SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
Gambar 1. Retinopati diabetik
KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
Muhammad Sobri Maulana
Komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi
komplikasi vaskular dan non vaskular. Komplikasi
vaskular dibagi lagi menjadi makrovaskular dan
mikrovaskular. Komplikasi mikrovsakular seperti
retinopati, neuropati, dan nefropati. Sedangkan
komplikasi makrovaskular seperti penyakit arteri
koroner, penyakit arteri periperal dan penyakit
sereberovaskular.
Retinopati Diabetik
Pendahuluan
Salah satu komplikasi DM adalah retinopati diabetik.
Pada kondisi ini pasien biasanya mengalami kebutaan.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada usia 20-74 tahun.
Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan dibandingkan dengan
nondiabetes. Ketika diabetes tipe 1 ditegakkan
retinopati diabetik hanya ditemukan pada kurang dari
5% pasien. Namun setelah 10 tahun prevalensi
meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun
prevalensi menjadi lebih dari 90%.
Patogenesis
Ada tiga proses biokimiawi yang dianggap sebagai faktor risiko utama terjadinya retinopati
diabetik yaitu jalur poliol, glikasi nonenzimatik dan pembentukan proein kinase C. Pada jalur
poliol, hiperglikemia yang lama dapat menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi dari
poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol. Produksi ini dapat masuk ke dalam jaringan termasuk lensa
dan saraf optik. Senyawa poliol ini tidak dapat melewati membran basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Penimbunan senyawa poliol itu selanjutnya
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.
Proses biokimiawi selanjutnya adalah jalur glikasi nonenzimatik. Kondisi hiperglikemia dapat
menyebabkan glikasi nonezimatik pada protein dan asam deoksiribonukleat (DNA). Kejadian ini
dapat menghambat aktivitas enzim dan kebutuhan DNA. Protein yang mengalami glikasi dapat
membentuk radikal bebas yang selanjutnya menyebabkan kerusakan sel.
Mekanisme biokimiawi yang terakhir adalah protein kinase C. Pasien DM cenderung untuk
memiliki kondisi hiperglikemia. Kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan aktivitas
protein kinase C di retina dan sel endotel. Hal ini kemudian mempengaruhi permeabilitas vaskuler,
kontraktilitas, sintesis membran basalis, dan proliferasi sel vaskuler.
Patofisiologi
Dalam menjaga kesehatan dan aktivitas metabolisme, reitna sangat bergantung pada pembuluh
kapiler retina. Di retina, pembuluh kapiler menyebar hampir ke seluruh permukaan retina.
Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.
Dinding kapiler retina terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membran basalis,
dan sel endotel. Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barier dan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel memiliki ikatan
dengan satu sama lain dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barier yang
bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil.
Pada retinopati diabetik perubahan histopatologi yang terjadi berupa penebalan membran basalis
dan hilangnya perisit dan proliferasi endotel. Patofisiologi terjadinya retinipati diabetik dapat
dijelaskan dengan beberapa proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu pembentukan
mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, penyumbatan pembuluh darah,
proliferasi pembuluh darah dan jaringan fibrosa di retina, dan kontraksi jaringan fibrosis di retina.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi dapat menyebabkan iskemia retina .
Setelah itu pasien dapat mengalami kebutaan. Kebutaan dapat terjadi dengan beberapa
mekanisme seperti edema makula atau nonperfusi kapiler, pembentukan pembuluh darah baru
pada retinopati diabetik proliferatif dan kontraksi jaringan fibrosis yang dapat menyebabkan
ablasio retina, selanjutnya pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan pendarahan
preretina dan vitrous. pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.
Klasifikasi
Retinopati diabetik dapat dibagi menjadi dua yaitu: nonprolifertaif dan proliferatif. Retinopati
nonproliferatif biasanya muncul pada akhir dekade pertama atau awal dekade kedua pasien
terkena DM. Bentuk ini merupakan kelainan yang sering ditemukan dan tanpa gejala. Stadium ini
sulit dideteksi jika hanya menggunakan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun tidak
langsung. Cara yang paling baik digunakan adalah foto fundus dan fundal fluorescein angiography
(FFA). Saat melakukan pemeriksaan itu hal yang dapat diamati adalah adanya mikroaneurisma
pada kapiler retina. Mikroaneurisma tampak berupa bintik merah dengan diameter antara 15-60
im dan sering kelihatan pada bagian posterior. Terjadinya mikroaneurisma diduga berhubungan
dengan faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel, kelemahan dinding kapiler akibat
berkurangnya sel perisit, serta meningkatnya tekanan intraluminal.
Kelainan morfologi lain yang dapat terlihat adalah penebalan membran membran basalis,
perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagai bercak kuning. Perdarahan dapat terjadi
karena adanya kebocoran eritrosit. Eksudat terjadi karena adanya kebocoran dan deposisi
lipoprotein plasma sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.
Selain retinopati diabetik nonproliferatif dapat juga terjadi retinopati diabetik proliferatif.
Retinopati diabetik proliferatif ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru. Pembuluh
darah tersebut hanya berisi satu lapis endotel tanpa sel perisit dan membran basalis sehingga
bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat
berbahaya karena dapat tumbuh meluas keluar retina sampai ke vitreus. Akibatnya dapat
meninmbulkan kebutaan.
Jika terjadi perdarahan transmisi cahaya yang masuk ke dalam vitreus terhalangi dan
menimbulkan penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, dan hitam. Apabila perdarahan
berlangsung terus menerus dapat menimbulkan fibrosis atau sikatriks pada retina. Kondisi ini
dapat menyebabkan ablasio retina yaitu retina tertarik sampai terlepas. Hal ini terjadi karena
retina hanya terdiri dari beberapa lapis sel saja dan tidak dapat menahan tekanan dari sikatriks
yang terbentuk.
Selain itu pembuluh darah baru juga dapat menimbulkan stroma dari iris kemudian bersama
dengan jaringan fibrosis dapat meluas sampai ke sudut dari chamber anterior. Keadaan tersebut
dapat menimbulkan glaukoma neovaskuler yang ditandai dengan meningkatnya tekanan
intraokuler.
Pencegahan dan pengobatan
Pencegahan merupakan hal yang palng disarankan untuk dilakukan. Namun jika sudah terkena
maka harus dilakukan pengobatan. Prinsip pengobatan yang dapat dilakukan adalah mencegah
terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan yang dilakukan saat ini ada
beberapa yaitu kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah, ablasi kelenjar hipofisis melalui
pembedahan atau radiasi, koagulasi sinar dengan laser, dan virektomi untuk perdarahan vitreus
atau ablasio retina.
Pada waktu diagnosis DM ditegakkan pasien perlu untuk melakukan pemeriksaan minimal setiap
tahun. Hal ini karena pasien tanpa retinopati pada awal diagnosis DM ditegakkan memiliki
presentasi 5%-10% akan mengalami retinopati setelah 1 tahun. Selain itu perlu juga untuk
melakukan kontrol glukosa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahwa pasien dengan
glukosa terkontrol memiliki penurunan risiko terkena retinopati diabetik sebesar 76%. Demikian
juga pada pasien yang sudah terkena retinopati kontrol glukosa dapat mencegah perburukan
glukosa sebesar 54%.
Selain kontrol glukosa perlu juga dilakukan kontrol hipertensi. Berbagai studi menunjukkan bahwa
kelompok pasien dengan kontrol tekanan darah secara ketat mengalami penurunan progresifitas
retinopati sebesar 34%. Selain itu dapat juga dilakukan fotokoagulasi. Penelitian yang dilakukan
