjelasan hak-hak terwawancara selama berlangsungnya proses
wawancara termasuk prosedur (hukum) yang berlaku.
 Pengisian formulir baku bagi terwawancara.
 Pengamatan singkat atas profil terwawancara.
3. A – Account (Pernyataan)
Tahap ini merupakan bagian utama dari wawancara investigatif. Pada
prinsipnya pewawancara melaksanakan proses wawancara dengan
menggunakan teknik-teknik wawancara tertentu yang disesuaikan dengan sikap
dan perilaku dari terwawancara pada saat wawancara. Ada dua teknik yang
dapat digunakan pewawancara, yakni:
 Cognitive interview/free recall/ingatan bebas
Metode cognitive interview/free recall digunakan untuk terwawancara yang
kooperatif. Terwawancara diminta untuk mengingat kembali suatu kejadian
tanpa disela (mengingat bebas). Kemudian diikuti dengan paling tidak sekali
lagi mencoba mengingat bebas dengan arah atau perspektif yang berbeda.
Hal yang terkait informasi yang diinginkan pewawancara digali lebih dalam.
 Conversation management/manajemen percakapan
Metode conversation management digunakan untuk terwawancara yang
nonkooperatif. Pewawancara mengambil kendali lebih awal dan
mengaturnya secara berbeda dengan terwawancara yang kooperatif.
Biasanya menggunakan agenda pewawancara (investigator agenda) dan
agenda terwawancara (suspect agenda).
Bebapa hal yang perlu dikuasai pada tahap ini adalah gaya bertanya,
keterampilan menyimak secara efektif, dan membuat catatan.
4. C – Closure (Penutup)
Wawancara perlu ditutup dan diakhiri dengan sebaik-baiknya. Dalam tahap ini,
pewawancara melakukan langkah-langkah untuk menutup atau menyelesaikan
proses wawancara, yang antara lain meliputi:
 Pengecekan kembali atas materi wawancara atau keterangan yang ingin
diperoleh.
11
 Konfirmasi ulang atas ketepatan dan kebenaran keterangan terwawancara.
 Penyelesaian administrasi wawancara.
 Penjelasan tentang dampak lanjutan wawancara kepada terwawancara.
 Pengakhiran pertemuan dengan terwawancara.
5. E – Evaluation (Evaluasi)
Hasil dan proses wawancara perlu dievaluasi dengan sebaik-baiknya. Dalam
tahap ini, pewawancara melakukan evaluasi atau penilaian atas pelaksanaan
wawancara yang telah berjalan, yang antara lain meliputi:
 Evaluasi atas pencapaian tujuan wawancara.
 Penentuan rencana investigasi selanjutnya.
 Evaluasi atau penilaian atas terwawancara.
 Evaluasi atau penilaian atas pewawancara.
 Penulisan resume hasil wawancara.
12
BAB IV
TEKNIK PENGAMANAN BARANG BUKTI
A. Pengertian dan Peran Barang Bukti.
Dalam Pasal 1 ayat (5) Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 8 Tahun
2014 tentang Perubahan Perkapolri Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pengelolaan Barang Bukti dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
menyatakan bahwa”Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk
keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan.
Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.26/Menlhk/Setjen/
Kum.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan
Hidup dan Kehutanan dinyatakan bahwa : ”Barang bukti tindak pidana lingkungan
hidup dan kehutanan adalah segala benda yang patut diduga bersangkut paut
dengan suatu tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan yang ditemukan di
tempat kejadian perkara maupun ditempat lainnya.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan
secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal
39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu :
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak
pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang
dilakukan,
Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan
dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti.
13
B. Cara Pengamanan Barang Bukti
Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Kehutanan RI No.
P.26/Menlhk/Setjen/ Kum.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak
Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan bahwa pengamanan barang
bukti diperlukan untuk menjamin keutuhan barang bukti. Pengamanan barang bukti
dilakukan dengan cara :
1. Pengawalan
Pengawalan dilakukan pada saat pengangkutan barang bukti oleh Polhut dan
dalam keadaan tertentu dapat meminta bantuan TNI/Polri. Setiap kegiatan
pengawalan wajib disertai Surat Perintah Tugas yang sekurang-kurangnya
memuat : pejabat yang memerintahkan; nama petugas; dan asal dan tujuan
pengawalan. Dalam keadaan tertentu dan mendesak, pengangutan barang bukti
dapat dilakukan tanpa disertai Surat Perintah Tugas. Penganggutan barang
bukti setelah sampai di tempat tujuan wajib segera melaporkan kepada Kepala
Unit Kerja untuk diterbitkan Surat Perintah Kerja.
2. Penjagaan
Penjagaan dilakukan oleh Polhut dan atau petugas yang menangani Tipihut
terhadap barang bukti di tempat dimana barang bukti ditemukan, pada saat
identifikasi dan di tempat penyimpanan. Setiap kegiatan penjagaan wajib
disertai Surat Perintah Tugas yang sekurang-kurangnya memuat: pejabat yang
memerintahkan; nama petugas jaga; jenis, jumlah dan ukuran barang bukti;
dan lokasi/tempat penjagaan;
Petugas jaga sekurang-kurangnya 2 orang. Penjagaan dilakukan secara
bergantian, dimana setiap pergantian petugas jaga wajib dibuatkan berita acara
serah terimayang memuat sekurang-kurangnya: identitas petugas lama;
identitas petugas baru; jenis, jumlah dan ukuran barang bukti; dan waktu serah
terima jaga.
3. Perlakuan
Perlakuan dilakukan dalam proses pengambilan barang bukti berupa limbah,
B3, dan limbah B3. Perlakuan harus memenuhi prosedur dan tata cara
14
pengambilan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses pengambilan barang
bukti tersebut harus diketahui oleh pemilik limbah dan/atau perwakilan
perusahaan dan disaksikan oleh kepala desa setempat.
4. Pembungkusan.
Pembungkusan dilakukan untuk menjaga keutuhan dan keselamatan barang
bukti dan atau karena sifatnya mudah rusak. Untuk kepentingan pelabelan,
maka barang bukti sebelum dibungkus dilakukan pencatatan: jenis, jumlah dan
ukuran; ciri/tanda khusus; dan tersangka dan/atau pasal yang disangkakan.
Barang bukti yang telah dibungkus diberilak dan cap serta ditanda tangani oleh
penyidik. Terhadap barang bukti yang tidak mungkin dibungkus wajib beri
pelindung dan penyidik memberi catatan diatas label bahwa barang bukti tidak
dapat dibungkus.
Setiap kegiatan pembungkusan dan pembukaan pembungkusan barang bukti
wajib dibuatkan berita acara yang memuat sekurang-kurangnya : waktu dan
tempat; jenis, jumlah dan ukuran barang bukti; ciri-ciri/tanda barang bukti;
asal barang bukti; identitas yang melakukan pembungkusan atau pembukaan
pembungkusan; dan saksi sekurang-kurangnya 2 (dua) orang.
5. Penyegelan
Penyegelan dilakukan terhadap semua jenis barang bukti. Penyegelan
dilakukan sesuai dengan kondisi barang bukti. Penyegelan terhadap barang
bukti dilakukan dengan cara: menempelkan kertas segel; memasang garis
PPNS; memasang papan pengumuman segel; atau memberi tanda lain yang
memungkinkan dalam pengamanan barang bukti.
Setiap kegiatan penyegelan atau pembukaan segel barang bukti wajib dibuatkan
berita acara yang memuat sekurang-kurangnya : waktu dan tempat; jenis,
jumlah dan ukuran barang bukti; ciri-ciri/tanda barang bukti; instansi yang
melakukan penyegelan atau pembukaan segel; tujuan penyegelan atau
pembukaan segel; dan saksi sekurang-kurangnya 2 (dua) orang.
15
BAB V
TEKNIK PENGAMANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA
A. Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah suatu tempat penemuan barang
bukti atau tempat terjadinya tindak pidana atau kecurigaan suatu tindak pidana,
merupakan suatu persaksian. Pengertian tempat kejadian perkara di dalam petunjuk
lapangan No. Pol: Skep/1205/IX/2000 tentang Penanganan Tempat Kejadian
Perkara terbagi menjadi 2 (dua) yakni:
1. Tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi atau akibat yang
ditimbulkannya.
2. Tempat-tempat lain yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dimana
barang-barang bukti,tersangka atau korban dapat ditemukan.
Menurut pasal 1 ayat (19) PERKAP POLRI Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri sipil yaitu : ” Tempat
Kejadian Perkara adalah yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempat dimana
suatu tindak pidana dilakukan/terjadi dan tempat-tempat lain, dimana tersangka
dan/atau korban dan/atau barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana
tersebut dapat ditemukan. Hal tersebut sebagaimana tercantum juga pada asal 1
ayat (19) PERKAP POLRI Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana.
Berdasarkan pengertian ”Tempat Kejadian Perkara” tersebut diatas, jelaslah
bahwa secara umum setiap tempat dimana telah terjadi tindak pidana harus
dianggap sebagai TKP. TKP merupakan bagian pokok dari pangkal
pengungkapan perkara pidana pada saat terjadi peristiwa pidana karena ditempat
kejadian perkara dapat ditemukan interaksi antara pelaku kejahatan (tersangka) alat
bukti yang digunakan dan saksi/korban kejahatan.
TKP merupakan salah satu sumber keterangan yang penting dan bukti-bukti
yang dapat menunjukkan/membuktikan adanya hubungan antara korban, pelaku,
barang bukti dan TKP itu sendiri. Dari hubungan tersebut diusahakan untuk dapat
