SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
Download to read offline
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Hipoglikemia
Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar glukosa
plasma lebih rendah dari 45 mg/dl– 50 mg/dl.2
Bauduceau, dkk mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan di mana
kadar gula darah di bawah 60 mg/dl disertai adanya gelaja klinis pada
penderita.7
Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami gejala
hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan
orang normal, sedangkan pada pasien diabetes dengan pengendalian gula
darah yang ketat (sering mengalami hipoglikemia) dapat mentoleransi kadar
gula darah yang rendah tanpa mengalami gejala hipoglikemia.2
Pendekatan diagnosis kejadian hipoglikemia juga dilakukan dengan
bantuan Whipple’s Triad yang meliputi: keluhan yang berhubungan dengan
hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah, dan perbaikan kondisi
setelah perbaikan kadar gula darah.2,8
Hipoglikemia akut diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, dan berat
menurut gejala klinis yang dialami oleh pasien (Tabel 1) 8
6
Tabel 2.1. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut 8
Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan
aktivitas sehari – hari yang nyata
Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan
aktivitas sehari – hari yang nyata
Berat Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri
karena adanya gangguan kognitif
1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan
terapi parenteral
2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler
atau intravena)
3. Disertai kejang atau koma
American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia
mengklasifikasikan kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai
berikut:
Tabel 2.2. Klasifikasi Hipoglikemia menurut American Diabetes Association
Workgroup on Hypoglycemia tahun 2005 9
Severe hypoglycemia Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan
bantuan dari orang lain
Documented
symptomatic
hypoglycemia
Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl disertai
gejala klinis hipoglikemia
Asymptomatic
hypoglycemia
Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl tanpa
disertai gejala klinis hipoglikemia
Probable symptomatic
hypoglycemia
Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertai
pengukuran kadar gula darah plasma
Relative hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia dengan pengukuran
kadar gula darah plasma ≥ 70 mg/dl dan terjadi
penurunan kadar gula darah
7
2.2. Gejala dan Tanda Hipoglikemia
Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi
sistem saraf otonom dan neuroglikopenia.
Pada pasien dengan usia lajut dan pasien yang mengalami
hipoglikemia berulang, respon sistem saraf otonom dapat berkurang sehingga
pasien yang mengalami hipoglikemia tidak menyadari kalau kadar gula
darahnya rendah (hypoglycemia unawareness). Kejadian ini dapat
memperberat akibat dari hipoglikemia karena penderita terlambat untuk
mengkonsumsi glukosa untuk meningkatkan kadar gula darahnya. 10
Tabel 2.3. Gejala dan tanda yang muncul pada keadaan hipoglikemia 11
Kadar Gula
Darah
Gejala Neurogenik Gejala Neuroglikopenik
79,2 mg/dL gemetar, goyah, gelisah irritabilita, kebingungan
70,2 mg/dL gugup, berdebar – debar sulit berpikir, sulit
berbicara
59,4 mg/dL berkeringat ataxia, paresthesia
50,4 mg/dL mulut kering, rasa kelaparan sakit kepala, stupor,
39,6 mg/dL pucat, midriasis kejang, koma, kematian
8
Gambar 2.1. Kadar gula darah dan manifestasi hipoglikemia 12
2.3. Mekanisme Kontra Regulasi Kadar Gula Darah
Penurunan kadar gula darah dapat memicu serangkaian respon yang
bertujuan meningkatkan kadar gula darah (Tabel 3)
Tabel 2.4. Respon fisiologis terhadap penurunan kadar gula darah plasma 4
Respon Batas Kadar
Gula Darah
(mg/dl)
Efek fisiologis
Penurunan sekresi
insulin
80 – 85 Mempercepat peningkatan glukosa
(Menghambat penurunan glukosa)
Peningkatan sekresi
glukagon
65 – 70 Mempercepat peningkatan glukosa
Peningkatan sekresi
epinephrine
65 – 70 Mempercepat peningkatan glukosa,
Menghambat penurunan glukosa
Peningkatan sekresi
cortisol dan growth
hormone
65 – 70 Mempercepat peningkatan glukosa,
Menghambat penurunan glukosa
Simptom
hipoglikemia
50 – 55 Sebagai tanda bagi pasien untuk
mengkonsumsi glukosa
Keterangan tabel: Peningkatan glukosa adalah produksi glukosa yang
dilakukan oleh hati dan ginjal (glukoneogenesis). Penurunan glukosa adalah
penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin. 4
Keterangan Gambar:
Rangkaian respon yang terjadi pada
penurunan glukosa plasma. Garis
utuh menunjukkan rata – rata,
sedangkan garis putus – putus
menunjukkan batas atas dan batas
bawah dari kadar gula darah puasa.
Batas – batas penurunan sekresi
insulin, peningkatan sekresi
glukagon, gejala, dan gangguan
kognitif ditentukan pada orang
sehat.
Batas kadar gula darah untuk
kejang, koma, dan kematian neuron
ditentukan
9
Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes melitus tipe
1 yang menerima terapi substitusi insulin tidak memiliki penurunan sekresi
insulin fisiologis (sekresi insulin berkurang saat kadar gula darah rendah)
karena insulin yag beredar dalam tubuh merupakan insulin penggantui yang
berasal dari luar (eksogen).
Pertahanan fisiologis yang kedua terhadap hipoglikemia adalah
peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon meningkatkan produksi
glukosa di hepar dengan memacu glikogenolisis.
Pertahanan fisiologis yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah
peningkatan sekresi epinefrin adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila
sekresi glukagon tidak cukup untuk meningkatkan kadar gula darah. Sekresi
epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan cara
stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi
penyerapan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, perpindahan
substrat glukoneogenik (laktat dan asam amino dari otot, dan gliserol dari
jaringan lemak).
Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula
darah dalam pulau Langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin
(aktivitas simpatoadrenal) dikendalikan secara langsung oleh sistem saraf
pusat.
Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia,
kadar glukosa plasma yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang
10
lebih hebat yang menyebabkan gejala neurogenik sehingga penderita
hipoglikemia menyadari keadaan hipoglikemia dan bertujuan agar penderita
segera mengkonsumsi karbohidrat. Seluruh mekanisme pertahanan ini
berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advanced diabetes
mellitus tipe 2. 4
2.4. Patofisiologi Hipoglikemia yang Berhubungan dengan Kegagalan
Otonom
Gambar 2.2 Hipoglikemia yang berhubungan dengan kegagalan sistem otonom4
Diabetes dan Defisiensi Insulin
Substitusi insulin yang tidak sempurna
(tidak terjadi fisiologi penurunan insulin dan
peningkatan glukagon)
Respons Simpatoadrenal
terhadap Hipoglikemia
Berkurang
Hipoglikemia
Respons Saraf Simpatis
Berkurang
Ketidaksadaran terhadap
Hipoglikemia
Respon Epinefrin Berkurang
Mekanisme Kontraregulasi
Glukosa Terganggu
Hipoglikemia Berulang
Tidur Aktivitas Fisik
11
2.5. Identifikasi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hipoglikemia
2.5.1.Usia
Menurut Lefebvre, gejala (symptom) hipoglikemia muncul lebih