oleh National Institutes of Health di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pengobatan dengan
sinar laser sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula.
Kemudian dapat juga dilakukan vitrektomi. Indikasi untuk dilakukan nya vitrektomi adalah
retinopati diabetik proliferatif berat, perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.
Sedangkan proliferatif retinopati diabetik biasanya berkembang dari nonproliferatif retinopati
diabetik. Proliferatif retinopati merupakan suatu neovaskularisasi dan fibrosis. Lesi ini bisa
menimbulkan akibat yang serius seperti kebutaan terutama jika mengenai makula. Selain itu dapat
juga terjadi perdarahan pada vitrous akibat ruptur kapiler yang baru terbentuk.
Nefropati diabetik
Pendahuluan
Nefropati diabetik merupakan sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan
albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan
dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Di Amerika dan Eropa nefropati diabetik merupakan
penyebab utama gagal ginjal terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus
tipe 1 dan 2 sebanding, tapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1.
Klasifikasi
Tahap Kondisi Ginjal AER LFG TD Prognosis
1
Hipertrofi
Hiperfungsi
N ↑ N Reversibel
2 Kelainan struktur N ↑ ↑/N Mungkin reversibel
3
Mikroalbuminuria
persisten
20-200 mg/men ↑/N ↑ Mungkin reversibel
4
Makroalbuminuria
proteinuria
>200 mg/men Rendah Hipertensi Mungkin bisa stabilisasi
5 Uremia Tinggi/rendah <10 ml/menit Hipertensi Kesintasan 2 tahun+50%
*AER: albumin exretion rate, LFG: Laju filtrasi glomerulus, TD: tekanan darah, N: Normal
Mikroalbuminuria
Mikroalbuminuria didefenisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg perhari dan dianggap
sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetik. Berikut tabel laju ekskresi albumin
urin.
Kondisi Laju ekskresi albumin urin Perbandingan albumin
urin –kreatinin24 jam (mg/hari) Sewaktu (µg/menit)
Normoalbuminuria <30 <20 <30
Mikroalbuminuria 30-300 20-200 30-300
Makroalbuminuria >300 >200 >300
Namun, yang perlu diperhatikan adalah ada banyak hal yang dapat menyebabkan
mikroalbuminuria di samping diabetes. Contohnya: tekanan darah tinggi, umur lanjut, stress,
infeksi sistemik atau saluran kemih, dan lain-lain. Diagnosis dapat ditegakkan jika 2 dari 3
pemeriksaan berturut-turut dalam 3 bulan menunjukkan adanya mikroalbuminuira.
Patofisiologi
Mekanisme terjadi nefropati diabetik disebabkan oleh hiperfiltrasi. Kondisi hiperglikemia dapat
menyebabkan peningkatan rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi
TGF-β. Hal ini diperantarai oleh aktivasi protein kinase C dan glikasi advanced glycation end
product (AGEs) yang irreversibel. Mekanismenya mirip dengan mekanisme pada komplikasi
retinopati diabetik.
Patologi
Nefropati diabetik juga merupakan salah satu komplikasi tersering pada penderita diabetes
melitus. Pada kondisi ini ditemukan tiga kelainan penting yaitu: (1) lesi glomerulus, (2) lesi
vaskuler ginjal, terutama arterosklerosis, (3) pielonefritis, termasuk papilitis nekrotikans.
Lesi glomerulus dapat berupa penebalan basal kapiler, glomerulosklerosis difus, dan
glomerulosklerosis nodular. Glomerulosklerosis difusi terdiri atas peningkatan diufs matriks
mesangium disertai proliferasi sel mesangium dan hampir selalu disertai penebalan membran
basal. Kelainan ini biasanya muncul 10 tahun setelah pasien mengidap DM. Setelah
glomerulosklerosis menjadi semakin jelas pasien dapat memperlihatkan gejala sindrom nefrotik
yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, dan edema.
Lesi juga dapat berupa glomerulosklerosis nodular. Lesi ini merupakan lesi glomerulus yang
memperlihatkan gambaran khas berupa endapan mirip bola-bola matriks berlapis di dalam inti
mesangium lobulus. Nodulus ini sering muncul di bagian perifer glomerulus. Nodulus ini
mendorong gelungan kapiler glomerulus semakin ke tepi. Pada tahap yang lebih lanjut semua
lobulus dapat terkena dan memperberat penyakit.
Pada lesi vaskular dapat terjadi aterosklerosis dan arteriosklerosis. Mekanisme terjadi
aterosklerosis dan arterioslerosis di ginjal sama dengan yang terjadi di bagian tubuh lain. Di ginjal
arteriosklerosis dapat terjadi baik pada arteriol aferen maupun eferen. Selain itu dapat juga timbul
lesi berupa pielonefritis. Pieolonefritis biasanya berupa perdangan akut atau kronis ginjal yang
biasanya berawal di jaringan interstisium, kemudian menyebar untuk mempengaruhi tubulus dan
glomerulus. Salah satu pola khusus pielonefritis akut adalah pipilitis nekrotikans. Papilitis
nekrotikans merupakan nekrosis akut pada papila ginjal. Gambaran makroskopik pada papilitis
nekrotikans adalah nekrosis berwarna abu-abu putih sampai kuning yang berbatas tedas di dua
pertiga apeks piramid. Kemudian secara mikroskopik dapat ditemukan adanya nekrosis koagulatif
khas disertai infiltrat neutrofilik di sekitarnya.
Tatalaksana
Pada saat diagnosis DM ditegakkan, kemungkianan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus
diperiksa. Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah
pemeriksan terhadap mikroalbuminuria serta penentuan kretinin serum dan klirens kreatinin.
Tes Evaluasi awal Follow up
Penentuan
mikroalbuminuria
Sesudah pengendalian gula
darah awal (dalam 3 bulan
diagnosis ditegakkan)
DM tipe 1: tiap tahun setelah
5 tahun
DM tipe 2: tiap tahun setelah
diagnosis ditegalkkan
Klirens kreatinin Saat awal diagnosis
ditegakkan
Tiap 1-2 tahun sampai LFG
<100 ml/men/1.73m2
,
kemudian tiap tahun atau
lebih sering
Kreatinins serum Saat awal diagnosis
ditegakkan
Tiap tahun atau lebih sering
tergantung dari laju
penurunan fungsi ginjal
Neuropati Diabetes
Definisi
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada penderita
diabetes melitus. Risiko yang dihadapi pasein DM dengan neuropati diabetik adalah infeksi
berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh, dan amputasi jari.kaki. Neuropati diabetik merupakan
gangguan klinis maupun subklinis yang terjadi pada pasien diabetes tanpa penyebab neuropati
perifer yang lain.
Patogenesis
Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end product (AGEs),
pembentukan radikal bebas dan aktivasi proetin kinase C. Aktivasi berbagai jalur tersebut
menyebabkan kurangnya vasodilatasi sehingga aliran darah ke saraf menurun.
Terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Keadaan tersebut
menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldolase reduktase.
Aktivasi tersebut dapat mengubah glukosa menjadi sorbitol. Sorbitol kemudian diubah oleh enzim
sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf dapat
merusak sel saraf. Salah satu kemungkinan mekanisme yang menjelaskan ini adalah akumulasi
sorbitol menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf.
Selain itu akumulasi ini juga dapat memicu stres osmotik yang akan merusak mitokondria dan
menstimulasi protein kinase C. Selanjutnya aktivasi protein kinase C akan menekan fungsi Na K
ATPase, sehingga kadar Na intraseluler menjadi berlebihan kemudian menyebabkan kioinositol
terhambat masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf.
Selain itu reaksi jalur poliol juga dapat menyebabkan terjadinya neuropati diabetik. Jalur ini
menyebabkan penurunan persediaan NADPH saraf yang merupakan kofaktor penting dalam
metabolisme oksidatif. Berkurangnya NADPH menyebabkan penurunan kemampuan sel saraf
untuk mengurangi radikal bebas. Selanjutnya hiperglikemia juga dapat menyebabkan
terbentuknya advance glycosilation end product (AGEs). AGEs ini sangat toksik dan dapat merusak
merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol maka
sintesis dan fungsi NO akan menurun yang berakibat pada penurunan vasodilatasi pembuluh
darah. Akibatnya jaringan saraf kurang mendapatkan aliran darah. Hal ini lah yang dapat memicu
terjadi neuropati diabetik.
Selain itu hiperglikemia yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan kerusakan mikroavaskuler.
