2. PERANAN UNSUR HARA BAGI
TANAMANUnsur hara merupakan faktor penting bagi pertumbuhan tanaman yang
dapat diibaratkan sebagai zat makanan bagi tanaman.
Sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tanaman, unsur hara dapat dikelompokkan
ke dalam dua bagian, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro.
Unsur hara makro: unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah
banyak, seperti nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), belerang (S), kalsium (Ca)
dan magnesium (Mg).
Unsur hara makro sering dibagi menjadi dua bagian, yakni unsur hara
primer (N, P dan K) dan unsur hara sekunder (S, Ca dan Mg)
Unsur hara mikro: unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah
kecil, seperti besi (Fe), borron (B), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu) dan
molibdenum (Mo).
Selain unsur hara tersebut, tanaman juga membutuhkan unsur lain yang
juga dalam jumlah besar, yaitu: karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Unsur
C diserap tanaman dalam membentuk CO2 dalam proses fotosintesis, unsur H
diserap dalam bentuk H2O dan unsur O diserap dalam bentuk O2 pada proses
respirasi.
3. Jumlah energi yang dibutuhkan bagi penyerapan aktif unsur hara
tanaman dperoleh dari respirasi karbohidrat yang terbentuk sebagai hasil dari
fotosintesis tanaman.
Setiap unsur hara memiliki peran spesifik dalam tanamaan, namun
demikian ada beberapa unsur yang berperan ganda. Karena setiap unsur
memainkan peran khusus, maka suatu keadaan defisit atau berlebihan
umumnya akan mengakibatkan gejala khas. Bila sejenis unsur memiliki lebih
dari satu peran khusus, maka akan timbul berbagai macam efek defisiensi
bergantung pada proses dalam tanaman yang dipengaruhi
Agar tanaman tumbuh sempurna, maka sebaiknya semua unsur esensial
harus tersedia dalam jumlah cukup.
4. Fungsi Nitrogen dalam Tanaman
Tanaman non legume biasanya menyerap nitrogen (N) dari
dalam tanah dalam bentuk NO3
- atau NH4
+. Pada kebanyakan tanah
pertanian NO3
- merupakan bentuk senyawa N yang paling banyak
diserap tanaman. Tanaman legume mampu mengambil N2 dari
atmosfir dengan bantuan Rhizobia sp. Hanya sedikit nitrogen tanah
yang digunakan oleh tanaman legume.
N-anorganik dalam lingkungan normal segera diubah
menjadi asam-asam amino dan akhirnya dirangkai menjadi protein
tanaman. Protein sel-sel vegetatif sebagian besar lebih bersifat
fungsional daripada struktural dan bentuknya tidak stabil sehingga
selalu mengalami pemecahandan reformasi.
5. Sebagai pelengkap bagi peranannya dalam sintesa
protein, nitrogen merupakan bagian tak terpisahkan dari
molekul klorofil dan karenanya suatu pemberian nitrogen
dalam jumlah cukup akan mengakibatkan pertumbuhan
vegetatif yang vigor dan warna hijau segar. Pemberian
nitrogen yang berlebihan dalam lingkungan tertentu dapat
menunda pendewasaan tanaman.
Secara fungsional nitrogen juga penting sebagai
penyusun enzimyang sangat besar peranannya dalam
proses metabolisme tanaman, karena enzim tersusun dari
protein. Nitrogen merupakan unsur amat mobil dalam
tanaman yang berarti bahwa protein fungsional yang
mengandung nitrogen, dapat terurai pada bagian tanaman
yang lebih tua, kemudian diangkut menuju jaringan muda
yang tumbuh aktif
6. Gejala Defisiensi
Bila tanah kurang mengandung nitrogen tersedia, maka seluruh
tanaman bisa berwarna hijau pucat atau kuning (klorosis). Hal ini bisa
terjadi karena rendahnya produksi klorofil dalam tanaman. Daun
tertua lebih dulu menguning karena N dipindahkan dari bagian
tanaman ini menuju ke daerah ujung pertumbuhan, dimana ia
digunakan kembali guna menunjang pertumbuhan baru. Daun bawah
tanaman yang defisien mula-mula menguning di bagian ujung dan
gejala klorosis cepat merambat melalui tulang tengah daun menuju
batang. Daun tepi dapat tetap hijau untuk beberapa saat. Bila
defisiensi menjadi semakin berat, daun tertua kedua dan ketiga
mengalami pola defisiensi serupa dan daun tertua pada saat itu akan
menjadi coklat sempurna.
Bila defisiensi nitrogen dapat dilacak pada tahap awal
pertumbuhan, maka defisiensi dapat dipulihkan dengan suatu
penambahan pupuk yang mengandung N dengan sedikit pengaruh
pada hasil panen.