berat dan terjadi pada kadar gula darah yang lebih tinggi pada orang tua
dibanding dengan usia yang lebih muda. 13
Sedangkan menurut Studenski dalam buku ajar Harrison’s
Princle of Internal Medicine 18th Ed dikemukankan bahwa
hipoglikemia pada penderita diabetes usia lanjut lebih sulit diidentifikas
karena simptom autonomik dan neurogenik terjadi pada kadar gula
darah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan penderita diabetes
pada usia yang lebih muda. sedangkan reaksi metabolik dan efek cedera
neurologisnya sama saja antara pasien diabetes muda dan usia lanjut.
Simptom autonom hipoglikemia sering tertutupi oleh penggunaan beta-
blocker. Penderita diabetes usia lanjut memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk mengalami hipoglikemia daripada penderita diabetes usia lanjut
yang sehat dan memiliki fungsi yang baik. 14
2.5.2.Kelebihan (ekses) insulin
2.5.2.1 Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu
tinggi.
2.5.2.2 Konsumsi glukosa yang berkurang.
2.5.2.3 Produksi glukosa endogen berkurang, misal setelah
konsumsi alkohol.
12
2.5.2.4 Peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh, misal setelah
berolahraga.
2.5.2.5 Peningkatan sensitivitas terhadap insulin.
2.5.2.6 Penurunan ekskresi insulin, misal pada gagal ginjal.
2.5.3.Ekses insulin disertai mekanisme kontra regulasi glukosa yang
terganggu
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin
dan terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses
insulin saja belum tentu menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
Faktor risiko yang relevan dengan terganggunya mekanisme
kontra regulasi glukosa pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan
diabetes melitus tipe 2 tahap lanjut antara lain 2
:
2.5.3.1 Defisiensi insulin pankreas
Menandakan bahwa insulin yang ada merupakan insulin
eksogen, sehingga apabila gula darah turun di bawah batas
normal, tidak terjadi penurunan sekresi insulin.
2.5.3.2 Riwayat hipoglikemia berat, ketidaksadaran hipoglikemia
(hypoglycemia unawareness), atau keduanya.
2.5.3.3 Terapi penurunan kadar gula darah yang agresif, ditandai
dengan kadar HbA1c yang rendah, target kadar gula darah
yang rendah, atau keduanya.
13
2.5.4.Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemia akan mentoleransi
kadar gula darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada
kadar gula darah yang lebih rendah daripada orang normal.2
2.5.5.Obat hipoglikemik oral yang berisiko menyebabkan hipoglikemia
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja
meningkatkan sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan
terjadinya hipoglikemia. Obat – obat tersebut antara lain dipeptydil
peptidase-4 inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide,
golongan sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride 8
2.5.5.1 Sulfonylurea
Sulfonylurea bekerja dengan memacu pelepasan
insulin dari sel beta pankreas dengan cara berikatan dengan
reseptor sulfonylurea pada sel beta pankreas yang
menyebabkan inhibisi efluks ion kalium dan menyebabkan
depolarisasi dan pelepasan insulin.
Pemakaian sulfonylurea jangka panjang pada pasien
DM tipe 2 dapat menurunkan kadar serum glukagon yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia.
Mekanisme inhibisi glukagon ini terjadi karena stimulasi
pelepasan insulin dan somatostatin menghambat sekresi sel
alfa pankreas.
14
Obat golongan sulfonylurea yang saat ini cukup
banyak digunakan merupakan sulfonylurea generasi ke-2
yaitu glibenclamide dan glimepiride. 15
Glibenclamide (glyburide) dimetabolisme di hepar
menjadi produk dengan aktivitas hipoglikemik yang sangat
rendah. Dosis awal pemberian Glibenclamide yaitu 2,5 mg
per hari dan dapat ditingkatkan hinga mencapai 5-10 mg
dosis tunggal per hari dan diberikan pada pagi hari.
Pemberian dosis lebih dari 20 mg per hari tidak
direkomendasikan.
Glibenclamide berisiko menyebabkan hipoglikemia.
Efek samping glibenclamide yang lain adalah dapat
menyebabkan flushing apabila berinteraksi dengan alkohol.
Insufisiensi ginjal dan hepar merupakan kontraindikasi
penggunaan glibenclamide. 15
Glimepiride digunakan dengan dosis sekali sehari,
sebagai terapi tunggal ataupun sebagai kombinasi dengan
terapi insulin. Glimepiride mencapai pengendalian gula
darah pada dosis yang paling rendah bila dibandingkan
dengan sulfonylurea yang lain. Dosis tunggal 1 mg tiap hari
dapat menunjukkan kerja yang efektif dan dapat digunakan
dosis hingga 8 mg per hari. Glimepiride memiliki waktu
paruh selama 5 jam sehingga dapat diberikan dalam dosis
15
tunggal sekali sehari. Glimepiride dimetabolisme di hepar
menjadi bentuk yag inaktif. 15
2.5.5.2 Meglitinide
Meglitinide bekerja dengan meningkatkan sekresi
insulin sel beta pankreas dengan mengatur efluks kanal
kalsium. Meglitinide memiliki tempat perlekatan (binding
sites) yang sama dengan yang dimiliki oleh golongan
sulfonylurea.
Obat yang termasuk dalam golongan meglitinide
yaitu repaglinide. 15
Repaglinide memiliki onset kerja sangat cepat,
dengan konsentrasi puncak dan efek puncak kurang dari
satu jam setelah obat ditelan, sedangkan durasi kerja
repaglinide selama 5–8 jam. Repaglinide dimetabolisme di
hepar oleh enzim CYP3A4 dengan waktu paruh plasma
selama 1 jam. Sifat kerja yang cepat ini membuat
Repaglinide diindikasikan untuk mengatasi peningkatan
glukosa setelah makan (post-prandial). Repaglinide
diminum tepat sebelum makan, dengan dosis 0.25–4 mg
(maksimum 16 mg per hari)
Repaglinide berisiko menimbulkan hipoglikemia bila
pasien tidak segera makan setelah mengkonsumsi obat, atau
makan dengan jumlah karbohidrat yang tidak adekuat.
16
Repaglinide perlu mendapat perhatian khusus pada pasien
dengan gangguan hepar dan ginjal. Repaglinide dapat
digunakan sebagai terapi tungal ataupun dikombinasikan
dengan biguanide (metformin). Repaglinide dapat diberikan
pada pasien diabetes yang alergi dengan sulfonylurea
karena repaglinide tidak mengandung unsur sulfur. 15
2.5.6.Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi
insulin yang distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion)
pada orang normal dan pasien diabetes. Salisilat menghambat sintesis
prostaglandin pada berbagai jaringan, termasuk jaringan pankreas.
Penurunan produksi prostaglandin di pankreas berhubungan dengan
peningkatan sekresi insulin, dibuktikan dalam penelitian sebelumnya
bahwa pada orang normal, infus prostaglandin E2 dan analog E2
termetilasi menghambat respon insulin akut setelah asupan glukosa.
Pemberian aspirin dalam dosis 1,8g – 4,5g per hari dapat
menurunkan kebutuhan suntikan insulin pada pasien diabetes dan
pemberian 6g aspirin per hari selama 10 hari menurunkan rata-rata gula
darah puasa dari 371mg/dl menjadi 128mg/dl.16
17
2.5.7.Terapi Insulin
Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila
kadar gula darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi
penurunan kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks
simpatoadrenal. 4
Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa terapi
insulin pada pasien hiperglikemia memperbaiki luaran klinis. Insulin,
selain dapat memperbaiki status metabolik dengan cepat, terutama
kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara
lain perbaikan inflamasi.6
Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes
melitus tipe 1 (DMT1). Namun demikian, pada kenyataannya, insulin
lebih banyak digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2
jauh lebih banyak dibandingkan DMT1. 6
Pasien DMT2 yang memiliki kontrol glukosa darah yang tidak
baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan
untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral
atau insulin tunggal. 6
Berdasarkan onset kerjanya, terapi insulin diklasifikasikan sebagai
berikut:
2.5.7.1 Rapid acting insulin (insulin kerja sangat cepat)
Insulin kerja sangat cepat memiliki onset kerja dan
puncak kerja yang memungkinkan terapi insulin yang
18
menyerupai fisiologi sekresi insulin post-prandial. Insulin
kerja sangat cepat dapat digunakan sesaat sebelum pasien
makan.
Durasi kerja insulin kerja sangat cepat tidak lebih dari
4 – 5 jam, dengan demikian memiliki risiko hipoglikemia
pasca makan (late postmeal hypoglycemia) yang lebih
kecil.
Yang termasuk insulin kerja sangat cepat antara lain
insulin lispro, insulin aspart, dan insulin glulisine. 15
2.5.7.2 Short acting insulin (insulin kerja singkat)
Insulin reguler adalah insulin kerja singkat yang larut
dalam bentuk kristal zinc. Efek kerja insulin kerja singkat
muncul dalam 30 menit, mencapai puncak kerja dalam 2-3
jam setelah injeksi subkutan, dan memiliki durasi kerja 5-8
jam.
Dalam konsentrasi yang tinggi, molekul insulin ini
mengalamai aggregasi di sekitar ion zinc sehingga
membentuk molekul heksamer. Bentuk heksamer inilah
yang menyebabkan insulin reguler membutuhkan waktu
untuk dapat bekerja aktif.
Setelah injeksi subkutan. molekul hexamer insulin
akan mengalami pengenceran (dilusi) oleh cairan interstitial
jaringan dan terpecah menjadi molekul dimer dan
19
monomer. Insulin kerja singkat baru dapat bekerja optimal
dalam bentuk monomer tersebut.
Apabila insulin disuntikan pada saat pasien makan,
maka akan terjadi kenaikan kadar gula darah setelah makan
(early post-prandial hyperglycemia) karena insulin belum
bekerja, dan berisiko menimbulkan hipoglikemia pasca
makan (late post-prandial hypoglycemia) karena kerja
insulin yang terlambat. Insulin kerja singkat harus
disuntikkan 30 – 45 menit sebelum makan untuk mencapai
penurunan kadar gula yang tepat.
Insulin kerja singkat bermanfaat dalam terapi
intravena pada pasien ketoasidosis diabetes dan pada
pembedahan ataupun infeksi akut. 15
2.5.7.3 Intermediate acting insulin (insulin kerja sedang)
Neutral Protamine Hagedorn insulin (NPH) insulin
kerja sedang yang absorbsi dan kerjanya dihambat dengan
cara mengkombinasikan insulin dengan protamine dalam
jumlah yang tepat.
Setelah penyuntikan subkutan, enzim proteolitik
jaringan menguraikan protamin sehingga insulin dapat
diabsorbsi dan diedarkan ke seluruh tubuh. NPH memiliki
onset kerja 2 – 5 jam dan masa kerja 4 – 12 jam.
20
NPH biasanya dicampur dengan rapid acting insulin
(lispro, aspart, atau glulisin) dan diberikan 2-4 kali sehari
sebagai pengganti insulin endogen (replacement therapy).
Dosis NPH mempengaruhi profil kerja, misal dosis
kecil memiliki puncak kerja yang lebih rendah dan lebih
cepat dan masa kerja yang singkat, dan terjadi sebaliknya
pada penambahan dosis yang lebih besar.
Kerja NPH sangat sulit diprediksi dan memliki
variabilitas absorbsi yang tinggi.
2.5.7.4 Long acting insulin (insulin kerja panjang)
Insulin glargine adalah insulin kerja panjang yang
tidak memliki puncak masa kerja (peakless). Insulin
glargine didesain untuk mencapai terpi insulin yang
nyaman dan stabil. Molekul Insulin glargine larut dalam
suasana yang asam (pH pelarut = 4,0) dan mengalami
presipitasi sesaat setelah disuntikkan secara subkutan
karena pH tubuh yang netral. Monomer insulin secara
perlahan-lahan dilepaskan dari kumpulan presipitat insulin
pada jaringan sekitar lokasi penyuntikan sehingga
menghasilkan profil insulin plasma yang rendah, stabil, dan
kontinyu.
21
Insulin glargine memiliki onset kerja yang lambat (1
– 1,5 jam) dan mencapai kerja maksimum dalam 4-6 jam.
Kerja maksimum ini bertahan selama 11 – 24 jam.
Glargine diberikan dalam suntikan sekali sehari, atau
dapat dibagi dalam 2 dosis untuk pasien dengan resistensi
insulin ataupun hipersensitivitas terhadap insulin.
Glargine tidak dapat dicampur dengan insulin jenis
lain karena dapat menurunkan efikasinya karena glargine
harus dilarutkan dalam suasana asam. Pencampuran dengan
insulin lain dalam spuit yang sama juga harus dihindari dan
harus disuntikkan dengan spuit yang berbeda.
Pola absorbsi insulin glargine tidak terikat dengan
letak penyuntikan. 15
Insulin detemir adalah insulin kerja panjang yang
dikembangkan paling baru dan memiliki efek hipoglikemik
yang lebih rendah daripada NPH insulin. Insulin detemir
memiliki onset kerja yang bergantung pada dosis (dose
dependent) selama 1 – 2 jam dan durasi kerja 24 jam.
Insulin detemir diberikan dua kali sehari untuk mencapai
kadar insulin yang tepat. 15
22
2.5.8. Aktivitas Fisik / Olahraga
Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan
penanganan diabetes. Olahraga dapat memicu penurunan berat badan,
meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan hepar dan perifer,
meningkatkan pemakaian glukosa, dan kesehatan sistem
kardiovaskuler. 17
Namun pada penderita diabetes dengan pengendalian gula darah
yang intensif, olahraga dapat meningkatkan risiko terjadinya
hipoglikemia bila tanpa disertai penyesuaian dosis terapi insulin, dan
atau suplementasi karbohidrat. Hipoglikemia dapat terjadi saat
berolah raga, sesaat setelah berolahraga, ataupun beberapa jam setelah
berolahraga. Beberapa studi terakhir menemukan bahwa hipoglikemia
setelah olah raga dipengaruhi oleh kegagalan sistem otonom pada
penderita diabetes. 17
Pada saat olah raga terjadi penurunan insulin secara fisiologis,
sedangkan pada penderita diabetes yang tergantung pada terapi insulin
eksogen, penurunan insulin fisiologis ini tidak terjadi karena insulin
yang beredar di dalam tubuh adalah insulin eksogen dan tidak dapat
dikendalikan oleh pankreas. 17
Berbeda dengan penurunan sekresi insulin yang tidak terjadi
pada penderita diabetes, pada saat berolah raga sekresi glukagon dari
sel – sel alfa pankreas tetap terjadi pada penderita diabetes melitus
tipe 1 dan tipe 2. Hilangnya penurunan kadar insulin juga
23
menghambat proses glikogenolisis dan glukoneogenesis karena kadar
insulin yang relatif tinggi beredar dalam darah. 17
Pada penderita diabetes juga terjadi kegagalan sekresi epinefrin.
Secara fisiologis, epinefrin berfungsi meningkatkan glikogenolisis dan
menghambat pemakaian glukosa pada saat olahraga. 17
2.5.9. Keterlambatan asupan glukosa
Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien
hiperglikemia karena terlambat makan atau menjalani puasa dengan
tidak mengurangi dosis obat – obatan antidiabetes, dapat terjadi
hipoglikemia karena berkurangnya asupan glukosa dari saluran cerna.2
2.5.10.Gangguan Ginjal
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh
penurunan glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau
berkurangnya asupan kalori. Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi
penurunan kebutuhan insulin karena perubahan pada metabolisme dan
ekskresi insulin (insulin clearance). 18
Insulin eksogen secara normal
dimetabolisme oleh ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal, waktu paruh
insulin memanjang karena proses degradasi insulin berlangsung lebih
lambat. 19