Keadaan ini akan memicu timbulnya reactive oxygen spesies (ROS). Radikal bebas ini dapat
menimbulkan kerusakan endotel vaskuler dan menetralisasi NI uang berefek gangguan
vasodilatasi pembuluh darah. Mekanisme kelainan mikrovaskuler dapat melalui penebalan
membran basalis, trombosis arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan
berkurangnya deformabilitas eritrosit.
Mekanisme terjadinya neuropati juga dapat disebabkan oleh nerve growth factor (NGF) NGF
digunakan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Namun pada penderita
diabetes kadar NGF serum cenderung turun. Akibatnya pertumbuhan saraf terganggu dan timbul
neuropati diabetik.
Klasifikasi
Neuropati diabetik dapat dibagi berdasarkan perjalanan penyakitnya kemudian digolongkan
menjadi:
 Neuropati fungsional, yaitu gejala yang mucul sebagai akibat perubahan biokomiawi. Pada
fase ini belum ditemukan adanya kelainan patologik.
 Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala yang timbul sebagai akibat kerusakan struktural
serabut saraf
 Kematian neuron tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut saraf akibat
kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversibel.
Manifestasi klinis neuropati diabetes bergantung dari jenis sel serabut saraf yang terkena lesi, bisa
kecil atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik dan sensorik. Oleh karena
itu manifestasinya dapat berbeda-beda seperti kesemutan, mati rassa, rasa terbakar, serperti
ditusuk, disobek, ditikam, dll.
Diagnosis
Pada evaluasi dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti: refleks motorik, fungsi serabut saraf
besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar dan rasa tekan, tes fungsi serabut
saraf kecil dengan tes sensasi suhu.
Pengelolaan
Strategi pengelolaan Dm dengan keluhan neuropati diabetik diabgi ke dalam 3 bagian. Pertama,
diagnosis NS sedini mungkin. Kedua, pengendalian kadar glukosa dan perawatan kaki sebaik-
baiknya. Ketiga, pengendalian keluhan nyeri neuropati diabetik setelah strategi kedua dikerjakan.
Referensi:
1. Fauci. Braunwald. Kasper. Hauster. Longo. Jameson. et al. Harrison’s Principal of Internal
Medicine. 17 ed
. 2008. Endocrinology and metabolism.
2. Kumar. Abbas. Fausto. Aster. Pathologic Basic of Disease. 8ed
. 2010. Philadelphia
3. Sudoyo AW. Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata M. Setiati S. Buku Ajar ilmu Penyakit
Dalam . Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing. 2009. p. 1942-46
KAKI DIABETES
Kaki diabetes menjadi salah satu komplikasi kronik yang sering dialami pendeirita DM. Kaki
diabetes merupakan perubahan patologis pada ekstremitas bawah sebagai akibat komplikasi
diabetes yang tidak terkontrol. Sampai saat ini kaki diabetes masih merupakan masalah yang
serius yang ditangani oleh dokter-dokter di Indoensia. Angka kematian dan amputasi akibat kaki
diabetes masih cukup tinggi. Data RSUPNCM tahun 2003 didapatkan presentasi terjadinya
kematian akibat kaki diabaetes adalah sebesar 16%. Sedangkan presentasi orang yang mengalami
amputasi adalah sebesar 25%. Nasib para pasien setelah amputasi pun cukup buruk. Didapatkan
data bahwa sebersasr 14,3% akan meninggal dalam setahun dan sebanyak 37% akan meninggal
dalam 3 tahun pasca amputasi
Patofisiologi
Kaki diabetes terjadi karena adanya kondisi hiperglikemik pada pasien DM. Hal ini kemudian
menyebabkan neuropati dan kelaian pada pembuluh darah. Kemudian neuropati menyebabkan
berbagai perubahan pada kulit dan otot. Akibatnya terjadi perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki yang kemudian mempermudah terjadinya ulkus dan rentan infeksi.
Pasien dengan kaki diabetik dapat
mengalami gangguan motorik. Hal
ini terjadi karena atrofi otot-otot
intrinsik, kelemahan otot, dan
keterbatasan lingkup gerak sendi.
Sebagai akibatnya terjadi
deformitas fleksi atau biasa juga
disebut dengan claw toes.. Pada
kondisi ini pasien akan mengalami
peningkatan tekanan pada metatarsal dan ujung jari. Akibatnya timbul kallus dan memudahkan
terjadinya infeksi dan membentuk ulkus. Pada keadaan yang sangat serius pasien harus menjalani
amputasi.
Kaki diabetik biasanya terjadi karena adanya tekanan rendah yang terus-menerus, seperti
memakai sepatu yang sempti, tekanan berulang seperti berjalan, luka tusuk, memotong kuku yang
mengikis kallus. Pasien biasnaya tidak merasakan sakit karena daerah kaki telah mengalami
neuropati sehingga pasien akan terus melakukan kegiatan tersebut hingga akhirnya kaki menjadi
luka dan sulit disembuhkan.
Pemeriksaan
Pemeriksaan kaki diabetik dapat dilakukan dengan inspeksi, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan
vaskularisasi kaki, dan pemeriksaan muskuloskeletal. Pada inspeksi dapat kita lihat danya kalus,
kulit kering, claw toes, dll. Pemeriksaan sensoris dapat dilakukan dengan semmes weintein
monofilamen, sensasi raba ringan. Pemeriksaan vaskularisasi dilakukan dengan meraba pulsasi a.
Poplitea dan a. Doraslis pedis. Kemudian pemeriksaan muskuloskeletal dilakukan dengan
pemeriksaan pergerakan sendi kaki dan tungkai, dan pemeriksaan kekuatan otot kaki dan tungkai.
Klasifikasi
Klasifikasi penting untuk menentukan menentukan rencana terapi yang akan diberikan. Berikut
klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner:
Grade 0 : kulit tidak luka / deformitas
Grade 1 : ulkus superfisial, terlokalisisr
Grade 2 : ulkus sampai tendon, ligamen & sendi
Grade 3 : osteomyelitis
Grade 4 : gangren pada satu atau dua kaki/kaki depan
Grade 5 : gangren pada seluruh kaki
Untuk stage 1 dan 2 peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat dikerjakan di
pelayanan kesehatan primer baik oleh podiatrist ataupun dokter keluarga. Untuk stage 3 dan 4
kebanyakan memerlukan perawatan di tingkat lebih memadai dan memerlukan pelayanan dokter
spesialis. Kemudian pada stage 5 dan 6 sudah merupakan kasus rawat inap dan perawatan
intensif.
Pengelolaan
Pengelolaan kaki diabetes dibagi menjadi dua kelompok besar yatiu pencegahan terjadinya kaki
diabetes dan terjadinya ulkus dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah. Pada
pencegahan primer penyuluhan tentang kaki diabetes merupakan hal yang sangat utama. Pasien
harus selalu diingatkan tentang kemungkinan komplikasi kaki diabetes. Selain itu harus diingatkan
juga tentang cara merawat kaki yang baik. Pasien harus diberikan penjelasan tentang cara
memotong kuku yang baik, penjelasan tetang senam kaki, dan pembuatan sepatu khusus untuk
mengurangi tekanan.
Pada pencegahan skeunder ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal tersebut adalah
 Kontrol metabolik
 Kontrol vaskuler
 Kotrol luka
 Kontrol mikrobiologi
 Edukasi
Kontrol metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi glukosa darah diusahakan
agar selalu dalam kondisi normal. Hal ini untuk memperbaiki barbagai faktor terkait hiperglikemia
yang dapat menghambat penyembuhan luka. Selain itu status nutrisi juga harus diperhatikan. Hal
ini juga akan membantu kesembuhan luka.
Kontrol vaskuler
Keadan vaskuler yang buruk tentunya akan memperlabat proses penyembuhan luka pasien. Oleh
karena kondisi vaskuler harus diketahui dan diperbaiki jika mengalami gangguan. Perbaikan dapat
dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan modifikasi faktor risiko seperti merokok,
hiperglikemia, hipertensi, dan dislipidemia. Selain itu jika perlu dapat dilakukan tindakan
revaskularisasi dengan cara pembedahan.
Kontrol luka
Sejak pertama kali pasien datang untuk berobat kontrol luka harus diperhatian dengan baik.
setelah kita melihat luka pada kaki pasien dapat dilakukan debriment terlebih dahulu. Setelah itu
luka dapat dibalut sesuai dengan keadaan dan letak luka.
Kontrol mikrobiologi
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda. Di
RSUPNCM didapatkan bahwa pasien yang datang dari luar umumnya didapatkan infeksi bakteri
yang multipel anaerob dan aerob. Antiobiotik yang digunakan harus disesuaikan dengan hasil
biakan kuman resistensinya.

