SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Download to read offline
1 
Terapi Cairan dan Nutrisi pada Kelainan Endokrinologi 
Hikmat Permana 
Sub bagian Endokrinologi dan Metabolisme 
Bagian Ilmu penyakit Dalam 
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 
Perjan RS Dr Hasan Sadikin 
Bandung 
Pendahuluan 
Ketika seorang penderita diabetes dirawat di Rumah Sakit maka akan 
terjadi beberapa permasalahan, antara lain akibat penyakit dasarnya, 
pengobatan, dan selama perawatan perlu pengamatan secara seksama 
terhadap kontrol gula darah. Disamping hal-hal tersebut terdapat keadaan 
diabetik akut yang terjadi pada penderita kritis/berat yang berpengaruh terhadap 
keadaan patologis penderita. 
Pengelolaan cairan dan nutrisi baik enteral maupun parenteral dalam 
bidang Endokrinologi dan Metabolisme merupakan bagian yang idt ak 
terpisahkan dari pengelolaan lainnya. Tindakan ini akan mempengaruhi kadar 
gula darah, oleh sebab itu pengelolaan cairan dan nutrisi menjadi perhatian 
yang sangat khusus. Ketepatan pemberian cairan dan nutrisi pada penderita 
diabetes ataupun penderita dengan gangguan toleransi glukosa (TGT) 
memerlukan pengetahuan tentang regulasi gula darah, dengan tujuan Glukosa 
plasma tercapainya kadar gula darah normal atau mendekati nilai normal, baik 
pada keadaan puasa maupun pada keadaan post pandrial. 
Hiperglikemia sendiri mempunyai peran dalam perubahan baik komposisi 
cairan tubuh maupun elektrolit maupun osmolalitas darah. Dengan demikian 
pada penatalaksanaan pemberian baik nutrisi enteral maupun parenteral 
diharapkan kadar glukosa darah berada pada kisaran 120 – 200 mg/dl. Selain 
asupan nutrisi, juga perlu memperhatikan keadaan penyakit atau kondisi lain 
yang menyertainya, 
Mengingat begitu luasnya bidang Endokrinologi dan Metabolisme ini maka 
dalam pembahasan mengenai cairan dan nutrisi dalam bidang endokrinologi 
akan dibatasi pada kasus yang sering terjadi dan menjadi permasalahan
tersendiri, yaitu krisis hiperglikemia dan keadaan seorang penderita diabetes 
melitus memerlukan nutrisi baik enteral maupun parenteral. 
Kasus yang sering terjadi adalah Diabetik ketoasidosis dan hiperglikemia 
hyperosmoler pada penderita Diabetes Mellitus (DM). Pada kondisi tersebut 
peran cairan dan nutrisi baik enteral maupun parenteral menjadi sangat penting, 
mengingat kadar glukosa darah yang diharapkan akan mempengaruhi hasil akhir 
dari pengelolaan. Pada makalah ini penulis akan membatasi pengelolaan terapi 
cairan dan nutrisi baik enteral maupun parenteral pada penderita DM yang 
mengalami krisis hiperglikemia, selain sebagai kasus yang sering ditemukan juga 
memerlukan perhatian yang sangat khusus, yaitu asupan energi sesuai dengan 
kebutuhan yang akan mempengaruhi kadar gula darah. 
Fisiologi gula darah 
Pada keadaan puasa, glukosa yang dihasilkan oleh hati sama dengan 
pemakaian glukosa oleh otak, jaringan di perifer dan sel darah merah ( kurang 
lebih 2 mg/kg/min atau 200 gr/dl). Sedangkan setelah makan, peningkatan 
glukosa plasma dan supresi insulin terhadap produksi glukosa di hati dan 
peningkatan ambilan glukosa di perifer. Glukosa plasma dan konsentrasi insulin 
menurun setelah makan, rata-rata produksi glukosa di hati dan ambilan glukosa 
di perifer kembali ke keadaan basal seperti peningkatan produksi glukosa 
pada saat penurunan ambilan glukosa. Keseimbangan ini terjadi kegagalan 
pada penderita diabetes. Hiperglikemia disebabkan peningkatan pelepasan 
glukosa hati, kegagalan ambilan glukosa dan penurunan sekresi dan fungsi 
insulin. 
Patofisiologi Diabetes Mellitus 
Pada dasarnya mekanisme terjadi terjadi peningkatan gula darah pada DM 
adalah adanya kegagalan sel beta untuk menghasilkan insulin cukup disertai 
penghambatan kerja sel beta oleh perangsangan adrenegik, menyebabkan 
insulin yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan dan hal ini selanjutnya 
menyebabkan peninggian kadar gula darah dan berkurangnya uptake ke dalam 
2
sel sel jaringan. Siklus ini makin lama menyebabkan hiperglikemia makin 
bertambah dan akibat diuresis osmotik yang hebat menimbulkan dehidrasi berat. 
Ketoasidosis Diabetika ( KAD) 
Ketoasidosis diabetik sering ditemukan pada penderita DM tipe 1 dan tidak 
jarang pada DM tipe 2. Pada DM tipe 1 lebih 45 000 kasus setiap tahunnya 
dengan angka kematian keseluruhan 5 – 9 % sedangkan pada usia > 65 tahun 
angka kematian meningkat menjadi 15 – 28 %. Walaupun demikian kematian ini 
selain akibat KAD juga tergantung pada faktor pencetusnya. 
KAD terjadi akibat defisiensi insulin atau defisiensi insulin relatif yang 
disertai peningkatan sistem hormon counter regulatori terutama hormon 
glukagon. Kondisi ini menyebab dua aspek yaitu : 
Pertama, hiperglikemia dan dehidrasi akibat defisiensi insulin. Defisiensi insulin 
menyebabkan peningkatan kadar gula darah akibat penurunan penggunaan 
adipose dan glukosa di jaringan perifer serta meningkatnya produksi glukosa 
hepatik. Akibat hiperglikemia menyebabkan diuresi osmotik dengan demikian 
akan terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. 
Kedua, adalah terjadinya peningkatan produksi keton darah di hepar. Pada 
keadaan normal, FFA ( free fatty acid ) merupakan hasil oksidasi atau 
penggunaan trigliserida cadangan. Dengan keadaan defisiensi insulin dan 
glukagon yang berlebih, metabolisme FFA akan lebih cenderung menghasilkan 
benda keton ( hydroxybuterate dan acetoacetate ), kemudian keadaan asam ini 
menyebabkan penurunan bikarbonat dan menyebabkan asidosis. 
Dengan demikian terdapat tiga faktor yang saling terkait pada KAD, yaitu 
3 
hiperglikemia, dehidrasi, dan asidemia. 
Terapi 
Pada KAD, cairan yang digunakan tidak ada yang pasti. Cairan inisiasi untuk 
rehidrasi digunakan cairan normal saline ( NaCl 0,9%) apabila tidak terdapat 
kelainan jantung. Pada umumnya pada penderita dewasa terjadi defisit cairan 3 
– 5 liter, atau 15-20 mg/kg/jam atau lebih banyak pada jam pertama pemberian (
1 – 1,5 liter/jam). Jumlah pemberian inipun harus menilai status hidrasi, kadar 
elektrolit dan diuresis( output). Jika penderita hipernatremia, NaCl 0,45% ( half-strenght). 
Apabila diyakini tidak terdapat gangguan ginjal dapat ditambahkan 
Kalium 20-30 mEq/l ( 2/3 KCL dan 1/3 KPO4) selama penderita stabil dan 
mentolerasi suplement peroral. Cairan Ringer laktat dapat diberikan secara hati 
hati, mengingat pada penderita KAD dengan hipovolemia sering kali bersamaan 
terjadi dengan asidosis laktat. Keberhasilan pemberian cairan adalah adanya 
perubahan hemodinamik ( tekanan darah ), mencatat input/ out put cairan, dan 
perbaikan klinis. Kekurangan cairan pada 24 jam pertama harus dievaluasi 
kembali, sebab tindakan pemberian cairan ini tidak boleh merubah osmolaitas 
darah meningkat sebanyak > 3 mOsm/kgH2O/jam. 
Walaupun masih banyak kontroversi pemberian insulin, apakah dengan 
dosis tinggi atau dosis rendah? Selain menurunkan gula darah juga menurunkan 
benda keton (ketonemia), merupakan tindakan yang penting. Kedua terapi 
insulin dosis rendah atau tinggi menunjukan efikasi yang sama. Pada umumnya 
merekomendasikan pemberian insulin dengan dosis rendah secara kontinju 
intravena antara 5 – 7 unit perjam ( 0,1 u/kg/jam) dengan tujuan menurunkan 
gula darah 10-20 % dalam waktu 2 jam. Jika gula darah menurun secara cepat, 
infus insulin diturunkan setengahnya, tetapi apabila kadar gula darah belum 
dapat diturunkan dosis dinaikan 2 kali lipat. Pada keadaan penderita 
memerlukan dosis insulin sangat tinggi ( 50 -60 u/jam), kondisi ini bisa ditemukan 
pada keadaan resistensi insulin akibat kelainan dasar seperti adanya infeksi 
atau kelainan imunitas. Oleh karena ini pada kondisi tersebut, apabila faktor 
infeksinya dapat diatasi, maka akan secara mendadak tidak terjadi resistensi 
insulin, sehingga monitor gula darah harus lebih ketat. 
Pada umumnya, 24-48 jam pertama gula darah tercapai normal dan tidak 
ditemukan ketonemia, kemudian insulin drip diganti ke subkutan, makan dan 
cairan melalui oral. Sedangkan insulin drip tetap dilanjutkan sampai 2 jam 
setelah insulin subkutan. 
Elektrolit ( Na,K, Mg, Fosfat ) bisa terukur rendah atau tinggi, disebabkan 
keadaan kombinasi antara hypovolemia, asidosis, dan defisiensi insulin. Diuretik 
4
osmotik secara signifikan menyebabkan penurunan elektrolit tubuh secara 
keseluruhan. Oleh karena itu, penggantian cairan sangat menentukan hasil 
akhir. Oleh sebab itu pemberian cairan mengandung natrium lebih dini diberikan. 
Kadar natrium darah sendiri sering rendah akibat adanya hyperglikemia atau 
hypertrigliseridemia. 
Adanya perubahan elektrolit, maka monitor kalium perlu perhatian khusus. 
Pada awalnya terjadi kadar kalium serum tinggi, sedangkan cadangan kalium 
tubuh menurun. Pada penderita dengan BAK terus memungkinkan pemberian 
kalium lebih dini walaupun kadar kalium normal tinggi. Pemberian cairan dan 
insulin menurunkan kalium akibat dilusi dan reequilibrium elektrolit Kalium 
dengan hidrogen akibat asidosis disertai proses transport seluler kalium dan 
fosfat kedalam sel bersama gul kosa. Untuk itu monitoring kalium dapat 
dilakukan dengan pengamatan EKG, sering kali penderita membutuhkan kalium 
120 – 160 mEq pada 24 jam pertama pengobatan. Kemudian substitusi kalium 
diberikan peroral selama 5-7 hari. 
Penggunaan bicarbonate dalam pengelolaan KAD masih terdapat banyak 
beda pendapat. Apabila pH kurang 7,10 bicarbonate dapat diberikan; Biasanya 
diberikan melalui cairan infus ( 44 atau 88 mEq ) atau cairan hipotonik ( 1/3 – ½ 
NaCl ). Pemberian Bicarbonat tidak diberikan secara cepat melalui intravena, hal 
ini akan menimbulkan penurunan kalium darah. Dengan demikian apabila 
penderita diberikan cairan bicarbonat memerlukan pemantauan kadar kalium 
jauh lebih ketat. Walaupun demikian sampai saat ini pemberian bikarbonat pada 