More Related Content

What's hot

Hiperglikemia irine yp
Hiperglikemia irine ypHiperglikemia irine yp
Hiperglikemia irine ypArmy Of God
 
Power Point Pengaturan Gula Darah
Power Point Pengaturan Gula DarahPower Point Pengaturan Gula Darah
Power Point Pengaturan Gula DarahFirdika Arini
 
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)doctorronz7
 
Diabetes mellitus
Diabetes mellitusDiabetes mellitus
Diabetes mellitusobedada
 
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSMenanti Senja
 
Askep gawat-darurat-ketoasidosis
Askep gawat-darurat-ketoasidosisAskep gawat-darurat-ketoasidosis
Askep gawat-darurat-ketoasidosisDeny Hardita
 
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSAulia Kauri
 
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologiTerapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologiTito Ahmad
 
Terapi farmakologi Diabete Mellitus
Terapi farmakologi Diabete MellitusTerapi farmakologi Diabete Mellitus
Terapi farmakologi Diabete MellitusTrie Marcory
 
78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangren78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangrenkhriesna
 
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
how it happened diabetes melitus
how it happened diabetes melitushow it happened diabetes melitus
how it happened diabetes melitusSofiaNofianti
 

What's hot (20)

Diabetes Melitus
Diabetes MelitusDiabetes Melitus
Diabetes Melitus
 
Hiperglikemia irine yp
Hiperglikemia irine ypHiperglikemia irine yp
Hiperglikemia irine yp
 
Power Point Pengaturan Gula Darah
Power Point Pengaturan Gula DarahPower Point Pengaturan Gula Darah
Power Point Pengaturan Gula Darah
 
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
Diabetes mellitus (Kuliah drRon)
 
1. lp dm
1. lp dm1. lp dm
1. lp dm
 
Diabetes mellitus
Diabetes mellitusDiabetes mellitus
Diabetes mellitus
 
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
 
Askep gawat-darurat-ketoasidosis
Askep gawat-darurat-ketoasidosisAskep gawat-darurat-ketoasidosis
Askep gawat-darurat-ketoasidosis
 
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
 
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
 
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologiTerapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
 
Terapi farmakologi Diabete Mellitus
Terapi farmakologi Diabete MellitusTerapi farmakologi Diabete Mellitus
Terapi farmakologi Diabete Mellitus
 
Eklamsia 1
Eklamsia 1Eklamsia 1
Eklamsia 1
 
Hipoglisemia koma
Hipoglisemia komaHipoglisemia koma
Hipoglisemia koma
 
Hiperglisemia Koma
Hiperglisemia KomaHiperglisemia Koma
Hiperglisemia Koma
 
Diabetes mellitus
Diabetes mellitusDiabetes mellitus
Diabetes mellitus
 
DIABETES MELITUS
DIABETES MELITUSDIABETES MELITUS
DIABETES MELITUS
 
78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangren78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangren
 
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
 
how it happened diabetes melitus
how it happened diabetes melitushow it happened diabetes melitus
how it happened diabetes melitus
 

Similar to Tijauan pustaka hipoglikemi

Pharmaclass 4 dm-dikonversi
Pharmaclass 4   dm-dikonversiPharmaclass 4   dm-dikonversi
Pharmaclass 4 dm-dikonversiSarjonoNew
 
DOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptxDOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptxSriRiaranti
 
Hipoglikemia irine yp
Hipoglikemia irine ypHipoglikemia irine yp
Hipoglikemia irine ypArmy Of God
 
DM diabetes mellitus pptpptpptpptpp.pptx
DM diabetes mellitus pptpptpptpptpp.pptxDM diabetes mellitus pptpptpptpptpp.pptx
DM diabetes mellitus pptpptpptpptpp.pptxpaprsmelati
 
Diabetes millitus tugas kelompok mata kuliah farmakologi
Diabetes millitus   tugas kelompok mata kuliah farmakologiDiabetes millitus   tugas kelompok mata kuliah farmakologi
Diabetes millitus tugas kelompok mata kuliah farmakologiAnna Lisstya
 
Dalam perjalanan penyakit dm
Dalam perjalanan penyakit dmDalam perjalanan penyakit dm
Dalam perjalanan penyakit dmRiza Astuti
 