7. Fungsi Fosfor dalam Tanaman
Fosfor dalam bentuk senyawa fosfat organik, bertanggung
jawab pada salah satu atau beberapa cara perubahan energi dalam
bahan hidup. Sejumlah senyawa fosfat telah terbukti bersifat esensial
bagi fotosintesis, sintesis karbohidrat dan senyawa lain yang sejenis,
glikolisis, asam amino, metabolisme lemak dan S, serta oksidasi
biologis. Karena peranannya sebagai energi tanaman, P merupakan
unsur yang segera mobil dan dipusatkan dibagian pertumbuhan aktif.
Tanaman menyerap sebagian besar kebutuhan fosfornya dalam
bentuk ortofosfat primer H2PO4
- juga diserap dan bentuk P yang
terdapat dalam tanah dikendalikan oleh pH larutan tanah.
Imobilitas P dalam tanah mengisyaratkan cara penempatan
pupuk yang baik karena mempengaruhi penggunaan P secara efisien.
Suplai P yang mencukupi adalah penting pada awal pertumbuhan
tanaman, karena pada masa ini tanaman mengalami masa primordia
reproduktif dan oleh karenanya menentukan hasil biji yang
maksimum.
8. Gejala Defisiensi
Tanaman jagung muda yang defisiensi P biasanya
menunjukkan pertumbuhan terhambat dan berwarna hijau
gelap. Pengerdilan menyeluruh terjadi karena kurangnya P
tersedia bagi beberapa reaksi biokimia tanaman yang
memerlukan energi. Produksi klorofil bisa berkurang dan
jika hal ini terjadi terbentuklah pigmen merah, yakni
antosianin, yang mendominasi dan memberikan warna
keunguan pada daun. Perubahan warna merah atau ungu
dimulai pada ujung daun dan berlanjut di sepanjang tepi
daun.
9. Fungsi Kalium
Peranan K dalam tanaman nampaknya sebagai
katalis dalam seluruh kisaran reaksi termasuk: (a)
Metabolisme karbohidrat; (b) Metabolisme nitrogen; (c)
Aktivasi enzim; (d) Memacu pertumbuhan di jaringan
meristem; dan (e) Mengatur pergerakan stomata dan
kebutuhan air.
K diserap tanaman dalam bentuk ion K+ dari
kompleks pertukaran dan segera mobil dalam tubuh
tanaman.
10. Gejala Defisiensi
Empat penampakan penting pada tanaman yang defisiensi K yaitu:
i) Sintesis protein. Dalam penelitian dengan tanaman tebu membuktikan
bahwa pada tanaman yang kekurangan hara K, tidak terjadi akumulasi
N-protein di daun karena adanya penurunan dalam sintesis protein.
ii) Ketahanan tehadap penyakit. Tanaman yang kekurangan unsur K lebih
peka terhadap penyakit dibanding tanaman yang diberi pupuk cukup.
iii) Ketahanan terhadap kekeringan. Berkat peranan unsur K dalam
mengatur pembukaan stomata, K berperan penting dalam kadar air
internal tanaman. Tanaman yang miskin K kehilangan kendali dalam
laju transpirasinya dan menderita kekeringan internal.
iv) Kekuatan batang. Tanaman yang kekurangan K pada umumnya
berbatang lemah dan suatu keadaan defisiensi K dapat menunjukkan
gejala kerebahan (roboh) pada tanaman berbiji kecil serta pematahan
batang pada jagung dan shorgun.
11. Tanaman yang kekurangan K mungkin tidak
memperlihatkan suatu gejala defisiensi, tetapi hasil
tanaman akan sangat menurun. Jika terjadi gejala pada
daun, maka hal ini tejadi pada jaringan yang lebih tua
karena adanya mobilitas K. Biasanya tanaman mengerdil
dengan ruas-ruas yang memendek.
Gejala pada daun ditandai dengan suatu proses
penguningan yang dimulai pada ujung daun yang lebih tua
dan berjalan di sepanjang tepian hingga pangkal daun.
Seringkali tepi daun menjadi coklat dan kering (nekrosi).
12. Fungsi Belerang
Sulfur hampir seluruhnya diserap dalam bentuk ion
SO4 2-, direduksi dalam tanaman dan digabungkan ke
dalam senyawa organik. Belerang (S) merupakan
konstituen dari asam-asam amino: sistin, sistein dan
methionin dan karenanya protein mengandung jenis asam
amino tersebut.
13. Gejala Defisiensi
Karena terjadinya penurunan fotosintesis dan
pembentukan protein bila kekurangan S, maka terdapat
kadar pati rendah serta suatu akumulasi fraksi-fraksi N
yang dapat larut.