KAD tidak mempengaruhi hasil pengobatan. Keadaan ini menyebabkan 
pemberian bikarbonat ini tidak menjadi tindakan rutin dan apabila diperlukan 
itupun harus dilakukan atas dasar indikasi yang tepat disertai pemantauan yang 
ketat. 
Hiperglikemia Hyperosmoler nonKetotik (HHNK) 
Pada penderita dengan hiperglikemia hiperosmoler yang ditandai dengan 
keadaan dehidrasi yang berat dengan defisiensi insulit relatif ataupun absolut. 
Dehidrasi ini diakibatkan tidak efektifnya aksi insulin, sehingga produksi glukosa 
5
hepatik meningkat dan penurunban penggunaan glukosa di jaringan perifer. 
Seperti halnya pada penderita dengan DKA, tetapi pada Hiperglikemia 
hiperosmoler terjadi osmotik diuresis yang hebat yang mengakibatkan 
kehilangan cairan dan elektrolit. Pada kelainan ini tidak ditemukan adanya 
peningkatan baik keton darah maupun asidemia. Hal lain yang sering ditemukan 
pada hiperglikemia hiperosmoler adalah sebelumnya penderita tidak mengetahui 
adanya diabetes mellitus. 
Faktor pencetus. 
Sering kali pada penderita HHNK, sebelumnya tidak terdiagnosis DM tipe 2 
disertai gejala diabetes yang tidak jelas. Faktor pencetus atau kondisi yang 
dihubungkan dengan HHNK adalah : infeksi, pankreatitis/ carsinoma pankreas, 
acromegaly, sindroma cushing, tirotoksikosis, luka bakar, obat obata ( diuretik, 
dilantin, glukokortikoid, propanolol, diazoxide), hypotermia, dan heat stroke. 
Pada umumnya kondisi terbeut menimbulkan penurunan sekresi insulin atau 
menyebabkan resistensi insulin, serta mengakibatkan kehilangan cairan tubuh 
yang banyak. 
Terapi 
Pengelolaan HHNK tidak jauh berbeda dengan pengelolaan DKA. Penggantian 
cairan yang tepat dan cepat sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. 
Dengan mengikuti pengelolaan pada DKA tanpa dibutuhkan bikabonat dan 
monitoring pH yang ketat. Pada kasus HHNK, komplikasi yang terjadipun tidak 
jauh berbeda pada DKA. Target pengelolaan adalah kadar gua darah normal 
dan natrium serum normal. Sedangkan resiko hipokalemia dan hipofosfatemia 
sama dengan DKA. 
6 
Nutrisi Enteral dan parenteral pada DM 
Pada penderita diabetes mellitus yang mengalami keadaan kritis tidak 
terjadi peningkatan sekresi insulin dan pada penderita diabetes terjadi gangguan 
metabolisme berlebihan akibatnya kadar glukosa akan meningkat secara hebat.
Keadaan lain, pada keadaan kesakitan yang akut dan pembedahan juga 
terjadi asidosis yang berasal dari akumulasi laktat atau benda keton. Asidosis 
akan menyebabkan kerusakan sensitivitas insulin di jaringan perifer, yang 
selanjutnya akan menimbulkan kegagalan metabolisme karbohidrat. Keadaan ini 
akan meningkatkan siklus kesakitan akut yang menginduksi hiperglikemia dan 
hiperglikemia tersebut merupakan bagian dari kegagalan respon terhadap 
kesakitan. 
Kesulitan yang timbul dalam pengontrolan kadar gula darah adalah akibat 
lebih lanjut dari gangguan akitivitas sehari hari, penggunaan intervensi obat-obatan 
farmakologi, perubahan drastis asupan makanan, penurunan tingkat 
aktifitas, dan sulitnya pemberiaan insulin yang tepat waktu. Semua variable 
tersebut seringkali menimbulkan terjadinya kadar gula darah yang sangat 
berfluktuatif selama perawatan. 
Tujuan pemberian nutrisi pada penderita sakit kritis/berat adalah 
mempertahankan otot dari katabolisme protein yang terjadi dalam keadaan 
stress. 
Secara prinsip tujuan intervensi nutrisi adalah : 
1. Menyediakan subtrat ( protein, karbohidrat, lipid, elektrolit, mineral; dan 
7 
vitamin ) dalam upaya fungsi metabolisme berjalan terus menerus. 
2. memaksimalisasikan sintesa protein dan meminimalisasi katabolisme 
protein. 
3. Memelihara fungsi imun dan memperbaiki luka. 
4. Perbaikan fungsi jantung dan respiratori dengan penyediaan cadangan 
glikogen pada otot jantung dan otot diafragma. 
5. Koreksi asidosis dan gangguan elektrolit 
6. Potensiasi terjadi perubahan respon terhadap proses inflamasi. 
Kadar Serum albumin merupakan pertanda kuat terhadap morbiditas dan 
mortalitas dan sebagai pertanda yang akurat keadaan stress, tetapi nilai 
albumin itu sangat buruk dalam penilaian status nutrisi. Meskipun demikian 
kadar albumin saja tidak secara cepat dapat diperbaiki.
Disebabkan kebanyakan pada penderita kritis/berat mengalami proses 
inflamasi yang hebat dan membutuhan tambahan nutrisi, kemudian diikuti 
keadaan hipoalbuminemia yang sering terjadi di ICU yang berhubungan dengan 
pemberian nutrisi. Pemberian albumin eksogen akan meningkatkan kadar 
albumin pada penderita hypoalbuminemia tetapi tidak menurunkan morbiditas 
dan mortalitas. Albumin juga dapat menimbulkan proses glycosilated apabila 
bercampur dengan cairan dextrose hypertonik, dengan demikian akan 
kehilangan fungsinya. 
Tidak ada data yang mengatakan bahwa indikadi intervensi nutrisional 
diberikan kurang dari satu minggu memberikan keuntungan pada pasien. Oleh 
karena itu sangat penting untuk mengantisipasi periode waktu penderita tidak 
dapat makan, dan juga perencanaan nutrisi yang matang saat preoperatif. 
Walaupun demikian berat badan dan perubahan berat badan menjadi 
sangat penting, karena sangat berpengaruh pada keadaan sakit berat/kritis. 
Penderita sakit kritis pada umumnya mengalami peningkatan cairan tubuh 
secara keseluruhan yang berasal dari cadangan, termasuk jantung, ginjal, dan 
penyakit hati juga keadaan berat badan penderita juga dapat menginterpretasi. 
Berat badan yang turun sebanyak lebih 10% dalam waktu 3 – 6 bulan 
merupakan ulkuran memerlukan intervensi nutrisi. Malnutrisi protein kalori yang 
moderate diduga kalau terjadi kehilangan berat badan 10-20 %, apabila lebih 20 
% termasuk kelompok berat. Penurunan berat badan sampai 10 % biasanya 
sangat toleran dan cadangan protein mencukupi sampai 7 – 10 hari tanpa 
intervensi nutrisional pada penderita dengan respon inflamasi moderat. 
Prakiraaan Penentuan Kebutuhan Energi 
Sebenarnya kebutuhan energi pada penderita diabetes dapat digunakan dengan 
persamaan Harris Benedict atau dengan secara tidak langsung dengan 
kalorimetric. Kebanyakan penelitian mengatakan kebutuhan kalori penderita 
diabetes yang di rawat di ICU sebesar 25 – 35 kalori tiap kg berat badan ideal. 
Meskipun perkiraan kebutuhan energi pada penderita kritis/ berat sulit karena 
ketidakpastian pengaruh multipel faktor dan pengeluaran/ penggunaan energi. 
8
Beberapa penderita DM obese yang mengalami sakit berat/ kritis lebih sulit lagi 
sebab adanya kontroversi apakah dengan berat badan ideal atau berat badan 
terukur. Salah satu rekomendasi untuk penderita DM obese adalah dengan 
menggunakan perhitungan BB yang disesuaikan = BBI + 0,25 ( BB actual- BBI). 
Dengan menggunakan persamaan Harris Bennedict akan menghasilkan 
perhitungan yang berlebih. 
Apabila berat badan terukur menjadi patokan maka penderita DM tipe 2 
obese yang mengalami sakit berat/kritis sangat mudah terjadi nutrisi yang 
overfeeding. 
Overfeeding berbahaya karena : 
1. menyebabkan hiperglikemia, yang menyebabkan fungsi neutropil dan 
makrofag menurun juga dalam proses opsonisasi imunoglobulin dan 
terjadi peningkatan resiko infeksi nasokomial dari cateter dan cadidemia. 
2. dengan adanya dektrose di hepar akan meningkatkan jalur non-oksidatif 
termasuk lipogenesis yang selanjutnya akan terjadi perubahan dari 
glukosa ke lipid. 
3. menyebabkan peningkatan kebutuhan repirasi dan lipogenesis, hal ini 
akan membutuhkan penyesuaian sistem respirasi. Selanjutnya beratnya 
stress, obese, DM tipe 2, perhitungan penggunaan kalori secara indirek 
harus sangat hati-hati. 
Kebutuhan Protein dalam keadaan stress adalah lebih dari 1.5 grams /KgBB 
dengan keadaan fungsi ginjal dan hati yang normal. Restriksi protein yang ketat 
diindikasikan pada penderita diabetes dengan nefropati diabetika yang overt, 
walaupun diberikan dalam jangka waktu pendek. Protein yang diberikan adalah 
asam amino seperti valine, leucine dan isoleucin, yang banyak terdapat pada 
formula perenteral. Protein akan menguntungkan untuk pendertia sakit 
berat/kritis akibat sepsis atau trauma. 
Kebanyakan keadaan sakit kritis/ berat yang tidak toleransi diberikan 
dektrose 400 gram/dl. Rata rata infus dektrose sebanyak 4 mg/kg/menit ( 
400gr/dl untuk berat badan 70 kg laki-laki) dapat diberikan melalui parenteral 
dextrose. Meskipun demikian kebanyakan penderita membutuhkan lebih sedikit 
9
dari kalori dari perhitungan diatas. Peningkatan rata rata infus ini dapat 
menimbulkan hiperglikemia dan menimbulkan lipogenesis. Apabila seseorang 
membutuhkan total kalori dari dektrose, dapat dilakukan dengan cara infus drip 
dektrose 5 % dalam air, dimana perlu perlu perhitungan jumlah cairan dan 
banyak dektrose yang diberikan pada beberapa penderita di ICU. Hal perlu 
dengan penuh kehati-hatian dalam menilai dan termasuk dalam perhitungan 
kalori. 
Lipid yang terdiri lebih 30% dari total kalori dan dapat diberikan secara 
hati- hati apabila diberikan parenteral. Emulsi lipid yang terdiri dari komposisi 
rigliserida rantai panjang ( LCTs) dan tersedia 9 kkal/gr. Karena pemberian 20% 
emulsi lipid secara parenteral dalam keadaan sebenarnya lebih sedikit kalori 
dibanding cairan dektrose. Apabila pemberian emulsi lipid tidak benar maka: 
1. Akan menghambat sistem retikuloendotheleal dan kegagalan fungsi 
10 
fagositosis, terutama sel kuffer. 
2. Akan menjadi lebih buruk oksigenasi pada penderita dewasa muda yang 
mengalami ARDS. 
3. Menyebabkan resiko infeksi bertambah, apabila pemerian emulsi lipid ini 
dilakukan dalam jangka waktu lama ( emulsi lipid merupakan media yang 
baik untuk kultur tetapi akan menjadi bakterisidal apabila diberikan 
bersama cairan dektrose. 
4. Meningkatkan produksi imunosuppresi derivat eochosanoid. 
Dengan demikian dalam pemberian emulsi lipid perlu hati-hati. Dalam 
memberikan emulsi lipid ini perlu memperhatikan jumlah yang diberikan tidak 