mengungkapkan pokok-pokok masalah sebagai berikut :
16
1. Benarkah tindak pidana telah terjadi ? Tindak pidana apa ?
2. Bagaimana tindak pidana dilakukan ?
3. Siapa yang melakukan tindak pidana itu ?
4. Dengan apa itu dilakukan ?
5. Mengapa tindak pidana itu dilakukan ?
6. Dimana dilakukan ?
7. Bilamana dilakukan ?
TKP biasa juga disebut locus delicti. Dalam menentukan locus delicti ,
perlu diperhatikan teori berikut ini :
1. Teori perbuatan materiil (perbuatan jasmaniah) adalah penentuan tempat
terjadinya tindak pidana ditentukan oleh perbuatan badan dari pelaku yang
dilakukan untuk mewujudkan tindak pidana itu.
2. Teori instrumen (alat) adalah penentuan tempat terjadinya tindak pidana
berdasarkan dimana bekerjanya alat yang digunakan oleh pembuat. Alat dalam
hal ini dapat berupa benda atau orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
3. Teori akibat adalah penentuan tempat terjadinya tindak pidana berdasarkan dari
akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana.
B. Langkah-Langkah Pengamanan TKP
Pada saat mendatangi TKP, kemudian melakukan penanganan TKP,
mengamankan barang bukti, mengumpulkan fakta dan petunjuk, maka petugas
sudah secara otomatis menyusun hipotesa/dugaan yang mengarah kepada siapa
pelakunya dan bagaimana cara perbuatan itu dilakukan. Untuk itu pengamanan TKP
harus dilakukan dengan baik untuk menjaga agar TKP tidak rusak atau berubah.
Mengapa demikian? Ada dua alasan, pertama karena TKP merupakan gudangnya
bahan bukti yang menghubungkan dengan pelaku, dan kedua jika TKP rusak maka
tidak dapat dikembalikan pada kondisi awal/ kondisi semula. Maka dapatlah
disimpulkan bahwa status quo TKP dapat menjadi titik awal (starting point)
pembuktian secara ilmiah dalam proses penyidikan perkara pidana.
17
Pengamanan TKP ini bertujuan untuk memastikan bahwa area tersebut
dibawah pengawasan dan pengendalian penuh tim penanganan TKP. Hal ini
dilakukan dengan cara :
1. Segera menutup dan mengamankan TKP (mempertahankan status quo) dengan
membuat batas di TKP dengan tali atau alat lain, dimulai dari jalur yang
diperkirakan merupakan arah masuknya pelaku, melingkar kesekitar tempat
yang diperkirakan akan didapatkan barang bukti, kemudian ke jalan yang
diperkirakan merupakan arah keluarnya pelaku meninggalkan TKP dan
memberikan tanda arah keluar masuknya pelaku
2. memerintahkan orang yang berada di TKP pada saat terjadi tindak pidana untuk
tidak meninggalkan TKP,
3. melarang setiap orang yang tidak berkepentingan masuk ke TKP yang sudah
diberi batas,
4. berusaha menangkap pelaku yang diperkirakan masih berada di TKP,
5. Meminta bantuan kepada aparat setempat seperti ketua RT/RW dalam
melakukan pengamanan TKP.
6. Minta partisipasi warga untuk mengamankan kerumunan massa, dan tidak
menambah atau mengurangi barang bukti yang ada di TKP.
7. Buatlah tanda di TKP seperti tanda bekas sidik jari atau kaki.
8. Memisahkan satu sama lain orang-orang yang ada di TKP dan melarang satu
sama lain membicarakan perkara yang baru saja terjadi dengan maksud agar
tidak saling mempengaruhi, sehingga menyulitkan dalam mendapatkan
keterangan yang obyektif.
9. Mencari dan mengumpulkan saksi-saksi serta mencari identitasnya
10. Amankan semua barang bukti dan Jangan sekali-kali menambah/mengurangi
barang bukti yang ada di TKP.
11. Membuat sketsa kasar dan catatan kejadian sebagai bahan laporan kejadian.
18
BAB VI
TEKNIK PENGAMANAN TERSANGKA
A. Pengertian Tersangka
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Ini
berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Dalam putusan Mahkamah Konstitusi
nomor 21/PUU-XII/2014 menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa
“bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam
Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai
minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.
Alat Bukti yang sah menurut ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, adalah :
1. keterangan saksi,
2. keterangan ahli,
3. surat,
4. petunjuk, dan
5. keterangan terdakwa.
Sedangkan dalam Pasal 37 Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, selain kelima alat bukti tersebut
ditambahkan lagi tiga alat bukti yang sah yaitu :
1. informasi elektronik : informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
2. dokumen elektronik : data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca
dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau
yang terekam secara elektronik, berupa :
a. tulisan, suara atau gambar
b. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, dan/atau
c. huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
3. peta.
19
B. Langkah-Langkah Pengamanan Tersangka
Pengamanan terhadap tersangka yang diduga melakukan tindak pidana
kehutanan saat mendatangi TKP dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Tangkap/borgol tersangka bila masih berada di TKP, jangan biarkan ada waktu
bagi pelaku untuk memikirkan rencana melawan balik atau melarikan diri.
2. Amankan barang-barang pelaku dengan melakukan penggeledahan badan untuk
memastikan apakah pelaku membawa senjata. Setiap pelaku yang membawa
senjata harus segera diperlakukan sebagai pelaku yang berbahaya.
3. Apabila pelaku lebih dari satu orang, pastikan posisi mereka terpisah dan tidak
saling berhadapan.
4. Catat identitas tersangka seperti nama, umur, alamat dan lain-lain dan
konfrontasikan dengan pelaku yang lain jika ada.
5. Cegah jangan sampai pelaku menghapus bekas/menghilangkan bukti-bukti yang
ada di TKP.
6. Apabila pelaku tidak ditemukan di TKP, adakan pencarian singkat kalau
diperkirakan pelaku masih berada disekitar TKP.
Pengamanan tersangka dapat dilakukan dengan taktik pelumpuhan dan
penyerbuan. Taktik pelumpuhan ada dua jenis yaitu pelumpuhan spontan dan
pelumpuhan terencana. Pelumpuhan spontan adalah pengamanan pelaku dilakukan
ketika tim patroli menemukan pelaku sedang melakukan tindak pidana kehutanan,
dan saat itu juga ketua tim memutuskan untuk menangkap pelaku. Sedangkan
pelumpuhan terencana adalah pengamanan pelaku yang direncanakan berdasarkan
hasil analisa bahan keterengan yang dikumpulkan oleh tim intelijen. Pelumpuhan
terencana ini membutuhkan latihan menyeluruh, simulasi terus menerus serta
koordinasi seluruh anggota tim yang terlibat.
Prosedur pelumpuhan tersangka adalah :
1. Ketua tim memerintahkan anggotanya untuk menyebar dalam formasi shaf dan
secara diam-diam maju kedepan.
2. Pada sampai pada titik serbu (disertai aba-aba “jangan bergerak”), tim
menyerbu camp dan mengejutkan para pelaku tindak pidana.
20
3. Polhut yang paling dekat dengan pelaku tindak pidana akan melakukan
penangkapan terhadap pelaku, sementara anggota tim lainnya menyapu dan
menyisir area TKP serta mengejar pelaku tindak pidana yang melarikan diri.
4. Pada saat sampai pada jarak tertentu dalam melakukan penyisiran area TKP,
anggota tim akan berteriak “AMAN”, dan disambut dengan perintah ketua tim
“MERAPAT”.
5. Pada saat tim sudah merapat, anggota tim yang tidak bertugas menjaga pelaku
akan bergerak melaksanakan tugas yang sudah ditentukan sebelumnya oleh
ketua Tim.
Hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh ketua tim dalam menganalisa
situasi adalah :
1. Jumlah pelaku tindak pidana kehutanan dibandingkan dengan anggota timnya.
Panduan dasarnya adalah 2 : 1 (dua Polhut dan 1 pelaku tipihut). Jadi
berdasarkan teori ini, apabila anggota tim ada 5 (lima) orang, maka seharusnya
tidak mencoba untuk melakukan pelumpuhan terhadap lebih dari tiga orang
pelaku bersenjata.
2. Apakah pelaku bersenjata atau tidak ? Contoh senjata yaitu parang, pisau atau
senjata api.
3. Reaksi pelaku ketika melihat tim patrol, apakah melarikan diri ? Apakah
mereka akan menembak Polhut atau akan menyerahkan diri ?
4. Apakah area TKP berada ditanah terbuka? Apakah ada vegetasi yang
memungkinkan untuk persembunyian ? Atau apakah lebih baik mendekati TKP
dengan arah yang lain ?
5. Dengan analisa diatas, ketua tim dapat menyusun rencana secara cepat dan
memberitahukan lewat isyarat lapangan tanpa suara atau membisikkan ke setiap
anggota tim.
21
DAFTAR PUSTAKA
Muhktar A. Ahmadi, dkk., 2012. Patroli Pengamanan Kawasan Hutan, Panduan
Pelaksanaan Kegiatan Polhut. Freeland Foundation, Jakarta.
Sudirman S. dan Arman L., 2015. Proses Pemberkasan, Modul Diklat
Pemberkasan Perkara Bagi Polhut. Balai Diklat Kehutanan, Makassar.
Sudirman S. dan Arman, 2015. Pengolahan Tempat Kejadian Perkara. Modul
Diklat Teknik Penanganan Tempat Kejadian Perkara. Balai Diklat
Kehutanan Makassar, Makassar.
Susanti, Dwi Siswa, 2017. Wawancara Investigatif, Modul Integritas Bisnis
Cetakan-II. Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyakarat, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP)
Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemya.
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan.
Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.26/Menlhk/Setjen/ Kum.1/4/2017
tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup
dan Kehutanan.
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri sipil
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

