Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan PraktekDadang Solihin
Kekuasaan negara dipisahkan secara horizontal melalui fungsi legislatif, eksekutif, dan judikatif dan dibagikan secara vertikal dalam hubungan ‘atas-bawah’.
Disampaikan pada Workshop Inovasi Pelayanan Publik untuk Kelurahan, diselenggarakan oleh BPSDM Provinsi Jambi
24 Februari 2021
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara RI
Otonomi Daerah dalam Perspektif Teori, Kebijakan, dan PraktekDadang Solihin
Kekuasaan negara dipisahkan secara horizontal melalui fungsi legislatif, eksekutif, dan judikatif dan dibagikan secara vertikal dalam hubungan ‘atas-bawah’.
Disampaikan pada Workshop Inovasi Pelayanan Publik untuk Kelurahan, diselenggarakan oleh BPSDM Provinsi Jambi
24 Februari 2021
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara RI
mata kuliah ini secara umum membahas sistem administrasi negara, khususnya di indonesia, pendekatan sistemik, konstruksi nilai, landasan sistem penyelenggaraan negara, serta mapu memahami konsep organisasi negara, kebijakan public, public budgeting, public personel administration, good governance, public enterprise dan public service
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
1. KAJIAN AKADEMISKAJIAN AKADEMIS
PEPERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSATRAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT
DALAM PEDALAM PEMBINAAN DAN PENGAWASANMBINAAN DAN PENGAWASAN UMUM DAN TEKNISUMUM DAN TEKNIS
ATAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHANATAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN
OLEH DAERAH KABUPATEN/KOTAOLEH DAERAH KABUPATEN/KOTA
(RAKOR BKPP, GARUT 29 MARET 2017)(RAKOR BKPP, GARUT 29 MARET 2017)
Dr. Frans Dione, M.Si
IPDN - KEMENDAGRI
0813199906898
fransdionesa@gmail.com
2. PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARAPEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA
SECARA HORIZONTAL KEKUASAAN NEGARA PADA
UMUMNYA DIBAGI KEDALAM KEKUASAAN
EKSEKUTIF, LEGISLATIF DAN YUDIKATIF, KECUALI
DALAM SISTEM PARLEMENTER KEKUASAAN
EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF TIDAK DIBAGI. FUNGSI
KONTROL DILAKSANAKAN OLEH PARTAI POLITIK
OPOSISI.
SECARA VERTIKAL KEKUASAAN NEGARA DIBAGI
ANTARA PEMERINTAH PUSAT DENGAN PEMERINTAH
DAERAH PADA NEGARA KESATUAN, ATAU ANTARA
NEGARA FEDERAL DENGAN NEGARA ANGGOTA
FEDERASI PADA NEGARA FEDERAL.
3. Pembagian Kekuasaan secaraPembagian Kekuasaan secara Vertikal:Vertikal:
Pembagian Kekuasaan menurut tingkatnya.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah Pembagian Kekuasaan antara
beberapa tingkat pemerintahan.
Carl J. Friedrich memakai istilah Pembagian Kekuasaan secara
Teritorial (Territorial Division of Power).
Pembagian Kekuasaan ini dengan jelas dapat kita saksikan kalau kita
melakukan perbandingan antara negara KESATUAN, negara FEDERAL
serta KONFEDERASI.