melebihi 0,11 gr/kg/jam dan kurang 20 % dari jumlah total kalori yang diberikan. 
Dengan pemberian lipid akan menurunkan lipogenesis dan menurunkan 
kebutuhan dektrose pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik. 
Kadar trigliserida perlu diperika secara periodik selama pemberian perenteral 
emulsi lipid dan komponen lipid dari TPN dihentikan apabila meningkat menjadi 
400 – 500 mg/dl. 
Tata Cara Pemberian
Intervesi nutrisional dapat diberikan secara enteral dan parenteral. Dalam hal 
memilih cara pemberian pada penderita sakit kritis tergantung prediksi/ penilaian 
dan kondisi klinis penderita. 
Tujuan pemberian nutrisi parenteral adalah : 
11 
1. Memperbaiki luka. 
2. Membantu fungsi immune 
3. Mempengaruhi keseimbangan asam basa dan mineral 
4. Meminimalisir kehilangan nitrogen pada proses katabolik akibat injuri. 
Berapa kadar Gula Darah yang diharapkan ? 
Upaya menurunkan morbiditas, mortalitas, lamanya perawatan, dan biaya 
perawatan pada kasus kasus stroke, infark myokard, pembedahan bypass 
koroner, luka bakar, dan infeksi nasokomial dengan hiperglikemia banyak 
diteliti. 
Beberapa penelitian di bawah ini yang menunjukkan pentingnya kontrol gula 
darah pada penderita critically ill. 
Pada Infark miokard dengan pemberian insulin injeksi dengan glukosa darah < 
198 mg/dl dapat menurunkan mortalitas 30%. Peneliti meta analisis lain dengan 
target gula darah antara 108- 124 mg/dl meningkatkan angka kematian 3,9 kali 
disbanding bukan penderita diabetic, dan kadar glukosa antara 124 – 180 mg/dl 
pada penderita diabetes mempunyai resiko kematian dengan relative risk 
sebesar 1.7. 
Pada Stroke dengan glukosa darah > 120 mg/dl mempunyai resiko ketidak 
mampuan kembali kenormal pada penderita DM dan non- DM. Peneliti lain 
dengan gula darah 148 mg/dl merupakan faktor risiko independent kematian. 
Dengan gula darah > 104 g/dl mempunyai hubungan linear dengan tingkat berat 
stroke penderita dengan riwayat diabetes, dan risoko kematian menjadi 2 kali 
lebioh besar. 
Pada Pembedahan Bypass Jantung, Dengan menggunakan insulin IV yang 
dimulai sebelum operasi menurunkan angka kematian sampai 50% pada
penderita Diabetes. Insulin IV yang dimulai preoperatif menurunkan 60% angka 
kejadian luka operasi pada strenal. 
Dan pada pembedahan pada umumnya, Dengan kadar Glukosa darah > 220 
mg/dl pada post operasi pada hari pertama meningkatkan resiko infeksi yang 
serius. 
Dengan demikian selama perawatan di rumah sakit pengelolaan 
hiperglikemia menjadi sangat esensial dan diharapkan kadar gula darah kurang 
200 mg/dl. Secara keseluruhan diantara penderita diabetes yang mengalami 
stroke, MI dan pembedahan janutng diduga dengan pengelolaan 
hiperglikemianya akan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Lebih dari 75% 
penderita diabetes yang dirawat seringkali disertai penyakit kardiovaskuler. 
Dengan pengelolaan yang baik pada diabetes yang mengalami stress akut 
akan memperbaiki outcome dan pemendekan lama perawatan. 
Keadaan resistensi insulin, baik di otot maupun di hepar yang sering kali 
terjadi pada penderita stress dan merupakan tanda yang karakteristik adanya 
penurunan kapasitas insulin dalam upaya menghambat glukoneogenesis. 
Resistensi insulin di perifer menurunkan kemampuan otot dalam penggunaan 
energi. Hal ini memperjelas pemberian dektrose dalam TPN seminimal 
mungkin, antara 50 -150 mg/dl dektrose perhari, tergantung keadaan 
hiperglikemianya. TPN dapat dimulai pada saat hiperglikemia telah terkendali, 
yaitu gula darah < 200 mg/dl, dengan pengelolaan pemberian insulin sliding 
scale maupun drip infus insulin. Apabila euglikemia tercapai, dekstrose dapat 
diberikan dan dimulai dengan 50 gr/dl. Kontrol gula darah yang optimal adalah 
kadar gula darah mencapai 120 – 200 mg/dl. 
Untuk keadaan metabolik yang labil, penderita dengan gangguan absorpsi 
subkutan atau penderita yang membutuhkan insulin dosis tinggi dapat diberikan 
insulin infus secara kontinyu. Parenteral dektrose adalah yang terbaik 
menyertai infus insulin intravena, mengingat pemberian dektrose enteral yang 
paling baik dengan insulin subkutan. 
Diantara penderita yang dirawat dengan alasan hiperglikemia, termasuk 
penderita yang akan menjalani pembedahan, diharapkan kadar glukosa darah 
12
antara 120 – 200 mg/dl. Dalam mempertahankan kadar gula darah yang 
terkontrol perlu memperhatikan penilaian secara terus menerus masukan nutrisi ( 
baik enteral maupun parenteral ), aktifitas, pengobatan lain ( steroid ), dan kadar 
gula darah. Pengukuran gula darah kapilari diperlukan dalam memonitor kadar 
gula darah mengingat cepat dan akurat sepanjang hari. Hal seperti diperlukan 
dalam penilaian efikasi insulni dan upaya penyesuaian dosis insulin. 
Pemeriksaan benda keton urin sangat penting dalam memantau metabolisme 
selama stress akut. Pemeriksaan ini dilakukan apabila kadar gula darah > 240 
mg/dl. Sedangkan pemeriksaan HbA1c tidak disarankan dalam keadaan akut. 
Perhatikan keadaan hipoglikemia ! 
Hipoglikemia dapat terjadi selama perawatan di rumah sakit dengan berbagai 
sebab, dengan demikian perlu pemantauan secara ketat sebagai antisipasi 
terjadinya hipoglikemia. Paling sering terjadi hipoglikemia adalah terhentinya 
pemberian nutrisi, perbaikan status stress, pengurangan dosis kortikosteroid 
atau penghentian mendadak, gagal ginjal, hepatitis berat, sepsis, dan 
gatroparesis diabetik. Hipoglikemia yang tidak disadari merupakan problem 
penderita diabetik selama perawatan, terutama pada penderita DM tipe 1. 
Penyebabnya adalah tidak ada respon adrenegik terhadap hipoglikemia. Gejala 
khas seperti gemetar dan berdebar-debar tidak muncul. Keadaan lain gejala 
neuroglycopenik seperti gangguan mental, bingung mungkin tidak diketahui 
secara pasti akibat pengaruh sedasi atau ventilasi mechanical. Oleh sebab itu 
monitor gula darah harus lebih sering. 
Perhatikan keadaan Hiperglikemia ! 
Penyebab hiperglikemia seperti infeksi, overfeeding, insufisiensi insulin, 
dehidrasi dan kortikosteroid, betabloker, thiazide, narkotik, cyclosporine dan 
sympatomimetic agent. Penyebab paling sering hyperglikemia pada penderita 
sakit berat/kritis adalah kekurang hati-hatian dalam pemberian nutrisi sehingga 
terjadi overfeeding, yang bisa terjadi pada penderita yang mendapat nutrisi 
infuse dektrose atau peritoneal dialysis. Hiperglikemia dihubungkan dengan 
13
disfungsi neutrophil, kegagalan fungsi komplemen yang mempunyai kontribusi 
pada infeksi luka pasca operatif pada penderita diabetik. 
Total Perenteral Nutrisi pada penderita Diabetes 
Dalam pengelolaan nutrisi parenteral pada penderita diabetes perlu 
memperhatikan terhadap kontrol kadar gula darah dan kehati hatian terjadinya 
hipoglikemia ataupun hiperglikemia. Kebutuhan kalori keseluruhan sebaiknya 
dicapai dalam beberapa hari dengan kadar gula darah tidak melebihi 200 mg/dl.. 
Dektrose dalam TPN dibatasi antara 100 – 150 mg pada hari pertama 
pemberian. Sedangkan insulin dapat diberikan secara bersama sama dengan 
TPN dalam upaya mengontrol kadar gula darah. Apabila insulin diberikan 
bersama sama TPN. Dalam perhitungan dosis insulin dapat dipakai dengan 
menghitung kebutuhan insulin basal selama 24 jam rata-rata 1 u/jam, atau 
dengan kalkulasi 0.02 U/jam/kg berat badan dan dapat ditambahkan 2-3 u/ jam 
setiap 25 gram karbohidrat yang diberikan. 
Enteral Nutrisi pada Diabetes 
Setelah didapatkan kadar gula darah yang terkontrol pada masa transisi dari 
TPN ke nutrisi enteral penderita diabetes dapat dilaksanakan, terutama penderita 
dengan gastroparesis dam adanya penghambatan absorpsi nutrient. Pada saat 
memulai dengan feeding tube, pada umumnya antara 10-20 cc/jam, kalori TPN 
diturunkan. 
Pada penderita yang mendapat nutrisi enteral, insulin short acting lebih terpilih, 
karena dapat meminimalisasi kejadian hipoglikemia. Saat infus nutrisi enteral 
telah digunakan sepenuhnya sampai rata rata 30 cc/jam, baru dapat diberikan 
insulin intermediate. Saat nutrisi enteral akan diberikan maka perlu dilakukan 
pemeriksaan gula darah sebelumnya sebagai patokan kadar gula darah 
prepandrial. Kemudian baru diberikan Regular insulin, apabila kadar gula darah 
lebih dari 200 mg/dl maka pemeriksaan kadar gula darah dilakukan setiap 4-6 
jam. 
14
Komposisi enteral Nutrisi pada diabetes 
Sampai saat ini masih terjadi perdebatan mengenai komposisi formulasi nutrisi 
enteral ini. Pada umumnya formulasi standar adalah 50% karbohidrat atau lebih 
rendah sampai 33 - 40%. 
15 
KESIMPULAN 
1. Penatalaksanaan terapi cairan dan nutrisi pada penderita diabetes 
mellitus sangat perlu memperhatikan : akibat penyakit dasarnya, akibat 
pengobatan, dan selama perawatan perlu pengamatan secara seksama 
terhadap kontrol gula darah. 
2. Penatalaksanaan pemberian baik nutrisi enteral maupun parenteral 
diharapkan kadar glukosa darah berada pada kisaran 120 – 200 mg/dl. 
3. Intervensi paling urgent pada KAD adalah penatalaksanaan cairan dan 
pemberian insulin. 
4. Intervesi nutrisional dapat diberikan secara enteral dan parenteral. 
5. Intervensi nutrisional pada penderita diabetes jangan menimbulkan 
hipoglikemia, hiperglikemia maupun overfeeding.
16 
Rujukan 
1. Coopans R, General Approach to The Treatment of Diabetes in : Kahn CR, Weir 
GC, Joslin’s Diabetes Mellitus . 13th Ed, Lea&Febiger, 1994, 397- 459 
2. Rosenzweig JL, Principle of Insulin Therapy : Kahn CR, Weir GC, Joslin’s Diabetes 
Mellitus . 13th Ed, Lea&Febiger, 1994, 461-488 
3. Koutkia P, Apovian CO: Nutrition Support in the Critically Ill Diabetic Patient in 
Shikora SA, Martindale RG. Schwaitzberg SD. Nutritional Considerations in the 
Intensive Care Unit. Kendal/Hunt Publishing Company, 2002 : 175- 186 
4. Armenti VT, Worthington P : Nutritional Implivation of selected Medical Kondition 
in Worthington P, Practical Aspect of Nutritional Support. Saunders, 2004 : 541- 
585.

More Related Content

What's hot

Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Askep gawat-darurat-ketoasidosis
Askep gawat-darurat-ketoasidosisAskep gawat-darurat-ketoasidosis
Askep gawat-darurat-ketoasidosisDeny Hardita
 
DIabetes mellitus for diabetic patient
DIabetes mellitus for diabetic patientDIabetes mellitus for diabetic patient
DIabetes mellitus for diabetic patientRulli Rosandi
 
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)doctorronz7
 
Tijauan pustaka hipoglikemi
Tijauan pustaka hipoglikemiTijauan pustaka hipoglikemi
Tijauan pustaka hipoglikemiariefyats
 
Diabetes millitus tugas kelompok mata kuliah farmakologi
Diabetes millitus   tugas kelompok mata kuliah farmakologiDiabetes millitus   tugas kelompok mata kuliah farmakologi
Diabetes millitus tugas kelompok mata kuliah farmakologiAnna Lisstya
 
Diabetes mellitus
Diabetes mellitusDiabetes mellitus
Diabetes mellitusobedada
 
Hipoglikemia irine yp
Hipoglikemia irine ypHipoglikemia irine yp
Hipoglikemia irine ypArmy Of God
 
Askep ketoasidosis-diabetikum-ppt
Askep ketoasidosis-diabetikum-pptAskep ketoasidosis-diabetikum-ppt
Askep ketoasidosis-diabetikum-pptrikiab
 
Power Point Pengaturan Gula Darah
Power Point Pengaturan Gula DarahPower Point Pengaturan Gula Darah
Power Point Pengaturan Gula DarahFirdika Arini
 

What's hot (19)

Diabetes Melitus
Diabetes MelitusDiabetes Melitus
Diabetes Melitus
 
Diabetes mellitus
Diabetes mellitusDiabetes mellitus
Diabetes mellitus
 
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep gawat-darurat-ketoasidosis
Askep gawat-darurat-ketoasidosisAskep gawat-darurat-ketoasidosis
Askep gawat-darurat-ketoasidosis
 
DIabetes mellitus for diabetic patient
DIabetes mellitus for diabetic patientDIabetes mellitus for diabetic patient
DIabetes mellitus for diabetic patient
 
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
 
Tijauan pustaka hipoglikemi
Tijauan pustaka hipoglikemiTijauan pustaka hipoglikemi
Tijauan pustaka hipoglikemi
 
Diabetes millitus tugas kelompok mata kuliah farmakologi
Diabetes millitus   tugas kelompok mata kuliah farmakologiDiabetes millitus   tugas kelompok mata kuliah farmakologi
Diabetes millitus tugas kelompok mata kuliah farmakologi
 
Diabetes mellitus
Diabetes mellitusDiabetes mellitus
Diabetes mellitus
 
Diabetes mellitus
Diabetes mellitusDiabetes mellitus
Diabetes mellitus
 
Lp kad
Lp kadLp kad
Lp kad
 
Diabetes Melitus
Diabetes MelitusDiabetes Melitus
Diabetes Melitus
 
Hipoglikemia irine yp
Hipoglikemia irine ypHipoglikemia irine yp
Hipoglikemia irine yp
 
Askep ketoasidosis-diabetikum-ppt
Askep ketoasidosis-diabetikum-pptAskep ketoasidosis-diabetikum-ppt
Askep ketoasidosis-diabetikum-ppt
 
Power Point Pengaturan Gula Darah
Power Point Pengaturan Gula DarahPower Point Pengaturan Gula Darah
Power Point Pengaturan Gula Darah
 
Lp dm
Lp dmLp dm
Lp dm
 
DIABETIK KETOASIDOSIS
DIABETIK KETOASIDOSISDIABETIK KETOASIDOSIS
DIABETIK KETOASIDOSIS
 
Diet pada penyakit ginjal
Diet pada penyakit ginjalDiet pada penyakit ginjal
Diet pada penyakit ginjal
 
DIABETES MELITUS
DIABETES MELITUSDIABETES MELITUS
DIABETES MELITUS
 

Similar to Terapi Cairan dan Nutrisi pada Kelainan Endokrin

Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptxPertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptxTaraManurung
 
DIABETES MELITUS.pptx
DIABETES MELITUS.pptxDIABETES MELITUS.pptx
DIABETES MELITUS.pptxCordisSternum
 
Askep anak dgn dm
Askep  anak dgn dmAskep  anak dgn dm
Askep anak dgn dmSumadin1112
 
Askep anak dgn dm
Askep  anak dgn dmAskep  anak dgn dm
Askep anak dgn dmSumadin1112
 
DOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptxDOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptxSriRiaranti
 
PPT referat Ketoasidosis diabetikum pada anak
PPT referat Ketoasidosis diabetikum pada anakPPT referat Ketoasidosis diabetikum pada anak
PPT referat Ketoasidosis diabetikum pada anakssuser1723a4
 
Diet-penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih
 Diet-penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih Diet-penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih
Diet-penyakit-ginjal-dan-saluran-kemihMJM Networks
 
Hubungan karbohidrat dengan diabetes
Hubungan karbohidrat dengan diabetesHubungan karbohidrat dengan diabetes
Hubungan karbohidrat dengan diabetesNirma Syari Vutry
 
Tugas diet pada gagal ginjal.pptx
Tugas diet pada gagal ginjal.pptxTugas diet pada gagal ginjal.pptx
Tugas diet pada gagal ginjal.pptxssuser44b408
 
367727836-PPT-DM.pptxjnnnnjnnnñnnnnnnnnnnn
367727836-PPT-DM.pptxjnnnnjnnnñnnnnnnnnnnn367727836-PPT-DM.pptxjnnnnjnnnñnnnnnnnnnnn
367727836-PPT-DM.pptxjnnnnjnnnñnnnnnnnnnnnAllyaNurKhalifah1
 
Diet gangguan-sistem-perkemihan
Diet gangguan-sistem-perkemihanDiet gangguan-sistem-perkemihan
Diet gangguan-sistem-perkemihanYabniel Lit Jingga
 
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSAulia Kauri
 
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptxUlinNikmatus
 

Similar to Terapi Cairan dan Nutrisi pada Kelainan Endokrin (20)

Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptxPertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
 
DIABETES MELITUS.pptx
DIABETES MELITUS.pptxDIABETES MELITUS.pptx
DIABETES MELITUS.pptx
 
Kta
KtaKta
Kta
 
Askep anak dgn dm
Askep  anak dgn dmAskep  anak dgn dm
Askep anak dgn dm
 
Askep anak dgn dm
Askep  anak dgn dmAskep  anak dgn dm
Askep anak dgn dm
 
DOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptxDOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptx
 
267768431.ppt
267768431.ppt267768431.ppt
267768431.ppt
 
Askep dm
Askep dmAskep dm
Askep dm
 
PPT referat Ketoasidosis diabetikum pada anak
PPT referat Ketoasidosis diabetikum pada anakPPT referat Ketoasidosis diabetikum pada anak
PPT referat Ketoasidosis diabetikum pada anak
 
Diet-penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih
 Diet-penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih Diet-penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih
Diet-penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih
 
Askep diabetes AKPER PEMKAB MUNA
Askep diabetes  AKPER PEMKAB MUNA Askep diabetes  AKPER PEMKAB MUNA
Askep diabetes AKPER PEMKAB MUNA
 
Hubungan karbohidrat dengan diabetes
Hubungan karbohidrat dengan diabetesHubungan karbohidrat dengan diabetes
Hubungan karbohidrat dengan diabetes
 
Tugas diet pada gagal ginjal.pptx
Tugas diet pada gagal ginjal.pptxTugas diet pada gagal ginjal.pptx
Tugas diet pada gagal ginjal.pptx
 
Hipoglikemi
HipoglikemiHipoglikemi
Hipoglikemi
 
Ketoasidosis Diabetikum
Ketoasidosis DiabetikumKetoasidosis Diabetikum
Ketoasidosis Diabetikum
 
Diabetes Militus
Diabetes MilitusDiabetes Militus
Diabetes Militus
 
367727836-PPT-DM.pptxjnnnnjnnnñnnnnnnnnnnn
367727836-PPT-DM.pptxjnnnnjnnnñnnnnnnnnnnn367727836-PPT-DM.pptxjnnnnjnnnñnnnnnnnnnnn
367727836-PPT-DM.pptxjnnnnjnnnñnnnnnnnnnnn
 
Diet gangguan-sistem-perkemihan
Diet gangguan-sistem-perkemihanDiet gangguan-sistem-perkemihan
Diet gangguan-sistem-perkemihan
 
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
 
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
 

Recently uploaded

anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 

Recently uploaded (20)

anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 

Terapi Cairan dan Nutrisi pada Kelainan Endokrin

  • 1. 1 Terapi Cairan dan Nutrisi pada Kelainan Endokrinologi Hikmat Permana Sub bagian Endokrinologi dan Metabolisme Bagian Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Perjan RS Dr Hasan Sadikin Bandung Pendahuluan Ketika seorang penderita diabetes dirawat di Rumah Sakit maka akan terjadi beberapa permasalahan, antara lain akibat penyakit dasarnya, pengobatan, dan selama perawatan perlu pengamatan secara seksama terhadap kontrol gula darah. Disamping hal-hal tersebut terdapat keadaan diabetik akut yang terjadi pada penderita kritis/berat yang berpengaruh terhadap keadaan patologis penderita. Pengelolaan cairan dan nutrisi baik enteral maupun parenteral dalam bidang Endokrinologi dan Metabolisme merupakan bagian yang idt ak terpisahkan dari pengelolaan lainnya. Tindakan ini akan mempengaruhi kadar gula darah, oleh sebab itu pengelolaan cairan dan nutrisi menjadi perhatian yang sangat khusus. Ketepatan pemberian cairan dan nutrisi pada penderita diabetes ataupun penderita dengan gangguan toleransi glukosa (TGT) memerlukan pengetahuan tentang regulasi gula darah, dengan tujuan Glukosa plasma tercapainya kadar gula darah normal atau mendekati nilai normal, baik pada keadaan puasa maupun pada keadaan post pandrial. Hiperglikemia sendiri mempunyai peran dalam perubahan baik komposisi cairan tubuh maupun elektrolit maupun osmolalitas darah. Dengan demikian pada penatalaksanaan pemberian baik nutrisi enteral maupun parenteral diharapkan kadar glukosa darah berada pada kisaran 120 – 200 mg/dl. Selain asupan nutrisi, juga perlu memperhatikan keadaan penyakit atau kondisi lain yang menyertainya, Mengingat begitu luasnya bidang Endokrinologi dan Metabolisme ini maka dalam pembahasan mengenai cairan dan nutrisi dalam bidang endokrinologi akan dibatasi pada kasus yang sering terjadi dan menjadi permasalahan
  • 2. tersendiri, yaitu krisis hiperglikemia dan keadaan seorang penderita diabetes melitus memerlukan nutrisi baik enteral maupun parenteral. Kasus yang sering terjadi adalah Diabetik ketoasidosis dan hiperglikemia hyperosmoler pada penderita Diabetes Mellitus (DM). Pada kondisi tersebut peran cairan dan nutrisi baik enteral maupun parenteral menjadi sangat penting, mengingat kadar glukosa darah yang diharapkan akan mempengaruhi hasil akhir dari pengelolaan. Pada makalah ini penulis akan membatasi pengelolaan terapi cairan dan nutrisi baik enteral maupun parenteral pada penderita DM yang mengalami krisis hiperglikemia, selain sebagai kasus yang sering ditemukan juga memerlukan perhatian yang sangat khusus, yaitu asupan energi sesuai dengan kebutuhan yang akan mempengaruhi kadar gula darah. Fisiologi gula darah Pada keadaan puasa, glukosa yang dihasilkan oleh hati sama dengan pemakaian glukosa oleh otak, jaringan di perifer dan sel darah merah ( kurang lebih 2 mg/kg/min atau 200 gr/dl). Sedangkan setelah makan, peningkatan glukosa plasma dan supresi insulin terhadap produksi glukosa di hati dan peningkatan ambilan glukosa di perifer. Glukosa plasma dan konsentrasi insulin menurun setelah makan, rata-rata produksi glukosa di hati dan ambilan glukosa di perifer kembali ke keadaan basal seperti peningkatan produksi glukosa pada saat penurunan ambilan glukosa. Keseimbangan ini terjadi kegagalan pada penderita diabetes. Hiperglikemia disebabkan peningkatan pelepasan glukosa hati, kegagalan ambilan glukosa dan penurunan sekresi dan fungsi insulin. Patofisiologi Diabetes Mellitus Pada dasarnya mekanisme terjadi terjadi peningkatan gula darah pada DM adalah adanya kegagalan sel beta untuk menghasilkan insulin cukup disertai penghambatan kerja sel beta oleh perangsangan adrenegik, menyebabkan insulin yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan dan hal ini selanjutnya menyebabkan peninggian kadar gula darah dan berkurangnya uptake ke dalam 2
  • 3. sel sel jaringan. Siklus ini makin lama menyebabkan hiperglikemia makin bertambah dan akibat diuresis osmotik yang hebat menimbulkan dehidrasi berat. Ketoasidosis Diabetika ( KAD) Ketoasidosis diabetik sering ditemukan pada penderita DM tipe 1 dan tidak jarang pada DM tipe 2. Pada DM tipe 1 lebih 45 000 kasus setiap tahunnya dengan angka kematian keseluruhan 5 – 9 % sedangkan pada usia > 65 tahun angka kematian meningkat menjadi 15 – 28 %. Walaupun demikian kematian ini selain akibat KAD juga tergantung pada faktor pencetusnya. KAD terjadi akibat defisiensi insulin atau defisiensi insulin relatif yang disertai peningkatan sistem hormon counter regulatori terutama hormon glukagon. Kondisi ini menyebab dua aspek yaitu : Pertama, hiperglikemia dan dehidrasi akibat defisiensi insulin. Defisiensi insulin menyebabkan peningkatan kadar gula darah akibat penurunan penggunaan adipose dan glukosa di jaringan perifer serta meningkatnya produksi glukosa hepatik. Akibat hiperglikemia menyebabkan diuresi osmotik dengan demikian akan terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Kedua, adalah terjadinya peningkatan produksi keton darah di hepar. Pada keadaan normal, FFA ( free fatty acid ) merupakan hasil oksidasi atau penggunaan trigliserida cadangan. Dengan keadaan defisiensi insulin dan glukagon yang berlebih, metabolisme FFA akan lebih cenderung menghasilkan benda keton ( hydroxybuterate dan acetoacetate ), kemudian keadaan asam ini menyebabkan penurunan bikarbonat dan menyebabkan asidosis. Dengan demikian terdapat tiga faktor yang saling terkait pada KAD, yaitu 3 hiperglikemia, dehidrasi, dan asidemia. Terapi Pada KAD, cairan yang digunakan tidak ada yang pasti. Cairan inisiasi untuk rehidrasi digunakan cairan normal saline ( NaCl 0,9%) apabila tidak terdapat kelainan jantung. Pada umumnya pada penderita dewasa terjadi defisit cairan 3 – 5 liter, atau 15-20 mg/kg/jam atau lebih banyak pada jam pertama pemberian (
  • 4. 1 – 1,5 liter/jam). Jumlah pemberian inipun harus menilai status hidrasi, kadar elektrolit dan diuresis( output). Jika penderita hipernatremia, NaCl 0,45% ( half-strenght). Apabila diyakini tidak terdapat gangguan ginjal dapat ditambahkan Kalium 20-30 mEq/l ( 2/3 KCL dan 1/3 KPO4) selama penderita stabil dan mentolerasi suplement peroral. Cairan Ringer laktat dapat diberikan secara hati hati, mengingat pada penderita KAD dengan hipovolemia sering kali bersamaan terjadi dengan asidosis laktat. Keberhasilan pemberian cairan adalah adanya perubahan hemodinamik ( tekanan darah ), mencatat input/ out put cairan, dan perbaikan klinis. Kekurangan cairan pada 24 jam pertama harus dievaluasi kembali, sebab tindakan pemberian cairan ini tidak boleh merubah osmolaitas darah meningkat sebanyak > 3 mOsm/kgH2O/jam. Walaupun masih banyak kontroversi pemberian insulin, apakah dengan dosis tinggi atau dosis rendah? Selain menurunkan gula darah juga menurunkan benda keton (ketonemia), merupakan tindakan yang penting. Kedua terapi insulin dosis rendah atau tinggi menunjukan efikasi yang sama. Pada umumnya merekomendasikan pemberian insulin dengan dosis rendah secara kontinju intravena antara 5 – 7 unit perjam ( 0,1 u/kg/jam) dengan tujuan menurunkan gula darah 10-20 % dalam waktu 2 jam. Jika gula darah menurun secara cepat, infus insulin diturunkan setengahnya, tetapi apabila kadar gula darah belum dapat diturunkan dosis dinaikan 2 kali lipat. Pada keadaan penderita memerlukan dosis insulin sangat tinggi ( 50 -60 u/jam), kondisi ini bisa ditemukan pada keadaan resistensi insulin akibat kelainan dasar seperti adanya infeksi atau kelainan imunitas. Oleh karena ini pada kondisi tersebut, apabila faktor infeksinya dapat diatasi, maka akan secara mendadak tidak terjadi resistensi insulin, sehingga monitor gula darah harus lebih ketat. Pada umumnya, 24-48 jam pertama gula darah tercapai normal dan tidak ditemukan ketonemia, kemudian insulin drip diganti ke subkutan, makan dan cairan melalui oral. Sedangkan insulin drip tetap dilanjutkan sampai 2 jam setelah insulin subkutan. Elektrolit ( Na,K, Mg, Fosfat ) bisa terukur rendah atau tinggi, disebabkan keadaan kombinasi antara hypovolemia, asidosis, dan defisiensi insulin. Diuretik 4
  • 5. osmotik secara signifikan menyebabkan penurunan elektrolit tubuh secara keseluruhan. Oleh karena itu, penggantian cairan sangat menentukan hasil akhir. Oleh sebab itu pemberian cairan mengandung natrium lebih dini diberikan. Kadar natrium darah sendiri sering rendah akibat adanya hyperglikemia atau hypertrigliseridemia. Adanya perubahan elektrolit, maka monitor kalium perlu perhatian khusus. Pada awalnya terjadi kadar kalium serum tinggi, sedangkan cadangan kalium tubuh menurun. Pada penderita dengan BAK terus memungkinkan pemberian kalium lebih dini walaupun kadar kalium normal tinggi. Pemberian cairan dan insulin menurunkan kalium akibat dilusi dan reequilibrium elektrolit Kalium dengan hidrogen akibat asidosis disertai proses transport seluler kalium dan fosfat kedalam sel bersama gul kosa. Untuk itu monitoring kalium dapat dilakukan dengan pengamatan EKG, sering kali penderita membutuhkan kalium 120 – 160 mEq pada 24 jam pertama pengobatan. Kemudian substitusi kalium diberikan peroral selama 5-7 hari. Penggunaan bicarbonate dalam pengelolaan KAD masih terdapat banyak beda pendapat. Apabila pH kurang 7,10 bicarbonate dapat diberikan; Biasanya diberikan melalui cairan infus ( 44 atau 88 mEq ) atau cairan hipotonik ( 1/3 – ½ NaCl ). Pemberian Bicarbonat tidak diberikan secara cepat melalui intravena, hal ini akan menimbulkan penurunan kalium darah. Dengan demikian apabila penderita diberikan cairan bicarbonat memerlukan pemantauan kadar kalium jauh lebih ketat. Walaupun demikian sampai saat ini pemberian bikarbonat pada KAD tidak mempengaruhi hasil pengobatan. Keadaan ini menyebabkan pemberian bikarbonat ini tidak menjadi tindakan rutin dan apabila diperlukan itupun harus dilakukan atas dasar indikasi yang tepat disertai pemantauan yang ketat. Hiperglikemia Hyperosmoler nonKetotik (HHNK) Pada penderita dengan hiperglikemia hiperosmoler yang ditandai dengan keadaan dehidrasi yang berat dengan defisiensi insulit relatif ataupun absolut. Dehidrasi ini diakibatkan tidak efektifnya aksi insulin, sehingga produksi glukosa 5
  • 6. hepatik meningkat dan penurunban penggunaan glukosa di jaringan perifer. Seperti halnya pada penderita dengan DKA, tetapi pada Hiperglikemia hiperosmoler terjadi osmotik diuresis yang hebat yang mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada kelainan ini tidak ditemukan adanya peningkatan baik keton darah maupun asidemia. Hal lain yang sering ditemukan pada hiperglikemia hiperosmoler adalah sebelumnya penderita tidak mengetahui adanya diabetes mellitus. Faktor pencetus. Sering kali pada penderita HHNK, sebelumnya tidak terdiagnosis DM tipe 2 disertai gejala diabetes yang tidak jelas. Faktor pencetus atau kondisi yang dihubungkan dengan HHNK adalah : infeksi, pankreatitis/ carsinoma pankreas, acromegaly, sindroma cushing, tirotoksikosis, luka bakar, obat obata ( diuretik, dilantin, glukokortikoid, propanolol, diazoxide), hypotermia, dan heat stroke. Pada umumnya kondisi terbeut menimbulkan penurunan sekresi insulin atau menyebabkan resistensi insulin, serta mengakibatkan kehilangan cairan tubuh yang banyak. Terapi Pengelolaan HHNK tidak jauh berbeda dengan pengelolaan DKA. Penggantian cairan yang tepat dan cepat sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Dengan mengikuti pengelolaan pada DKA tanpa dibutuhkan bikabonat dan monitoring pH yang ketat. Pada kasus HHNK, komplikasi yang terjadipun tidak jauh berbeda pada DKA. Target pengelolaan adalah kadar gua darah normal dan natrium serum normal. Sedangkan resiko hipokalemia dan hipofosfatemia sama dengan DKA. 6 Nutrisi Enteral dan parenteral pada DM Pada penderita diabetes mellitus yang mengalami keadaan kritis tidak terjadi peningkatan sekresi insulin dan pada penderita diabetes terjadi gangguan metabolisme berlebihan akibatnya kadar glukosa akan meningkat secara hebat.
  • 7. Keadaan lain, pada keadaan kesakitan yang akut dan pembedahan juga terjadi asidosis yang berasal dari akumulasi laktat atau benda keton. Asidosis akan menyebabkan kerusakan sensitivitas insulin di jaringan perifer, yang selanjutnya akan menimbulkan kegagalan metabolisme karbohidrat. Keadaan ini akan meningkatkan siklus kesakitan akut yang menginduksi hiperglikemia dan hiperglikemia tersebut merupakan bagian dari kegagalan respon terhadap kesakitan. Kesulitan yang timbul dalam pengontrolan kadar gula darah adalah akibat lebih lanjut dari gangguan akitivitas sehari hari, penggunaan intervensi obat-obatan farmakologi, perubahan drastis asupan makanan, penurunan tingkat aktifitas, dan sulitnya pemberiaan insulin yang tepat waktu. Semua variable tersebut seringkali menimbulkan terjadinya kadar gula darah yang sangat berfluktuatif selama perawatan. Tujuan pemberian nutrisi pada penderita sakit kritis/berat adalah mempertahankan otot dari katabolisme protein yang terjadi dalam keadaan stress. Secara prinsip tujuan intervensi nutrisi adalah : 1. Menyediakan subtrat ( protein, karbohidrat, lipid, elektrolit, mineral; dan 7 vitamin ) dalam upaya fungsi metabolisme berjalan terus menerus. 2. memaksimalisasikan sintesa protein dan meminimalisasi katabolisme protein. 3. Memelihara fungsi imun dan memperbaiki luka. 4. Perbaikan fungsi jantung dan respiratori dengan penyediaan cadangan glikogen pada otot jantung dan otot diafragma. 5. Koreksi asidosis dan gangguan elektrolit 6. Potensiasi terjadi perubahan respon terhadap proses inflamasi. Kadar Serum albumin merupakan pertanda kuat terhadap morbiditas dan mortalitas dan sebagai pertanda yang akurat keadaan stress, tetapi nilai albumin itu sangat buruk dalam penilaian status nutrisi. Meskipun demikian kadar albumin saja tidak secara cepat dapat diperbaiki.
  • 8. Disebabkan kebanyakan pada penderita kritis/berat mengalami proses inflamasi yang hebat dan membutuhan tambahan nutrisi, kemudian diikuti keadaan hipoalbuminemia yang sering terjadi di ICU yang berhubungan dengan pemberian nutrisi. Pemberian albumin eksogen akan meningkatkan kadar albumin pada penderita hypoalbuminemia tetapi tidak menurunkan morbiditas dan mortalitas. Albumin juga dapat menimbulkan proses glycosilated apabila bercampur dengan cairan dextrose hypertonik, dengan demikian akan kehilangan fungsinya. Tidak ada data yang mengatakan bahwa indikadi intervensi nutrisional diberikan kurang dari satu minggu memberikan keuntungan pada pasien. Oleh karena itu sangat penting untuk mengantisipasi periode waktu penderita tidak dapat makan, dan juga perencanaan nutrisi yang matang saat preoperatif. Walaupun demikian berat badan dan perubahan berat badan menjadi sangat penting, karena sangat berpengaruh pada keadaan sakit berat/kritis. Penderita sakit kritis pada umumnya mengalami peningkatan cairan tubuh secara keseluruhan yang berasal dari cadangan, termasuk jantung, ginjal, dan penyakit hati juga keadaan berat badan penderita juga dapat menginterpretasi. Berat badan yang turun sebanyak lebih 10% dalam waktu 3 – 6 bulan merupakan ulkuran memerlukan intervensi nutrisi. Malnutrisi protein kalori yang moderate diduga kalau terjadi kehilangan berat badan 10-20 %, apabila lebih 20 % termasuk kelompok berat. Penurunan berat badan sampai 10 % biasanya sangat toleran dan cadangan protein mencukupi sampai 7 – 10 hari tanpa intervensi nutrisional pada penderita dengan respon inflamasi moderat. Prakiraaan Penentuan Kebutuhan Energi Sebenarnya kebutuhan energi pada penderita diabetes dapat digunakan dengan persamaan Harris Benedict atau dengan secara tidak langsung dengan kalorimetric. Kebanyakan penelitian mengatakan kebutuhan kalori penderita diabetes yang di rawat di ICU sebesar 25 – 35 kalori tiap kg berat badan ideal. Meskipun perkiraan kebutuhan energi pada penderita kritis/ berat sulit karena ketidakpastian pengaruh multipel faktor dan pengeluaran/ penggunaan energi. 8
  • 9. Beberapa penderita DM obese yang mengalami sakit berat/ kritis lebih sulit lagi sebab adanya kontroversi apakah dengan berat badan ideal atau berat badan terukur. Salah satu rekomendasi untuk penderita DM obese adalah dengan menggunakan perhitungan BB yang disesuaikan = BBI + 0,25 ( BB actual- BBI). Dengan menggunakan persamaan Harris Bennedict akan menghasilkan perhitungan yang berlebih. Apabila berat badan terukur menjadi patokan maka penderita DM tipe 2 obese yang mengalami sakit berat/kritis sangat mudah terjadi nutrisi yang overfeeding. Overfeeding berbahaya karena : 1. menyebabkan hiperglikemia, yang menyebabkan fungsi neutropil dan makrofag menurun juga dalam proses opsonisasi imunoglobulin dan terjadi peningkatan resiko infeksi nasokomial dari cateter dan cadidemia. 2. dengan adanya dektrose di hepar akan meningkatkan jalur non-oksidatif termasuk lipogenesis yang selanjutnya akan terjadi perubahan dari glukosa ke lipid. 3. menyebabkan peningkatan kebutuhan repirasi dan lipogenesis, hal ini akan membutuhkan penyesuaian sistem respirasi. Selanjutnya beratnya stress, obese, DM tipe 2, perhitungan penggunaan kalori secara indirek harus sangat hati-hati. Kebutuhan Protein dalam keadaan stress adalah lebih dari 1.5 grams /KgBB dengan keadaan fungsi ginjal dan hati yang normal. Restriksi protein yang ketat diindikasikan pada penderita diabetes dengan nefropati diabetika yang overt, walaupun diberikan dalam jangka waktu pendek. Protein yang diberikan adalah asam amino seperti valine, leucine dan isoleucin, yang banyak terdapat pada formula perenteral. Protein akan menguntungkan untuk pendertia sakit berat/kritis akibat sepsis atau trauma. Kebanyakan keadaan sakit kritis/ berat yang tidak toleransi diberikan dektrose 400 gram/dl. Rata rata infus dektrose sebanyak 4 mg/kg/menit ( 400gr/dl untuk berat badan 70 kg laki-laki) dapat diberikan melalui parenteral dextrose. Meskipun demikian kebanyakan penderita membutuhkan lebih sedikit 9
  • 10. dari kalori dari perhitungan diatas. Peningkatan rata rata infus ini dapat menimbulkan hiperglikemia dan menimbulkan lipogenesis. Apabila seseorang membutuhkan total kalori dari dektrose, dapat dilakukan dengan cara infus drip dektrose 5 % dalam air, dimana perlu perlu perhitungan jumlah cairan dan banyak dektrose yang diberikan pada beberapa penderita di ICU. Hal perlu dengan penuh kehati-hatian dalam menilai dan termasuk dalam perhitungan kalori. Lipid yang terdiri lebih 30% dari total kalori dan dapat diberikan secara hati- hati apabila diberikan parenteral. Emulsi lipid yang terdiri dari komposisi rigliserida rantai panjang ( LCTs) dan tersedia 9 kkal/gr. Karena pemberian 20% emulsi lipid secara parenteral dalam keadaan sebenarnya lebih sedikit kalori dibanding cairan dektrose. Apabila pemberian emulsi lipid tidak benar maka: 1. Akan menghambat sistem retikuloendotheleal dan kegagalan fungsi 10 fagositosis, terutama sel kuffer. 2. Akan menjadi lebih buruk oksigenasi pada penderita dewasa muda yang mengalami ARDS. 3. Menyebabkan resiko infeksi bertambah, apabila pemerian emulsi lipid ini dilakukan dalam jangka waktu lama ( emulsi lipid merupakan media yang baik untuk kultur tetapi akan menjadi bakterisidal apabila diberikan bersama cairan dektrose. 4. Meningkatkan produksi imunosuppresi derivat eochosanoid. Dengan demikian dalam pemberian emulsi lipid perlu hati-hati. Dalam memberikan emulsi lipid ini perlu memperhatikan jumlah yang diberikan tidak melebihi 0,11 gr/kg/jam dan kurang 20 % dari jumlah total kalori yang diberikan. Dengan pemberian lipid akan menurunkan lipogenesis dan menurunkan kebutuhan dektrose pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik. Kadar trigliserida perlu diperika secara periodik selama pemberian perenteral emulsi lipid dan komponen lipid dari TPN dihentikan apabila meningkat menjadi 400 – 500 mg/dl. Tata Cara Pemberian