Defisiensi S pada jagung menunjukkan gejala
penguningan menyeluruh terutama pada daun yang lebih
muda karena adanya imobilitas S dibawah kondisi
kekurangan. Seringkali dedaunan menunjukkan gejala
klorosis interveinal mirip dengan defisiensi Zn. Defisiensi
S paling sering terjadi pada tanah-tanah alkalis.
14. Fungsi Kalsium
Fungsi kalsium (Ca) pada umumnya merupakan
kation utama dari lamela tengah suatu dinding sel, dimana
kalsium pektat merupakan penyusun utamanya. Selain itu
Ca memiliki andil penting dalam pengaturan membran sel
dengan jalan memelihara selektuvitas terhadap berbagai
jenis ion.
15. Gejala Defisiensi
Karena peranan Ca sebagai bahan struktural dalam tubuh
tanaman adalah amat imobil, maka gejala defisiensi semakin
jelas pada saat pertumbuhan baru. Dalam beberapa hal,
jaringan tanaman yang lebih tua bisa mengandung sejumlah Ca
yang berlebihan sedangkan daerah pertumbuhan baru
kekurangan. Walaupun semua titik tumbuh peka terhadap
defisiensi Ca tetapi bagian akarlah yang lebih parah. Bagian itu
akan berheni tumbuh, menjadi tidak teratur, terlihat bagai
membelit dan pada defisiensi berat akan mati.
Pada jagung, gejala foliar pertama nampak berwarna
kuning menyebar hingga putih dengan luas sekitar 1/3 jarak
dari ujung daun yang termuda. Daun berikutnya yang terbentuk
dapat mengalami klorosis dan menggulung. Akibatnya pucuk
tanaman terhenti pertumbuhannya.
16. Fungsi Magnesium
Mg diserap dari tanah dalam bentuk ion Mg 2+. Mg
menyusun lokus pusat dari molekul klorofil dan juga
merupakan aktivator berbagai jenis enzim yang
mempengaruhi hampir setiap proses metabolisme tanaman.
Mg diperlukan bagi pengaktifan sejumlah enzim yang
terlibat dalam metabolisme karbohidrat dan teristimewa
dalam siklus asam sitrat yang penting dalam proses
respirasi.
17. Gejala Defisiensi
Mg merupakan unsur mobil dalam tanaman dan segera
ditranslokasikan ke bagian yang lebih muda dari bagian tanaman yang
lebih tua. Pada beberapa spesies defisiensi muncul berupa klorisis
internal daun, sedangkan pembuluh angkut daun tetap hijau. Pada saat
defisiensi semakin parah, jaringan daun menjadi pucat merata,
kemudian coklat dan nekrosis.
Pengembangan pertanian sekarang ini masih terbatas pada
penanganan lahan sawah, sedangkan untuk pekarangan belum banyak
mendapatkan perhatian. Mengenai pekarangan kalau dilihat hampir
semua tempat di Indonesia dapat dijumpai adanya pekarangan, kecuali
di daerah Banten selatan, dan pekarangan merupakan agroekosistem
yang sangat baik serta mempunyai potensi yang tidak kecil dalam
mencukupi kebutuhan hidup petani atau pemiliknya, bahkan jika
dikembangkan secara baik akan dapat bermanfaat lebih jauh lagi,
seperti kesejahteraan masyarakat sekitar, pemenuhan kebutuhan pasar
bahkan mungkin memenuhi kebutuhan nasional.
18. Di pulai Jawa terdapat pekarangan seluas kurang
lebih sekitar lebih sekitar 1,5 ha, atau hampir mencapai
luas mencapai luas sebesar 20% dari seluruh luas tanah
pertanian, dan sekitar daerah Jawa Barat rata-rata luas
pemilikan tanah pekarangan sebesar sekitar 208, 12 m 2.
Luas pekarangan seluruh Indonesia mencapai sekitar
2.256.266 ha atau sekitar 16,88% dari seluruh luas tanah
pertanian rakyat. Pekarangan yang berada di sekitar rumah
tersebut dapat memberi tambahan hasil berupa bahan
makanan seperti palawija, buah-buahan dan sayur-sayuran,
kayu-kayuan baik untuk bahan kayu bakar maupun untuk
kayu bahan bangunan. Maka untuk merubah penghasilan
petani dan pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat perlu
memperhatikan arti penting lahan pekarangan.
19. 1. Pengertian Pekarangan
Sesuai yang dirumuskan oleh Terra (1948),
yaitu [isi]
Selanjutnya definisi yang telah dirumuskan
oleh Terra tersebut diperluas oleh Soemarwoto.