More Related Content

What's hot

Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022Sudirman Sultan
 
Blanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
Blanko Laporan Kejadian dan Berita AcaraBlanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
Blanko Laporan Kejadian dan Berita AcaraSudirman Sultan
 
Pengumpulan bahan dan keterangan
Pengumpulan bahan dan keteranganPengumpulan bahan dan keterangan
Pengumpulan bahan dan keteranganSudirman Sultan
 
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 0107 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01Sudirman Sultan
 
Identifikasi tindak pidana kehutanan
Identifikasi tindak pidana kehutananIdentifikasi tindak pidana kehutanan
Identifikasi tindak pidana kehutananSudirman Sultan
 
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORANLAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORANSudirman Sultan
 
Blangko praktek administrasi tkp
Blangko praktek administrasi tkpBlangko praktek administrasi tkp
Blangko praktek administrasi tkpSudirman Sultan
 
Bahan ajar administrasi tempat kejadian perkara (TKP)
Bahan ajar administrasi tempat kejadian perkara (TKP)Bahan ajar administrasi tempat kejadian perkara (TKP)
Bahan ajar administrasi tempat kejadian perkara (TKP)Sudirman Sultan
 
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 0110 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01Sudirman Sultan
 
Lk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanLk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanSudirman Sultan
 
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIANPENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIANSudirman Sultan
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)Leks&Co
 
010 perdirjen p.1 tahun 2015 vlk
010 perdirjen p.1 tahun 2015 vlk010 perdirjen p.1 tahun 2015 vlk
010 perdirjen p.1 tahun 2015 vlkteguh soedrajat
 
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakumPpt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakumSudirman Sultan
 
P.102 pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup bagi usaha danatau kegiatan...
P.102 pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup bagi usaha danatau kegiatan...P.102 pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup bagi usaha danatau kegiatan...
P.102 pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup bagi usaha danatau kegiatan...Anjas Asmara, S.Si
 
[Materi] PEMBEKALAN PULDATAN FASE 3_130820.pptx
[Materi] PEMBEKALAN PULDATAN FASE 3_130820.pptx[Materi] PEMBEKALAN PULDATAN FASE 3_130820.pptx
[Materi] PEMBEKALAN PULDATAN FASE 3_130820.pptxKMBBINDONESIA
 
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...CIFOR-ICRAF
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananSudirman Sultan
 

What's hot (20)

Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
Tugas dan fungsi jabatan fungsional polhut 2022
 
Blanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
Blanko Laporan Kejadian dan Berita AcaraBlanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
Blanko Laporan Kejadian dan Berita Acara
 
Pengumpulan bahan dan keterangan
Pengumpulan bahan dan keteranganPengumpulan bahan dan keterangan
Pengumpulan bahan dan keterangan
 
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 0107 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
07 bahan ajar dasar dasar intelijen polhut 01
 
Identifikasi tindak pidana kehutanan
Identifikasi tindak pidana kehutananIdentifikasi tindak pidana kehutanan
Identifikasi tindak pidana kehutanan
 
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORANLAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
 
Blangko praktek administrasi tkp
Blangko praktek administrasi tkpBlangko praktek administrasi tkp
Blangko praktek administrasi tkp
 
Pulbaket 2013
Pulbaket 2013Pulbaket 2013
Pulbaket 2013
 
Bahan ajar administrasi tempat kejadian perkara (TKP)
Bahan ajar administrasi tempat kejadian perkara (TKP)Bahan ajar administrasi tempat kejadian perkara (TKP)
Bahan ajar administrasi tempat kejadian perkara (TKP)
 
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 0110 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
10 bahan ajar laporan kejadian tindak pidana kehutanan 01
 
Lk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporanLk ba dan administrasi pelaporan
Lk ba dan administrasi pelaporan
 
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIANPENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
PENGISIAN BLANKO LAPORAN KEJADIAN
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
 
010 perdirjen p.1 tahun 2015 vlk
010 perdirjen p.1 tahun 2015 vlk010 perdirjen p.1 tahun 2015 vlk
010 perdirjen p.1 tahun 2015 vlk
 
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakumPpt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Ppt penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
 
P.102 pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup bagi usaha danatau kegiatan...
P.102 pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup bagi usaha danatau kegiatan...P.102 pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup bagi usaha danatau kegiatan...
P.102 pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup bagi usaha danatau kegiatan...
 
[Materi] PEMBEKALAN PULDATAN FASE 3_130820.pptx
[Materi] PEMBEKALAN PULDATAN FASE 3_130820.pptx[Materi] PEMBEKALAN PULDATAN FASE 3_130820.pptx
[Materi] PEMBEKALAN PULDATAN FASE 3_130820.pptx
 
Bab 1: Apa itu Pemetaan Partisipatif
Bab 1: Apa itu Pemetaan PartisipatifBab 1: Apa itu Pemetaan Partisipatif
Bab 1: Apa itu Pemetaan Partisipatif
 
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
 

Similar to Tips Penanganan Tipihut

Penanganan Dugaan Pidana oleh Satuan Pengamanan
Penanganan Dugaan Pidana oleh Satuan PengamananPenanganan Dugaan Pidana oleh Satuan Pengamanan
Penanganan Dugaan Pidana oleh Satuan Pengamananjakarta
 
Penyitaan oleh bawaslu
Penyitaan oleh bawasluPenyitaan oleh bawaslu
Penyitaan oleh bawasluAhsanul Minan
 
Pertemuan 3 a lit dik
Pertemuan 3 a  lit dikPertemuan 3 a  lit dik
Pertemuan 3 a lit dikMeilch Wae
 
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PPPenegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PPSidiq Rohmadi
 
Materi penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Materi penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakumMateri penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Materi penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakumSudirman Sultan
 
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2eli priyatna laidan
 
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANGProses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANGDadang DjokoKaryanto
 
PPT Pemidanaan Jual Beli Hewan Terlarang.pptx
PPT Pemidanaan Jual Beli Hewan Terlarang.pptxPPT Pemidanaan Jual Beli Hewan Terlarang.pptx
PPT Pemidanaan Jual Beli Hewan Terlarang.pptxFaniRidhoDinata
 
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020CIkumparan
 
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin jaPedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin jamerdekacom
 
LIDIK SIDIK.ppt
LIDIK SIDIK.pptLIDIK SIDIK.ppt
LIDIK SIDIK.pptDirgaGunk
 
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...Idik Saeful Bahri
 

Similar to Tips Penanganan Tipihut (20)

Penanganan Dugaan Pidana oleh Satuan Pengamanan
Penanganan Dugaan Pidana oleh Satuan PengamananPenanganan Dugaan Pidana oleh Satuan Pengamanan
Penanganan Dugaan Pidana oleh Satuan Pengamanan
 
Penyitaan oleh bawaslu
Penyitaan oleh bawasluPenyitaan oleh bawaslu
Penyitaan oleh bawaslu
 
Pertemuan 3 a lit dik
Pertemuan 3 a  lit dikPertemuan 3 a  lit dik
Pertemuan 3 a lit dik
 
UPAYA PAKSA
UPAYA PAKSAUPAYA PAKSA
UPAYA PAKSA
 
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PPPenegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
 
penyuluhan TPTKP.ppt
penyuluhan TPTKP.pptpenyuluhan TPTKP.ppt
penyuluhan TPTKP.ppt
 
Materi penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Materi penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakumMateri penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
Materi penanganan tkp untuk peningkatan kapasitas polhut gakum
 
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
 
MATERI TPTKP.pptx
MATERI TPTKP.pptxMATERI TPTKP.pptx
MATERI TPTKP.pptx
 
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANGProses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG
 
PPT Pemidanaan Jual Beli Hewan Terlarang.pptx
PPT Pemidanaan Jual Beli Hewan Terlarang.pptxPPT Pemidanaan Jual Beli Hewan Terlarang.pptx
PPT Pemidanaan Jual Beli Hewan Terlarang.pptx
 
HUKUM ACARA PIDANA.ppt
HUKUM ACARA PIDANA.pptHUKUM ACARA PIDANA.ppt
HUKUM ACARA PIDANA.ppt
 
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak PidanaPerka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
 
KUHAP.ppt
KUHAP.pptKUHAP.ppt
KUHAP.ppt
 
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
 
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin jaPedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
 
LIDIK SIDIK.ppt
LIDIK SIDIK.pptLIDIK SIDIK.ppt
LIDIK SIDIK.ppt
 
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
 
Dasar hukum rupbasan
Dasar hukum rupbasanDasar hukum rupbasan
Dasar hukum rupbasan
 
Basanbaran3
Basanbaran3Basanbaran3
Basanbaran3
 

More from Sudirman Sultan

Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfTesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSudirman Sultan
 
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSkripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdfBahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdfBahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdfBahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdfSudirman Sultan
 
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfLampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfSudirman Sultan
 
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfBAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdfBahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdfSudirman Sultan
 
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfBahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfSudirman Sultan
 
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3Sudirman Sultan
 
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 0109 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01Sudirman Sultan
 
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 0106 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01Sudirman Sultan
 
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjaiStrategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjaiSudirman Sultan
 
Remunerasi akankah meningkatkan Kinerja
Remunerasi akankah meningkatkan Kinerja Remunerasi akankah meningkatkan Kinerja
Remunerasi akankah meningkatkan Kinerja Sudirman Sultan
 
Pembentukan SPORC, antara harapan dan kenyataan
Pembentukan SPORC, antara harapan dan kenyataanPembentukan SPORC, antara harapan dan kenyataan
Pembentukan SPORC, antara harapan dan kenyataanSudirman Sultan
 
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSudirman Sultan
 
Modul diklat pemberkasan perkara bagi polhut
Modul diklat pemberkasan perkara bagi polhutModul diklat pemberkasan perkara bagi polhut
Modul diklat pemberkasan perkara bagi polhutSudirman Sultan
 
Sosialisasi pendaftaran Uji Kompetensi
Sosialisasi pendaftaran Uji Kompetensi Sosialisasi pendaftaran Uji Kompetensi
Sosialisasi pendaftaran Uji Kompetensi Sudirman Sultan
 

More from Sudirman Sultan (18)

Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfTesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Tesis Strategi Penanggulangan Gangguan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
 
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdfSkripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
Skripsi Peran Polhut Terhadap Pengamanan Hutan di Kabupaten Sinjai.pdf
 
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdfBahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
Bahan Ajar Pengenalan Jabatan ASN.pdf
 
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdfBahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
Bahan Ajar Teknik Pendokumentasian Tindak Pidana Kehutanan.pdf
 
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdfBahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
Bahan Ajar Tugas dan Standar Kompetensi JF Polhut.pdf
 
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfLampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
Lampiran Bahan Ajar Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
 
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdfBAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
BAHAN AJAR Administrasi Pelaporan Kegiatan Linpamhut.pdf
 
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdfBahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
Bahan Ajar Cara Praktis Persiapan Uji Kompetensi.pdf
 
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdfBahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
Bahan Ajar Penatusahaan Pemanfaatan TSL.pdf
 
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
PANDUAN APLIKASI SMART 6.2.3
 
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 0109 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
09 bahan ajar tindakan pertama tkp kehutanan 01
 
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 0106 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
06 bahan ajar teknik pengamanan hutan 01
 
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjaiStrategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
Strategi penanggulangan gangguan hutan di kab sinjai
 
Remunerasi akankah meningkatkan Kinerja
Remunerasi akankah meningkatkan Kinerja Remunerasi akankah meningkatkan Kinerja
Remunerasi akankah meningkatkan Kinerja
 
Pembentukan SPORC, antara harapan dan kenyataan
Pembentukan SPORC, antara harapan dan kenyataanPembentukan SPORC, antara harapan dan kenyataan
Pembentukan SPORC, antara harapan dan kenyataan
 
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKATSISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
SISTEM PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN BERBASIS MASYARAKAT
 
Modul diklat pemberkasan perkara bagi polhut
Modul diklat pemberkasan perkara bagi polhutModul diklat pemberkasan perkara bagi polhut
Modul diklat pemberkasan perkara bagi polhut
 
Sosialisasi pendaftaran Uji Kompetensi
Sosialisasi pendaftaran Uji Kompetensi Sosialisasi pendaftaran Uji Kompetensi
Sosialisasi pendaftaran Uji Kompetensi
 

Recently uploaded

BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxendang nainggolan
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaYogaJanuarR
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
pengantar    Kapita selekta hukum bisnispengantar    Kapita selekta hukum bisnis
pengantar Kapita selekta hukum bisnisilhamsumartoputra
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)ErhaSyam
 

Recently uploaded (11)

BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
pengantar    Kapita selekta hukum bisnispengantar    Kapita selekta hukum bisnis
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
 