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptxPertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptxTaraManurung
 
DIABETES MELITUS.pptx
DIABETES MELITUS.pptxDIABETES MELITUS.pptx
DIABETES MELITUS.pptxCordisSternum
 
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptxUlinNikmatus
 
FARMAKOLOGI GIZI DIABETES MILETUS
FARMAKOLOGI GIZI DIABETES MILETUSFARMAKOLOGI GIZI DIABETES MILETUS
FARMAKOLOGI GIZI DIABETES MILETUSDesy Rahayu
 

Similar to Tijauan pustaka hipoglikemi (20)

Pharmaclass 4 dm-dikonversi
Pharmaclass 4   dm-dikonversiPharmaclass 4   dm-dikonversi
Pharmaclass 4 dm-dikonversi
 
Antidiabetes
AntidiabetesAntidiabetes
Antidiabetes
 
267768431.ppt
267768431.ppt267768431.ppt
267768431.ppt
 
DOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptxDOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptx
 
Hipoglikemia irine yp
Hipoglikemia irine ypHipoglikemia irine yp
Hipoglikemia irine yp
 
DM diabetes mellitus pptpptpptpptpp.pptx
DM diabetes mellitus pptpptpptpptpp.pptxDM diabetes mellitus pptpptpptpptpp.pptx
DM diabetes mellitus pptpptpptpptpp.pptx
 
Diabetes millitus tugas kelompok mata kuliah farmakologi
Diabetes millitus   tugas kelompok mata kuliah farmakologiDiabetes millitus   tugas kelompok mata kuliah farmakologi
Diabetes millitus tugas kelompok mata kuliah farmakologi
 
Diabetes skpa 6
Diabetes skpa 6Diabetes skpa 6
Diabetes skpa 6
 
Dibetes Melitus Tipe 2
Dibetes  Melitus Tipe 2Dibetes  Melitus Tipe 2
Dibetes Melitus Tipe 2
 
Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Melitus Tipe 1Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Melitus Tipe 1
 
Dalam perjalanan penyakit dm
Dalam perjalanan penyakit dmDalam perjalanan penyakit dm
Dalam perjalanan penyakit dm
 
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptxPertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
 
Askep dm
Askep dmAskep dm
Askep dm
 
Diabetes Militus
Diabetes MilitusDiabetes Militus
Diabetes Militus
 
DIABETES MELITUS.pptx
DIABETES MELITUS.pptxDIABETES MELITUS.pptx
DIABETES MELITUS.pptx
 
Materi penyuluhan
Materi penyuluhanMateri penyuluhan
Materi penyuluhan
 
Dm
DmDm
Dm
 
Makalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitusMakalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitus
 
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
6_Metabolisme_Karbohidrat_dalam_hubungannya_dengan_Diabetes_Mellitus.pptx
 
FARMAKOLOGI GIZI DIABETES MILETUS
FARMAKOLOGI GIZI DIABETES MILETUSFARMAKOLOGI GIZI DIABETES MILETUS
FARMAKOLOGI GIZI DIABETES MILETUS
 

Recently uploaded

E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)Ammar Ahmad
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxiwidyastama85
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPASSK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPASsusilowati82
 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
PELAKSANAAN + Link2 MATERI Training_ "AUDIT INTERNAL + SISTEM MANAJEMEN MUTU ...
PELAKSANAAN + Link2 MATERI Training_ "AUDIT INTERNAL + SISTEM MANAJEMEN MUTU ...PELAKSANAAN + Link2 MATERI Training_ "AUDIT INTERNAL + SISTEM MANAJEMEN MUTU ...
PELAKSANAAN + Link2 MATERI Training_ "AUDIT INTERNAL + SISTEM MANAJEMEN MUTU ...Kanaidi ken
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuKhiyaroh1
 
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerakAksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerakDianPermana63
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurDoddiKELAS7A
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptxErikaPutriJayantini
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8RiniWulandari49
 
Mekanisme Mendengar Pada Manusia dan Hewan.pptx
Mekanisme Mendengar Pada Manusia dan Hewan.pptxMekanisme Mendengar Pada Manusia dan Hewan.pptx
Mekanisme Mendengar Pada Manusia dan Hewan.pptxEkoPoerwantoe2
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfAndiCoc
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxMATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxrandikaakbar11
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 

Recently uploaded (20)

E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
E-modul materi Ekosistem Kelas 10 SMA (Preview)
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPASSK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
SK PANITIA PELAKSANA IHT SMPN 2 KEMPAS KECAMATAN KEMPAS
 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 MATERI Training_ "AUDIT INTERNAL + SISTEM MANAJEMEN MUTU ...
PELAKSANAAN + Link2 MATERI Training_ "AUDIT INTERNAL + SISTEM MANAJEMEN MUTU ...PELAKSANAAN + Link2 MATERI Training_ "AUDIT INTERNAL + SISTEM MANAJEMEN MUTU ...
PELAKSANAAN + Link2 MATERI Training_ "AUDIT INTERNAL + SISTEM MANAJEMEN MUTU ...
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
 
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerakAksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
Aksi Nyata Modul 1.3 Visi Guru penggerak
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsur
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
Bahan Ajar Power Point Materi Campuran kelas 8
 
Mekanisme Mendengar Pada Manusia dan Hewan.pptx
Mekanisme Mendengar Pada Manusia dan Hewan.pptxMekanisme Mendengar Pada Manusia dan Hewan.pptx
Mekanisme Mendengar Pada Manusia dan Hewan.pptx
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxMATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