20. 2. Fungsi Pekarangan
Fungsi sosial dari pekarangan adalah untuk memberi rasa
nyaman bagi lingkungan tempat tinggal, tempat anak-anak
bermain-main juga untuk melepaskan lelah serta bersantai ria
pada waktu senggang maupun untuk melepaskan binatang
kesayangan. Fungsi ekonomi dari pekarangan menurut
penelitian yang dilakukan oleh Terra (1948) diungkapkan oleh
Danoesastro (1976), serta dari hasil penyelidikan yang
dilakukan oleh dinas perkebunan rakyat diperoleh hasil bahwa
pekarangan mempunyai banyak fungsi (manfaat pekarangan)
yaitu: Sumber karbohidrat, menghasilkan bahan setiap hari,
sumber bahan bangunan rumah atau keperluan lain, penghasil
bumbu masak yang diperlukan, penghasil kayu bakar,
penghasil bahan dasar untuk kerajinan rumah tangga,dan
penghasil protein hewani.
21. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk,
Luas dan Intensitas Pekarangan
Pekarangan pada dataran rendah berbeda dengan di
pegunungan, daerah dengan iklim basah berbeda dengan
daerah yang mempunyai iklim kering, serta letak suatu
daerah dengan perkotaan, tempat yang jauh dari kota
dengan yang dekat dengan kota akan ada perbedaan
pengembangannya.
Terra (1953) mengemukakan bahwa penyebaran, luas
dan intensitas serta bentuk pekarangan dipengaruhi oleh
faktor ethnologis, tanah dan tergantung pada seberapa
besar kepadatan penduduk, serta imbangan dengan pemilik
tanah yang lain.
22. 4. Pengaturan Pekarangan
Pekarangan sering memberikan kesan pada yang
melihatnya sebagai hutan rimba yang produktif (Agroforestry)
atau sebagai kebun yang terlantar karena pekarangan tersebut
ditumbuhi oleh bermacam-macam tanaman. Pengaturan
pekarangan yang kurang baik akan memberikan pandangan
yang kurang baik pula. Dengan pengaturan tanaman dalam
pekarangan secara baik akan menciptakan keindahan alam
lingkungan terbuka di pekarangan. Keindahan pekarangan
tidak saja memberi kegembiraan pada pemiliknya tetapi juga
memberi kesenangan pada siapa saja yang lewat dan
memmandangnya.
23. 5. Kemungkinan Pengembangan Pekarangan
Pengembangan pekarangan yang terarah, tidak cukup
hanya dengan melakukan perlombaan-perlombaan yang
bersifat seremonial belaka seperti lumbung hidup, apotik hidup
atau warung hidup yang bersifat sementara selagi ada kegiatan
lomba yang dahulu sering dilakukan untuk sekedar
menyenangkan pejabat belaka tetapi tanpa ada pembinaan lebih
lanjut. Sebenarnya hal tersebut juga dapat mendorong
pengembangan pengusahaan pekarangan asalkan dilakukan
dengan perencanaan yang baik dari pejabat yaitu dengan usaha
peningkatan pengetahuan pemilik pekarangan, dilakukan
pembinaan dan pendidikan yang menyeluruh serta diikuti
penyediaan sarana maupun penampungan hasilnya.
24. Buah dan sayuran perkembangan dimulai dengan pembentukan suatu bagian yang dapat
dimakan, pembentukan buah, kemunculan bibit, perkembangan umbi, atau perkembangan tangkai bah
dan diakhiri dengan kehilangan karakter bagian yang dapat dimakan, melalui kemunduran fisiologi,
perkembangan karakter serat-seratan atau kerusakan (spoilage) melalui interverensi mikrobiological
(Ryall and Lipton, 1972; Reid, 1992). Kondisi kemasan dari komoditas hortikultura segar adalah
merupakan kontinum sepanjang waktu perkembangannya. Scala waktu berhubungan dengan
perkembangannya, tetapi secara pasti lamanya waktu tersebut sangatlah bervariasi dan sangat uniq
untuk setiap komoditas. Istilah matang (Mature) berkaitan dengan titik dalam scala waktu
perkembangan sewaktu komoditi hortikultura dalam suatu keadaan yang siap untuk dipergunakan
(proses, simpan) atau dimakan.
Kualitas disisi lain berhubungan dengan derajat kepuasan dari konsumen atay pengguna
seperti ditetapkan berdasarkan penggunaan dari komoditas yang masak tersebut. Kenyataannya
kepuasan dapat berkurang karena produk lewat atau kurang masak, dengan demikia produk tersebut
dikatakan berkualitas kalau mempunyai kemasakan optimal. Sehubungan dengan hal tersebut
penentuan saat panen sangat penting agar produk yang dihasilkan mempunyai nilai tinggi sesuai
kebutuhan pasar karena dari persamaan keduanya antara masak dan kualitas saling berhubungan dan
dengan dugaan atau kebutuhan pasar.