(Dalam negara Kesatuan jelas sekali terlihat bhw)
Pembagian kekuasaan secara vertikal melahirkan garis
hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem :
1. Desentralisasi
2. Dekonsentrasi
3. Medebewind
4. NEGARA KESATUANNEGARA KESATUAN
KEDAULATAN INTERNAL MAUPUN KEDAULATAN
EKSTERNAL DIPEGANG OLEH PEMERINTAH PUSAT
SUPREMASI PARLEMEN → BAHWA DALAM NEGARA
KESATUAN KEDAULATAN TIDAK TERBAGI;
TIDAK ADANYA BADAN LAIN/TAMBAHAN YANG
BERDAULAT→ DAERAH OTONOM TIDAK MEMPUNYAI
KEDAULATAN DAN HANYA MENJALANKAN HUKUM
YANG SUDAH DIBUAT OLEH PEMERINTAH PUSAT
KEKUASAAN DAERAH TERGANTUNG PEMBERIAN DARI
PEMERINTAH PUSAT (INDONESIA : PASAL 18 UUD 1945
DENGAN OTONOMI LUAS)
5. BAGAN NEGARA KESATUANBAGAN NEGARA KESATUAN
PEMERINTAH
PUSAT
PEMERINTAH
DAERAH
KEPADA
PERANGKAT PUSAT
DI DAERAH
PEMEGANG KEDAULATAN
NEGARA
PROSES
DESENTRALISASI
PROSES
DEKONSENTRASI
6. Desentralisasi dan SentralisasiDesentralisasi dan Sentralisasi
Konsensus nasional mengenai keberadaan desentralisasi dalam
Negara Kesatuan Indonesia tersebut mengandung arti bahwa
penyelenggaraan kelembagaan dan administrasi negara Indonesia
tidak hanya semata-mata atas dasar asas sentralisasi, tetapi juga
dengan desentralisasi dan otonomi daerah sebagai perwujudannya.
Dengan demikian, setidak-tidaknya di kalangan Pembentuk UUD
1945 dan penyelenggara organisasi negara Indonesia telah
diterima pemikiran yang mendasar bahwa :
Sentralisasi dan desentralisasi masing-masing sebagai asas
kelembagaan tidak ditempatkan pada kutub yang berlawanan
(dichotomy), tetapi kedua asas tersebut merupakan suatu
rangkaian kesatuan (continuum).
Kedua asas ini memiliki fungsi yang berlainan, tetapi saling
melengkapi bagi keutuhan organisasi negara. Sentralisasi
berfungsi menciptakan keseragaman, sedangkan desentralisasi
menciptakan keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan.
7. 7
DUA AZAS YANG KONTINUMDUA AZAS YANG KONTINUM
AZAS DESENTRALISASI DAN AZAS SENTRALISASI
TIDAK BERSIFAT DIKOTOMIS TETAPI KONTINUM.
TIDAK MUNGKIN DESENTRALISASI TANPA
SENTRALISASI
DESENTRALISASI TANPA SENTRALISASI AKAN
TERJADI DISINTEGRASI
SENTRALISASI TANPA DESENTRALISASI AKAN
TERJADI DISINTEGRASI
8. POLA HUBUNGAN KEKUASAAN PUSAT DAN DAERAH
DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
POLA HUBUNGAN KEKUASAAN PUSAT DAN DAERAH
DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Pemerintahan DaerahPemerintahan Daerah
Pemerintahan PusatPemerintahan Pusat
NegaraNegara
DaerahDaerah
Sebagiandiserahkan.
BinwasAgarOtonomi
TidakMelanggar
Kedaulatan
KedaulatanKedaulatan
OtonomiOtonomi
OtonomiDibatasiOleh
Kedaulatan
Pusat/negara adalah kesatuan
masyarakat hukum yang berdaulat
yang berhak mengatur dan
mengurus diri sendiri yang
mempunyai batas wilayah tertentu.
Pusat/negara adalah kesatuan
masyarakat hukum yang berdaulat
yang berhak mengatur dan
mengurus diri sendiri yang
mempunyai batas wilayah tertentu.
Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang berhak mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan yang diserahkan
kepadanya yang mempunyai batas wilayah
tertentu dalam ikatan NKRI.
Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang berhak mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan yang diserahkan
kepadanya yang mempunyai batas wilayah
tertentu dalam ikatan NKRI.
9. HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH PADA NEGARA KESATUAN
PEMERINTAH PUSAT
PEMERINTAH
DAERAH
URUSAN EKSLUSIF
URUSAN
A
URUSAN
A
URUSAN
A
URUSAN
A
URUSAN
B
URUSAN
B
URUSAN
dst
URUSAN
dst
URUSAN
B
URUSAN
B
URUSAN
dst
URUSAN
dst
10. NEGARA FEDERALNEGARA FEDERAL
KEDAULATAN EKSTERNAL DIPEGANG OLEH
PEMERINTAH FEDERAL, SEDANGKAN KEDAULATAN
INTERNAL DIPEGANG OLEH NEGERA BAGIAN
PEMBAGIAN KEKUASAAN ANTARA PEMERINTAH
FEDERAL DENGAN NEGARA BAGIAN DIATUR DALAM
KONSTITUSI YANG TIDAK DAPAT DITARIK SECARA
SEPIHAK;
DALAM KONSTITUSI DAPAT DIURAIKAN KEKUASAAN
PEMERINTAH PUSAT DAN SISANYA (RESERVE OF
POWER) MENJADI KEKUASAAN NEGARA BAGIAN ATAU
SEBALIKNYA
PERUBAHAN KONSTITUSI DILAKUKAN OLEH NEGARA-
NEGARA BAGIAN MELALUI REFERENDUM.
11. HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH PADA NEGARA FEDERAL
NEGARA FEDERAL NEGARA BAGIAN
URUSAN
D
URUSAN
D
URUSAN
A
URUSAN
A
URUSAN
B
URUSAN
B
URUSAN
C
URUSAN
C
URUSAN
E
URUSAN
E
URUSAN
dst
URUSAN
dst
12. DESAIN OTONOMI DAERAH MENURUT UUD 1945DESAIN OTONOMI DAERAH MENURUT UUD 1945
1. NKRI Dibagi Ke dalam Daerah Provinsi Dan Kab/Kota.
Daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota masing-
masing mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dgn
UU.
2. Pemerintahan Daerah Mengatur Dan Mengurus Urusan
Pemerintahan Berdasarkan Azas Otonomi Dan Tugas
Pembantuan;
3. Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.
4. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali yang oleh Undang-undang dinyatakan
sebagai kewenangan pusat.
13. ESENSIESENSI BINWAS TERHADAP PEMERINTAHAN DAERAHBINWAS TERHADAP PEMERINTAHAN DAERAH
Pemerintah Pusat harus menjamin kedaulatan nasional
tetap ditegakkan di seluruh wilayah Indonesia yaitu
ditegakkannya hukum nasional termasuk oleh daerah
otonom sehingga pemerintah pusat melakukan
pengawasan terhadap daerah otonom.
Pemerintah pusat harus menjamin daerah otonom
mampu memahami dan mencapai tujuan dari kebijakan
nasional (hukum nasional) sehingga pemerintah pusat
melakukan pembinaan kepada daerah otonom.
Pengawasan oleh pusat kepada daerah bukan
pengawasan manajemen organisasi.
16. WAJIBWAJIB
PELAYANAN DASARPELAYANAN DASAR NON PELAYANAYAN DASARNON PELAYANAYAN DASAR
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKURENPEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN
PILIHANPILIHAN
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
3. PU & Tata Ruang;
4. Perumahan &
Kwsan
Permukiman
5. Tramtibum &
linmas
6. Sosial
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
3. PU & Tata Ruang;
4. Perumahan &
Kwsan
Permukiman
5. Tramtibum &
linmas
6. Sosial
1. Tenaga Kerja,
2. Pemberdayaan Perempuan
& Pelindungan Anak,
3. Pangan,
4. Pertanahan,
5. Lingkungan Hidup,
6. Adminduk & Capil,
7. PMD,
8. Pengendalian Pddk &KB,
9. Perhubungan,
10.Kominfo,
11.Koperasi, Usaha Kecil &
Menengah ,
12.Penanaman Modal,
13.Kepemudaan & Olahraga,
14.Statistik,
15.Persandian,
16.Kebudayaan,