Tijauan pustaka hipoglikemi

  • 1. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Hipoglikemia Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar glukosa plasma lebih rendah dari 45 mg/dl– 50 mg/dl.2 Bauduceau, dkk mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan di mana kadar gula darah di bawah 60 mg/dl disertai adanya gelaja klinis pada penderita.7 Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal, sedangkan pada pasien diabetes dengan pengendalian gula darah yang ketat (sering mengalami hipoglikemia) dapat mentoleransi kadar gula darah yang rendah tanpa mengalami gejala hipoglikemia.2 Pendekatan diagnosis kejadian hipoglikemia juga dilakukan dengan bantuan Whipple’s Triad yang meliputi: keluhan yang berhubungan dengan hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah, dan perbaikan kondisi setelah perbaikan kadar gula darah.2,8 Hipoglikemia akut diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, dan berat menurut gejala klinis yang dialami oleh pasien (Tabel 1) 8
  • 2. 6 Tabel 2.1. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut 8 Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari – hari yang nyata Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari – hari yang nyata Berat Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri karena adanya gangguan kognitif 1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan terapi parenteral 2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler atau intravena) 3. Disertai kejang atau koma American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia mengklasifikasikan kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai berikut: Tabel 2.2. Klasifikasi Hipoglikemia menurut American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia tahun 2005 9 Severe hypoglycemia Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan bantuan dari orang lain Documented symptomatic hypoglycemia Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl disertai gejala klinis hipoglikemia Asymptomatic hypoglycemia Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl tanpa disertai gejala klinis hipoglikemia Probable symptomatic hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertai pengukuran kadar gula darah plasma Relative hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia dengan pengukuran kadar gula darah plasma ≥ 70 mg/dl dan terjadi penurunan kadar gula darah
  • 3. 7 2.2. Gejala dan Tanda Hipoglikemia Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi sistem saraf otonom dan neuroglikopenia. Pada pasien dengan usia lajut dan pasien yang mengalami hipoglikemia berulang, respon sistem saraf otonom dapat berkurang sehingga pasien yang mengalami hipoglikemia tidak menyadari kalau kadar gula darahnya rendah (hypoglycemia unawareness). Kejadian ini dapat memperberat akibat dari hipoglikemia karena penderita terlambat untuk mengkonsumsi glukosa untuk meningkatkan kadar gula darahnya. 10 Tabel 2.3. Gejala dan tanda yang muncul pada keadaan hipoglikemia 11 Kadar Gula Darah Gejala Neurogenik Gejala Neuroglikopenik 79,2 mg/dL gemetar, goyah, gelisah irritabilita, kebingungan 70,2 mg/dL gugup, berdebar – debar sulit berpikir, sulit berbicara 59,4 mg/dL berkeringat ataxia, paresthesia 50,4 mg/dL mulut kering, rasa kelaparan sakit kepala, stupor, 39,6 mg/dL pucat, midriasis kejang, koma, kematian
  • 4. 8 Gambar 2.1. Kadar gula darah dan manifestasi hipoglikemia 12 2.3. Mekanisme Kontra Regulasi Kadar Gula Darah Penurunan kadar gula darah dapat memicu serangkaian respon yang bertujuan meningkatkan kadar gula darah (Tabel 3) Tabel 2.4. Respon fisiologis terhadap penurunan kadar gula darah plasma 4 Respon Batas Kadar Gula Darah (mg/dl) Efek fisiologis Penurunan sekresi insulin 80 – 85 Mempercepat peningkatan glukosa (Menghambat penurunan glukosa) Peningkatan sekresi glukagon 65 – 70 Mempercepat peningkatan glukosa Peningkatan sekresi epinephrine 65 – 70 Mempercepat peningkatan glukosa, Menghambat penurunan glukosa Peningkatan sekresi cortisol dan growth hormone 65 – 70 Mempercepat peningkatan glukosa, Menghambat penurunan glukosa Simptom hipoglikemia 50 – 55 Sebagai tanda bagi pasien untuk mengkonsumsi glukosa Keterangan tabel: Peningkatan glukosa adalah produksi glukosa yang dilakukan oleh hati dan ginjal (glukoneogenesis). Penurunan glukosa adalah penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin. 4 Keterangan Gambar: Rangkaian respon yang terjadi pada penurunan glukosa plasma. Garis utuh menunjukkan rata – rata, sedangkan garis putus – putus menunjukkan batas atas dan batas bawah dari kadar gula darah puasa. Batas – batas penurunan sekresi insulin, peningkatan sekresi glukagon, gejala, dan gangguan kognitif ditentukan pada orang sehat. Batas kadar gula darah untuk kejang, koma, dan kematian neuron ditentukan
  • 5. 9 Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes melitus tipe 1 yang menerima terapi substitusi insulin tidak memiliki penurunan sekresi insulin fisiologis (sekresi insulin berkurang saat kadar gula darah rendah) karena insulin yag beredar dalam tubuh merupakan insulin penggantui yang berasal dari luar (eksogen). Pertahanan fisiologis yang kedua terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon meningkatkan produksi glukosa di hepar dengan memacu glikogenolisis. Pertahanan fisiologis yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi epinefrin adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila sekresi glukagon tidak cukup untuk meningkatkan kadar gula darah. Sekresi epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan cara stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi penyerapan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, perpindahan substrat glukoneogenik (laktat dan asam amino dari otot, dan gliserol dari jaringan lemak). Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula darah dalam pulau Langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin (aktivitas simpatoadrenal) dikendalikan secara langsung oleh sistem saraf pusat. Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang
  • 6. 10 lebih hebat yang menyebabkan gejala neurogenik sehingga penderita hipoglikemia menyadari keadaan hipoglikemia dan bertujuan agar penderita segera mengkonsumsi karbohidrat. Seluruh mekanisme pertahanan ini berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advanced diabetes mellitus tipe 2. 4 2.4. Patofisiologi Hipoglikemia yang Berhubungan dengan Kegagalan Otonom Gambar 2.2 Hipoglikemia yang berhubungan dengan kegagalan sistem otonom4 Diabetes dan Defisiensi Insulin Substitusi insulin yang tidak sempurna (tidak terjadi fisiologi penurunan insulin dan peningkatan glukagon) Respons Simpatoadrenal terhadap Hipoglikemia Berkurang Hipoglikemia Respons Saraf Simpatis Berkurang Ketidaksadaran terhadap Hipoglikemia Respon Epinefrin Berkurang Mekanisme Kontraregulasi Glukosa Terganggu Hipoglikemia Berulang Tidur Aktivitas Fisik