Tips Penanganan Tipihut

  • 1. 0 BAHAN AJAR PENANGANAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN Pada DIKLAT PENYEGARAN POLHUT POLA 30 JPL KERJASAMA DINAS PROV. PAPUA BARAT Oleh : SUDIRMAN SULTAN, SP., MP. MILU ARMAN LABAHI, SP., M.A.P KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI DIKLAT LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MAKASSAR MAKASSAR 2018
  • 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana kehutanan di Indonesia di dominasi oleh kasus illegal logging, perambahan, perdagangan tumbuhan dan satwa liar, penambangan liar dan kebakaran hutan. Dalam rencana kerja Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Tahun 2018, terdapat beberapa hambatan dalam penegakan hukum antara lain : tumpeng tindih dalam kebijakan, beberapa putusan tidak dapat dieksekusi, minimnya daya tanggap penegak hukum, kesulitan dalam pembuktian, lokasi sulit dijangkau, biaya penanganan kasus tinggi, serta tenaga ahli dan saksi di pengadilan terbatas. Penanganan tindak pidana kehutanan dilakukan oleh Polhut/PPNS Kehutanan guna mencarai dan mengumpulkan bukti agar suatu tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang dan jelas, serta dapat menemukan dan menentukan siapa pelakunya. Salah satu penanganan tipihut yang berperan penting dalam penegakan hukum adalah penanganan pertama Tipihut, dimana penanganan ini merupakan langkah pertama dalam penanganan tipihut di Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang biasa dikenal dengan istilah Tindakan Pertama di TKP (TP-TKP). Oleh karena penanganan pertama Tipihut merupakan langkah hukum yang sangat menentukan proses penindakan berikutnya, maka seorang Polhut harus memiliki kemampuan dan penguasaan teknik dan taktik dalam pelaksanaan penanganan pertama Tipihut. Pelaksanaan penanganan pertama TKP dengan baik dan benar oleh Polhut, akan mempermudah pelaksanaan proses penyidikan. B. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu : 1. Menjelaskan penyidikan tindak pidana kehutanan. 2. Menjelaskan teknik wawancara investigatif. 3. Menjelaskan teknik pengamanan barang bukti. 4. Menjelaskan teknik pengamanan tempat kejadian perkara. 5. Menjelaskan teknik pengamanan tersangka.
  • 3. 2 BAB II PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN A. Pengertian dan Kewenangan Penyidikan Pasal 1 butir (2) Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti guna membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya”. Dengan demikian penyidikan baru dapat dilaksanakan oleh penyidik apabila telah terjadi suatu tindak pidana. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang- undang untuk melakukan penyidikan yang disebut dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), (Pasal 109 butir (1) KUHAP). Untuk dapat menentukan suatu peristiwa yang terjadi termasuk suatu tindak pidana, maka diperlukan kemampuan penyidik mengidentifikasi suatu peristiwa sebagai tindak pidana dengan berdasarkan pada pengetahuan hukum pidana mutlak diperlukan. Kewenangan PPNS Kehutanan dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana bidang kehutanan disebutkan dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu bahwa PPNS berwenang untuk : 1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; 2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; 3. Memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; 4. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • 4. 3 5. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; 6. Menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan KUHAP; 7. Membuat dan menandatangani berita acara; 8. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. Kewenangan PPNS Kehutanan dalam melaksanakan pendidikan tindak pidana bidang KSDAHE disebutkan dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE, yaitu : 1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 3. Memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan suaka alam dan Kawasan Pelestarian Alam; 4. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 5. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 6. Membuat dan menandatangani berita acara; 7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Sedangkan kewenangan PPNS Kehutanan dalam pasal 30 Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan, dijelaskan tentang kewenangan PPNS, yaitu; 1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana perusakan hutan;
  • 5. 4 2. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana perusakan hutan; 3. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak perusakan hutan; 4. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana perusakan hutan; 5. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana perusakan hutan; 6. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; 7. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana perusakan hutan; 8. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat bukti tentang adanya tindakan perusakan hutan; 9. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 10. membuat dan menandatangani berita acara dan surat-surat lain yang menyangkut penyidikan perkara perusakan hutan; dan 11. memotret dan/atau merekam melalui alat potret dan/atau alat perekam terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. B. Tahapan Proses Penyidikan Penyidikan tindak pidana dilaksanakan setelah diketahui bahwa sesuatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana. Suatu peristiwa dan atau tindak pidana dapat diketahui melalui : 1. Laporan, laporan diterima dari seseorang baik tertulis maupun lisan dicatat oleh penyidik/penyidik pembantu/penyelidik kemudian dituangkan dalam Laporan Kejadian yang ditandatangani oleh pelapor dan penyidik/penyidik pembantu/penyelidik. Setelah selesai penerimaan laporan, kepada pelapor diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan.
  • 6. 5 2. Pengaduan, Pengaduan bisa dilakukan baik secara lisan atau tertulis kepada penyidik disertai permintaan untuk menindak menurut hukum terhadap seorang yang melakukan tindak pidana aduan (delik aduan relatif) dari pihak yang dirugikan . 3. Tertangkap tangan, a) dalam hal tertangkap tangan, setiap petugas Polhut, tanpa surat perintah tugas, dapat melakukan tindakan penangkapan, penggeledahan, penyitaan dan melakukan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab. kemudian segera melakukan tindakan pertama di Tempat Kejadian Perkara dan setelah itu memberitahukan dan atau menyerahkan tersangka beserta atau tanpa barang bukti kepada penyidik atau kepada Polri yang berwenang melakukan penanganan selanjutnya. b) Penyidik Kehutanan apabila menerima penyerahan tersangka beserta atau tanpa barang bukti baik dari anggota Polhut maupun masyarakat, wajib : 1) membuat laporan kejadian, 2) mendatangani TKP dan melakukan tindakan yang diperlukan. 3) Membuat berita acara atas setiap tindakan yang dilakukan. Polisi Kehutanan yang didampingi oleh PPNS dapat menggunakan kewenangan pengawasan dan pengamatan untuk menemukan tindak pidana. Dalam hal tertentu dapat meminta bantuan kepada pihak Kepolisian untuk melakukan penyidikan. Secara umum, tahapan-tahapan dalam kegiatan penyidikan tindak pidana adalah : 1. Penyelidikan 2. Penindakan, yang terdiri dari kegiatan pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. 3. Pemeriksaan, yang meliputi pemeriksaan terhadap saksi, saksi ahli, dan terhadap tersangka. 4. Penyelesaian dan penyerahan Berkas Perkara, yang terdiri dari pembuatan resume, penyusunan berkas perkara, dan penyerahan berkas perkara.