17.Perpustakaan dan
18.Kearsipan
1. Tenaga Kerja,
2. Pemberdayaan Perempuan
& Pelindungan Anak,
3. Pangan,
4. Pertanahan,
5. Lingkungan Hidup,
6. Adminduk & Capil,
7. PMD,
8. Pengendalian Pddk &KB,
9. Perhubungan,
10.Kominfo,
11.Koperasi, Usaha Kecil &
Menengah ,
12.Penanaman Modal,
13.Kepemudaan & Olahraga,
14.Statistik,
15.Persandian,
16.Kebudayaan,
17.Perpustakaan dan
18.Kearsipan
1. Kelautan &
Perikanan
2. Pariwisata
3. Pertanian
4. Kehutanan
5. ESDM
6. Perdagangan
7. Perindustrian
8. Transmigrasi
1. Kelautan &
Perikanan
2. Pariwisata
3. Pertanian
4. Kehutanan
5. ESDM
6. Perdagangan
7. Perindustrian
8. Transmigrasi
Dibagi berdasarkan prinsip
Eksternalitas,
Akuntabilitas dan Efisiensi
dan Kriteria tertentu
Dibagi berdasarkan prinsip
Eksternalitas,
Akuntabilitas dan Efisiensi
dan Kriteria tertentu
Pilihan Sesuai
Potensi,
Keunggulan
Daerah
Pilihan Sesuai
Potensi,
Keunggulan
Daerah
Dimungkinkan
Penggabungan
Dengan kriteria
tertentu dan
tetap
memperhatikan
kompetensi
urusan
Dimungkinkan
Penggabungan
Dengan kriteria
tertentu dan
tetap
memperhatikan
kompetensi
urusan
Note : Menunjukkan
skala prioritas
19. ASPEKASPEK YANG DIYANG DIBINWASBINWAS
OLEH GUBERNUR SEBAGI WAKIL PEMERINTAH PUSATOLEH GUBERNUR SEBAGI WAKIL PEMERINTAH PUSAT
GUB WK
PUSAT
PERDA
PEMBINAAN
PENGAWASAN
PREVENTIF
PERKADA/
KEP KDH
KINERJA
REPRESIF
PERSELISIHAN
20. KEWENANGAN BINWAS PEMERINTAH PUSATKEWENANGAN BINWAS PEMERINTAH PUSAT
Binwas Umum yang meliputi binwas terhadap aspek
pembagian Urusan Pemerintahan, kelembagaan
Daerah, kepegawaian pada Perangkat Daerah,
keuangan Daerah, pembangunan Daerah, pelayanan
publik di Daerah, kerja sama Daerah, Kebijakan
Daerah, Kepala Daerah dan DPRD.
Binwas Teknis Dilakukan Oleh K/L.
Pengawasan oleh Mendagri dan K/L dilakukan oleh
APIP masing-masing K/L (Ps 377 ayat 3)
21. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN EVALUASIPEMBINAAN, PENGAWASAN DAN EVALUASI
PEMERINTAHPEMERINTAH
MendagriMendagri
PembinaanPembinaan PengawasanPengawasan EvaluasiEvaluasi
Binwas UmumBinwas Umum Binwas TeknisBinwas Teknis
K/LK/L
Secara Nas.
koordinasi
Mendagri ProvinsiProvinsi
Gubernur sbg wakil Pem.
Binwas umum & teknis
Gubernur sbg wakil Pem.
Binwas umum & teknis Kab/KotaKab/Kota
Laporan
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
Laporan
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
PemdaPemda
Penghargaan
& Sanksi
Penghargaan
& Sanksi
22. KORBINWAS PEMDAKORBINWAS PEMDA
PEMERITAH PUSATPEMERITAH PUSAT
PROVINSIPROVINSI
KORBINWAS
Gub Wk Pem
Pusat
Gub Wk Pem
Pusat
KAB/KOTAKAB/KOTA
Mendelegasikan
KORWAS
Pembinaan
23. KEWENANGANKEWENANGAN UMUM GWPPUMUM GWPP
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat
adalah pejabat pemerintah pusat yang
ditugaskan untuk melaksanakan sebagian
wewenang pemerintah pusat berupa
binwas kepada daerah kab/kota
berdasarkan aturan yang dibuat oleh
Pemerintah Pusat.
GWPP tidak memiliki otonomi, sehingga
tidak berwenang untuk membuat
peraturan.