More Related Content

What's hot

Sap alat kontrasepsi
Sap alat kontrasepsiSap alat kontrasepsi
Sap alat kontrasepsiWarung Bidan
 
Asuhan keperawatan hipertiroid
Asuhan keperawatan hipertiroidAsuhan keperawatan hipertiroid
Asuhan keperawatan hipertiroidyudi petrucci
 
BENJOLAN PADA PAYUDARA
BENJOLAN PADA PAYUDARABENJOLAN PADA PAYUDARA
BENJOLAN PADA PAYUDARAAenzu Fm's
 
Tb duplex lama aktif
Tb duplex lama aktifTb duplex lama aktif
Tb duplex lama aktifdesierianto
 
Asuhan keperawatan lanjut usia gangguan sistem penglihatan katarak dengan int...
Asuhan keperawatan lanjut usia gangguan sistem penglihatan katarak dengan int...Asuhan keperawatan lanjut usia gangguan sistem penglihatan katarak dengan int...
Asuhan keperawatan lanjut usia gangguan sistem penglihatan katarak dengan int...Universitas Katolik Musi Charitas
 
Prosedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasiProsedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasiJoni Iswanto
 
Gastritis/Penyakit maag
Gastritis/Penyakit maagGastritis/Penyakit maag
Gastritis/Penyakit maagMeironi Waimir
 
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI Suharti Wairagya
 
Klassifikasi ggn. jiwa
Klassifikasi ggn. jiwaKlassifikasi ggn. jiwa
Klassifikasi ggn. jiwadadadony
 
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAKPETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAKSurya Amal
 
Hasil pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan penunjangHasil pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan penunjangRichard Leonardo
 
Makalah farmakologi efek samping obat dan cara pengatasannya
Makalah farmakologi efek samping obat dan cara pengatasannyaMakalah farmakologi efek samping obat dan cara pengatasannya
Makalah farmakologi efek samping obat dan cara pengatasannyaWarung Bidan
 
Penatalaksanaan individu dengan risiko bunuh diri
Penatalaksanaan individu dengan risiko bunuh diriPenatalaksanaan individu dengan risiko bunuh diri
Penatalaksanaan individu dengan risiko bunuh diriBagus Utomo
 
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...gex'z windha suardika
 
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icuthe yulia
 

What's hot (20)

Sap alat kontrasepsi
Sap alat kontrasepsiSap alat kontrasepsi
Sap alat kontrasepsi
 
Asuhan keperawatan hipertiroid
Asuhan keperawatan hipertiroidAsuhan keperawatan hipertiroid
Asuhan keperawatan hipertiroid
 
BENJOLAN PADA PAYUDARA
BENJOLAN PADA PAYUDARABENJOLAN PADA PAYUDARA
BENJOLAN PADA PAYUDARA
 
Tb duplex lama aktif
Tb duplex lama aktifTb duplex lama aktif
Tb duplex lama aktif
 
Asuhan keperawatan lanjut usia gangguan sistem penglihatan katarak dengan int...
Asuhan keperawatan lanjut usia gangguan sistem penglihatan katarak dengan int...Asuhan keperawatan lanjut usia gangguan sistem penglihatan katarak dengan int...
Asuhan keperawatan lanjut usia gangguan sistem penglihatan katarak dengan int...
 
Prosedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasiProsedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasi
 
Gastritis/Penyakit maag
Gastritis/Penyakit maagGastritis/Penyakit maag
Gastritis/Penyakit maag
 
POWERPOINT TB PARU
POWERPOINT TB PARUPOWERPOINT TB PARU
POWERPOINT TB PARU
 
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
 
Hipertensi
HipertensiHipertensi
Hipertensi
 
sirosis hepatis
sirosis hepatissirosis hepatis
sirosis hepatis
 
Klassifikasi ggn. jiwa
Klassifikasi ggn. jiwaKlassifikasi ggn. jiwa
Klassifikasi ggn. jiwa
 
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAKPETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
PETUNJUK TEKNIS MANAJEMEN TB ANAK
 
Hasil pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan penunjangHasil pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan penunjang
 
Makalah farmakologi efek samping obat dan cara pengatasannya
Makalah farmakologi efek samping obat dan cara pengatasannyaMakalah farmakologi efek samping obat dan cara pengatasannya
Makalah farmakologi efek samping obat dan cara pengatasannya
 