  • 7. 6 BAB III WAWANCARA INVESTIGATIF A. Pengertian, Tujuan dan Prinsip Wawancara Investigatif. Wawancara investigatif (investigative interview) adalah proses tanya jawab secara terstruktur, dimana pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada seseorang yang mengetahui informasi/keterangan yang diperlukan guna mengungkap sebuah dugaan terjadinya suatu tindak pidana. Wawancara investigatif ini merupakan salah satu metode dalam mencari bukti bahwa telah terjadi tindak pidana. Wawancara investigatif pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh jawaban yang akurat dan handal atas beberapa pertanyaan 5 W + 1 H, yaitu : What (Apa), Who (siapa), When (kapan), Where (dimana), Why (mengapa), dan How (bagaimana). Dalam hal wawancara investigatif bertujuan juga untuk mengungkap dampak finansial yang terjadi, maka ditambahkan satu pertanyaan lagi yaitu How Much (berapa besar). Wawancara investigatif mengenal sejumlah prinsip yaitu : 1. Wawancara investigatif dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya dari seseorang dalam rangka menemukan kebenaran tentang peristiwa tindak pidana yang terjadi. 2. Pewawancara harus berlaku adil dalam situasi apapun pada setiap kasus ketika mewawancarai seseorang. Untuk mewawancarai seseorang yang rentan seperti sudah lanjut usia, memiliki penyakit tertentu, dan sebagainya maka harus diperlakukan dengan pertimbangan tertentu. 3. Wawancara investigatif harus dilakukan dengan pikiran terbuka sehingga setiap informasi yang diperoleh dari seseorang harus selalu diuji dengan hal-hal yang telah diketahui sebelumnya atau yang secara logika bisa diterima. 4. Pada saat melakukan wawancara, pewawancara bebas untuk menanyakan pertanyaan untuk mencari kebenaran.
  • 8. 7 5. Pewawancara sebaiknya mengenali dampak positif dari pengakuan awal dalam konteks hukum acara pidana. Misal kemungkinan pengurangan hukuman karena pengakuan awal. 6. Pewawancara tidak harus menerima jawaban pertama yang diberikan oleh terwawancara dan pewawancara harus terus menggali informasi dari terwawancara. 7. Pada saat terwawancara memilih untuk diam dalam suatu wawancara, maka pewawancara tetap memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan. B. Langkah-Langkah Wawancara Investigatif. Salah satu metode wawancara investigatif yang banyak digunakan dalam proses investigasi adalah metode P.E.A.C.E. Metode ini merupakan singkatan dari langkah-langkah wawancara investigatif berikut ini : 1. P – Planning and Preparation Wawancara harus direncanakan dan dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Dalam tahap ini, yang dilakukan adalah : a. Penentuan maksud dan tujuan wawancara. Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan pernyataan yang akurat dan handal. Sedangkan tujuannya adalah memperoleh informasi/keterangan tentang suatu kejadian yang diinvestigasi. Oleh karena itu pemahaman tentang kasus yang diinvestigasi dan keterangan yang ingin diperoleh dan diklarifikasi dari terwawancara sangat penting direncanakan pada tahap ini. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu penyusunan maksud dan tujuan wawancara adalah :  Siapakah yang diwawancarai dan bagaimana urutannya ?  Mengapa terwawancara tersebut sangat diperlukan untuk diwawancarai ?  Informasi/keterangan apa yang ingin diperoleh dari terwawancara ?  Apakah terwawancara harus segera diwawancarai pada tahap awal atau akan lebih berguna apabila diwawancarai setelah informasi/bukti lainnya diperoleh.
  • 9. 8 b. Profiling terwawancara (Pengenalan awal) Pewawancara perlu memiliki pengetahuan umum tentang identitas (misal: umur, gender, agama, ras/suku, kondisi fisik, disabilitas, dan lain-lain) dan latar belakang terwawancara (misal: apakah pernah terlibat dalam kasus hukum). Bagi terwawancara yang usianya termasuk rentan, disabilitas dan faktor lainnya akan mempengaruhi persiapan seperti waktu dan tempat dalam melakukan wawancara. Informasi tentang terwawancara ini dapat diperoleh dari database internal korporasi, maupun sumber eksternal lainnya, misal: pencarian di internet, social media, berita, dan lain-lain. c. Penentuan Pewawancara. Pewawancara yang ditunjuk harus memiliki kompetensi yang memadai untuk melakukan wawancara dan mampu melakukan komunikasi secara baik dengan terwawancara. Bila memungkinkan, sebaiknya wawancara investigative dilakukan oleh dua orang pewawancara, yang masing-masing memiliki pengetahuan wawancara investigatif yang sesuai. Namun harus disepakati siapa yang akan menjadi pewawancara utama (leader) dan siapa yang akan menjadi pewawancara pendamping (sweeper) dengan mempertimbangkan kebutuhan wawancara mencakup kepribadian, jenis kelamin, pengetahuan sebelumnya (atau hubungan dengan terwawancara) atau pengetahuan khusus berkaitan dengan kasus yang diinvestigasi. Tugas utama pewawancara utama (leader) adalah melakukan wawancara, sedangkan tugas utama pewawancara pendamping (sweeper) adalah mencatat keterangan yang diberikan oleh terwawancara serta membantu pewawancara utama dalam proses wawancara jika diperlukan. d. Penentuan waktu yang tepat. Bila memungkinkan wawancara dilakukan pada kesempatan pertama untuk memaksimalkan hasil wawancara dan meminimalkan risiko ingatan terwawancara yang dapat memburuk atau terkontaminasi. Terwawancara diberi perkiraan waktu yang realistis untuk wawancara.
  • 10. 9 e. Penentuan dan persiapan tempat atau ruangan wawancara. Lokasi wawancara sebaiknya bebas dari gangguan dan dapat memastikan privasi wawancara, terutama ketika masalah yang berpotensi sensitif timbul. Untuk wawancara formal, ruang wawancara harus diperiksa secara fisik untuk memastikan ruangan bersih, rapi dan tetap sesuai untuk wawancara. f. Penyiapan sarana pendukung wawancara. Dilakukan pengecekan sarana pendukung wawancara, apakah dapat berfungsi dengan baik, misalnya: alat tulis, kertas, komputer, atau dapat berupa alat perekam dan pemutar ulang proses wawancara. g. Penyiapan administrasi wawancara. Administrasi wawancara seperti surat tugas, formulir dan dokumen administrasi lainnya yang perlu dipersiapkan harus tersedia. Tabel 1. Contoh Lembar Perencanaan dan Persiapan Wawancara Investigatif. Jadwal Permintaan Keterangan/Klarifikasi : Nama Kasus : No. Nama Terwawancara Hal-Hal yang dimintai Keterangan/ Klarifikasi Nama Pewawancara Waktu Tempat 2. E – Engage and Explain Wawancara harus dimulai dengan suatu pendekatan yang tepat. Pewawancara perlu secara aktif berinteraksi dengan terwawancara dan memberikan penjelasan tentang proses dan prosedur wawancara. Hubungan antara pewawancara dan terwawancara akan secara signifikan meningkat ketika terwawancara memiliki pemahaman penuh mengenai prosedur. Dalam tahap ini, pewawancara melakukan langkah-langkah untuk mengawali proses wawancara atau membuka percakapan kepada terwawancara sehingga pelaksanaan wawancara dapat berjalan dengan baik dan lancar, yang antara lain meliputi :  Perkenalan dan pendekatan awal kepada terwawancara.
  • 11. 10  Pemberian penjelasan tujuan dan maksud wawancara kepada terwawancara.  Pemberian penjelasan hak-hak terwawancara selama berlangsungnya proses wawancara termasuk prosedur (hukum) yang berlaku.  Pengisian formulir baku bagi terwawancara.  Pengamatan singkat atas profil terwawancara. 3. A – Account (Pernyataan) Tahap ini merupakan bagian utama dari wawancara investigatif. Pada prinsipnya pewawancara melaksanakan proses wawancara dengan menggunakan teknik-teknik wawancara tertentu yang disesuaikan dengan sikap dan perilaku dari terwawancara pada saat wawancara. Ada dua teknik yang dapat digunakan pewawancara, yakni:  Cognitive interview/free recall/ingatan bebas Metode cognitive interview/free recall digunakan untuk terwawancara yang kooperatif. Terwawancara diminta untuk mengingat kembali suatu kejadian tanpa disela (mengingat bebas). Kemudian diikuti dengan paling tidak sekali lagi mencoba mengingat bebas dengan arah atau perspektif yang berbeda. Hal yang terkait informasi yang diinginkan pewawancara digali lebih dalam.  Conversation management/manajemen percakapan Metode conversation management digunakan untuk terwawancara yang nonkooperatif. Pewawancara mengambil kendali lebih awal dan mengaturnya secara berbeda dengan terwawancara yang kooperatif. Biasanya menggunakan agenda pewawancara (investigator agenda) dan agenda terwawancara (suspect agenda). Bebapa hal yang perlu dikuasai pada tahap ini adalah gaya bertanya, keterampilan menyimak secara efektif, dan membuat catatan. 4. C – Closure (Penutup) Wawancara perlu ditutup dan diakhiri dengan sebaik-baiknya. Dalam tahap ini, pewawancara melakukan langkah-langkah untuk menutup atau menyelesaikan proses wawancara, yang antara lain meliputi:  Pengecekan kembali atas materi wawancara atau keterangan yang ingin diperoleh.