Dugaan atau kebutuhan pasr diwujudkan melalui peraturan atau pedoman yang dikeluarka
oleh kelompok penanam, melalui rencana kontrak, atau melalui autoritas pemegang kebijakan yang
berwujudkan sebagai standar kualitas atau grade dan didukung oleh badan yang berwenang
mendukung pelaksaan regulasi tersebut. Di Indonesia standar kualitas ditentukan oleh badan yang
berwenang untuk mengelurkan tersebut dan produknya diberi label dengan SNI.
25. GRADE
Di Canada baik buah-buahan maupun sayur-sayuran standar
grade meliputi tiga hal atau parameter yang meliputi nama komoditas,
suatu seri klas grade kualitasnya dan seri atribut yang pergunakan
dalam penetapan standar grade tersebut seperti: warna, ukuran,
kemasakan, tekstur dan bebas tidaknya dari kerusakan seperti
kebusukan, penyakit dan kerusakan akibat benturan fisik. Semua itu
dapat dilakukan dilapang dengan menggunakan peralatan yang
seminimum mungkin tidak harus menggunakan peralatan yang
canggih ini sangat perlu karena demi kemudahan dalam melaksanakan
tugas serta kelancaran maupun kecepatan dalam melakukan grading
atau inspeksi di lapangan. Walau kadang-kadang juga diperlukan alat
bantu agar dalam memberikan hasil yang akurat seperti alat pengukur
warna atau ukuran buah apel ada alat bantunya kalau memang
diperlukan.
26. Standar grade di Canada nampak konsisten pada buah-
buahan maupun sayur-sayuran kriteria standarnya meliputi
nama komoditas, suatu seri klas gradenya sesuai dengan
standar kualitas yang dapat dipenuhinya, dan suatu seri atribute
kriteria standar yang diperlukan untuk menentukan grade setiap
komoditas.
Atribute parameter kriteria seperti warna dan ukuran
komoditas kadang-kadang sering di kuantitaskan dengan
menggunakan alat sebagai menggunakan alat sebagai
pembanding atau alat koreksi kebenaran dari inspector dalam
melakukan tugasnya. Kemampuan inspector melakukan
tugasnya dengan baik dan benar dalam menentukan grade
suatu produk atau sistem grading secara umum dengan bantuan
alat yang sedikit-dikitnya atau minimal sangat penting karena
akan menentukan kecepatan dalam melaksanakan tugas.
27. KEMASAKAN
Salah satu hal yang penting sebagai parameter dalam menentukan standar
grade suatu komoditas adalah ekspresi dari tingkat kemasakannya. Secara umum
dikatakan bahwa kemasakan suatu produk adalah didefinisikan sebagai keadaan suatu
produk dapat digunakan ini dilihat dari sudut pandang pengguna/costumer. Dalam
beberapa produk seperti buah-buahan, suatu proses pemsakan suatu proses pemasakan
mungkin sangat diperlukan untuk mencapai kondisi suatu produk buah secara optimal
untuk dapat dikonsumsi. Proses pemasakan ini umumnya ditunjukkan oleh perubahan
dalam warna, tekstur (umumnya pelunakan), dan flavor dan memberikan suatu
perubahan yang ideal untuk kemasakan. Arti penting dari indikator kemasakan ini
adalah dalam menentukan atau memperkirakan kualitas atau kualitas gradenya dari
suatu komoditas yang akan dibutuhkan oleh pembeli.
Produk Hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah
dipanen masih merupakan benda hidup, seperti kalau belum dipanen atau masih di
pohon. Benda hidup disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang
menunjukkan kehidupannya yaitu proses metabolisme. Karena masih terjadi proses
metobolisme tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah
dipanen akan mengalami perubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut.
28. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti
terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan
unsur oksigen dan pengeluaran karbon dioksida, serta
penguapan uap air dari dalam produk tersebut, yang pertama
kita kenal denga istilah respirasi sedangkan yang kedua dikenal
sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk hortikultura kalau masih di
pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau
diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda
dengan produk yang telah dipanen kehilangan air tersebut tidak
dapat digantikan, karena produk tidak dapat mengambil air dari
lingkungannya. Demikian juga kehilangan substrat juga tidak
dapat digantikan sehingga menyebabkan perubahan kualitas
darip produk yang telah dipanen atau dikenal sebagai
kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan
perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk
tersebut.
29. Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang
telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan
produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga
akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk,
sehingga mutu serta nilai jualnya menjadai rendah bahkan
tidak bernilai sama sekali.
Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah
panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan
adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau
mencegah proses kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti
bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang
telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut
dipanen pada kondisi tepat mencapai kemasakan fisiologis
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya. Produk
yang dipanen sebelum atau kelewat tingkat kemasakannya
maka produk tersebut mempunyai nilai atau mutu yang tidak
sesuai dengan keinginan pengguna/SNI (Standart Nasional
Indonesia).
30. PERUBAHAN FISIOLOGIS PRODUK
HORTIKULTURA SETELAH PANEN
Jika produk hortikultura masih di pohon maka produk tersebut masih
mendapatkan pasokan/suplai apa saja yang diperlukan dari tanah seperti air,
udara serta unsur hara dan mineral-mineral yang diperlukan untuk sintesis
maupun perombak tetapi kalau produk tersebut sudah lepas dengan
tanamannya/dipanen maka pasokan tersebut sudah tidak terjadi lagi/tidak
berlangsung lagi. Kegiatan sintesis yang utama dalam organ yang masih
melekat pada tanaman adalah pada aktifitas proses fotosintesis tetapi kalau
sudah lepas proses fotosintesis ini sudah tidak terjadi lagi, tetapi proses
metabolisme tetap berlangsung baik sintesis maupun perombakan. Proses
metabolisme pada buah-buahan maupun sayur-sayuran yang telah lepas dari
pohonnya pada dasarnya adalah transformasi metabolisme pada bahan-
bahan organis yang telah ada atau telah dibentuk selam bagian tersebut
masih dalam pohon yang bersumber dari aktifitas proses fotosintesis. Selain
itu juga terjadi pengurangan kadar air dari dalam produk hortikultura
tersebut baik karena proses pengeluaran lewat permukaan produk maupun
oleh proses metabolisme oksidatif termasuk proses respirasi dari produk
yang tetap terus berlangsung.
31. RESPIRASI
Laju dari proses respirasi dalam produk hortikultura akan menentukan daya
tahan dari produk tersebut baik buah-buahan maupunsayur-sayuran yang telah
dipanen, sehingga sering dijumpai ada produk yang tahan disimpan lama setelah
dipanen seperti pada biji-bijian, umbi-umbian tetapi banyak pula setelah produk
tersebut dipanen tidak tahan lama untuk disimpan, seperti pada produk buah-buahan
yang berdaging maupun produk hortikultura yang lunak-lunak seperti sayur-sayuran
daun.
Agar proses metabolisme dalam suatu material hidup tersebut dapat
berlangsung terus maka diperlukan persediaan energi yang cukup atau terus menerus
pula, dimana suplai energi tersebut diperoleh dari proses respirasi. Respirasi terjadi
pada setiap makhluk hidup termasuk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah
dipanen, yang merupakan proses konversi exothermis dari energi potensial menjadi
energi konetis.
Secara umum proses respirasi dalam produk dapat dibedakan menjadi tiga
tingkat yaitu: pertama pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; kedua oksidasi
gula menjadi asam piruvat; serta yang ketiga adalah transformasi piruvat dan asam-
asam organik lainnya menjadi CO2, air, dan energi yang berlangsung secara aerobik.
Masing-masing proses tersebut dapat dilihat kembali pada Fisiologi Tumbuhan.
Substrat dalam proses respirasi tidak hanya berasal dari polisakarida dan asam-asam
organis tetapi juga dapat dari protein maupun lemak walaupun dari kedua terakhir
sebagai sumber energi kurang dominan, jika dilihat berbagai interaksi antara substrat
dengan hasil-hasil antara respirasi dan hasil antara yang satu dengan lainnya.
32. PENGUKURAN RESPIRASI
Secara umum dapat dikatakan bahwa laju proses respirasi merupakan penanda atau
sebagai ciri dari cepat tidaknya perubahan komposisi kimiawi dalam produk, dan hal tersebut
berhubungan dengan daya simpan produk hortikultura setelah panen.
Laju atau besar kecilnya respirasi yang terjadi dalam produk horikultura dapat diukur
karena seperti kita ketahui bahwa respirasi secara umum terjadi kalau ada oksigen dengan hasil
dikelurkannya carbon dioksida dari produk yang mengalami respirasi maka respirasi dapat
diketahui dengan mengukur atau menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap,
CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, serta energi yang ditimbulkannya. Respirasi juga
menghasilkan air (H2O) tetapi dalam hal ini tidak diamati dalam prakteknya karena reaksi
berlangsung dalam air sebagai medium, dan jumlah air yang dihasilkan reaksi yang sedikit
tersebut “seperti setetes dalam air satu ember”. Energi yang dikeluarkan juga tidak ditentukan
oleh karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat diukur dengan hanya satu alat
saja. Proses oksidasi biologis juga diikuti dengan terjadinya kenaikan suhu dan hal ini
sebenarnya juga dapat dipergunakan sebagai penanda seberapa besar laju respirasi yang
terjadi/berjalan. Tetapi karena antara keduanya tidak ada hubungan stoikiometrik maka
perubahan suhu tidak dipergunakan sebagai penanda laju respirasi dalam produk hortikultura.