  • 7. 11 2.5. Identifikasi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hipoglikemia 2.5.1.Usia Menurut Lefebvre, gejala (symptom) hipoglikemia muncul lebih berat dan terjadi pada kadar gula darah yang lebih tinggi pada orang tua dibanding dengan usia yang lebih muda. 13 Sedangkan menurut Studenski dalam buku ajar Harrison’s Princle of Internal Medicine 18th Ed dikemukankan bahwa hipoglikemia pada penderita diabetes usia lanjut lebih sulit diidentifikas karena simptom autonomik dan neurogenik terjadi pada kadar gula darah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan penderita diabetes pada usia yang lebih muda. sedangkan reaksi metabolik dan efek cedera neurologisnya sama saja antara pasien diabetes muda dan usia lanjut. Simptom autonom hipoglikemia sering tertutupi oleh penggunaan beta- blocker. Penderita diabetes usia lanjut memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipoglikemia daripada penderita diabetes usia lanjut yang sehat dan memiliki fungsi yang baik. 14 2.5.2.Kelebihan (ekses) insulin 2.5.2.1 Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi. 2.5.2.2 Konsumsi glukosa yang berkurang. 2.5.2.3 Produksi glukosa endogen berkurang, misal setelah konsumsi alkohol.
  • 8. 12 2.5.2.4 Peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh, misal setelah berolahraga. 2.5.2.5 Peningkatan sensitivitas terhadap insulin. 2.5.2.6 Penurunan ekskresi insulin, misal pada gagal ginjal. 2.5.3.Ekses insulin disertai mekanisme kontra regulasi glukosa yang terganggu Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin dan terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses insulin saja belum tentu menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Faktor risiko yang relevan dengan terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2 tahap lanjut antara lain 2 : 2.5.3.1 Defisiensi insulin pankreas Menandakan bahwa insulin yang ada merupakan insulin eksogen, sehingga apabila gula darah turun di bawah batas normal, tidak terjadi penurunan sekresi insulin. 2.5.3.2 Riwayat hipoglikemia berat, ketidaksadaran hipoglikemia (hypoglycemia unawareness), atau keduanya. 2.5.3.3 Terapi penurunan kadar gula darah yang agresif, ditandai dengan kadar HbA1c yang rendah, target kadar gula darah yang rendah, atau keduanya.
  • 9. 13 2.5.4.Frekuensi Hipoglikemia Pasien yang sering mengalami hipoglikemia akan mentoleransi kadar gula darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih rendah daripada orang normal.2 2.5.5.Obat hipoglikemik oral yang berisiko menyebabkan hipoglikemia Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja meningkatkan sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Obat – obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4 inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide, golongan sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride 8 2.5.5.1 Sulfonylurea Sulfonylurea bekerja dengan memacu pelepasan insulin dari sel beta pankreas dengan cara berikatan dengan reseptor sulfonylurea pada sel beta pankreas yang menyebabkan inhibisi efluks ion kalium dan menyebabkan depolarisasi dan pelepasan insulin. Pemakaian sulfonylurea jangka panjang pada pasien DM tipe 2 dapat menurunkan kadar serum glukagon yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia. Mekanisme inhibisi glukagon ini terjadi karena stimulasi pelepasan insulin dan somatostatin menghambat sekresi sel alfa pankreas.
  • 10. 14 Obat golongan sulfonylurea yang saat ini cukup banyak digunakan merupakan sulfonylurea generasi ke-2 yaitu glibenclamide dan glimepiride. 15 Glibenclamide (glyburide) dimetabolisme di hepar menjadi produk dengan aktivitas hipoglikemik yang sangat rendah. Dosis awal pemberian Glibenclamide yaitu 2,5 mg per hari dan dapat ditingkatkan hinga mencapai 5-10 mg dosis tunggal per hari dan diberikan pada pagi hari. Pemberian dosis lebih dari 20 mg per hari tidak direkomendasikan. Glibenclamide berisiko menyebabkan hipoglikemia. Efek samping glibenclamide yang lain adalah dapat menyebabkan flushing apabila berinteraksi dengan alkohol. Insufisiensi ginjal dan hepar merupakan kontraindikasi penggunaan glibenclamide. 15 Glimepiride digunakan dengan dosis sekali sehari, sebagai terapi tunggal ataupun sebagai kombinasi dengan terapi insulin. Glimepiride mencapai pengendalian gula darah pada dosis yang paling rendah bila dibandingkan dengan sulfonylurea yang lain. Dosis tunggal 1 mg tiap hari dapat menunjukkan kerja yang efektif dan dapat digunakan dosis hingga 8 mg per hari. Glimepiride memiliki waktu paruh selama 5 jam sehingga dapat diberikan dalam dosis
  • 11. 15 tunggal sekali sehari. Glimepiride dimetabolisme di hepar menjadi bentuk yag inaktif. 15 2.5.5.2 Meglitinide Meglitinide bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin sel beta pankreas dengan mengatur efluks kanal kalsium. Meglitinide memiliki tempat perlekatan (binding sites) yang sama dengan yang dimiliki oleh golongan sulfonylurea. Obat yang termasuk dalam golongan meglitinide yaitu repaglinide. 15 Repaglinide memiliki onset kerja sangat cepat, dengan konsentrasi puncak dan efek puncak kurang dari satu jam setelah obat ditelan, sedangkan durasi kerja repaglinide selama 5–8 jam. Repaglinide dimetabolisme di hepar oleh enzim CYP3A4 dengan waktu paruh plasma selama 1 jam. Sifat kerja yang cepat ini membuat Repaglinide diindikasikan untuk mengatasi peningkatan glukosa setelah makan (post-prandial). Repaglinide diminum tepat sebelum makan, dengan dosis 0.25–4 mg (maksimum 16 mg per hari) Repaglinide berisiko menimbulkan hipoglikemia bila pasien tidak segera makan setelah mengkonsumsi obat, atau makan dengan jumlah karbohidrat yang tidak adekuat.
  • 12. 16 Repaglinide perlu mendapat perhatian khusus pada pasien dengan gangguan hepar dan ginjal. Repaglinide dapat digunakan sebagai terapi tungal ataupun dikombinasikan dengan biguanide (metformin). Repaglinide dapat diberikan pada pasien diabetes yang alergi dengan sulfonylurea karena repaglinide tidak mengandung unsur sulfur. 15 2.5.6.Terapi Salisilat Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi insulin yang distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion) pada orang normal dan pasien diabetes. Salisilat menghambat sintesis prostaglandin pada berbagai jaringan, termasuk jaringan pankreas. Penurunan produksi prostaglandin di pankreas berhubungan dengan peningkatan sekresi insulin, dibuktikan dalam penelitian sebelumnya bahwa pada orang normal, infus prostaglandin E2 dan analog E2 termetilasi menghambat respon insulin akut setelah asupan glukosa. Pemberian aspirin dalam dosis 1,8g – 4,5g per hari dapat menurunkan kebutuhan suntikan insulin pada pasien diabetes dan pemberian 6g aspirin per hari selama 10 hari menurunkan rata-rata gula darah puasa dari 371mg/dl menjadi 128mg/dl.16
  • 13. 17 2.5.7.Terapi Insulin Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila kadar gula darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi penurunan kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks simpatoadrenal. 4 Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa terapi insulin pada pasien hiperglikemia memperbaiki luaran klinis. Insulin, selain dapat memperbaiki status metabolik dengan cepat, terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi.6 Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes melitus tipe 1 (DMT1). Namun demikian, pada kenyataannya, insulin lebih banyak digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih banyak dibandingkan DMT1. 6 Pasien DMT2 yang memiliki kontrol glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal. 6 Berdasarkan onset kerjanya, terapi insulin diklasifikasikan sebagai berikut: 2.5.7.1 Rapid acting insulin (insulin kerja sangat cepat) Insulin kerja sangat cepat memiliki onset kerja dan puncak kerja yang memungkinkan terapi insulin yang