  • 12. 11  Konfirmasi ulang atas ketepatan dan kebenaran keterangan terwawancara.  Penyelesaian administrasi wawancara.  Penjelasan tentang dampak lanjutan wawancara kepada terwawancara.  Pengakhiran pertemuan dengan terwawancara. 5. E – Evaluation (Evaluasi) Hasil dan proses wawancara perlu dievaluasi dengan sebaik-baiknya. Dalam tahap ini, pewawancara melakukan evaluasi atau penilaian atas pelaksanaan wawancara yang telah berjalan, yang antara lain meliputi:  Evaluasi atas pencapaian tujuan wawancara.  Penentuan rencana investigasi selanjutnya.  Evaluasi atau penilaian atas terwawancara.  Evaluasi atau penilaian atas pewawancara.  Penulisan resume hasil wawancara.
  • 13. 12 BAB IV TEKNIK PENGAMANAN BARANG BUKTI A. Pengertian dan Peran Barang Bukti. Dalam Pasal 1 ayat (5) Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan Perkapolri Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa”Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.26/Menlhk/Setjen/ Kum.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan dinyatakan bahwa : ”Barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan adalah segala benda yang patut diduga bersangkut paut dengan suatu tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan yang ditemukan di tempat kejadian perkara maupun ditempat lainnya. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu : a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; c. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana; d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti.
  • 14. 13 B. Cara Pengamanan Barang Bukti Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.26/Menlhk/Setjen/ Kum.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan bahwa pengamanan barang bukti diperlukan untuk menjamin keutuhan barang bukti. Pengamanan barang bukti dilakukan dengan cara : 1. Pengawalan Pengawalan dilakukan pada saat pengangkutan barang bukti oleh Polhut dan dalam keadaan tertentu dapat meminta bantuan TNI/Polri. Setiap kegiatan pengawalan wajib disertai Surat Perintah Tugas yang sekurang-kurangnya memuat : pejabat yang memerintahkan; nama petugas; dan asal dan tujuan pengawalan. Dalam keadaan tertentu dan mendesak, pengangutan barang bukti dapat dilakukan tanpa disertai Surat Perintah Tugas. Penganggutan barang bukti setelah sampai di tempat tujuan wajib segera melaporkan kepada Kepala Unit Kerja untuk diterbitkan Surat Perintah Kerja. 2. Penjagaan Penjagaan dilakukan oleh Polhut dan atau petugas yang menangani Tipihut terhadap barang bukti di tempat dimana barang bukti ditemukan, pada saat identifikasi dan di tempat penyimpanan. Setiap kegiatan penjagaan wajib disertai Surat Perintah Tugas yang sekurang-kurangnya memuat: pejabat yang memerintahkan; nama petugas jaga; jenis, jumlah dan ukuran barang bukti; dan lokasi/tempat penjagaan; Petugas jaga sekurang-kurangnya 2 orang. Penjagaan dilakukan secara bergantian, dimana setiap pergantian petugas jaga wajib dibuatkan berita acara serah terimayang memuat sekurang-kurangnya: identitas petugas lama; identitas petugas baru; jenis, jumlah dan ukuran barang bukti; dan waktu serah terima jaga. 3. Perlakuan Perlakuan dilakukan dalam proses pengambilan barang bukti berupa limbah, B3, dan limbah B3. Perlakuan harus memenuhi prosedur dan tata cara
  • 15. 14 pengambilan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses pengambilan barang bukti tersebut harus diketahui oleh pemilik limbah dan/atau perwakilan perusahaan dan disaksikan oleh kepala desa setempat. 4. Pembungkusan. Pembungkusan dilakukan untuk menjaga keutuhan dan keselamatan barang bukti dan atau karena sifatnya mudah rusak. Untuk kepentingan pelabelan, maka barang bukti sebelum dibungkus dilakukan pencatatan: jenis, jumlah dan ukuran; ciri/tanda khusus; dan tersangka dan/atau pasal yang disangkakan. Barang bukti yang telah dibungkus diberilak dan cap serta ditanda tangani oleh penyidik. Terhadap barang bukti yang tidak mungkin dibungkus wajib beri pelindung dan penyidik memberi catatan diatas label bahwa barang bukti tidak dapat dibungkus. Setiap kegiatan pembungkusan dan pembukaan pembungkusan barang bukti wajib dibuatkan berita acara yang memuat sekurang-kurangnya : waktu dan tempat; jenis, jumlah dan ukuran barang bukti; ciri-ciri/tanda barang bukti; asal barang bukti; identitas yang melakukan pembungkusan atau pembukaan pembungkusan; dan saksi sekurang-kurangnya 2 (dua) orang. 5. Penyegelan Penyegelan dilakukan terhadap semua jenis barang bukti. Penyegelan dilakukan sesuai dengan kondisi barang bukti. Penyegelan terhadap barang bukti dilakukan dengan cara: menempelkan kertas segel; memasang garis PPNS; memasang papan pengumuman segel; atau memberi tanda lain yang memungkinkan dalam pengamanan barang bukti. Setiap kegiatan penyegelan atau pembukaan segel barang bukti wajib dibuatkan berita acara yang memuat sekurang-kurangnya : waktu dan tempat; jenis, jumlah dan ukuran barang bukti; ciri-ciri/tanda barang bukti; instansi yang melakukan penyegelan atau pembukaan segel; tujuan penyegelan atau pembukaan segel; dan saksi sekurang-kurangnya 2 (dua) orang.
  • 16. 15 BAB V TEKNIK PENGAMANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA A. Tempat Kejadian Perkara (TKP) Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah suatu tempat penemuan barang bukti atau tempat terjadinya tindak pidana atau kecurigaan suatu tindak pidana, merupakan suatu persaksian. Pengertian tempat kejadian perkara di dalam petunjuk lapangan No. Pol: Skep/1205/IX/2000 tentang Penanganan Tempat Kejadian Perkara terbagi menjadi 2 (dua) yakni: 1. Tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi atau akibat yang ditimbulkannya. 2. Tempat-tempat lain yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dimana barang-barang bukti,tersangka atau korban dapat ditemukan. Menurut pasal 1 ayat (19) PERKAP POLRI Nomor 6 Tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri sipil yaitu : ” Tempat Kejadian Perkara adalah yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi dan tempat-tempat lain, dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan. Hal tersebut sebagaimana tercantum juga pada asal 1 ayat (19) PERKAP POLRI Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Berdasarkan pengertian ”Tempat Kejadian Perkara” tersebut diatas, jelaslah bahwa secara umum setiap tempat dimana telah terjadi tindak pidana harus dianggap sebagai TKP. TKP merupakan bagian pokok dari pangkal pengungkapan perkara pidana pada saat terjadi peristiwa pidana karena ditempat kejadian perkara dapat ditemukan interaksi antara pelaku kejahatan (tersangka) alat bukti yang digunakan dan saksi/korban kejahatan. TKP merupakan salah satu sumber keterangan yang penting dan bukti-bukti yang dapat menunjukkan/membuktikan adanya hubungan antara korban, pelaku, barang bukti dan TKP itu sendiri. Dari hubungan tersebut diusahakan untuk dapat mengungkapkan pokok-pokok masalah sebagai berikut :