Pengukuran kehilangan substrat, seperti yang terjadi adanya respirasi akan menyebabkan
penurunan berat kering dari produk, tetapi ini mungkin sulit untuk dilakukan pengukuran
karena adanya variasi dalam perubahan berat kering secara absolut; untuk itu diperlukan
analisis kimia secara berlangsung.
Ternyata laju respirasi dari produk hortikultura yang telah dipanen mempunyai pola
yang berbeda-beda dan dari variasi pola laju respirasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua bentuk laju respirasi yaitu kelompok yang mempunyai pola laju respirasi yang teratur, dan
kelompok lain kebanyakan produk hortikultura yang berdaging memperlihatkan penyimpangan
dari pola respirasi yang terdahulu
33. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI LAJU RESPIRASI
Kecepatan respirasi dari suatu produk hortikultura
ternyata tidak selalu tetap tetapi bervariasi, dan variasi
tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya
adalah:
a. Faktor dalam
Tingkat Perkembangan;
Susunan Kimiawi Jaringan;
Besar-kecilnya Komoditas;
Kulit Penutup Alamiah/Pelapis Alami;
Tipe/Jenis dari Jaringan.
34. b. Faktor Luar
Laju respirasi selain dipengaruhi oleh faktor dari
dalam juga sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada di luar
produk tersebut dimana kedua faktor tersebut saling
berinteraksi apakah saling mendukung atau sebalinya.
Faktor-faktor dari luar tersebut adalah meliputi:
Suhu;
Konsentrasi O2 dan CO2;
Zat Pengatur Pertumbuhan.
Salah satu zat pengatur pertumbuhan yang mempunyai
peranan dalam pematangan produk hortikultura adalah Ethylene.
35. Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca
panen) sampai saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat
perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan
konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh petani mencapai hasil
yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat
perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau
kualitasnya. Seperti diketahui bahwa produk hortikultura relatif tidak tahan
disimpan lama dibandingkan dengan produk petanian yang lain.
Hal tersebutlah yang menjadi perhatian kita semua, bagaimana agar
produk hortikultura yang telah dengan susah payah diupayakan agar hasil
yang dapat panen mencapai jumlah yang setinggi-tingginya dengan kualitas
yang sebaik-baiknya dapat dipertahankan kesegarannya atau kualitasnya
selama mungkin. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangatlah perlu
diketahui terlebih dahulu tentang macam-macam penyebab kerusakan pada
produk hortikultura tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
terhadap penyebab kerusakannya. Selanjutnya perlu pula diketahui
bagaimana atau upaya-upaya apa saja yang mungkin dapat dilakukan untuk
mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan tersebut sehingga
kalaupun terjadi kerusakan terjadinya sekecil mungkin.
36. I. JENIS KERUSAKAN PADA PRODUK
HORTIKULTURA
1.1. Kehilangan Berat dan Kualitas
Secara umum produk hortikultura yang telah dipanen
sebelum sampai ke konsumen atau dalam simpanan
penyebab kerusakan yang utama adalah terjadinya
kehilangan air dari produk tersebut. Kalau kehilangan air
dari dalam produk yang telah dipanen jumlahnya relatif
masih kecil mungkin tidak akan menyebabkan kerugian
atau dapat ditolelir, tetapi apabila kehilangan air tersebut
jumlahnya banyak akan menyebabkan hasil panen yang
diperoleh menjadi layu dan bahkan dapat menyebabkan
produk hortikultura menjadi mengkerut.
37. 1.2. Mikroorganisme
Agar produk hortikultura tidak lekas layu maka dalam
penyimpanannya diusahakan kelembaban lingkungan simpannya tinggi,
tetapi kondisi kelembaban tinggi dipenyimpanan sering menyebabkan
munculnya jamur pada permukaan produk hortikultura yang disimpan.
Munculnya jamur pada permukaan produk hortikultura yang disimpan akan
menyebabkan kenampakan produknya menjadi kurang menarik atau jelek
sehingga akan menurunkan nilai kualitas dari produk tersebut.
Agar produk hortikultura yang disimpan tidak cepat mengalami
proses kerusakan oleh mikroorganisme, diantaranya diupayakan dengan:
Menjaga kebersihan pada seluruh ruang penyimpanan
Menjaga sirkulasi udara pada ruang
Mengurangi terjadinya proses pengembunan pada produk yang dikemas.
Mengurangi/menghindari menjalarnya perkembangan spora dari jamur
Menggunakan bahan pencegah jamur, misalnya: dengan uap yang sangat
panas selama kurang lebih dua menit pada ruang simpan atau kalau sangat
terpaksa dipergunakan bahan kimia seperti: Sodium Hypochlorit/Trisodium
Phosphat, larutan Calsium Hypochlorit.