Penatalaksanaan individu dengan risiko bunuh diri
Penatalaksanaan individu dengan risiko bunuh diriPenatalaksanaan individu dengan risiko bunuh diri
Penatalaksanaan individu dengan risiko bunuh diri
 
Askep tetanus
Askep tetanusAskep tetanus
Askep tetanus
 
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
 
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
 
Mmas 8
Mmas 8Mmas 8
Mmas 8
 

Similar to RetinopatiDiabetik

Similar to RetinopatiDiabetik (20)

Diabetik retinopati
Diabetik retinopatiDiabetik retinopati
Diabetik retinopati
 
Sucitri Edy B1E120012 Retinopati Diabetik.pptx
Sucitri Edy B1E120012 Retinopati Diabetik.pptxSucitri Edy B1E120012 Retinopati Diabetik.pptx
Sucitri Edy B1E120012 Retinopati Diabetik.pptx
 
Warta diabet september 2013
Warta diabet september 2013Warta diabet september 2013
Warta diabet september 2013
 
ppt retinopati diabet.pptx
ppt retinopati diabet.pptxppt retinopati diabet.pptx
ppt retinopati diabet.pptx
 
Makalah diabetes
Makalah diabetesMakalah diabetes
Makalah diabetes
 
lollllll
lolllllllollllll
lollllll
 
Askep rentina blostama
Askep rentina blostamaAskep rentina blostama
Askep rentina blostama
 
Askep rentina blostama AKPER PEMKAB MUNA
Askep rentina blostama AKPER PEMKAB MUNA Askep rentina blostama AKPER PEMKAB MUNA
Askep rentina blostama AKPER PEMKAB MUNA
 
Eklamsia 1
Eklamsia 1Eklamsia 1
Eklamsia 1
 
Sindrom nefritik akut
Sindrom nefritik akutSindrom nefritik akut
Sindrom nefritik akut
 
Makalah diabetes
Makalah diabetesMakalah diabetes
Makalah diabetes
 
Makalah diabetes (3)
Makalah diabetes (3)Makalah diabetes (3)
Makalah diabetes (3)
 
Makalah diabetes AKPER PEMKAB MUNA
Makalah diabetes AKPER PEMKAB MUNA Makalah diabetes AKPER PEMKAB MUNA
Makalah diabetes AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah diabetes
Makalah diabetesMakalah diabetes
Makalah diabetes
 
Makalah diabetes (2)
Makalah diabetes (2)Makalah diabetes (2)
Makalah diabetes (2)
 
Makalah diabetes AKPER PEMKAB MUNA
Makalah diabetes AKPER PEMKAB MUNA Makalah diabetes AKPER PEMKAB MUNA
Makalah diabetes AKPER PEMKAB MUNA
 
REFERAT BAGIAN ANAK.pptx
REFERAT BAGIAN ANAK.pptxREFERAT BAGIAN ANAK.pptx
REFERAT BAGIAN ANAK.pptx
 
tentiran retinopati diabetikum.pptx
tentiran retinopati diabetikum.pptxtentiran retinopati diabetikum.pptx
tentiran retinopati diabetikum.pptx
 
Cerebral Venous Sinus Thrombosis in the covid-19 pandemic.pptx
Cerebral Venous Sinus Thrombosis in the covid-19 pandemic.pptxCerebral Venous Sinus Thrombosis in the covid-19 pandemic.pptx
Cerebral Venous Sinus Thrombosis in the covid-19 pandemic.pptx
 
275330822 polineuropati-diabetik
275330822 polineuropati-diabetik275330822 polineuropati-diabetik
275330822 polineuropati-diabetik
 

More from Muhammad sobri maulana (20)

Implementasi akhlak
Implementasi akhlakImplementasi akhlak
Implementasi akhlak
 
Akhlak
AkhlakAkhlak
Akhlak
 
Ltm agama no edit 2
Ltm agama no edit 2Ltm agama no edit 2
Ltm agama no edit 2
 
Ltm agama islam aborsi
Ltm agama islam aborsiLtm agama islam aborsi
Ltm agama islam aborsi
 
Perkembangan islam di indonesia kampus bit
Perkembangan islam di indonesia kampus bitPerkembangan islam di indonesia kampus bit
Perkembangan islam di indonesia kampus bit
 
Ltm agama keluarga islami kampus bit
Ltm agama keluarga islami kampus bitLtm agama keluarga islami kampus bit
Ltm agama keluarga islami kampus bit
 
Ltm agama (kampus bit)
Ltm agama (kampus bit)Ltm agama (kampus bit)
Ltm agama (kampus bit)
 
Kerajaan islam kampus bit
Kerajaan islam kampus bitKerajaan islam kampus bit
Kerajaan islam kampus bit
 
Jantung muhammad sobri maulana
Jantung   muhammad sobri maulanaJantung   muhammad sobri maulana
Jantung muhammad sobri maulana
 
Electrolyte disorder muhammad sobri maulana
Electrolyte disorder  muhammad sobri maulanaElectrolyte disorder  muhammad sobri maulana
Electrolyte disorder muhammad sobri maulana
 
V ablaster tutorial
V ablaster tutorialV ablaster tutorial
V ablaster tutorial
 
Ca mammae muhammad sobri maulana
Ca mammae muhammad sobri maulanaCa mammae muhammad sobri maulana
Ca mammae muhammad sobri maulana
 
Ca colon muhammad sobri maulana
Ca colon muhammad sobri maulanaCa colon muhammad sobri maulana
Ca colon muhammad sobri maulana
 
Scoliosis
ScoliosisScoliosis
Scoliosis
 
Wsd
WsdWsd
Wsd
 
Failure of formation of parts sobri
Failure of formation of parts sobriFailure of formation of parts sobri
Failure of formation of parts sobri
 
Bph sobri
Bph sobriBph sobri
Bph sobri
 
Preskas sindrom nefrotik
Preskas sindrom nefrotikPreskas sindrom nefrotik
Preskas sindrom nefrotik
 
Soal latihan junior level - soal python
Soal latihan   junior level - soal pythonSoal latihan   junior level - soal python
Soal latihan junior level - soal python
 
Bhd dmrs hep
Bhd dmrs hepBhd dmrs hep
Bhd dmrs hep
 

Recently uploaded

Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 

Recently uploaded (20)

Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 

RetinopatiDiabetik

  • 1. Gambar 1. Retinopati diabetik KOMPLIKASI DIABETES MELITUS Muhammad Sobri Maulana Komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi komplikasi vaskular dan non vaskular. Komplikasi vaskular dibagi lagi menjadi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi mikrovsakular seperti retinopati, neuropati, dan nefropati. Sedangkan komplikasi makrovaskular seperti penyakit arteri koroner, penyakit arteri periperal dan penyakit sereberovaskular. Retinopati Diabetik Pendahuluan Salah satu komplikasi DM adalah retinopati diabetik. Pada kondisi ini pasien biasanya mengalami kebutaan. Komplikasi ini biasanya terjadi pada usia 20-74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibandingkan dengan nondiabetes. Ketika diabetes tipe 1 ditegakkan retinopati diabetik hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Namun setelah 10 tahun prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun prevalensi menjadi lebih dari 90%. Patogenesis Ada tiga proses biokimiawi yang dianggap sebagai faktor risiko utama terjadinya retinopati diabetik yaitu jalur poliol, glikasi nonenzimatik dan pembentukan proein kinase C. Pada jalur poliol, hiperglikemia yang lama dapat menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol. Produksi ini dapat masuk ke dalam jaringan termasuk lensa dan saraf optik. Senyawa poliol ini tidak dapat melewati membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel. Penimbunan senyawa poliol itu selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel. Proses biokimiawi selanjutnya adalah jalur glikasi nonenzimatik. Kondisi hiperglikemia dapat menyebabkan glikasi nonezimatik pada protein dan asam deoksiribonukleat (DNA). Kejadian ini dapat menghambat aktivitas enzim dan kebutuhan DNA. Protein yang mengalami glikasi dapat membentuk radikal bebas yang selanjutnya menyebabkan kerusakan sel. Mekanisme biokimiawi yang terakhir adalah protein kinase C. Pasien DM cenderung untuk memiliki kondisi hiperglikemia. Kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan aktivitas protein kinase C di retina dan sel endotel. Hal ini kemudian mempengaruhi permeabilitas vaskuler, kontraktilitas, sintesis membran basalis, dan proliferasi sel vaskuler.
  • 2. Patofisiologi Dalam menjaga kesehatan dan aktivitas metabolisme, reitna sangat bergantung pada pembuluh kapiler retina. Di retina, pembuluh kapiler menyebar hampir ke seluruh permukaan retina. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membran basalis, dan sel endotel. Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barier dan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel memiliki ikatan dengan satu sama lain dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil. Pada retinopati diabetik perubahan histopatologi yang terjadi berupa penebalan membran basalis dan hilangnya perisit dan proliferasi endotel. Patofisiologi terjadinya retinipati diabetik dapat dijelaskan dengan beberapa proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, penyumbatan pembuluh darah, proliferasi pembuluh darah dan jaringan fibrosa di retina, dan kontraksi jaringan fibrosis di retina. Penyumbatan dan hilangnya perfusi dapat menyebabkan iskemia retina . Setelah itu pasien dapat mengalami kebutaan. Kebutaan dapat terjadi dengan beberapa mekanisme seperti edema makula atau nonperfusi kapiler, pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetik proliferatif dan kontraksi jaringan fibrosis yang dapat menyebabkan ablasio retina, selanjutnya pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan pendarahan preretina dan vitrous. pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma. Klasifikasi Retinopati diabetik dapat dibagi menjadi dua yaitu: nonprolifertaif dan proliferatif. Retinopati nonproliferatif biasanya muncul pada akhir dekade pertama atau awal dekade kedua pasien terkena DM. Bentuk ini merupakan kelainan yang sering ditemukan dan tanpa gejala. Stadium ini sulit dideteksi jika hanya menggunakan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun tidak langsung. Cara yang paling baik digunakan adalah foto fundus dan fundal fluorescein angiography (FFA). Saat melakukan pemeriksaan itu hal yang dapat diamati adalah adanya mikroaneurisma pada kapiler retina. Mikroaneurisma tampak berupa bintik merah dengan diameter antara 15-60 im dan sering kelihatan pada bagian posterior. Terjadinya mikroaneurisma diduga berhubungan dengan faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel, kelemahan dinding kapiler akibat berkurangnya sel perisit, serta meningkatnya tekanan intraluminal. Kelainan morfologi lain yang dapat terlihat adalah penebalan membran membran basalis, perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagai bercak kuning. Perdarahan dapat terjadi karena adanya kebocoran eritrosit. Eksudat terjadi karena adanya kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma. Selain retinopati diabetik nonproliferatif dapat juga terjadi retinopati diabetik proliferatif. Retinopati diabetik proliferatif ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru. Pembuluh darah tersebut hanya berisi satu lapis endotel tanpa sel perisit dan membran basalis sehingga
  • 3. bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena dapat tumbuh meluas keluar retina sampai ke vitreus. Akibatnya dapat meninmbulkan kebutaan. Jika terjadi perdarahan transmisi cahaya yang masuk ke dalam vitreus terhalangi dan menimbulkan penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, dan hitam. Apabila perdarahan berlangsung terus menerus dapat menimbulkan fibrosis atau sikatriks pada retina. Kondisi ini dapat menyebabkan ablasio retina yaitu retina tertarik sampai terlepas. Hal ini terjadi karena retina hanya terdiri dari beberapa lapis sel saja dan tidak dapat menahan tekanan dari sikatriks yang terbentuk. Selain itu pembuluh darah baru juga dapat menimbulkan stroma dari iris kemudian bersama dengan jaringan fibrosis dapat meluas sampai ke sudut dari chamber anterior. Keadaan tersebut dapat menimbulkan glaukoma neovaskuler yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokuler. Pencegahan dan pengobatan Pencegahan merupakan hal yang palng disarankan untuk dilakukan. Namun jika sudah terkena maka harus dilakukan pengobatan. Prinsip pengobatan yang dapat dilakukan adalah mencegah terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan yang dilakukan saat ini ada beberapa yaitu kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah, ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi, koagulasi sinar dengan laser, dan virektomi untuk perdarahan vitreus atau ablasio retina. Pada waktu diagnosis DM ditegakkan pasien perlu untuk melakukan pemeriksaan minimal setiap tahun. Hal ini karena pasien tanpa retinopati pada awal diagnosis DM ditegakkan memiliki presentasi 5%-10% akan mengalami retinopati setelah 1 tahun. Selain itu perlu juga untuk melakukan kontrol glukosa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahwa pasien dengan glukosa terkontrol memiliki penurunan risiko terkena retinopati diabetik sebesar 76%. Demikian juga pada pasien yang sudah terkena retinopati kontrol glukosa dapat mencegah perburukan glukosa sebesar 54%. Selain kontrol glukosa perlu juga dilakukan kontrol hipertensi. Berbagai studi menunjukkan bahwa kelompok pasien dengan kontrol tekanan darah secara ketat mengalami penurunan progresifitas retinopati sebesar 34%. Selain itu dapat juga dilakukan fotokoagulasi. Penelitian yang dilakukan oleh National Institutes of Health di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pengobatan dengan sinar laser sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula. Kemudian dapat juga dilakukan vitrektomi. Indikasi untuk dilakukan nya vitrektomi adalah retinopati diabetik proliferatif berat, perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan. Sedangkan proliferatif retinopati diabetik biasanya berkembang dari nonproliferatif retinopati diabetik. Proliferatif retinopati merupakan suatu neovaskularisasi dan fibrosis. Lesi ini bisa menimbulkan akibat yang serius seperti kebutaan terutama jika mengenai makula. Selain itu dapat juga terjadi perdarahan pada vitrous akibat ruptur kapiler yang baru terbentuk. Nefropati diabetik