  • 17. 16 1. Benarkah tindak pidana telah terjadi ? Tindak pidana apa ? 2. Bagaimana tindak pidana dilakukan ? 3. Siapa yang melakukan tindak pidana itu ? 4. Dengan apa itu dilakukan ? 5. Mengapa tindak pidana itu dilakukan ? 6. Dimana dilakukan ? 7. Bilamana dilakukan ? TKP biasa juga disebut locus delicti. Dalam menentukan locus delicti , perlu diperhatikan teori berikut ini : 1. Teori perbuatan materiil (perbuatan jasmaniah) adalah penentuan tempat terjadinya tindak pidana ditentukan oleh perbuatan badan dari pelaku yang dilakukan untuk mewujudkan tindak pidana itu. 2. Teori instrumen (alat) adalah penentuan tempat terjadinya tindak pidana berdasarkan dimana bekerjanya alat yang digunakan oleh pembuat. Alat dalam hal ini dapat berupa benda atau orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. 3. Teori akibat adalah penentuan tempat terjadinya tindak pidana berdasarkan dari akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana. B. Langkah-Langkah Pengamanan TKP Pada saat mendatangi TKP, kemudian melakukan penanganan TKP, mengamankan barang bukti, mengumpulkan fakta dan petunjuk, maka petugas sudah secara otomatis menyusun hipotesa/dugaan yang mengarah kepada siapa pelakunya dan bagaimana cara perbuatan itu dilakukan. Untuk itu pengamanan TKP harus dilakukan dengan baik untuk menjaga agar TKP tidak rusak atau berubah. Mengapa demikian? Ada dua alasan, pertama karena TKP merupakan gudangnya bahan bukti yang menghubungkan dengan pelaku, dan kedua jika TKP rusak maka tidak dapat dikembalikan pada kondisi awal/ kondisi semula. Maka dapatlah disimpulkan bahwa status quo TKP dapat menjadi titik awal (starting point) pembuktian secara ilmiah dalam proses penyidikan perkara pidana.
  • 18. 17 Pengamanan TKP ini bertujuan untuk memastikan bahwa area tersebut dibawah pengawasan dan pengendalian penuh tim penanganan TKP. Hal ini dilakukan dengan cara : 1. Segera menutup dan mengamankan TKP (mempertahankan status quo) dengan membuat batas di TKP dengan tali atau alat lain, dimulai dari jalur yang diperkirakan merupakan arah masuknya pelaku, melingkar kesekitar tempat yang diperkirakan akan didapatkan barang bukti, kemudian ke jalan yang diperkirakan merupakan arah keluarnya pelaku meninggalkan TKP dan memberikan tanda arah keluar masuknya pelaku 2. memerintahkan orang yang berada di TKP pada saat terjadi tindak pidana untuk tidak meninggalkan TKP, 3. melarang setiap orang yang tidak berkepentingan masuk ke TKP yang sudah diberi batas, 4. berusaha menangkap pelaku yang diperkirakan masih berada di TKP, 5. Meminta bantuan kepada aparat setempat seperti ketua RT/RW dalam melakukan pengamanan TKP. 6. Minta partisipasi warga untuk mengamankan kerumunan massa, dan tidak menambah atau mengurangi barang bukti yang ada di TKP. 7. Buatlah tanda di TKP seperti tanda bekas sidik jari atau kaki. 8. Memisahkan satu sama lain orang-orang yang ada di TKP dan melarang satu sama lain membicarakan perkara yang baru saja terjadi dengan maksud agar tidak saling mempengaruhi, sehingga menyulitkan dalam mendapatkan keterangan yang obyektif. 9. Mencari dan mengumpulkan saksi-saksi serta mencari identitasnya 10. Amankan semua barang bukti dan Jangan sekali-kali menambah/mengurangi barang bukti yang ada di TKP. 11. Membuat sketsa kasar dan catatan kejadian sebagai bahan laporan kejadian.
  • 19. 18 BAB VI TEKNIK PENGAMANAN TERSANGKA A. Pengertian Tersangka Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Ini berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1 angka 14 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014 menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Alat Bukti yang sah menurut ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, adalah : 1. keterangan saksi, 2. keterangan ahli, 3. surat, 4. petunjuk, dan 5. keterangan terdakwa. Sedangkan dalam Pasal 37 Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, selain kelima alat bukti tersebut ditambahkan lagi tiga alat bukti yang sah yaitu : 1. informasi elektronik : informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. 2. dokumen elektronik : data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, berupa : a. tulisan, suara atau gambar b. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, dan/atau c. huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. 3. peta.
  • 20. 19 B. Langkah-Langkah Pengamanan Tersangka Pengamanan terhadap tersangka yang diduga melakukan tindak pidana kehutanan saat mendatangi TKP dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Tangkap/borgol tersangka bila masih berada di TKP, jangan biarkan ada waktu bagi pelaku untuk memikirkan rencana melawan balik atau melarikan diri. 2. Amankan barang-barang pelaku dengan melakukan penggeledahan badan untuk memastikan apakah pelaku membawa senjata. Setiap pelaku yang membawa senjata harus segera diperlakukan sebagai pelaku yang berbahaya. 3. Apabila pelaku lebih dari satu orang, pastikan posisi mereka terpisah dan tidak saling berhadapan. 4. Catat identitas tersangka seperti nama, umur, alamat dan lain-lain dan konfrontasikan dengan pelaku yang lain jika ada. 5. Cegah jangan sampai pelaku menghapus bekas/menghilangkan bukti-bukti yang ada di TKP. 6. Apabila pelaku tidak ditemukan di TKP, adakan pencarian singkat kalau diperkirakan pelaku masih berada disekitar TKP. Pengamanan tersangka dapat dilakukan dengan taktik pelumpuhan dan penyerbuan. Taktik pelumpuhan ada dua jenis yaitu pelumpuhan spontan dan pelumpuhan terencana. Pelumpuhan spontan adalah pengamanan pelaku dilakukan ketika tim patroli menemukan pelaku sedang melakukan tindak pidana kehutanan, dan saat itu juga ketua tim memutuskan untuk menangkap pelaku. Sedangkan pelumpuhan terencana adalah pengamanan pelaku yang direncanakan berdasarkan hasil analisa bahan keterengan yang dikumpulkan oleh tim intelijen. Pelumpuhan terencana ini membutuhkan latihan menyeluruh, simulasi terus menerus serta koordinasi seluruh anggota tim yang terlibat. Prosedur pelumpuhan tersangka adalah : 1. Ketua tim memerintahkan anggotanya untuk menyebar dalam formasi shaf dan secara diam-diam maju kedepan. 2. Pada sampai pada titik serbu (disertai aba-aba “jangan bergerak”), tim menyerbu camp dan mengejutkan para pelaku tindak pidana.
  • 21. 20 3. Polhut yang paling dekat dengan pelaku tindak pidana akan melakukan penangkapan terhadap pelaku, sementara anggota tim lainnya menyapu dan menyisir area TKP serta mengejar pelaku tindak pidana yang melarikan diri. 4. Pada saat sampai pada jarak tertentu dalam melakukan penyisiran area TKP, anggota tim akan berteriak “AMAN”, dan disambut dengan perintah ketua tim “MERAPAT”. 5. Pada saat tim sudah merapat, anggota tim yang tidak bertugas menjaga pelaku akan bergerak melaksanakan tugas yang sudah ditentukan sebelumnya oleh ketua Tim. Hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh ketua tim dalam menganalisa situasi adalah : 1. Jumlah pelaku tindak pidana kehutanan dibandingkan dengan anggota timnya. Panduan dasarnya adalah 2 : 1 (dua Polhut dan 1 pelaku tipihut). Jadi berdasarkan teori ini, apabila anggota tim ada 5 (lima) orang, maka seharusnya tidak mencoba untuk melakukan pelumpuhan terhadap lebih dari tiga orang pelaku bersenjata. 2. Apakah pelaku bersenjata atau tidak ? Contoh senjata yaitu parang, pisau atau senjata api. 3. Reaksi pelaku ketika melihat tim patrol, apakah melarikan diri ? Apakah mereka akan menembak Polhut atau akan menyerahkan diri ? 4. Apakah area TKP berada ditanah terbuka? Apakah ada vegetasi yang memungkinkan untuk persembunyian ? Atau apakah lebih baik mendekati TKP dengan arah yang lain ? 5. Dengan analisa diatas, ketua tim dapat menyusun rencana secara cepat dan memberitahukan lewat isyarat lapangan tanpa suara atau membisikkan ke setiap anggota tim.
  • 22. 21 DAFTAR PUSTAKA Muhktar A. Ahmadi, dkk., 2012. Patroli Pengamanan Kawasan Hutan, Panduan Pelaksanaan Kegiatan Polhut. Freeland Foundation, Jakarta. Sudirman S. dan Arman L., 2015. Proses Pemberkasan, Modul Diklat Pemberkasan Perkara Bagi Polhut. Balai Diklat Kehutanan, Makassar. Sudirman S. dan Arman, 2015. Pengolahan Tempat Kejadian Perkara. Modul Diklat Teknik Penanganan Tempat Kejadian Perkara. Balai Diklat Kehutanan Makassar, Makassar. Susanti, Dwi Siswa, 2017. Wawancara Investigatif, Modul Integritas Bisnis Cetakan-II. Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyakarat, Jakarta. Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemya. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.26/Menlhk/Setjen/ Kum.1/4/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri sipil Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.