38. II. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERUSAKAN
PRODUK
2.1. Relatif Humidity (Kelembaban Relatif)
Relatif humidity (RH) ruangan di mana produk hortikultura disimpan akan
mempengaruhi kualitas produknya. Apabila RH ruang simpan produk hortikultura terlalu
rendah maka akan menyebabkan produk hortikultura yang disimpan akan mengalami kelayuan
dan pengkerutan yang lebih cepat. Tetapi sebaliknya apabila RH ruang simpan produk
hortikultura terlalu tinggi juga akan mempercepat proses kerusakan pada simpanan, karena
akan memacu munculnya jamur-jamur pada produk simpanan. Pada RH mendekati 100% akan
memberikan kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan jamur atau pertumbuhan jamur akan
sangat hebat sehingga sampai pada bagian dinding ruang simpan juga bagian atapnya pun akan
ditumbuhi jamur.
2.2. Sirkulasi Udara
Pergeseran atau sirkulasi udara diruang penyimpanan yang cepat selama proses
precooling produk simpanan dimaksudkan untuk menghilangkan panas dari produk
hortikultura yang dibawa dari lapang, setelah panas dari lapang tersebut dipindahkan maka
selanjutnya kecepatan sirkulasi udaranya dikurangi. Di dalam ruang penyimpanan sirkulasi
udara diperlukan dengan tujuan agar panas yang terjadi selama berlangsungnya proses respirasi
dari produk dapat diturunkan atau dihilangkan juga dengan maksud untuk menyeragamkan
kondisi/suhu ruang simpan dari ujung satu dengan ujung yang lainnya.
2.3. Respirasi
Produk hortikultura yang disimpan dalam bentuk segar baik itu sayur-sayuran ataupun
buah-buahan proses yang terjadi dalam produk adalah respirasi. Dalam proses respirasi ini akan
terjadi perombakan gula menjadi CO2 dan air (H2O).
39. IV. USAHA UNTUK MENGURANGI KERUSAKAN
PRODUK HORTIKULTURA DALAM SIMPANAN
4.1. Sanitasi
Ruang penyimpanan produk hortikultura perlu dipelihara dalam kondisi yang
bersih dan sehat, hal ini sangat penting dilakukan untuk menjaga agar produk
hortikultura yang disimpan tetap dapat terjaga dalam kondisi segar. Ruang
penyimpanan yang dijaga tetap dalam kondisi bersih dan sehat akan memperkecil
serangan jamur dan organisme lainnya.
Dalam sanitasi dipergunakan senyawa kimiawi yang bersifat racun seperti
insektisida, untuk penggunaannya perlu mempertimbangkan konsep keamanan
pangan/HACCP.
4.2. Refigeration
Tujuan dari refigerasi dalam ruang penyimpanan produk hortikultura terutama
adalah untuk menekan aktivitas enzym respirasi, agar aktivitasnya menjadi
serendah mungkin sehingga laju respirasinya sekecil/selambat mungkin produk
hortikultura yang disimpan tetap terjaga kesegarannya.
4.3. Pelilinan (Waxing)
Perlakuan dengan menggunakan lilin atau emulsi lilin buatan pada produk
hortikultura yang mudah busuk yang disimpan telah banyak dilakukan. Maksud
dari pelilinan pada produk yang disimpan ini terutama adalah untuk menggambar
sirkulasi udara dan menghambat kelayuan (menjadi layunya produk simpanan).
Sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses
transpirasi
40. 4.4. Irradiasi
Pengendalian proses pembusukan produk hortikultura yang disimpan serta
perpanjangan umur simpanannya baik itu produk buah-buahan maupun sayur-
sayuran segar dapat dilakukan dengan perlakuan penyinaran dengan
mempergunakan sinar Gamma.
4.5. Perlakuan Kimiawi dan Fumigasi
Perlakuan dengan menggunakan senyawa kimiawi telah banyak dipergunakan
dalam usaha memperpanjang lama penyimpanan produk-produk pertanian
termasuk produk hortikultura baik buah-buahan maupun sayur-sayuran, dan dapat
dikatakan sebagai cara yang umum dilakukan atau biasa dilakukan. Yang harus
diperhatikan dalam pemakaian senyawa kimia adalah penggunaan tetap menjaga
keamanan pangan sehingga tidak memberikan dampak yang merugikan bagi
keselamatan manusia mengingat produk hortikultura merupakan produk yang
dikonsumsi dan sering dikonsumsi dalam bentuk mentah/bukan olahan.
4.6. Pengemasan
Upaya lain untuk memperpanjang waktu simpan produk hortikultura adalah
dengan pewadahan/pengemasan yang baik. Dengan pewadahan ini diharapkan
paling tidak dapat mengurangi terjadinya kerusakan karena terjadinya benturan
sesama produk selama proses penyimpanan, selain juga dapat mengendalikan
kelembaban dari produk sehingga produk dapat tetap segar.