  • 4. Pendahuluan Nefropati diabetik merupakan sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Di Amerika dan Eropa nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe 1 dan 2 sebanding, tapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1. Klasifikasi Tahap Kondisi Ginjal AER LFG TD Prognosis 1 Hipertrofi Hiperfungsi N ↑ N Reversibel 2 Kelainan struktur N ↑ ↑/N Mungkin reversibel 3 Mikroalbuminuria persisten 20-200 mg/men ↑/N ↑ Mungkin reversibel 4 Makroalbuminuria proteinuria >200 mg/men Rendah Hipertensi Mungkin bisa stabilisasi 5 Uremia Tinggi/rendah <10 ml/menit Hipertensi Kesintasan 2 tahun+50% *AER: albumin exretion rate, LFG: Laju filtrasi glomerulus, TD: tekanan darah, N: Normal Mikroalbuminuria Mikroalbuminuria didefenisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg perhari dan dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetik. Berikut tabel laju ekskresi albumin urin. Kondisi Laju ekskresi albumin urin Perbandingan albumin urin –kreatinin24 jam (mg/hari) Sewaktu (µg/menit) Normoalbuminuria <30 <20 <30 Mikroalbuminuria 30-300 20-200 30-300 Makroalbuminuria >300 >200 >300 Namun, yang perlu diperhatikan adalah ada banyak hal yang dapat menyebabkan mikroalbuminuria di samping diabetes. Contohnya: tekanan darah tinggi, umur lanjut, stress, infeksi sistemik atau saluran kemih, dan lain-lain. Diagnosis dapat ditegakkan jika 2 dari 3 pemeriksaan berturut-turut dalam 3 bulan menunjukkan adanya mikroalbuminuira. Patofisiologi Mekanisme terjadi nefropati diabetik disebabkan oleh hiperfiltrasi. Kondisi hiperglikemia dapat menyebabkan peningkatan rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β. Hal ini diperantarai oleh aktivasi protein kinase C dan glikasi advanced glycation end
  • 5. product (AGEs) yang irreversibel. Mekanismenya mirip dengan mekanisme pada komplikasi retinopati diabetik. Patologi Nefropati diabetik juga merupakan salah satu komplikasi tersering pada penderita diabetes melitus. Pada kondisi ini ditemukan tiga kelainan penting yaitu: (1) lesi glomerulus, (2) lesi vaskuler ginjal, terutama arterosklerosis, (3) pielonefritis, termasuk papilitis nekrotikans. Lesi glomerulus dapat berupa penebalan basal kapiler, glomerulosklerosis difus, dan glomerulosklerosis nodular. Glomerulosklerosis difusi terdiri atas peningkatan diufs matriks mesangium disertai proliferasi sel mesangium dan hampir selalu disertai penebalan membran basal. Kelainan ini biasanya muncul 10 tahun setelah pasien mengidap DM. Setelah glomerulosklerosis menjadi semakin jelas pasien dapat memperlihatkan gejala sindrom nefrotik yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, dan edema. Lesi juga dapat berupa glomerulosklerosis nodular. Lesi ini merupakan lesi glomerulus yang memperlihatkan gambaran khas berupa endapan mirip bola-bola matriks berlapis di dalam inti mesangium lobulus. Nodulus ini sering muncul di bagian perifer glomerulus. Nodulus ini mendorong gelungan kapiler glomerulus semakin ke tepi. Pada tahap yang lebih lanjut semua lobulus dapat terkena dan memperberat penyakit. Pada lesi vaskular dapat terjadi aterosklerosis dan arteriosklerosis. Mekanisme terjadi aterosklerosis dan arterioslerosis di ginjal sama dengan yang terjadi di bagian tubuh lain. Di ginjal arteriosklerosis dapat terjadi baik pada arteriol aferen maupun eferen. Selain itu dapat juga timbul lesi berupa pielonefritis. Pieolonefritis biasanya berupa perdangan akut atau kronis ginjal yang biasanya berawal di jaringan interstisium, kemudian menyebar untuk mempengaruhi tubulus dan glomerulus. Salah satu pola khusus pielonefritis akut adalah pipilitis nekrotikans. Papilitis nekrotikans merupakan nekrosis akut pada papila ginjal. Gambaran makroskopik pada papilitis nekrotikans adalah nekrosis berwarna abu-abu putih sampai kuning yang berbatas tedas di dua pertiga apeks piramid. Kemudian secara mikroskopik dapat ditemukan adanya nekrosis koagulatif khas disertai infiltrat neutrofilik di sekitarnya. Tatalaksana Pada saat diagnosis DM ditegakkan, kemungkianan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa. Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksan terhadap mikroalbuminuria serta penentuan kretinin serum dan klirens kreatinin. Tes Evaluasi awal Follow up Penentuan mikroalbuminuria Sesudah pengendalian gula darah awal (dalam 3 bulan diagnosis ditegakkan) DM tipe 1: tiap tahun setelah 5 tahun DM tipe 2: tiap tahun setelah diagnosis ditegalkkan Klirens kreatinin Saat awal diagnosis ditegakkan Tiap 1-2 tahun sampai LFG <100 ml/men/1.73m2 , kemudian tiap tahun atau lebih sering
  • 6. Kreatinins serum Saat awal diagnosis ditegakkan Tiap tahun atau lebih sering tergantung dari laju penurunan fungsi ginjal Neuropati Diabetes Definisi Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus. Risiko yang dihadapi pasein DM dengan neuropati diabetik adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh, dan amputasi jari.kaki. Neuropati diabetik merupakan gangguan klinis maupun subklinis yang terjadi pada pasien diabetes tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Patogenesis Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end product (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi proetin kinase C. Aktivasi berbagai jalur tersebut menyebabkan kurangnya vasodilatasi sehingga aliran darah ke saraf menurun. Terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Keadaan tersebut menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldolase reduktase. Aktivasi tersebut dapat mengubah glukosa menjadi sorbitol. Sorbitol kemudian diubah oleh enzim sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf dapat merusak sel saraf. Salah satu kemungkinan mekanisme yang menjelaskan ini adalah akumulasi sorbitol menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf. Selain itu akumulasi ini juga dapat memicu stres osmotik yang akan merusak mitokondria dan menstimulasi protein kinase C. Selanjutnya aktivasi protein kinase C akan menekan fungsi Na K ATPase, sehingga kadar Na intraseluler menjadi berlebihan kemudian menyebabkan kioinositol terhambat masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf. Selain itu reaksi jalur poliol juga dapat menyebabkan terjadinya neuropati diabetik. Jalur ini menyebabkan penurunan persediaan NADPH saraf yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Berkurangnya NADPH menyebabkan penurunan kemampuan sel saraf untuk mengurangi radikal bebas. Selanjutnya hiperglikemia juga dapat menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end product (AGEs). AGEs ini sangat toksik dan dapat merusak merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol maka sintesis dan fungsi NO akan menurun yang berakibat pada penurunan vasodilatasi pembuluh darah. Akibatnya jaringan saraf kurang mendapatkan aliran darah. Hal ini lah yang dapat memicu terjadi neuropati diabetik. Selain itu hiperglikemia yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan kerusakan mikroavaskuler. Keadaan ini akan memicu timbulnya reactive oxygen spesies (ROS). Radikal bebas ini dapat menimbulkan kerusakan endotel vaskuler dan menetralisasi NI uang berefek gangguan vasodilatasi pembuluh darah. Mekanisme kelainan mikrovaskuler dapat melalui penebalan membran basalis, trombosis arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit.