  • 14. 18 menyerupai fisiologi sekresi insulin post-prandial. Insulin kerja sangat cepat dapat digunakan sesaat sebelum pasien makan. Durasi kerja insulin kerja sangat cepat tidak lebih dari 4 – 5 jam, dengan demikian memiliki risiko hipoglikemia pasca makan (late postmeal hypoglycemia) yang lebih kecil. Yang termasuk insulin kerja sangat cepat antara lain insulin lispro, insulin aspart, dan insulin glulisine. 15 2.5.7.2 Short acting insulin (insulin kerja singkat) Insulin reguler adalah insulin kerja singkat yang larut dalam bentuk kristal zinc. Efek kerja insulin kerja singkat muncul dalam 30 menit, mencapai puncak kerja dalam 2-3 jam setelah injeksi subkutan, dan memiliki durasi kerja 5-8 jam. Dalam konsentrasi yang tinggi, molekul insulin ini mengalamai aggregasi di sekitar ion zinc sehingga membentuk molekul heksamer. Bentuk heksamer inilah yang menyebabkan insulin reguler membutuhkan waktu untuk dapat bekerja aktif. Setelah injeksi subkutan. molekul hexamer insulin akan mengalami pengenceran (dilusi) oleh cairan interstitial jaringan dan terpecah menjadi molekul dimer dan
  • 15. 19 monomer. Insulin kerja singkat baru dapat bekerja optimal dalam bentuk monomer tersebut. Apabila insulin disuntikan pada saat pasien makan, maka akan terjadi kenaikan kadar gula darah setelah makan (early post-prandial hyperglycemia) karena insulin belum bekerja, dan berisiko menimbulkan hipoglikemia pasca makan (late post-prandial hypoglycemia) karena kerja insulin yang terlambat. Insulin kerja singkat harus disuntikkan 30 – 45 menit sebelum makan untuk mencapai penurunan kadar gula yang tepat. Insulin kerja singkat bermanfaat dalam terapi intravena pada pasien ketoasidosis diabetes dan pada pembedahan ataupun infeksi akut. 15 2.5.7.3 Intermediate acting insulin (insulin kerja sedang) Neutral Protamine Hagedorn insulin (NPH) insulin kerja sedang yang absorbsi dan kerjanya dihambat dengan cara mengkombinasikan insulin dengan protamine dalam jumlah yang tepat. Setelah penyuntikan subkutan, enzim proteolitik jaringan menguraikan protamin sehingga insulin dapat diabsorbsi dan diedarkan ke seluruh tubuh. NPH memiliki onset kerja 2 – 5 jam dan masa kerja 4 – 12 jam.
  • 16. 20 NPH biasanya dicampur dengan rapid acting insulin (lispro, aspart, atau glulisin) dan diberikan 2-4 kali sehari sebagai pengganti insulin endogen (replacement therapy). Dosis NPH mempengaruhi profil kerja, misal dosis kecil memiliki puncak kerja yang lebih rendah dan lebih cepat dan masa kerja yang singkat, dan terjadi sebaliknya pada penambahan dosis yang lebih besar. Kerja NPH sangat sulit diprediksi dan memliki variabilitas absorbsi yang tinggi. 2.5.7.4 Long acting insulin (insulin kerja panjang) Insulin glargine adalah insulin kerja panjang yang tidak memliki puncak masa kerja (peakless). Insulin glargine didesain untuk mencapai terpi insulin yang nyaman dan stabil. Molekul Insulin glargine larut dalam suasana yang asam (pH pelarut = 4,0) dan mengalami presipitasi sesaat setelah disuntikkan secara subkutan karena pH tubuh yang netral. Monomer insulin secara perlahan-lahan dilepaskan dari kumpulan presipitat insulin pada jaringan sekitar lokasi penyuntikan sehingga menghasilkan profil insulin plasma yang rendah, stabil, dan kontinyu.
  • 17. 21 Insulin glargine memiliki onset kerja yang lambat (1 – 1,5 jam) dan mencapai kerja maksimum dalam 4-6 jam. Kerja maksimum ini bertahan selama 11 – 24 jam. Glargine diberikan dalam suntikan sekali sehari, atau dapat dibagi dalam 2 dosis untuk pasien dengan resistensi insulin ataupun hipersensitivitas terhadap insulin. Glargine tidak dapat dicampur dengan insulin jenis lain karena dapat menurunkan efikasinya karena glargine harus dilarutkan dalam suasana asam. Pencampuran dengan insulin lain dalam spuit yang sama juga harus dihindari dan harus disuntikkan dengan spuit yang berbeda. Pola absorbsi insulin glargine tidak terikat dengan letak penyuntikan. 15 Insulin detemir adalah insulin kerja panjang yang dikembangkan paling baru dan memiliki efek hipoglikemik yang lebih rendah daripada NPH insulin. Insulin detemir memiliki onset kerja yang bergantung pada dosis (dose dependent) selama 1 – 2 jam dan durasi kerja 24 jam. Insulin detemir diberikan dua kali sehari untuk mencapai kadar insulin yang tepat. 15
  • 18. 22 2.5.8. Aktivitas Fisik / Olahraga Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan penanganan diabetes. Olahraga dapat memicu penurunan berat badan, meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan hepar dan perifer, meningkatkan pemakaian glukosa, dan kesehatan sistem kardiovaskuler. 17 Namun pada penderita diabetes dengan pengendalian gula darah yang intensif, olahraga dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia bila tanpa disertai penyesuaian dosis terapi insulin, dan atau suplementasi karbohidrat. Hipoglikemia dapat terjadi saat berolah raga, sesaat setelah berolahraga, ataupun beberapa jam setelah berolahraga. Beberapa studi terakhir menemukan bahwa hipoglikemia setelah olah raga dipengaruhi oleh kegagalan sistem otonom pada penderita diabetes. 17 Pada saat olah raga terjadi penurunan insulin secara fisiologis, sedangkan pada penderita diabetes yang tergantung pada terapi insulin eksogen, penurunan insulin fisiologis ini tidak terjadi karena insulin yang beredar di dalam tubuh adalah insulin eksogen dan tidak dapat dikendalikan oleh pankreas. 17 Berbeda dengan penurunan sekresi insulin yang tidak terjadi pada penderita diabetes, pada saat berolah raga sekresi glukagon dari sel – sel alfa pankreas tetap terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Hilangnya penurunan kadar insulin juga
  • 19. 23 menghambat proses glikogenolisis dan glukoneogenesis karena kadar insulin yang relatif tinggi beredar dalam darah. 17 Pada penderita diabetes juga terjadi kegagalan sekresi epinefrin. Secara fisiologis, epinefrin berfungsi meningkatkan glikogenolisis dan menghambat pemakaian glukosa pada saat olahraga. 17 2.5.9. Keterlambatan asupan glukosa Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien hiperglikemia karena terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak mengurangi dosis obat – obatan antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia karena berkurangnya asupan glukosa dari saluran cerna.2 2.5.10.Gangguan Ginjal Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh penurunan glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya asupan kalori. Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi penurunan kebutuhan insulin karena perubahan pada metabolisme dan ekskresi insulin (insulin clearance). 18 Insulin eksogen secara normal dimetabolisme oleh ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal, waktu paruh insulin memanjang karena proses degradasi insulin berlangsung lebih lambat. 19