  • 11. Intervesi nutrisional dapat diberikan secara enteral dan parenteral. Dalam hal memilih cara pemberian pada penderita sakit kritis tergantung prediksi/ penilaian dan kondisi klinis penderita. Tujuan pemberian nutrisi parenteral adalah : 11 1. Memperbaiki luka. 2. Membantu fungsi immune 3. Mempengaruhi keseimbangan asam basa dan mineral 4. Meminimalisir kehilangan nitrogen pada proses katabolik akibat injuri. Berapa kadar Gula Darah yang diharapkan ? Upaya menurunkan morbiditas, mortalitas, lamanya perawatan, dan biaya perawatan pada kasus kasus stroke, infark myokard, pembedahan bypass koroner, luka bakar, dan infeksi nasokomial dengan hiperglikemia banyak diteliti. Beberapa penelitian di bawah ini yang menunjukkan pentingnya kontrol gula darah pada penderita critically ill. Pada Infark miokard dengan pemberian insulin injeksi dengan glukosa darah < 198 mg/dl dapat menurunkan mortalitas 30%. Peneliti meta analisis lain dengan target gula darah antara 108- 124 mg/dl meningkatkan angka kematian 3,9 kali disbanding bukan penderita diabetic, dan kadar glukosa antara 124 – 180 mg/dl pada penderita diabetes mempunyai resiko kematian dengan relative risk sebesar 1.7. Pada Stroke dengan glukosa darah > 120 mg/dl mempunyai resiko ketidak mampuan kembali kenormal pada penderita DM dan non- DM. Peneliti lain dengan gula darah 148 mg/dl merupakan faktor risiko independent kematian. Dengan gula darah > 104 g/dl mempunyai hubungan linear dengan tingkat berat stroke penderita dengan riwayat diabetes, dan risoko kematian menjadi 2 kali lebioh besar. Pada Pembedahan Bypass Jantung, Dengan menggunakan insulin IV yang dimulai sebelum operasi menurunkan angka kematian sampai 50% pada
  • 12. penderita Diabetes. Insulin IV yang dimulai preoperatif menurunkan 60% angka kejadian luka operasi pada strenal. Dan pada pembedahan pada umumnya, Dengan kadar Glukosa darah > 220 mg/dl pada post operasi pada hari pertama meningkatkan resiko infeksi yang serius. Dengan demikian selama perawatan di rumah sakit pengelolaan hiperglikemia menjadi sangat esensial dan diharapkan kadar gula darah kurang 200 mg/dl. Secara keseluruhan diantara penderita diabetes yang mengalami stroke, MI dan pembedahan janutng diduga dengan pengelolaan hiperglikemianya akan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Lebih dari 75% penderita diabetes yang dirawat seringkali disertai penyakit kardiovaskuler. Dengan pengelolaan yang baik pada diabetes yang mengalami stress akut akan memperbaiki outcome dan pemendekan lama perawatan. Keadaan resistensi insulin, baik di otot maupun di hepar yang sering kali terjadi pada penderita stress dan merupakan tanda yang karakteristik adanya penurunan kapasitas insulin dalam upaya menghambat glukoneogenesis. Resistensi insulin di perifer menurunkan kemampuan otot dalam penggunaan energi. Hal ini memperjelas pemberian dektrose dalam TPN seminimal mungkin, antara 50 -150 mg/dl dektrose perhari, tergantung keadaan hiperglikemianya. TPN dapat dimulai pada saat hiperglikemia telah terkendali, yaitu gula darah < 200 mg/dl, dengan pengelolaan pemberian insulin sliding scale maupun drip infus insulin. Apabila euglikemia tercapai, dekstrose dapat diberikan dan dimulai dengan 50 gr/dl. Kontrol gula darah yang optimal adalah kadar gula darah mencapai 120 – 200 mg/dl. Untuk keadaan metabolik yang labil, penderita dengan gangguan absorpsi subkutan atau penderita yang membutuhkan insulin dosis tinggi dapat diberikan insulin infus secara kontinyu. Parenteral dektrose adalah yang terbaik menyertai infus insulin intravena, mengingat pemberian dektrose enteral yang paling baik dengan insulin subkutan. Diantara penderita yang dirawat dengan alasan hiperglikemia, termasuk penderita yang akan menjalani pembedahan, diharapkan kadar glukosa darah 12
  • 13. antara 120 – 200 mg/dl. Dalam mempertahankan kadar gula darah yang terkontrol perlu memperhatikan penilaian secara terus menerus masukan nutrisi ( baik enteral maupun parenteral ), aktifitas, pengobatan lain ( steroid ), dan kadar gula darah. Pengukuran gula darah kapilari diperlukan dalam memonitor kadar gula darah mengingat cepat dan akurat sepanjang hari. Hal seperti diperlukan dalam penilaian efikasi insulni dan upaya penyesuaian dosis insulin. Pemeriksaan benda keton urin sangat penting dalam memantau metabolisme selama stress akut. Pemeriksaan ini dilakukan apabila kadar gula darah > 240 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan HbA1c tidak disarankan dalam keadaan akut. Perhatikan keadaan hipoglikemia ! Hipoglikemia dapat terjadi selama perawatan di rumah sakit dengan berbagai sebab, dengan demikian perlu pemantauan secara ketat sebagai antisipasi terjadinya hipoglikemia. Paling sering terjadi hipoglikemia adalah terhentinya pemberian nutrisi, perbaikan status stress, pengurangan dosis kortikosteroid atau penghentian mendadak, gagal ginjal, hepatitis berat, sepsis, dan gatroparesis diabetik. Hipoglikemia yang tidak disadari merupakan problem penderita diabetik selama perawatan, terutama pada penderita DM tipe 1. Penyebabnya adalah tidak ada respon adrenegik terhadap hipoglikemia. Gejala khas seperti gemetar dan berdebar-debar tidak muncul. Keadaan lain gejala neuroglycopenik seperti gangguan mental, bingung mungkin tidak diketahui secara pasti akibat pengaruh sedasi atau ventilasi mechanical. Oleh sebab itu monitor gula darah harus lebih sering. Perhatikan keadaan Hiperglikemia ! Penyebab hiperglikemia seperti infeksi, overfeeding, insufisiensi insulin, dehidrasi dan kortikosteroid, betabloker, thiazide, narkotik, cyclosporine dan sympatomimetic agent. Penyebab paling sering hyperglikemia pada penderita sakit berat/kritis adalah kekurang hati-hatian dalam pemberian nutrisi sehingga terjadi overfeeding, yang bisa terjadi pada penderita yang mendapat nutrisi infuse dektrose atau peritoneal dialysis. Hiperglikemia dihubungkan dengan 13
  • 14. disfungsi neutrophil, kegagalan fungsi komplemen yang mempunyai kontribusi pada infeksi luka pasca operatif pada penderita diabetik. Total Perenteral Nutrisi pada penderita Diabetes Dalam pengelolaan nutrisi parenteral pada penderita diabetes perlu memperhatikan terhadap kontrol kadar gula darah dan kehati hatian terjadinya hipoglikemia ataupun hiperglikemia. Kebutuhan kalori keseluruhan sebaiknya dicapai dalam beberapa hari dengan kadar gula darah tidak melebihi 200 mg/dl.. Dektrose dalam TPN dibatasi antara 100 – 150 mg pada hari pertama pemberian. Sedangkan insulin dapat diberikan secara bersama sama dengan TPN dalam upaya mengontrol kadar gula darah. Apabila insulin diberikan bersama sama TPN. Dalam perhitungan dosis insulin dapat dipakai dengan menghitung kebutuhan insulin basal selama 24 jam rata-rata 1 u/jam, atau dengan kalkulasi 0.02 U/jam/kg berat badan dan dapat ditambahkan 2-3 u/ jam setiap 25 gram karbohidrat yang diberikan. Enteral Nutrisi pada Diabetes Setelah didapatkan kadar gula darah yang terkontrol pada masa transisi dari TPN ke nutrisi enteral penderita diabetes dapat dilaksanakan, terutama penderita dengan gastroparesis dam adanya penghambatan absorpsi nutrient. Pada saat memulai dengan feeding tube, pada umumnya antara 10-20 cc/jam, kalori TPN diturunkan. Pada penderita yang mendapat nutrisi enteral, insulin short acting lebih terpilih, karena dapat meminimalisasi kejadian hipoglikemia. Saat infus nutrisi enteral telah digunakan sepenuhnya sampai rata rata 30 cc/jam, baru dapat diberikan insulin intermediate. Saat nutrisi enteral akan diberikan maka perlu dilakukan pemeriksaan gula darah sebelumnya sebagai patokan kadar gula darah prepandrial. Kemudian baru diberikan Regular insulin, apabila kadar gula darah lebih dari 200 mg/dl maka pemeriksaan kadar gula darah dilakukan setiap 4-6 jam. 14
  • 15. Komposisi enteral Nutrisi pada diabetes Sampai saat ini masih terjadi perdebatan mengenai komposisi formulasi nutrisi enteral ini. Pada umumnya formulasi standar adalah 50% karbohidrat atau lebih rendah sampai 33 - 40%. 15 KESIMPULAN 1. Penatalaksanaan terapi cairan dan nutrisi pada penderita diabetes mellitus sangat perlu memperhatikan : akibat penyakit dasarnya, akibat pengobatan, dan selama perawatan perlu pengamatan secara seksama terhadap kontrol gula darah. 2. Penatalaksanaan pemberian baik nutrisi enteral maupun parenteral diharapkan kadar glukosa darah berada pada kisaran 120 – 200 mg/dl. 3. Intervensi paling urgent pada KAD adalah penatalaksanaan cairan dan pemberian insulin. 4. Intervesi nutrisional dapat diberikan secara enteral dan parenteral. 5. Intervensi nutrisional pada penderita diabetes jangan menimbulkan hipoglikemia, hiperglikemia maupun overfeeding.
  • 16. 16 Rujukan 1. Coopans R, General Approach to The Treatment of Diabetes in : Kahn CR, Weir GC, Joslin’s Diabetes Mellitus . 13th Ed, Lea&Febiger, 1994, 397- 459 2. Rosenzweig JL, Principle of Insulin Therapy : Kahn CR, Weir GC, Joslin’s Diabetes Mellitus . 13th Ed, Lea&Febiger, 1994, 461-488 3. Koutkia P, Apovian CO: Nutrition Support in the Critically Ill Diabetic Patient in Shikora SA, Martindale RG. Schwaitzberg SD. Nutritional Considerations in the Intensive Care Unit. Kendal/Hunt Publishing Company, 2002 : 175- 186 4. Armenti VT, Worthington P : Nutritional Implivation of selected Medical Kondition in Worthington P, Practical Aspect of Nutritional Support. Saunders, 2004 : 541- 585.