  • 7. Mekanisme terjadinya neuropati juga dapat disebabkan oleh nerve growth factor (NGF) NGF digunakan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Namun pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung turun. Akibatnya pertumbuhan saraf terganggu dan timbul neuropati diabetik. Klasifikasi Neuropati diabetik dapat dibagi berdasarkan perjalanan penyakitnya kemudian digolongkan menjadi:  Neuropati fungsional, yaitu gejala yang mucul sebagai akibat perubahan biokomiawi. Pada fase ini belum ditemukan adanya kelainan patologik.  Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala yang timbul sebagai akibat kerusakan struktural serabut saraf  Kematian neuron tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversibel. Manifestasi klinis neuropati diabetes bergantung dari jenis sel serabut saraf yang terkena lesi, bisa kecil atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik dan sensorik. Oleh karena itu manifestasinya dapat berbeda-beda seperti kesemutan, mati rassa, rasa terbakar, serperti ditusuk, disobek, ditikam, dll. Diagnosis Pada evaluasi dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti: refleks motorik, fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar dan rasa tekan, tes fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu. Pengelolaan Strategi pengelolaan Dm dengan keluhan neuropati diabetik diabgi ke dalam 3 bagian. Pertama, diagnosis NS sedini mungkin. Kedua, pengendalian kadar glukosa dan perawatan kaki sebaik- baiknya. Ketiga, pengendalian keluhan nyeri neuropati diabetik setelah strategi kedua dikerjakan. Referensi: 1. Fauci. Braunwald. Kasper. Hauster. Longo. Jameson. et al. Harrison’s Principal of Internal Medicine. 17 ed . 2008. Endocrinology and metabolism. 2. Kumar. Abbas. Fausto. Aster. Pathologic Basic of Disease. 8ed . 2010. Philadelphia 3. Sudoyo AW. Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata M. Setiati S. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam . Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing. 2009. p. 1942-46
  • 8. KAKI DIABETES Kaki diabetes menjadi salah satu komplikasi kronik yang sering dialami pendeirita DM. Kaki diabetes merupakan perubahan patologis pada ekstremitas bawah sebagai akibat komplikasi diabetes yang tidak terkontrol. Sampai saat ini kaki diabetes masih merupakan masalah yang serius yang ditangani oleh dokter-dokter di Indoensia. Angka kematian dan amputasi akibat kaki diabetes masih cukup tinggi. Data RSUPNCM tahun 2003 didapatkan presentasi terjadinya kematian akibat kaki diabaetes adalah sebesar 16%. Sedangkan presentasi orang yang mengalami amputasi adalah sebesar 25%. Nasib para pasien setelah amputasi pun cukup buruk. Didapatkan data bahwa sebersasr 14,3% akan meninggal dalam setahun dan sebanyak 37% akan meninggal dalam 3 tahun pasca amputasi Patofisiologi Kaki diabetes terjadi karena adanya kondisi hiperglikemik pada pasien DM. Hal ini kemudian menyebabkan neuropati dan kelaian pada pembuluh darah. Kemudian neuropati menyebabkan berbagai perubahan pada kulit dan otot. Akibatnya terjadi perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki yang kemudian mempermudah terjadinya ulkus dan rentan infeksi. Pasien dengan kaki diabetik dapat mengalami gangguan motorik. Hal ini terjadi karena atrofi otot-otot intrinsik, kelemahan otot, dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Sebagai akibatnya terjadi deformitas fleksi atau biasa juga disebut dengan claw toes.. Pada kondisi ini pasien akan mengalami peningkatan tekanan pada metatarsal dan ujung jari. Akibatnya timbul kallus dan memudahkan terjadinya infeksi dan membentuk ulkus. Pada keadaan yang sangat serius pasien harus menjalani amputasi. Kaki diabetik biasanya terjadi karena adanya tekanan rendah yang terus-menerus, seperti memakai sepatu yang sempti, tekanan berulang seperti berjalan, luka tusuk, memotong kuku yang mengikis kallus. Pasien biasnaya tidak merasakan sakit karena daerah kaki telah mengalami neuropati sehingga pasien akan terus melakukan kegiatan tersebut hingga akhirnya kaki menjadi luka dan sulit disembuhkan. Pemeriksaan Pemeriksaan kaki diabetik dapat dilakukan dengan inspeksi, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan vaskularisasi kaki, dan pemeriksaan muskuloskeletal. Pada inspeksi dapat kita lihat danya kalus, kulit kering, claw toes, dll. Pemeriksaan sensoris dapat dilakukan dengan semmes weintein monofilamen, sensasi raba ringan. Pemeriksaan vaskularisasi dilakukan dengan meraba pulsasi a. Poplitea dan a. Doraslis pedis. Kemudian pemeriksaan muskuloskeletal dilakukan dengan pemeriksaan pergerakan sendi kaki dan tungkai, dan pemeriksaan kekuatan otot kaki dan tungkai. Klasifikasi
  • 9. Klasifikasi penting untuk menentukan menentukan rencana terapi yang akan diberikan. Berikut klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner: Grade 0 : kulit tidak luka / deformitas Grade 1 : ulkus superfisial, terlokalisisr Grade 2 : ulkus sampai tendon, ligamen & sendi Grade 3 : osteomyelitis Grade 4 : gangren pada satu atau dua kaki/kaki depan Grade 5 : gangren pada seluruh kaki Untuk stage 1 dan 2 peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat dikerjakan di pelayanan kesehatan primer baik oleh podiatrist ataupun dokter keluarga. Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan memerlukan perawatan di tingkat lebih memadai dan memerlukan pelayanan dokter spesialis. Kemudian pada stage 5 dan 6 sudah merupakan kasus rawat inap dan perawatan intensif. Pengelolaan Pengelolaan kaki diabetes dibagi menjadi dua kelompok besar yatiu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah. Pada pencegahan primer penyuluhan tentang kaki diabetes merupakan hal yang sangat utama. Pasien harus selalu diingatkan tentang kemungkinan komplikasi kaki diabetes. Selain itu harus diingatkan juga tentang cara merawat kaki yang baik. Pasien harus diberikan penjelasan tentang cara memotong kuku yang baik, penjelasan tetang senam kaki, dan pembuatan sepatu khusus untuk mengurangi tekanan. Pada pencegahan skeunder ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal tersebut adalah  Kontrol metabolik  Kontrol vaskuler  Kotrol luka  Kontrol mikrobiologi  Edukasi Kontrol metabolik Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu dalam kondisi normal. Hal ini untuk memperbaiki barbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Selain itu status nutrisi juga harus diperhatikan. Hal ini juga akan membantu kesembuhan luka. Kontrol vaskuler Keadan vaskuler yang buruk tentunya akan memperlabat proses penyembuhan luka pasien. Oleh karena kondisi vaskuler harus diketahui dan diperbaiki jika mengalami gangguan. Perbaikan dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan modifikasi faktor risiko seperti merokok, hiperglikemia, hipertensi, dan dislipidemia. Selain itu jika perlu dapat dilakukan tindakan revaskularisasi dengan cara pembedahan.
  • 10. Kontrol luka Sejak pertama kali pasien datang untuk berobat kontrol luka harus diperhatian dengan baik. setelah kita melihat luka pada kaki pasien dapat dilakukan debriment terlebih dahulu. Setelah itu luka dapat dibalut sesuai dengan keadaan dan letak luka. Kontrol mikrobiologi Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda. Di RSUPNCM didapatkan bahwa pasien yang datang dari luar umumnya didapatkan infeksi bakteri yang multipel anaerob dan aerob. Antiobiotik yang digunakan harus disesuaikan dengan hasil biakan kuman resistensinya.