24. TUGAS GWPPTUGAS GWPP
a) Mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
Tugas Pembantuan di Daerah kabupaten/kota;
b) Melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota yang ada di
wilayahnya;
c) Memberdayakan dan memfasilitasi Daerah kabupaten/kota di
wilayahnya;
d) Melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota
tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD,
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, tata ruang daerah, pajak
daerah, dan retribusi daerah;
e) Melakukan pengawasan terhadap Perda Kabupaten/Kota; dan
f) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
25. WEWENANG GWPPWEWENANG GWPP
a) Membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan
bupati/wali kota;
b) Memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/wali
kota terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
c) Menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi
pemerintahan antar-Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu)
Daerah provinsi;
d) Memberikan persetujuan terhadap rancangan Perda
Kabupaten/Kota tentang pembentukan dan susunan
Perangkat Daerah kabupaten/kota; dan
e) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
26. TUGAS DAN WEWENANG GWPP SELAIN BINWASTUGAS DAN WEWENANG GWPP SELAIN BINWAS
a) Menyelaraskan perencanaan pembangunan antar Daerah kabupaten/kota dan
antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota di wilayahnya;
b) Mengoordinasikan kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara Daerah
provinsi dan Daerah kabupaten/kota dan antar-Daerah kabupaten/kota yang ada
di wilayahnya;
c) Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Pusat atas usulan DAK pada
Daerah kabupaten/kota di wilayahnya;
d) Melantik bupati/wali kota;
e) Memberikan persetujuan pembentukan Instansi Vertikal di wilayah provinsi
kecuali pembentukan Instansi Vertikal untuk melaksanakan urusan
pemerintahan absolut dan pembentukan Instansi Vertikal oleh kementerian
yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
f) Melantik kepala Instansi Vertikal dari kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian yang ditugaskan di wilayah Daerah provinsi yang
bersangkutan kecuali untuk kepala Instansi Vertikal yang melaksanakan urusan
pemerintahan absolut dan kepala Instansi Vertikal yang dibentuk oleh
kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
g) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
27. UPAYA PENGUATAN IKATAN ANTARAUPAYA PENGUATAN IKATAN ANTARA
GUBERNUR DENGAN PEMERINTAH PUSATGUBERNUR DENGAN PEMERINTAH PUSAT
Harus ada mekanisme over role mechanisme
dimana Pemerintah Pusat dapat mengambil alih
tugas dan wewenang Gubernur sebagi Wakil
Pemerintah Pusat apabila tidak dilaksanakan;
Dibangun suatu ikatan melalui kekuatan
keuangan (financial power) yang diberikan
kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
Pusat, sehingga ada keterikatan secara finansial
antara Gubernur sebagi wakil pemerintah pusat.
28. TANTANGAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN GWPPTANTANGAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN GWPP
Pemerintah pusat saat ini belum menghendaki adanya
penambahan unit kerja Dekonsentrasi baru yang membebani
APBN;
Jika Presiden tidak menghendaki adanya unit kerja
dekonsentrasi baru, maka keberadaan unit kerja pada sekretariat
GWPP harus ditata kembali.
Alternatif yang dapat diambil untuk kelembagaan GWPP adalah
menggunakan model inkorporasi (fusion model) dimana unit
kerja pada set GWPP disatukan dengan unit kerja pada
sekretariat daerah dan perangkat daerah lain yang mempunyai
fungsi terkait dengan tugas dan wewenang GWPP.
Anggaran Program dan kegiatan dalam rangka melaksanakan
tugas dan fungsi GWPP tetap dibiayai dari dan atas beban
APBN.
Pada hakekatnya desentralisasi adalah otonomisasi suatu masyarakat yang berada dalam teritoir tertentu. Sebagai pancaran paham kedaulatan rakyat, tentu otonomi diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat dan sama sekali bukan kepada daerah ataupun Pemerintah Daerah. Ketegasan pernyataan otonomi milik masyarakat dan masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek otonomi perlu dicanangkan di masa depan untuk meluruskan penyelenggaraan otonomi daerah. Telah lama Hatta (1957) menegaskan bahwa otonomisasi suatu masyarakat oleh Pemerintah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi tetapi juga mendorong berkembangnya prakarsa sendiri dalam pembentukan dan pelaksanaan kebijakan untuk kepentingan masyarakat setempat. Dengan berkembangnya prakarsa sendiri tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi yaitu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri.